Iding Chaidir
AGENDA RISET NASIONAL UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN PANGAN MENYONGSONG PEMBERLAKUAN MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015 National Research Agenda to Support Food Resiliency in The Preparation of The Implementation of The ASEAN Economic Community (AEC) in 2015 Iding Chaidir Dewan Riset Nasional Jl. MH. Thamrin 8, Kebon Sirih, Jakarta Pusat E-mail:
[email protected]
ABSTRACT ASEAN Free Trade Area (AFTA) is a form of agreement among ASEAN member countries to establish a free trade area in order to improve the economic competitiveness of the ASEAN region and to make ASEAN as a production base of the world, as well as to create a regional market for 500 million people. The biggest challenge for Indonesia in the face of the ASEAN Free Trade 2015 is the ability to exploit such a large domestic market through the development of domestic products. An even bigger challenge is how Indonesian agricultural products are able to enter the export market. However, Indonesia has its competitiveness in the estate crops production that had been export oriented products, such as palm oil, cocoa, coffee, rubber, as well as fishery products, including seaweeds. The development of these products should be focused in the downstream product development to obtain higher added values. Thus researches in the direction of downstream products should become top priorities. To be able to compete in the 2015 ASEAN free market, it needs to improve production efficiency and quality of our agricultural products by utilizing the advancement of science, technology and innovation. All this can be done if the research and development activities carried out in a coordinated manner, so that research results can directly be utilized by the business entities. The National Research Agenda is formulated to enable effective coordination among research activities conducted by R & D institutions and universities. This document, therefore, can be functioned as the major reference for researchers, policy makers, and users of technology. In that way, the research results can really be aimed at the improvement of national competitiveness. Keywords : national research, competitiveness, product development.
ABSTRAK ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan antar negara anggota ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan dayasaing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya. Tantangan terbesar bagi Indonesia dalam menghadapi Pasar Bebas Asean 2015 adalah kemampuan untuk memanfaatkan pasar dalam negeri yang demikian besar melalui pengembangan produk dalam negeri. Tantangan yang lebih berat lagi adalah bagaimana produk pertanian Indonesia mampu memasuki pasaran ekspor. Walau demikian, Indonesia
60
Agenda Riset Nasional untuk Mendukung Kemandirian Pangan Menyongsong Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015
sudah mempunyai daya saing untuk produk perkebunan yang selama ini telah berorientasi ekspor seperti kelapa sawit, kakao, kopi, karet, dan produk perikanan, termasuk rumput laut. Pengembangan untuk produk ini hendaknya difokuskan pada hilirisasi produk untuk memperoleh nilai tambah yang lebih tinggi. Dengan demikian riset ke arah hilirisasi produk perlu menjadi prioritas utama. Untuk dapat bersaing di pasar bebas ASEAN tahun 2015, maka perlu ditingkatkan efisiensi produksi dan mutu produk pertanian kita dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi. Kesemuanya ini dapat dilakukan apabila kegiatan riset dan pengembangan dilakukan secara terkoordinasi, sehingga hasil riset dapat benar-benar dimanfaatkan oleh para pelaku usaha. Untuk dapat mengkoordinasikan kegiatan riset oleh lembaga litbang dan perguruan tinggi, maka disusunlah Agenda Riset Nasional. Dokumen ini dapat menjadi acuan bagi para periset, pengambil kebijakan, dan pengguna teknologi, sehingga riset yang dihasilkan dapat benarbenar ditujukan untuk peningkatan daya saing nasional. Kata kunci : riset nasional, daya saing, pengembangan produk.
PENDAHULUAN
Sesuai dengan Undang-Undang No 17/2007 tentang RPJPN 2005-2025, tujuan pembangunan jangka panjang adalah mewujudkan bangsa yang maju, mandiri, dan adil sebagai landasan bagi tahap pembangunan berikutnya menuju masyarakat adil dan makmur dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Untuk mencapai Indonesia yang maju, mandiri, dan adil, maka pembangunan nasional diarahkan antara lain pada terwujudnya bangsa yang berdaya saing. Penguatan daya saing bangsa diarahkan pada (a) Pembangunan sumber daya manusia; (b) Penguatan perekonomian domestik berbasis keunggulan wilayah; (c) Peningkatan penguasaan, pemanfaatan, dan penciptaan iptek; dan (d) Pembangunan infrastruktur yang maju; serta (e) Melakukan reformasi di bidang hukum dan aparatur negara. Daya saing bangsa dalam bentuk nyata terlihat pada kemampuan bangsa memproduksi barang dan jasa, termasuk produk pertanian dan pangan, yang mampu bersaing dengan produk sejenis yang dihasilkan bangsa-bangsa lain. Kemampuan bersaing tersebut dapat dilihat pada produk siapa yang menguasai pasar domestik, atau bahkan mampu menembus pasar ekspor. Kemampuan daya saing Indonesia nampaknya perlu ditingkatkan karena dewasa ini banyak produkproduk pertanian impor yang “menguasai” pasar dalam negeri, sedangkan ekspor kita masih lebih pada produk mentah. Makalah ini akan mengupas beberapa permasalahan yang dihadapi dan mengusulkan beberapa program riset dan iptek di bidang pangan dan pertanian program yang dapat dilaksanakan untuk meningkatkan daya saing, terlebih dengan akan berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN pada 2015.
61
Iding Chaidir
RISET SEBAGAI BASIS KEUNGGULAN DAYA SAING
Tidak dapat dipungkiri bahwa penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) melalui riset dan penerapannya di dunia usaha (inovasi) merupakan elemen utama daya saing. Melalui penguasaan iptek maka produksi barang dan jasa dapat dilakukan secara lebih efisien, terstandar, sehingga harga dapat lebih murah dengan kualitas yang lebih baik. Untuk produk dengan konten teknologi tinggi (misalnya elektronik) maka hasil riset akan menghasilkan inovasi berupa fitur-fitur baru dari produk yang merupakan daya tarik bagi konsumen untuk membeli. Sekarang ini, siklus suatu produk demikian cepatnya berganti akibat pesatnya dunia riset (perusahaan) menghasilkan inovasi. Dengan kata lain, product life cycle semakin singkat dengan pesatnya riset yang menghasilkan inovasi. Untuk produk pangan dan produk pertanian pada umumnya, kemampuan untuk bersaing juga ditentukan oleh ketersediaan inovasi yang dihasilkan oleh dunia riset. Kemampuan untuk meningkatkan produktivitas budidaya pertanian sangat ditentukan oleh keberhasilan para periset menghasilkan inovasi berupa benih unggul yang berproduktivitas tinggi, tahan penyakit, dan tahan kekeringan dan cekaman lingkungan lainnya. Di samping itu, dengan kemajuan teknologi maka produksi benih dapat dilakukan dalam jumlah besar dan seragam dalam waktu yang singkat. Kita dapat melihat betapa para periset di bidang pemuliaan tanaman dan rekayasa genetik terus menghasilkan benih unggul padi baru yang tahan terhadap hama tanaman baru, yang terus muncul dalam fenotip hama baru. Kegiatan riset tidak dapat berhenti, karena terhentinya riset di bidang pemuliaan tanaman akan berakibat fatal pada produksi pangan nasional. Situasi ini mirip dengan yang dihadapi oleh industri barang dan jasa yang untuk mempertahankan keberlanjutan usahanya, harus terus menerus menghasilkan inovasi untuk menghasilkan produk atau fitur baru untuk mempertahankan daya saingnya agar konsumen tetap setia untuk membeli produknya. Hal ini menunjukkan bahwa pada era sekarang ini, apabila kita ingin “survive” maka kita harus mengutamakan kegiatan riset dan pengembangan. Dalam tataran makro, kemajuan (baca: daya saing) suatu bangsa sangat berkaitan erat dengan jumlah dana R&D yang dialokasikan. Ada korelasi positif antara kemampuan daya saing dengan jumlah anggaran R&D yang dialokasikan. Hal ini dapat dilihat dari Gambar berikut. Negara-negara yang memiliki komposisi alokasi dana R&D terhadap GDP tertinggi (tahun 2007) adalah Israel (4,68%), Swedia (3,60 %), Korea Selatan (3,47%), Finland (3,46%), Jepang (3,44%), dan Switzerland (2,90%) dan Singapura (2,61%). Apabila dilihat dari rangking daya kompetisi, maka Switzerland, Singapura, Finland, Jerman, dan Amerika Serikat yang merupakan lima besar, merupakan negara yang termasuk 13 besar negara dengan komposisi alokasi dana terbesar.
62
Agenda Riset Nasional untuk Mendukung Kemandirian Pangan Menyongsong Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015
Gambar 1. Korelasi Antara Pengeluaran R&D/GDP dan Ranking Daya Kompetisi 39 Negara.
DAYA SAING INDONESIA DI NEGARA ASEAN
Untuk dapat melangkah ke depan, kita terlebih dahulu mengetahui sudah sampai seberapa jauh kemampuan bersaing negara kita di kalangan negara di dunia. Salah satu referensi yang digunakan adalah The Global Competitiveness Report dari World Economic Forum yang setiap tahun mengukur tingkat daya saing setiap negara. Tabel 1 berikut ini menunjukkan perkembangan tingkat kompetisi Indonesia selama tahun 2008 hingga 2013. Berdasarkan laporan tersebut, terlihat bahwa peringkat daya saing Indonesia secara keseluruhan dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan, meskipun sedikit merosot pada tahun 2011/2012 dan 2012/2013. Pada laporan terakhir (2013/2014) ternyata peringkat Indonesia meningkat cukup signifikan, dari peringkat 50 ke peringkat 38. Memperhatikan perkembangan indeks daya saing Indonesia selama 6 tahun terakhir, maka dapat dilihat bahwa ukuran pasar merupakan indikator yang nilainya tertinggi untuk Indonesia dengan rangking 17 hingga 15. Indikator kedua yang cukup baik adalah lingkungan makroekonomi pada peringkat 26 hingga 23 pada 3 tahun terakhir. Selanjutnya diikuti oleh inovasi, sofistikasi bisnis, dan efisiensi
63
Iding Chaidir
pasar barang. Sementara itu, indikator yang memiliki peringkat terendah adalah efisiensi pasar kerja, kesiapan teknologi, dan infrastruktur. Tabel 1. Peringkat dan Skor Daya Saing Indonesia Menurut Laporan World Economic Forum
Indikator
Tahun Pengukuran 201020112011 2012
20082009
20092010
20122013
20132014
Keseluruhan
55
54
44
46
50
38
Kebutuhan Dasar
76
70
60
53
58
45
- Kelembagaan
68
- Infrastruktur
86
58
61
71
72
57
84
82
76
78
61
- Lingkungan Makroekonomi - Kesehatan dan Pendidikan Dasar
72
52
35
23
25
26
87
82
62
64
70
72
Pendorong Efisiensi - Pendidikan Tinggi dan Training
49
50
51
56
58
52
71
69
66
69
73
54
- Efisiensi Pasar Barang
37
41
49
67
63
50
- Efisiensi Pasar Kerja - Perkembangan Pasar modal
43
75
84
94
120
103
57
61
62
69
70
60
- Kesiapan teknologi
88
88
91
94
85
75
- Ukuran Pasar Faktor Inovasi dan Sofistikasi
17
16
15
15
16
15
45
40
37
41
40
33
- Sofistikasi Bisnis
39
40
37
45
42
37
36
36
39
33
- Inovasi 47 39 Sumber: Laporan WEF, 2008/2009 s/d 2013/2014.
Pilar kesiapan teknologi merupakan salah satu pilar yang erat kaitannya dengan kegiatan riset dan pengembangan. Menurut penjelasan, pilar ini mengukur kelincahan suatu ekonomi mengadopsi teknologi yang sudah ada untuk meningkatkan produktivitas industrinya. Dalam dunia global saat ini, teknologi telah semakin menjadi elemen penting bagi perusahaan untuk bersaing dan sejahtera. Khususnya teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah berkembang menjadi "teknologi general purpose”, mengingat pengaruh pentingnya terhadap sektor ekonomi lainnya dan peran mereka dalam meningkatkan efisiensi transaksi komersial. Oleh karena itu akses (termasuk adanya kerangka regulasi ICT) dan penggunaan TIK dimasukkan dalam pilar ini sebagai komponen penting dari keseluruhan tingkat ekonomi kesiapan teknologi. Dalam konteks ini, apakah teknologi yang digunakan telah atau belum dikembangkan dalam batas-batas negara tidak relevan untuk efek pada daya saing. Pokok utamanya adalah bahwa
64
Agenda Riset Nasional untuk Mendukung Kemandirian Pangan Menyongsong Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015
perusahaan yang beroperasi di negara itu memiliki akses ke produk canggih dan cetak biru dan kemampuan untuk menggunakannya. Di tingkat negara ASEAN yang terdiri dari 10 negara, daya saing Indonesia berada pada peringkat ke 5 setelah Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Thailand (Tabel 2). Dari ke 12 pilar yang dinilai, maka Dapat dilihat bahwa satusatunya keunggulan Indonesia adalah di pilar Ukuran Pasar (15). Hal ini cukup beralasan karena dilihat dari GDPnya, Indonesia merupakan negara terbesar dengan komposisi GDP sebesar 38,06% dari GDP ASEAN (2010), diikuti oleh Thailand (17,14%), Malaysia (12,78%), Singapura (11,46%), Phillipines (10,73%), Vietnam (5,72%), Myanmar (2,44%), Brunei Darussalam (0,67%) dan Cambodia (0,60%). Tabel 2. Kinerja 12 Pilar CGI Negara-negara ASEAN 2013-2014
Sumber: The Global Competitiveness Report 2013-2014.
Dari 12 pilar yang dinilai, ternyata pilar “labor market eficiency” untuk Indonesia berada pada peringkat terendah diantara negara ASEAN (peringkat 103). Pasar tenaga kerja menunjukkan efisiensi apabila para pekerja dialokasikan untuk penggunaan yang paling efisien dalam perekonomian dan diberi insentif untuk memberikan upaya terbaik mereka dalam pekerjaan mereka. Oleh karena itu pasar tenaga kerja harus memiliki fleksibilitas untuk mengalihkan pekerja dari satu
65
Iding Chaidir
kegiatan ekonomi yang lain dengan cepat dan dengan biaya rendah, tanpa mengakibatkan gangguan sosial. Pasar tenaga kerja yang efisien juga harus memastikan hubungan yang jelas antara insentif pekerja dan usaha mereka, serta penggunaan terbaik dari bakat yang tersedia yang juga mencakup kesetaraan tenaga kerja perempuan dan laki-laki.
KINERJA RISET INDONESIA DAN NEGARA ASEAN ANGGARAN RISET
Investasi Indonesia untuk penelitian dan pengembangan (R&D) masih sangat rendah. Selama periode 1987-1997, total pengeluaran untuk R & D (GERD) sebesar 0,07 persen dari PDB. Komposisi ini turun ke 0,05 persen pada tahun 2005 namun naik menjadi 0,06 persen pada tahun 2006 dan mencapai 0,08 persen pada tahun 2009. Tingkat ini sebanding dengan tingkat pengeluaran di Kamboja (0,05% dari PDB pada tahun 2002), tetapi sangat rendah dibandingkan dengan Singapura (2,2% pada tahun 2009), Malaysia (0,64% pada tahun 2006 dan meningkat menjadi 0,82% pada tahun 2008), Viet Nam (0,19% di tahun 2002) dan Thailand (0,21% di tahun 2007).
Gambar 2. Jumlah Pengeluaran untuk R&D Beberapa Negara, Dilihat dari Persentasenya terhadap Total GDP Masing-masing Negara Sumber Dana Riset Komposisi Pengeluaran R & D di Indonesia yang berasal dari pemerintah selama periode 2001-2006 sebesar 84,5 persen (Pappiptek LIPI, 2009a),
66
Agenda Riset Nasional untuk Mendukung Kemandirian Pangan Menyongsong Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015
sedangkan sektor bisnis menyumbang 14,7 persen dan 0,8 persen yang berasal dari sumber lain (OECD, 2010d). Dibandingkan dengan beberapa pesaing utama di Asia Tenggara, proporsi pengeluaran untuk R&D yang berasal dari industri masih sangat rendah. Pangsa sektor swasta di Singapura, misalnya, 85 persen pada tahun 2006, sedangkan pangsa di Malaysia pada tahun 2006 adalah 85 persen. Mengenai pengeluaran dalam sektor pemerintahan di Indonesia, yaitu dalam lembaga penelitian pemerintah, saham pemerintah Indonesia sebesar 88,5 persen pada tahun 2005, dengan sektor bisnis yang bertanggung jawab untuk 5 persen dan lain 5 persen berasal dari dana asing (RISTEK, 2010b).
Gambar 3. Jumlah Pengeluaran untuk R&D Berbagai Negara Dilihat dari Proporsi Sumber Pendanaan (%) Komposisi anggaran riset di Indonesia yang sebagian besar disediakan oleh pemerintah memperlihatkan kesenjangan hubungan antara dunia riset dan dunia usaha. Berbeda dengan negara yang anggaran risetnya sebagian berasal dari dunia usaha, maka topik-topik riset yang dikembangkan sudah dapat dipastikan sesuai dengan kebutuhan dunia usaha. Untuk kasus Indonesia masih diperlukan intermediator antara dunia riset dan dunia usaha agar riset yang dikembangkan sesuai kebutuhan dunia nyata. Jumlah Tenaga Riset dan Lembaga Riset Ketersediaan sumberdaya manusia yang bekerja di bidang riset merupakan penentu utama kemampuan daya saing suatu negara. Perbandingan SDM riset di berbagai negara, khususnya di ASEAN dapat dilihat pada Gambar 4. Dapat dilihat bahwa dilihat dari jumlah tenaga riset per 1000 penduduk yang bekerja (employment), Indonesia (0,2) berada di peringkat bawah, tetapi masih di atas Laos, Myanmar dan Kamboja. Angka ini masih jauh di bawah angka rata-rata
67
Iding Chaidir
OECD yaitu sebesar 7,6 periset per 1000 employment, atau Singapura dengan 12 periset per 1000 employment.
Gambar 4. Jumlah Tenaga Riset di Negara ASEAN dan OECD untuk Setiap 100 Employment Jumlah tenaga riset di Indonesia yang relatif sedikit ini sebagian besar bekerja di lembaga litbang pemerintah. Berdasarkan data dari LIPI, pada tahun 2013 ini terdapat 8.272 peneliti, sedangkan jumlah perekayasa sebanyak 2100. Jumlah tenaga peneliti dan perekayasa ini tersebar di 199 satuan kerja lembaga litbang Non Kementerian, lembaga litbang kementerian, lembaga litbang BUMN, dan Lembaga Litbang Daerah. Tenaga riset lainnya yang tidak kalah penting adalah tenaga akademis yang melaksanakan riset sebagai salah satu dharma perguruan tinggi. Jumlah tenaga edukatif pada tahun 2009/2010 ada sebanyak 233.390 orang, 65.751 di perguruan tinggi negeri dan 167.639 di Perguruan Tinggi Swasta, apabila sekitar seper empatnya melakukan riset, maka terdapat sekitar 50.000 tenaga riset dari perguruan tinggi. Publikasi Ilmiah Kinerja publikasi di Indonesia meningkat secara stabil selama periode 20002010 (Gambar 5), tumbuh dari basis yang rendah sekitar 1.000 publikasi per tahun menjadi hanya di sekitar 4.000 publikasi per tahun pada 2010. Publikasi tumbuh di semua disiplin ilmu besar dari 2000-2009 dengan informasi ilmu pengetahuan dan teknologi, teknik dan kedokteran menjadi tiga sumber tertentu pertumbuhan. Namun, tingkat pertumbuhan dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya relatif rendah - hanya Singapura, yang dimulai dari basis yang jauh lebih tinggi, mengalami pertumbuhan yang lebih lambat. Selama periode yang sama, jumlah publikasi dalam jurnal bahasa Inggris juga tumbuh walaupun ada penurunan pangsa publikasi diterbitkan dalam bahasa Inggris. Satu penjelasan
68
Agenda Riset Nasional untuk Mendukung Kemandirian Pangan Menyongsong Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015
untuk ini bisa menjadi pertumbuhan co-publikasi dengan mitra Jepang yang meningkat lebih cepat daripada rekan-publikasi dengan EU-27, Amerika Serikat dan mitra Australia. Secara keseluruhan, 74 persen dari publikasi melibatkan kerjasama internasional, dengan Jepang sumber terbesar.
Gambar 5. Perkembangan Publikasi Ilmiah di Asia Tenggara 2000-2010.
AGENDA RISET NASIONAL BIDANG PANGAN DAN PERTANIAN
Agenda Riset Nasional disusun sebagai pelaksanaan dari Undang Undang No.18/2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu pengatahuan dan Teknologi. Pasal 18 ayat 1 Undang-undang ini menyebutkan bahwa Pemerintah berfungsi menumbuh kembangkan motivasi, memberikan stimulasi dan fasilitas, serta menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di Indonesia. Ayat 2 Pasal ini menjelaskan bahwa Dalam menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemerintah wajib merumuskan arah, prioritas utama, dan kerangka kebijakan pemerintah di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang dituangkan sebagai kebijakan strategis pembangunan nasional ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk mendukung menteri dalam merumuskan arah, prioritas utama, dan kerangka kebijakan pemerintah di bidang penelitian, pengembangan, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, pemerintah membentuk Dewan Riset Nasional yang beranggotakan masyarakat dari unsur kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi (Pasal 19 ayat 2 UU 18 / 2002). Dengan demikian tugas utama DRN adalah mambantu menteri dalam merumuskan arah, prioritas utama dan kerangka kebijakan pemerintah di bidang litbangrap iptek.
69
Iding Chaidir
ARN 2010-2014 disusun oleh Dewan Riset Nasional untuk memberikan prioritas kegiatan, tonggak capaian dan indikator capaian pembangunan nasional iptek untuk kurun waktu lima tahunan. Diletakkan dalam suatu proyeksi capaian jangka panjang (yakni sasaran pada tahun 2025). Butir-butir penting Agenda Riset Nasional (ARN) 2010-2014 merupakan kelanjutan ARN 2006 – 2009. Secara lebih khusus, Presiden RI memberikan definisi ARN sebagai berikut: Agenda Riset Nasional diharapkan dapat menjadi rujukan bagi para peneliti, akademisi, praktisi, para pengambil kebijakan, dan seluruh komponen bangsa dalam meneliti, mengembangkan, dan memanfaatkan teknologi yang kita miliki dan akan kita terus kembangkan. Dalam Dokumen RPJPN 2005-2025 (UU 17/2007), Agenda Riset Nasional disebutkan dalam Bab Arah Pembangunan Jangka Panjang Nasional yaitu sebagai salah satu upaya yang dilakukan untuk mendukung pembangunan iptek. Dalam konteks ini, perumusan agenda riset nasional disejajarkan dengan pengembangan SDM Iptek, peningkatan anggaran riset, pengembangan kebijakan sinergi kebijakan iptek lintas sektor, peningkatan sarana dan prasarana iptek, dan pengembangan mekanisme intermediasi iptek. Buku Agenda Riset Nasional (ARN) disusun dan diterbitkan setiap 5 tahun, selaras dengan periodisasi RPJMN. Pada awalnya ARN disebut dengan PUNAS RISTEK (Prioritas Utama Nasional Riset dan Teknologi) yang disusun untuk periode 2001-2005. Selanjutnya untuk periode tahun 2006-2009 dokumen ini disebut dengan Agenda Riset Nasional yang disusun oleh Dewan Riset Nasional masa keanggotaan 2005-2008. Untuk penerbitan berikutnya adalah ARN 20102014 yang disusun oleh DRN masa keanggotaan 2009-2011. Sedangkan saat ini sedang disusun ARN 2015-2019 oleh Anggota DRN masa keanggotaan 20122014. Untuk diketahui bahwa anggota DRN diangkat untuk periode 3 tahunan dan setiap anggota dapat menduduki dua periode masa jabatan. Bidang yang dicakup dalam ARN adalah sama dengan bidang iptek yang ada dalam RPJPN, yaitu Ketahanan Pangan, Energi, Informasi dan Komunikasi, Transportasi, Pertahanan dan keamanan, Kesehatan dan Obat, dan Material Maju, dengan dukungan Sains dasar dan Sosial Humaniora sebagai pendukung. Hubungan antar bidang tersebut digambarkan sebagai berikut:
Gambar 6. Hubungan antar Bidang Fokus dalam Agenda Riset Nasional
70
Agenda Riset Nasional untuk Mendukung Kemandirian Pangan Menyongsong Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015
Bagian utama dari dokumen Agenda Riset Nasional adalah Tema, Sub Tema dan Topik Riset yang diprioritaskan untuk periode yang bersangkutan. Sebagai gambaran, tema riset pada ARN 2006-2009 dan 2010-2014, serta Tema dan Sub Tema Riset yang direncanakan (draft) untuk tahun 2014-2019 dapat dilihat pada Tabel 3. Tema Riset setiap periode mengalami perubahan, sesuai dengan prioritas yang dianggap penting pada periode tersebut. Tabel 3. Tema dan Sub Tema Riset ARN Bidang Pangan dan Pertanian
ARN 2015-2019 (DRAFT) 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Tanaman Pangan dan Hortikultura a. Pengemb. Budidaya Tanaman di Lahan Sub Optimal b. Pengembangan Varietas adaptif untuk lahan sub optimal; c. Pengurangan Kehilangan Hasil (yield loss) d. Diversifikasi sumber dan hilirisasi produk; e. Inovasi Mekanisasi Pertanian Tanaman Perkebunan dan Kehutanan a. Pengemb Bibit Unggul lokal dan berdaya saing tinggi b. Pengembangan Komoditi Pangan Baru dari Hutan c. Diversifikasi, nilai tambah dan daya saing produk; d. Hilirisasi produk perkebunan dan kehutanan e. Pengembangan Model Agroforestry dan pertanian terpadu Peternakan dan Veteriner a. Eksplorasi, identifiasi, & pemanfaatan SD genetik ternak & Tnm Pakan b. Pemuliaan, reproduksi ternak, dan tanaman pakan. c. Formulasi dan produksi Pakan ternak d. Domestikasi ternak harapan e. Kesehatan Hewan dan Kesmavet f. Optimalisasi Produksi Susu g. Pascapanen dan hilirisasi hasil ternak Perikanan Budidaya dan Perikanan Tangkap a. Bioteknologi untuk pemuliaan, pakan dan kesehatan lingkungan; b. Rekayasa Teknologi Budidaya Perikanan c. Eksploitasi dan pengelolaan perikanan tangkap secara berkelanjutan. d. Teknologi Pasca Panen Perikanan e. Hilirisasi Produk Perikanan Pengolahan Hasil pertanian, diversifikasi dan keamanan pangan a. Pengolahan Hasil pertanian b. Diversifikasi pangan c. Keamanan Pangan Pemberdayaan Petani/Peternak/ Nelayan dan SDM Pertanian a. Pengembangan model pemberdayaan secara inklusif b. Pengembangan model sistem Pertanian terpadu dan industrialisasi c. Pemanfaatan TI utk pemberdayaan petani dan SD Pertanian d. Kebijakan makroekonomi utk meningkatkan daya saing produk pertanian. Pengelolaan dan konservasi sumberdaya alam, infrastruktur, dan perubahan iklim. a. Identifikasi dan karakterisasi sumberdaya genetik unuk produksi pangan b. Dukungan infrastruktur untuk efisiensi produksi dan tata niaga pangan; c. Antisipasi perubahan iklim thd produksi pertanian; d. Teknologi remediasi dan ksehatan lahan pertanian; e. Mitigasi dan adaptasi perubahan iklim terhadap produksi peternakan Riset dan Pengembangan pendukung bidang pangan: a. Riset kebijakan pendukung bidang pangan
b. c.
Riset sosial , ekonomi, dan lingkungan bidang pangan Riset dasar pendukung bidang pangan.
71
Iding Chaidir
Penekanan prioritas pada ARN diselaraskan dengan fokus pembangunan pada setiap tahapan RPJMN sebagaimana dijelaskan dalam dokumen RPJPN 2005-2025. Fokus pembangunan pada RPJPN tersebut adalah sebgai berikut:
Gambar 7. Fokus Pembangunan pada Setiap Tahapan RPJMN yang Dituangkan dalam Dokumen RPJPN 2005-2025.
Pada RPJMN 3 yang akan dilaksanakan pada tahun 2015-2019, maka fokus pembangunan ditekankan pada pembangunan keunggulan kompetitif (competitive advantage) perekonomian yang berbasis SDA, SDM, dan kemampuan iptek. Dengan demikian, penekanan pada ARN 2015-2019 lebih difokuskan pada pemanfaatan kemampuan iptek untuk keunggulan kompetitif perekonomian.
TANTANGAN RISET UNTUK KEMANDIRIAN PANGAN DAN MENGHADAPI MEA 2015
ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negaranegara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya. AFTA dibentuk pada waktu Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992. Awalnya AFTA ditargetkan ASEAN FreeTrade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia akan dicapai dalam waktu 15 tahun (1993-2008), kemudian dipercepat menjadi tahun 2003, dan terakhir dipercepat lagi menjadi tahun 2002. Tantangan terbesar bagi Indonesia dalam menghadapi Pasar Bebas ASEAN 2015 adalah kemampuan untuk memanfaatkan pasar dalam negeri yang demikian
72
Agenda Riset Nasional untuk Mendukung Kemandirian Pangan Menyongsong Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015
besar dengan produk dalam negeri. Sebagaimana diketahui bahwa dari jumlah penduduk saja, Indonesia memiliki 245,6 juta jiwa memegang porsi 43,88 persen dari jumlah populasi penduduk di 10 Negara ASEAN (559,8 Juta Jiwa). Hal ini berarti hampir separuh pasar di ASEAN dimiliki Indonesia. Demikian pula halnya dengan besaran perekonomian yang dilihat dari tingkat GDP. Indonesia pada tahun 2010 menduduki peringkat 16 dunia dalam hal GDP, jauh di atas Thailand (25), Malaysia (30) atau Singapura (41). Besarnya pasar dan perekonomian Indonesia jangan sampai hanya dijadikan sebagai ajang bagi pemasaran produkproduk negara ASEAN lainnya ke Indonesia. Sementara itu, apabila kita melihat kemampuan Indonesia memproduksi barang dan jasa masih jauh tertinggal dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Hal ini juga termasuk untuk bidang pertanian dan pangan. Untuk itu perlu strategi untuk menghadapi situasi ini, terutama dibidang pengembangan riset ilmu pengetahuan dan teknologi agar hasilnya dapat memperkuat keunggulan kita di bidang pangan dan pertanian. Strategi tersebut harus berangkat dari apa keunggulan komparatif yang dimiliki Indonesia, dan bagaimana menjadikan keunggulan ini ditransformasikan menjadi keunggulan kompetitif. Dalam bidang pertanian, negara kita memiliki keunggulan komparatif sebagai berikut: -
Sumberdaya genetik yang sangat beragam
-
Lahan pertanian di daerah tropika (equatorial)
-
Perairan laut yang kaya akan biota laut;
-
Garis pantai yang sangat panjang;
-
Lahan gambut tropika dan lahan sub optimal yang masih sangat luas
-
Jumlah penduduk yang besar sebagai pasar
-
Produsen komoditi pertanian terbesar untuk sawit, kakao, rumput laut
-
Produk pertanian spesifik lokasi (Genetic Inheritance)
-
Lama penyinaran matahari
Selain keunggulan komparatif, Indonesia juga memiliki berbagai kelemahan yang dapat menjadi penghambat daya saing, yaitu: -
Merupakan negara kepulauan yang mempersulit transportasi antar lokasi, sehingga cenderung biaya tinggi;
-
Merupakan negara tropis dengan kelembaban tinggi yang megakibatkan cepat rusaknya produk pertanian;
-
Pemilikan lahan petani yang sempit sehingga sulit mencapai skala ekonomi komersial;
Strategi peningkatan daya saing nasional melalui penguatan riset, iptek dan inovasi perlu dilaksanakan dengan memperhatikan kekuatan dan kelemahan tersebut. Dengan demikian kita dapat mengeksploitasi kekuatan yang dimiliki dan
73
Iding Chaidir
meminimalisir kelemahan yang ada. Berdasarkan kondisi ini maka riset dan pengembangan yang perlu dilaksanakan untuk meningkatkan daya saing Indonesia adalah sebagai berikut: -
Inventarisasi dan pembangunan gene bank untuk plasma nutfah yang ada di Indonesia, yang akan dijadikan sebagai basis pengembangan produk unggulan Indonesia;
-
Pemuliaan tanaman, ternak, dan ikan melalui teknik konvensional maupun bioteknologi untuk menghasilkan produk pertanian berdaya saing tinggi.
-
Pengembangan budidaya pertanian, ternak dan ikan pada lahan sub optimal (lahan masam, rawa, kering) di luar Jawa untuk peningkatan produksi pangan nasional.
-
Pengembangan teknologi penanganan hama dan penyakit yang ramah lingkungan (tanpa menggunakan bahan kimia)
-
Pengembangan teknologi pasca panen, pengemasan dan pengolahan hasil pertanian untuk meningkatkan mutu sesuai standar perdagangan.
-
Diversifikasi dan hilirisasi produk-produk pertanian berorientasi ekspor (Kelapa Sawit, Kakao, Karet, Kopi, Rumput Laut, Perikanan);
-
Riset peningkatan daya kompetitif pertanian lahan sempit, yang mampu menghasilkan produk pertanian untuk pasar global. Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan adalah berkaitan dengan koordinasi riset. Banyak sekali kegiatan riset di bidang pangan dan pertanian yang dilaksanakan baik oleh Lembaga Litbang Kementerian, Lembaga Litbang Non Kementerian, Perguruan Tinggi, maupun Swasta yang nampaknya tidak saling berkoordinasi satu sama lain. Untuk meningkatkan koordinasi agar kegiatan riset dapat dilaksanakan secara lebih efisien dan efektif dalam mencapai tujuan, diperlukan instrumen yaitu Agenda Riset Nasional yang disusun bersama oleh seluruh stakeholder dan dikoordinasikan oleh Dewan Riset Nasional. PENUTUP
Tantangan terbesar bagi Indonesia dalam menghadapi Pasar Bebas ASEAN 2015 adalah kemampuan untuk memanfaatkan pasar dalam negeri yang demikian besar dengan produk dalam negeri. Bagaimana mencegah masuknya produk dari luar dengan menghasilkan produk untuk kebutuhan sendiri dengan mutu dan harga yang lebih baik dari produk impor. Kesemuanya ini dapat dicapai apabila para pengusaha memanfaatkan kemajuan iptek yang dihasilkan oleh lembaga litbang dan perguruan tinggi. Tantangan yang lebih berat lagi adalah bagaimana produk pertanian Indonesia mampu memasuki pasaran ekspor. Hal ini dimungkinkan untuk produk perkebunan yang selama ini telah berorientasi ekspor seperti kelapa sawit, kakao, kopi, karet, rumput laut, dan produk perikanan. Fokus pengembangan untuk
74
Agenda Riset Nasional untuk Mendukung Kemandirian Pangan Menyongsong Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015
produk ini adalah dalam hal hilirisasi produk untuk memperoleh nilai tambah yang lebih tinggi. Dengan demikian riset ke arah hilirisasi produk menjadi fokus utama. Untuk dapat bersaing di pasar bebas ASEAN tahun 2015, maka perlu ditingkatkan efisiensi produksi dan mutu produk pertanian kita dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi. Kesemuanya ini dapat dilakukan apabila kegiatan riset dan pengembangan dilakukan secara terkoordinasi, sehingga hasil riset dapat benar-benar dimanfaatkan oleh para pelaku usaha. Untuk dapat mengkoordinasikan kegiatan riset oleh lembaga litbang dan perguruan tinggi, maka disusunlah Agenda Riset Nasional. Dokumen ini dapat menjadi acuan bagi para periset, pengambil kebijakan, dan pengguna teknologi, sehingga riset yang dihasilkan dapat benar-benar ditujukan untuk peningkatan daya saing nasional. DAFTAR PUSTAKA DRN. Agenda Riset Nasional 2006 -2009. Dewan Riset Nasional. DRN. Agenda Riset Nasional 2010-2014. Dewan Riset Nasional. OECD. 2013. Review on Innovation Policy. Innovation in Souteast Asia. Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Schwab K, 2011. The Global Competitiveness Report 2011–2012, World Economic Forum. Geneva. Schwab K, 2012. The Global Competitiveness Report 2012–2013, World Economic Forum. Geneva. Schwab K, 2013. The Global Competitiveness Report 2013–2014, World Economic Forum. Geneva Schwab K. 2009. The Global Competitiveness Report 2009–2010, World Economic Forum. Geneva. Schwab K. 2010. The Global Competitiveness Report 2010–2011, World Economic Forum. Geneva. Schwan K., M. E. Porter, 2008. The Global Competitiveness Report 2008–2009, World Economic Forum. Geneva. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025.
tentang
Rencana
75