Prosiding Seminar NasionalLahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
Evaluasi Konsentrasi VFA Parsial dan Estimasi Produksi Gas Metan Bahan Pakan dari Limbah Pertanian dan Rumput Rawa Secara In Vitro Evaluation of Partial-VFA Concentration and Estimation of Methane Gass Production from Feed Stuff of By-Product Agriculture and Swamp Grass by In Vitro technique Afnur Imsya*, Muhakka dan Fitra Yossi Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya *) Corresponding author:
[email protected] ABSTRACT Foreges was a feed that came from by-products agriculture or waste had different fiber fraction and nutrient composition and accorded to avaibility on the field. Fiber content in the foreges was being an energy sourches for animal livestock and related by metane production. Metane production was unefficiency energy lossing for animal livestock beside cause green house effect. This study tested three kind of foreges sourches such as Oil Palm Frond, Rice Straw and Kumpai Tembaga grass (Hymenachne acutigluma) to partial VFA concentration and metane gass production. This study was done by in vitro technique with Theodorou and Brooks (1990) methode. Sample was used as subtrat that is tested by oven drying on 60˚C and grilled. as much as 1 gram for each sample put in the in vitro bottle thats contained in vitro media. Each samples repeated by five times (Steel and Torrie, 2002). And then each bottle was inoculated by microba sources from cattle rumen. Amount of metane gass that was produced be estimated by Owens and Goetsch (1998) formula and used production of VFA such as acetat acid, propionat acid and butyrat acid. The result of three kinds of fiber sourches was tested so kumpai tembaga grass produced acetat, propionat, butyrat acid concentration higher than rice straw and Oil palm Frond with concentration of acetat acid 16.10 mM, propionat acid 6.05 mM, butyrat acid 5.99 mM and metane gass production 9.68 mM Key words: foreges, In Vitro, Methane, Partial-VFA ABSTRAK Bahan pakan hijauan sebagai pakan ternak yang berasal dari limbah pertanian atau limbah perkebunan memiliki kandungan fraksi serat dan nilai gizi yang berbeda serta tergantung pada ketersediaan dilapangan. Kandungan serat dalam bahan pakan hijauan merupakan sumber energi bagi ternak dan berkaitan erat dengan produksi gas metan. Produksi gas metan merupakan kehilangan energi yang tidak effisien bagi ternak selain menyebabkan green house effect. Penelitian ini menguji tiga jenis sumber hijauan yaitu pelepah sawit, jerami padi dan rumput Kumpai Tembaga terhadap tingkat konsentrasi vfa partial dan produksi gas metan. Penelitian dilakukan secara in vitro dengan menggunakan metoda dari Theodorou dan Brooks (1990). Sampel yang digunakan sebagai substrat yang diuji dikering oven pada suhu 60°C dan digiling. Sebanyak masing-masing 1 gram sampel dimasukkan dalam setiap botol in vitro yang telah berisi media in vitro. Masing-masing sample diulang 5 kali (Steel dan Torrie, 2002). Setiap botol kemudian diinukolasi dengan sumber mikroba yang berasal dari cairan rumen sapi. Jumlah gas metana yang dihasilkan diestimasi dengan menggunakan rumus dari Owens dan Goetsch (1988)dan menggunakan data produksi asam lemak terbang yaitu asam asetat, asam propionat dan asam butirat. Hasil Diantara ketiga sumber serat yang diuji maka rumput kumpai tembaga menghasilkan
Prosiding Seminar NasionalLahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
konsentrasi asam asetat, propionat dan butirat yang lebih tinggi dari jerami padi dan pelepah sawit dengan konsentrasi asetat 16.10 mM, Propionat 6.05mM dan butirat 5.99mM serta produksi gas metan 9.68mM. Kata kunci: Gas Metan, hijauan, In vitro, VFA partial PENDAHULUAN Serat dalam pakan ternak ruminansia memegang peranan penting sebagai sumber energi terbesar untuk pertumbuhan ternak dan pertumbuhan mikroba rumen. Pakan sumber serat dalam ranum ternak ruminansia tidak hanya menjadi sumber energi tapi dalam proses pencernaan juga akan menghasilkan gas metana. Pada ternak ruminansia (sapi, kerbau, domba dan kambing), pakan sumber serat difermentasi oleh mikroba rumen menghasilkan asam-asam lemak mudah terbang (volatile fatty acids), karbon dioksida (CO2), hidrogen (H2) dan massa mikroba. Melalui proses metanogenesis oleh bakteri metanogenik, CO2 direduksi dengan H2 membentuk CH4, yang keluar melalui eruktasi (sekitar 83%), pernapasan (sekitar 16%) dan anus (sekitar 1%) (Vlaming, 2008). Gas metana yang dikeluarkan dari ternak ruminansia mempunyai dampak negative, baik terhadap lingkungan maupun ternaknya sendiri. Gas metana yang diproduksi dalam rumen merefleksikan kehilangan energi pakan yang dikonsumsi ternak hal ini mengindikasikan rendahnya efisiensi penggunaan pakan oleh ternak (Baker, 1999). Berkaitan dengan lingkungan, maka produksi gas metana dari ternak ruminansia memberikan kontribusi terhadap green house effect (Joblin, 1999). Oleh karena itu penurunan produksi gas metana dalam rumen sangat besar peranannya dalam penyelamatan dunia dari efek negative rumah kaca dan juga dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pakan dalam upaya meningkatkan produktivitas ternak. Persentase produksi gas metana bervariasi tergantung pada berbagai faktor, antara lain jenis dan tipe ternak, kandungan bahan organik dalam pakan, kandungan komponen serat di dalam pakan, nilai degradabilitas komponen serat tersebut oleh mikrobial rumen dan kondisi lingkungan rumen. Komposisi asam lemak terbang yang dihasilkan selama proses fermentasi pakan di dalam rumen juga akan sangat berpengaruh terhadap produksi gas metana. Jenis pakan hijauan yaitu seperti rumput, jerami padi, pelepah sawit dan tanaman leguminosa mempunyai perbedaan dalam hal kandungan fraksi serat tersebut. Fermentasi beberapa jenis pakan di dalam rumen akan memberikan pola produk akhir yang berbeda pula, khususnya yang berkaitan dengan produksi gas metan yang pada akhirnya juga akan mempengaruhi efisiensi produktifitas ternak. Penelitian ini dirancang untuk mengevaluasi konsentrasi VFA partial dan estimasi produksi gas metan dari bahan pakan sumber serat yang berasal dari limbah pertanian/perkebunan berupa jerami padi dan pelepah sawit serta hijauan rumput rawa yaitu rumput Kumpai Tembaga BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan secara in vitro dengan menggunakan metoda dari Theodorou dan Brooks (1990). Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah jerami padi, pelepah sawit dan rumput rawa. Sampel yang digunakan sebagai substrat yang diuji dikering oven pada suhu 60°C dan digiling. Sebanyak masing-masing 1 gram sampel dimasukkan dalam setiap botol in vitro yang telah berisi media in vitro. Masing-masing sample diulang 5 kali (Steel dan
Prosiding Seminar NasionalLahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
Torrie, 2002). Setiap botol kemudian diinukolasi dengan sumber mikroba yang berasal dari cairan rumen sapi. Parameter yang diukur pada teknik in-vitro adalah produksi gas metana, Karakteristik media in-vitro yang diukur berupa konsentrasi VFA Partial yang terdiri dari kosentrasi asam asetat, propionat dan butirat. Pembuatan larutan McDougall (saliva buatan). Untuk membuat larutan 6 liter, sebanyak 5 liter air destilasi dimasukkan ke dalam labu takar yang bervolume 6 liter lalu dimasukkan bahan-bahan sebagai berikut :NaHCO3 (58.8g), Na2HPO47H2O (42g), KCL (3.42g), NaCl (2.82g), MgSO47H2O (0.72g) dan CaCl2 (0.24g). CaCl2 ditambahkan paling akhir setelah bahan lain larut sempurna. Kemudian leher labu dicuci dengan air destilasi hingga permukaan air mencapai tanda tera. Campuran dikocok dengan gas CO 2 secara perlahan-lahan dengan cara melewatkannya dengan tujuan menurunkan pH hingga mencapai 6.8 Pembuatan larutan Pepsin 0.2%. Pepsin 2.86 gram dilarutkan dalam 850 mL air bebas ion. Kemudian ditambahkan 17.8 mL HCl pekat. Campuran dimasukkan ke dalam labu takar dan ditambahkan aquadest hingga permukaannya mencapai tanda tera (1 liter) Pembuatan Asam Borat Berindikator. Pembuatan larutan A: empat gram asam borat (H3BO3) dilarutkan dalam aquades 70mL dan dipanaskan diatas penangas air sehingga semua kristal H3BO3 terlarut. Setelah dingin, larutkan dimasukkan ke dalam takar 100 mL Pembuatan Larutan B. Sebanyak 66 Brom Cresol Green (BCG) dan 33 mg Methyl Red (MR) dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL. Kemudian ditambahkan alkohol 95% sedikit demi sedikit sehingga semua bahan terlarut sempurna lalu ditambahkan alkohol 95% hingga tanda tera Pembuatan Larutan A dan larutan B. Sebanyak 20 mL larutan B dimasukkan ke dalam larutan A yang sudah dingin dalam labu takar. Kemudian ditambahkan aquades hingga tanda tera. Teknik in vitro mengacu pada metode Tilley and Terry (1963). Cairan rumen diambil dari rumah pemotongan hewan dan disaring dengan empat lapis cheese cloth. Satu bagian cairan rumen (10mL) dicampur dengan empat bagian media (40mL) yang terdiri dari larutan buffer, larutan makro dan mikro mineral, resazurine dan larutan reduksi (Goering dan Van Soest, 1970). Satu gram sampel dimasukkan ke dalam tabung inkubasi 100mL kemudian ditambah dengan 50 mL larutan campuran, sebelum tabung ditutup dialirkan gas CO2 selama 30 detik dan diiknubasi selama 24, 48 dan 72 jam. Setiap waktu inkubasi selesai ditambahkan dua tetes HgCL2. Sampel dan media inkubasi disentrifugasi dalam tabung pada 4000 rpm selama 10 menit. Supernatan diambil untuk selanjutnya dianalisis konsentrasi VFA partial dan N-NH3. serta perhitungan jumLah bakteri selulolitik dan protozoa. Residu kemudian ditambah dengan 50 mL pepsin-HCl 0.20% dan diinkubasi selama 48 jam. Larutan kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman no 41, lalu dikeringkan selama 48 jam pada suhu 60oC untuk analisa kadar zat makanannya. Penentuan Karakteristik Media in-vitro. Penentuan kadar VFA Partial dilakukan dengan menggunakan Gas Liquid Chromatography (GLC, HEWLETT PACKARD, 3700, USA), dan dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Pakan Ternak Balai Penelitian Peternakan Ciawi Bogor. Penentuan Produksi Gas Metana. Produksi gas metana diestimasi dari konsentrasi asam lemak terbang (VFA) parsial yang meliputi konsentrasi asam asetat, asam propionate dan asam butirat. Penghitungan produksi gas metana dilakukan dengan menggunakan data dari konsentrasi asam lemak terbang yaitu konsentrasi dari tiga komponen utama yaitu asam asetat, asam butirat dan asam propionat. Estimasi produksi gas metana dihitung dengan menggunakan rumus dari Owens dan Goetsch (1988), yaitu:
Prosiding Seminar NasionalLahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
CH4 = 0,5 [asetat] + 0,5 [butirat] – 0,25 [propionat] [asetat] : konsentrasi asam asetat [butirat] : konsentrasi asam butirat [propionat]: konsentrasi asam propionat HASIL Data konsentrasi asam lemak terbang dalam media in vitro terdiri dari asetat, propionat dan butirat, selanjutnya data ini digunakan untuk menghitung estimasi produksi gas metan selama proses fermentasi pakan yang diuji secara in vitro. Data konsentrasi VFA partial berupa asetat, propionat dan butirat serta produksi gas metan dari masing-masing sampel bahan pakan sumber serat bagi ternak ruminansia tersaji pada tabel 1 dibawah ini Tabel 1. Data Rataan Konsentrasi Asam acetat, propionat, butirat dan produksi gas metan sampel tunggal (mM) Sampel Pelepah sawit Jerami padi Rumput Kumpai Tembaga
asetat 5.44 12.63 16.10
Propinat 3.93 3.5 6.05
Butirat 3.91 3.95 5.99
Gas Metan 3.69 7.42 9.68
Berdasarkan data pada Tabel 1 dapat terlihat bahwa proporsi konsentrasi asam asetat dari ketiga sampel yang diuji merupakan konsentrasi terbesar dibandingkan dengan konsentrasi asam propionat dan butirat. Pada sampel Pelepah Sawit persentase asam asetat 40.96 % dari konsentrasi VFA total yang dihasilkan, sementara jerami padi persentase asam asetat 62.89% dan rumput Kumpai Tembaga menghasilkan persentase asam asetat 57.21% Tabel 2. Komposisi Serat Pelepah Sawit, Jerami padi dan Rumput Kumpai Tembaga. Nutrien (%) PK NDF ADF Selulosa Hemiselulosa Lignin TDN
Pelepah Sawit 5,33 65.59 52.72 27.79 12.87 25.42 58.50
Jerami Padi 3,30 67.14 47.97 37.50 28.17 7.07 39,5
Kumpai Tembaga 8,97 75.95 41.72 28.21 35.43 11.7 70.87
PEMBAHASAN Diantara ketiga sumber serat yang diuji maka rumput kumpai tembaga menghasilkan konsentrasi asam asetat, propionat dan butirat yang lebih tinggi dari jerami padi dan pelepah sawit (Tabel 1). Konsentrasi masing-masing asam lemak terbang ini sangat mempengaruhi produksi dari gas metan. Proporsi asam lemak terbang yang dihasilkan ketiga sampel tunggal memperlihatkan bahwa asam asetat menghasilkan proporsi yang lebih besar dibandingkan dengan asam propionat dan butirat.
Prosiding Seminar NasionalLahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
Kondisi yang sejalan terlihat bahwa dengan meningkatnya konsentrasi asam asetat dan butirat akan menghasilkan peningkatan juga pada produksi gas metan. Hal ini dapat dilihat pada ketiga sampel tunggal yang dievaluasi, dimana pada rumput kumpai menghasilkan total asam asetat dan butirat yang lebih tinggi dibandingkan dengan jerami padi dan pelepah sawit. Konsentrasi VFA partial yang dihasilkan dalam metabolisme rumen merupakan hasil dari metabolisme serat kasar (NDF) yang terkandung dalam bahan pakan yang dikonsumsi ternak, namun proporsi VFA partial sangat tergantung pada tingkat kecernaan dari serat kasar tersebut yang dalam hal ini, kandungan lignin dalam bahan pakan memegang peranan penting. Semakin tinggi kandungan lignin dalam suatu bahan pakan maka semakin rendah tingkat kecernaan serat kasar yang dihasilkan. Pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2 dimana kandungan NDF pada rumput Kumpai Tembaga lebih tinggi dibandingkan dengan pelepah sawit dan jerami padi dengan kandungan lignin yang lebih rendah, sementara kandungan NDF pada jerami padi juga lebih tinggi dengan kandungan lignin yang lebih rendah dibandingkan dengan pelepah sawit. Semakin tinggi tingkat kecernaan serat kasar maka proporsi tertinggi asam lemak terbang yang dihasilkan adalah berupa asam asetat dan butirat. Faktor yang sangat berpengaruh terhadap produksi dan komposisi asam lemak terbang adalah fraksi dari tanaman yang di fermentasi di dalam rumen. Fraksi yang mudah larut akan difermentasi dengan cepat sehingga pH rumen turun sampai di bawah 6. Kondisi ini akan menstimulasi pertumbuhan bakteri penghasil asam propionat dan sebaliknya menghambat pertumbuhan bakteri penghasil asam asetat (Dougherty, 1984). Fraksi dinding sel difermentasi dengan lambat sehingga pH rumen berada di kisaran 6 – 7 yang merupakan pH yang baik untuk pertumbuhan bakteri penghasil asam asetat. Dua jenis pakan hijauan yaitu rumput dan tanaman leguminosa mempunyai perbedaan dalam hal kandungan kedua fraksi tersebut (Kariuki et al., 2001;). Kandungan metana meningkat seiring dengan meningkatnya kandungan NDF dan hemiselulosa. Meningkatnya kandungan NDF akan meningkatkan kadar metana melalui perubahan proporsi asam lemak terbang (VFA, volatile fatty acids) ke arah peningkatan proporsi asam asetat yang memproduksi gas hidrogen (H 2) sebagai substrat pada reaksi metanaogenesis (Jayanegara et al., 2008) Hasil pengujian pada penelitian ini menunjukkan bahwa produksi gas metana antara rumput Kumpai Tembaga dengan Jerami Padi tidak terlalu jauh berbeda hanya 2.26mM meskipun kandungan NDF rumput Kumpai Tembaga lebih besar (75.95%) dari pada Jerami padi (67.14%), hal ini karena kandungan protein dari rumput Kumpai Tembaga juga lebih tinggi dari Jerami Padi (Tabel 2) ini akan mempengaruhi pemanfaatan asam asetat dan butirat yang dihasilkan dari metabolisme NDF untuk menjadi prekusor asam amino didalam rumen sehingga ketersedian H2 yang dimanfaatkan oleh bakteri metanogenesis akan berkurang dan selanjutnya akan mengurangi produksi gas metan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Widyawati et al (2010) yang menyatakan bahwa peningkatan protein dalam pakan dapat menurunkan produksi gas metan dengan salah satunya pemanfaatan leguminosa. Diantara ketiga tanaman Produksi gas metana sangat erat hubungannya dengan jumlah asam asetat dan asam butirat yang dihasilkan selama masa fermentasi pakan di dalam rumen, namun tidak berhubungan dengan produksi asam propionate. Hal ini disebabkan karena gas metana yang dihasilkan sangat tergantung kepada ketersediaan H2 dan CO2 di dalam rumen yang dilepaskan saat terjadi produksi asam asetat dan butirat selama proses fermentasi pakan dalam rumen. Berbeda halnya dengan produksi asam propionate yang tidak disertai dengan produksi H2 dan CO2 (Church, 2002). Hasil positif yang didapat adalah penurunan gas metan dalam rumen dapat dilakukan dengan pemanfaatan sumber pakan dengan kandungan serat kasar yang tinggi harus diikuti juga dengan kandungan protein kasar yang tinggi.
Prosiding Seminar NasionalLahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
KESIMPULAN Berdasarkan pengujian in vitro dapat disimpulkan bahwa rumput Kumpai Tembaga menghasilkan konsentrasi asam asetat, propionat dan butirat yang lebih tinggi dari jerami padi dan pelepah sawit dengan konsentrasi asetat 16.10 mM, Propionat 6.05mM dan butirat 5.99mM serta produksi gas metan 9.68mM. DAFTAR PUSTAKA Baker, S.K. 1999. Rumen methanogens and inhibition of methanogenesis. Aust. J. Agric. Res. 50: 1293 – 1298. Church, D.C. 2002. Digestive Physiology and Nutrition of Ruminants. Oxford Press, Oregon. Dougherty, R.W. 1984. Physiology of the ruminant digestive tract. In: Duke's Physiology of Domestic Animals. SWENSON, M. (Ed.) Cornell Univ Press, New York. p.351 – 358. Jayanegara, A., N. Togtokhbayar, H. P. S. Makkar & K. Becker. 2008b. Tannins determined by various methods as predictors of methane production reduction potential of plants by an in vitro rumen fermentation system. Anim. Feed Sci. Technol. (in press), doi:10.1016/j.anifeedsci.2008.10.011. Joblin, K.N. 1999. Ruminal acetogenes and their potential to lower ruminant methane emissions. Aust. J. Agric. Res. 50: 1307 – 1313. Kariurki, J.N., S. Tammingi, C. K.B. Gachuri, G.K. Gitau and J.M.K. Muai. 2001. Intake and Rumen Degradation in Cattle Fed Napier Grass (Pennisetum purpureum) Supplemented with Various Levels of Desmodium intortum and Ipomoea batatus Vines. South African J. Anim. Sci. 31: 149 – 157 Owens, F.N. and A.L. Goetsch. 1988. Ruminal fermentation. In: Church, D.C. (Ed.) The Ruminal Animals, Digestive Physiology and Nutrition. Prentice Hall, New Jersey. pp. 145– 171. Steel, R.G.D. and J.H. Torrie. 2002. Principles and Procedures of Statistics: A Biometrical Approach. Second Edition McGraw-Hill Book Company, London. 633 p. Theodorou, M.K. and A.E. Brooks. 1990. Evaluation of a New Procedure for Estimating the Fermentation Kinetics of Tropical Feeds. The Natural Resources Institute, Ctatham. Vlaming, J.B. 2008. Quantifying Variation in Estimated Methane Emission from Ruminants Using the SF6 Tracer Fechnique. A Thesis of Doctor of Phylosophy in Animal Science. Massey University, Palmerston North, New Zealand Widiawati. Y, M.Winnugroho dan P.Mahyudin. 2010. Estimasi produksi gas metana dari rumput dan leguminosa yang diukur secara in vitro. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor