Akta Kimindo Vol. 2 No. 2 Oktober 2007: 63-74
Akta Kimindo Vol. 2 No. 2 April 2007: 63 – 74
AKTA KIMIA
INDONESIA
Adsorpsi Seng(II) Menggunakan Biomassa Saccharomyces cerevisiae yang Diimobilisasi pada Silika Secara Sol Gel‡ Amaria1,*, Rudiana Agustini1, Sari Edi Cahyaningrum1, Sri Juari Santosa2 dan Narsito2 1 Jurusan
Kimia, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya, Gd. C-3, Kampus UNESA Ketintang, Surabaya. 2 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
ABSTRAK Adsorpsi seng (II) menggunakan biomassa Saccharomyces cerevisiae yang diimobilisasi pada silika secara sol gel telah diteliti. Biomassa Saccharomyces cerevisiae diperoleh dari limbah fermentasi industri bir. Pada penelitian ini, kestabilan biomassa Saccharomyces cerevisiae imobil terhadap keasaman medium diuji dan faktor-faktor yang mempengaruhi adsorpsi biomassa Saccharomyces cerevisiae imobil, seperti pengaruh pH sistem, waktu adsorpsi, konsentrasi awal seng (II) diuji. Sebagai pembanding dilakukan percobaan yang sama terhadap biomassa Saccharomyces cerevisiae non imobil. Mekanisme adsorpsi seng (II) yang terjadi pada kedua adsorben juga dikaji dengan cara mendesorpsi secara berurutan seng (II) yang telah teradsorpsi dengan pelarut-pelarut yang spesifik. Kadar seng (II) hasil adsorpsi diukur dengan alat Spektrofotometer Serapan Atom. Hasil–hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Kestabilan Saccharomyces cerevisiae imobil terhadap keasaman medium (pH 2-12) adalah relatif tetap, yaitu sebesar 89-90%, sedang untuk Saccharomyces cerevisiae non imobil kestabilannya pada pH 2-10 adalah 87,96-88,56% dan pada pH 1112 menurun, menjadi 84,24 –73,96%, 2) Pengaruh waktu terhadap daya adsorpsi seng (II) oleh kedua adsorben relatif sama, dan adsorpsi cenderung konstan pada menit ke 60, dengan jumlah adsorpsi seng (II) oleh biomassa Saccharomyces cerevisiae imobil dan non imobil masing-masing sebesar 2,70 dan 2,74 mg/g, 3) Pengaruh konsentrasi awal seng (II) dengan penerapan isoterm Langmuir diperoleh harga kapasitas adsorpsi untuk biomassa Saccharomyces cerevisiae imobil dan non imobil adalah sebesar 8,53 mg/g dan 15, 10 mg/g, 4) Mekanisme adsorpsi seng (II) pada biomassa Saccharomyces cerevisiae imobil dan non imobil didominasi oleh mekanisme pemerangkapan. Kata kunci : Adsorpsi, imobilisasi, Saccharomyces cerevisiae, seng (II) ABSTRACT Zinc (II) adsorption using Saccharomyces cerevisiae biomass immobilized on silica sol-gel was investigated. Saccharomyces cerevisiae biomass was extracted from beer waste industry. In this research, the stability of biomass on an acidic media was examined. Effect of various parameters such as pH, contact time and initial zinc concentration were also determined. For comparison, non immobilized Saccharomyces cerevisiae biomass was used. Adsorption mechanism of both immobilized and non-immobilized Saccharomyces cerevisiae were studied by conducting desorption of adsorbed zinc using specific solvents. Zinc concentration was analyzed using atomic adsorption spectrophotometer (AAS). Results indicate that 1) stability of immobilized Saccharomyces cerevisiae on acidic media (pH 212) was relatively constant, which was 89-90%. Stability of non-immobilized Saccharomyces cerevisiae at pH 2 to 10 was 87.96 to 88.56%, whereas at pH 11 to 12, it decreased to become 84.24 to 73.96%. 2) Effect of contact time on the zinc adsorption of both adsorbents was similar. Adsorption was constant at 60th minutes and adsorbed zinc concentration by immobilized and non-immobilized Saccharomyces cerevisiae were 2.70 and 2.74 mg/g, respectively. 3) Effect of initial concentration of zinc (II) was studied
‡
Makalah ini disajikan pada Seminar Nasional Kimia VIII, di Surabaya 8 Agustus 2006 * Corresponding author Phone : 031-8298761-; Fax : 0315475332 ; e-mail :
[email protected]
© Kimia ITS – HKI Jatim
63
Amaria, Rudiana, Edi, Santosa dan Narsito - Adsorpsi Seng(II) Menggunakan Biomassa Saccharomyces cerevisiae yang diimbobilisasi pada Silika secara Sol Gel
using Langmuir isotherm. Adsorption capacities for immobilized and non-immobilized Saccharomyces cerevisiae were 8.53 mg/g and 15.10 mg/g, respectively. 4) Adsorption mechanisms of immobilized and non-immobilized Saccharomyces cerevisiae were dominated by capturing mechanism. Keyword : Adsorption, immobilization, Saccharomyces cerevisiae, zinc (II) PENDAHULUAN Berbagai bahan mikroorganisme seperti bakteri, yeast, alga dan fungi kini telah berhasil digunakan sebagai biosorben untuk menghilangkan logam-logam berat (Kapoor & Viraraghavan, 1998 dan Volesky, 1994). Bailey, et al (1999) membuktikan penggunaan sorben yang murah karena kelimpahannya terdapat di alam atau hasil samping atau limbah dari proses fermentasi industri bir. Yeast telah diteliti oleh peneliti-peneliti (Gad, 1990; Suh, et al., 1998 dan Kim, et al., 2005) untuk dimanfaatkan sebagai adsorben (biosorben) ion-ion logam berat. Dalam penelitian ini biomassa sel Saccharomyces cerevisiae diperoleh dari limbah cair proses fermentasi industri bir. Biomassa dari sel Saccharomyces cerevisiae (kering/mati) yang digunakan secara langsung, masih memiliki kelemahan antara lain: sangat lembek dan lengket ketika diinteraksikan dengan larutan ion logam (Amaria dkk.,2003), sehingga sulit dilakukan pemisahan kembali ion-ion logam dari adsorbennya dan biomassa mudah rusak karena dekomposisi oleh mikroorganisme lain. Oleh karena itu untuk menghilangkan kelemahankelemahan ini dicoba dilakukan imobilisasi terhadap sel Saccharomyces cereviceae, sehingga sel tidak mudah rusak oleh dekomposisi mikroorganisme, menjadi bahan adsorben yang memiliki kekuatan partikel dan ketahanan kimia yang tinggi serta dapat dikemas di dalam kolom kromatografi (Lewis, 1994). Seng merupakan salah satu logam berat esensial yang menjadi bahan pencemar dalam sistem perairan (WHO, 2001). Penggunaannya terutama untuk industri elektropleting, accumulator, cat, keramik dan peleburan baja. Untuk memenuhi standar kualitas air, konsentrasi logam berat harus dikontrol (Kim et al., 2004). Seng (II) dalam tubuh tidak terbiodegradasi, sehingga dapat terakumulasi dalam organ-organ manusia. Keracunan seng akan mengakibatkan demam, batuk, muntah-muntah dan sakit kepala. Dalam penelitian ini imobilisasi dengan silika dilakukan melalui proses sol gel, karena pembuatannya mudah, (Ramelow, dkk, 1993), dapat digunakan dalam kolom dan dapat disimpan dalam waktu lama, dapat digunakan kembali serta memiliki daya tahan yang baik terhadap perubahan-perubahan pelarut kimia (Kubiak, dkk 1989, Mahan dan Holcombe,1992). Untuk menguji karakteristik adsorben yang dibuat, dalam penelitian ini dilakukan pengukuran-pengukuran: a) waktu adsorpsi, b) 64
kapasitas adsorpsi, c) mekanisme adsorpsi seng (II), d) mengkaji gugus fungsional adsorben yang berperan dalam adsorpsi.
METODE PENELITIAN Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Saccharomyces cerevisiae, limbah hasil fermentasi industri bir PT Multi Bintang Pacet Mojosari Jawa Timur, larutan seng nitrat, asam nitrat, natrium hidroksida, asam klorida, asam sulfat, natrium silikat, akuades, aquabides dan aluminium foil. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: sentrifus, shaker, neraca analitik, oven, pH meter merek Jenway, Spektrofotometer Serapan Atom Perkin Elmer 100, ayakan ukuran 100-200 mesh, freeze dryer, pengaduk magnetik, tabung sentrifus, corong, reaktor (wadah untuk mereaksikan biomassa dengan larutan garam seng, terbuat dari bahan polipropilen), alat-alat gelas (gelas ukur, tabung reaksi, gelas kimia, labu Erlenmeyer dan kaca pengaduk). Prosedur Kerja Penyiapan Adsorben Adsorben yang digunakan dalam penelitian ini ada dua jenis, yaitu: a) biomassa Saccharomyces cerevisiae dan b) biomassa Saccharomyces cerevisiae yang diimobilisasi dengan silika secara sol gel. Penyiapan biomassa Saccharomyces cerevisiae. Biomassa Saccharomyces cerevisiae diperoleh dari limbah hasil proses fermentasi industri bir. Limbah yang didapat disaring dengan kertas saring, kemudian dicuci dengan aquades dan aquademineral hingga diperoleh pH netral. Selanjutnya dikeringkan dengan freeze dryer selama 2 hari. Kemudian diayak dengan ukuran 100-200 mesh lalu disimpan dalam wadah yang kering dan bersih. Adsorben ini selanjutnya disebut biomassa Saccharomyces cerevisiae non imbil (SCNI) Pembuatan Saccharomyces cerevisiae imobil (Modifikasi prosedur Tong dkk, 1994 dengan Amaria, 2005) Dalam gelas kimia 400 mL dimasukkan 3,3 g biomassa Saccharomyces cerevisiae kering dengan ukuran 200 mesh, kemudian ditambah © Kimia ITS – HKI Jatim
Akta Kimindo Vol. 2 No. 2 Oktober 2007: 63-74
Na2SiO3 220 mL (1:10) diaduk dengan pengaduk magnetik, kemudian ditambah H2SO4 2N tetes demi tetes sampai pH 7 sambil terus diaduk hingga terbentuk gel. Untuk mencapai kesetimbangan pembentukan gel, gel yang terbentuk didiamkan 24 jam. Selanjutnya gel yang terbentuk dihancurkan dan dicuci dengan aquades dan aquademineral sambil air cucian selalu diuji pHnya. Gel yang telah dicuci, dikeringkan dalam oven 80oC selama 2 hari (hingga didapatkan berat konstan), lalu dihaluskan dan diayak ukuran 100-200 mesh. Percobaan kestabilan Saccharomyces cerevisiae imobil terhadap keasaman medium (pH 2-12) 500 mg Saccharomyces cerevisiae imobil dimasukkan dalam botol film, ditambah 10 mL aquades dan pH diatur 2-12 dengan menambahkan larutan NaOH atau HCl 0,1 M. Selanjutnya dikocok selama 1 jam dan disaring dengan kertas saring Whatman 42. Endapan yang tertinggal dikeringkan pada suhu 80 oC sampai berat konstan. Pengerjaan yang sama dilakukan juga pada adsorben biomassa Saccharomyces cerevisiae non imobil (SCNI ). Filtrat yang diperoleh diukur dengan metode colorimetri untuk menentukan konsentrasi silika yang terlarut. Penentuan konsentrasi SiO2 dengan metode colorimetry (Aquamerck) 10 mL sampel dimasukkan dalam kuvet Aquamerck, lalu ditambah 10 tetes amonium molibdat, dikocok dan didiamkan selama 3 menit. Lima tetes larutan pereduksi (0,5 g Na2SO3 ditambah 9 g NaHSO3) ditambahkan, dikocok dan didiamkan selama 1 menit kemudian dilarutkan dengan aquades sampai 100 mL. Kemudian ditambah 5 tetes 1-amino-2-naftol-4-sulfonat, dikocok dan didiamkan selama 15 menit. Warna yang terbentuk dicocokkan dengan indikator warna yang tersedia. Percobaan adsorpsi seng (II) oleh biomassa Saccharomyces cerevisiae imobil (SCI) dan nonimobil (SCNI) Pengaruh waktu adsorpsi. 100 mg biomassa Saccharomyces cerevisiae imobil diinteraksikan dengan 25 ml larutan 100 mg/L Zn (II), campuran adsorben dan adsorbat dikondisikan pada pH optimum, pengaturan pH dilakukan dengan penambahan larutan HCl atau NaOH 0,1 M. Selanjutnya dikocok 350 rpm dengan waktu yang bervariasi yaitu 5, 10, 15, 30, 60, 90, 120, 180, 300 menit. Kemudian filtrat dan endapan dipisahkan dengan disentrifus selama 3000 rpm 10 menit. Filtrat diukur dengan alat Spektrofotometer Serapan Atom untuk menentukan kadar seng sisa.
© Kimia ITS – HKI Jatim
Pengerjaan yang sama dilakukan terhadap biomassa Saccharomyces cerevisiae non imobil. Pengaruh konsentrasi awal seng (II) 100 mg biomassa Saccharomyces cerevisiae imobil (SCI) diinteraksikan dengan larutan seng (II) pada konsentrasi awal yang bervariasi, yaitu 5, 10, 25, 50, 75, 100, dan 200 mg/L. Interaksi dilakukan pada pH optimum, Kemudian dikocok pada 1000 rpm selama 60 menit, lalu disentrifus pada 3000 rpm 10 menit. Filtrat diukur dengan alat Spektrofotometer Serapan Atom untuk menentukan kadar seng sisa. Pengerjaan yang sama dilakukan terhadap biomassa Saccharomyces cerevisiae non imobil (SCNI). Adsorpsi dan desorpsi sequential seng (II) 1000 mg biomassa Saccharomyces cerevisiae imobil diinteraksikan dengan 500 mg/L larutan seng (II). Interaksi dilakukan pada kondisi pH optimum. Kemudian dikocok dengan shaker selama 24 jam, 350 rpm, Filtrat dipisahkan dari endapan dengan disentrifus. Kadar seng (II) sisa dalam filtrat diukur dengan alat Spektroskopi Serapan Atom. Endapan dikeringkan semalam, lalu diinteraksikan dengan 50 ml H2O, 30 menit, selanjutnya filtrat dan endapan dipisahkan dengan disentrifus. Filtrat yang mengandung seng (II) diukur dengan alat Spektroskopi Serapan Atom. Endapan dikeringkan dalam oven semalam, kemudian diinteraksikan dengan larutan 50 ml KNO3 1 M, dan dikocok pada 350 rpm, 3 jam. Kadar seng (II) dalam filtrat diukur dengan alat SSA. Kemudian endapan diinteraksikan dengan larutan 50 ml HNO3 0,5 M, dan dikocok 350 rpm selama 3 jam. Filtrat dan endapan dipisahkan dengan disentrifus. Kadar seng (II) dalam filtrat diukur dengan alat SSA. Endapan dikeringkan dalam oven semalam. Kemudian endapan diinteraksikan dengan larutan 50 ml Na2EDTA 0,1 M dan dikocok 350 rpm selama 20 jam. Selanjutnya kadar seng (II) dalam filtrat diukur dengan alat SSA. Pengerjaan yang sama dilakukan terhadap biomassa Saccharomyces cerevisiae non imobil (SCNI). Metode penghitungan kadar seng yang teradsorpsi dan yang terdesorpsi Kadar seng (II) yang teradsorpsi oleh biomassa dihitung dari perbedaan kadar seng (II) awal yang diinteraksikan pada biomassa dan kadar seng (II) pada filtrat setelah diinteraksikan pada biomassa, dengan menggunakan persamaan 1 berikut ini (Vijayaraghavan, et al, 2004) :
q=
(C o − C f )V W
(1)
65
Amaria, Rudiana, Edi, Santosa dan Narsito - Adsorpsi Seng(II) Menggunakan Biomassa Saccharomyces cerevisiae yang diimbobilisasi pada Silika secara Sol Gel Keterangan : q adalah seng (II) yang teradsorpsi (mg/g); C0 dan Cf adalah konsentrasi awal dan akhir seng (mg/L), V adalah volume larutan (L) dan W adalah berat adsorben yang digunakan (gr).
Kadar seng (II) yang didesorpsi dianalisis dan dihitung dengan persamaan 2 (Choi and Yun, 2004): % Desorpsi =
(2) Model adsorpsi Langmuir dipilih untuk menentukan adsorpsi seng (II) oleh kedua adsorben. Model isoterm Langmuir dinyatakan dengan rumus (Oscik, 1982):
(3) Dimana : n adalah kadar seng teradsorpsi oleh adsorben (mg/g), C adalah konsentrasi seng pada keadaan setimbang (mg/L). Dengan mem-plot-kan harga C/n terhadap C (Kosentrasi seng pada saat setimbang) dapat ditarik garis lurus, sehingga dapat diperoleh harga tetapan kesetimbangan Langmuir K (L/mg), dan kapasitas adsorpsi, nm (mg/g) yang ditentukan dari intersep dan slope. HASIL DAN PEMBAHASAN Kestabilan biomassa Saccharomyces cerevisiae imobil dan non imobil terhadap keasaman medium (pH 2-12). Data kestabilan adsorben terhadap keasaman medium (pH 2-12) yang ditentukan secara gravimetri disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan data pada Tabel 1 kolom 4 tentang berat adsorben yang hilang untuk biomassa Saccharomyces cerevisiae imobil (SCI) dapat dinyatakan bahwa berkurangnya berat adsorben pada pH medium 2-14 relatif tetap, yang berarti perubahan harga pH relatif tidak mengubah berat adsorben yang hilang. Hal ini dapat dimungkinkan karena adanya ikatan kovalen antara silika dengan biomassa Saccharomyces cerevisiae yang menyebabkan silika gel semakin sulit larut. Seperti yang diungkapkan oleh Jal et al, (2003), bahwa ikatan kovalen antara gugus fungsional biomassa dengan gugus silanol dari silika gel menyebabkan keduanya terikat kuat. Seiring dengan banyaknya jumlah silika yang terlarut semakin besar pula Saccharomyces cerevisiae terlepas, sebab jaringan 3 dimensi
66
yang terbentuk oleh silika untuk mengikat biomassa telah rusak. Untuk menghitung jumlah Saccharomyces cerevisiae yang terlepas dibutuhkan data-data mengenai jumlah penurunan berat Saccharomyces cerevisiae imobil dan jumlah konsentrasi silika yang terlarut. Dalam penelitian ini diprediksi bahwa, filtrat hasil interaksi pada pengkondisian pH 2-12 merupakan campuran dari silika yang terlarut dan Saccharomyces cerevisiae yang terlepas, maka penurunan berat biomassa Saccharomyces cerevisiae imobil sama dengan silika yang terlarut ditambah dengan Saccharomyces cerevisiae yang terlepas. Data hilangnya berat adsorben biomassa Saccharomyces cerevisiae imobil didapatkan melalui metode gravimetri, sedangkan silika yang terlarut diperoleh melalui metode colorimetry. Prinsip kerjanya adalah pembentukan senyawa kompleks silikomolibdenum yang menyebabkan larutan berwarna biru. Silika yang terlarut merupakan silika reaktif yang bereaksi dengan amonium molibdat (jika konsentrasinya tinggi akan timbul warna kuning) lalu direduksi menjadi silikomolibdenum, yang mengakibatkan larutan berwarna biru. Warna biru yang terbentuk dicocokkan dengan indikator yang telah tersedia pada kuvet, dari pencocokan warna tersebut maka diketahui kadar silika yang terlarut. Dengan menggunakan metode ini maka dapat dihitung berat silika yang terlarut. Jika data berat SCI yang berkurang dan silika yang terlarut diketahui maka Saccharomyces cerevisiae yang terlepas dapat dihitung. Data pengukuran kadar silika, SiO2 pada filtrat dan hasil perhitungan jumlah Saccharomyces cerevisiae yang terlepas disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan data pada Tabel 2, maka jumlah biomassa Saccharomyces cerevisiae yang terlepas dari pH 2-12 berkisar antara 11-16 mg. Pada pH sangat asam (pH 2) dan pada pH sangat basa (pH 10-12) jumlah biomassa Saccharomyces cerevisiae yang terlepas lebih banyak (15,4 -16 mg) dibandingkan pada pH 3 – 9 (sekitar 12 – 13,8 mg). Penghitungan biomassa Saccharomyces cerevisiae yang terlepas pada biomassa Saccharomyces cerevisiae imobil (SCI) terhadap berat awal perlakuan (500 mg) disajikan pada Tabel 2 kolom 5. Pada pH 2 biomassa terlepas sebesar 3,08 % dan pada pH 10-12 sekitar 2,36-2,68 %, sedangkan pada pH 10-12 sekitar 3,04 -3,20 %. Visualisasi persentase biomassa yang terlepas pada SCI akibat pengkondisian keasaman medium disajikan pada Gambar 2.
© Kimia ITS – HKI Jatim
Akta Kimindo Vol. 2 No. 2 Oktober 2007: 63-74
Tabel 1. Data Kestabilan adsorben biomassa Saccharomyces cerevisiae imobil (SCI) dan non imobil (SCNI) terhadap keasaman medium (pH 2-12) pH 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Berat awal adsorben (mg) 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500
Berat adsorben akhir (mg) SCI SCNI 446,20 439,00 453,60 442,67 449,80 449,33 449,40 449,33 446,60 444,00 446,00 439,33 447,80 444,67 446,60 444,67 447,20 445,33 446,20 435,67 446,40 367,00
Berat adsoben yang hilang (yang terlarut) (mg) SCI SCNI 53,80 61,00 46,40 57,33 50,20 50,67 50,60 50,67 53,40 56,00 54,00 60,67 52,20 55,33 53,40 55,33 52,80 54,67 53,80 64,33 53,60 133,0
% Kestabilan SCI 89,24 90,72 89,96 89,88 89,32 89,20 89,56 89,32 89,44 89,24 89,28
SCNI 87,80 88,53 89,87 89,87 88,80 87,87 88,93 88,93 89,07 87,13 73,40
Kestabilan thd Keasaman medium (%)
Data pada Tabel 1 divisualisasikan menjadi Gambar 1.
100 90 80
SCI SCNI
70 60 50 0
2
4
6
8
10
12
pH medium
Gambar 1. Kestabilan biomassa Sacharomyces cerevisiae imobil (SCI) dan non imobil (SCNI) terhadap keasaman medium (pH 2-12) Tabel 2 Jumlah Saccharomyces cerevisiae yang terlepas dari biomassa Saccharomyces cerevisiae imobil (SCI) akibat pengkondisian medium pada pH 2-12
pH 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Rata-rata Penurunan berat SCI (mg) 53,8 52 50,2 50,6 53,4 54 52,2 53,4 52,8 53,8 53,6
© Kimia ITS – HKI Jatim
Rata-rata berat silika yang terlarut (mg)
Rata-rata biomassa Saccharomyces cerevisiae yang terlepas (mg)
38,4 40 36,8 35,6 41,2 41,2 38,4 41,6 36,8 38,4 38,4
15,4 12 13,4 15 12,2 12,8 13,8 11,8 16 15,4 15,2
% Biomassa Saccharomyces cerevisiae yang terlepas dari berat awal 3,08 2,40 2,68 3,00 2,44 2,56 2,76 2,36 3,20 3,08 3,04
67
Amaria, Rudiana, Edi, Santosa dan Narsito - Adsorpsi Seng(II) Menggunakan Biomassa Saccharomyces cerevisiae yang diimbobilisasi pada Silika secara Sol Gel
ke 60 adsorpsi cenderung konstan. Pada tahap ini proses adsorpsi diperkirakan telah mencapai kesetimbangan, adsorpsi SCI dan SCNI terhadap seng (II) pada menit ke 60 adalah 2,7003 mg/g dan 2,7383 mg/g.
Pengaruh waktu adsorpsi Data percobaan pengaruh waktu adsorpsi pada 100 mg/L seng (II) oleh dua jenis adsorben Saccharomyces cerevisia imobil (SCI) dan non imobil (SCNI) disajikan pada Tabel 3 dan 4. Datadata pada Tabel 3 dan 4 kemudian divisualisasikan dalam Gambar 3. Pada Gambar 3 tampak bahwa, secara umum adsorpsi seng (II) mula-mula berlangsung relatif cepat, pada menit
% Biomassa yang hilang
10 8 6 4 2 0 2
4
6
8
10
12
pH medium
Gambar 2. Persentase biomassa Saccharomyces cerevisiae yang hilang akibat pengkondisian keasaman medium (pH 2-12) Tabel 3. Pengaruh waktu adsorpsi 100mg/L seng (II) oleh biomassa Saccharomyces cerevisiae imobil Waktu 5 10 30 60 90 120 180 300
[Zn] eq (mg/L) 94,4595 89,7011 89,3243 89,1987 88,9475 88,6963 88,6963 88,6963
[Zn] teradsorpsi (mg/L) 8,5405 10,2989 10,6757 10,8013 11.0525 11,3037 11,3037 11,3037
Zn teradsorpsi (mg/g) 2,1351 2,5747 2,6689 2,7003 2,7631 2,8259 2,8259 2,8259
% Zn teradsorpsi 8,5405 10,2989 10,6757 10,8013 11.0525 11,3037 11,3037 11,3037
Tabel 4. Pengaruh waktu adsorpsi 100mg/L seng (II) oleh biomassa Saccharomyces cerevisiae non imobil (SCNI) Waktu 5 10 30 60 90 120 180 300
68
[Zn] eq (mg/L) 89,6139 90,7089 89,3791 89,0466 88,2155 87,9662 87,8831 88,7142
[Zn] teradsorpsi (mg/L) 10,3861 9,2911 10,6209 10,9534 11,7845 12,0338 12,1169 11,2858
Zn teradsorpsi (mg/g) 2,5965 2,3228 2,6552 2,7383 2,9461 3,0085 3,0292 2,8215
% Zn teradsorpsi 10,3861 9,2911 10,6209 10,9534 11,7845 12,0338 12,1169 11,2858
© Kimia ITS – HKI Jatim
Akta Kimindo Vol. 2 No. 2 Oktober 2007: 63-74
Adsorpsi Zn (mg/g)
5 4 3
SCI SCNI
2 1 0 0
60
120
180
240
300
Waktu (menit)
Gambar 3. Pengaruh waktu adsorpsi seng (II) oleh Saccharomyces cerevisiae imobil (SCI) dan non imobil (SCNI) Tabel 5. Adsorpsi 25 ml Zn (II) berbagai konsentrasi oleh 100 mg Saccharomyces cerevisiae imobil (SCI) dalam waktu 120 menit pada suhu 29 ± 1 oC [Zn(II)]awal (mg/L)
[Zn(II)]eq (mg/L)
0,00 5 10 25 50 75 100 200
0,00 0,7262 3,8114 15,1971 34,8744 53,8790 70,1145 169,4870
[Zn(II)] teradsorp (mg/L) 0,00 4,2738 6,1886 9,8029 15,1256 21,8068 25,2620 30,5131
Zn teradsorpsi (mg/g) 0,00 1.0684 1,5472 2,4507 3,7814 5,2803 6,5114 7,6283
Tabel 6. Adsorpsi 25 ml Zn (II) berbagai konsentrasi oleh 100 mg Saccharomyces cerevisiae non imobil (SCNI) dalam waktu 120 menit pada suhu 29 ± 1 oC [Zn(II)]awal (mg/L)
[Zn(II)]eq (mg/L)
0,00 5 10 25 50 75 100 200
0,00 0,1930 0,7175 5,9591 22,0335 41,0894 59,0277 136,7563
[Zn(II)] teradsorp (mg/L) 0,00 4,8070 9,2825 19,0409 27,9665 33,9106 40,9723 63,2437
Zn teradsorpsi (mg/g) 0,00 1,2017 2,3206 4,7602 6,9916 8,4777 10,2431 14,7059
n, adsorpsi Zn (mg/g)
20 15
SCI
10 5
SCNI
0 0
50
100
150
200
[Zn]eq (mg/L)
Gambar 4. Isoterm adsorpsi seng (II) oleh biomassa Saccharomyces cerevisiae imobil (SCI) dan non imobil (SCNI)
© Kimia ITS – HKI Jatim
69
Amaria, Rudiana, Edi, Santosa dan Narsito - Adsorpsi Seng(II) Menggunakan Biomassa Saccharomyces cerevisiae yang diimbobilisasi pada Silika secara Sol Gel
Pengaruh konsentrasi awal seng (II) Pada Gambar 4 terlihat bahwa secara keseluruhan adsorpsi seng (II) oleh biomassa Saccharomyces cerevisiae imobil (SCI) dan non imobil (SCNI) memberikan bentuk isoterm Langmuir. Isoterm adsorpsi menunjukkan bahwa kenaikan konsentrasi awal diikuti dengan meningkatnya jumlah zat yang teradsorpsi sehingga tercapai keadaan setimbang. Adsorpsi Langmuir berasumsi bahwa pada permukaan adsorben terdapat sejumlah tertentu situs aktif (active sites) yang sebanding dengan luas permukaan adsorben. Pada keadaan situs aktif adsorben belum jenuh dengan adsorbat maka peningkatan konsentrasi adsorbat yang dipaparkan akan meningkat secara linier dengan jumlah adsorbat yang teradsorpsi. Selanjutnya, jika situs aktif adsorben telah jenuh dengan adsorbat, maka peningkatan konsentrasi adsorbat yang dipaparkan tidak akan meningkatkan jumlah adsorbat yang teradsorps (Oscik, 1982) Pada Gambar 4 isoterm adsorpsi seng (II) oleh SCI menunjukkan bahwa kenaikan konsentrasi awal secara relatif menghasilkan adsorpsi cenderung tetap, dengan diperoleh harga sebesar 1.0684 sampai 7,6283 mg seng(II) per gram adsorben. Untuk mengetahui jumlah seng (II) yang teradsorp oleh adsorben (SCNI dan SCI) dan hubungan antara jumlah seng (II) yang teradsorp dengan jumlah ion logam pada saat setimbang dapat digunakan model isoterm adsorpsi Langmuir (Oscik, 1982) persamaan 3. Hasil perhitungan harga nm dan K disajikan pada Tabel 7. Dari Tabel 7 tampak bahwa, biomassa Saccharomyces cerevisiae imobil memiliki kapasitas adsorpsi yang lebih kecil daripada Saccharomyces cerevisiae non-imobil. Hal ini dimungkinkan karena, jumlah gugus fungsional Saccharomyces cerevisiae yang telah berkurang akibat berikatan dengan gugus silanol, akibatnya seng (II) sulit berinteraksi dengan gugus fungsional biomassa Saccharomyces cerevisiae (karboksil atau amina) akibat halangan sterik yang diakibatkan oleh gugus silanol dan siloksan. Sementara itu pada biomassa Saccharomyces cerevisiae non imobil jumlah gugus fungsionalnya (karboksil atau amina) selain banyak, kemungkinan jenisnya banyak, sehingga kapasitas adsorpsinya terhadap seng (II) lebih besar daripada biomassa Saccharomyces cerevisiae imobil (SCI).
70
Mekanisme adsorpsi yang terjadi antara adsorben dengan adsorbat Untuk mengetahui mekanisme adsorpsi yang berperan dalam adsorpsi seng (II) oleh biomassa Saccharomyces cerevisiae yang imobil (SCI) dan non imobil (SCNI) dilakukan desorpsi secara fraksinasi sekuensial terhadap dua adsorben tersebut di atas, yang sebelumnya telah diinteraksikan dengan seng (II). Hasil adsorpsi disajikan pada Tabel 8. Seng (II) yang telah diadsorpsi oleh adsorben, kemudian didesorpsi dengan pelarut (eluan) secara fraksinasi sekuensial yaitu berturut-turut digunakan: akuades, KNO3 1 M, HNO3 0,5 M dan Na2EDTA 0,1 M Ion logam seng (II) yang teradsorpsi melalui mekanisme pemerangkapan didesorpsi dengan akuades. Kalium nitrat untuk mendesorpsi kation seng (II) yang teradsorpsi melalui mekanisme pertukaran ion. Untuk mendesorpsi kation seng (II) yang melalui ikatan hidrogen digunakan pelarut asam nitrat. Desorpsi kation seng (II) yang teradsorpsi melalui pembentukan kompleks digunakan agen pengkelat natrium EDTA (Sehol, 2004). Melalui desorpsi dengan metode fraksinasi sekuensial diperoleh mekanisme adsorpsi kation logam seng (II) pada adsorben SCI dan SCNI, seperti yang disajikan pada Tabel 9. Pada Tabel 9 tampak bahwa secara umum desorpsi seng (II) pada dua adsorben masih rendah. Desorpsi yang berhasil dilakukan untuk adsorben SCI dan SCNI masing-masing hanya sebesar 7,6900 % dan 11,1012%. Jika diperhatikan persentase desorpsi untuk tiap-tiap pelarut terhadap masing-masing adsorben pada Tabel 9 dapat diketahui bahwa mekanisme adsorpsi kation seng (II) pada kedua adsorben secara keseluruhan yang paling dominan adalah melalui mekanisme pemerangkapan, karena persentase desorpsi dengan H2O dibandingkan eluen yang lain adalah yang paling besar. Kemudian mekanisme adsorpsi yang kedua adalah melalui ikatan hidrogen, karena desorpsi dengan asam nitrat menunjukkan persentase urutan yang kedua setelah dengan H2O. Untuk mendapatkan hasil desorpsi seng (II) yang ideal ( seidak-tidaknya 90 % dari kation logam yang teradsorpsi) perlu dilanjutkan desorpsi dengan eluen yang lain.
© Kimia ITS – HKI Jatim
Akta Kimindo Vol. 2 No. 2 Oktober 2007: 63-74
Tabel 7. Parameter Langmuir untuk adsorpsi seng (II) oleh biomassa Saccharomyces cerevisiae imobil (SCI) dan non imobil (SCNI) Adsorben Biomassa Saccharomyces c. Imobil (SCI) Biomassa Saccharomyces c. non imobil (SCNI)
nm (mg/g ) 8,5251 15,1057
K 0,0389 0,0645
Tabel 8. Adsorpsi 500 mg/L seng (II) oleh SCI dan SCNI
500
[Zn] teradsorpsi (mg/L) 154,7799
Adsorpsi Zn(II) (mg/g) 7,7390
500
179,9371
8,9969
Adsorben
[Zn]awal (mg/L)
SCI SCNI
% Zn(II) teradsorpsi 30,9558 35,9863
Tabel 9. Desorpsi kation seng (II) pada biomassa Saccharomyces cerevisiae imobil (SCI) dan non imobil (SCNI) Persentase seng (II) yang terdesorpsi (%) SCI SCNI 5,7106 13,1873 1,9706 1,6180 5,2487 8,2382 0,4707 1,2449 7,6900 11,1012
Eluen H2O KNO3 1 M HNO3 0,5 M Na2EDTA 1 M Jumlah
Gambar 5. Spektra inframerah biomassa Saccharomyces cerevisiae imobil (SCI) dan non-imobil (SCNI) Hasil analisis spektra IR Hasil analisis biomassa Saccharomyces cerevisiae imobil dan non imobil dengan alat FTIR Jasco disajikan pada Gambar 5. Identifikasi gugus © Kimia ITS – HKI Jatim
fungsional adsorben menggunakan spektrofotometer infra merah bertujuan mengidentifikasi gugus fungsional yang berperan dalam adsorpsi kation logam seng (II) 71
Amaria, Rudiana, Edi, Santosa dan Narsito - Adsorpsi Seng(II) Menggunakan Biomassa Saccharomyces cerevisiae yang diimbobilisasi pada Silika secara Sol Gel
Menurut Kim et al, (2004) gugus karboksil dan amina merupakan gugus utama yang berperan dalam pengikatan kation. Hal ini sesuai dengan komposisi penyusun sel yang sebagian besar berupa protein dan polisakarida. Spektra inframerah dari Saccharomyces cerevisiae imobil dan non-imobil dilihat pada Gambar 5. Berdasarkan Gambar 5 (SCNI) tampak adanya puncak lebar pada bilangan gelombang 3273,50 cm-1 menunjukkan adanya gugus –OH, sedangkan pada bilangan gelombang 1523,90 cm-1 menunjukkan adanya gugus C=O karboksil, hal ini mengindikasikan bahwa adanya gugus karboksil. Puncak pada bilangan gelombang 1637,71 cm-1 menunjukkan adanya stretching NH, hal ini didukung adanya bending pada puncak 667,43 cm-1 di daerah sidik jari. Dengan demikian Saccharomyces cerevisiae non-imobil mempunyai gugus fungsional –OH, -COOH, dan –NH2. Berdasarkan Gambar 5 (SCI) tampak adanya puncak lebar dan kuat pada bilangan gelombang 1093,74 cm-1 menunjukkan adanya stretching Si-O-Si. Terdapatnya gugus silanol (SiOH) diindikasikan terdapatnya gugus –OH pada bilangan gelombang 3483,76 cm-1 dan stretching Si-OH pada daerah sidik jari dengan bilangan gelombang 800,53 cm-1. Selain mempunyai gugus silanol (Si-OH) dan siloksan (Si-O-Si), Saccharomyces cerevisiae imobil juga mempunyai gugus karboksil (-COOH) dan amina (-NH2), hal ini ditunjukkan dengan adanya puncak pada bilangan gelombang 1541,26 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus C=O karboksil dan puncak pada bilangan gelombang 1637,71 cm-1 yang menunjukkan stretching N-H. KESIMPULAN 1. Waktu adsorpsi seng (II) dengan konsentrasi 100 mg/L oleh biomassa Saccharomyces cerevisiae imobil (SCI) dan non imobil (SCNI) mencapai kesetimbangan pada menit ke 60, sebesar 2,7003 mg/g dan 2,7383 mg/g. 2. Kapasitas adsorpsi Saccharomyces cerevisiae imobil (SCI) terhadap seng (II) adalah 8,5251 mg/g adalah lebih kecil daripada Saccharomyces cerevisiae yang non imobil (SCNI) yaitu sebesar 15,1057 mg/g. 3. Mekanisme adsorpsi seng (II) biomassa Saccharomyces cerevisiae imobil (SCI) dan non imobil (SCNI) didominasi oleh mekanisme pemerangkapan, dengan persentase desorpsi H2O pada: SCI adalah 5,7106 % dan SCNI 13,1873 %. 4. Gugus fungsional yang terdapat pada biomassa Saccharomyces cerevisiae yang imobil (SCI) adalah Si-O pada (Si-O-Si), -Si-OH, OH, -N-H, -COOH dan Saccharomyces cerevisiae yang non imobil (SCNI) adalah – COOH, –OH dan –NH.
72
UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional melalui Program Penelitian Hibah Pekerti III yang telah mendanai penelitian ini dan kepada Hariyanto, Rifkah, Jundi dan Wijaya yang telah membantu dalam pengumpulan data penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Amaria, Suyono, Cahyaningrum, S.E., 2003, Pemanfaatan Saccharomyces cereviceae dari Limbah Industri Bir Sebagai Bahan Penyerap Kation Timbal Dalam Medium air, Lembaga Penelitian, Universitas Negeri Surabaya. Amaria, Suyono, Isnawati, 2000, Penghilangan Timbal Menggunakan Biomassa Saccharomyces cereviceae dari Limbah Industri Bir, Lembaga Penelitian Universitas Negeri Surabaya. Bailey SE., Olin TJ, Bricka RM, Adrian DD (1999) A review of Potentially Low-cost sorbent for heavy metals. Water Res. 33 : 2469-1658 Choi S.B. and Yun, Y.S.,. Lead Biosorption by Waste Biomass of Corynebacterium glutamicum Generated from Lysine Fermentation Process, Biotechnology Letter 26: 331-336. Gadd,G.M., 1990, In Biotechnology. Biosorption , Chemistry and Industry : 421 –426 Hancock,I.C.DR, 1996, Bioremediation of Heavy Metal pollution-possibilities and practicalities, the current position, Symposium and Workshop on Heavy Metal Bioaccumulation, IUC Biotecnologyy, Yogyakarta: Gadjah Mada University. Kapoor A , Viraraghavan T. (1998) Biosorption of Heavy metals on Aspergillus niger effect of pretreatment, Bioresour. Technol. 63, 109113 Kim, Tae Young, Sun-Kyu Park, Sung-Yong Cho, Hwan-Beom Kim, Yong Kang, Sang-Done Kim, dan Seung-Jai Kim, 2005. Adsorption of Heavy Metal by Brewery Biomass, Korean J. Chem. Eng., 22 (1) , 91-98. Kubiak,W.W.; Wang,J.and Darnall,D.W.,1989, Algae Columns with Anodic Strip-ping Voltammetric Detection, Anal.Chem., 61 : 468-471. Lewis,R., 1994, Biological Sorption, In Internet, Biorecovery System, Inc. Mahan, C.A. and Holcombe J.A.,1992, Immobilization of Algae on Silica Gel and Their Characterization for Trace Metal Preconcentration, Anal. Chem., 64, 19331939.
© Kimia ITS – HKI Jatim
Akta Kimindo Vol. 2 No. 2 Oktober 2007: 63-74
Oscik, J., 1982, Adsorption, Ellis Horwood Limited, England. Pagnanelli, F; Petrangeli, M.P.; Toto, L.;Trifoni,M. And Veglio,F. Biosorption of metal ions on Arthrobacter sp,: Biomass Characterization and biosorption modeling, Envronmental Science and Technology, 2000, 34, No. 13, p: 2773-2778. Ramelow, G.J.; Liu.L; HimelC.; Fralick, Zhao,Y.; and Tong C., 1993. The Analysis of dissolved metals in natural water after preconcentration on biosorbents of immobilized lichen and seaweed biomass in silica, Intern. J. Anal. Chem., 53, pp: 219232. Santosa, S.J, 2001. Adsorption Kinetics of Cd(II) and Cr (III) on Humic Acid, Proceeding of the 9th Seminar on Inorganic Chemistry, Yogyakarta, Indonesia, May 21, 2001. Sastrohamidjojo,H., 1992, Spektroskopi Inframerah, Liberty , Yogyakarta Schiewer, S. dan Volesky B.2000. Biosorption Processes for Heavy Metal Removal, Chapman and Hall, London. UK.
© Kimia ITS – HKI Jatim
Sehol, M. 2004. Immobilisasi Asam Humat Pada Kitin dan Alikasinya Sebagai Adsorben Cr(III), Tesis S2, Program Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Suh J.H., Yun J.W. and Kim D.S.,1998., Comparison of Pb2+ Accumulation Characteristics Between Live and Dead Cells of Saccharomyces cerevisiae and Aureobasidium pullulans, Biotechnology Letters, 20, No.3 : 247-251. Tong, C., Ramelow, U. S., and Ramelow, G. J., 1994, Evaluation of Polymeric Supports For Immobilizing Biomass To Prepare Sorbent Materials For Metals, Intern. J. Environ. Anal. Chem., 56, 175-191. Vieira, R.H.S.F. dan Volesky, B., 2000. Biosorption : a Solution to Pollution?., Internati. Microbiol., 3, 17-24 Vijayaraghavan, K, Joseph Raj Jegan, Kandasamy Palanivelu and Manickam Velan, 2004. CopperRemoval from Aqueous Solution by Marine Green Alga Ulva reticulata, Electronic Journal of Biotechnology, 7.1, 61-71. Volesky, B and Holan, Z.R., 1995, Biosorption of Heavy Metal, Biotechnol. Prog. 11, no.3.
73