MANTIQINYA PAK AMIR Ditulis oleh Prof. Dr. H. Duski Samad, M.Ag. Minggu, 10 Juni 2012 01:19
“Siapa saja yang tidak mengerti ilmu mantiq (ilmu logika), maka ilmunya tidak dapat dipercayai” demikian ungkapan ahli logika. Pengertian yang dipesankan oleh ungkapan ini adalah bahwa keterujian dan kehandalan keilmuan seeseorang ditentukan oleh kekuatan argumen, dalil, pilihan kata dan ketepatan susunan bahasa logis yang dipakai sehingga mudah dimengerti. Pola berbahasa, berpikir, dan berbicara Pak Amir Syarifuddin, sejak awal penulis tahu dengan beliau Februari 1983 lalu, selalu hemat kata-kata, lurus berfikir dan tajam analisisnya, itulah bukti beliau dikatakan sebagai orang mantiqi.
Perkenalan penulis dengan sosok Pak Amir Syarifuddin bermula ketika beliau diangkat menjadi Rektor IAIN Imam Bonjol Padang pada bulan Februari 1983. Saat itu penulis menduduki tahun kedua mahasiswa fakultas Ushuluddin yang masih berkampus di Jalan Jendral Sudirman No. 15 Padang. Kehadirannya di kampus IAIN Imam Bonjol menganti Sanusi Latief dapat diterima warga kampus dengan baik dan membawa perubahan yang cukup berarti. Buktinya, beberapa tahun saja kemudian beliau berhasil memperluas kampus ke Lubuk Lintah Padang, walaupun sebelumnya sudah dimulai, namun baru bisa pindah semua fakultas setelah tahun 1985 di masa kepemimpinannya.
Secara pribadi persentuhan penulis dengan beliau dalam koneksitas keilmuan langsung di kelas tidak begitu intens, karena bidang keilmuan ushul fiqh dan ilmu-ilmu fiqih yang diasuh Pak Amir di Fakultas Ushuluddin diajar oleh Pak Sudirman, lazim dipanggil ayah, sekitar empat bulan 2 kali seminggu pada tahun 1996 kami pernah belajar dengan beliau dalam satu paket program Studi Purnasarjana persiapan untuk melanjutkan pendidikan pada strata dua (S.2). M ata kuliah membaca kitab standar – kitab berbahasa arab gundul (tanpa harkat) - yang diasuh pak Amir saat studi purnasarjana itu sangat sulit dan oleh beliau mudah saja dan cepat dipahami. Kemampuannya mengunakan kaidah-kaidah nahu, saraf dan perangkat keilmuan bahasa arab lainnya serta mengunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah keunggulan yang sulit ditandingi.
Mumpuni dan dalamnya keilmuan pak Amir Syarifuddin secara mudah dapat diketahui ketika ia membaca kitab klasik yang berbahasa arab lama itu dan diikuti dengan terjemahan yang cepat dipahami dan pilihan kata yang tepat. Setiap kali beliau memberikan sambutan resmi, apalagi saat seminar atau diskusi kekaguman terhadap kompetensi kelimuannya yang kuat menjadi begitu terang. Pilihan kata bermakna, pengunaan kaidah ushul fiqh dan mantiq serta penguatan
1/5
MANTIQINYA PAK AMIR Ditulis oleh Prof. Dr. H. Duski Samad, M.Ag. Minggu, 10 Juni 2012 01:19
argumen dengan nash adalah cara cerdas yang selalu meluncur dari bibir guru besar fakultas Syariah yang saat ini sudah berstatus Profesor Emiritus ini. Siapa saja yang mengikuti alur pikirnya, cara pengunaan dalil, metode silogisme yang dipakainya, dan kecepatan menarik konklutif terhadap satu masalah yang ditunjukkan Pak Amir setiap kali rapat atau menyampaikan sambutan, pastilah ia akan berkesimpulan betapa kuatnya penguasaan logika atau mantiq beliau. Tidaklah berlebihan jika penulis mengatakan sepanjang penulis belajar sejak Pesanteren sampai jenjang strata tiga (S.3) bagi penulis Pak Amir merupakan guru mantiq yang belum ada tandingannya.
Sisi lain, ketokohan beliau yang penulis amati dan rasakan adalah kepribadiannya yang disegani mahasiswa, karyawan dan teman sejawat. Kehematannya dalam berbicara, kejelasannya dalam bertutur, kelurusan pola pikirnya, ketepatan dalam waktu, kecepatan dalam mengambil keputusan adalah kepribadiannya yang membuat katanya diikuti, prilakunya ditiru dan instruksinya dilaksanakan. Dikalangan mahasiswa sampai saat penulis tamat – tahun 1988 , masih priode pertama kepemimpinannya jadi Rektor IAIN Imam Bonjol – sebagai aktivis kampus kami juga mengkritisinya, namun beliau dapat menjelaskan masalah dipertanyakan de ngan tuntas dan jelas. Satu hal yang wajar, dalam ukuran saat sekarang, tidak mudah menemukan tokoh yang kuatnya kepribadiannya.
Kehebatan Pak Amir dalam mengunakan logika keilmuan dan menerapkannya dalam praktek kepemimpinan ditunjang tidak saja oleh bekal budaya Minangkabau tempat mana ia dilahirkan, akan tetapi ia juga mendalami filosofi dan aktualisasi kearifan lokal Adat Minangkabau itu sendiri. Disertasi Doktornya tentang Hukum Kewarisan Islam dalam Adat Minangkabau menjadi referensi utama dalam mengkaji bagaimana kedudukan harta pusaka tinggi dan pusaka rendah dalam Islam dan adat Minangkabau, ini dapat pula dijadikan bukti bahwa penulis disertasi ini begitu mendalam keilmuannya dalam Islam dan Adat Minangkabau. Disertasi Pak Amir mencoba memecahkan kebuntuan dan kepelikan soal pembahagian harta di Minangkabau. Sulit memang, mengatakan bahwa kajian tentang Islam dan Adat Minangkabau adalah masalah pelik, karena filosofi adat Minangkabau telah menetapkan bahwa adat bersandi syarak, syarak basandi kitabullah, sedangkan realitasnya soal pembahagian warisan belum juga tuntas antara mana yang harus diwarisi oleh kemanakan dan harta mana pula yang harus dibagi berdasarkan hukum faraidh Islam.
Pandangan lain yang tak boleh lupa dari diri seorang Amir Syarifuddin adalah ketokohannya yang dengan baik dapat memadukan antara dirinya sebagai seorang ulama dan sekaligus juga birokrat Pemerintah. Amanah umat sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia Sumatra Barat yang diembannya tentu memiliki konsekwensi khusus, misalnya dituntut untuk manasehati
2/5
MANTIQINYA PAK AMIR Ditulis oleh Prof. Dr. H. Duski Samad, M.Ag. Minggu, 10 Juni 2012 01:19
umara (Pejabat Pemerintah), ini tentu memerlukan kiat dan metode khusus, dipihak lain ia juga menyandang jabatan Rektor yang memiliki kepentingan dengan pejabat pemerintah, pastilah tidak mudah memposisikan diri dalam dua dunia yang berbeda. Kepiawaian menjalankan dua amanah yang saling menguatkan ini adalah suatu bahan ajar yang patut diwariskan dan diteladani generasi mendatang.
Keunggulan lain yang hemat penulis jarang dipunyai orang lain, tapi dimiliki oleh tokoh yang kita diskusikan ini (Amir Syarifuddin), adalah kecepatan dalam meresponi masalah. Sampai saat tulisan ini dibuat, setiap kali ada pertemuan, rapat dan pembahasan tentang keilmuan atau kepemimpinan jika beliau hadir, jarang sekali ia yang tidak memberikan respon pikiran terhadap masalah yang dibicarakan. Bisik-bisik dengan kawan-kawan penulis sendiri begitu juga yang didengar bahwa Pak Amir akan selalu memberikan solusi dan alternatif pikiran ketika kepadanya dikadukan masalah apapun, termasuk masalah pribadipun. Ia mampu memposisikan diri sebagai bapak dan teman dialog yang baik. Kalaupun ditemukan kelemahan atau kekurangan analisisnya terhadap masalah yang diberikannya tentu bahagian dari sifat manusiawi yang melekat dalam diri setiap insan.
Kesan lain yang tidak mudah penulis lupakan adalah gaya kepemimpinan beliau yang lebih banyak memilih sikap menunjukkan dengan perbuatan, ketimbang mengatakan dengan bahasa verbal. Contoh yang patut dikemukakan disini adalah Pak Amir hampir setiap pagi selama ia jadi Rektor sekitar jam 7.30 pagi sudah berdiri di depan gedung Rektorat Jln. Jendral Sudirman No.15 itu. Ia pandangi saja dosen, pegawai dan mahasiswa yang lalu lalang masuk gerbang kampus, tanpa ia tanyakan atau tegur, seolah-olahnya kehadirannya berdiri di sana sudah menjadi teguran bagi dosen, pegawai dan mahasiswa yang terlambat. Cara ini cukup efektif dan cara mudah untuk menegakkan disiplin di kampus Islami yang dipimpinnnya ini. Ketika rapat-rapat dinas juga demikian ia akan selalu hadir tepat waktu dan segera dimulai ketika waktu sesuai undangan tiba.
Pesan lain yang cukup berkesan bagi penulis dalam memaknai jalan kepemimpinan Pak Amir adalah sikap dan gayanya dalam memimpin rapat. Rapat-rapat dinas di IAIN yang dipimpinnya sebelum rapat dimulai, hasilnya seolah-olahnya sudah ada. Kecepatan menanggapi usulan, pendapat dan saran peserta rapat dan merumuskan hasil pemikiran yang berkembang dalam rapat sulit dibantah peserta. Keputusan yang dibacakan diakhir rapat hampir selalu sama dengan apa yang diingini beliau. Jarang sekali rapat yang tidak membuahkan hasil, apalagi kalau hasil itu diluar yang dimauinya.
Hal lain yang juga patut diteladani dari Pak Amir adalah komitmennya untuk tetap berkiprah dan berbuat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Ketika beliau memasuki masa pensiun –
3/5
MANTIQINYA PAK AMIR Ditulis oleh Prof. Dr. H. Duski Samad, M.Ag. Minggu, 10 Juni 2012 01:19
setelah berumur 70 tahun – di saat memberikan sambutan pada acara melepas secara resmi yang dilakukan oleh Fakultas Syariah IAIN Imam Bonjol, satu butiran kalimat yang beliau sampaikan adalah mohon beri saya kesempatan untuk tetap mengajar selagi kesehatan saya memungkinkan. Kecintaan dan pengabdiannya terhadap dunia keilmuan dan pendidikan ditunjukkan dengan kesediaan dan kesungguhannya mengajar pada jenjang strata satu (S.1) disamping tetap menjadi pengajar di jenjang strata dua (S.2) Pascasarjana IAIN Imam Bonjol Padang. Buku dan tulisan yang beliau hasilkan adalah bukti lain yang menegaskan betapa ia sosok yang peduli dan perhatian pada bidang keilmuan dan pendidikan.
Dalam hal pengabdian di lembaga umat kehadiran Prof. Dr. Amir Syarifuddin tidak dapat dipandang ringan. Kepercayaan ulama Sumatra Barat menjadikan beliau sebagai ketua umum MUI Sumatra Barat, amanah sebagai ketua Majelis Ulama Indonesia Nasional, jabatan beliau sebagai ketua umum Badan Amil Zakat, Infak dan Sadaqah (BAZIS) Sumatra Barat adalah fungsi strategis yang sudah dilalui dan dijalani dengan baik dan sukses. Dalam kepemimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Propinsi Sumatra Barat figur beliau sampai saat ini adalah tokoh panutan dan tempat bertanya, serta tetap menjadi panasehat.
Tulisan tentang Pak Amir yang hadir dihadapan pembaca ini, murni dari pengamatan dan interaksi sosial yang telah penulis lewati bersama beliau selama lebih kurang 29 (dua puluh sembilan tahun) dari tahun 1983-2012. Tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa pandangan ini adalah bahagian dari refleksi seorang murid terhadap seorang guru yang lebih didasarkan pada logika obyektif dan subyektif. Logika obyektif yang dimaksudkan adalah pendapat penulis yang lahir berdasarkan kerangka keilmuan yang ada. Maksud dari subyektif adalah pendapat penulis yang lahir karena bias kekaguman dan pengidolaan penulis terhadap beliau. Patut, disampaikan dalam berbagai kesempatan dihadapan publik penulis sering kali menjadikan beliau sebagai model ulama di era moderen yang mestinya dijadikan teladan oleh generasi mendatang.
Tidak ada maksud menyederhanakan peran beliau, hanya saja ada pihak yang menyampaikan kepada penulis mengapa ulama sekarang tidak cukup kuat melahirkan lembaga pendidikan tempat persemaian pimpinan umat. Pihak yang mengkritisi peran ulama di era global ini – khususnya Sumatra Barat (Baca Minangkabau) – menyatakan bahwa ulama saat ini jauh tertinggal dari ulama masa lalu di era sebelum kemerdekaan. Kharisma dan ketokohan ulama Sumatra Barat sekarang belum dapat menyamai ketokohan dan pengaruh ulama masa lalu. Sulit memang mencari sosok ulama sekaliber Inyiak Candung, Inyiak Parabek, Hamka, Natsir
4/5
MANTIQINYA PAK AMIR Ditulis oleh Prof. Dr. H. Duski Samad, M.Ag. Minggu, 10 Juni 2012 01:19
dan tokoh seangkatannnya, namun ulama dan tokoh umat di era moderen ini tentu profil, performance dan kompetensinya jelas berbeda karena tantangan yang dihadapi berlainan pula.
Mengakhiri tulisan ini perlu disampaikan bahwa mengambarkan seseorang tentu tidak akan cukup dengan beberapa untaian kata saja, sisi kehidupan yang cukup luas jelas tidak akan mudah diterangkan dalam halaman yang terbatas. Oleh karena itu, dari lubuk hati yang dalam penulis mohon maaf kepada yang mulia guru kami Prof. Dr. H. Amir Syarifuddin diiringi doa semoga kesehatan dan kebaikan selalu menyertai bapak dan keluarga. Amin. DS.120112
5/5