PENGARUH MOTIVASI PEMBELIAN RASIONAL MOTIVASI PEMBELIAN EMOSIONAL DAN HARGA DIRI TERHADAP LOYALITAS MEREK HANDPHONE PADA REMAJA
MILKA
Villa Taman Kartini Blok C2/14 Bekasi Timur
[email protected]
ABSTRAK
Penelitian dilakukan terhadap remaja pemakai handphone Nokia, dengan tujuan mengetahui pengaruh motivasi pembelian rasional, motivasi pembelian emosional dan harga diri (ketiganya disebut variabel bebas) terhadap loyalitas merek (variabel terikat). Uji Asumsi penelitian ini menggunakan regresi ganda. Hasilnya menunjukan adanya pengaruh yang signifikan dari motivasi pembelian rasional dan motivasi pembelian emosional terhadap loyalitas merek. Dan tidak ada pengaruh yang signifikan dari variabel harga diri terhadap loyalitas merek. Serta
1
ada pengaruh yang signifikan dari gabungan variabel motivasi pembelian rasional, motivasi pembelian emosional dan harga diri terhadap loyalitas konsumen. Meskipun hasil uji regresi menunjukkan nilai determinasi motivasi pembelian emosional lebih besar dari motivasi pembelian rasional, namun uji regresi peraspek menunjukkan bahwa nilai determinasi yang paling besar dimiliki salah satu aspek rasional yaitu teknologi.
Kata Kunci :
Loyalitas merek, Motivasi pembelian rasional, Motivasi pembelian emosional, Harga diri, dan Regresi ganda.
PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Konsumen adalah orang yang menentukan berhasil atau tidaknya suatu produk atau jasa, sehingga fokus setiap usaha pemasaran di dalam suatu ekonomi pasar harus terletak pada konsumen. Oleh sebab itu marketer perlu memahami sikap dan tingkah laku konsumen (Hou, 1997). Hawkins dkk (1998) menyatakan bahwa marketer harus memahami segmentasi pasar dan bagaimana tingkah laku konsumen yang berbeda-beda antara satu segmen
2
dengan segmen lainnya, agar marketer dapat membuat strategi pemasaran yang berhasil. Di dalam suatu masyarakat yang luas, dengan kebudayaan dan sub kebudayaan yang berbeda-beda seringkali terdapat bermacam-macam nilai-nilai dan keyakinan. Marketer perlu memahami hal ini agar dapat membuat segmentasi pasar yang efektif (Schiffman & Kanuk, 2000). Pembeli yang setia menghasilkan keuntungan dan efisiensi yang lebih besar terhadap perusahaan, karena biaya untuk mempertahankan konsumen yang lama biasanya lebih rendah daripada biaya untuk menarik minat konsumen yang baru (http:// www.acnielsen.com/services/custom/p13.htm). East (1997) menyatakan bahwa Loyalitas Merek akan meningkatkan profit. Perusahaan akan mendapat keuntungan jika konsumen cenderung lebih memilih produk merek mereka dibandingkan produk merek yang lain. Keuntungan ini akan semakin bertambah jika kecenderungan ini dapat dijaga dalam jangka waktu yang lama. Loyalitas Merek dapat mengurangi biaya yang diperlukan untuk promosi. Selain itu, Loyalitas Merek juga dapat mempersulit kompetitor untuk memasuki pasar. Oleh sebab itu tidak heran jika Loyalitas Merek adalah sebuah topik yang banyak menjadi perhatian para marketer. Setiap perusahaan berusaha untuk
3
mendapatkan sekelompok konsumen tetap yang sudah tidak ragu-ragu lagi akan kualitas produk atau jasa yang mereka hasilkan (Loudon & Bitta,1998). Dalam tingkat yang sederhana, Loyalitas Merek berarti pembelian yang konsisten terhadap suatu merek atau jasa dalam suatu kategori. Jika suatu merek dibeli secara konsisten, hal ini diasumsikan bahwa proses belajar sudah terjadi dan bila terdapat beberapa masalah di pasaran, seperti perubahan harga, maupun adanya persaingan dari merek lain, konsumen akan tetap membeli merek yang sama, bahkan ketika stok tidak ada atau terbatas, konsumen akan tetap berusaha membeli meskipun dengan cara indent. Loyalitas Merek merupakan hasil dari pertumbuhan kebiasaan konsumen. Bila pembelian produk sudah merupakan suatu kebiasaan, konsumen cenderung membeli produk tanpa membandingkannya dengan merek lain (Schiffman & Kanuk, 2004). Loyalitas Merek merupakan suatu kecenderungan (bukan secara sembarangan) dari tanggapan perilaku konsumen yang ditunjukkan dengan pembelian. Pembelian tersebut dilakukan dalam jangka waktu yang lama dengan beberapa kali pengambilan keputusan. Konsumen dapat loyal pada lebih dari satu merek pada waktu yang sama. Dari tujuh sampai sepuluh merek yang ada, konsumen dapat loyal terhadap dua atau tiga merek setelah menyeleksinya. Loyalitas Merek merupakan hasil beberapa proses evaluasi dari pembelian suatu produk sebelumnya. Ketika memiliki Loyalitas Merek
4
terhadap suatu merek tertentu, konsumen secara aktif menyukainya dan mempunyai komitmen serta sikap positif terhadap merek tersebut ( Mowen, 1987). Pada awalnya seorang konsumen dapat menjadi setia terhadap suatu merek dan tertarik terhadap produk yang ditampilkan melalui beberapa cara, antara lain adalah dengan melakukan pembelian bermacam-macam merek dalam suatu periode waktu. Berdasarkan pengalaman mereka dalam menggunakan merek- merek produk tersebut dan informasi yang kemudian mereka peroleh, mereka memutuskan merek mana yang disukai. Dalam hal ini merek berfungsi sebagai petunjuk bagi konsumen untuk mengenali produk mana yang memuaskan mereka sebelumnya (Violitta dan Hartanti 1996). Kelompok konsumen lainnya mencoba dengan strategi pencarian suatu merek, mencari dan mengevaluasi. Jika merek tersebut memuaskan, konsumen berhenti mencari merek lain dan secara konsisten mengkonsumsi merek yang memuaskan tersebut. Sebaliknya bila suatu merek tidak memuaskan konsumen akan memilih merek lain dan di evaluasi. Proses ini terus berlangsung sampai konsumen menemukan produk yang bisa memenuhi kriteria kepuasan mereka. Di pihak lain ada sekelompok konsumen yang hanya sedikit mengadakan evaluasi dibandingkan orang lain. Ada juga beberapa konsumen yang memilih merek yang disukai serta secara kontinyu dibelikan oleh orang tuanya, sedangkan sebagian konsumen lainnya
5
membeli berdasarkan laporan evaluasi dari yayasan lembaga konsumen sebagai pedoman (Fisardo dkk, 1998). Menurut Hill dan Jones (1995) perusahaan perlu melakukan beberapa hal untuk membangun Loyalitas Merek terhadap produk mereka, diawali dengan mengiklankan merek dan nama perusahaan pada waktu-waktu tertentu, mensahkan hak paten produk, inovasi produk melalui program riset dan pengembangan, pengutamaan terhadap produk-produk unggulan dan after sales service yang memuaskan. Menurut Schiffman & Kanuk (2004)) motivasi merupakan salah satu faktor yang dapat mengembangkan Loyalitas Merek selain faktor pengulangan dan persepsi terhadap pengalaman. Motivasi dapat digunakan untuk memelihara Loyalitas Merek konsumen lama terhadap produk-produk yang sudah beredar di pasaran maupun produk inovatif; selain itu motivasi juga menciptakan Loyalitas Merek pada konsumen baru terhadap produk-produk baru. Sejumlah peneliti tingkah laku konsumen membedakan motivasi konsumen menjadi dua bagian, motivasi pembelian rasional dan motivasi pembelian emosional. Mereka menggunakan istilah rasional untuk pengertian tradisional ekonomis yang mengasumsikan bahwa konsumen bertingkah laku secara rasional dengan menyadari semua alternatif pilihan secara seksama dan memilih pilihan yang memberikan kegunaan yang paling besar secara hati-hati (Schiffman & Kanuk, 2004).
6
Dalam konteks pemasaran, istilah motivasi pembelian rasional menunjuk kepada konsumen yang membeli berdasarkan kriteria yang objektif seperti misalnya ukuran, berat, harga atau volume barang, sedangkan motivasi emosional menunjuk kepada konsumen yang membeli berdasarkan kriteria yang subjektif seperti misalnya kebanggaan atau status (Schiffman & Kanuk, 2004). Konsumen yang membeli suatu produk berdasarkan motivasi rasional lebih mengutamakan pertimbangan ekonomis seperti kualitas produk, harga, efisiensi, pelayanan dan tersedianya barang. Konsumen lebih mendasarkan putusannya pada faktor-faktor eksternal diluar dirinya seperti mencari informasi terlebih dahulu tentang produk yang akan dibelinya dan mempercayai informasi tersebut dengan pertimbangan
rasional.
Konsumen
bertindak
secara
rasional
ketika
mempertimbangkan semua alternatif dan pilihan yang ada untuk memberikan manfaat terbesar bagi dirinya, dengan kata lain konsumen mendasarkan putusannya pada kriteria objektif. Konsumen yang membeli produk berdasarkan motivasi emosional lebih mendasarkan putusannya pada kriteria subjektif dan faktor-faktor internal yang ada didalam dirinya, seperti harga diri, pengungkapan rasa cinta dan kenyamanan (Violitta dan Hartanti, 1996). Selain Loyalitas Merek dan motivasi pembelian, ada satu variabel lainnya yang akan diteliti dalam penelitian ini yaitu harga diri (self esteem).
7
Westen
(1996)
mengartikan
harga
diri
sebagai
derajat
penerimaan,
penghormatan dan penghargaan diri seseorang. Harga diri adalah pengukuran seseorang secara menyeluruh terhadap keadekuatan dan keberhargaan dirinya (Weiten, 1992). Menurut Dickson (dalam Lewis dan Littler 1999), mengekpresikan harga diri adalah salah satu alasan konsumen menjadi loyal terhadap suatu merek tertentu. Dickson menyebutnya identity loyalty, konsumen setia terhadap sebuah merek karena merasa merek tersebut dianggap dapat meningkatkan atau mempertahankan harga dirinya. Sebagai contohnya adalah
kesetiaan konsumen terhadap mobil merek
Porche. Engel dkk (1995) menyatakan bahwa barang-barang yang dimiliki seseorang memegang peranan penting untuk menghubungkan orang tersebut dengan masa lalunya. Seringkali terdapat benda-benda tertentu yang dapat membangkitkan kenangan dan atau menyajikan nostalgia yang sama meskipun dalam situasi yang berbeda-beda. Hal ini membuat barang-barang dapat dinilai lebih dari sekedar kegunaannya (utilitarian features). Salah satu penelitian terhadap kaum muda di Jepang, menunjukkan bahwa konsumen melakukan pencarian informasi dan proses pembelian terhadap produk yang sesuai dengan self image mereka. Mungkin itulah sebabnya, iklan dengan daya tarik yang sesuai dengan self image mereka (misalnya menggunakan model yang
8
sesuai dengan usia mereka), dinilai mempunyai pengaruh yang lebih efektif baik kepada brand memory, brand attitude maupun intensi pembelian (Engel dkk, 1995). Solomon (2004) menyebutkan istilah self esteem advertising, dimana produsen berusaha mengubah sikap konsumen terhadap produk dengan cara menstimulasi perasaan yang positif terhadap diri sendiri. Strateginya adalah dengan cara menantang harga diri konsumen dan lalu menampilkan produk sebagai solusinya. Salah satu produk yang saat ini dianggap sebagai solusi dalam berkomunikasi adalah telepon genggam atau yang cukup familiar dengan sebutan handphone. Handphone sebagai alat bantu telekomunikasi merupakan produk yang penuh dengan teknologi dan inovasi. Berbagai inovasi dalam sejumlah spesifikasi seperti nada dering, warna layar, permainan, pengiriman pesan serta berat dan ukuran, meramaikan kompetisi antara sejumlah perusahaan produsen produk ini. Berbagai inovasi ini seringkali mengundang para pengguna handphone untuk mengganti handphone lamanya, dengan handphone baru yang lebih inovatif. Hasil survei konsultan penelitian pasar, Gartner memaparkan bahwa penjualan handphone di seluruh dunia meningkat cukup besar di caturwulan kedua tahun 2004. Penjualan ponsel mencapai angka 156,4 juta unit di seluruh dunia. Angka ini 35 persen lebih tinggi dibanding penjualan handphone di caturwulan kedua tahun sebelumnya (http://www.kompas.com/teknologi/news/ 0409/05/124128.htm).
9
Untuk tahun 2009, khususnya pada kuartal kedua, Gartner melaporkan angka penjualan sebesar 286,1 juta unit di seluruh dunia. Dari angka tersebut Nokia masih memimpin dengan total penjualan 105,4 juta unit, disusul Samsung dengan 55,4 juta unit dan LG yang menjual 30,4 juta unit (http://news.id.msn.com/okezone/gadget/ article.aspx?cp-documentid=3528540). Sebagaimana hasil penelitian gartner mengenai penjualan handphone di seluruh dunia, Nokia juga mendominasi pasar penjualan handphone di Indonesia. Menurut data survei AdMob, salah satu pemberi layanan periklanan handphone terbesar, market share Indonesia di tahun 2008 dikuasai dengan telak oleh Nokia. Nokia memperoleh
63.9%,
diikuti
oleh
Sony
Ericsson
sebesar
26.6%
(http://gadnix.com/2009/04/market-share-ponsel-di-indonesia/) Salah satu pangsa terbesar dari produk handphone di Indonesia adalah para remaja. Sejumlah penelitian menyebutkan bahwa kalangan remaja menggunakan handphone untuk berbagai kepentingan, tidak hanya untuk kepentingan-kepentingan yang bersifat formal, tapi juga untuk hal-hal yang berkesan kurang penting, seperti misalnya untuk saling mengirimkan lelucon, gambar, ringtone, dan juga untuk melakukan kecurangan pada saat ujian. Meskipun sudah banyak merek-merek handphone lainnya, Nokia tetap memiliki pemakai setia yang ditandai dengan preferensi yang tinggi terhadap produk Nokia,
10
menolak menggunakan produk merek lain, dan secara sukarela menceritakan mengenai pengalaman-pengalaman positifnya dalam menggunakan produk Nokia. Penelitian ingin meneliti, hal-hal apa yang mempengauhi Loyalitas Merek tersebut, terutama berkaitan dengan motivasi pembelian dan harga diri konsumen. Apakah Loyalitas Merek lebih dipengaruhi oleh motivasi pembelian rasional atau lebih dipengaruhi oleh motivasi pembelian emosional? Apakah pertimbangan ekonomis seperti kualitas produk, harga, efisiensi, pelayanan dan tersedianya barang lebih mendasari Loyalitas Merek produk ini? Ataukah kesetiaan konsumen produk handphone lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor emosional seperti harga diri, pengungkapan rasa cinta dan kenyamanan? Selain itu, seberapa besar pengaruh harga diri terhadap Loyalitas Merek? Apakah harga diri yang tinggi secara otomatis berpengaruh terhadap Loyalitas Merek yang tinggi? Peneliti
mengambil
produk
handphone
karena
mengingat
pesatnya
perkembangan penjualan industri handphone pada saat ini. Selain itu, cepatnya perubahnya teknologi, tingkat persaingan yang ketat, dan sifat inovatif yang tinggi juga menjadi alasan peneliti untuk menjadikan handphone sebagai objek penelitian. Sedangkan remaja dipilih sebagai responden penelitian karena usia remaja adalah salah satu pangsa konsumen terbesar.
11
Data mengenai motivasi pembelian, harga diri, dan Loyalitas Merek diperoleh melalui instrumen penelitian berupa kuesioner. Validitas dan reliabilitas alat pengumpulan data akan diperiksa melalui uji korelasi produk momen dari Pearson, sedangkan besarnya pengaruh motivasi pembelian dan harga diri terhadap kesetiaan konsumen akan diukur melalui teknik analisis regresi ganda.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memeriksa apakah ada pengaruh yang signifikan dari variabel motivasi pembelian rasional, variabel motivasi emosional dan harga diri terhadap Loyalitas Merek handphone pada remaja.
12
TINJAUAN PUSTAKA
Loyalitas Merek Loyalitas Merek merupakan suatu sikap positif terhadap suatu merek sehingga menghasilkan pembelian secara konsisten dalam jangka waktu yang lama (Assael, 1992). Schiffman & Kanuk (2004) mengemukakan Loyalitas Merek berarti preferensi dan atau pembelian yang konsisten terhadap suatu merek barang atau jasa yang sama. Engel dkk (1995) menyatakan bahwa Loyalitas Merek adalah kebiasaan yang sulit untuk diubah dalam pembelian suatu produk atau jasa, kebiasaan ini seringkali melibatkan konsumen secara mendalam. Sedangkan Mowen & Minor (2002) mendefinisikan Loyalitas Merek sebagai sejauh mana seorang pelanggan menunjukkan sikap positif terhadap suatu merek, mempunyai komitmen terhadap Merek tertentu, dan berniat untuk terus membelinya di masa depan. Bagi banyak marketer ada dua tujuan utama mempelajari tingkah laku konsumen yaitu: meningkatkan market share dan meningkatkan Loyalitas Merek konsumen. Kedua tujuan ini memiliki ketergantungan satu sama lain: ketika Loyalitas Merek meningkat, market share juga cenderung meningkat, atau setidaknya stabil.
13
Sebaliknya dengan porsi market share yang besar, produk juga memiliki position yang besar, produk juga mendapatkan proporsi yang lebih besar dalam kelompok pembeli setia. Para marketer memfokuskan semua dana promosi mereka dalam rangka mencoba menanamkan kepada konsumen bahwa merek mereka adalah merek terbaik dan produk mereka adalah solusi terbaik untuk permasalahan yang dihadapi konsumen (Schiffman & Kanuk, 2000). Branding adalah sebuah strategi pemasaran yang seringkali dapat memberikan manfaat yang menyeluruh. Konsumen membentuk preferensi terhadap merek tertentu dan mereka dapat tidak beralih pada merek lain seumur hidup mereka. Sebuah penelitian yang dilakukan Boston Consulting Group terhadap pemimpin pasar di 30 kategori produk menemukan bahwa 27 dari 30 kategori produk tersebut yang menjadi nomor satu pada 1930an, tetap menjadi yang teratas lebih dari 50 tahun kemudian (Solomon, 2004). Schiffman & Kanuk (2000) mengungkapkan Loyalitas Merek adalah salah satu cara konsumen untuk menghindari resiko kesalahan dalam pembelian. Dengan membeli produk yang sudah pernah memuaskan mereka konsumen dapat terhindar dari kesalahan pembelian daripada mereka membeli sebuah produk baru, atau produk yang belum pernah dicoba sebelumnya. Selain itu, Schiffman & Kanuk juga menambahkan bahwa ketika konsumen sama sekali tidak memiliki pengalaman mengenai sebuah jenis produk, mereka cenderung memilih produk yang sudah
14
terkenal. Konsumen cenderung berpikir bahwa produk dengan merek yang sudah terkenal lebih baik dan lebih layak untuk dibeli. Reichheld (dalam Pringle dan Thompson, 1999) mengkalkulasikan bahwa peningkatan 5% dalam Loyalitas Merek dapat menghasilkan peningkatan keuntungan mendasar sebesar 50-70%. Kesetiaan konsumen adalah hal yang penting ketika muncul alternatif – alternatif barang dan jasa lainnya (barang subtitusi) yang dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Konsumen-konsumen yang loyal biasanya menunjukkan reaksi resistensi terhadap munculnya produk-produk subtitusi, meskipun barang atau jasa yang biasa mereka gunakan sedang tidak ada di pasaran (Engel dkk, 1995). Jika suatu merek dibeli secara konsisten, hal ini diasumsikan bahwa proses belajar sudah terjadi dan bila terdapat beberapa masalah di pasaran, seperti perubahan harga, habisnya stok barang, maupun adanya persaingan dari merek lain, konsumen akan tetap membeli merek yang sama. Loyalitas
merek merupakan hasil dari
pertumbuhan kebiasaan konsumen. Bila pembelian produk sudah merupakan suatu kebiasaan, konsumen cenderung membeli produk tanpa membandingkannya dengan merek lain (Schiffman & Kanuk, 2004). Para peneliti penganut aliran behavioral yang mendukung teori instrumental learning percaya bahwa Loyalitas Merek bermula dari saat pertama mencoba sebuah produk dan dikuatkan olah kepuasan yang dirasakan setelah memakai produk tersebut
15
dan mendorong terjadinya pembelian kembali. Para peneliti aliran cognitive disisi lain menekankan peran dari sebuah proses mental dalam membangun sebuah Loyalitas Merek. Mereka percaya bahwa konsumen melakukan tingkah laku pemecahan masalah yang melibatkan merek dan atribut-atribut pembanding, hal ini menghasilkan preferensi yang kuat terhadap merek tertentu, dan kemudian menuntun kepada tindakan pembelian kembali (Schiffman & Kanuk 2000) Schiffman dan kanuk (2004) juga menyebutkan empat tahapan dalam Loyalitas Merek, berikut dengan ciri yang menandakannya. Keempat tahapan tersebut adalah: a. Kognitif Kesetiaan terhadap informasi seperti harga, keunggulan dan sebagainya. b. Afektif Kesetiaan untuk menyukai produk merek tertentu: “Saya membelinya karena saya menyukainya” c. Konatif Kesetiaan terhadap suatu penekanan: “Saya berkomitmen untuk membelinya” d. Aksi Kesetiaan dalam aksi pembelian, adanya usaha untuk mengatasi rintanganrintangan yang menghalangi pembelian.
16
Motivasi Pembelian Rasional Motivasi rasional adalah motivasi yang didasarkan pada fakta-fakta yang ditunjukkan oleh suatu produk. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dapat berupa faktor ekonomi seperti: faktor penawaran, permintaan, dan harga. Selain itu juga faktor kualitas, layanan, ketersediaan barang, ukuran, kebersihan, efesiensi dalam penggunaan, keawetan, dapat dipercaya dan keterbatasan waktu yang ada pada konsumen (Fisardo dkk, 1998). Solomon (2004) menyebut motivasi pembelian rasional sebagai kebutuhan utilitarian yaitu suatu hasrat untuk memperoleh keuntungan fungsional atau praktikal dari produk yang dikonsumsi. Schiffman & Kanuk (2004) menyatakan bahwa istilah rasional digunakan pada saat konsumen bertindak rasional dengan secara hati-hati mempertimbangkan semua alternative yang ada dan memilih alternative yang memberikan keuntungan terbesar. Motif rasional juga menyangkut masalah seperti harga (price), biaya penggunaan (cost in use), dan daya tahan (durability), lamanya pemakaian yang bermanfaat (length of useful usage), reliabilitas (reliablity), dan layanan (servicing). Konsumen bertindak rasional pada saat menentukan secara hati-hati semua alternatif dan pilihan terhadap suatu produk yang memberikan manfaat terbesar baginya. Dalam konteks pemasaran, motivasi ini terjadi pada saat konsumen memilih
17
tujuan pembelian berdasarkan seluruh kriteria objektif seperti misalnya ukuran, berat, harga, atau ukuran perkemasan (Schiffman & Kanuk 2004).
Motivasi Pembelian Emosional Persahabatan, martabat, hak dan simbol status dapat mempengaruhi putusan pembelian konsumen. Seringkali emosional lebih diutamakan daripada pertimbangan rasional. Motivasi emosional adalah motivasi pembelian yang berkaitan dengan perasaan atau emosi individu, seperti pengungkapan rasa cinta, kebanggaan, kenyamanan, kesehatan, keamanan, dan kepraktisan. (Violitta dan Hartanti, 1996; Fisardo dkk,1998). Schiffman & Kanuk (2004) menyatakan bahwa istilah emosional digunakan pada saat pilihan pembelian ditentukan berdasarkan kriteria selektif yang subjektif. Beberapa faktor yang termasuk dalam motivasi emosi adalah keamanan, kenyamanan, ego, kebanggaan, rekreasi, seks, persaingan, kesehatan, kepraktisan, dan lain-lain (Huey, 1991). Menurut Swastha & Handoko (1982), motivasi emosional adalah pembelian yang berkaitan dengan perasaan atau emosi seseorang dan bersifat subjektif seperti pengungkapan rasa cinta, kebanggaan, dan sebagainya.
18
Pembelian yang didasari motivasi emosional terjadi pada saat proses penyeleksian barang atau jasa, didasari oleh alasan yang subjektif dan pribadi, seperti misalnya kebanggaan, ketakutan, afeksi atau status. Asumsi yang menggarisbawahi perbedaan antara motivasi pembelian emosional dan motivasi pembelian rasional, adalah motivasi pembelian emosional seringkali dianggap tidak memperhitungkan kegunaan atau kepuasan secara maksimal, namun demikian cukup beralasan untuk mengatakan bahwa konsumen selalu mencoba untuk menyeleksi alternatif-alternatif yang menurut mereka dapat memberikan kepuasan yang maksimal. Cukup jelas bahwa ukuran kepuasan adalah suatu hal yang sifatnya sangat personal, didasari oleh struktur kebutuhan dari masingmasing individu, pengalaman masa lalu dan tingkah laku (yang dipelajari) dari lingkungan. Apa yang terlihat tidak rasional bagi orang lain, dapat dianggap rasional dalam pemikiran konsumen itu tersebut. Contoh seseorang yang melakukan operasi plastik untuk terlihat lebih muda, terlihat menggunakan sumber daya ekonomi yang signifikan seperti biaya operasi, waktu untuk masa pemulihan, ketidaknyamanan dan resiko yang cukup besar jika terjadi kesalahan dalam pembedahan. Bagi orang tersebut, tujuannya adalah terlihat lebih muda, dan semua biaya dan resiko yang ditanggung adalah hal yang sangat rasional. Namun bagi banyak orang lain dalam budaya yang sama, yang tidak terlalu menaruh perhatian terhadap usia, atau
19
penampilan, tindakan yang dilakukan oleh orang tersebut tidak rasional (Schiffman dan Kanuk 2004).
Harga Diri Westen
(1996)
mengartikan
harga
diri
sebagai
derajat
penerimaan,
penghormatan dan penghargaan diri seseorang. Halonen dan Santrock (1998) mengemukakan bahwa harga diri adalah dimensi afeksi dan evaluasi dari konsep diri. Weiten (1992) menyebutkan bahwa harga diri adalah pengukuran seseorang secara menyeluruh terhadap keadekuatan dan keberhargaan dirinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Deaux dkk (1993) bahwa harga diri adalah evaluasi terhadap diri baik secara positif maupun negatif dan Perera (2002) yang berpendapat bahwa harga diri adalah opini yang seseorang miliki tentang dirinya. Reasoner (2000) berpendapat bahwa harga diri terdiri dari tiga aspek yaitu aspek kognisi, afeksi dan tingkah laku. Aspek kognitif menggambarkan kesadaran individu tentang perbedaan antara ideal self dan real self, apa yang seseorang inginkan tentang dirinya dan keadaan dirinya yang sebenarnya, penilaian yang realistik tentang diri sendiri. Aspek emosi berkaitan dengan perasaan atau emosi mengenai perbedaan ideal self dan real self tersebut. Sedangkan aspek tingkah laku dinyatakan dalam tingkah laku asertif, bersemangat, tegas dan menghormati orang lain.
20
Dinamika Pengaruh Harga Diri dan Motivasi Pembelian Terhadap Loyalitas Merek Loyalitas Merek telah menjadi salah satu hal yang penting dalam pembahasan prilaku konsumen. Sejumlah penelitian yang telah diuraikan, telah menunjukkan manfaat Loyalitas Merek bagi perusahaan. Terutama dalam mempertahankan pelanggan dan meningkatkan penjualan. Salah satu industri yang harus memperhatikan topik bahasan ini adalah industri telepon genggam atau yang saat ini sudah lebih di kenal dengan istilah bahasa asingnya, handphone. Handphone saat ini telah bergeser dari kebutuhan tertier menjadi kebutuhan sekunder atau bahkan kebutuhan primer bagi sebagian besar orang. Handphone yang dulu dianggap sebagai barang mewah sekarang telah dianggap sebagai sebagai salah satu kebutuhan utama untuk berkomunikasi. Tingkat pengguna Handphone di Indonesia terus berkembang pesat, apalagi sesudah terjadinya kompetisi tarif yang cukup signifikan antara operator handphone, baik GSM maupun CDMA. Tarif pemakaian Handphone yang dahulu terbilang mahal, sekarang semakin terjangkau, sehingga tingkat penggunaan dan kepemilikan handphone serta rasa kebutuhan akan adanya handphone semakin bertambah. Semakin cepatnya perubahan teknologi, dan inovasi-inovasi yang dihasilkan, membuat tingkat kecepatan keluarnya produk-produk jenis baru juga semakin bertambah. Seseorang yang membeli handphone baru, tidak harus membeli
21
handphone yang baru karena handphone lamanya sudah rusak. Ia dapat saja membeli handphone baru, karena handphone lamanya tidak memiliki fitur-fitur terbaru yang ia inginkan. Dengan demikian tingkat pembelian dan kepemilikian handphone terus bertambah. Diantara sekian banyak produsen telepon genggam yang beredar di Indonesia, Nokia adalah salah satu yang paling well known dan memiliki pangsa terbesar. Pengguna Handphone merek Nokia banyak yang merupakan pengguna setia yang cenderung hanya mau memakai merek Nokia saja. Solomon (2004) mengungkapkan Loyalitas Merek dapat dipicu oleh preferensi customer yang berdasarkan alasan objektif, tetapi setelah sebuah merek dikenal untuk sekian lama, maka alasan-alasan emosional juga mengambil peranan, baik melalui penggabungan dengan image diri konsumen itu sendiri maupun dalam asosiasinya dengan pengalaman sebelumnya. Dalam penelitian ini, dibahas motivasi pembelian dalam pengelompokkannya sebagai motivasi pembelian rasional dan motivasi pembelian emosional. Kedua motivasi pembelian ini dipercaya dapat mempengaruhi Loyalitas Merek secara bersama-sama. Namun apakah Loyalitas Merek lebih disebabkan oleh faktor-faktor pembelian yang bersifat rasional atau faktor-faktor pembelian yang emosional? Selain itu terdapat variabel lain yang dapat mempengaruhi Loyalitas Merek. Dickson (dalam Lewis dan Littler 1999) mendeskripsikan beberapa tipe dari
22
Loyalitas Merek yang berhubungan dengan alasan mereka menjadi loyal. Salah satunya identity loyalty, yang merupakan sebuah ekpresi yang meningkatkan harga diri, misalnya mobil Porsche. Konsumen setia terhadap sebuah merek karena merasa merek tersebut dapat meningkatkan atau mempertahankan harga dirinya. Nokia sebagai salah satu produsen Handphone terbesar di dunia, dengan branding yang menggunakan icon-icon modern seperti artis-artis terkenal bisa jadi dianggap sebagai merek yang lebih prestisious dibandingkan merek lainnya. Namun sebaliknya, Loyalitas Merek juga dapat disebabkan oleh harga diri yang rendah. Adedamola, dalam penelitiannya terhadap Loyalitas Merek hotel menemukan adanya hubungan yang signifikan antara harga diri dengan Loyalitas konsumen, dimana konsumen dengan harga diri yang rendah cenderung memiliki Loyalitas Merek yang tinggi. Branden (2000) menyebutkan salah satu ciri individu yang memiliki harga diri rendah adalah takut dalam mengambil resiko. Dalam proses pembelian, terdapat resiko-resiko yang harus diambil konsumen ketika mengambil keputusan memilih suatu barang atau jasa. Schiffman dan Kanuk (2004) mengungkapkan salah satu cara konsumen mengendalikan resiko-resiko tersebut adalah dengan setia terhadap merek yang sudah pernah memuaskan mereka. Konsumen yang banyak mempertimbangkan resiko-resiko dari suatu produk atau jasa, biasanya lebih memilih loyal terhadap suatu merek daripada membeli produk baru yang belum mereka kenal.
23
Hipotesis Berdasarkan uraian diatas, maka dapat ditarik beberapa hipotesis, yaitu: 1. Terdapat pengaruh yang signifikan motivasi pembelian rasional terhadap Loyalitas Merek 2. Terdapat pengaruh yang signifikan motivasi pembelian emosional terhadap Loyalitas Merek 3. Terdapat pengaruh yang signifikan harga diri terhadap Loyalitas Merek 4. Terdapat pengaruh bersama-sama yang signifikan antara motivasi pembelian rasional, motivasi pembelian emosional dan harga diri terhadap Loyalitas Merek
METODOLOGI PENELITIAN 1. Variabel bebas : Motivasi Pembelian Rasional Motivasi Pembelian Emosional Harga Diri 2. Variabel terikat : Loyalitas Merek Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah konsumen produk handphone Nokia berusia remaja di Jakarta. Rentang usia remaja yang digunakan adalah 14-24 tahun (Loudon & Bitta, 1998)
24
Teknik sampling yang digunakan adalah purposive – insidental non random sampling, yaitu pengambilan subjek yang didasarkan pada kriteria tertentu. Hal ini dikarenakan sampel yang dikenakan kuesioner adalah pengguna handphone Nokia dengan kelompok usia tertentu.
Alat dan Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini, dilakukan dengan metode angket (kuesioner). Kuesioner tersebut terdiri dari skala harga diri, skala motivasi pembelian (motivasi pembelian rasional dan motivasi pembelian emosional digabungkan menjadi satu), skala Loyalitas Merek dan daftar isian identitas subjek.
1. Skala Variabel Loyalitas Merek Dalam penelitian ini Loyalitas Merek diukur dengan menggunakan 4 dimensi yaitu: kognitif, afektif, konatif dan aksi. Keempat dimensi tersebut dibagi lagi kedalam sejumlah indikator dan lalu dituangkan kedalam pernyataan-pernyataan, menjadi suatu instrumen yang mengacu pada pembuatan skala Likert, Skala ini memiliki empat alternatif pilihan. Pemberian skor pada pernyataan bersifat Favourable adalah sebagai berikut yaitu bernilai 4 untuk pilihan yang sangat sesuai (SS), bernilai 3 untuk pilihan sesuai (S), bernilai 2 untuk pilihan tidak sesuai (TS), dan bernilai 1 untuk pilihan sangat tidak sesuai (STS). Dan sebaliknya pemberian
25
skor pada pernyataan bersifat unfavourable adalah sebagai berikut yaitu bernilai 4 untuk pilihan yang sangat tidak sesuai (STS), bernilai 3 untuk pilihan tidak sesuai (TS), bernilai 2 untuk pilihan sesuai (S), dan bernilai 1 untuk pilihan sangat sesuai (SS). Adapun distribusi itemnya dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel.1 Aspek Afektif Aksi
Kognitif
Konatif
Distribusi Tabel Sebaran Item Skala Loyalitas Merek Indikator F Bangga menggunakan produk tersebut 6 Menyukai produk merek tersebut 1 Membeli produk secara continue 13 Mempromosikan secara sukarela produk merek tersebut kepada orang lain 2 Mencari produk di pasaran 9 Mengenal logo, bentuk dan ciri produk merek tersebut 3 Mengingat Sejumlah Detil informasi mengenai merek tersebut 16 Tahu mengenai perkembangan produk merek tersebut 4 Komitmen untuk memakai produk tersebut 17 Tidak mau untuk mencoba produk merek lain 18
U 19 7 8 14 15 10 20 11 12 5
2. Skala Variabel Motivasi Pembelian Rasional dan Emosional Dalam penelitian ini motivasi pembelian rasional dan emosional dituangkan dalam satu skala (instrumen penelitian). Indikator-indikator yang sudah disebutkan diatas, baik motivasi pembelian rasional maupun motivasi pembelian emosional dituangkan kedalam pernyataanpernyataan, lalu kemudian dibentuk menjadi suatu instrumen yang mengacu pada
26
pembuatan skala Likert. Skala ini memiliki empat alternatif pilihan. Pemberian skor pada pernyataan bersifat Favorable adalah sebagai berikut yaitu bernilai 4 untuk pilihan yang sangat sesuai (SS), bernilai 3 untuk pilihan sesuai (S), bernilai 2 untuk pilihan tidak sesuai (TS), dan bernilai 1 untuk pilihan sangat tidak sesuai (STS). Dan sebaliknya pemberian skor pada pernyataan bersifat unfavorable adalah sebagai berikut yaitu bernilai 4 untuk pilihan yang sangat tidak sesuai (STS), bernilai 3 untuk pilihan tidak sesuai (TS), bernilai 2 untuk pilihan sesuai (S), dan bernilai 1 untuk pilihan sangat sesuai (SS). Adapun distribusi itemnya dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel.2 Distribusi Tabel Sebaran Item Instrumen Pengukuran Motivasi Pembelian Rasional dan Motivasi Pembelian Emosional Motivasi Aspek F U 10 15 Emosional Kenyamanan Kepercayaan 11 9 preferensi peer 20 1 Rekreasi 14 8 Trend pasar 16 3 Daya tahan 19 2 Rasional Harga 7 17 Ketersediaan barang 4 12 Service dan Garansi 6 18 Teknologi 5 13
3. Skala Variabel Harga Diri Dalam penelitian ini harga diri diukur dengan menggunakan Skala Harga Diri Rosenberg. Skala ini diciptakan untuk mengukur harga diri yang bersifat keseluruhan (global self esteem), berfokus pada perasaan seseorang secara umum, tanpa
27
mengkhususkan kepada atribut atau kualitas tertentu. Setengah dari pernyataanpernyataan dalam skala tersebut berbentuk pernyataan positif (favourable); sedangkan sebagian lainnya dalam bentuk negatif (unfavourable). Pemberian skor pada pernyataan bersifat Favorable adalah sebagai berikut yaitu bernilai 4 untuk pilihan yang sangat sesuai (SS), bernilai 3 untuk pilihan sesuai (S), bernilai 2 untuk pilihan tidak sesuai (TS), dan bernilai 1 untuk pilihan sangat tidak sesuai (STS). Dan sebaliknya pemberian skor pada pernyataan bersifat unfavorable adalah sebagai berikut yaitu bernilai 4 untuk pilihan yang sangat tidak sesuai (STS), bernilai 3 untuk pilihan tidak sesuai (TS), bernilai 2 untuk pilihan sesuai (S), dan bernilai 1 untuk pilihan sangat sesuai (SS). Tabel.3 Skala Pengukuran Harga Diri Rosenberg NO Pernyataan saya merasa saya tidak memiliki kelebihan dalam segala hal 1 2 Saya memandang diri saya secara positif secara keseluruhan saya merasa bahwa saya adalah orang yang 3 gagal 4 Saya berharap saya bisa lebih menghargai diri saya sendiri 5 Saya sering merasa diri saya tidak berguna Saya merasa diri saya berharga, setidaknya sederajat dengan orang 6 lain 7 Secara keseluruhan, saya puas dengan diri saya sendiri 8 Saya merasa saya tidak memiliki suatu apapun untuk dibanggakan 9 Saya merasa saya memiliki kualitas dalam beberapa hal Saya mampu melakukan tugas-tugas, sebaik yang dilakukan orang 10 lain Sumber: Brown (1998)
28
F/U U F U U U F F U F F
Seperti halnya skala Loyalitas Merek dan motivasi pembelian, skala ini juga mengacu pada skla likert yang memiliki empat alternatif pilihan. Validitas dan Reliabilitas Alat Pengumpul Data Validitas yang digunakan untuk mengukur validitas variabel-variabel ini adalah validitas nominal (face validity) dan validitas konstruk (construct validity). Reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah koefisien korelasi produk momen dari Pearson. Penghitungan reliabilitas dan validitas dilakukan dengan bantuan program komputer SPSS versi.16. Teknik Analisis Data Teknik uji asumsi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah teknik uji Multikolinearitas, Autokorelasi dan Heteroskedasitas. Ketiganya dihitung dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS. Versi 16. Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini, digunakan teknik analisis regresi Ganda, yang dihitung dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS. Versi 16.
29
HASIL PENELITIAN Uji Validitas Untuk Skala Loyalitas Merek dari 20 item yang diuji terdapat 18 item yang dinyatakan sahih dan 2 item yang dinyatakan gugur.
Sedangkan untuk Skala
Motivasi pembelian dari total 20 item yang diuji ada 16 item yang dinyatakan sahih dan 4 item yang gugur. Diantara item yang gugur 2 diantaranya adalah bagian dari skala motivasi pembelian rasional dan 2 adalah bagian dari skala motivasi pembelian emosional. Hasil tes validitas skala harga diri adalah sebagai berikut: dari 10 item yang diuji terdapat 9 item yang dinyatakan sahih dan 1 item yang dinyatakan gugur.
Uji Reliabilitas Setelah memisahkan item-item yang tidak valid, hasil uji reliabilitas untuk kuesioner loyalitas merek menunjukkan koefisien reliabilitas keseluruhan sebesar 0,819. Koefisien reliabilitas untuk kuesioner motivasi pembelian rasional sebesar 0,608. Sedangkan koefisien reliabilitas untuk kuesioner motivasi pembelian emosional sebesar 0,7123. Hasil pengujian reliabilitas terhadap variabel harga diri menunjukkan koefisien reliabilitas sebesar 0,794.
30
Uji Asumsi Terdapat beberapa asumsi atau persyaratan yang harus terpenuhi dalam menggunakan analisis regresi. a. Tidak terjadi multikolinearitas Multikolinearitas dapat terjadi jika korelasi antar variabel bebas diatas 0,5. Berdasarkan uji korelasi pearson, ditemukan bahwa nilai korelasi antara motivasi rasional dan motivasi emosional 0,396. Sedangkan korelasi antara motivasi rasional dan harga diri -0,006 dan korelasi antara motivasi emosional dan harga diri adalah 0.188. Karena korelasi antara variabel bebas tidak ada yang diatas 0,5 dapat disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas. b. Tidak terjadi Autokorelasi Dalam penelitian ini Autokorelasi diuji dengan metode Durbin Watson. Nilai Table Durbin Watson untuk Jumlah sampel 45 (diambil yang paling mendekati n=47) dan K=3 dengan tingkat signifikansi 95% adalah 1,666. Dari perhitungan diatas dapat dilihat bahwa nilai 2,053 (>1,666), artinya tidak terjadi Autokorelasi. c.
Tidak terjadi Heteroskedastisitas Untuk mengetahui apakah terjadi Heteroskedastisitas atau tidak di dalam
penelitian ini, digunakan bantuan spss ver.16 untuk membuat scatterplot. Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut:
31
Gambar 1 Scatterplot Uji Regresi dengan Variabel terikat Loyalitas Merek Dan Variabel Bebas Motivasi Pembelian Rasional, Motivasi Pembelian Emosional dan Harga Diri
Terlihat pada gambar diatas bahwa titik-titik menyebar secara acak, tanpa ada pola tertentu. Dengan demikian disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas.
32
Uji Hipotesis a. Korelasi Sebelum melakukan perhitungan analisis regresi, perlu juga diketahui korelasi masing-masing variabel. Korelasi antara variabel motivasi pembelian rasional dan loyalitas merek adalah 0,46, dengan nilai signifikansi 0,001 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara variabel loyalitas merek dan motivasi pembelian rasional. Namun karena nilai korelasi masih dibawah 0,5 dapat dikatakan bahwa hubungan antara variabel motivasi rasional dan loyalitas merek berkorelasi lemah. Korelasi antara variabel motivasi pembelian emosional dan loyalitas merek adalah 0,624, dengan nilai signifikansi 0,000 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara variabel loyalitas merek dan motivasi pembelian emosional. Berdasarkan nilai korelasi sebesar 0,624, dapat dikatakan kedua variabel mempunyai korelasi yang cukup kuat. Variabel lainnya yaitu harga diri memiliki angka korelasi sebesar 0,245 dengan signifikansi sebesar 0,048 (<0,05). Hal ini berarti Harga diri memiliki korelasi dengan loyalitas merek, namun sama seperti motivasi pembelian rasional, hubungan antara kedua variabel tersebut dapat dikatakan berkorelasi lemah.
33
b. Perhitungan Regresi Regresi antara variabel Motivasi Pembelian Rasional terhadap Loyalitas merek Dari uji ANOVA atau F Test, diperoleh F hitung sebesar 12,067 dengan tingkat signifikansi 0,001. Oleh karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05, maka model regresi dapat dipakai untuk memprediksi loyalitas merek. Oleh karena itu hipotesis 1 pada penelitian ini diterima, yaitu terdapat pengaruh yang signifikan dari motivasi pembelian Rasional terhadap loyalitas merek. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 4. Tabel Hasil Uji Anova dengan Predictor Motivasi Rasional terhadap Loyalitas Konsumen Mode Sum of Mean l Squares Df Square F Sig. 1 Regression 331.605 1 331.605 12.067 .001(a) Residual 1236.607 45 27.480 Total 1568.213 46 a Predictors: (Constant), RATIONAL MOTIVES b Dependent Variabel: BRAND LOYALTY
Selain itu perhitungan regresi antara variabel motivasi pembelian Rasional terhadap loyalitas merek memperoleh R Square atau koefisien determinasi sebesar 0,211 yang berarti 21,1% loyalitas merek dapat dijelaskan oleh variabel motivasi pembelian Rasional. Sedangkan sisanya (100% - 21,1% =79,9%) dijelaskan oleh sebab-sebab lain.
34
Tabel 5 Tabel Hasil Perhitungan Regresi dengan Predictor Motivasi Rasional terhadap Loyalitas Merek Mode Adjusted l R R Square R Square Std. Error of the Estimate 1 .460(a) .211 .194 5.242 a Predictors: (Constant), RATIONAL MOTIVES
Regresi antara variabel Motivasi Pembelian Emosional terhadap Loyalitas merek Dari uji ANOVA atau F Test, diperoleh F hitung sebesar 28,736 dengan tingkat signifikansi 0,000. Oleh karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05, maka model regresi dapat dipakai untuk memprediksi loyalitas merek. Oleh karena itu hipotesis 2 pada penelitian ini diterima, yaitu terdapat pengaruh yang signifikan dari motivasi pembelian emosional terhadap loyalitas merek. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel. 6 Tabel Hasil Uji Anova dengan Predictor Motivasi Emosional terhadap Loyalitas Konsumen
Model 1
Sum of Squares
Df
Mean Square
F
Regressi 611.159 1 611.159 28.736 on Residual 957.053 45 21.268 Total 1568.213 46 a Predictors: (Constant), EMOTIONAL MOTIVES b Dependent Variabel: BRAND LOYALTY
35
Sig. .000(a)
Hasil perhitungan juga menunjukkan R Square atau koefisien determinasi sebesar
0,390 yang berarti 39% loyalitas merek dapat dijelaskan oleh variabel
motivasi pembelian emosional. Sedangkan sisanya (100% - 39% = 61%) dijelaskan oleh sebab-sebab lain. Tabel. 7 Tabel Hasil Perhitungan Regresi dengan Predictor Motivasi Emosional terhadap Loyalitas Merek Mode Std. Error of the l R R Square Adjusted R Square Estimate 1 .624(a) .390 .376 4.612 a Predictors: (Constant), EMOTIONAL MOTIVES
Regresi antara variabel Harga diri terhadap Loyalitas merek Berbeda dengan dua variabel lainnya hasil uji ANOVA atau F Test dengan variabel bebas Harga Diri, memperoleh F hitung sebesar 2,282 dengan tingkat signifikansi 0,096. Oleh karena nilai signifikansi lebih besar dari 0,05, maka model regresi tidak dapat dipakai untuk memprediksi loyalitas merek. Oleh karena itu hipotesis 3 pada penelitian ini ditolak, tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari harga diri terhadap loyalitas merek. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
36
Tabel 8 Tabel Hasil Perhitungan Regresi dengan Predictor Harga Diri terhadap Loyalitas Konsumen
Model 1
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Regressi 94.390 1 94.390 2.882 on Residual 1473.822 45 32.752 Total 1568.213 46 a Predictors: (Constant), SELF ESTEEM b Dependent Variabel: BRAND LOYALTY
Sig. .096(a)
Regresi antara variabel Motivasi Pembelian Emosional, Motivasi Pembelian Rasional dan Harga Diri terhadap Loyalitas merek Perhitungan regresi yang terakhir dilakukan dengan menggabungkan ketiga variabel bebas. ANOVA atau F Test, menghasilkan nilai F hitung sebesar 12,526 dengan tingkat signifikansi 0,000. Oleh karena nilai signifikansi jauh lebih kecil dari 0,05, maka model regresi dapat dipakai untuk memprediksi loyalitas merek, hipotesis keempat dalam penelitian ini diterima, yaitu terdapat pengaruh yang signifikan dari motivasi pembelian emosional, motivasi pembelian rasional dan harga diri terhadap loyalitas merek. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
37
Tabel. 9 Tabel Hasil Uji Anova dengan Predictor Motivasi Rasional, Motivasi Emosional dan Harga Diri terhadap Loyalitas Merek Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
731.355
3
243.785
Residual
836.858
43
19.462
Model 1
F
Sig.
12.526 .000a
Total 1568.213 46 a. Predictors: (Constant), SELF ESTEEM, RATIONAL MOTIVES, EMOTIONAL MOTIVES b. Dependent Variabel: BRAND LOYALTY Hasil perhitungan regresi bersama-sama antara variabel motivasi pembelian rasional, motivasi pembelian emosional dan harga diri terhadap loyalitas merek memperoleh R Square atau koefisien determinasi sebesar 0,466 yang berarti 46,6% loyalitas merek dapat dijelaskan oleh variabel motivasi pembelian emosional, motivasi pembelian rasional dan harga diri. Sedangkan sisanya (100% - 46,6% = 53,4%) dijelaskan oleh sebab-sebab lain. Tabel 10 Tabel Hasil Uji Regresi dengan Predictor Motivasi Rasional, Motivasi Emosional dan Harga Diri terhadap Loyalitas Merek Model R
Adjusted R Square Square
R Std. Error of Durbinthe Estimate Watson
1 .683a .466 .429 4.412 2.053 a. Predictors: (Constant), SELF ESTEEM, RATIONAL MOTIVES, EMOTIONAL MOTIVES b. Dependent Variabel: BRAND LOYALTY
38
Pembahasan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh motivasi pembelian rasional dan motivasi pembelian emosional serta harga diri terhadap loyalitas merek pemakai handphone Nokia. Seperti telah dibahas sebelumnya Nokia adalah market leader di dalam penjualan telepon genggam. bukan hanya memiliki pangsa penjualan terbesar Nokia juga memiliki konsumen loyal yang bahkan membentuk komunitas sendiri untuk saling mengupdate berita tentang Nokia. Namun seiring dengan perkembangan zaman saat ini, tren penggunaan Handphone mulai bergeser ke penggunaannya sebagai smartphone. Jika pada awalnya Handphone hanya berfungsi alat komunikasi melalui suara atau data (sms), dalam tahun-tahun belakangan ini perkembangan teknologi memungkinkan handphone menjalankan fungsi yang lebih luas seperti pemutar music, kamera, dan sarana untuk chating, browsing dan fasilitas internet lainnya. Oleh sebab itulah Nokia sempat kehilangan sejumlah market sharenya akibat gempuran blackberry dan Iphone (Di tingkat dunia) serta dengan berkembangnya produk-produk Handphone lokal seperti misalnya Nexian (di tingkat regional Indonesia) (http://tekno.liputan6.com/ berita/201004/270963/Nexian.Pesaing.Kuat.Produk.Impor). Meskipun demikian, laporan dari 2 lembaga riset di dunia, dan data dari pusat ritel RBS mengungkapkan bahwa Nokia masih mendominasi penjualan di tingkat dunia. Demikian pula dengan di Indonesia, Nokia masih menjadi yang pertama,
39
disusul
dengan
Nexian
(http://tekno.liputan6.com/berita/201004/270963/
Nexian.Pesaing.Kuat.Produk.Impor). Hal apakah yang membuat produk Nokia tetap digemari oleh para penggunanya? Variable apakah yang lebih berperan? Apakah pengaruh motivasi pembelian emosional lebih besar dari motivasi pembelian rasional? Atau sebaliknya kesetiaan merek para pemakai handphone merek Nokia justru lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor rasional seperti misalnya harga, daya tahan produk dan teknologi dari produk itu sendiri? Demikian pula dengan harga diri, apakah harga diri memiliki pengaruh yang cukup besar, yang membuat konsumen tidak bersedia untuk berpindah ke merek handphone lainnya? Dari hasil perhitungan, ditemukan bahwa dari tiga variabel bebas dalam penelitian ini, ada dua variabel yang pengaruhnya signifikan (Hipotesis diterima) yaitu motivasi pembelian rasional dan motivasi pembelian emosional dan ada satu variabel yang pengaruhnya tidak signifikan (Hipotesis ditolak) yaitu variabel harga diri. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya loyalitas merek dipengaruhi oleh motivasi pembelian emosional dan motivasi pembelian rasional yang dimiliki oleh konsumen tersebut, namun tidak dipengaruhi oleh harga dirinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Solomon (2004) bahwa dalam terjadinya loyalitas merek, tindakan pembelian yang berulang harus disertai dengan sikap yang positif terhadap produk tersebut. Pada awalnya, loyalitas merek memang dapat di picu oleh alasan yang
40
bersifat rasional, namun setelah merek tersebut sudah berada di sekeliling konsumen dalam waktu yang cukup lama, dan merek tersebut diiklankan dengan gencar, maka kesetiaan merek dapat lebih disebabkan oleh adanya ikatan emosional antara konsumen dengan merek tersebut. Baik motivasi pembelian rasional maupun motivasi pembelian emosional, keduanya sama-sama berpengaruh terhadap loyalitas konsumen, namun besarnya pengaruh tersebut tidak sama, bahkan ada perbedaan besar yang cukup signifikan antara kedua variabel. Nilai koefisien determinasi hasil perhitungan regresi motivasi pembelian emosional terhadap loyalitas merek adalah 0,390, angka ini menunjukkan bahwa 39% loyalitas merek dapat dijelaskan oleh variabel motivasi pembelian emosional. Nilai determinasi sebesar 39% ini lebih besar dari nilai determinasi yang diperoleh dari hasil perhitungan regresi antara motivasi pembelian rasional terhadap loyalitas merek, yaitu sebesar 0,211, yang berarti hanya 21,1 % loyalitas merek dapat dijelaskan oleh motivasi rasional. Hal ini berarti loyalitas merek para pengguna handphone merek Nokia lebih dipengaruhi oleh motivasi pembelian emosional daripada motivasi pembelian rasional. Namun demikian, jika dilihat lebih dalam dari hasil regresi peraspek, maka akan dapat dilihat bahwa nilai determinasi terbesar justru dimiliki oleh teknologi yang merupakan aspek dari motivasi pembelian rasional. Lebih lengkapnya dapat terlihat pada tabel berikut:
41
Tabel 11 Tabel Nilai Koefisien Determinasi (R Square) Peraspek Motivasi terhadap Loyalitas Merek Variabel Aspek R Square daya tahan 0.011 Harga 0.014 Motivasi Pembelian Ketersediaan barang 0.005 Rasional Service dan Garansi 0.108 Teknologi 0.369 Kenyamanan 0.043 Kepercayaan 0.097 Motivasi pembelian preferensi peer 0.268 Emosional Rekreasi 0.315 Trend pasar 0.204
Berdasarkan tabel diatas dapat terlihat bahwa nilai R square paling tinggi terdapat pada teknologi, disusul dengan rekreasi, lalu preferensi peers. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga aspek tersebut dapat diprediksi memberikan sumbangan pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan aspek lainnya. Hal ini sesuai dengan sifat karakteristik konsumen remaja, sejumlah penelitian menyebutkan bahwa kalangan remaja menggunakan handphone untuk berbagai kepentingan, tidak hanya untuk kepentingan-kepentingan yang bersifat formal, tapi juga untuk hal-hal yang berkesan kurang penting, seperti misalnya untuk saling mengirimkan lelucon, gambar, ringtone, dan juga untuk melakukan kecurangan pada saat ujian. Dengan perkembangan
teknologi sekarang ini, para remaja sering
menggunakan handphone untuk kegiatan-kegiatan pertemanan online seperti chatting, facebook dan twitter. Tidak heran jika teknologi dan rekreasi menjadi predictor
42
terbesar dalam penelitian ini. Selain itu preferensi peers juga mendapat nilai yang tinggi karena sifat remaja yang dipengaruhi oleh apa yang dianggap penting oleh mereka yang seusia dengannya (Solomon, 2004). Hal ini hendaknya menjadi suatu hal yang dapat dicermati oleh para marketer, terutama produsen handphone Nokia. Untuk memperoleh konsumen remaja yang loyal, faktor teknologi, rekreasi dan preferensi peers harus menjadi bagian yang diperhatikan baik dalam pengembangan produk maupun dalam strategi pemasaran. Hawkins dkk (2007) menyebutkan hal yang harus dipertimbangkan dalam strategi pemasaran dalam hubungannya dengan motivasi pembelian yang beraneka: 1. Pertimbangan pertama adalah motivasi atau aspek mana yang lebih dianggap penting? Jika ada lebih dari satu aspek yang berpengaruh, produk tersebut harus memiliki benefit yang memenuhi kebutuhan beberapa aspek tersebut. Dan
iklan
yang
mengiklankan
produk
tersebut
harus
dapat
mengkomunikasikan benefit-benefit tersebut. 2. Pertimbangan selanjutnya adalah selain motivasi yang terlihat (termanifestasi) terdapat juga motivasi yang bersifat latent (tersembunyi). Iklan harus dapat memenuhi kedua motivasi tersebut. Hawkins dkk (2007) mengambil contoh iklan mobil Cadilac yang secara ekplisit mengungkapkan ”... the quality come standard from Cadillac”, kalimat ini secara langsung menampilkan daya tarik untuk memenuhi kebutuhan yang nyata yaitu kebutuhan akan kualitas
43
kendaraan. Selain itu, 60% dari iklan Cadillac menampilkan mobil tersebut dikendarai oleh orang yang berpenampilan berkecukupan di depan club yang mewah. Hal ini diberikan untuk memenuhi kebutuhan yang tersembunyi (latent), yaitu kebutuhan akan kesejahteraan hidup.
Berhubungan dengan yang disampaikan Hawkins dkk, selain memperhatikan aspek-aspek yang memiliki nilai korelasi terbesar Nokia hendaknya juga memperhatikan cara yang efektif untuk dapat menampilkan iklan yang tidak hanya menampilkan kebutuhan yang termanifestasi, melainkan juga yang tersembunyi. Hasil pengujian lainnya menunjukkan tidak ada pengaruh yang signifikan dari variabel harga diri terhadap loyalitas merek. Hal ini berlawanan dengan hasil penelitian Dickson (dalam Lewis dan Littler 1999). Dickson mengungkapkan beberapa tipe dari loyalitas merek yang berhubungan dengan alasan mereka menjadi loyal. Salah satunya identity loyalty, yang merupakan sebuah ekpresi yang meningkatkan harga diri, misalnya mobil Porsche. Konsumen setia terhadap sebuah merek karena merasa merek tersebut dapat meningkatkan atau mempertahankan harga dirinya. Dalam penelitian ini harga diri yang tinggi tidak membuat konsumen loyal terhadap produk Nokia, hal ini dapat disebabkan oleh karena adanya tren penggunaan
44
handphone merek lain yang dianggap lebih bergengsi dibandingkan Nokia, seperti misalnya Blackberry atau I-phone.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis data dari penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari Motivasi pembelian Rasional dan motivasi pembelian emosional terhadap Loyalitas Konsumen, dan tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara harga diri dan loyalitas konsumen. Selain itu, berdasarkan penelitian ini juga diketahui bahwa secara bersama-sama terdapat pengaruh yang signifikan dari motivasi pembelian rasional dan motivasi pembelian emosional serta harga diri terhadap loyalitas konsumen. Nilai pengaruh yang paling besar terdapat pada saat ketiga variabel secara bersama-sama mempengaruhi loyalitas konsumen. Berdasarkan hasil penelitian, dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut: bagi perusahaan produsen handphone, khususnya Handphone merek Nokia, peneliti memberikan saran agar perusahaan dapat meningkatkan mutu produk yang berhubungan dengan faktor teknologi dan rekreasi. Khususnya ketika membidik pangsa
konsumen
remaja,
perusahaan
produsen
handphone
harus
dapat
mengakomodir kebutuhan konsumen remaja tersebut terhadap faktor teknologi dan
45
rekreasi. Kemampuan akses internet, terutama games, facebook, twitter nampaknya menjadi hal yang cukup penting bagi konsumen remaja. Selain itu berkaitan dengan besarnya aspek preferensi peers terhadap loyalitas konsumen, produsen handphone Nokia perlu memikirkan cara promosi yang sesuai dengan identitas diri remaja, misalnya memakai icon model yang berusia remaja. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat memvalidasi ulang aitem-aitem yang gugur melalui penelitian yang berbeda, serta melakukan pada kelompok sample, yang jumlahnya lebih besar. Penelitian ini juga perlu diujicobakan pada kelompok usia lainnya, terutama kelompok dewasa muda, dimana kelompok ini juga merupakan salah satu pangsa terbesar untuk industri telekomunikasi
46
DAFTAR PUSTAKA Assael, H (1992). Consumer Behavior and Marketing Action. Fourth Edition. Boston: PWS-KENT Publishing Company. Branden, N. 2003. Facts about Self Esteem. Available http://www.moreSE.com/SE.com Brown, J.D. 1998. The Self. NewYork: Mcraw-Hill Companies,Inc Deaux, K., Dane, F. C., Wrightsman, L. S., dan Sigelman, C. K. 1993. Social Psychology in the 90’s. Sixth Edition. California: Brooks/Cole Publishing co. East, R. (1997). Consumer Behavior: Advances & Applications in Marketing. London: Prentice Hall Europe. Engel, J. F., Blackwell, R.D. dan Miniard, P. W. (1995) Consumer Behavior. Eight Edition. Orlando: Harcourt Brace & Company. Fisardo, D. Hartanti & Tjahjoanggoro, A. J. (1998). Hubungan Antara Motif Rasional dan Motif Emosional dengan Loyalitas terhadap Mcdonald’s. Anima Vol. 14. no. 53. Universitas Surabaya. Halonen, J. S. dan Santrock, J. W. 1998. Human Adjustment. New York : Brown and Benchmack inc. Hawkins, D. I., Best, R. J. & Coney, K. A. (1998). Consumer Behavior Seventh Edition. Texas: Business Publication, Inc. Hill, C.W & Jones, G. R. (1995). Strategic Management:An Integrated Approach. Boston: Houghton and Mifflin Company. http:// www.acnielsen.com/services/custom/p13.htm http://gadnix.com/2009/04/market-share-ponsel-di-indonesia/ http://news.id.msn.com/okezone/gadget/article.aspx?cp-documentid=3528540 http://tekno.liputan6.com/ berita/201004/270963/Nexian.Pesaing.Kuat.Produk.Impor http://www.brand.com/loyal.htm http://www.kompas.com/teknologi/news/ 0409/05/124128.htm Huey, C. (1991). Consumer Behavior. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Loudon, D. & Bitta, A. J. D. (1998). Consumer Behavior. Fourth Edition. New York: McGraw Hill. Mayasari, F. dan Hadjam, M. N. R. 2000. Perilaku Seksual Remaja dalam Berpacaran Ditinjau dari Harga Diri, Berdasarkan Jenis Kelamin. Jurnal Psikologi.Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM. Mowen, J. C & Minor, M (2002) Perilaku Konsumen. Jilid 2. Edisi Kelima. Alih Bahasa: Dwi Kartini Yahya. Jakarta: Erlangga.
47
Mowen, J. C. (1987) Consumer Behavior. New Jersey: Macmillan Publishing Company. Perera, K. 2002. What is Self Esteem?. Available http://www.more_selfesteem,com/whatisselfesteem.htm. Reasoner, R. W. 2000. Review of Self Esteem Research. http://www.Selfesteemnase.org/research.shtml#schoolachievement
Available
Schiffman, L. G. & Kanuk, L.L. (2000). Consumer Behavior Seventh edition. New Jersey: Prentice Hall-Inc. Schiffman, L. G. & Kanuk, L.L. (2004). Consumer Behavior Eighth edition. New Jersey: Pearson Education Inc. Solomon, M. R. 2004. Consumer Behavior: Buying, Havung dan Being. Sixth Edition. Prentice Hall. Swastha, B & Handoko, T. H. (1992) Manajemen Pemasaran: analisis perilaku konsumen. Yogya: Liberty. Thompson, M. & Pringle, H. (1999). Brand Spirit: How Cause Related Marketing Builds Brand. Chochester: John Willey & Sons. Violitta, L & Hartanti (1996) Hubungan Antara Motif Rasional dan Motif Emosional dengan Loyalitas Pemakaian Produk Lipstik dalam Negri dan Luar Negri. Anima Vol. 12. no.45. Universitas Surabaya. Wee Chow Hou, (1997). Practical marketing. An Asian Perspective. Jakarta:Mega Media. Weiten, W. 1992. Psychology: Themes and Variations. Second Edition. California: Brooks/Cole Publishing Company. Westen, D. 1996. Psychology: Mind, Brain, and Culture. New York: John Willey and Sons Inc.
48