Vol.1,1,No. No.1,1,Jan. Jan.2011 2011 Vol.
ISSN ISSN2229-9815 2229-9815
AAQuarterly QuarterlyJournal Journal
ACEH
SCIENTIFIC JOURNAL SCIENTIFIC JOURNAL
THE MULTIDISCIPLINARY STUDIES ON ACEH DEVELOPMENT
CONTENTS 2 EDITORIAL BOARDS 3 Editorial MESSAGE FROM THE PATRONAGE Tan Sri Dato’ Seri Sanusi bin Junid 4 Editorial MESSAGE FROM EDITOR IN CHIEF Dr. Syafiie Syam 5-8 Energy Economy SEULAWAH AGAM GEOTHERMAL POWERPLANT DEVELOPMENT: THE ECONOMIC RATIONALE AND COMPETITIVENESS WITH COAL BASED POWERPLANT Suardi Nur 9-14 Architecture REVITALIZATION OF HERITAGE AREAS IN DOWNTOWN BANDA ACEH AS INTERCONNECTED PUBLIC OPEN SPACES BASED ON LINKAGE SYSTEM Yunita Arafah, Sylvia Agustina and Irin Caisarina 15-19 Islamic Finance MEMBUMIKAN PERBANKAN SYARI’AH DI ‘BUMO SYARI’AT’ NANGGROE ACEH DARUSSALAM M. Shabri Abd. Majid
(Continued on back cover)
(Continued … )
20-25 Health Law HEALTH QANUN AND HEALTH SECTOR REFORM IN ACEH Asnawi Abdullah 26-30 Energy Management ACEH TOWARDS AN AUTONOMOUS IN ENERGY CAPABILITY (SWOT ANALYSIS) Syahrir Ridha 31-35 Public Management IMPLEMENTATION OF E-GOVERNMENT FOR IMPROVING PUBLIC SERVICES IN PROVINCE OF NANGGROE ACEH DARUSSALAM H. Dedi Rianto H. Rahadi 36-45 Review ACEH DEVELOPMENT INTERNATIONAL CONFERENCE (ADIC) 2010: PERTEMUAN GAGASAN PEMBANGUNAN ACEH Rahmat Fadhil, Dandi Bachtiar, Muhammad Sayuti dan Azhari Muhammad Syam 46-51 Essay WHEN ONE SMALL ACEHNESE BOY IS SAVED, ALL OF ACEH IS SAVED Nico Vink 52-60 Political Economy ACEH PASCA KONFLIK: UNDANG UNDANG PEMERINTAHAN ACEH (UUPA) SEBAGAI LANDASAN PEMBANGUNAN SOSIO-EKONOMI Lukman Thaib
ISSN 2229-9815 PP 17143/10/2011 (028998)
Published in Malaysia by THE ACEH CLUB KUALA LUMPUR 3, Lorong Batai Dalam, Bukit Damansara 50490 Kuala Lumpur Printed in Malaysia by ANDENA HOLDING SDN BHD 24, Jalan PBS 14/9 Taman Perindustrian, Bukit Serdang 43400 Seri Kembangan, Selangor
Aceh Scientific Journal Vol. 1 No. 1 (2011) 36-45 ISSN 2229-9815
Review
Aceh Development International Conference (ADIC) 2010: Pertemuan Gagasan Pembangunan Aceh Rahmat Fadhil1,4*, Dandi Bachtiar2,4, M. Sayuti3,4 dan Azhari Muhammad Syam3,4 1
Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh 23111, Indonesia Universitas Lampung, Gedungmeneng, Bandar Lampung 35145, Indonesia 3 Universitas Malikussaleh, Releuet, Lhokseumawe, Indonesia 4 Universiti Putra Malaysia, UPM Serdang 43400, Malaysia 2
*
Korespondensi Penulis:
[email protected], Telepon: +60169479292
Abstrak – Aceh adalah sebuah kawasan yang berada di ujung utara pulau Sumatera, Indonesia. Dunia sangat mengenal Aceh karena peristiwa musibah gempa dan tsunami yang dianugerahkan Allah SWT kepada masyarakat Aceh, sehingga dunia dapat mengambil hikmah dan pelajaran dari ketangguhan orang Aceh menghadapi sebuah musibah yang maha dahsyat dalam abad ini. Ditambah lagi adalah sebuah nikmat yang tak terkira atas berhasilnya perjanjian damai antara pemerintah Republik Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka yang merupakan momentum baru untuk memperbaiki keadaan Aceh menjadi lebih baik. Proses membangun kembali masyarakat dan infrastruktur di Aceh membutuhkan pemikiran dan gagasan dari berbagai bidang disiplin ilmu dan kompetensi. Pertemuan dan konferensi sebagai sarana untuk bertemu dan berdiskusi dalam mencurahkan berbagai gagasan pembangunan tentu adalah inisiatif yang sangat besar manfaatnya bagi Aceh. Aceh Development International Conference (ADIC) 2010 merupakan sebuah bagian dari sumbangan pemikiran bagi pembangunan Aceh ke depan. Tulisan ini merupakan catatan refleksi atas pelaksanaan ADIC 2010 yang perlu mendapat perhatian untuk dapat terus melanjutkan sebuah pengabdian keilmuan pada berbagai dimensi waktu dan ruang di masa-masa yang akan datang. Copyright ©2011 The Aceh Club Kuala Lumpur. All rights reserved. Kata-kunci: ADIC, Aceh, Pembangunan
1. Pendahuluan Tahun 2010 merupakan bagian dari tahun-tahun terpenting dalam perjalanan Aceh sebagai sebuah wilayah yang memiliki berbagai kekhasannya. Tahun 2010 tersebut adalah masa genapnya 6 tahun Aceh mengalami peristiwa dahsyatnya gempa dan tsunami yang menyapu sebahagian besar wilayah Aceh (Gambar 1) pada 26 Desember 2004. Gempa dengan kekuatan 9.3 Skala Richter itu telah menyebabkan kerusakan besar terutama di ibukota provinsi yang terletak di ujung pulau Sumatera ini [1]. Bahkan tidak kurang 18 negara di sekitarnya turut mendapatkan imbas dari bencana ini, khususnya Malaysia, Sri Langka, India, dan Thailand [2]. Jumlah korban diperkirakan sekitar 250.000 (kemungkinan 300.000) korban manusia, termasuk antara 170.000 – 220.000 kematian di Aceh [3]. Manuscript received 1 January 2011, revised 12 January 2011
Tahun 2010 juga merupakan 5 tahun masa berakhirnya konflik Aceh yang telah berlangsung selama 30 tahun antara pemerintahan Republik Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Konflik yang menelan korban harta, benda dan nyawa manusia ini telah disetujui untuk diakhiri pada 25 Agustus 2005, bertepatan dengan 8 bulan setelah tsunami yang melanda Aceh. Perjanjian damai ini membawa dampak yang sangat besar bagi perubahan Aceh saat ini baik secara fisik maupun sosial dan politik. Tahun 2010 adalah masa 4 tahun perjalanan era baru bagi tata pemerintahan di Aceh dengan lahirnya undang-undang khusus Aceh yang merupakan perbaikan dan penambahan dari undang-undang tentang Aceh yang sebelumnya telah ada. Undang-Undang No. 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh ini telah mengatur dan memberikan ruang baru bagi pelaksanaan Copyright © 2011 The Aceh Club Kuala Lumpur. All rights reserved.
Rahmat Fadhil, Dandi Bachtiar, M. Sayuti dan Azhari Muhammad Syam pemerintahan di Aceh dengan lebih baik. Undangundang ini pula yang menjadi cikal bakal lahirnya pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung di Aceh pasca konflik dan tsunami. Era baru pemerintahan di Aceh yang merupakan hasil pemilihan secara langsung pada 11 Desember 2006 telah membawa dan menghasilkan kepala daerah pilihan rakyat, baik dari calon independen maupun dari partai politik. Pilkada secara langsung itu merupakan pesta demokrasi terbesar dan terbanyak jumlah kandidatnya, mengingat pilkada Aceh itu diikuti 8 pasangan calon di tingkat provinsi dan 122 pasangan calon dari kabupaten dan kota sehingga total mencapai 130 pasangan kandidat [4]. Ini berarti bahwa ada 260 calon pemimpin memperebutkan kursi kepala daerah di Aceh secara serentak. Pilkada Aceh ini juga merupakan model bagi pelaksanaan pilkada di daerah lain, karena merupakan satu-satunya pilkada di Indonesia bahkan di dunia yang dilaksanakan secara serentak dalam waktu bersamaan.
037
dan tulisan berkaitan dengan pembangunan Aceh secara berkelanjutan. Kehadiran para pakar, para ilmuwan, konsultan, lembaga swadaya masyarakat, pemimpin Aceh dan internasional adalah komponen penting yang akan memberikan sumbangan terbesar dalam membangun Aceh.
a. Rapat Persiapan ADIC 2010 oleh sebuah tim kecil di Kantin Kejuruteraan UPM.
b. Pertemuan dengan Tan Sri Dato’ Seri Sanusi Junid (Presiden Aceh Club) sebagai penaung dan penasehat ADIC 2010 di Bangsar, Kuala Lumpur Gambar 1. Peta provinsi Aceh dan sumber pusat gempa [5]
Atas rentetan peristiwa inilah gagasan Aceh Development International Conference (ADIC) 2010 dicetuskan oleh Persatuan Pelajar Aceh Malaysia (PPA) yang diwakili oleh Persatuan Pelajar Aceh (PPA) Universiti Putra Malaysia (UPM). ADIC 2010 ini digagas oleh sebuah tim yang terdiri dari Rahmat Fadhil (Unsyiah-UPM), Dandi Bachtiar (Unila-UPM), Muhammad Sayuti (Unimal-UPM), Muhammad Sabri (USU-UKM), Azhari Muhammad Syam (Unimal-UPM), Dr. Syafiie Syam (Unsyiah-UPM) (Gambar 2), serta didukung oleh Tanoh Rincong Students Association International Islamic University Malaysia (TARSA-IIUM), Achehnese Student Association University of Malaya (ASA-UM), Aceh Student Club Universiti Sains Malaysia (ASC-USM), BAKADMA UKM, Yayasan Warisan Pribumi, Pemerintahan Aceh, Ikatan Masyarakat Aceh Malaysia (IMAM), dan Aceh Club Kuala Lumpur. ADIC 2010 yang dilaksanakan di Fakulti Kejuruteraan Universiti Putra Malaysia pada 26 – 28 Maret 2010 itu bertujuan untuk mengumpulkan berbagai gagasan, pandangan, idea, nasehat kepakaran Copyright © 2011 The Aceh Club Kuala Lumpur. All rights reserved.
c. Pertemuan dengan Prof. Tan Sri Datuk Dr. Nik Mustapha R. Abdullah (Naib Canselor UPM) untuk melaporkan hasil kegiatan pelaksanaan ADIC2010 di UPM, Serdang Gambar 2. Pertemuan Tim ADIC 2010
Semua bidang kajian ini melingkupi di dalamnya seperti: 1. Teknik dan Industri; 2. Pertanian, Peternakan, Perikanan, Kelautan, dan Hewan; Aceh Scientific Journal Vol. 1 No. 1 (2011) 36-45
38
ADIC 2010: Pertemuan Gagasan Pembangunan Aceh
3. Pendidikan, Pelatihan, Psikologi dan Pengembangan SDM; 4. Informasi, Komunikasi, Media dan Telekomunikasi; 5. Budaya, Bahasa, Seni, Pariwisata dan Olahraga; 6. Sosial, Kemanusiaan, Kemasyarakatan, dan Komunitas; 7. Ekonomi, Managemen, Bisnis dan Keuangan; 8. Kajian Ilmu Dasar (Matematika, Fisika, Kimia, Biologi, Astronomi, Geografi); 9. Kedokteran, Keperawatan dan Kesehatan; 10. Politik, Hukum, Hak Azasi Manusia dan Kebijakan Publik; 11. Perempuan, Keluarga dan Anak; 12. Agama, Kepercayaan, dan/ Peradaban; 13. Emergency, Bencana Alam, dan Kerelawanan; 14. Sejarah, Arkeologi, Geologi dan Purbakala; 15. Militer, Kepolisian, Keamanan dan Persenjataan. Objektif ADIC 2010 adalah untuk mempertemukan berbagai pihak yang tertarik untuk melakukan penyelidikan dan kajian tentang perubahan di kawasan Aceh, memberikan sarana untuk mengetengahkan hasil kajian dan penyelidikan yang pada saatnya akan disampaikan kepada berbagai pihak yang berkepentingan dengan Aceh dan menjadikan ADIC 2010 sebagai forum silaturrahmi bagi pemikir-pemikir untuk bertukar pengalaman dan mencadangkan kegiatan-kegiatan bermanfaat di masa yang akan datang.
2. Merajut Gagasan Pembangunan Aceh ADIC 2010 yang dilaksanakan pada 26 Maret ini, sengaja dipilih sebagai momentum bersejarah bagi perlawanan rakyat Aceh dalam mengusir penjajah Belanda yang datang ke Aceh pada tahun 1873. Pada tanggal 26 Maret 1873 itu Belanda mengikrarkan pernyataan perang terhadap kerajaan Aceh berdaulat, dan disambut dengan semangat perlawanan bersenjata oleh seluruh rakyat Aceh dengan semangat jihad fii sabilillah [6]. Tahun 2010 merupakan masa 137 tahun peringatan perlawanan Rakyat Aceh melawan Belanda yang merupakan masa-masa penting bagi Aceh untuk mengenang para pejuangnya yang telah dengan susah payah membela bangsa. Menurut Muhammad Sayuti (2010), pemilihan tanggal ini adalah momentum bagi Aceh untuk bangkit dari ketertinggalan di berbagai bidang dalam pembangunan, terutama pembangunan sumber daya manusia dalam memanfaatkan segala potensi sumber daya alam yang ada di Aceh saat ini. Pembukaan acara ADIC 2010 yang dilakukan oleh Bapak Muhammad Nazar selaku Wakil Gubernur Aceh turut dihadiri oleh Prof. Dr. Syamsuddin Mahmud (mantan Gubernur Aceh), T. Safli Didoh (tokoh Masyarakat Taman Iskandar Muda, Jakarta), Ir.Fauzi Hasballah (Tokoh Masyarakat Aceh di Medan), Haji Mansur (Pengusaha Aceh di Malaysia), Cek Gu Rahman (Tokoh Masyarakat Aceh Gampong Yan Kedah Malaysia) Copyright © 2011 The Aceh Club Kuala Lumpur. All rights reserved.
dan juga para pensyarah Universiti Putra Malaysia termasuk Prof. Madya Dr. Zelina Zaiton Ibrahim (Pengarah Pusat Antarabangsa-Universiti Putra Malaysia) dan Bapak Djoko Hardjanto (Atase Politik KBRI Kuala Lumpur Malaysia). Muhammad Nazar dalam sambutannya menyampaikan tentang sejarah Aceh sebagai sebuah kerajaan dan peran serta posisi strategis Aceh di kawasan Selat Malaka Nusantara ini. Di lain pihak beliau juga menyebutkan bahwa berbagai potensi yang dimiliki Aceh sebagai bahan dasar pembangunan masyarakat dan kawasan secara berkelanjutan. Pada akhir sambutannya beliau mengharapkan agar kegiatan ADIC ini menjadi salah satu bentuk partisipasi dalam membangun dan memajukan Aceh ke depan [7].
3. Potensi, Strategi, Peluang dan Tantangan Pembangunan Aceh Selain bertindak selaku pembuka acara ADIC, Muhammad Nazar juga sekaligus menjadi Pembicara Utama Sesi I. Beliau diminta kesediaan oleh Dr. Ir. Mustafa Abubakar, M.Si sebagai Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Republik Indonesia yang semestinya menjadi pembicara untuk menggantikannya. Dalam pembahasannya selama kurang lebih 1 jam, Muhammad Nazar menyampaikan potensi, strategi, peluang dan tantangan dalam pembangunan Aceh, baik selama 4 tahun beliau menjabat sebagai wakil gubernur maupun harapannya ke depan. Di awal pembicaraan beliau menyampaikan kondisi geografis, administrasi pemerintahan dan penduduk, sumber daya alam (energy geothermal, hydropower), metal (emas, perak, molybdenum, pasir besi, bijih besi, granit), pariwisata, situs sejarah, pertanian, perikanan, perkebunan, peternakan, kehutanan, migas, zakat, infrastruktur, ekonomi, dan pendidikan. Sedangkan strategi percepatan pembangunan Aceh menurutnya terbagi secara umum dan khusus. Secara umum meliputi 1. Penciptaan good governance dan clean government yang harus dikelola dengan baik, 2. Pencukupan dan pengembangan infrastruktur listrik, 3. Peningkatan infrastruktur jalan, jembatan, perhubungan dan sumberdaya air, 4. Peningkatan akses dan mutu pendidikan, 5. Peningkatan akses, mutu dan pelayanan kesehatan, 6. Pembangunan kehidupan agama berbasis kesadaran serta pengetahuan, dan kehidupan sosial dan budaya yang berperadaban, dan 7. Peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha dalam pembangunan ekonomi, sosial dan budaya serta dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif. Secara khusus beliau menambahkan pentingnya: 1. Penguatan perdamaian berkelanjutan, serta percepatan regulasi yang menjadi ikutan Undang-undang Pemerintahan Aceh, baik qanun maupun peraturan pemerintah dan peraturan presiden terkait, 2. Menjadikan Aceh sebagai National Food and Agro Center, 3. Menjadikan Aceh sebagai National Economic Buffer Zone, 4. Menjadikan Aceh sebagai Aceh Scientific Journal Vol. 1 No. 1 (2011) 36-45
Rahmat Fadhil, Dandi Bachtiar, M. Sayuti dan Azhari Muhammad Syam National Mining dan Mineral Center, 5. Redesign RTRW Aceh yang terintegrasi, dan 6. Penciptaan masyarakat pro-pembangunan [7]. Lebih jauh dalam paparannya beliau menerangkan berbagai peluang yang dimiliki oleh Aceh seperti : a. Pangan, komoditi dan energi selalu dibutukan, semakin lama semakin menjanjikan untuk kebutuhan Indonesia sendiri, regional dan global, terlebih lagi sering terjadi krisis pangan dan tidak banyak negara yang memiliki tanaman pangan, komoditi agro serta energi; b. Lahan semakin lama semakin terbatas termasuk di Indonesia, apalagi di negara-negara industry besar; c. Letak geografis Aceh yang sangat strategis dengan dan cocok untuk target pasar Indonesia sendiri, ASEAN, India, China, Jepang, Timur Tengah, Afrika dan Eropa serta lain-lain; d. Diversifikasi dan pola konsumsi; Konsumsi pangan dalam ragam yang berbeda semakin meningkat di berbagai negara; e. Jumlah penduduk dunia terus meningkat tajam termasuk di Indonesia sendiri; f. Di Aceh, berbagai jenis tanaman pangan dan komoditi agro yang bernilai tinggi hidup subur dan dapat dikembangkan, bahkan sebahagian besar memiliki cita rasa dan kualitas alami yang terbaik; g. Ketersediaan potensi sumber daya air untuk kepentingan agro dan energi; h. Ketersediaan berbagai jenis mineral dan pertambangan; i. Berbagai jenis tanaman pangan dan komoditi agro, termasuk perikanan, bukan hanya dapat dijadikan sebagai makanan tetapi juga ada yang menjadi bio energi, kosmetik, obat-obatan dan sebagainya seiring dengan kemajuan teknologi produksi dan pengolahan; j. Kemajuan dan kemudahan sarana transportasi yang semakin modern, efesien dan cepat; k. Perkembangan dan kemajuan teknologi informasi yang telah mempercepat serta mempermudah komunikasi antar manusia secara global untuk berbagai kepentingan, termasuk bisnis dan ekonomi; l. Aceh sudah dikenal dari dulu ke berbagai penjuru dunia, terlebih lagi dengan adanya perdamaian dan gerakan kemanusiaan global untuk tsunami Aceh; m. Adanya pemberlakuan otonomi luas di Aceh berdasarkan UU No. 11 Tahun 2006, hal mana berbagai sektor publik selain pertahanan, keamanan nasional, kekuasaan kehakiman, hubungan luar negeri, kebebasan beragama serta fiskal dan moneter, dikelola secara otonom dan terdesentralisasi oleh pemerintah Aceh, tetapi pada saat yang sama pemerintah pusat masih tetap dapat memberikan dukungan dan perhatian serius terhadap sektor-sektor publik yang otonom itu, termasuk pengembangan pangan, komoditi, energi, pariwisata, pendidikan dan lain-lain melalui APBN, Copyright © 2011 The Aceh Club Kuala Lumpur. All rights reserved.
039
dana pinjaman dan kebijakan-kebijakan khusus lainnya dalam rangka percepatan pembangunan dan kesejahteraan nasional; n. Menguatnya kembali kultur dan spirit masyarakat di Aceh untuk bergerak di sektor agro, komoditi, industri dan perdagangan setelah lahirnya perdamaian dan UU No. 11 Tahun 2006; o. Sektor perbankan dan keuangan yang membuka akses permodalan kepada kegiatan-kegiatan ekonomi rakyat, khususnya agro, peternakan, modal kerja perdagangan dan perindustrian semakin banyak; p. Adanya daya tarik karena sisi kebudayaan, kesejarahan dan akibat bencana gempa serta tsunami dahsyat; q. Peluang-peluang lainnya yang luar biasa sesuai dengan kebutuhan manusia, tren dan gaya hidup dan perkembangan dunia. Sementara itu pada bagian akhir presentasi beliau yang berjudul Percepatan Pembangunan Berkelanjutan di Aceh itu, beliau turut melengkapi dengan menguraikan berbagai tantangan yang mesti dihadapi di Aceh, diantaranya: 1. Pasar yang begitu luas tetapi belum dikelola secara terintergasi dan komprehensif; 2. Kualitas SDM yang belum cukup dan teknologi yang sangat terbatas; 3. Pelayanan publik belum optimal; 4. Kepastian hukum belum terintegrasi dan komprehensif; 5. Kondisi sosio kultural yang dipengaruhi konflik berkepanjangan. Sesi pembicara utama ini juga turut diperdalam dengan berbagai diskusi yang ditanyakan oleh peserta. Menurut laporan panitia ADIC 2010 menerangkan bahwa terdapat 300 peserta yang yang berasal dari berbagai kampus yang ada di Malaysia [8].
4. Semalam di Malaysia, Belajar ke Negeri Seberang Pada sesi pembicara utama 2, dengan menghadirkan Tan Sri Dato’ Seri Sanusi Junid yang merupakan mantan Menteri Pertanian Malaysia mengangkat judul Pengalaman 30 Tahun Dalam Parlemen di Malaysia: Halhal yang Relevan Untuk Aceh. Beliau berbicara lebih kurang 2 jam yang diisi dengan 3 bahasa secara fasih, yaitu Aceh, Melayu dan Inggris. Berbagai peristiwa yang melatar belakangi perjalanan Aceh hingga sekarang turut beliau ungkapkan dalam sesi tersebut. Apalagi beliau punya pengalaman yang mendalam tentang Aceh walau sebagai warganegara Malaysia tetapi beliau adalah keturunan Aceh yang lahir dan besar di Kampung Aceh Yan Keudah Malaysia. Beliau juga memiliki akar historis dengan ulama dan pahlawan Aceh Teungku Muhammad Daud Beureu’eh (tokoh legendaris Aceh) karena pernikahannya dengan cucu pahlawan tersebut.
Aceh Scientific Journal Vol. 1 No. 1 (2011) 36-45
40
ADIC 2010: Pertemuan Gagasan Pembangunan Aceh
Dalam syarahannya, Tan Sri Dato’ Seri Sanusi Junid mengungkapkan sebagai sebuah daerah yang lekat dengan nilai-nilai Islam, kita mestilah kembali kepada AlQur’an sebagai pedoman hidup dan pilar dalam pembangunan Aceh, mengingat di masa lalu agamalah yang menjadikan Aceh sebagai salah satu pusat peradaban dunia. Kerajaan Aceh dahulu kala telah mengembangkan lebih jauh prinsip prinsip Al-qur’an ini dalam nilai-nilai hidup masyarakat Aceh. Prinsip amanah, berani, rajin, disiplin dan setia adalah modal dasar setiap insan Aceh untuk selalu berjuang memperbaiki negeri dan bangsanya, sebagaimana Jepang dan Korea yang memiliki prinsip sediri yang diadopsi dari kebudayaan bangsanya. Nilai-nilai kemasyarakatan itu beliau sebut dengan “The Aceh Code” yang merupakan reaktualisasi dari semangat yang telah dibuat oleh Kerajaan Aceh masa dahulu [9]. Tan Sri Dato Seri Sanusi Junid yang mantan Presiden Islamic International University of Malaysia (IIUM) itu juga mengingatkan bahwa pada saat Kerajaan Aceh Bandar Darussalam berdiri, Sultan Ali Mughayat Syah mengisytiharkan beberapa kewajiban yang harus dilakukan oleh seluruh rakyat pada masa itu. Kewajiban itu kelihatannya masih cukup relevan untuk diimplementasikan di Aceh kembali. Di antara kewajiban yang dimaksudkan tersebut adalah [9]: 1. Diwajibkan di atas sekalian rakyat Aceh yang lelaki lagi mukallaf dan bukan gila iaitu hendaklah membawa senjata ke mana-mana pergi berjalan siang malam yaitu pedang atau sikin panjang atawa sekurang-kurangnya rencong tiap-tiap yang bernama senjata. 2. Tiap-tiap rakyat mendirikan rumah atau mesjid atau balai-balai atau meunasah pada tiap-tiap tiang di atas puting di bawah bara hendaklah dipakai kain merah dan putih sedikit. 3. Diwajibkan di atas sekalian rakyat Aceh yaitu bertani utama lada dan barang sebagainya. 4. Diwajibkan di atas sekalian rakyat Aceh mengajar dan belajar pandai mas dan pandai besi dan pandai tembaga beserta ukiran bunga-bungaan. 5. Diwajibkan di atas sekalian rakyat Aceh yang perempuan iaitu mengajar dan belajar membikin teupeuen (alat tenun) bikin kain sutera dan kain benang dan menjahit dan menyulam dan melukis bunga-bunga pada kain pakaian dan barang sebagainya. 6. Diwajibkan di atas sekalian rakyat Aceh belajar dan mengajar jual-beli dalam negeri dan luar negeri dengan bangsa asing. 7. Diwajibkan di atas sekalian rakyat Aceh yang laki-laki mulai taklif syara’ umur 15 tahun belajar dan mengajar main senjata dan barang sebagainya. 8. Diwajibkan di atas sekalian rakyat Aceh dengan wajib ‘ain belajar dan mengajar ilmu agama Islam syari’at Nabi Muhammad s.a.w. atas mazhab ahlul-sunnah wal jamaah r.a. Copyright © 2011 The Aceh Club Kuala Lumpur. All rights reserved.
9. Diwajibkan di atas sekalian rakyat Aceh menjauhkan diri daripada belajar dan mengajar ilmu kaum tujuh puluh dua yang di luar ahli sunnah wal jamaah r.a. 10. Sekalian hukum syara’ dalam negeri Aceh diwajibkan memegang atas jalan Mazhab Imam Syafi’i di dalam sekalian hal ikhwal syarak syariat Nabi Muhammad SAW Maka Mazhab yang tiga itu apabila mudarat maka dibolehkan dengan cukup syarat maka dalam negeri Aceh yang sahih syah muktamad memegang kepada mazhab Syafie yang jadid. 11. Sekalian zakat dan fitrah di dalam negeri Aceh tidak boleh pindah dan tidak ambil buat bagian mesjidmesjid dan balai-balai dan meunasah-meunasah maka zakat dan fitrah itu hendaklah dibahagi lapan bahagian ada yang mustahak menerimanya masingmasing daerah pada tiap-tiap kampung maka janganlah sekali-kali tuan-tuan zalim merampas zakat dan fitrah hak milik yang mustahak dibagi lapan. 12. Diwajibkan di atas sekalian rakyat Aceh membantu Kerajaan berupa apa pun apabila perlu sampai waktu datang minta bantu. 13. Diwajibkan di atas sekalian rakyat Aceh belajar dan mengajar mengukir kayu-kayu dan mengukir batubatu dengan tulisan dan bunga-bungaan dan mencetak batu-batu dengan berapa banyak pasir dan tanah liat dan kapur dan air kulit dan tanah bata yang ditumbuk serta batu-batu karang dihancur semuanya dan diayak itulah adanya. 14. Diwajibkan di atas sekalian rakyat Aceh belajar dan mengajar indang mas dimana-mana tempatnya dalam negeri Aceh. 15. Diwajibkan di atas sekalian rakyat Aceh memelihara ternak seperti kerbau dan sapi dan kambing dan itik dan ayam tiap-tiap yang halal dalam agama Islam ada memberi manfaat pada umat manusia diambil ubat. 16. Diwajibkan di atas sekalian rakyat Aceh mengerjakan khanduri maulud Nabi SAW. Tiga bulan sepuluh hari waktunya supaya dapat sambung silaturrahmi kampung dengan kampung datang-mendatangi, kunjung-mengunjungi berganti makan khanduri maulud. 17. Diwajibkan di atas sekalian rakyat Aceh bahawa hendaklah pada tiap-tiap tahun mengadakan khanduri laut iaitu di bawah perintah Amir al-Bahar yakni Panglima Laut. 18. Diwajibkan di atas sekalian rakyat Aceh mengerjakan khanduri blang pada tiap-tiap kampung dan mukim masing-masing di bawah perintah Panglima Meugoe dengan kejruen blang pada tiap-tiap tempat mereka itu. Nilai-nilai Aceh Code di atas merupakan kekayaan kerajaan Aceh yang telah menyatu dalam masyarakat Aceh dahulu sehingga mencapai kemajuan dan kejayaannya di zaman itu. Aceh Scientific Journal Vol. 1 No. 1 (2011) 36-45
Rahmat Fadhil, Dandi Bachtiar, M. Sayuti dan Azhari Muhammad Syam Pada sesi dialog peserta sangat antusias untuk berdiskusi, terutama yang datang dari pulau Jawa dan dari Aceh sendiri. Karena kesempatan bertemu dengan orang Aceh dan masih memegang budaya dan adat istiadat Aceh di luar negeri adalah kesempatan berharga dan langka.
5. Gelanggang Gagasan Pembangunan Aceh Konferensi adalah tempat bertemunya ide dan gagasan, begitu pula halnya dengan ADIC 2010. Dari total abstrak yang diterima panitia sebanyak 120 buah, yang layak dan akhirnya dibukukan dalam prosiding hanya sekitar 91 makalah saja. Dengan rincian bidang eksakta sejumlah 40 buah dan bidang sosial sejumlah 51 buah.
Gambar 3. Makalah berdasarkan bidang keilmuan dalam ADIC 2010
Makalah tersebut dipresentasikan dalam 4 kelas secara paralel selama satu hari penuh. Moderator di setiap kelas dipilih dari para peserta yang didampingi oleh panitia ADIC 2010 pada setiap kelasnya. Pada kelaskelas tertentu sempat berlangsung diskusi yang sangat tajam pada beberapa isu. Di antara isu yang sempat menghangat adalah terutama tentang syariat islam, mitigasi bencana, konsep pendidikan Aceh, energi yang dapat diperbaharui, dan penguatan kemasyarakatan. Dalam pertemuan di gelanggang gagasan pembangunan Aceh tersebut, para ilmuwan dari berbagai latar belakang kompetensi dan ilmu masing-masing mengetengahkan berbagai hasil riset, kajian dan analisisnya. Sementara tidak sedikit pula kajian-kajian yang telah dilakukan di wilayah lain yang memungkinkan untuk diimplementasikan dalam pembangunan Aceh ke depan seperti konsep transportasi, pelabuhan, tata perkotaan, penanganan banjir dan sebagainya [10]. Makalah yang paling banyak dipresentasikan dalam ADIC 2010 ini adalah dalam bidang ilmu Keteknikan sebanyak 22 makalah, sedangkan yang paling sedikit adalah masalah perikanan dan kelautan sebanyak 3 makalah, dan lain-lainnya sebanyak 2 buah makalah (Gambar 3). Copyright © 2011 The Aceh Club Kuala Lumpur. All rights reserved.
041
6. Resolusi ADIC 2010 Berdasarkan berbagai topik dan isu yang disampaikan mengenai Pembangunan Aceh, maka ADIC dengan ini membuat resolusi yang akan diserahkan kepada Pemerintah Aceh dan berbagai pihak yang berkepentingan, dengan harapan kerangka pemikiran dan ide-ide ini akan menjadi salah satu referensi dalam menyusun program pembangunan Aceh jangka menengah dan jangka panjang. Resolusi ADIC tersebut adalah [8]. 1. Mengembalikan Al-Quran ke Aceh dengan menjadikan agama sebagai pilar pembangunan Aceh ke depan mengingat di masa lalu agamalah yang menjadikan Aceh menjadi salah satu pusat peradaban dunia; 2. Mengimplementasikan kembali nilai-nilai yang terkandung dalam Aceh Code yaitu amanah, berani, disiplin, rajin dan setia dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Aceh; 3. Mengamalkan prinsip sushi dan sunao dalam kehidupan berdemokrasi untuk menciptakan kestabilan politik di Aceh; 4. Memberikan fokus dalam sektor pendidikan karena pendidikanlah yang akan menjadi kunci untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang unggul di Aceh; 5. Dalam rangka menjadikan Aceh sebagai pusat pendidikan di Nusantara sebagaimana halnya pada masa lalu maka berbagai kajian yang komprehensif harus dilakukan untuk mendapatkan sistem dan formula yang tepat dalam mengembangkan pendidikan Aceh di masa depan; 6. Sekolah-sekolah di Aceh harus mengimplementasikan dua bentuk budaya sekolah yaitu budaya yang bernuansa IMTAQ dan budaya bernuansa IPTEK untuk menghasilkan lulusan yang memiliki kualitas keimanan dan ketakwaan yang tinggi, kualitas keilmuan dan moralitas yang luhur serta kualitas pengetahuan, skill dan penguasaan teknologi yang kokoh; 7. Mendirikan Biodiversity Information Center untuk melakukan program konservasi lingkungan dan konservasi keanekaragaman hayati (biodiversity) di Aceh; 8. Untuk mencapai tujuan utama integrasi politik dan pembangunan Aceh sesuai dengan amanat MoU Helsinki, maka arah pembangunan politik ekonomi Aceh haruslah mengacu pada butir-butir MoU Helsinki; 9. Menerapkan jurnalisme bebas dan bertanggung jawab dalam rangka membangun dan menyuburkan demokrasi di Aceh; 10. Perlu mengambil beberapa langkah strategis untuk mendorong masyarakat membayar zakat melalui Baital Mal di Aceh sehingga berbagai program peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat Aceh Scientific Journal Vol. 1 No. 1 (2011) 36-45
42
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21. 22. 23.
24. 25.
26.
ADIC 2010: Pertemuan Gagasan Pembangunan Aceh dilakukan dengan dana yang bersumber dari hasil pungutan zakat tersebut; Pemerintah Aceh harus memberikan fokus yang besar terhadap potensi filantropi Islam terutama zakat dan wakaf mengingat besarnya potensi finansial yang dimiliki oleh kedua institusi tersebut; Peran MPU dalam proses penerapan syari’at harus dipertahankan dan ditingkatkan mengingat MPU selama ini dikenal sebagai institusi yang mempunyai legitimasi historis, sosial dan yuridis yang kuat dalam proses legislasi qanun syari’at Islam di Aceh; Reformasi dalam bidang kesehatan dan pelayanan kesehatan di Aceh perlu dilakukan secara menyeluruh; Memaksimalkan kembali peran semua lembaga adat di Aceh dalam seluruh aspek kehidupan masyarakat; Kebijakan lokal dan nilai-nilai pandangan hidup harus menjadi acuan dalam merancang semua program pembangunan di Aceh; Dalam rangka mewujudkan Islam yang kaffah di Aceh, maka sistem keuangan dan perbankan Islam merupakan suatu kemestian yang harus segera diterapkan. Sistem ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan di Aceh; Pengembangan usaha mikro harus terus dilakukan baik dengan pemberian modal usaha dan pendampingan terhadap masyarakat penerima bantuan modal; Pemerintah harus memberikan perhatian yang besar terhadap peningkatan human capital dan social capital dalam rangka mendorong pembangunan ekonomi Aceh; Perlu dilakukan evaluasi yang komprehensif untuk memaksimalkan pemasukan dana PAD (Pendapatan Asli Daerah) dan optimalisasi penggunaan dana tersebut; Dayah sebagai institusi yang sentral dalam masyarakat Aceh harus kembali lagi ke khittahnya sebagaimana halnya Dayah Aceh sebelum masa kolonial Belanda; Advokasi perlindungan anak perlu dilakukan di seluruh Aceh; Program pemberian ASI ekslusif harus diimplementasikan di seluruh Aceh; Pelabuhan-pelabuhan di Aceh harus dikembangkan dalam satu sistem pelabuhan yang komprehensif dengan mempertimbangkan berbagai strategi untuk mencapai keunggulan kompetitif dan berkelanjutan; Perpustakaan di Aceh harus terus dikembangkan agar mencapai standar internasional; Perlunya perlembagaan dan internalisasi Community Based Disaster Risk Management ke dalam kebijakan di Aceh; Pemerintah Aceh perlu menyusun politik ekonomi internal untuk membangun fondasi domestik
Copyright © 2011 The Aceh Club Kuala Lumpur. All rights reserved.
27.
28.
29.
30. 31. 32. 33. 34.
ekonomi Aceh yang kuat dan menyusun politik ekonomi eksternal untuk memanfaatkan semaksimal mungkin IMT-GT bagi meningkatkan ekonomi Aceh; Program rekonsiliasi dan reintegrasi pasca konflik di Aceh harus terus dikawal agar mengedepankan nilai-nilai kebijakan lokal karena rekonsiliasi memiliki tahapan dan waktu yang panjang; Pemerintah harus segera menyusun strategi kebijakan pengendalian konversi lahan yang holistik dan komprehensif; Pembangunan perikanan Aceh di masa depan perlu lebih ditumpukan pada perikanan budidaya, dan perlu dilakukan secara selaras antara perikanan budidaya air tawar, payau dan laut; Pemerintah Aceh segera mengimplementasikan egovernment untuk meningkatkan pelayanan publik; Pembenahan yang menyeluruh dalam sistem transportasi di Aceh; Penanggulangan terhadap krisis listrik di Aceh harus segera dilakukan; Meningkatkan kualitas produksi di bidang pertanian, peternakan, dan perikanan; Keterkaitan antara kampus, pemerintah, masyarakat dan sektor swasta harus terjalin rapi dalam merancang program pembangunan dan kebijakan-kebijakan publik lainnya.
7. Akhir Perhelatan ADIC 2010 Kegiatan ADIC 2010 yang berlangsung selama tiga hari berturut-turut akhirnya ditutup pada hari kedua sore harinya. Dengan mengambil tempat di tepi Tasik Kejuruteraan Universiti Putra Malaysia, seluruh ilmuwan yang hadir berkumpul dan memberikan apresiasi atas terlaksananya kegiatan yang baik ini. Semua peserta bersepakat untuk mengusulkan agar ADIC dapat ditindaklanjuti di tahun-tahun berikutnya. Pada hari terakhir ADIC 2010, seluruh peserta difasilitasi untuk berkeliling Malaysia. Di antara tempattempat yang dikunjungi adalah Pusat Pemerintahan Malaysia di Putrajaya, Putrajaya International Convention Centre (PICC), Mesjid Putra, Kuala Lumpur Convention Centre (KLCC), dan Pasar Seni. Yang paling menarik adalah saat peserta dibawa ke komunitas orang Aceh di Malaysia, tepatnya pada sebuah acara Maulid Nabi Muhammad SAW yang dilakukan oleh masyarakat Aceh di Sungai Buloh. Seluruh peserta disajikan masakan khas Aceh yang terdiri dari sie lumo, dalica, kari kameng, dan lincah mameh. Kegiatan ini memberikan pengalaman tersendiri bagi peserta yang datang dari berbagai daerah di Indonesia dan juga dari berbagai negara. Kesuksesan ADIC 2010 tidak terlepas dari dukungan banyak pihak, terutama tokoh dan pengusaha Aceh di Malaysia. Di antara para sponsor kegiatan ADIC 2010 ini adalah Tan Sri Dato’ Seri Sanusi Junid (Presiden Aceh Aceh Scientific Journal Vol. 1 No. 1 (2011) 36-45
Rahmat Fadhil, Dandi Bachtiar, M. Sayuti dan Azhari Muhammad Syam Club dan Presiden Ikatan Masyarakat Aceh Malaysia), Datuk Seri Mohd Ali Rustam (Menteri Besar Malaka), Universiti Putra Malaysia melalui Pusat Antarabangsa, Toke Haji Mansur (Mekoda Supermarket), Tan Sri Da’i Bachtiar (Duta Besar Republik Indonesia Kuala Lumpur) melalui Atase Pendidikan dan Atase Politik, serta seluruh pelajar dan ilmuwan Aceh yang ada di Malaysia [11].
8. Pasca ADIC-2010: ADIC-2011 dan Jurnal Akhir kegiatan ADIC 2010 ini ternyata membawa sejumlah masukan dan gagasan, baik untuk pembangunan bagi Aceh sendiri maupun untuk pengembangan keilmuan dan sumber daya manusia. Berbagai usulan dan masukan berkembang yang salah satunya adalah mengharapkan berlanjutnya kegiatan ADIC ini setiap tahun. Atas inisiatif para pelajar dan ilmuwan (pensyarah dan peneliti) Aceh di Malaysia, maka disepakati ADIC akan dilaksanakan setiap tahunnya dengan pemilihan tanggal 26 Maret sebagai tanggal resmi pelaksanaannya. Berdasarkan masukan dan saran para peserta ini, tim penggagas ADIC mencoba merumuskan pola dan konsep pelaksanaannya untuk setiap tahun. Dengan semangat kebersamaan dan rasa tanggung jawab, pertemuan demi pertemuan terus dilangsungkan guna merampungkan berbagai gagasan dalam mengelola konferensi ADIC ini secara berkelanjutan. Yang paling utama adalah menjadikan ADIC sebagai sebuah media terbesar untuk berkumpul dan bertemunya ilmuwan Aceh dan ilmuwan dunia yang berminat dengan Aceh guna berbagi pengalaman dan kajian, terutama berkaitan dengan pembangunan masyarakat dan wilayah. Dalam pertemuan-pertemuan tersebut juga muncul ide untuk lebih memberikan peluang kepada para ilmuwan Aceh dan para ilmuwan dunia yang memiliki kajian khusus Aceh tetapi tidak mempunyai waktu untuk hadir pada acara ADIC, maka disepakatilah untuk membuat sebuah jurnal. Jurnal ini kemudian disepakati dengan nama Aceh Scientific Journal. Tujuan awal pendirian jurnal ini adalah sebagai wadah untuk menampung aspirasi dan ide-ide ilmiah yang berkaitan dengan isu pembangunan Aceh dari berbagai bidang disiplin ilmu. Isu-isu yang krusial berkaitan dengan Aceh sangat beragam, mulai dari sejarah, perang Aceh, bencana gempa dan tsunami, konflik, seni dan budaya, penerapan syariat Islam, kebahasaan, dan hampir semua bidang ilmu. Sehingga sebagai langkah awal, jurnal ini merangkum semua bidang kajian dalam satu penerbitan. Ke depan, tidak tertutup kemungkinan jika bidang-bidang kajian semakin terfokus, pemisahan jurnal dalam bidang-bidang tertentu perlu dilakukan. Penggagas awal pendirian jurnal ini diprakarsai oleh nama-nama berikut (lihat Gambar 5): 1. Dr. Syafiie, Pensyarah di Universiti Putra Malaysia Copyright © 2011 The Aceh Club Kuala Lumpur. All rights reserved.
043
2. Dr. Mohd. Iqbal Mochtar, Pensyarah di Universiti Kuala Lumpur 3. Dr. Muhammad Sabri; Pensyarah di German Malaysia Institute 4. Dandi Bachtiar; Dosen Universitas Lampung 5. Azhari Muhammad Syam, Dosen Universitas Malikussaleh 6. Muhammad Sayuti, Dosen Universitas Malikussaleh 7. Rahmat Fadhil, Dosen Universitas Syiah Kuala
Gambar 5. Sebagian anggota tim pendiri Aceh Scientific Journal sedang mengadakan pertemuan
Langkah pertama adalah pengurusan perizinan administrasi penerbitan jurnal. Karena jurnal ini diprakarsai oleh beberapa pelajar post-graduate asal Aceh di Malaysia maka disepakati jurnal ini akan diterbitkan di Malaysia. Proses pengajuan ISSN (International Standard Serial Number) sebagai nombor registrasi internasional sebuah jurnal diajukan ke Perpustakaan Negara Malaysia (PNM). izin penerbitan juga perlu diajukan ke Kementrian Dalam Negeri Malaysia sebagai syarat usaha penerbitan bahan bercetak di negara ini. Kedua syarat tersebut kini telah terpenuhi, sehingga jurnal ini telah resmi terdaftar di Malaysia dan layak diterbitkan. ISSN untuk jurnal ini adalah: 2229-9815, sedangkan izin penerbitan dari KDN adalah PP17143/10/2011(028998) yang diterbitkan pada tanggal 22 Oktober 2010, dan perlu diperbaharui setiap setahun. Dalam pengajuan proses perizinan tersebut jurnal ini berada di bawah naungan ACEH KELAB KUALA LUMPUR, sebuah badan hukum resmi di Malaysia yang dipimpin oleh Tan Sri Dato’ Seri Sanusi bin Junid. Sebagai sebuah jurnal ilmiah, ACEH SCIENTIFIC JOURNAL perlu dikelola dengan baik dan layak secara akademik. Untuk itu, dibentuk juga lembaga penasihat akademik internasional yang terdiri dari para pakar terkemuka di bidang keilmuan masing-masing. Anggota penasihat terutama dari kalangan pakar asal Aceh yang telah dan sedang bertugas secara akademik di seluruh dunia. Tidak tertutup kemungkinan para pakar ini berasal dari luar bangsa Aceh jika minat dan bidang keilmuannya sangat erat dengan pembangunan Aceh. Aceh Scientific Journal Vol. 1 No. 1 (2011) 36-45
44
ADIC 2010: Pertemuan Gagasan Pembangunan Aceh
Untuk sementara ini para pakar yang telah berkenan menjadi penasihat untuk jurnal ini adalah: 1. Prof. Dr. Ir. T.M. Indra Mahlia, Pensyarah Universiti Malaya 2. Prof. Dr. Ir. Hasanuddin Z. Abidin, Dosen Institut Teknologi Bandung 3. Prof. Dr. Nazaruddin Syamsuddin, Dosen Universiti Indonesia 4. Assoc. Prof. Shabri Abd Majid, Pensyarah Universiti Islam Antarbangsa Malaysia 5. Assoc. Prof. Dr. Puan Sri Nila Inangda Manyam Keumala, Pensyarah Universiti Malaya 6. Prof. Dr. Syahrizal Abbas, Dosen Institut Agama Islam Negeri Ar-Raniry 7. Dr. Mustanir Yahya, Dosen Universitas Syiah Kuala Banda Aceh Ke depan, formasi penasihat internasional akan terus bertambah sejalan dengan semakin banyaknya kalangan yang terlibat dalam pengembangan ASJ. Jurnal ini direncanakan terbit perdana pada Januari 2011, dan akan menjadi penerbitan berkala sebanyak 4 kali dalam setahun. Jadwal penerbitan adalah Januari, April, Juli, Oktober. Untuk edisi perdana Januari 2011 telah dilakukan persiapan-persiapan, seperti Call for Papers yang diumumkan di berbagai milis dan web internet. Sebagian makalah terpilih akan diambil dari hasil konferensi ADIC2010 untuk mengisi kandungan jurnal edisi ini. Promosi terhadap jurnal ini juga telah gencar dilakukan baik secara lisan antar sesama akademisi di Aceh maupun secara online di internet melalui pembentukan web ASJ pada alamat: http://acehscientificjournal.blogspot.com. Hingga saat ini respon terhadap jurnal ASJ cukup menggembirakan, terbukti dari jumlah kunjungan ke laman blog yang cukup tinggi. Juga komen melalui email yang masuk ke alamat sidang redaksi. Beberapa pakar dari seluruh dunia yang sedang dan pernah melakukan kajian keilmuan tentang Aceh juga telah dihubungi via email untuk berpartisipasi dalam menyumbang tulisan dan hasil kegiatan mereka. Beberapa di antaranya memberikan respon yang positif, seperti: Mark Durie (Australia), Shane Joshua Barter (Canada), Eva-Lotta Hedman (England). Pengembangan ke depan terhadap jurnal ini perlu terus dijalankan, dengan berbagai cara dan strategi. Untuk itu, perlu dukungan yang padu dari semua pihak yang berkepentingan untuk memajukan keberadaan jurnal ini. Langkah awal yang paling utama saat ini adalah merencanakan penerbitan yang kontinyu dan teratur untuk satu tahun ke depan, yaitu tahun 2011. Jika jurnal ini mampu terbit dalam tahun 2011 dengan baik dan bermutu, maka tahun berikutnya pengelola merencanakan meningkatkan status jurnal ini. Setidaknya ASJ dapat dibaca secara online oleh kalangan yang lebih luas di seluruh dunia, serta di-index dalam Scopus, DOAJ, dan library terkemuka di dunia. Copyright © 2011 The Aceh Club Kuala Lumpur. All rights reserved.
Selain penerbitan cetak jurnal ini direncanakan juga terbit secara online di internet. Sehingga diperlukan suatu wadah online berupa web resmi ASJ. Web ini dapat diakses bebas dari seluruh dunia, sehingga diharapkan jurnal ASJ dapat dibaca oleh kalangan yang lebih luas dari seluruh penjuru dunia.
9. Kesimpulan Pembangunan berkelanjutan di Aceh memerlukan dukungan dan partisipasi semua pihak. Berbagai gagasan dan strategi yang telah dan akan dijalankan sangatlah berkaitan dengan berbabagi bidang ilmu dan kepakaran. Pertemuan dan komunikasi yang berkesinambungan dalam merancang arah pembangunan Aceh secara sistematis senantiasa diperlukan. Kehadiran para ilmuwan, terutama dari Aceh dalam menyelesaikan berbagai persoalan dan tantangan kehidupan, baik secara sosial maupun eksakta merupakan harapan banyak pihak. ADIC adalah sebuah bahagian terbesar dari pertemuan gagasan pembangunan Aceh yang berkelanjutan. Cita-cita dan harapan untuk mewujudkan Aceh baru yang lebih baik adalah impian semua masyarakat. Oleh karenanya kesempatan pertemuan melalui ADIC ini perlu diadakan secara rutin, paling tidak dalam rentang waktu setahun sekali sehingga kesempatan untuk senantiasa menjembatani kebuntuan dan kekuatan pergaulan internasional masyarakat Aceh dengan masyarakat dunia terutama secara keilmuan, akan terurai dengan sendirinya. Pendokumentasian catatan ilmiah dengan lahirnya Aceh Scientific Journal merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sarana untuk mengkomunikasikan gagasan dan konsep pembangunan Aceh, baik dari masyarakat ilmuwan Aceh sendiri, maupun masyarakat dunia yang ingin berkontribusi bagi Aceh. Aceh Scientific Journal adalah media komunikasi gagasan secara ilmiah dan dapat menjadi rujukan secara luas para pengambil kebijakan yang memerlukannya atau paling tidak dapat memberikan sumbangsih cacatan ilmu bagi generasi dan umat yang akan datang. Ucapan Terima Kasih Penulis pengucapkan terima kasih kepada Tan Sri Dato’ Seri Sanusi Junid sebagai Presiden Aceh Club Kuala Lumpur, Prof. Tan Sri Datuk Dr. Nik Mustapha R. Abdullah sebagai Naib Canselor UPM, Prof. Madya. Dr. Zelina Zaitun Ibrahim sebagai Pengarah Pusat Antarabangsa UPM, Duta Besar Republik Indonesia di Kuala Lumpur terutama Atase Pendidikan dan Atase Politik, juga kepada seluruh pelajar Aceh di Malaysia.
Referensi [1]
Catherine, J.K., Gahalaut, V.K., & Sahu, V.K., (2005), Constraints on rupture of the December 26, 2004, Sumatra earthquake from
Aceh Scientific Journal Vol. 1 No. 1 (2011) 36-45
Rahmat Fadhil, Dandi Bachtiar, M. Sayuti dan Azhari Muhammad Syam
[2]
[3]
[4]
far-field GPS observations, Earth and Planetary Science Letters, 237(3-4), 673-679 Ramanamurthy, M.V., Sunadramoorthy, S., Ari, Y., Ranga Rao, V., Mishra, P., Bhar, M., Subramanian, B.R., (2005). Inundation of Seawater in Andaman and Nicobar Islands and parts of Tamil Nadu coast during 2004 Sumatra tsunami. Current Science, 88(11), 1736-1740. GCRMN, (2006), Status of coral reefs in tsunami affected countries: 2005. In C. Wilkinson, D. Souter & J. Goldberg (Eds.). Townsville Global Coral Reef Monitoring Network, Australian Institute of Marine Sciences, http://www.aims.gov.au/pages/ research/coral-bleaching/scr-tac2005/index.html Fadhil, R., (2006), Eksistensi Pengawasan Oleh Panwaslih Aceh, In T. Santoso (Ed.), Pengawasan dan Penegakan Hukum Pilkada Aceh 2006. Jakarta: Kemitraan bagi Pembangunan Tata Pemerintahan di Indonesia.
Copyright © 2011 The Aceh Club Kuala Lumpur. All rights reserved.
045
[5]
Fadhil, R., (2008), Analysis of Requirement and Availability of the Tractor Power for Processing Of Rice Field after Tsunami: Survey in Lhoknga, Aceh Besar, NAD, Indonesia, Proceedings of International Symposium Land Use after the Tsunami-Supporting Education, Research and Development in the Aceh Region, November 4-6, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. [6] Alfian, T.I. (1987), Perang di Jalan Allah, Perang Aceh 1873-1912, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. [7] Nazar, M., (2010), Sambutan Pada Aceh Development International Conference (Konferensi Antarabangsa Pembangunan Aceh) ADIC 2010. [8] Bachtiar, D., Fadhil, R., Sayuti, M., dan Azhari, (2010), Final Report of Aceh Development International Conference 2010, Serdang: Persatuan Pelajar Aceh (PPA) Universiti Putra Malaysia [9] Junid, T.S.D.S.S. (ed.), (2005), The Aceh Code, The Aceh Club Kuala Lumpur. [10] Sayuti, M. (2010), Sambutan Ketua Panitia ADIC 2010. [11] Azhari, (2010), Laporan Keuangan ADIC 2010.
Aceh Scientific Journal Vol. 1 No. 1 (2011) 36-45