ABSTRAK Umar, Anang. 2015. Nilai-nilai Keteladanan Nabi Muhammad Saw. pada Perang Badar al-Kubra dan Relevansinya dengan Kompetensi Pendidik dalam Pendidikan Islam. Skripsi. Program Studi Pendidikan Agama Islam Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Ponorogo. Pembimbing Umar Sidiq, M. Ag.. Kata kunci : Kompetensi Pendidik dalam Pendidikan Islam, Nilai Keteladanan Nabi Muhammad Saw. Nabi Muhammad Saw. merupakan seorang figur pendidik sejati. Dalam segala hal, pribadi Nabi Muhammad Saw. selalu dijadikan rujukan sebagai figur seorang pendidik, yang melekat pada diri pribadinya sebagai manusia atau pendidik dengan kompetensi yang ideal. Bila dicermati secara historis, pendidikan di zaman Rasulullah Saw. dapat dipahami bahwa salah satu faktor terpenting yang membawa beliau kepada keberhasilan adalah keteladanan (uswah). Dan salah satu keteladanan yang ditunjukkan Nabi adalah saat perang Badar al-Kubra. Untuk memperjelas skripsi ini, penulis merumuskan rumusan masalah sebagai berikut: (1) Bagaimana proses terjadinya perang Badar al-Kubra? (2) Apa saja nilai-nilai keteladanan Nabi Muhammad Saw. dalam perang Badar al-Kubra? (3) Bagaimana relevansi nilai-nilai keteladanan Nabi Muhammad Saw. pada perang Badar al-Kubra dengan kompetensi pendidik dalam pendidikan Islam?. Untuk menjawab pertanyaan di atas, peneliti menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan jenis penelitian kepustakaan (library research). Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan teknik literer dan teknik dokumenter. Sedangkan untuk menganalisa data yang telah dikumpulkan, peneliti menggunakan teknik analisis deskriptif dan analisis isi (content analisys). Hasil dari penelitian ini adalah: (1) Perang Badar al-Kubra adalah perang yang terjadi pada bulan Ramadhan tahun ke-2 Hijriyah. Terjadi ketika kaum muslim yang berjumlah 300 orang datang ke Badar untuk menghadang kafilah dagang kafir Quraisy yang dipimpin Abu Sufyan. Namun kafir Quraisy yang berada di Makkah datang dengan 1000 pasukan untuk menolong kafilah dagang tersebut. Perang ini berakhir dengan kemenangan berada di kaum muslim. (2) Nilai-nilai keteladanan Nabi Muhammad Saw. dalam perang Badar al-Kubra yaitu: nilai kepribadian, nilai sosial, nilai kecerdasan, nilai motivasi, nilai memahami orang lain dan nilai ketegasan. (3) Relevansi nilai-nilai keteladanan Nabi Muhammad Saw. dengan kompetensi pendidik dalam pendidikan Islam adalah: (a) Nilai kepribadian relevan dengan kompetensi kepribadian-religius. (b) Nilai sosial relevan dengan kompetensi sosial-religius. (c) Nilai kecerdasan relevan dengan kompetensi profesional-religius. (d) Nilai motivasi, nilai memahami orang lain dan nilai ketegasan relevan dengan kompetensi pedagogik-religius.
1
2
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Dalam perspektif Islam, tujuan pendidikan Islam yaitu mengabdi kepada Allah. Pengabdian tersebut sebagai realisasi dari keimanan yang diwujudkan dalam amal perbuatan sehari-hari, guna mencapai derajat taqwa di sisi-Nya. Sehingga iman dan taqwa merupakan dua dimensi yang tidak dapat dipisahkan yang dicita-citakan pendidikan Islam. Para ahli memberikan pandangan dengan ungkapan lain yang sering kali digunakan yaitu konsep insan kamil, menurut Muhaimin merupakan insan yang memiliki dimensi religius, budaya dan ilmiah.1 Pendidik sebagai salah satu aktor utama yang merancang, merencanakan, menyiapkan dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Ia berfungsi tidak saja dalam mengembangkan bakat, minat, wawasan dan keterampilan, melainkan juga pengalaman dan kepribadian peserta didik. Di tangan para pendidiklah kegagalan dan kesuksesan sebuah kegiatan pendidikan.2 Sehingga sebagai seorang pendidik diharapkan tidak hanya mentransfer keilmuan (knowledge), tetapi juga mentransformasikan nilai-nilai (value) pada peserta didik. Untuk itu, guna
1 2
Muhammad Muntahibun Nafis, Ilmu Pendidikan Islam (Yogyakarta: Teras, 2011), 83. Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), 170.
3
merealisasikan tujuan pendidikan, manusia sebagai khalifah yang punya tanggung jawab mengantarkan manusia ke arah tujuan tersebut.3 Oleh karena itu, pendidikan Islam sangat menekankan pendidik yang profesional, yaitu pendidik yang selain memiliki kompetensi akademik, pedagogik dan sosial juga kompetensi kepribadian. Dengan kompetensi akademik mutu penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan akan dapat dicapai. Dengan kompetensi pedagogik, proses belajar mengajar akan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Dengan kompetensi sosial, keterkaitan masyarakat, stakeholder dan lainnya dalam menunjang keberlangsungan pendidikan akan dapat diberdayakan dan dimaksimalkan. Dan dengan kompetensi kepribadian, hasil pendidikan dan pengajaran akan dapat mempengaruhi pembentukan watak dan karakter peserta didik yang baik.4 Dari
berbagai
pendapat
yang
menjelaskan
tentang
pendidik,
sesungguhnya jauh lebih lengkap adalah kepribadian pendidik yang dimiliki oleh Nabi Muhammad Saw., yakni dapat dijadikan sebagai figur pendidik sejati dalam perspektif Islam. Dalam segala hal, pribadi Nabi Muhammad Saw. selalu dijadikan rujukan sebagai figur seorang pendidik, yang melekat pada diri pribadinya sebagai manusia atau pendidik dengan kompetensi yang ideal.5 Manusia telah diberi kemampuan untuk meneladani para Rasul Allah dalam menjalankan kehidupannya. Salah satu Rasul Allah yang harus kita contoh 3
Nafis, Ilmu Pendidikan Islam, 83. Ibid., 171. 5 A. Fatih Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam (Malang: UIN-Malang Press, 2008), 91. 4
4
adalah Nabi Muhammad Saw. karena dia telah menunjukkan bahwa pada dirinya terdapat sesuatu keteladanan yang mencerminkan kandungan al-Qur‟an secara utuh. Juga dalam rangkaian perilakunya terdapat nilai-nilai paedagogis yang sangat berharga untuk kita praktikkan dalam dunia pendidikan, khususnya di sekolah formal. Berkaitan dengan hal ini, Allah Swt. berfirman:
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Q.S. al-Ahzab (33) : 21). Salah satu metode pendidikan yang dianggap besar pengaruhnya terhadap keberhasilan proses belajar mengajar adalah metode pendidikan dengan keteladanan. Yang dimaksud metode keteladanan di sini yaitu suatu metode pendidikan dengan cara memberikan contoh yang baik kepada peserta didik, baik ucapan maupun dalam perbuatan.6 Bila dicermati secara historis, pendidikan di zaman Rasulullah Saw. dapat dipahami bahwa salah satu faktor terpenting yang membawa beliau kepada
6
Syahidin, Menelusuri Metode Pendidikan dalam al-Qur’an (Bandung: Alfabeta, 2009), 150.
5
keberhasilan
adalah
keteladanan
(uswah).
Rasulullah
ternyata
banyak
memberikan keteladanan dalam mendidik para shahabatnya.7 Allah mengutus Nabi Muhammad Saw. ke permukaan bumi adalah sebagai contoh atau teladan yang baik bagi umatnya. Beliau selalu terlebih dahulu mempraktikkan semua ajaran yang disampaikan Allah sebelum menyampaikannya kepada umat, sehingga tidak ada celah bagi orang-orang yang tidak senang untuk membantah dan menuduh bahwa Rasulullah Saw. hanya pandai bicara dan tidak pandai mengamalkan.8 Salah satu keteladanan Nabi Muhammad adalah dalam medan peperangan. Dan perang Badar adalah satu di antara sekian banyak contoh yang menggambarkan keagungan dan kemahiran beliau dalam memimpin pasukan di medan pertempuran.9 Perang ini (Badar) terjadi pada bulan Ramadhan tahun ke-2 Hijriyah. Para ahli sejarah menyebutnya sebagai perang terbesar sepanjang sejarah Islam atau
markatul-h}asimah, perang yang menentukan. Karena dalam perang inilah ditentukan kelangsungan nasib kaum muslimin dan dakwah Islam.10 Peristiwa Badar ini juga menjadi asas yang kuat untuk masa depan Islam. Oleh sebab itulah, al-Qur‟an menyebut peristiwa ini dengan yaum al-furqan karena ia membedakan antara kebenaran dan kebatilan. Hari yang menjadikan orang-orang 7
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Pers, 2012),
116. 8
Ibid., 119. Ibid., 247. 10 Debby M. Nasution, Kedudukan Militer dalam Islam dan Peranannya pada Masa Rasulullah Saw. (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2003), 87. 9
6
mukmin merasa tinggi dan orang-orang yang berakidah batil menjadi sangat rendah.11 Sedang menurut Joseph Hell, kemenangan Badar menghasilkan konsolidasi kekuatan Yastrib. Namun, hasil yang paling penting dari peperangan itu adalah mempertahankan keimanan Nabi Muhammad sendiri dan para shahabatnya yang paling dekat di dalam tugas kenabiannya. Setelah bertahuntahun mengalami kesulitan dan penganiayaan-penganiayaan. Maka tibalah keberhasilan yang mempesonakan ini.12 Bagi yang meneliti dan mencermati sejarah kehidupan Nabi Saw. dan menelaah sekitar peperangan yang berlangsung di masa beliau dan betapa perlakuan beliau terhadap musuh-musuh dan tawanan perang yang tertangkap basah. Maka dengan mudah ia akan menarik kesimpulan betapa besar kewibawaan beliau selaku pimpinan tertinggi, dan betapa pula kemahiran dalam siasat dan taktik perang serta kebijaksanaan dari ketelitian dalam mengurus dan menangani kepentingan prajurit dan anak buahnya. Padahal beliau tidak pernah belajar ilmu ketentaraan atau siasat peperangan dari sekolah atau akademi manapun juga.13 Di samping risalahnya yang agung dan merupakan sumber ilham dan hidayah, kejeniusan kepemimpinan militer Rasulullah Saw. tampak dalam 11
Ahmad al-„Usairy, Sejarah Islam, terj. Samson Rahman (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2003), 112. 12 Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, terj. Adang Affandi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), 115. 13 Sayyid Muhammad Alwy al-Maliky, Insan Kamil, terj. Hasan Baharun (Surabaya: Bina Ilmu, 2007), 246.
7
memimpin pasukan, memobilisasi pasukan yang bagus, serta antisipasi masuknya bahaya dan serangan musuh. Demikian pula dengan perhitungan beliau yang akurat terhadap kekuatan militer musuh, jumlah personal mereka, lokasi-lokasi pertahanan mereka.14 Berangkat dari latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka peneliti merasa perlu mengkaji dan meneliti dengan mengangkat judul: “Nilainilai Keteladanan Nabi Muhammad Saw. pada Perang Badar al-Kubra dan Relevansinya dengan Kompetensi Pendidik dalam Pendidikan Islam”
B. RUMUSAN MASALAH Berangkat dari judul dan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka untuk memudahkan dalam pembahasan lebih lanjut diperlukan adanya rumusan masalah. Adapun pokok-pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana proses terjadinya perang Badar al-Kubra?
2.
Apa saja nilai-nilai keteladanan Nabi Muhammad Saw. dalam perang Badar al-Kubra?
3.
Bagaimana relevansi nilai-nilai keteladanan Nabi Muhammad Saw. pada perang Badar al-Kubra dengan kompetensi pendidik dalam pendidikan Islam?
14
Abul Hasan Ali al-Hasani an-Nadwi, Sirah Nabawiyah Sejarah Lengkap Nabi Muhammad Saw, terj. Muhammad Halabi, et.al. (Yogyakarta: Darul Manar, 2014), 252.
8
C. TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1.
Untuk menjelaskan proses terjadinya perang Badar al-Kubra.
2.
Untuk mendeskripsikan nilai-nilai keteladanan Nabi Muhammad Saw. dalam perang Badar al-Kubra.
3.
Untuk menjelaskan relevansi nilai-nilai keteladanan Nabi Muhammad Saw. pada perang Badar al-Kubra dengan kompetensi pendidik dalam pendidikan Islam.
D. MANFAAT PENELITIAN Dalam setiap penelitian dan kajian, diharapkan dapat menghasilkan manfaat, baik teoritis maupun praktis. Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini: 1.
Manfaat Teoritis Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi khazanah pendidikan Islam. Khususnya tentang nilai-nilai keteladanan Nabi Muhammad Saw. pada perang Badar al-Kubra dan relevansi dengan kompetensi pendidik dalam pendidikan Islam
9
2.
Manfaat Praktis a.
Bagi para pendidik Dapat menambah wawasan tentang nilai-nilai keteladanan Nabi Muhammad Saw. dalam perang Badar al-Kubra dan meningkatkan kualitas pengajaran dengan cara meneladani perbuatan nabi Muhammad Saw. dalam perang Badar al-Kubra.
b.
Bagi peneliti Menambah wawasan dan pengalaman dalam hal penelitian yang akan memberi manfaat bagi kehidupan penulis ke depan, terlebih ketika penulis terjun di dunia pendidikan.
c.
Bagi lembaga Sebagai bahan kajian pustaka bagi mahasiswa Jurusan Tarbiyah yang akan meneliti tentang keteladanan Nabi Muhammad Saw., serta sebagai sumbangan pemikiran dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di STAIN Ponorogo.
d.
Bagi pihak yang relevan dengan penelitin ini Sebagai referensi, refleksi, ataupun sebagai bahan perbandingan kajian yang dapat digunakan lebih lanjut dalam pengembangan pendidikan Islam.
10
E. TELAAH PUSTAKA Disamping memanfaatkan berbagai teori yang relevan dengan bahasan ini, penulis juga melakukan telaah penelitian terdahulu yang ada relevansinya dengan penelitian ini. Adapun hasil penelitian terdahulu tersebut antara lain: Telaah yang dilakukan Lina Puspitasari (NIM. 210308068) Jurusan Tarbiyah Program Studi Pendidikan Agama Islam STAIN Ponorogo tahun 2012 yang berjudul “Kompetensi Guru dalam al-Qur‟an Surat al-H}ujura>t Ayat 1-13 (Studi Komparatif antara Tafsir Ibnu Kathi>r dan Tafsir al-Mara>ghi>). Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana kompetensi guru dalam al-Qur‟an surat al-H}ujura>t ayat 1-13 menurut tafsir Ibnu Kathi>r dan Tafsir al-Mara>ghi>?
2.
Apa persamaan dan perbedaan kompetensi guru dalam al-Qur‟an surat alH}ujura>t ayat 1-13 menurut tafsir Ibnu Kathi>r dan Tafsir al-Mara>ghi>? Untuk menjawab pertanyaan tersebut peneliti menggunakan pendekatan
deskriptif kualitatif dengan memaparkan pendapat Ibnu Kathi>r dan al-Mara>ghi> dalam
menafsirkan
al-Qur‟an
surat
H}ujura>t
ayat
1-13
kemudian
membandingkannya. Dalam teknik pengumpulan data peneliti menggunakan teknik dokumenter dan teknik membaca. Teknik analisis data menggunakan kajian isi (content analysis).
11
Hasil dari kajian ini yaitu: 1.
Kompetensi guru yang ada dalam al-Qur‟an surat H}ujura>t ayat 1-13 berdasarkan tafsir Ibnu Kathi>r dan tafsir al-Mara>ghi> adalah kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi sosial.
2.
Persamaan Ibnu Kathi>r dan al-Mara>ghi> dalam menafsirkan al-Qur‟an surat H}ujura>t ayat 1-13 adalah kompetensi pedagogik: memahami peserta didik, merancang
pembelajaran
dengan
teori
humanistik,
melaksaanakan
pembelajaran dengan metode perumpamaan, mau’id}ah, taghrib, merancang dan melaksanakaan evaluasi pembelajaran. Kompetensi kepribadian: takwa, mengikuti dan menaati Rasul, pemaaf, jujur, sabar, penyanyang. Kompetensi profesional: menguasai materi pembelajaran. Kompetensi sosial: larangan mengolok-olok, ghibah, su’uz}on, mencari-cari kesalahan, sopan, silaturahmi. Sedangkan perbedaannya adalah kompetensi pedagogik: melaksanakan pembelajaran dengan metode ibrah, tahdib. Kompetensi kepribadian: rendah hati. Sedangkan telaah yang kedua adalah penelitian dilakukan oleh Yusmicha Ulya Afif (NIM. 243032096) Jurusan Tarbiyah Program Studi Pendidikan Agama Islam STAIN Ponorogo tahun 2007 yang berjudul “Konsep Pendidikan Keteladanan dalam Islam (Telaah Atas Pemikiran Dr. Abdullah Nashih Ulwan
12
dalam Kitab Tarbiyat al-Au>la>d Fi> al-Isla>m)” dengan rumusan masalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana konsep keteladanan di lingkungan keluarga menurut Dr. Abdullah Nashih Ulwan dalam kitab Tarbiyat al-Au>la>d Fi> al-Isla>m ?
2.
Bagaimana konsep keteladanan di lingkungan sekolah menurut Dr. Abdullah Nashih Ulwan dalam kitab Tarbiyat al-Au>la>d Fi> al-Isla>m ?
3.
Bagaimana konsep keteladanan di lingkungan masyarakat menurut Dr. Abdullah Nashih Ulwan dalam kitab Tarbiyat al-Au>la>d Fi> al-Isla>m ? Penelitian ini termasuk penelitian pustaka (library research), yang
menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan metode editing dan organising. Sedangkan dalam menganalisa data, penulis menggunakan metode content analysis. Analisa data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang paling penting untuk dipelajari, sehingga akan dapat membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain. Hasil dari penelitian ini adalah: 1.
Dalam keluarga, adanya keteladanan yang baik, yang ditunjukkan oleh kedua orang tua akan membentuk akhlak yang mulia pada diri anak, dan keteladanan adalah salah satu upaya untuk meluruskan kenakalan anak.
13
2.
Keteladanan yang ditunjukkan oleh guru terhadap anak didiknya tidak hanya dapat membantu membentuk akhlak
anak, akan tetapi dengan adanya
keteladanan akan membantu guru dalam menyampaikan materi. 3.
Keteladanan seorang pemimpin masyarakat/bangsa dapat mempengaruhi perkembangan dan kemajuan warga dan negara. Sedangkan telaah yang ketiga oleh Hawin „Alain, (NIM. 210309160)
Jurusan Tarbiyah Program Studi Pendidikan Agama Islam STAIN Ponorogo tahun 2013 yang berjudul “Konsep Kompetensi Pendidik Menurut John Dewey dan Ibn Khaldun (Sebuah Perbandingan). Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana kompetensi pendidik menurut John Dewey?
2.
Bagaimana kompetensi pendidik menurut Ibn Khaldun?
3.
Bagaimana persamaan dan perbedaan kompetensi pendidik menurut John Dewey dan Ibn Khaldun? Untuk menjawab persamaan permasalahan di atas, peneliti menggunakan
pendekatan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian kajian pustaka (library research). Teknik pengumpulan datanya dengan teknik dokumentasi. Sedangkan
teknik analisis datanya menggunakan teknik analisis isi (content analysis) dengan metode berfikir induktif. Analisis ini dilakukan dengan tiga langkah: data reduction (reduksi data), data display (penyajian data), dan conclusion drawing
(kesimpulan sementara).
14
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1.
Kompetensi pendidik menurut John Dewey mencakup: kompetensi kepribadian yakni dewasa dan berpengalaman, kompetensi pedagogik yakni memahami
keadaan
psikologis
peserta
didik,
mampu
menerapkan
pembelajaran interaktif dan mampu memperlakukan peserta didik secara individual, dan kompetensi sosial
yakni
mengetahui dan mampu
memanfaatkan lingkungan sekitar. 2.
Kompetensi pendidik menurut Ibnu Khaldun meliputi: kompetensi kepribadian yakni memiliki sikap kasih sayang, berakhlak mulia, dan dapat diteladani, kompetensi pedagogik yakni mampu menciptakan pembelajaran interaktif, mengetahui dan mampu menerapkan metode pembelajaran, mengetahui kondisi psikologis peserta didik, dan kompetensi profesional yakni memilikin keahlian memahami struktur dan konsep ilmu.
3.
Persamaan kompetensi pendidik antara John Dewey dan Ibnu Khaldun dapat diketahui dapat diketahui dari kompetensi pedagogik dimana keduanya menginginkan agar pendidik mengetahui kondisi psikologis peserta didik dan mampu menciptakan pembelajaran interaktif. Sedangkan perbedaannya terletak
pada
kompetensi
kepribadian
dimana
John
Dewey lebih
menonjolkan kedewasaan dan pengalaman pendidik, sedangkan Ibnu Khaldun lebih menonjolkan akhlak yang dapat diteladani dari seorang pendidik.
15
Dari beberapa telaah di atas memiliki perbedaan dengan penelitian ini. perbedaannya terletak pada keteladanan Nabi Muhammad Saw. pada perang Badar al-Kubra sebagai acuan. Di mana keteladanan Nabi Muhammad Saw. pada perang Badar al-Kubra tersebut kemudian direlevansikan dengan kompetensi pendidik dalam pendidikan Islam.
F. METODE PENELITIAN 1.
Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan yang penulis ambil dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif, yaitu pendekatan yang digunakan untuk memecahkan masalah dengan menggambarkan/melukiskan keadaan objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak.15 Sedangkan karena didasarkan pada data-data kepustakaan, maka penelitian ini dapat diklasifikasikan dalam penelitian kepustakaan (library research) yaitu sebuah kajian yang menjadikan bahan pustaka sebagai
sumber atau data utama dalam proses penelitian.16 2.
Sumber Data Sumber data yang dijadikan bahan-bahan dalam kajian ini merupakan sumber data yang diperoleh dari bahan–bahan pustaka yang dikategorikan sebagai berikut:
15 16
Hadari Nawawi, Metode Penelitian (Jogjakarta: Gajah Mada University Press, 1996), 67. Neong Muhajir, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Rakesrain, 1998), 159.
16
a.
Sumber Data Primer Sumber data primer adalah hasil-hasil penelitian atau tulisantulisan karya peneliti atau teoritisi yang orisinil.17Sumber data primer merupakan bahan atau rujukan utama dalam mengadakan suatu penelitian untuk mengungkapkan dan menganalisis penelitian tersebut. Adapun data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam al-Muafiri, Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam.
2) Syaikh Shafiyyur-Rahmanal-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah. 3) Muh. Rawwas Qol‟ahji. Sirah Nabawiyah Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw.
b.
Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder adalah bahan pustaka yang ditulis dan dipublikasikan oleh seorang penulis yang tidak secara langsung melakukan pengamatan atau berpartisipasi dalam kenyataaan yang ia deskripsikan. Jadi yang dimaksud sumber data sekunder yaitu bukubuku yang ditulis oleh penulis-penulis lain yang berkaitan dengan masalah dalam kajian ini, diantaranya: 1) Debby M. Nasution, Kedudukan Militer dalam Islam dan Peranannya pada Masa Rasulullah Saw.
17
Ibnu Hajar, Dasar-dasar Metologi Penelitian dalam Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo, 1996), 83.
17
2) Abul Hasan Ali al-Hasani an-Nadwi, Sirah Nabawiyah Sejarah Lengkap Nabi Muhammad Saw.
3) Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad. 4) Syaikh Samih Kurayyin, Ramadhan Bersama Nabi. 5) Muhammad al-Ghazali, Sejarah Perjalanan Hidup Muhammad. 6) Martin Lings, Muhammad: Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik.
7) Brigjen Mahmud Syit Khaththab, Musyawarah Nabi Saw. dalam Perang.
3.
Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan, oleh karena itu teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah : a.
Teknik literer Teknik literer adalah penggalian bahan-bahan pustaka yang koheren dengan objek pembahasan yang dimaksud.18
b.
Teknik Dokumenter Teknik dokumenter adalah mengumpulkan data dari berbagai dokumen
yang
dapat
berbentuk
tulisan,
gambar
atau
karya
monumental.19
18
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), 24. 19 Sugiono, Metode Penelitian Penddidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2006), 329.
18
4.
Teknik Analisis Data Setelah dilakukan pengumpulan data, data tersebut kemudian dianalisis untuk mendapatkan kesimpulan. Untuk menganalisis data yang telah dikumpulkan, teknik analisis yang digunakan adalah sebagai berikut: a.
Analisis deskriptif Analisis deskriptif yakni data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Hal ini disebabkan oleh adanya
penerapan
metode
kualitatif.
Selain
itu,
semua
yang
dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti.20 Dari sinilah akhirnya diambil sebuah kesimpulan umum yang semula berasal dari data-data yang ada tentang obyek permasalahannya. b.
Analisis Isi (content analisys) Data yang terkumpul, baik yang diambil dari kitab, buku, majalah, jurnal, skripsi dan sebagainya kemudian dianalisis dengan menggunakan metode analisis isi (content analisys). Metode ini digunakan untuk memperoleh keterangan dari isi komunikasi, yang disampaikan dalam bentuk lambang yang terdokumentasi atau dapat didokumentasikan. Analisis ini berfungsi untuk menggali nilai-nilai
20 Lexy J. Moleong, Metodoogi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya: 2002), 6.
19
yang terpendam, atau dengan kata lain untuk mengungkap makna yang tersirat dan tersurat.21
G. SISTEMATIKA PEMBAHASAN Skripsi ini disusun dengan sistematika yang terdiri dari lima bab yang masing-masing bab terdiri dari sub bab yang saling berkaitan erat satu dengan lainnya dan menjadi satu kesatuan yang utuh, yaitu: Bab I, adalah pendahuluan, dalam bab ini penulis menguraikan beberapa hal yang menjadi permulaan dari adanya penelitian ini mencakup latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian teori dan atau telaah pustaka, metode penelitian dan sistematika pembahasan Bab II, berisi tentang kerangka teoritik tentang nilai-nilai keteladanan dan kompetensi pendidik dalam pendidikan Islam. Bab ini dimaksudkan untuk membahas tentang teori yang dipergunakan sebagai landasan melakukan penelitian kajian pustaka ini. Bab III, merupakan paparan tentang proses terjadinya perang Badar alKubra. Sebab terjadinya sampai pasca terjadinya peperangan. Selain itu juga berisi mengenai keteladanan Nabi Muhammad Saw. pada perang Badar al-Kubra
21
175.
Amirul Hadi dan Haryono, Metodologi Penelitian Pendidikan (Bandung: Pustaka Setia, 1998),
20
Bab IV, dalam bab ini berisi analisis data tentang relevansi nilai-nilai keteladanan Nabi Muhammad Saw. pada perang Badar al-Kubra dengan kompetensi pendidik dalam pendidikan Islam. Kemudian bab V, adalah penutup yang berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian kajian pustaka ini. Selain itu juga mengemukakan saran-saran atau rekomendasi dari penulis.
21
BAB II KETELADANAN NABI MUHAMMAD SAW. DAN KOMPETENSI PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM
1.
Nilai Keteladanan Nabi Muhammad Saw. 1.
Pengertian Nilai Keteladanan Nilai berarti harga, sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan, sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai dengan hakikatnya.22 Nilai biasanya digunakan untuk menunjuk kata benda yang abstrak, yang dapat diartikan sebagai keberhargaan (worth) atau kebaikan (goodness). Nilai dapat pula diartikan sebagai sifat atau kualitas dari sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik lahir maupun batin. Bagi manusia, nilai dijadikan landasan, alasan atau motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku, baik disadari maupun tidak.23 Jadi, yang mempunyai nilai itu tidak hanya sesuatu yang berwujud (benda material) saja, tetapi juga sesuatu yang tidak berwujud (immaterial).
22
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), 783. 23 Darji Darmodiharjo, Pokok-pokok Filsafat Hukum Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004), 233.
22
Bahkan, sesuatu yang immaterial itu seringkali mempunyai nilai sangat tinggi dan mutlak bagi manusia, seperti nilai religius.24 Sedangkan keteladanan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata “teladan” yang memiliki makna sesuatu yang patut ditiru atau baik untuk dicontoh. Oleh karena itu keteladanan berarti hal yang dapat ditiru atau dicontoh.25 Dalam bahasa Arab keteladanan diungkapkan dengan kata uswah dan qudwah. Kata uswah terbentuk dari huruf-huruf: hamzah, alsin dan al-waw. Secara etimologi setiap kata bahasa Arab yang terbentuk
dari ketiga huruf tersebut memiliki persamaan arti yaitu pengobatan dan perbaikan. Menurut al-Ashfahany, bahwa al-uswah dan al-iswah sebagaimana kata al-qudwah dan al-qidwah berarti suatu keadaan ketika seorang manusia mengikuti manusia lain, apakah dalam kebaikan, kejelekan, kejahatan atau kemurtadan. Senada dengan al-Ashfahany, Ibn Zakaria mendefinisikan, bahwa uswah berarti qudwah yang artinya ikutan, mengikuti yang diikuti. Dengan demikian keteladanan adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh oleh seseorang dari orang lain. Namun keteladanan yang dimaksud di sini adalah keteladanan yang dapat dijadikan sebagai alat pendidikan Islam, yaitu
24 25
Ibid., 235. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia , 1160.
23
keteladanan yang baik, sesuai dengan pengertian uswah dalam ayat-ayat alQur‟an.26 Dalam al-Qur‟an keteladanan diistilahkan dengan kata uswah, kata ini terulang sebanyak tiga kali dalam dua surat, yaitu:
Artinya: “Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia.” (Q.S. al-Mumtahanah [60] : 4).
Artinya: “Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) hari Kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah Dia-lah yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (Q.S. alMumtahanah [60] : 6).
Dan pada surat lain Allah berfirman:
26
117.
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Pers, 2012),
24
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Q.S. al-Ahzab [33] : 21). Ketiga ayat di atas memperlihatkan bahwa kata uswah selalu digandengkan dengan sesuatu yang positif: h{asanah (baik) dan suasana yang sangat menyenangkan yaitu bertemu dengan Tuhan sekalian alam.27 Sehingga nilai keteladanan berarti sifat-sifat atau hal-hal yang melekat pada sesuatu yang dapat ditiru atau dicontoh oleh sesorang dari orang lain, di mana hal yang dapat ditiru atau dicontoh tersebut adalah sesuatu yang baik.
2. Urgensi Keteladanan dalam Pendidikan Keteladanan merupakan sarana pendidikan yang paling penting. Hal ini terjadi karena secara naluriah dalam diri anak ada potensi untuk meniru hal-hal yang ada di sekitarnya.28 Keteladanan yang baik memberikan pengaruh besar terhadap jiwa anak.29
27
Ibid., 117-119. Adnan Hasan Shahih Baharits, Tanggung Jawab Ayah terhadap Anak Laki-laki, terj. Sihabuddin (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), 54. 29 Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid, Mendidik Anak Bersama Nabi Panduan Lengkap Pendidikan Anak Disertai Teladan Kehidupan Para Salaf, terj. Salafuddin Abu Sayyid (Solo: Pustaka Arafah, 2006), 457. 28
25
Salah satu fitrah yang terdapat dalam diri manusia yaitu fitrah meneladani (meniru). Fitrah tersebut berupa hasrat yang mendorong anakanak untuk meniru perilaku orang yang ia lihat tatkala anak-anak sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan dalam dirinya atau pada saat belum mampu berfikir kritis. Ada beberapa unsur yang menyebabkan anak pada saat tertentu suka meniru (meneladani) orang lain, yaitu: 1.
Pada setiap anak ada dorongan dalam dirinya berupa keinginan halus yang tidak dirasakannya untuk meniru (meneladani) orang yang dikaguminya. Baik di dalam aksen berbicara, cara bergerak, cara bergaul, cara menulis, dan juga sebagian besar adat tingkah laku, yang semuanya itu tanpa disengaja.
2.
Pada usia tertentu anak-anak mempunyai kesiapan untuk meniru. Biasanya anak-anak pada usia-usia tertentu mempunyai potensi berupa kesiapan utuk meniru perilaku orang yang dijadikan idola dalam hidupnya. Potensi ini ada pada setiap orang sesuai dengan perkembangan kejiwaan anak tersebut.
3.
Dalam melakukan peniruan pada diri anak ada suatu tujuan yang bersifat naluriah. Setiap peniruan mempunyai tujuan yang kadangkadang diketahui oleh pihak anak dan kadang-kadang tidak. Yang jelas,
26
bahwa setiap peniruan mempunyai harapan akan memperoleh perbuatan seperti orang yang dikaguminya.30 Metode keteladanan sebagai suatu metode yang digunakan untuk merealisasikan tujuan pendidikan dengan memberi contoh keteladanan yang baik kepada siswa agar mereka dapat berkembang baik fisik maupun mental dan memiliki akhlak yang baik dan benar. Keteladanan memberikan kontribusi yang sangat besar dalam pendidikan ibadah, akhlak, kesenian dll.31 Cahyasi
Takariman
mengemukakan, bahwa
faktor penyebab
kenakalan anak adalah karena terjadinya krisis prinsip, qudwah dan lingkungan. Dalam upaya menciptakan anak yang shaleh, pendidik tidak cukup hanya memberikan prinsip saja, karena yang lebih penting bagi siswa adalah figur yang memberikan keteladanan dalam menerapkan prinsip tersebut. Sehingga sebanyak apapun prinsip yang diberikan tanpa disertai contoh tauladan, ia hanya akan menjadi kumpulan resep yang tak bermakna. Seorang guru hendaknya tidak hanya mampu memerintah atau memberikan teori kepada siswa. Tetapi lebih dari itu, ia harus mampu menjadi panutan bagi siswanya, sehingga siswa dapat mengikutinya tanpa
30
Syahidin, Menelusuri Metode Pendidikan dalam al-Qur’an (Bandung: Alfabeta, 2009), 153-
31
Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, 119-120.
156.
27
merasakan unsur paksaan. Oleh karena itu, keteladanan merupakan faktor dominan dan sangat menentukan bagi keberhasilan pendidikan.32
3.
Bentuk-bentuk Keteladanan Ada dua bentuk metode pendidikan keteladanan, yaitu yang disengaja dan dipolakan sehingga sasaran, perubahan perilaku dan pemikiran anak sudah direncanakan dan ditargetkan, dan ada bentuk yang tidak disengaja dan tidak dipolakan. Kedua bentuk ini ada yang berpengaruh secara langsung pada perilaku anak dan pula yang memerlukan proses lebih jauh. a.
Bentuk Pengaruh Keteladanan yang Tidak Disengaja Dalam hal ini, pendidik tampil sebagai figur yang dapat memberikan contoh-contoh yang baik dalam kehidupannya sehari-hari. Bentuk pendidikan semacam ini keberhasilannya banyak tergantung pada kualitas kesungguhan realisasi karakteristik pendidik yang diteladani, seperti keilmuannya, kepemimpinannya, keikhlasannya, dan lain sebagainya. Dalam kondisi pendidikan seperti ini, pengaruh teladan berjalan secara langsung tanpa disengaja. Oleh karena itu, setiap orang yang diharapkan menjadi teladan
hendaknya memelihara tingkah
lakunya, disertai kesadaran bahwa ia bertanggung jawab di hadapan 32
Ibid., 121-122.
28
Allah dalam segala hal yang diikuti oleh orang lain sebagai pengagumnya. Semakin tinggi kualitas pendidik akan semakin tinggi pula tingkat keberhasilan pendidikannya.33
b. Bentuk Pengaruh Keteladanan yang Disengaja Peneladanan kadangkala diupayakan secara sengaja, yaitu sang pendidik sengaja memberikan contoh yang baik kepada para peserta didiknya supaya dapat menirunya. Umpamanya, guru memberikan contoh membaca yang baik agar para pelajar menirunya.34
4.
Kelebihan dan Kekurangan Metode Keteladanan a.
Kelebihan Kelebihan metode keteladanan di antaranya : 1) Peserta didik lebih mudah menerapkan ilmu yang dipelajari di sekolah. 2) Guru lebih mudah mengevaluasi hasil belajarnya. 3) Tujuan pendidikan lebih terarah dan tercapai dengan baik. 4) Tercipta hubungan baik antara guru dan siswa. 5) Mendorong guru untuk selalu berbuat baik karena dicontoh siswanya.
33 34
Syahidin, Menelusuri Metode Pendidikan dalam al-Qur’an, 157. Ibid., 159.
29
b. Kekurangan Sedangkan kekurangan metode ini adalah: 1) Adanya guru yang tidak memenuhi kode etik keguruan. 2) Guru tidak mencerminkan sikap mentalitas dan moralitasnya di hadapan siswa, sehingga anak didik cenderung bersikap apatis, tidak menunjukkan motivasi belajar dan cenderung berlawanan dengan tata tertib sekolah.35
5.
Nilai-nilai Keteladanan Nabi Muhammad Saw. Kurikulum pendidikan yang sempurna telah dibuat dengan rancangan yang jelas bagi perkembangan manusia melalui sistematisasi bakat, psikologis, emosi, mental dan potensi manusia. Namun, tidak dapat dipungkiri jika timbul masalah bahwa kurikulum seperti itu masih tetap memerlukan pola pendidikan realistis yang dicontohkan oleh seorang pendidik melalui perilaku dan metode pendidikan yang dia perlihatkan kepada anak didiknya sambil tetap berpegang pada landasan, metode dan tujuan kurikulum pendidikan. Untuk kebutuhan itulah Allah mengutus Muhammad Saw. sebagai hamba dan Rasul-Nya menjadi teladan bagi manusia dalam mewujudkan tujuan pendidikan Islam.36
35
Thoifuri, Menjadi Guru Inisiator (Semarang: Rasail Media Group, 2007), 61. Abdurrahman an-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, terj. Shihabuddin (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), 260. 36
30
Rasulullah merupakan teladan terbesar bagi segenap umat manusia di dalam sejarah manusia yang panjang ini. Beliau adalah seorang pendidik, seorang da‟i, pejuang, kepala rumah tangga, dan seorang yang memberikan petunjuk kepada manusia dengan tingkah lakunya sendiri sebelum dengan kata-kata yang baik. Rasulullah Saw. merupakan teladan universal bagi seluruh manusia. Dan ini ditegaskan Allah dalam firman-Nya:
Artinya: “Dan kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.” (Q.S. Saba‟ [34] : 28) Dalam ayat lain, Allah menjelaskan pula:
Artinya: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (Q.S. al-Anbiyaa [21] : 107) Allah menjadikan suri tauladan pada diri Nabi Muhammad Saw. bukanlah untuk dijadikan kultus ataupun dambaan kosong dalam lautan khayal, tetapi Allah menjadikannya dengan maksud agar manusia mewujudkannya di dalam mereka, sesuai dengan kemampuan mereka meniru dan meningkatkan diri. Dengan demikian, keteladanan itu dapat
31
disentuh, tidak menjadi khayal kosong yang dibuai oleh perasaan yang tidak ada dasar kenyataannya. Keteladanan merupakan salah satu metode pendidikan yang diterapkan Rasulullah dan dianggap paling banyak pengaruhnya terhadap keberhasilan menyampaikan misi dakwahnya. Oleh karena itu, apabila seorang pendidik mendasarkan metode pendidikannya kepada keteladanan, maka konsekuensinya ia harus dapat memberikan teladan (contoh yang baik) kepada para peserta didiknya dengan berusaha mencontoh dan meneladani Rasulullah Saw.37 Nilai keteladanan Nabi Muhammad Saw. antara lain: a.
Nilai Kepribadian Istilah kepribadian merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yakni personlity. Kata personlity sendiri berasal dari bahasa latin yakni dari person yang berarti kedok atau topeng dan personae yang berarti menembus. Person biasanya digunakan oleh para pemain sandiwara pada jaman kuno untuk memerankan suatu karakter pribadi tertentu. sedangkan yang dimaksud personae adalah para pemain sandiwara itu dengan kedoknya berusaha menembus ke luar untuk mengekspresikan suatu karakter orang
tertentu, misalnya pemarah, pemurung dan
pendiam
37
Syahidin, Menelusuri Metode Pendidikan dalam al-Qur’an, 152-153.
32
Dalam istilah bahsa Arab, menurut T. Fuad Wahab, kepribadian sering ditunjukkan dengan istilah sulukiyyah (perilaku), khuluqiyyah (akhlak),
infi’aliyyah
(emosi),
al-jadiyyah
(fisik),
al-qadarah
(kompetensi) dan muyul (minat). Dalam pengertian terminologis, Muhammad Abdul Khalik menyebutkan bahwa yang disebut dengan kepribadiaan (syakhsiyyah) adalah sekumpulan sifat yang bersifat takliah dan perilaku yang dapat membedakan seseorang dengan orang lain. Sementara itu, Abin Syamsudin mengartikan kepribadian sebagai kualitas perilaku individu yang tampak dalam melakukan penyesuaian dirinya terhadap lingkungan. sedang menurut Isjoni dalam salah satu tulisannya menyebutkan bahwa kepribadian adalah keseluruhan dari individu yang terdiri atas unsur fisik dan psikis. Dalam makna demikian, seluruh sikap dan pebuatan seseorang merupakan suatu gambaran dari kepribadian itu, asalkan dilakukan secara sadar. 38 Kepribadian muslim dapat diartikan sebagai identitas yang dimiliki seseorang sebagai ciri khas dari keseluruhan tingkah laku sebagai muslim, baik yang ditampilkan dalam tingkah laku secara secara lahiriah maupun sikap batinnya. Tingkah laku lahiriah seperti cara
38
Chaerul Rochman dan Heri Gunawan, Pengembangan Kompetensi Kepribadian Guru: Menjadi Guru Yang Dicintai dan Diteladani Oleh Siswa (Bandung: Nuansa Cendekia, 2011), 31-32.
33
berkata-kata, berjalan, makan, minum, berhadapan dengan teman, orang tua, guru, teman sejawat, sanak family dan lain-lain. Sedangkan sikap batin seperti sabar, tekun, disiplin, jujur, amanat, ikhlas, toleran, dan berbagai sifat terpuji lainnya sebagai cerminan dari akhlak al-karimah. Semua sikap dan sifat itu timbul dari dorongan batin. Semuanya itu merupakan tampilan dari sikap dan perilaku seorang hamba yang bertakwa.39
b. Nilai Sosial Pada hakikatnya manusia itu di samping sebagai mahkluk individual juga sebagai makhluk sosial, karena manusia tidak dapat hidup sendiri, terpisah dari manusia-manusia yang lain. Manusia senantiasa hidup dalam kelompok-kelompok kecil, seperti keluarga atau kelompok yang lebih luas lagi yaitu masyarakat.40 Individu merupakan bagian integral dari anggota kelompok di dalam masyarakat atau keluarga. Maka persaudaraan dianggap sebagai sebagai salah satu kunci konsep sosial dalam Islam yang menghendaki setiap individu memperlakukan individu-individu lainnya dengan cara-cara tertentu.41 Namun adanya perbedaan tingkat kemampuan dalam masyarakat
39
Jalaluddin, Teologi Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), 174-175. Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, 104. 41 Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan al-Qur’an, Terj. H.M Arifin dan Zainuddin (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), 150. 40
34
menunjukkan keterbatasan kemampuan yang dimiliki oleh setiap orang dalam kehidupannya di samping keterbatasan kesempatan yang dimilikinya.
Keterbatasan
kemampuan
dan
kesempatan
ini
menyebabkan terjadinya perbedaan dan kesenjangan. Untuk itu, Islam memberikan prinsip keadilan sosial sebagai berikut: 1) Prinsip saling mengenal (ta’aruf) Saling mengenal dan saling memahami akan melahirkan sifat empati, yaitu merasakan apa yang dirasakan orang lain. Firman Allah Swt. :
Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsabangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
35
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Q.S. al-Hujurat [49] : 13)
2) Prinsip saling menolong (ta’awuwun) Prinsip ini lahir dari kesadaran keterbatasan mannusia serta kebutuhan hidup terhadap orang lain. Firman Allah Swt. :
Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”. (Q.S. al-Maidah [5] : 2). 3) Prinsip persaudaraan (ukhuwah) Esensi dari persaudaraan adalah adanya keakraban dan kasih sayang yang membentuk sikap dan perilaku yang khas dalam bentuk kepedulian dan perhatian.42 Firman Allah Swt. berfirman:
Artinya: “Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara”. (Q.S alHujurat [49] : 10).43
c.
Nilai Motivasi
42
Erwin Yudhi Prahara, Materi Pendidikan Agama Islam (Ponorogo: STAIN Press, 2009), 433-
43
Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, 105.
434.
36
Istilah motivasi berasal dari bahasa latin mowever yang bermakna bergerak, istilah ini bermakna mendorong, mengarahkan tingkah laku manusia44 Callahan dan Clark dalam bukunya E. Mulyasa mengemukakan bahwa motivasi
adalah tenaga pendorong atau penarik
yang
menyebabkan adanya tingkah laku ke arah suatu tujuan tertentu. Dengan motivasi akan tumbuh dorongan untuk melakukan sesuatu dalam kaitannya dengan pencapaian tujuan. Motivasi dapat menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi yang ada pada diri manusia, baik yang menyangkut kejiwaan, perasaan, maupun emosi dan kemudian bertindak atau melakukan sesuatu untuk mencapa tujuan.45 Petunjuk praktis yang
perlu dilakukan dalam membangkitkan
motivasi antara lain: 1) Menjelaskan tujuaan. 2) Hadiah (reward). 3) Saingan/kompetisi. 4) Pujian. 5) Hukuman. 6) Membangkitkan dorongan.
44 45
58.
Iskandar, Psikologi Pendidikan (Sebuah Orientasi Baru) (Jakarta: Referensi, 2012), 180. E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2007
37
d. Nilai kecerdasan Inteligensi sering diartikan dengan kecerdasaan. Istilah cerdas
sendiri sudah lazim dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari. Bila seseorang tahu banyak hal, mampu belajar cepat, serta berulang kali dapat memilh tindakan yang efektif dalam situsi yng rumit, maka disimpulkan bahwa ia orang yang cerdas.46 Istilah inteligensi berasal dari kata latin intelligere yang berarti menghubungkan menyatukan satu sama lain. Dalam bahasa Arab, intelegensi disebut dengan adz-dzikra yang berarti pemahaman,
kecepatan dan kesempurnaan sesuatu. Dalam arti, kemampuan dalam memahami sesuatu secara cepat dan sempurna.47 Carl Witherington mengemukakan enam ciri dari perbuatan yang cerdas, yaitu48: 1) Memiliki kemampuan yang cepat dalam bekerja dengan bilangan. (facility in the use of numbers). 2) Efisien dalam berbahasa (language efficiency). 3) Kemampuan mengamati dan menarik kesimpulan dari hasil pengamatan yang cukup cepat (speed of perception).
46
Nyayu Khoijah, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Rajawali Press, 2014). 89. Ibid. 48 Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), 94. 47
38
4) Kemampuan mengingat yang cukup cepat dan tahan lama (facility in memorizing).
5) Cepat dalam memahami hubungan (facility in reletionship). 6) Memiliki daya khayal atau imajinasi yang tinggi (imagination).
e.
Nilai Memahami Orang Lain Interaksi antar individu manusia berbeda dengan hubungan antara dua benda. Pada manusia bukan hanya sekedar hubungan yang terjalin, tetapi suatu interaksi, yaitu saling mempengaruhi, atau hubungan timbal balik. Interaksi ini tidak bersifat mekanisme atau otomatis, tetapi beragam dan unik. Oleh karena itu, diperlukan suatu pemahamaan. Pemahaman terhadap dirinya sendiri (self understanding) dan juga pemahaman terhadap orang lain (understanding the other ). Tanpa pemahaman yang mendalam dan luas tentang diri sendiri dan orang lain tidak mungkin individu dapat berinterksi dengan orang lain dengan baik. Pemahaman saja sesungguhnya belum cukup, sebab belum berbuat apa-apa. Nilai hidup seseorang diukur oleh apa yang dia dapat berikan kepada orang lain. Dalam hubungan antar individu, sumbangan ini diberikan dalam bentuk perlakuan, tindakan-tindakan yang bijaksana, yang tepat sesuai dengan kondisi dan situasi.49
49
Ibid., 213.
39
f.
Nilai ketegasan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tegas bearti jelas dan terang benar, nyata sedang ketegasan memiliki arti kejelasan atau kepastian.50 Kekerasan sebagai cerminan tegas sikap dan tegar prinsip adalah kekerasan yang terpuji, dan tidak bertentangan dengan syari‟at. Karenanya, dalam surat At-Taubah ayat 73 dan At-Tahrîm ayat 9, Allah SWT memerintahkan Rasulullah SAW untuk bersikap keras terhadap orang-orang kafir dan munafik. Firman-Nya SWT :
Artinya : “Hai nabi, perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik dan bersikap keraslah terhadap mereka. tempat mereka adalah Jahannam dan itu adalah seburuk-buruknya tempat kembali”. (at-Tahrîm [66] : 9).
Selain itu, Allah SWT memuji para Shahabat Nabi karena sikap keras mereka terhadap kaum kafir dan berkasih sayang terhadap sesama. Firman-Nya SWT :
50
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia , 913.
40
Artinya : “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka”. (al-Fath [48] : 29).51
Prinsip di adakannya hukuman adalah: 1) Hukuman diadakan, oleh karena adanya pelanggaran atau adanya kesalahan yang diperbuat. 2) Hukuman diidakan dengan tujuan agar tidak terjadi pelanggaran. Berkenaan dengan hukuman ini, ada beberapa macam teori yang mendasarinya, yaitu: 1) Teori memperbaiki, yakni memperbaiki perbuatan. 2) Teori ganti rugi, yakni sebagai ganti kerugian akibat perbuatan yang telah dilakukan. 3) Teori melindungi, yakni melindungi orang lain hingga tidak meniru perbuatan yang salah. 4) Teori menakutkan, yaitu membuat orang takut mrngulangi perbuatan yang salah. 5) Teori hukuman alam, yaitu menjadikan seseorang belajar dari pengalaman.52
51
http://knights-of-masjid.blogspot.co.id/2011/04/ketegasan-dan-kelembutan-dalam-islam.html diakses pada tanggal 28-10-2015 pukul 06.00 WIB. 52 Binti Maunah, Landasan Peendidikan (Yogyakarta: Teras, 2009), 177.
41
2.
Kompetensi Pendidik dalam Pendidikan Islam a.
Pengertian Pendidik Dari segi bahasa, pendidik adalah orang yang mendidik. Dalam bahasa Inggris dijumpai beberapa kata yang berdekatan artinya dengan pendidik. Kata tersebut seperti “teacher ” yang diartikan guru atau pengajar dan “tutor ” yang berarti guru pribadi atau guru yang mengajar di rumah. Selanjutnya dalam bahasa Arab dijumpai kata ustadh, mudarris, mu’allim, dan muaddib. Kata “Ustadh” jama‟nya “asa>tidh” yang berarti teacher atau guru,
profesor (gelar akademik), jenjang di bidang intelektual, pelatih,
penulis dan penyair. Adapun kata mudarris berarti teacher (guru), instruktor (pelatih) dan lecturer (dosen). Selanjutnya kata mu’allim yang juga berarti teacher (guru), trainer (pemandu). Selanjutnya kata muaddib berarti educator (pendidik) atau teacher in qur’anic school (guru dalam lembaga
pendidikan al-Qur‟an). Beberapa kata di atas secara keseluruhan terhimpun dalam kata “pendidik”, karena seluruh kata tersebut mengacu kepada seseorang yang memberikan pengetahuan, keterampilan atau pengalaman kepada orang lain. Kata-kata yang bervariasi tersebut menunjukkan adanya perbedaan ruang gerak dan lingkungan di mana pengetahuan itu diberikan. Jika pengetahuan dan keterampilan itu diberikan di sekolah disebut teacher , di perguruan tinggi disebut lecturer atau profesor, di rumah-rumah secara pribadi disebut
42
tutor , di pusat-pusat latihan disebut instruktor atau trainer dan di lembaga-
lembaga pendidikan yang mengajarkan agama disebut educator. 53 Sedang secara terminologi, para pakar menggunakan rumusan yang berbeda tentang pendidik. 1) Moh. Fadhi al-Djamil menyebutkan, bahwa pendidik adalah orang yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik sehingga terangkat derajat kemanusiaannya sesuai dengan kemampuan dasar yang dimiliki oleh manusia. 2) Sutari Imam Barnadib mengemukakan, bahwa pendidik adalah setiap orang yang dengan sengaja mempengaruhi orang lain untuk mencapai kedewasaan peserta didik. 3) Zakiah Daradjat berpendapat bahwa pendidik adalah individu yang akan memenuhi kebutuhan pengetahuan, sikap dan tingkah laku peserta didik. 4) Ahmad Tafsir mengatakan bahwa pendidik dalam Islam sama dengan teori di Barat, yaitu siapa saja yang bertanggung jawab terhadap peserta didik.54 Dengan demikian, kata pendidik secara fungsional menunjukkan kepada
seseorang
yang
melakukan
kegiatan
dalam
memberikan
pengetahuan, keterampilan, pendidikan, pengalaman dan sebagainya. Orang yang melakukan kegiatan ini bisa siapa saja dan di mana saja. Di rumah, 53
Basuki dan M. Miftahul Ulum, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam (Ponorogo: STAIN Press, 2007), 77. 54 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), 58.
43
orang yang melakukan tugas tersebut adalah kedua orang tua, karena secara moral dan teologis merekalah yang diserahi tanggung jawab pendidikan anaknya. Selanjutnya di sekolah tugas tersebut dilakukan oleh guru, dan di masyarakat
dilakukan
oleh
organisasi-organisasi
kependidikan
dan
sebagainya. Atas dasar ini maka termasuk ke dalam pendidik itu bisa kedua orang tua, guru, tokoh masyarakat dan sebagainya.55 Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 bab 1 pasal 1 dibedakan antara pendidik dengan tenaga kependidikan. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widya iswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan.56 Pendidik dalam perpektif pendidikan Islam adalah orang-orang yang bertanggung
jawab
terhadap
perkembangan
peserta
didik
dengan
mengupayakan perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif, kognitif maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.
55
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), 62. Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama Republik Indonesia, Undang-undang dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang Pendidikan (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama Republik Indonesia, 2006), 5 . 56
44
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dipahami bahwa pendidik dalam perpektif pendidikan Islam ialah orang yang bertanggung jawab terhadap upaya perkembangan jasmani dan rohani peserta didik agar mencapai tingkat kedewasaan sehingga ia mampu menunaikan tugas-tugas kemanusiaan (baik sebagai khalifah fi al-ardh maupun ‘abid) sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Oleh karena itu, pendidik dalam konteks ini bukan hanya terbatas pada orang-orang yang bertugas di sekolah tetapi semua orang yang terlibat dalam proses pendidikan anak sejak alam kandungan hingga ia dewasa, bahkan sampai meninggal dunia.57 Selanjutnya jika mencoba mengikuti al-Qur‟an, akan dijumpai informasi bahwa yang menjadi pendidik itu, secara garis besar ada empat, yaitu: 1) Sebagai pendidik pertama adalah Allah Swt. Sebagai pendidik pertama, Allah menginginkan umat manusia menjadi lebih baik dan bahagia hidup di dunia dan akhirat. Karena itu mereka harus memiliki etika dan bekal pengetahuan. Untuk mencapai tujuan tersebut Allah mengirim nabi-nabi yang patuh dan tunduk kepada kehendak-Nya. Para Nabi menyampaikan ajaran Allah Swt. kepada
57
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis (Jakarta: Ciputat Pres, 2002), 41-42.
45
umat manusia. Ajaran yang diterima oleh umat manusia ini, dapat memberi petunjuk mengenai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.58 Nabi yang terdekat dengan kita adalah Nabi Muhammad Saw. pembinaan Allah Swt. terhadap beliau dapat dilihat dalam firman-firman yang diturunkan kepadanya. Dari berbagai ayat al-Qur‟an yang membicarakan mengenai kedudukan Allah Swt. sebagai guru dapat difahami, Allah memiliki pengetahuan yang amat luas (al-‘alim). Ia juga sebagai pencipta. Ini memberi isyarat bahwa seorang guru haruslah sebagai peneliti yang dapat menemukan temuan-temuan baru. Sifat yang lainnya yang dimiliki Allah sebagai guru adalah pemurah dan tidak kikir dengan ilmu-Nya, maha tinggi, penentu, pembimbing, penumbuh prakarsa, mengetahui kesungguhan manusia yang beribadah kepadaNya, mengetahui siapa yang baik dan yang buruk, menguasai cara-cara (metode) dalam membina umat-Nya antara lain melalui penegasan, perintah,
pemberitahuan,
kisah,
sumpah,
pencelaan,
hukuman,
keteladanan, pembantahan, mengemukakan teka-teki, mengajukan pertanyaan, memperingatkan, mengutuk dan meminta perhatian.59 2) Sebagai pendidik kedua adalah Nabi Muhammad Saw. Sejalan dengan pembinaan yang dilakukan Allah terhadap Nabi Muhammad Saw., Allah juga meminta beliau agar membina
58 59
Nata, Filsafat Pendidikan Islam, 65. Ibid., 65-66.
46
masyarakat, dengan perintah berdakwah. Dalam hubungan ini menarik apa yang dikatakan Quraish Shihab, bahwa Rasululah yang dalam hal ini
bertindak
sebagai
penerima
al-Qur‟an,
bertugas
untuk
menyampaikan petunjuk-petunjuk yang terdapat dalam al-Qur‟an tersebut, dilanjutkan dengan mensucikan dan mengajarkan. Mensucikan dapat diidentikkan dengan mendidik, sedangkan mengajar tidak lain kecuali mengisi benak anak didik dengan pengetahuan yang berkaitan dengan alam metafisika dan fisik. Hal ini pada intinya menegaskan bahwa kedudukan Nabi sebagai pendidik atau guru ditunjuk langsung oleh Allah.60 Sebagai guru, Nabi memulai pendidikannya kepada anggota keluarganya yang terdekat, dilanjutkan pada orang-orang yang ada di sekitarnya, termasuk para pemuka Quraisy. Sejarah mencatat bahwa tugas tersebut dilaksanakan oleh Nabi dengan hasil yang memuaskan. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari metode yang digunakan Nabi dalam mendidik tersebut, yaitu dengan cara menyayangi, keteladanan yang baik, mengatasi penderitaan dan masalah yang dihadapi umat, memberi ibarat,
contoh
dan
sebagainya
yang
masyarakat.61 3) Sebagai pendidik ketiga adalah orang tua
60 61
Ibid., 66. Ibid.
amat
menarik
perhatian
47
Pendidik dalam lingkungan keluarga adalah orang tua. Hal ini disebabkan
karena
secara
alami
anak-anak
pada
masa
awal
kehidupannya berada di tengah-tengah ayah dan ibunya. Dari merekalah anak mulai mengenal pendidikannya. Dasar pandangan hidup dan keterampilan hidup banyak tertanam sejak anak berada di tengah orang tuanya.62 Al-Qur‟an menyebutkan sifat-sifat yang harus dimiliki orang tua sebagai guru, yaitu memiliki hikmah atau kesadaran tentang kebenaran yang diperoleh melalui ilmu dan rasio, dapat bersyukur kepada Allah, suka
menasehati
anaknya
agar
tidak
mensekutukan
Tuhan,
memerintahkan anaknya agar menjalankan shalat, sabar dalam menghadapi penderitaan.63 4) Sebagai pendidik keempat adalah orang lain Orang
keempat
inilah
yang
selanjutnya
disebut
guru.
Bergesernya tugas mendidik dari kedua orang tua kepada yang lain (guru) lebih lanjut dijelaskan oleh Ahmad Tafsir, menurutnya, pada mulanya tugas mendidik itu adalah murni tugas kedua orang tua, jadi tidak perlu orang tua mengirimkan anaknya ke sekolah untuk diajar oleh guru. Akan tetapi karena perkembangan pengetahuan, keterampilan, sikap serta kebutuhan hidup sudah sedemikian luas, dalam dan rumit,
62 63
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, 60. Nata, Filsafat Pendidikan Islam, 66.
48
maka orang tua tidak mampu melaksanakan sendiri tugas-tugas mendidik anaknya. Selain tidak mampu karena luasnya perkembangan pengetahuan dan ketrampilan, mendidik anak di rumah sekarang ini amat tidak ekonomis. Dapat dibayangkan, seandainya orang tua mendidik anaknya sejak tingkat dasar sampai perguruan tinggi di rumah, oleh dirinya sendiri, sekalipun orang tuanya mampu menyelenggarakan itu, apa yang akan terjadi? Maka, tidak efisien dan mungkin juga tidak efektif.64 Dalam konteks pendidikan sebagai usaha sadar yang sengaja dirancang atau didesain dan dilakukan oleh seorang pendidik kepada peserta didik agar tumbuh dan berkembang potensinya menuju ke arah yang lebih sempurna (dewasa), dan dilaksanakan melalui jalur sekolah formal, maka yang disebut dengan pendidik dapat disederhanakan atau disempitkan maknanya. Yakni, pendidik adalah orang-orang yang sengaja dipersiapkan untuk menjadi pendidik secara profesional. Artinya pekerjaan seorang pendidik merupakan pekerjaan profesi. Dari uraian di atas, tampak bahwa ketika menjelaskan pengertian pendidik dikaitkan dengan tugas dan pekerjaan, maka variabel yang melekat adalah kegiatan yang ada di lembaga pendidikan, walaupun secara luas pengertian pendidik tidak terikat dengan lembaga pendidikan. Ini menunjukkan bahwa pada akhirnya pekerjaan seorang pendidik merupakan 64
Ibid., 67.
49
suatu jabatan atau profesi atau keahlian tertentu yang melekat pada seseorang yang tugasnya berkitan dengan kegiatan pendidikan di lembagalembaga pendidikan.65 Dalam beberapa literatur kependidikan pada umumnya, istilah pendidik sering diwakili oleh istilah guru.
Istilah guru sebagaimana
dijelaskan oleh Hadari Nawawi, adalah orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah/kelas. Secara lebih khusus lagi,
ia
mengatakan bahwa guru berarti orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak-anak mencapai kedewasaan masing-masing. Guru dalam pengertian tersebut, menurutnya bukanlah sekedar orang yang berdiri di depan kelas untuk menyampaikan materi pengetahuan tertentu, akan tetapi adalah anggota masyarakat yang harus ikut aktif dan berjiwa bebas serta kreatif dalam mengarahkan perkembangan anak didiknya untuk menjadi anggota masyarakat sebagai orang dewasa. Dalam pengertian ini terkesan adanya tugas yang demikian berat yang harus dipikul oleh seorang pendidik, khususnya guru. Tugas tersebut, selain memberikan pelajaran di muka kelas, juga harus membantu mendewasakan. Dari uraian tersebut tampak bahwa ketika menjelaskan pengertian guru atau pendidik selalu dikaitkan dengan bidang tugas atau pekerjaan yang harus dilakukannya. Ini menunjukkan bahwa pada akhirnya pendidik itu 65
A. Fatih Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam (Malang: UIN-Malang Press, 2008), 69-70.
50
adalah merupakan profesi atau keahlian tertentu yang melekat pada seseorang yang tugasnya berkaitan dengan pendidikan.66
b. Pendidik dalam Pendidikan Islam Di dalam al-Qur‟an dan as-sunah yang merupakan sumber utama ilmu pendidikan Islam, terdapat sejumlah istilah yang mengacu kepada pengerian pendidik. Istilah tersebut antara lain: al-murabbi, al-mu’allim, almuzakki, al-‘ulama, al-rasikhun fi al-‘ilm, ahl al-dhikr, al-muaddib, almurshid, al-ustdh, ulu al-bab, ulu al-nuha, al-faqih dan al-muwa’i,67 mudarris.
68
Masing-masing istilah tersebut, pada dasanya mempunyai
makna yang berbeda sesuai dengan konteks kalimat, walaupun dalam situasi tertentu mempunyai kesamaan makna.69 Istilah al-murabbi antara lain dijumpai dalam surat al-Isra‟ (17) ayat 24:
Artinya:
66
Nata, Filsafat Pendidikan Islam, 62-63. Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), 160. 68 Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, 84. 69 Muhammad Muntahibun Nafis, Ilmu Pendidikan Islam (Yogyakarta: Teras, 2011), 84. 67
51
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".”70 Istilah al-murabbi, sering dijumpai dalam kalimat yang orientasinya lebih mengarah pada pemeliharaan, baik yang bersifat jasmani atau rohani.71 Dijelaskan Muhaimin bahwa al-murabbi ialah seseorang yang memiliki tugas mendidik dalam arti pencipta, pemelihara, pengatur, pengurus, dan memperbaharui (memperbaiki) kondisi peserta didik agar berkembang potensinya.72 Selanjutnya istilah al-mu’allim, antara lain dijumpai dalam surat alBaqarah (2) ayat 151:
Artinya: “Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu AlKitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.”
70
Nata, Ilmu Pendidikan Islam, 160. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, 56. 72 Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, 85. 71
52
Istilah al-mua’allim pada ayat tersebut diartikan sebagai pengajar, yakni memberi informasi tentang kebenaran dan ilmu pengetahuan.73 Adaapun istilah al-muaddib berarti seseorang yang memiliki kedisplinan kerja yang dilandasi dengan etika, moral dan sikap santun, serta mampu menanamkannya kepada peserta didik melalui contoh untuk ditiru oleh peserta didik.74 Sedang istillah al-ustadh,
menurut biasa digunakan untuk
memanggil seorang profesor. Ini
mengandung makna bahwa seorang
pendidik (guru/al-ustadh) dituntut untuk komitmen terhadap profesionalisme dalam mengemban tugasnya. Ciri orang yang menjunjung profesionalisme adalah orang yang memiliki sikap dedikasi tinggi terhadap tugasnya, komitmen terhadap mutu proses dan hasil kerja, selalu berusaha memperbaiki model atau cara kerjanya sesuai dengan zamannya. Orang yang memiliki pekerjaan sebagai al-murabbi biasanya dipanggil dengan sebutaan al-ustadh.75
Kemudian, dijumpai pula istilah al-muzakki, yakni pada surat alBaqarah (2) ayat 128:
73
Nata, Ilmu Pendidikan Islam, 160. Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, 85. 75 Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, 84-85. 74
53
Artinya: “Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab (Al-Quran) dan Al-Hikmah (as-sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.” Istilah al-muzakki pada ayat tersebut diartikan sebagai orang yang melakukan pembinaan mental dan karakter yang mulia, dengan cara memberikan peserta didik dari pengaruh akhlak yang buruk terampil dalam mengendalikan hawa nafsu.76 Selanjutnya istilah al-‘ulama dijumpai pada surat al-Fathir (35) ayat 27-28:
76
Nata, Ilmu Pendidikan Islam, 161.
54
Artinya: “Tidakkah Kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat. Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatangbinatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah „ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” Pada ayat tersebut, istilah „ulama selain menggambarkan sebagai orang yang paling takut (bertakwa) kepada Allah dan mendalami ilmu agama, juga sebagai peneliti (researcher ) dan scientist, yakni sebagai seorang peneliti yang menghasilkan berbagai temuan dalam bidang ilmu agama. Namun demikian, pengertian yang umum digunakan mengenai al‘ulama ini yaitu seseorang yang luas dan mendalami ilmu agama, memiliki kharisma, akhlak mulia dan kepribadian yang shaleh. Adapun istilah al-rasikhun fi ‘ilm dijumpai pada surat Ali Imran (3) ayat 7:
55
Artinya: ”Dia-lah yang menurunkan Al-Kitab (Al-Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muh}kama>t, itulah pokok-pokok isi al-Qur‟an dan yang lain (ayat-ayat) mutasha>biha>t. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencaricari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.” Ayat tersebut, al-rasikhun fi ‘ilm diartikan orang yaang tidak hanya dapat memahami sesuatu yang bersifat empiris atau eksplisit, melainkan juga memahami makna, pesan ajaran, spirit, jiwa, kandungan, hakikat, substansi, inti dan esensi dari segala sesuatu. Selanjutnya istilah ahl al-dhikr dijumpai dalam surat al-Nahl (16) ayat 43:
56
Artinya: “Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang kami beri wahyu kepada mereka. Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui” Pada ayat tersebut, istilah ahl al-dzikr diartikan sebagai orang yang menguasai ilmu pengetahuan atau ahli penasehat, yaitu mereka yang pandai mengingatkan. Ia adalah orang yang memiliki pegetahuan dan keahlian yang benar-benar diakui para ahli lainnya, sehingga ia pantas disebut sebagai pakar, dan pendapat-pendapatnya layak untuk dijadikan rujukan. Adapun istilah ulu al-bab terdapat pada surat Ali Imran (3) ayat 190191:
Artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini
57
dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka.” Pada ayat tersebut istilah ulu al-bab diartikan bukan hanya orang yang memiliki daya pikir dan daya nalar, melainkan juga daya dhikir dan spiritual. Kedua daya ini digunakan secara optimal dan saling melengkapi sehingga menggambarkan keseimbangan antara kekuataan penguasaan ilmu pengetahuan (sains) dan penguasaan terhadap ajaran-ajaran agama dan nilainilai spiritualitas, seperti keimanan, ketakwaan, ketulusan kesabaran, ketawakalan dan sebagainya. Kemudian, istilah murshid dapat dijumpai pada surat al-Baqarah (2) ayat 186:
Artinya: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepadaKu, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” Pada ayat tersebut, seorang murshid adalah orang yang yarshudu>n yakni selalu berdoa kepada Allah Swt., dan senantiasa melaksanakan dan
58
memenuhi panggilan-Nya. Selain itu, ia juga senantiasa mengutamakan dan menjunjung moralitas dan patuh kepada Tuhan. Ia juga sebagai orang yang cerdas serta mampu memanfaatkan kecerdasannya itu untuk tujuan-tujuan yang mulia. Dalam sejarah istilah murshid digunakan untuk istilah guru pada pendidikan yang diselenggarakan di pusat-pusat pendidikan calon sufi, yang dikenal dengan nama lembaga pendidikan al-ribat}. Selanjutnya istilah al-muwa’idh dijumpai pada surat Luqman (31) ayat 13:
Artinya: “Dan (Ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kedhaliman yang besar” Pada ayat ini, al-muwa’idh diartikan sebagai pemberi pelajaran yang bersifat nasihat spiritual kepada manusia, agar manusia tersebut tidak menyekutukan Tuhan. Adapun istilah al-faqih dapat ditemukan pada surat at-Taubah (9) ayat 122:
59
Artinya: “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” Pada ayat tersebut, istilah al-faqih diartikan sebagai orang yang memiliki peengetahuan agama yang mendalam. Istilah ini lazim digunakan untuk orang-orang yang mendalami ilmu agama di berbagai pondok pesantren.77 Selain itu, terdapat istilah mudarris yang berarti orang yang memiliki tingkat
kecerdasan
intelektual
lebih,
dan
berusaha
membantu
menghilangkan, menghapus kebodohan/ketidaktahuan peserta didik dengan cara
melatih
intelektualnya
(intelectual
training)
melalui
proses
pembelajaran sehingga peserta didik memiliki kecerdasan intelektual dan ketrampilan.78 Adanya berbagai istilah sebagaimana di atas menunjukkan bahwa seorang pendidik dalam ajaran Islam memiliki peran dan fungsi yang sangat luas. Ketika berperan sebagai orang yang menumbuhkan, membina,
77 78
Nata, Ilmu Pendidikan Islam, 161-64. Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, 86.
60
mengembangkan potensi anak didik serta membimbingnya, maka ia disebut al-murabbi. Ketika berperan sebagai pemberi wawasan ilmu pegetahuan dan
keterampilan, ia disebut sebagai al-mu’allim. Ketika ia membina mental dan karakter seseorang agar memilliki akhlak mulia, maka ia disebut al-muzakki. Ketika berperan sebagai peneliti yang berwawasan transendental serta memilliki kedalaman ilmu agama dan ketakwaan yang sangat kuat kepada Allah, ia disebut al-‘ulama , ketika dapat berfikir secara mendalam dan menangkap makna yang tersembunyi, maka ia disebut al-rasikhun fi al-‘ilm, ketika tampil sebagai pakar yang mumpuni dan menjadi tempat bertanya dan rujukan, ia disebut ahl al-dhikir , ketika ia dapat menyinergikan hasil pemikiran rasional dan hasil perenungan emosional, maka ia disebut ulu albab, ketika ia dapat membina kader-kader pemimpin masa depan bangsa
yang bermoral, maka ia disebut al-muaddib, ketika ia menunjukkan sikap yang lurus dan menanamkan kepribadian yang jujur dan terpuji, maka ia disebut sebagai al-murshid, ketika berperan sebagai ahli agama, maka ia disebut al-faqih. Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan pendidik ialah tenaga profesional yang diserahi tugas dan tanggung jawab untuk menumbuhkan, membina, mengembangkan bakat, minat, kecerdasan, akhlak, moral, pengalaman, wawasan dan keterampilan peserta didik. Seorang pendidik adalah orang yang berilmu pengetahuan dan berwawasan luas, memiliki keterampilan, pengalaman, berkepribadian
61
mulia, memahami yang tersurat dan tersirat, menjadi contoh dan model bagi muridnya, senantiasa membaca dan meneliti, memiliki keahlian yang dapat diandalkan, serta menjadi penasehat.79
c.
Kompetensi Pendidik dalam Pendidikan Islam Kompetensi berasal dari kata competency, yang berarti kemampuan atau kecakapan. Menurut kamus bahasa Indonesia, kompetensi dapat diartikan (kewenangan) kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan sesuatu.80 Menurut Spencer, kompetensi diartikan sebagai penampilan kinerja atau situasi. Pengertian Spencer ini lebih menekankan pada wujud dari kompetensi. Kompetensi tersebut sebagai daya untuk melakukan sesuatu yang mewujud dalam bentuk unjuk kerja atau hasil kerja. 81 Sedang W. Robert Houston mendefinisikan kompetensi dengan: “competence ordinarily is defined as adequancy for a task or as possessi on of require knowledge,
79
Nata, Ilmu Pendidikan Islam, 164-165. Failasuf Fadli, Menjadi Guru Profesional Peran Pengawas dan Komite Madrasah dalam Meningkatkan Kompetensi Guru (Yogyakarta: Pustaka Ilmu Group Yogyakarta, 2014), 66. 81 Ibid., 65. 80
62
skill band abilities” (suatu tugas yang memadai atau pemilikan pengetahuan,
keterampilan dan kemampuan yang dituntut oleh jabatan seseorang).82 Sedang Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 pasal 3 ayat 1 menjelaskan
bahwa
kompetensi
adalah
seperangkat
pengetahuan,
keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kompetensi merupakan satu kesatuan yang utuh yang menggambarkan potensi, pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dinilai, yang terkait dengan profesi tertentu berkenaan
dengan
bagian-bagian
yang
dapat
diaktualisasikan
dan
diwujudkan bentuk tindakan atau kinerja untuk menjalankan profesi tertentu.83 Menurut E. Mulyasa dalam bukunya Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, menyebutkan bahwa:
Kompetensi guru merupakan perpaduan antara kemampuan personal, keilmuan, teknologi, sosial dan spiritual yang secara kaffah membentuk kompetensi standar profesi guru yang mencakup penguasaan materi, pemahaman terhadap peserta didik, pembelajaran yang mendidik, pengembangan pribadi dan profesionalisme.84
82
Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), 93. Muhammad Fathurrohman dan Sulistyorini, Meretas Pendidikan Berkualitas dalam Pendidikan Islam Menggagas Pendidik atau Guru Yang Ideal dan Berkualitas dalam Pendidikan Islam (Yogyakarta: Teras, 2012), 109-110. 84 Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru , 26. 83
63
Jadi
kompetensi
pendidik
adalah
seperangkat
pengetahuan,
keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh pendidik dalam rangka menjalankan tugasnya sesuai dengan profesinya, yakni sebagai pendidik atau guru untuk membina peserta didik dengan cara mengembangan potensi-potensi yang ada dalam diri peserta didik, yang sesuai dengan ajaran-ajaran Islam.85 Pendidik akan berhasil menjalankan tugasnya apabila mempunyai kompetensi personal-religius, sosial-religius, profesional-religius86 dan pedagogik-religius.87 Kata religius selalu dikaitkan dengan tiap-tiap kompetensi, karena menunjukkan adanya komitmen pendidik dengan ajaran Islam sebagai kriteria utama, sehingga segala masalah pendidikan dihadapi, dipertimbangkan dan dipecahkan serta ditempatkan dalam perspektif Islam.88 Istilah religius (keberagamaan) merupakan suatu sikap atau kesadaran yang muncul yang didasarkan atas keyakinaan atau kepercayaan seeorang terhadap suatu agama. 89 Keberagamaaan atau religiusitas dapat diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia. aktivitas beragama atidak hanya terjadi ketika 85
Fathurrohman dan Sulistyorini, Meretas Pendidikan Berkualitas dalam Pendidikan Islam Menggagas Pendidik atau Guru Yang Ideal dan Berkualitas dalam Pendidikan Islam, 110. 86 Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, 95. 87 Fathurrohman dan Sulistyorini, Meretas Pendidikan Berkualitas dalam Pendidikan Islam Menggagas Pendidik atau Guru Yang Ideal dan Berkualitas dalam Pendidikan Islam, 123. 88 Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, 95-96. 89 Asmaun Sahlan, Religiusitas Perguruan Tinggi Potret Pengembagan Tradisi Keagaman di Perguruan Tinggi Islam (Malang: UIN-Maiki Press, 2011), 39.
64
seseorang melakukan perilaku (beribadah), tetapi juga ketika melakukan aktifitas lain yang didorong oleh kekuatan supranatural.90 1) Kompetensi Kepribadian-Religius Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. Kompetensi kepribadian guru menunjuk perlunya struktur kepribadian dewasa yang mantap, susila, dinamika (reflektif serta berupaya untuk maju), dan bertanggung jawab. Kompetensi kepribadian dalam Pasal 3 ayat 5 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 sekurang-kurangnya mencakup kepribadian: a) Beriman dan bertaqwa. b) Berakhlak mulia. c) Arif dan bijaksana. d) Demokratis. e) Mantap. f)
Berwibawa.
g) Stabil. h) Dewasa. i)
Jujur.
Muhaimin, Suti‟ah dan Nur Ali, Pradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Islam di Sekolah (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), 293. 90
65
j)
Sportif.
k) Menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat. l)
Mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.91 Lebih lanjut, athiyah al-Abrasyi memberikan syarat kepribadian
seorang pendidik sebagai berikut: 1) Zuhud dan ikhlas. 2) Bersih lahir dan batin. 3) Pemaaf, sabar dan mampu mengendalikan diri. 4) Bersifat kebapakan atau keibuan (dewasa). 5) Mengenal dan memahami peserta didik.92 Sedang menurut Abdul Mujib, kemampuan dasar (kompetensi) yang pertama bagi pendidik adalah menyangkut kepribadian religius, artinya
pada
dirinya
melekat
nilai-nilai
utama
yang
akan
ditransinternalisasikan kepada peserta didiknya. Misalnya: kejujuran, amanah,
keadilan,
kecerdasan,
tanggung
jawab,
musyawarah,
kebersihan, keindahan, kedisiplinan, ketertiban dan sebagainya. Nilai tersebut perlu dimiliki pendidik sehingga akan terjadi transinternalisasi (perpindahan penghayatan nilai-nilai) antara pendidik dan peserta didik,
91
Fadli, Menjadi Guru Profesional Peran Pengawas dan Komite Madrasah dalam Meningkatkan Kompetensi Guru., 69-73. 92 Novan Ardy Wiyani dan Barnawi, Ilmu Pendidikan Islam Rancang Bangun Konsep Pendidikan Monokotomik-Holistik (Jogyakarta: ar-Ruzz Medi, 2012), 104.
66
baik langsung maupun tidak langsung, atau setidak-tidaknya terjadi transaksi (alih tindakan) antara keduanya.93 Dalam melaksanakan kegiatan pendidikan, guru juga harus melakukan diskusi dengan peserta didiknya, apa yang menjadi kendala mereka dalam pelajaran, apa yang menjadi keinginan mereka dalam proses pembelajaran, misalnya dalam penggunaan metode atau pemberian tugas dan sebagainya. Jangan sampai guru itu menjadi orang yang otoriter tidak mau menerima masukan dari peserta didiknya, menganggap ia paling pintar dan paling tahu dan paling tahu segalanya.94 Sedang menurut Imam al-Ghazali seperti dikutip Muhaimin dalam Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam yang termasuk kompetensi kepribadian-religius ialah 1) Meneladani Rasulullah Saw. 2) Bersikaf objektif. 3) Bersedia mengamalkan ilmunya. Sedang menurut an-Nahlawi kompetensi kepribadian-religius berisi: 1) Tujuan, tingkah laku dan pola pikiran bersikap Rabbani. 2) Bersikap ikhlas. 93
Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, 96. Fadli, Menjadi Guru Profesional Peran Pengawas dan Komite Madrasah dalam Meningkatkan Kompetensi Guru, 72. 94
67
3) Berikap sabar. 4) Bersikap jujur. 5) Bersikap adil. Menurut Athiyah al-Abrasyi kompetensi ini mencakup: 1) Bersikap zuhud, dalam arti mengajar hanya mencari keridlaan Allah Swt. 2) Bersih dan suci dirinya dari dosa besar, riya‟, hasad, pemusuhan dan perselisihan. 3) Ikhlas dalam bekerja. 4) Suka pemaaf.. 5) Menjaga harga diri dan kehormatan.95
2) Kompetensi Sosial-Religius Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi lisan dan tulisan, menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional, bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama guru, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.96
95
Huhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), 189-190. 96 Ibid., 73.
68
Menurut pandangan Abdul Mujib, kemampuan dasar kedua bagi pendidik adalah menyangkut kepeduliannya terhadap masalah-masalah sosial selaras dengan ajaran dakwah Islam. Sikap gotong royong, tolong-menolong, egalitarian (persamaan derajat antara manusia), sikap toleransi dan sebagainya juga perlu dimilliki oleh pendidik untuk selanjutnya diciptakan dalam suasana pendidikan Islam dalam rangka transinternalisasi sosial atau transaksi sosial antara pendidik dan peserta didik.97 Kompetensi sosial-religius menurut Imam al-Ghazali dalam Muhaimin ialah memiliki sifat kasih sayang terhadap peserta didik dan memperlakukannya sebagaimana anaknya sendiri. Hal tersebut senada dengan pendapat Athiyah al-Abrasyi yang mengatakan bahwa kompetensi sosial-religius ialah mencintai peserta didik sebagaimana terhadap anaknya sendiri. Begitu pula Brikan Barky al-Qurasyi yang mengatakan yang termsuk kompetensi sosial-religius ialah bersikap lemah lembut dan kasih sayang terhadap peserta didik. Sedang menurut „Irsan al-Kilani yang termasuk kompetensi ini ialah sifat tolong menolong atas kebajikan dan takwa.98
3) Kompetensi Profesional-Religius
97 98
Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, 96. Huhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam, 190.
69
Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran
secara
luas
dan
mendalam.
Kompetensi
profesional
merupakan kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam standar nasional pendidikan. Dalam Pasal 3 ayat 5 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 kompetensi profesional merupakan kemampuan guru dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan / atau seni budaya yang diampunya yang sekurang-kurangnya meliputi penguasaan: a) Materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan / atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu. b) Konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi atau seni yang relevan yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran dan / atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu.99
99
Fadli, Menjadi Guru Profesional Peran Pengawas dan Komite Madrasah dalam Meningkatkan Kompetensi Guru., 76-77.
70
Di dalam Islam, seorang pendidik dituntut agar bersifat profesional, sebab jika pendidik tidak profesional, tujuan pendidikan tidak akan tercapai. Allah Swt. berfiman:
Artinya: “Katakanlah: "Hai kaumku, berbuatlah sepenuh kemampuanmu, sesungguhnya akupun berbuat (pula). Kelak kamu akan mengetahui, siapakah (di antara kita) yang akan memperoleh hasil yang baik di dunia ini. Sesungguhnya orang-orang yang dhalim itu tidak akan mendapatkan keberuntungan.” (Q.S. al-An‟am (6) : 135).
Rasulullah Saw. bersabda:
) البخاري(ا
َِ َ اُ ْلاِ َ ا اَ ْ ُ اِاَ ا َ ْ ِ اَ ْ ِ ِ ا َ ْا َ ِ ِ ا ا َل َا ا
Artinya: Apabila suatu urusan (amanah) diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya. (HR. Bukhari).100 Abdul Mujib menyatakan bahwa kemampuan dasar ketiga ini menyangkut
100
kemampuan
untuk
menjalankan
tugasnya
secara
Wiyani dan Barnawi, Ilmu Pendidikan Islam Rancang Bangun Konsep Pendidikan Monokotomik-Holistik, 102.
71
profesional, dalam arti mampu membuat keputusan berlandaskan keahlian
atas
berbagai
kasus
serta
mampu
mempertanggung
jawabkannya berdasarkan teori dan wawasan keahliannya dalam perspektif pendidikan Islam.101 Sedang menurut Khoiriyah, kompetensi profesional berarti seorang pendidik harus memiliki pengetahuan yang luas, mendalam dari bidang yang diajarkannya.102 Mengenai kompetensi profesional-religius Brikan Barky alQurasyi mengatakan seperti dikutip Muhaimin bahwa seorang pendidik haruslah: 1) Menguasai dan mendalami bidang ilmunya. 2) Mempunyai kemampuan mengajar. Sedang menurut Majid „Irsan al-Kilani seorang guru haruslah memiliki kompetensi profesional-religius yakni: 1) Bekerja keras dalam menyebarkan ilmu. 2) Berusaha mendalami daan mengembankan ilmunya.103
4) Kompetensi Pedagogik-Religius Dalam Udang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen pada bab penjelasan pasal 10 ayat (1) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola 101
Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, 96. Khoiriyah, Menggagas Sosiologi Pendidikan Islam (Yogyakarta: Teras, 2012), 148. 103 Huhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam, 190.
102
72
pembelajaran peserta didik. Menurut Patrick bahwa keterampilan pedagogik termasuk penguasaan materi pelajaran, metode pengajaran, improvisasi, penyajian isi, persiapan catatan pelajaran, rencana pelajaran dan unit lainnya. Lebih lanjut pada bab penjelasan Pasal 28 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang SNP yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi: a) Pemahaman ilmu pengetahuan terhadap peserta didik. b) Perancang dan pelaksanan pembelajaran. c) Evaluasi hasil belajar. d) Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.104 Dalam pendidikan Islam, kemampuan dalam memahami anak didik, merancang pelaksanaan dan mengevaluasi pembelajaran, serta menguasai strategi dan teknik-teknik pembelajaan. Semua dilakukan berdasarkan
suatu
komitmen
terhadap
prinsip-prinsip
keadilan,
kejujuran dan amanah sesuai dengan ajaran Islam.105
104
Fadli, Menjadi Guru Profesional Peran Pengawas dan Komite Madrasah dalam Meningkatkan Kompetensi Guru., 67-68. 105 Fathurrohman dan Sulistyorini, Meretas Pendidikan Berkualitas dalam Pendidikan Islam Menggagas Pendidik atau Guru Yang Ideal dan Berkualitas dalam Pendidikan Islam, 123.
73
Sedang kompetensi pedagogik-religius menurut Imam al-Ghazali ialah 1) Menyajikan pelajaran sesuai dengan taraf kemampuan peserta didik. 2) Terhadap peserta didik yang kurang mampu sebaiknya diberi ilmuilmu yang global dan tidak detail. Senada dengan pendapat di atas an-Nahlawi mengemukakan bahwa pendidik haruslah memiliki kompetensi pedagogik-religius yakni: 1) Mampu menggunakan variasi metode mengajar dengan baik, sesuai dengan karakteristik materi pelajaran dan situasi belajar-mengajar. 2) Mampu mengelola peserta didik denan baik. 3) Memahami kondisi psikis dari peserta didik. 4) Peka dan tanggap terhadap kondisi dan perkembangan baru.106
106
Huhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam, 189-190.
74
BAB III PERANG BADAR AL-KUBRA
A. Proses Terjadinya Perang Badar al-Kubra 1. Sebab Terjadinya Perang Badar al-Kubra Perang ini (Badar) terjadi pada bulan Ramadhan tahun ke-2 Hijriyah. Para ahli sejarah menyebutnya sebagai perang terbesar sepanjang sejarah Islam atau markatul-h}asimah, perang yang menentukan. Karena dalam perang inilah ditentukan kelangsungan nasib kaum muslimin dan dakwah Islam. Dengan kata lain, apabila kaum muslimin kalah maka dakwah Islam akan hancur secara total.107 Pada permulaan musim gugur tahun kedua Hijriyah, Abu Sufyan berangkat membawa perdagangan yang cukup besar menuju Syam. Perjalanan inilah yang ingin dicegat oleh kalangan Muslimin ketika Nabi Saw. dulu pergi ke Usyairah. Tetapi tatkala mereka sampai, kafilah Abu Sufyan sudah lewat dua hari lebih dulu sebelum ia tiba di tempat tersebut. Sekarang Muslimin bertekad menunggu mereka kembali.108 Tatkala mendekati saat kepulangan mereka dari Syam ke Makkah, maka beliau
107
Debby M. Nasution, Kedudukan Militer dalam Islam dan Peranannya pada Masa Rasulullah Saw. (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2003), 87. 108 Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad. terj. Ali Audah (Jakarta: Litera Antar Nusa, 2008), 247.
75
mengutus Thalhah bin Ubaidillah dan Sa‟id bin Zaid agar pergi ke utara, dengan tugas penyelidikan. Keduanya tiba di al-Haura’109 dan berada di sana untuk beberapa lama. Ketika kafilah dagang Quraisy yang dipimpin Abu Sufyan sudah lewat, maka keduanya cepat-cepat kembali ke Madinah dan menyampaikan kabar ini kepada Rasululah Saw. Kafilah dagang itu sendiri membawa harta kekayaan penduduk Makkah yang jumlahnya sangat melimpah, yaitu sebanyak 1000 unta yang membawa harta benda milik mereka, yang nilainya tidak kurang 5000 dinar emas.110 Kafilah itu dikawal oleh sekitar tiga puluh atau empat puluh orang dari suku Quraisy, di antaranya adalah Makhramah bin Naufal dan Amru bin al-„Ash.111 Maka Rasulullah kemudian mengajak kaum Muslimin keluar. Rasulullah bersabda: “Inilah kafilah dagang Quraisy. Di dalamnya terdapat harta kekayaan mereka. Oleh karena itu, pergilah kalian kepada mereka! Mudah-mudahan Allah memberikan kekayaan mereka kepada kalian!”. Kaum muslimin merespon ajakan Rasulullah Saw., sebagian kaum Muslimin merasa ringan tanpa beban untuk berangkat, dan sebagian lain merasa berat
Al-Haura’ adalah sebuah distrik di sebelah selatan Mesir pada akhir perbatasan dengan Hijaz di Laut Merah, yang merupakan pelabuhan kapal-kapal Mesir ke Madinah. 110 Syaikh Shafiyyur Rahman al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah. terj. Kathur Suhardi (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1998), 269. 111 Muh. Rawwas Qol‟ahji. Sirah Nabawiyah Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw., terj. Tim Al-Izzah (Bogor: Al-Azhar Press, 2011), 189. 109
76
hati untuk berangkat, karena mereka tidak menyangka kalau Rasulullah mendapatkan perlawanan.112 Beliau tidak menekankan kepada seorang pun di antara shahabat untuk bergabung, tetapi beliau menyerahkan masalah ini kepada kerelaan mereka.
Sebab kali ini tidak akan terjadi bentrokan yang seru dengan
pasukan Quraisy, dan memang bentrokan itu baru terjadi saat di Badar.113 Namun, hal ini bukan satu-satunya masalah penting yang sedang dihadapi Nabi. Beliau ingin tetap tinggal di Madinah sebisa mungkin, karena putrinya, Ruqayah, sedang sakit keras. Tetapi, kepentingan pribadi itu harus beliau korbankan. Dan dari pada terlambat, beliau segera berangkat tanpa menunggu kedua mata-matanya kembali.114
2. Keberangkatan Kaum Muslim ke Badar Rasulullah Saw. keluar dari Madinah pada hari Senin tanggal 8 Ramadhan dan menunjuk Amr bin Ummu Maktum sebagai pengganti beliau mengimami shalat di Madinah. Kemudian Rasulullah menarik Abu Lubabah dari ar-Rauha’ dan menunjuknya sebagai pengganti beliau di Madinah. Rasulullah Saw. menyerahkan panji perang kepada Mush‟ab bin Umair. Di depan beliau terdapat dua bendera hitam, salah satunya dipegang 112
Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam al-Muafiri, Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, terj. Fadhli Bahri (Jakarta: Darul Falah, 2000), 582. 113 Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, 269. 114 Martin Lings, Muhammad Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik, terj. Qomaruddin SF (Jakarta: Serambi Ilmu semesta, 2004), 212.
77
Ali bin Abu Thalib. Bendera tersebut bernama al-Uqab. Dan bendera satunya dipegang salah seorang kaum Anshar. Rasulullah juga menunjuk Qais bin Abu Sha‟sha‟ah sebagai komando pasukan belakang dan Sa‟ad bin Mu‟adz memegang bendera Anshar. Jumlah unta shahabat-shahabat Rasulullah ketika itu ialah tujuh puluh ekor dan mereka menaikinya secara bergantian. Rasulullah Saw., Ali bin Abu Thalib dan Martsad bin Abu Martsad al-Ghanawi secara bergiliran menaiki satu unta. Hamzah bin Abdul Muthalib, Zaid bin Haritsah, Abu Kabsyah dan Anasah (keduanya mantan budak Rasululah) secara bergiliran menaiki satu unta. Abu Bakar, Umar bin Khaththab dan Abdurrahman bin Auf secara bergantian pula menaiki satu unta. 115 Ketika mendekati Hijaz, Abu Sufyan mencari-cari informasi dan bertanya kepada musafir yang ia temui, karena ia takut mendapat serangan tidak terduga dari manusia. Ia mendapatkan informasi dari salah seorang musafir yang berkata kepadanya: “Sesungguhnya Muhammad telah memobilisasi shahabat-shahabatnya untuk menyerangmu dan menyerang kafilah dagangmu”. Karena informasi tersebut, Abu Sufyan bersikap hatihati. Ia sewa Dhamdham bin Amr al-Ghifari untuk pergi ke Makkah. Ia perintahkan Dhamdham bin Amr al-Ghifari mendatangi orang-orang Quraisy, memobilisasi mereka untuk menyelamatkan harta kekayaan mereka dan memberi tahu mereka bahwa Muhammad menghadang bersama 115
Al-Muafiri, Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, 590.
78
shahabat-shahabatnya. Dhamdham bin Amr al-Ghifari pun segera pergi ke Makkah.116 Namun, ketika dia telah dekat dengan Makkah, kudanya jatuh tersungkur keluar dari arah yang dituju dan ia pun turut jatuh hingga bajunya robek. Kemudian dia menemui orang-orang kafir Quraisy, sedang wajahnya penuh dengan debu.117 Ia pun berteriak: “Hai Quraisy! Kafilah, kafilah! Harta bendamu di tangan Abu Sufyan telah dicegat oleh Muhammad dan shahabat-shahabatnya. Kamu sekalian harus segera menyusul. Perlu pertolongan! Pertolongan!”. Mendengar ini Abu Jahl segera memanggil-manggil orang di sekitar Ka‟bah untuk segera dikerahkan. Sebenarnya masyarakat Quraisy itu sudah tidak perlu lagi dikerahkan karena setiap orang punya saham sendiri-sendiri dalam kafilah itu.118 Orang-orang Quraisy hanya punya dua pilihan: ikut ke luar sendiri atau digantikan oleh orang lain. Kaum kafir Quraisy semua setuju, sehingga tidak satu pun di antara pembesar mereka yang tidak ikut, kecuali Abu Lahab bin Abdul Muthalib, dia tidak ikut namun digantikan oleh al-„Ashi bin Hisyam bin al-Mughirah.119 Bahkan beberapa kabilah Arab di sekitar
116
Ibid., 582-583. Qol‟ahji. Sirah Nabawiyah Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw., 190. 118 Haekal, Sejarah Hidup Muhammad , 247. 119 Qol‟ahji. Sirah Nabawiyah Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw., 191. 117
79
mereka juga ikut bergabung. Semua perkampungan Quraisy ikut andil kecuali Bani Ady. Tak seorang pun di antara mereka yang ikut keluar.120 Rasul Saw. bersama pasukan muslimin terus berjalan sambil menyelidiki berbagai berita tentang kafilah Abu Sufyan, hingga tiba di suatu lembah yang dinamakan Dzafiran, lalu mereka berhenti di sana. Di tempat tersebut diperoleh kabar bahwa kafir Quraisy telah berangkat keluar dari kota Makkah untuk melindungi unta-unta mereka. Saat itu bentuk permasalahannya
mengalami
perubahan,
yaitu
apakah
akan
terus
menghadapi kafir Quraisy atau tidak. Persoalannya tidak lagi tentang kafilah Abu Sufyan.121 Rasulullah
Saw.
meminta
pendapat
para
shahabat.
Beliau
memberitahu mereka tentang Quraisy. Abu Bakar ash-Shiddiq ra. berdiri, kemudian berkata dengan pembicaraan yang baik. Setelah itu giliran Umar bin al-Khaththab ra. berdiri dan ia berkata dengan perkataan yang baik. Lalu al-Miqdad bin „Amru berdiri, seraya berkata: “Wahai Rasulullah Saw., laksanakan apa yang menjadi pendapatmu, kami akan tetap bersamamu. Demi Allah, kami tidak akan mengatakan kepadamu seperti yang dikatakan Bani Israel kepada Musa:
120 121
Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, 271. Taqiyuddin an-Nabhani, Daulah Islam, terj. Umar Faruq (Jakart: HTI-Press, 2012), 95.
80
Artimya: Mereka berkata: "Hai Musa, kami sekali-kali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada di dalamnya, Karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja". (Q.S. al-Maidah (5) : 24).
Akan tetapi, pergilah engkau dan Rabb-mu berperang, maka kami pun akan berperang bersamamu dan Rabb-mu. Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan membawa kebenaran, seandainya engkau berjalan membawa kami ke Bark al-Ghimad122 sungguh kami akan mengarunginya bersamamu sehingga engkau menyampaikannya”. Lalu Rasul Saw. berkata kepada al-Miqdad dengan perkataan yang baik dan mendoakannya. Kemudian
Rasulullah
Saw.
bersabda:
“Berikanlah
masukan
kepadaku wahai orang-orang”. Seruan itu beliau maksudkan kepada kaum Anshar, karena mereka adalah mayoritas yang ada ketika itu. Dan ketika mereka membai‟at beliau di Aqabah, mereka berkata : “Wahai Rasulullah Saw. sesungguhnya kami terlepas dari kewajiban memberi perlindungan kepadamu hingga engkau sampai di negeri kami. Jika engkau telah sampai di negeri kami, maka engkau berada dalam perlindungan kami di mana kami akan akan melindungi engkau sebagaimana kami melindungi anak-anak dan isteri-isteri kami”. Rasulullah Saw. khawatir kaum Anshar berpandangan 122
Bark al-Ghimad adalah suatu tempat yang jaraknya delapan mil dari Makkah ke arah Yaman. Tempat itu berada di Yaman. Dan dikatakan bahwa tempat itu merupakan puncak bukit berbatu.
81
bahwa mereka tidak wajib menolong beliau kecuali dari musuh yang menyerang beliau secara tiba-tiba (dahama ) di Madinah, dan bahwa mereka tidak wajib pergi menyerang musuh di negeri musuh. Ketika Rasulullah Saw. mengucapkan hal itu, maka Sa‟ad bin Mu‟adz berkata kepada beliau: “Demi Allah, seakan yang engkau maksudkan itu adalah kami wahai Rasulullah”. Beliau berkata: “Benar”. Sa‟ad berkata: “Sesungguhnya kami telah mengimani dan membenarkanmu, kami telah bersaksi bahwa apa yang engkau bawa adalah al-h}aq, dan kami telah memberikan kepadamu janji dan sumpah kami untuk mendengar dan taat. Maka wahai Rasulullah, laksanakanlah apa yang engkau inginkan, dan kami bersamamu. Dan demi Dzat yang telah mengutusmu dengan membawa kebenaran, seandainya engkau membawa kami mengarungi lautan ini, lalu engkau mencebur ke dalamnya, sungguh kami pun akan mencebur bersamamu. Tidak akan ada seorang laki-laki pun dari kami yang akan tinggal. Dan kami tidak membencimu jika engkau membawa kami bertemu dengan musuh kami besuk. Sesungguhnya sabar dalam peperangan adalah kebenaran dalam perjumpaan. Mudah-mudahan Allah memperlihatkan kepadamu apa yang menyenangkanmu. Maka perjalanan kami di atas berkah Allah”. Rasululllah Saw.
merasa
senang
dengan
perkataan
Sa‟ad,
dan
beliau
mengungkapkannya. Beliau bersabda: “Berjalanlah kalian di atas berkah Allah, dan bergembiralah kalian. Sesungguhnya Allah telah menjanjikan
82
kepadaku satu di antara dua kelompok. Demi Allah, seakan saat ini aku melihat ketakutan kaum”. Syura kemiliteran tersebut memberikan pengaruh besar dalam
menggelorakan keinginan/semangat perang pada diri kaum muslim. Juga berhasil menampakkan kesiapan mereka untuk terjun di medan jihad di bawah kepemimpinan yang satu guna meraih tujuan yang satu pula.123 Rasulullah Saw. berangkat dari Dhafiran, kemudian berjalan melewati bukit yang bernama al-Ashafir, kemudian turun menuju daerah adDabbah.
Rasulullah Saw. tidak belok ke kanan ke al-Hannan. Beliau
berhenti di dekat Badar, kemudian meneruskan perjalanannya dengan salah seorang shahabatnya yakni Abu Bakar ash-Shiddiq. Rasul Saw. dan Abu Bakar berjalan hingga bertemu dengan orang tua dari Arab. Beliau bertanya tentang orang-orang Quraisy, Muhammad beserta shahabat-shahabatnya dan informasi lain tentang mereka. Orang tua tersebut menjawab: “Aku tidak akan memberi informasi kepadamu, hingga engkau menjelaskan kepadaku siapa kalian berdua.!” Rasulullah Saw. bersabda: “Jika engkau menjelaskan kepada kami, kami akan menjelaskan siapa kami berdua kepadamu!” Orang tua Arab tersebut berkata: “Apakah ini dibalas dengan ini pula?” Rasul menjawab: “Ya, betul.” Orang tua Arab tersebut berkata: “Aku mendapat informasi, bahwa Muhammad dan shahabat-
123
Brigjen Mahmud Syit Khaththab, Musyawarah Nabi Saw. dalam Perang. Terj. Yahya Abdurrahman (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2007), 5-9.
83
shahabatnya pada hari ini dan itu. Jika informasi yang disampaikan kepadaku benar, maka pada hari ini mereka berada di tempat ini dan itu (yang ia maksudkan ialah tempat Rasulullah Saw. berada). Aku juga mendapatkan informasi, bahwa orang-orang Quraisy berangkat pada hari ini dan itu. Jika orang yang memberiku informasi ini tidak bohong, maka pada hari ini mereka berada di tempat ini dan itu (yang ia maksudkan ialah tempat orang-orang Quraisy).” Orang tua Arab tersebut bertanya: “Kalian berdua berasal dari mana?” Rasulullah Saw. menjawab: “Kami berasal dari air.” Rasulullah Saw. berpaling dari hadapan orang Arab tersebut. Orang tua Arab tersebut berkata: “Kalian berdua dari air mana? Apakah dari air yang ada di Irak?”. Orang Arab tua tersebut ialah Sufyan adh-Dhamri.124 Selanjutnya, Rasulullah Saw. kembali pada para shahabatnya. Ketika sore tiba, Rasulullah Saw. mengutus Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam dan Sa‟ad bin Abi Waqqash dengan ditemani sekelompok shahabat menuju mata air Badar untuk mencari berita di sana. Mereka mendapatkan unta milik Quraisy yang dibawa Aslam budak Bani al-Hajjaj dan Aridh Abu Yasar budak Bani Ash bin Sa‟id. Mereka mendatangi keduanya, lalu menanyakannya, sedangkan Rasulullah Saw. berdiri menunaikan shalat. Kedua orang itu berkata: “Kami pelayan yang memberi minum kaum kafir Quraisy, mereka menyuruh kami mencari air yang akan mereka minum.” Mereka tidak senang dengan apa yang disampaikan oleh mereka berdua. 124
Al-Muafiri, Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, 593-594.
84
Mereka ingin agar keduanya mengaku suruhan Abu Sufyan. Mereka pun memukuli keduanya. Ketika mereka sudah tidak tahan lagi dipukuli, maka keduanya berkata: “Kami orang suruhan Abu Sufyan.” Lalu kedua orang itu mereka lepaskan. Rasulullah Saw. r uku’ dan sujud dua kali, lalu salam. Rasulullah Saw. kemudian bersabda: “Ketika keduanya berkata jujur, kalian pukuli. Dan ketika keduanya berkata dusta, kalian lepaskan. Kedunya berkata jujur, keduanya suruhan kaum kafir Quraisy. Beri tahu aku tentang keberadaan kaum kafir Quraisy!” keduanya berkata: “Demi Allah, mereka berada di balik bukit pasir yang kelihatan dari al-„Udwah al-Qushwa (lembah yang jauh) ini.”, “Berapa jumlah mereka?” tanya Rasul. “Kami tidak tahu,” jawab mereka. Rasulullah Saw. bertanya: “Berapa binatang yang mereka sembelih setiap hari?” Keduanya berkata: “Terkadang sembilan, dan terkadang sepuluh” Rasulullah Saw berkata: “Jumlah mereka berkisar antara sembilan ratus hingga seribu” kemudian Rasul bertanya lagi pada keduanya: “Siapa saja pembesar Quraisy yang turut bersama mereka” keduanya berkata: “Utbah bin Rabi‟ah, Syaibah bin Rabi‟ah, Abu al-Bakhtari bin Hisyam, Hakim bin Hizam, Naufal bin Khuwailid, al-Harits bin Amir bin Naufal, Thuaimah bin Adibin Naufal, an-Nadhr bin al-Harits, Zam‟ah bin alAswad, Abu Jahal bin Hisyam, Umaiyyah bin Khalaf, Nuhail bin al-Hajjaj, Munabbih bin al-Hajjaj, Suhail bin Amr dan Amr bin Abdu Wudd. Kemudian, Rasulullah Saw. menghadap pada para shahabat dan berkata:
85
“Ini orang-orang Makkah. Mereka akan memberi kalian harta benda yang sangat berharga!” Adapun Basbas bin Amru dan Adi bin Abi az-Zaghba‟ yang keduanya diutus oleh Rasulullah, keduanya telah sampai di Badar. Keduanya istirahat di atas gundukan tanah di dekat mata air. Lalu keduanya pergi menuju mata air untuk minum. Sedang Majdi bin Amru al-Juhaili ada di mata air. Adi dan Bas-bas mendengar dua orang budak perempuan yang ada di samping orang-orang di sekitar mata air, salah satu dari dua budak perempuan itu menagih agar hutangnya segera dilunasi. Budak perempuan Madinah itu berkata pada temannya: “Sungguh, kafilah akan tiba besok atau lusa. Aku akan bekerja untuk mereka, lalu hutangku kepadamu akan kulunasi.” Majdi berkata: “Kamu benar.” Lalu, ia meninggalkan keduanya. Adi dan Basbas telah mendengar semuanya, lalu keduanya menaiki unta mereka, kemudian mereka pun pulang menemui Rasulullah guna menyampaikan apa yang berhasil mereka dengar.125
3.
Lolosnya Kafilah Abu Sufyan dan Kebimbangan Pasukan Quraisy Abu sufyan selalu meningkatkan kewaspadaan
dan selalu
menyelidiki. Tatkala kafilahnya sudah mendekati Badar, dia mendahului rombongan hingga bertemu dengan Majdy bin Amr dan menanyakan pasukan Madinah kepadanya. “Aku tidak melihat seorang pun yang 125
Qol‟ahji, Sirah Nabawiyah Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw., 194-196.
86
dicurigai. Hanya saja tadi kulihat ada dua orang penunggang yang berhenti di bukit itu.” Jawab Majdy. Abu Sufyan segera mendatangi tempat berhenti dua orang yang dimaksudkan Majdy dan meneliti kotorannya, yang ternyata di sana ada biji-bijiannya yang masih utuh. Dia berkata: “Demi Allah, ini adalah makanan hewan dari Yatsrib.” Secepat itu pula dia kembali menemui kafilahnya dan mengalihkan arah perjalanannya menuju ke barat ke arah pesisir pantai, tidak jadi mengambil jalan pokok ke arah kiri yang melewati Badar. Dengan cara itu, kafilah Abu Sufyan bisa selamat dari hadangan pasukan Madinah, lalu mengirim surat ke paasukan Makkah yang sudah tiba di Juhfah. Pasukan Quraisy telah berangkat meninggalkan tempat mereka. Sikap mereka telah digambarkan Allah dalam firman-Nya:
Artinya: “Dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya' kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah.” (Q.S. al-Anfaal (8) : 47) Mereka datang seperti yang digambarkan Rasulullah Saw.: “Dengan membawa kemarahan dan senjata mereka. Mereka memusuhi Allah dan Rasul-Nya.” Mereka pergi dengan membawa kemurkaan dan kedengkian terhadap Rasulullah Saw. serta para shahabat, di samping untuk menyelamatkan kafilah dagang mereka.
87
Mereka bergerak dengan cepat, lurus ke arah utara menuju Badar. Mereka melewati jalur Usfan, Qadid dan al-Juhfah. Di sana datang surat dari Abu Sufyan yang isinya: “Sesungguhnya kalian keluar hanya untuk menyelamatkan kafilah dagang, orang-orang kalian dan harta benda kalian. Allah telah menyelamatkan semua. Karena itu, lebih baik baik kembalilah!.” Setelah menerima surat ini, terbesit keinginan pasukan Makkah untuk kembali. Tapi dengan sikap yang angkuh dan sombong Abu Jahal berkata: “Demi Allah, kita tidak akan kembali kecuali setelah tiba di Badar. Kita di sana selama tiga hari sambil menyembeih hewan, makan besar, menenggak arak dan para biduanita bernyanyi untuk kita. Biar semua bangsa Arab mendengar apa yang sedang kita lakukan dan perjalanan kita, sehingga mereka senantiasa gentar menghadapi kita.”126
4.
Menentukan Posisi Yang Lebih Strategis Kaum Kafir Quraisy terus berjalan hingga mereka sampai di alUdwah al-Qushwa melalui lembah. Bersamaan dengan itu Allah menurunkan hujan. Akhirnya lembah itu berlumpur. Rasulullah Saw. dan para shahabatnya mendapatkan tanah yang tidak berlumpur, sehingga perjalanan mereka tidak terhambat. Rasulullah Saw. dengan segera pergi pergi menuju mata air. Ketika Rasulullah Saw. tiba di dekat mata air yang termasuk bagian dari daerah Badar, maka beliau pun berhenti. Hubab bin
126
Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, 272-273.
88
Mundzir bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah tempat ini adalah tempat yang ditentukan oleh Allah, sehingga kami tidak boleh maju dan tidak pula mundur walaupun sejengkal. Atau ini hanya sekedar pendapat, strategi perang dan tipu daya?” Rasulullah Saw. menjawab: “Tidak, tetapi ini hanya sekedar pendapat, strategi perang dan tipu daya.” Hubab bin Mundzir berkata: Wahai Rasulullah, tempat ini kurang strategis, suruhlah orang-orang berjalan lagi hingga sampai dekat mata air tempat orang banyak berkumpul, selanjutnya kita menempatinya. Kemudian kita gali tempat-tempat air dibelakangnya. Setelah itu, kita buat kolam yang kita isi penuh dengan air. Lalu di kolam buatan ini kita perangi mereka. Dengan demikian, kita mudah mendapatkan air minum, sedang mereka sulit mendapatkan air minum.” Rasulullah Saw. bersabda: “Saya sangat senang dengan pendapat ini.”127 Maka Rasulullah Saw. memindahan pasukannya, sehingga jarak mereka dengan mata air lebih dekat dari pada dengan musuh. Separoh malam mereka berada di tempat itu, lalu mereka membuat sebuah kolam air dan menimbun kolam-kolam yang lain.128 Selesai kolam itu dibuat, Sa‟ad bin Mu‟adz mengusulkan: “Rasulullah” katanya, “Kami akan membuatkan sebuah dangau (gubuk) buat tempat anda tinggal, kendaraan anda kami sediakan. Kemudian biarkan kami yang menghadapi musuh. Kalau Allah memberi kemenangan kepada kita
127 128
Qol‟ahji, Sirah Nabawiyah Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw., 197-198. Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah,278.
89
atas musuh kita, itulah yang kita harapkan. Tetapi kalaupun sebaliknya yang terjadi, dengan kendaraan itu anda dapat menyusul teman-teman yang ada dibelakang kita. Rasulullah, masih banyak shahabat kita yang tinggal di belakang, dan cinta mereka kepada anda tidak kurang dari cinta kami kepada anda. Sekiranya mereka dapat menduga bahwa anda akan dihadapkan pada perang, niscaya mereka tidak akan berpisah dari anda. Dengan mereka Allah menjaga anda. Mereka benar-benar ikhlas kepada anda, berjuang bersama anda.”129 Maka Rasulullah Saw. memohon dan mendoakan kebaikan bagi Sa‟adz. Lalu orang-orang Muslim membuat sebuah gubuk di tempat yang tinggi, tepatnya di sebelah timur laut dari medan perang. Ada beberapa pemuda Anshar yang telah ditunjuk menyertai Sa‟ad bin Mu‟adz, yang berjaga-jaga di sekitar Rasulullah Saw. Kemudian Rasulullah Saw. mempersiapkan pasukan. Berkeliling di sekitar arena yang akan dijadikan ajang pertempuran. Beliau menunjukkan jarinya ke suatu tempat sambil bersabda: “Ini tempat kematiannya fulan esok hari insya Allah, dan ini tempat kematiannya fulan insya Allah. Pada malam itu beliau lebih banyak mendirikan shalat di dekat pangkal pohon yang tumbuh di sana. Sedangkan kaum muslim tidur dengan hembusan nafas yang tenang seakan menyinari angkasa. Hati mereka ditaburi keyakinan. Mereka cukup istirahat pada malam itu, dengan harapan esok paginya dapat melihat kabar gembira dari Allah. 129
Haekal, Sejarah Hidup Muhammad , , 254.
90
Artinya: “(Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteraman daripada-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan syaitan dan untuk menguatkan hatimu dan memperteguh dengannya telapak kaki(mu)” (Q.S al-Anfaal (8) : 11). 130 Ketika pagi tiba, kaum kafir Quraisy meneruskan perjalanannya. Pada saat Rasulullah Saw. melihat mereka yang sedang turun dari al‘Aqonqol131 beliau berdo‟a: “Ya Allah, ini kaum kafir Quraisy benar-benar telah datang dengan kesombongan dan keangkuhannya, mereka membantah dan medustakan Nabi-Mu. Ya Allah, aku ingin kemenangan yang Kamu janjikan kepadaku. Ya Allah, hancurkanlah mereka besok!” ketika kaum kafir Quraisy telah berhenti, maka ada sekelompok dari mereka yang terus maju, hingga mereka sampai di kolam Rasulullah Saw., di antara mereka itu ada Hakim bin Hizam. Rasulullah Saw. bersabda: “Panggil mereka.” Pada saat itu, tidak ada seorang pun dari mereka yang telah minum, kecuali
130 131
Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah,279. Yaitu bukit pasir tempat kaum kafir Quraisy datang menuju lembah Badar
91
terbunuh. Namun, Hakim bin Hizam tidak terbunuh. Setelah itu, dia masuk Islam. Bahkan ia menjadi muslim yang baik.132 Ketika suasana kaum kafir Quraisy telah terasa tenang kembali, maka mereka mengutus Umair bin Wahb al-Jumahi. Mereka berkata: “Carilah kepastian untuk kita tentang keberadaan para shahabat Muhammad.” Kemudian, ia pun berkeliling dengan menunggang kudanya mengitari perkemahan, lalu ia kembali lagi pada mereka. Ia berkata: “Jumlah mereka kurang lebih tiga ratus orang. Namun, itu kesimpulan sementara. Kita selidiki lagi, apakah ada di antara mereka yang bersembunyi, atau ada indikasi bahwa mereka akan mendapatkan bantuan.” Kemudian ia pun berjalan lagi di lembah hingga jauh, namun ia tidak menemukan sesuatu apa pun, lalu ia pun kembali lagi kepada mereka. Ia berkata: “Aku tidak menemukan sesuatu apa pun. Akan tetapi, wahai orang-orang Quraisy, aku benar-benar melihat banyak unta yang sedang membawa mayit-mayit. Aku juga melihat nawadhih (binatang-binatang untuk kendaraan dan angkutan) Yastrib yang terus maju sambil membawa orang-orang yang tidak membawa alat pelindung kecuali pedang. Demi Allah aku tidak melihat seorang pun dari mereka yang terbunuh, sebaliknya banyak di antara orang-orang kalian yang terbunuh. Apabila senjata mereka menimpa kalian, maka adakah kehidupan yang lebih baik setelah itu? Sekarang apa pendapat kalian?”133
132 133
Qol‟ahji, Sirah Nabawiyah Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw., 198-199. Ibid., 199-200.
92
5.
Perselisihan Para Pemimpin Quraisy Mendengar perkataan Umair bin Wahb al-Jumahi, maka Hakim bin Hizam berjalan kepada orang-orang Quraisy. Ia menemui Uthbah bin Rabi‟ah, dan berkata kepadanya: “Hai Abu al-Walid, engkau orang tua Quraisy, pemimpinnya dan orang yang ditaati. Kenapa engkau tidak ingin dikenang baik sepanjang jaman?” Utbah bin Rabi‟ah berkata: “Apa itu wahai Hakim?“ Hakim bin Hizam berkata: “Engkau pulang bersama orang-orang dan menanggung persoalan sekutumu, Amr bin al-Hadhrami.” Utbah bin Rabi‟ah berkata: “Ya aku akan melakukannya, engkau sama denganku dalam hal ini. Amr bin al-Hadhrami adalah sekutuku, dan aku berhak menanggung ganti ruginya dan harta yang diambil darinya. Pergilah engkau kepada anak al-Hadhaliyah.! Karena aku yakin tidak ada manusia yang menentang hal ini, kecuali dia saja.” Hakim bin Hizam kemudian pergi kepada Abu Jahal yang sedang mengeluarkan baju besinya dari kantong kulitnya, dan mengecatnya dengan endapan
minyak.
Aku
berkata
kepadanya:
“Hai
Abu
al-Hakam,
sesungguhnya Utbah bin Rabi‟ah mengutusku datang kepadamu dengan membawa pesan ini dan itu.” Abu Jahal berkata: “Demi Allah, paru-paru Utbah telah mengembung (menjadi pengejut), ketika ia melihat Muhammad dan shahabat-shahabatnya. Tidak, demi Allah kita tidak pulang hingga Allah memutuskan persoalan kita dengan Muhammad. Utbah bin Rabi‟ah tidak
93
boleh berkata seperti itu, karena ia sudah tahu bahwa Muhammad dan shahabat-shahabatnya itu cukup makan dengan satu unta (jumlah mereka sedikit), dan karena anak kandungnya ada pada mereka. Jadi ia takut anaknya terbunuh.” Abu Jahal pergi menemui Amir bin al-Hadhrami dan berkata padanya: “Inilah sekutumu ingin pulang ke Makkah bersama orang-orang. Sungguh aku lihat dendammu di kedua matamu. Berdirilah, kemudian suruh orang-orang Quraisy memenuhi janji mereka padamu, dan tempat kematian saudaramu!“ Amir bin al-Hadhrami berdiri menampakkan dirinya dan berteriak keras: “Duhai Amr, duhai Amr, perang telah berkobar, persoalan manusia telah meruncing, mereka sepakat terhadap keburukannya, kemudian hal itu dirusak oleh pendapat Utbah bin Rabi‟ah.” Ketika Utbah bin Rabi‟ah mendengar perkataan Abu Jahal yang mengatakan bahwa paru-paru dirinya telah mengembung (ia menjadi pengecut), ia berkata: “Orang yang melumuri pantatnya dengan za’faron (Abu Jahal) mengetahui siapa yang paru-parunya mengembung (pengecut), aku atau dia.” Kemudian Utbah bin Rabi‟ah mencari topi baja untuk ia kenakan di kepalanya, namun ia tidak mendapatkan topi baja yang sesuai dengan ukuran kepalanya, karena kepalanya besar. Sebagai gantinya, Utbah bin Rabi‟ah menggunakan kainnya sebagai sorban di kepalanya. 134
134
Al-Muafiri, Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, 600-601.
94
6.
Ledakan Badar Di pagi hari Jum‟at, 17 Ramadhan, mereka saling bergerak sehingga satu sama lain saling mendekat. Kaum musyrikin memobilisir pasukan mereka. Rasulullah Saw. pun memobilisir pasukannya. Rasulullah Saw. menginstruksikan kepada pasukannya agar tidak membunuh orang yang diduga bahwa orang tersebut dibiarkan oleh Rasulullah Saw. tetap tinggal di Makkah sebagai informan yang memata-matai musuh Rasulullah Saw. Rasulullah Saw. bersabda: “Sungguh aku tahu persis bahwa beberapa orang di antara Bani Hasyim dan yang lainnya ada yang turut bersama mereka karena terpaksa. Mereka sama sekali tidak ingin memerangi kita. Siapa pun dari kalian yang bertemu mereka, maka kalian jangan membunuhnya. Siapa yang bertemu dengan Abu Bakhtari bin Hisyam bin al-Harits bin Asad, maka ia jangan dibunuh. Siapa saja yang bertemu dengan al-Abbas bin Abdul Muththalib, maka ia jangan dibunuh. Sebab turut sertanya mereka itu dikarenakan terpaksa.” Rasulullah Saw. juga mengintruksikan para shahabatnya: “Jika mereka telah mengelilingi kalian, maka pertahanan diri kalian dengan melepaskan anak panah.” Rasulullah Saw. memerintahkan agar tidak menyerang kaum Musyrikin, sehingga ada perintah untuk itu.135 Rasulullah membariskan pasukannya di sepanjang waduk yang mereka bangun. Dua panji perang berada di depan dan dua penunggang kuda telah siaga di sayap kanan kiri. Dilihat dari samping, pasukan itu nampak
135
Qol‟ahji, Sirah Nabawiyah Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw., 201.
95
berdiri kokoh bagai benteng kota yang siap menahan gempuran musuh. Namun ketika diperhatikan dengan seksama, barisan paling depan nampak menyembulkan perut seorang tentara. Baginda Nabi mendekati pemilik perut itu dan memukulnya dengan anak panah yang beliau pegang: “Luruskan barisanmu hai Sawad,” perintah Nabi sambil memukul pelan perut Sawad ibn Ghaziyah dari bani „Ady ibn
Najjar itu. “Wahai Nabi,” Sawad
memprotes tindakan Rasul. “Engkau telah menyakitiku padahal engkau diutus untuk membawa kebenaran dan keadilan. Aku meminta keadilan padamu.” Para shahabat yang melihat itu sangat geram dengan Sawad, namun Nabi tetap membuka bajunya dan menyerahkan anak panah itu pada Sawad seraya berkata: “Wahai Samad, balaslah! Pukullah perutku.” Tiba-tiba Sawad memeluk dan menciumnya. “Gerangan apa yang mendorongmu melakukan semua ini wahai Sawad?” tanya Nabi yang terkejut dengan ulah Sawad. “Wahai Rasulullah, perang telah di depan mata. Aku ingin pertempuran terakhirku denganmu ini, kulitku menyentuh kulitmu tanpa penghalang suatu pun.” Nabi terharu dengan semua itu. Beliau lantas mendo‟akan dan memberkahinya.136 Yang pertama kali menyulut bara peperangan adalah al-Aswad bin Abdul-Asad al-Makhzumy, seorang laki-laki yang perangainya kasar dan 136
Team Sejarah 2010 (ATSAR) Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien Pondok Pesantren Lirboyo Kota Kediri, Sejarah Kehidupan Nabi Muhammad Saw. Lentera Kegelapan untuk Mengenal Pendidik Sejati Manusia (Kediri: Pustaka Gerbang Lama, 2010), 342.
96
buruk akhlaknya. Dia keluar dari barisan pasukan Quraisy seraya berkata: “Aku bersumpah kepada Allah, aku benar-benar akan mengambil air minum dari kolam kalian, atau aku akan menghancurkannya atau lebih baik aku mati karenanya.” Kedatangannya langsung disambut Hamzah bin Abdul Muththalib. Setelah saling berhadapan, Hamzah langsung menyabetnya dengan pedang sehingga kakinya putus di bagian betis dan darahnya muncrat mengenai rekan-rekannya. Setelah itu al-Aswad merangkak ke kolam hingga tercebur di dalamnya. Tetapi secepat kilat Hamzah menyabetnya sekali lagi tatkala dia berada di dalam kolam.137 Kini Utbah bin Rabi‟ah maju menantang duel pasukan muslim. Saudara lelaki Utbah, Syaibah bin Rabi‟ah mendampinginya. Begitu pula Walid bin Utbah, anak Utbah yang melenggang maju mengikuti kedua orang tadi. Tantangan itu disambut oleh Auf bin al-Harits, Mu‟awwidz bin alHarits dan Abdullah ibn Rawahah. Karena tertutup baju perang, maka para penantang itu tidak mengenali tiga anshar ini. “Siapa kalian?” tanya ketiga Quraisy tersebut. “Kami adalah orang-orang Anshar”, Jawab pasukan muslim itu. “Kalian tidak sepadan dengan kami, kami tidak ada urusan dengan kalian. Kami hanya akan menghadapi orang-orang dari golongan Quraisy.” Kemudian salah seorang perwakilan Quraisy itu berteriak keras: “Hai Muhamad, keluarkan yang sebanding dari golongan kami.” Mendengar 137
Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, 283.
97
tantangan itu, atas perintah Nabi „Ubaidah bin Harits, Hamzah dan Ali maju menggatikan tentara Anshar. “Siapa kalian?” tanya pasukan Quraisy. “Ubaidah, Hamzah dan Ali.” Jawab ketiga pasukan Muslim tersebut. “Baiklah, kali ini kita sepadan. Mari kita bertempur”, jawab mereka pongah. Hamzah dan Ali tak berlama-lama memainkan pedangnya. Dengan beberapa kali sabetan, mereka dapat melumpuhkan Syaibah dan Walid. Lain halnya dengan dengan Ubaidah terpaksa harus kehilangan salah satu kakinya. Karena ini duel tiga lawan tiga, Hamzah dan Ali segera mengepung Utbah dan berhasil membunuhnya. Ubaidah dibawa ke kemah Nabi, dan dengan terbata-bata dia bertanya pada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, apakah aku termasuk orang-orang yang mati syahid?”. Ya, engkau termasuk dari golongan mereka.” Jawab Rasul. Suasana nampak lengang dan Ubaidah kehilangan banyak darah hingga mengantarkan kepada ajalnya dipangkuan Rasulullah.138 Kesudahan adu tanding ini merupakan awal yang buruk bagi orangorang musyrik, karena mereka kehilangan tiga orang penunggang kuda yang diandalkan dan sekaligus komandan pasukan mereka, hanya dalam sekali gebrakan saja. Kemarahan mereka menggelegak, lalu mereka menyerang pasukan muslimin secara serentak dan membabi buta.
138
Team Sejarah 2010 (ATSAR), Sejarah Kehidupan Nabi Muhammad Saw. Lentera Kegelapan untuk Mengenal Pendidik Sejati Manusia , 344.
98
Setelah memohon kemenangan dan pertolongan kepada Allah, memurnikan niat dan tunduk kepada-Nya, maka orang-orang muslim menghadang serangan orang-orang musyrik yang dilancarkan secara bergelombang dan terus menerus. Mereka tetap berdiri di tempat semula dengan sikap defensif. Namun cara ini cukup ampuh untuk menjatuhkan korban di kalangan orang-orang musyrik. Tak henti-hentinya mereka berseru: “Ahad...ahad...”139 Semenjak usai meluruskan dan menata pasukan muslimin, Rasulullah Saw. tak henti-hentinya memohon kemenangan kepada Allah seperti yang telah dijanjikan-Nya seraya bersabda: “Ya Allah, penuhilah bagiku apa yang Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, sesungguhnya aku mengingatkan-Mu akan sumpah dan janji-Mu.” Tatkala pertempuran semakin berkobar dan akhirnya mencapai puncaknya, maka beliau bersabda lagi: “Ya Allah, jika pasukan ini hancur pada hari ini, tentu Engkau tidak akan disembah lagi. Ya Allah, kecuali jika memang Engkau menghendaki untuk tidak disembah untuk selamanya setelah hari ini.” Begitu mendalam doa yang beliau sampaikan kepada Allah, hingga tidak disadari mantel beliau jatuh dari pundak. Maka Abu Bakar memungutnya lalu mengembalikan ke pundak beliau,140 seraya berkata:
139 140
Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah,284. Ibid., 285.
99
“Wahai Nabi Allah, tahanlah munajatmu kepada Tuhanmu. Sesungguhnya Allah pasti memenuhi janji-Nya padamu.” Kemudian Rasulullah Saw. tertidur di bangsal, kemudian beliau terbangun, dan bersabda: “Bergembiralah hai Abu Bakar, sunguh pertolongan Allah telah datang kepadamu. Inilah Jibril sedang memegang kendali kuda. Ia menuntun kuda tersebut, dan di gigi depannya terdapat kematian.”141 Ibnu Abbas berkata bahwa para malaikat tidak ikut berperang selain di perang Badar. Pada perang-perang selain perang Badar, mereka menjadi penambah jumlah dan tidak ikut bertempur secara langsung.142 Rasulullah Saw. keluar dari kemah mendatangi pasukannya dan mendorong mereka supaya lebih gigih menghancurkan musuh. Beliau berseru: “Demi Allah yang nyawa Muhammad berada di tangan-Nya, setiap orang yang sekarang ini berperang melawan musuh kemudian ia mati dalam keadaan tabah mengharapkan keridlaan Allah dan dalam keadaan terus maju pantang mundur, pasti akan dimasukkan Allah ke dalam surga!”143 Medan peperangan telah dipenuhi oleh prajurit. Kaum muslimin saling merapat. Kaum kafir Quraisy pun mulai mendekat. Rasulullah Saw. bersabda: “Majulah menuju surga yang luasnya seluas langit dan bumi.” Umair bin al-Hamam al-Anshari maju, seraya berkata: “Wahai Rasulullah
141
Al-Muafiri, Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, 603. Ibid., 609-610. 143 Muhammad al-Ghazali, Sejarah Perjalanan Hidup Muhammad, terj. Imam Muttaqien (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2004), 296. 142
100
benarkah telah disediakan surga seluas langit dan bumi?” Rasulullah Saw. menjawab: “Ya, surga seluas langit dan bumi.” Umair berkata: “Bakhbakh144 wahai Rasulullah.” Beliau bersabda: “Apa maksudmu dengan mengatakan bakh-bakh?” Umair berkata: “Demi Allah! Wahai Rasulullah, aku tidak mengatakan itu kecuali
aku sangat
berharap menjadi
penghuninya.” Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya engkau termasuk penghuninya.” Umair mengeluarkan beberapa buah kurma dari kantung panahnya. Ia mulai memakannya. Setelah itu ia berkata: “Jika aku hidup hingga aku makan kurma-kurmaku ini, itu adalah hidup yang terlalu lama.” Ia melemparkan kurma yang ada padanya. Ia bertempur hingga gugur sebagai syahid.145 Auf bin al-Harits anak Afra‟ berkata: “Wahai Rasulullah, apa yang membuat Tuhan berbahagia dengan hamba-Nya?” Rasulullah Saw. bersabda: “Ia tancapkan tangannya pada musuh tanpa menggunakan baju besi.” Kemudian Auf bin al-Harits melepas baju besinya, membuangnya, mengambil pedangnya, dan menyerang musuh, hingga gugur sebagai syahid.146
144
Kata yang diucapkan ketika dalam keadaan sangat kagum. Abul Hasan Ali al-Hasani an-Nadwi, Sirah Nabawiyah Sejarah Lengkap Nabi Muhammad Saw. terj. Muhammad Halabi, et.al. (Yogyakarta: Darul Manar, 2014), 256. 146 Al-Muafiri, Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, 604. 145
101
Saat pedang Ukasyah bin Mihshan patah, Rasulullah Saw. memberinya sepotong kayu dan bersabda; “Pegang ini!” tiba-tiba, di tangan Ukasyah kayu itu berubah menjadi pedang, yang hampir tidak ada tandingannya. Putih seperti garam.147 Ukasyah bertempur dengan pedang tersebut. Pedang tersebut diberi nama al-Aun.148 Baginda Nabi mengambil segenggam pasir, kemudian beliau menaburkannya ke arah musuh sambil berkata: “Hancurlah wajah-wajah kalian.” Pasir itu kemudian terhempas, menampar musuh-musuh Islam yang berdiri berhadapan dengan pasukan muslim. Rasulullah Saw. menaiki untanya dan pertempuran pun berkecamuk makin dahsyat. Semua mata hampir terbelalak menyaksikan kehebatan tempur Nabi yang selama ini mereka kenal sebagai sosok yang lemah lembut. Beliau terus merapat ke barisan musuh, bahkan beberapa orang yang terdesak berhasil diselamatkan beliau. Waktu itu tidak ada satu pun tentara sehebat Nabi.149 Imam Ali bin Abi Thalib r.a berkata, “Di kala dahsyatnya peperangan, kami berlindung kepada Rasulullah Saw. tidak ada seorang pun yang lebih dekat kepada musuh selain beliau. Aku menyaksikan sendiri pada peperangan Badar, kami
Ibnu „Abdil Barr, Ad-Durar fi Sirati ar-Rasul Ikhtisar Kehidupan Rasul Saw., Terj. Misran (Yogyakarta: Darul Uswah, 2010), 107. 148 Al-Muafiri, Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, 612. 149 Team Sejarah 2010 (ATSAR), Sejarah Kehidupan Nabi Muhammad Saw. Lentera Kegelapan untuk Mengenal Pendidik Sejati Manusia, 345-346. 147
102
berlindung kepada beliau. Beliau sendirilah yang sangat dekat kepada musuh dan waktu itu, beliaulah orang yang paling perkasa.”150 Kemudian beliau mengeluarkan perintah agar mengadakan serangan balik. Sebab serangan musuh tidak lagi gencar dan semangat, mereka mengendor. Langkah yang bijak ini ternyata sangat ampuh untuk mengokohkan posisi pasukan muslimin. Setelah mendapat perintah untuk menyerang, maka mereka pun melancarkan serangan secara serentak dan gencar,
mencerai
beraikan
barisan
musuh
hingga
jatuh
korban
bergelimpangan di pihak musuh. Semangat mereka semakin berkobar setelah melihat Rasulullah terjun ke kancah sambil mengenakan baju besi perangnya dan berteriak dengan suara lantang membacakan ayat:
Artinya: “Golongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang. (Q.S al-Qamar [54] : 45).151 Tentang kematian Abu Jahal, Mu‟adz bin Amr bin al-Jamuh berkata: “Aku mendengar dari orang-orang bahwa Abu Jahal berada di bawah pohon yang rimbun. Mereka berkata: “Abu al-Hakam (Abu Jahal) tidak bisa didekati.” Ketika aku mendengar informasi tersebut, aku jadikan Abu Jahal sebagai pusat obsesiku. Kemudian aku pergi menuju tempat Abu Jahal. 150
Ahmad Muhammad al-Hufiy, Keteladanan Akhlak Nabi Saw., Terj. Abdullah Zakiy al-Kaaf (Bandung: Pustaka Setia, 2000), 169-170. 151 Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, 287.
103
Ketika aku telah menemukan lokasinya, aku menebasnya yang membuat kakinya terpotong hingga setengah betisnya. Anak Abu Jahal menebas pundakku. Kemudian tanganku terlempar, dan menggantung di kulit dilambungku. Perang di sekitarku berkecamuk dengan sangat sengit hingga menjauhkanku dari Abu Jahal.” Muawwadz bin Afra‟ berjalan melewati Abu Jahal yang terluka, kemudian Muawwadz bin Afra‟ menebasnya dengan tebasan telak dan membiarkannya dalam keadan sekarat. Setelah itu, Muawwadz bin Afra‟ bertempur hingga gugur sebagai syuhada.”152 Rasullullah Saw. menyerahkan harta rampasan miliknya secara khusus kepada Mu‟adz bin Amr bin al-Jamuh. Beliau menyerahkan harta rampasan secara khusus kepada Mu‟adz karena Muawwadz bin Afra‟ terbunuh.153 Tanda-tanda kegagalan dan kebimbangan mulai merebak di barisan orang-orang musyrik. Sudah cukup banyak korban yang jatuh karena serangan orang-orang muslim yang gencar. Pertempuran mulai mendekati masa akhir. Tidak sedikit orang-orang musyrik yang lebih suka lari dan mundur dari kancah pertempuran. Sehingga hal ini semakin memudahkan
152 153
Al-Muafiri, Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, 610. Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, 290.
104
orang-orang muslim untuk menawan dan menghabisi lawan. Maka lengkaplah sudah kekalahan orang-orang musyrik.154 Dalam pertempuran kali ini, korban yang tewas dari pihak pasukan Quraisy sebanyak tujuh puluh orang dan yang berhasil ditawan sebanyak tujuh puluh orang.155 Sementara dari pihak muslim, yang syahid dalam peperangan ini ada empat belas orang, enam orang dari Muhajirin dan delapan orang dari Anshar.156 Dalam pertempuran kali ini, banyak tokoh-tokoh penting kaum musyrikin Quraisy yang tewas. Di antara mereka adalah: Utbah bin Rabi‟ah, Syaibah bin Rabi‟ah, Abu Jahal bin Hisyam, Umayyah bin Khalaf, Abul Bakhtari bin Hisyam dan kedua putranya, Manabah Ibnul Hujaj dan yang lainnya.157
7.
Pasca Peperangan Berkecamuk Setelah perang usai, Rasulullah Saw. memerintahkan agar jenazah kaum musyrikin yang terbunuh dikumpulkan. Dengan dikumpulkannya jenazah mereka, maka Rasulullah Saw. tahu siapa saja di antara mereka yang telah meninggal dan siapa saja yang masih hidup. Kemudian, Rasulullah Saw. memerintahkan agar jenazah mereka dilempar ke dalam lubang yang
154
Ibid., 288-289. Mahmud Syakir, Ensiklopedi Peperangan Rasulullah Saw. , Terj. Abdul Syukur Abdul Razaq (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2005), 110. 156 Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah,295. 157 Syakir, Ensiklopedi Peperangan Rasulullah Saw., 110-111. 155
105
telah dibuat untuk mereka hanya saja setelah semunya dilempar ada sesuatu yang aneh dengan mayat Umayyah bin Khalaf, di mana alat pelindung dadanya tampak menggembung. Melihat hal itu para shahabat mendekatinya dan menggerakkannya, lalu berguguran dagingnya. Kemudian, para shahabat membiarkannya tetap di tempatnya. Selanjutnya, mereka menutupinya dengan debu dan batu krikil.158 Ketika jenazah Utbah bin Rabi‟ah hendak diceburkan ke dalam lubang, Rasulullah Saw. melihat wajah Abu Hudzaifah berubah warna dan tampak sedih. Kepadanya Rasulullah Saw. bertanya: “Hai Abu Hudzaifah, tampaknya engkau terpengaruh oleh keadaan ayahmu?” Ia menjawab: “Tidak ya Rasulullah, demi Allah, aku tidak sedih karena ayahku dan tidak pula karena ia tewas. Namun karena aku tahu bahwa ayahku sebenarnya seorang yang dapat berfikir, bijaksana dan mempunyai keutamaan. Pada mulanya aku mengharap kebaikan yang dimilikinya itu akan menuntunnya ke dalam Islam. Kemudian setelah aku menyaksikan ia mati dalam keadaan kafir, sungguh pilu hatiku!” Mendengar jaawaban seperti itu Rasulullah Saw. mendoakan kebajikan baginya.159 Di pertengahan malam, Rasulullah Saw. bersabda: “Hai penghuni sumur, Hai Utbah bin Rabi‟ah, hai Syaibah bin Rabi‟ah, hai Umayyah bin Khalaf, hai Abu Jahal bi Hisyam (Rasululah Saw. menyebut beberapa nama
158 159
Qol‟ahji, Sirah Nabawiyah Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw., 203-204. Al-Ghazali, Sejarah Perjalanan Hidup Muhammad, 300-301.
106
orang-orang Quraisy), apakah kalian telah melihat apa yang dijanjikan Allah kepada kalian itu benar? Sungguh aku telah melihat bahwa apa yang dijanjikan Tuhanku kepadaku itu benar.” Kaum muslimin berkata: “Wahai Rasululah, kenapa engkau memanggil kaum yang telah menjadi mayat?” Rasulullah bersabda: “Kalian tidak lebih mendengar terhadap apa yang aku katakan kepada mereka, hanya saja mereka tidak dapat menjawab pertanyaanku.”160 Kemudian, Rasulullah Saw. memerintahkan agar semua harta rampasan yang dikuasai oleh para pasukan dikumpulkan. Kaum muslimin berselisih mengenai harta rampasan itu. Pihak yang merasa mengumpulkan berkata: “Harta rampasan perang ini adalah hak kami!” Pihak yang memerangi dan berhasil membunuh musuh berkata: “Demi Allah, kalaulah tidak ada kami, tentu kalian tidak akan mendapatkannya. Kami telah bekerja keras melawan mereka dari pada kalian, sehingga kalian mendapatkan apa yang kalian dapat saat ini.” Sedang pihak yang menjaga Rasulullah Saw. berkata: “Demi Allah, kamilah yang lebih berhak atas harta rampasan perang itu dari pada kalian. Ketika kami menjaga Rasulullah Saw. kami melihat harta itu tidak dibawa oleh siapa pun, sehingga ketika itu kami dapat menguasainya jika saja kami mau, hanya saja kami lebih mengutamakan penjagaan terhadap Rasulullah dari pada harta itu. Kami benar-benar takut bahwa musuh akan menerobosnya, sehingga kami tetap berjaga di sisi 160
Al-Muafiri, Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, 613-614.
107
Rasulullah. Dengan demikian, kamilah yang lebih berhak atas harta rampasan perang itu dari pada kalian.”161 Sengketa itu tak beberapa lama, karena malam itu Allah menurunkan firman-Nya untuk mengatasi perselisihan di antara kaum muslimin.
Artinya: “Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah: "Harta rampasan perang kepunyaan Allah dan Rasul, oleh sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu dan taatlah kepada Allah dan rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman." (Q.S al-Anfaal [8] : 1) Dengan begitu, kebijakan pembagian harta rampasan itu pun dikembalikan kepada baginda Nabi Muhammad Saw.162 Setelah kemenangan diraih, Rasulullah Saw. mengirim Abdullah bin Rawahah, sebagai penyampai berita gembira kepada warga al-Aliyah, bahwa Allah Swt. memenangkan Rasul-Nya dan kaum muslimin. Rasululah juga mengirim Zaid bin Harits sebagai penyampai berita gembira kemenangan kepada warga as-Safilah.163
Qol‟ahji, Sirah Nabawiyah Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw., 204-205. Team Sejarah 2010 (ATSAR), Sejarah Kehidupan Nabi Muhammad Saw. Lentera Kegelapan untuk Mengenal Pendidik Sejati Manusia, 353. 163 Al-Muafiri, Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, 619. 161
162
108
Setelah tiga hari berada di Badar, pasukan Rasulullah Saw. bergerak ke Madinah sambil membawa tawanan dan harta rampasan perang yag diperoleh dari orang-orang musyrik, yang penanganannya diserahkan kepada Abdullah bin Ka‟ab.164 Di antara tawanan perang tersebut adalah terdapat Uqbah bin Abu Mu‟aith dan an-Nadhr bin al-Harits. Ketika keluar dari Madhiq al-S}afra’, beliau berhenti di bukit pasir antara Madhid dengan alNaziyah yang bernama Sayar , tepatnya di bawah pohon yang ada di sana. Di
sanalah, Rasulullah Saw. membagi rampasan perang yang diberikan Allah kepada kaum muslimin dengan merata. Ketika Rasulullah Saw. tiba di alS}afra’, beliau memerintahkan pembunuhan terhadap an-Nadhr bin al-Harits. Kemudian an-Nadhr bin al-Harits dibunuh Ali bin Abu Thalib. Setibanya di Irqi al-Dhabyah, beliau memerintahkan untuk membunuh Uqbah bin Abu Mu‟aith. Dia dibunuh oleh Ashim bin Tsabit alAnhary. Namun pendapat lain mengatakan, yang membunuhnya adalah Ali bin Abu Thalib. Ketika tiba di al-Rauha’, beliau disambut kaum muslim. Mereka mengucapkan selamat kepada beliau atas kemenangan yang diberikan Allah kepada beliau, dan kepada kaum muslimin. Salamah bin Salamah berkata kepada kaum muslim tersebut: “Ucapan selamat apa yang kalian berikan kepada kita? Demi Allah, kita tidak bertemu kecuali dengan orang-orang lemah dan botak seperti unta yang ditali, kemudian kita menyembelihnya.” 164
Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, 300.
109
Rasulullah Saw. tersenyum, kemudian beliau bersabda: „Hai anak saudaraku, mereka (orang-orang Quraisy) adalah para tokoh dan orang-orang terhormat.”165 Sehari setelah tiba di Madinah, para tawanan diteliti lalu dibagikan kepada para shahabat. Beliau menasehati agar mereka memperlakukan para tawanan itu dengan baik. Para shahabat biasa memakan kurma, sedangkan untuk tawanan itu disuguhi roti. Begitulah mereka mengamalkan nasihat beliau ini.166 Abu Aziz bin Umair salah seorang tawanan mengisahkan hal itu: “Aku ditawan oleh seorang, setiap waktu makan tiba, mereka selalu menyuguhkan roti yang cukup istimewa untukku sedangkan mereka hanya memakan kurma-kurma kering. Semua orang benar-benar menjalankan perintah Rasulullah. Setiap kali mereka mendapatkan jatah roti, pasti roti-roti itu disuguhkan padaku hingga aku malu pada diriku sendiri. Oleh karena itu, roti itu aku kembalikan dan setelah diterima roti-roti itu pun disuguhkan kembali padaku”167 Di Madinah, Rasulullah Saw. meminta pendapat kepada para shahabat tentang masalah tawanan. Abu Bakar berkata: “Wahai Rasulullah, mereka itu masih terhitung keluarga paman, kerabat atau teman sendiri.
165
Al-Muafiri, Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, 619-620. Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, 301. 167 Team Sejarah 2010 (ATSAR), Sejarah Kehidupan Nabi Muhammad Saw. Lentera Kegelapan untuk Mengenal Pendidik Sejati Manusia, 354. 166
110
Menurut pendapatku, hendaklah engkau meminta tebusan yang kita ambil dari mereka, agar tebusan yang kita ambil dari mereka ini dapat mengokohkan kedudukan kita dalam menghadapi orang-orang kafir, dan siapa tahu Allah memberikan petunjuk kepada mereka, sehingga mereka menjadi pendukung kita.” “Lalu bagaimana pendapatmu wahai Ibnul Khaththab?” tanya Rasulullah Saw. Umar menjawab: “Demi Allah, aku tidak sependapat dengan Abu Bakar. Menurutku serahkan Fulan (kerabatnya) kepadaku, biar kupenggal lehernya. Serahkan Uqail bin Abu Thalib kepada Ali bin Abu Thalib biar dia penggal lehernya. Serahkan fulan kepada Hamzah (saudaranya), biar dia penggal lehernya, agar musuh-musuh Allah mengetahui bahwa di dalam hati kita tidak ada rasa kasihan terhadap orang-orang musyrik, pemuka, pemimpin dan para dedengkot mereka.” Rasulullah Saw. lebih cenderung kepada pendapat Abu Bakar dan kurang sependapat dengan Umar. Beliau lebih cenderung untuk meminta tebusan dari mereka.168 Rasulullah Saw. membolehkan sebagian dari mereka ditebus dengan harta benda, dan sebagian lagi dibebaskan tanpa tebusan harta benda, namun sebagai gantinya, mereka yang pandai membaca dan menulis harus mengajarkan sepuluh anak-anak kaum muslimin.169
168 169
Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, 301-302. Qol‟ahji, Sirah Nabawiyah Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw., 207.
111
Umar bin Khatthab berkata; “Aku masuk menemui Rasulullah setelah beliau memutuskan penebusan tawanan. Tiba-tiba aku dapati Rasulullah bersama Abu Bakar sedang menangis. Aku bertanya: “Wahai Rasulullah, ceritakanlah kepadaku kenapakah anda dan shahabat anda menangis? Jika aku dapati alasan untuk menangis, aku pun akan menangis. Jika tidak ada alasan untuk menangis, aku akan memaksakan diri untuk menangis karena tangisan anda berdua. Jawab Rasulullah Saw.: “Aku menangis karena usulan pengambilan tebusan yang diajukan oleh shahabatmu kepadaku. Padahal siksa mereka telah diajukan kepadaku lebih dekat dari pohon ini (pohon di dekat Nabi Saw.)” Allah Swt. kemudian menurunkan firman-Nya:
Artinya: “Tidak patut, bagi seorang nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Kalau sekiranya tidak ada
112
ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar karena tebusan yang kamu ambil.” (Q.S al-Anfaal [8] : 67-68) 170 Umar bin Khaththab berkata kepada Rasulullah Saw. terkait penebusan Suhail bin Amr: “Wahai Rasulullah, biarkan aku mencabut dua belah gigi Suhail bin Amr, dan menjulurkan lidahnya, agar selamanya di tempat ia tinggal tidak mampu lagi berdiri untuk berceramah menjelekjelekan kamu”. Rasulullah Saw. bersabda: “Jangan menjadikan contoh pada yang lain dengan melakukan perbuatan itu, nanti Allah menjadikan aku sebagai contoh buat yang lain dengan melakukan perbuatan itu. Ingat! Bahwa aku adalah seorang Nabi.” Demikianlah karakter yang ingin ditanamkan oleh Rasulullah Saw. dalam diri shahabatnya.171 Ada momen yang paling mengesankan, karena Id pertama yang dijalani orang-orang muslim dalam hidup mereka adalah Idul Fitri pada bulan Syawal 2 Hijriyah, setelah mereka memperoleh kemenangan yang gemilang di perang Badar. Betapa mengesankan Id yang penuh kebahagiaan ini, setelah Allah menyematkan mahkota kemenangan dan keperkasaan kepada mereka. Betapa mengagumkan shalat Idul Fitri yang mereka lakukan waktu itu, setelah mereka kaluar dari rumah dengan menyuarakan takbir, tahmid dan tauhid. Hati mereka mekar dipenuhi kecintaan kepada Allah, sambil tetap mengharapkan rahmat dan keridlaan-Nya, setelah Dia Muhammad Sa‟id Ramadhan al-Buthy, Sirah Nabawiyah: Analisis Ilmiah Manhajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulullah, terj. Aunur Rafiq Shaleh Tamhid (Jakarta: Robbani Press, 1999), 225. 171 Qol‟ahji, Sirah Nabawiyah Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw., 208. 170
113
memuliakan mereka dengan nikmat dan menguatkan mereka dengan pertolongan-Nya.172 B. Keteladanan Nabi Muhammad Saw. pada Perang Badar 1.
Nilai Kepribadian a.
Tanggung jawab Bukti tanggung jawab Rasulullah Saw. terhadap amanah yang menjadi tanggungan beliau antara lain : 1) Mewakilkan urusan Rasulullah Saw. menugaskan shahabatnya untuk menangani sebuah urusan ketika beliau juga mengurusi urusan yang lain yang dirasa membutuhkan peran beliau di dalamnya. Hal ini dibuktikan dari penggalan cerita perang Badar berikut: Rasulullah Saw. keluar dari Madinah pada hari Senin tanggal 8 Ramadhan dan menunjuk Amr bin Ummu Maktum sebagai pengganti beliau mengimami shalat di Madinah. Kemudian Rasulullah menarik Abu Lubabah dari ar-Rauha’ dan menunjuknya sebagai pengganti beliau di Madinah.173
2) Megorbankan kepentingan pribadi Rasulullah Saw. selalu mendahulukan kepentingan umat Islam dibanding kepentingan pribadi. Hal ini tergambar ketika keberangkatan pasukan kaum Muslim dari Madinah menuju Badar
172 173
Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, 304-305. Al-Muafiri, Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, 590.
114
untuk meghadang kafilah dagang kafir Quraisy. Seperti yang tergambar dalam cerita berikut: Hal ini bukan satu-satunya masalah penting (menghadang kafilah dagang Quraisy) yang sedang dihadapi Nabi. Beliau ingin tetap tinggal di Madinah sebisa mungkin, karena putrinya, Ruqayah, sedang sakit keras. Tetapi, kepentingan pribadi itu harus beliau korbankan, dan dari pada terlambat, beliau segera berangkat tanpa menunggu kedua matamatanya kembali.174 b.
Adil 1) Adil dalam hukuman Adapun bukti yang menunjukkan keadilan Rasulullah Saw. dalam hukuman ialah: Namun ketika dipertahankan dengan seksama, barisan paling depan nampak menyembulkan perut seorang tentara. Baginda Nabi mendekati pemilik perut itu dan memukulnya dengan anak panah yang beliau pegang: “Luruskan barisanmu hai Sawad,” perintah Nabi sambil memukul pelan perut Sawad ibn Ghaziyah dari bani „Ady ibn Najjar itu. “Wahai Nabi,” Sawad memprotes tindakan Rasul. “Engkau telah menyakitiku padahal engkau diutus untuk membawa kebenaran dan keadilan. Aku meminta keadilan padamu.” Para shahabat yang melihat itu sangat geram dengan Sawad, namun Nabi tetap membuka bajunya dan menyerahkan anak panah itu pada Sawad seraya berkata: “Wahai Samad, balaslah! Pukullah perutku.”175 2) Adil dalam pembagian harta rampasan
174
Martin Lings, Muhammad Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik, terj. Qomaruddin SF (Jakarta: Serambi Ilmu semesta, 2004), 212. 175 Team sejarah 2010 (ATSAR) Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien Pondok Pesantren Lirboyo Kota Kediri, Sejarah Kehidupan Nabi Muhammad Saw. Lentera Kegelapan Untuk Mengenaal Pendidik sejati Manusia (Kediri: Pustaka Gerbang Lama, 2010), 342.
115
Berikut ini cuplikan cerita yang menunjukkan keadilan Rasulullah Saw. dalam pembagian harta rampasan: Ketika keluar dari Madhiq al-S}afra’, beliau berhenti di bukit pasir antara Madzid dengan an-Naziyah yang bernama Sayar , tepatnya di bawah pohon yang ada di sana. Di sanalah, Rasulullah Saw. membagi rampasan perang yang diberikan Allah kepada kaum muslimin dengan merata.176
c.
Musyawarah Berikut ini sepenggal cerita bagaimana musyawarah Nabi Muhammad Saw. dalam perang Badar : Rasulullah Saw. meminta pendapat para shahabat. Beliau memberitahu mereka tentang Quraisy. Abu Bakar ash-Shiddiq ra. berdiri, kemudian berkat dengan pembicaraan yang baik. Setelah itu giliran Umar bin al-Khaththab ra. berdiri dan ia berkata dengan perkataan yang baik. Lalu al-Miqdad bin „Amru.177 Di Madinah, Rasulullah Saw. meminta pendapat kepada para shahabat tentang masalah tawanan. Rasulullah Saw. lebih cenderung kepada pendapat Abu Bakar dan kurang sependapat dengan Umar. Beliau lebih cenderung untuk meminta tebusan dari mereka.178 Rasulullah Saw. dengan segera pergi menuju mata air. Ketika Rasulullah Saw. tiba di dekat mata air yang termasuk bagian dari daerah Badar, maka beliau pun berhenti. Hubab bin Mundzir bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah tempat ini adalah tempat yang ditentukan oleh Allah, sehingga kami tidak boleh maju dan tidak pula mundur walaupun sejengkal. Atau ini hanya sekedar pendapat, strategi perang dan tipu daya?” Rasulullah Saw. menjawab: “Tidak, tetapi ini hanya sekedar pendapat, strategi perang dan tipu daya.” Hubab bin Mundzir berkata: Wahai Rasulullah, tempat ini kurang strategis, suruhlah orang-orang
176
Al-Muafiri, Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, 619 Brigjen Mahmud Syit Khaththab, Musyawarah Nabi Saw. dalam Perang. Terj. Yahya Abdurrahman (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2007), 5. 178 Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, 301-302. 177
116
berjalan lagi hingga sampai dekat mata air tempat orang banyak berkumpul, selanjutnya kita menempatinya. Kemudian kita gali tempat-tempat air dibelakangnya. Setelah itu, kita buat kolam yang kita isi penuh dengar air. Lalu di kolam buatan ini kita perangi mereka. Dengan demikian, kita mudah mendapatkan air minum, sedang mereka sulit mendapatkan air minum.” Rasulullah Saw. bersabda: “Saya sangat senang dengan pendapat ini.”179 d.
Tawakal Cuplikan cerita berikut menggambarkan ketawakalan Nabi Muhammad Saw. yang ditunjukkan dengan kesungguhan dalam berdo‟a selama perang Badar berlangsung: Pada malam itu beliau lebih banyak mendirikan shalat di dekat pangkal pohon yang tumbuh di sana. Sedangkan kaum muslim tidur dengan hembusan nafas yang tenang seakan menyinari angkasa. Ketika pagi tiba, kaum kafir Quraisy meneruskan perjalanannya. Pada saat Rasulullah Saw. melihat mereka yang sedang turun dari al-‘Aqonqol180 beliau berdo‟a: “Ya Allah, ini kaum kafir Quraisy benar-benar telah datang dengan kesombongan dan keangkuhannya, mereka membantah dan medustakan Nabi-Mu. Ya Allah, aku ingin kemenangan yang Kamu janjikan kepadaku. Ya Allah, hancurkanlah mereka besok!” Semenjak usai meluruskan dan menata pasukan muslimin, Rasulullah Saw. tak henti-hentinya memhon kemenangan kepada Allah seperti yang telah dijanjikan-Nya Begitu mendalam doa yang beliau sampaikan kepada Allah, hingga tanpa disadari mantel beliau jatuh dari pundak. Maka Abu Bakar memungutnya lalu mengembalikan ke pundak beliau.181
e.
Rendah hati
Qol‟ahji. Sirah Nabawiyah Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw., 197-198. Yaitu bukit pasir tempat kaum kafir Quraisy datang menuju lembah Badar 181 Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, 285.
179
180
117
Keberhasilan yang diperoleh dari usaha keras terkadang disertai dengan
kesombongan
dalam
hati,
seolah
mengkerdilkan
nilai
keberhasilan tersebut. Oleh karena itu, Nabi kemudian menasehati seorang shahabat yang menampakkan sedikit kesombongan dan mengecilkan keberhasilan yang diperoleh kaum muslimin. Ketika tiba di ar-Rauha’, beliau disambut kaum muslim. Mereka mengucapkan selamat kepada beliau atas kemenangan yang diberikan Allah kepada beliau, dan kepada kaum muslimin. Salamah bin Salamah berkata kepada kaum muslim tersebut: “Ucapan selamat apa yang kalian berikan kepada kita? Demi Allah, kita tidak bertemu kecuali dengan orang-orang lemah dan botak seperti unta yang ditali, kemudian kita menyembelihnya.” Rasulullah Saw. tersenyum, kemudian beliau bersabda: „Hai anak saudaraku, mereka (orang-orang Quraisy) adalah para tokoh dan orang-orang terhormat.”182 2.
Nilai Sosial a.
Persamaan derajat 1) Persamaan antara pemimpin dan pengikutnya Berikut
ini
salah
satu
cuplikan
keteladanan
Nabi
Muhammad Saw. pada perang Badar al-Kubra. Beliau tidak membeda-bedakan fasilitas yang beliau peroleh sebagai komandan pasukan dan para shahabat sebagai tentara beliau: Jumlah unta shahabat-shahabat Rasulullah ketika itu ialah tujuh puluh ekor dan mereka menaikinya secara bergantian. Rasulullah Saw., Ali bin Abu Thalib dan Martsad bin Abu Martsad al-Ghanawi secara bergiliran menaiki satu unta. Hamzah bin Abdul Muthalib, Zaid bin Haritsah, Abu 182
Al-Muafiri, Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, 619-620.
118
Kabsyah dan Anasah (keduanya mantan budak Rasululah) secara bergiliran menaiki satu unta. Abu Bakar, Umar bin Khaththab dan Abdurrahman bin Auf secara bergantian pula menaiki satu unta. 183
2) Persamaan kewajiban Berikut ini cuplikan bagaimana Rasulullah Saw.
ikut
berperang dalam Badar al-Kubra untuk menunjukkan persamaan dalam hal melaksanakan kewajiban yang diperintahkan Allah Swt.: Rasulullah Saw. menaiki untanya dan pertempuran pun berkecamuk makin dahsyat. Semua mata hampir terbelalak menyaksikan kehebatan tempur Nabi yang selama ini mereka kenal sebagai sosok yang lemah lembut. Beliau terus merapat ke barisan musuh, bahkan beberapa orang yang terdesak berhasil diselamatkan beliau. Waktu itu tidak ada satu pun tentara sehebat Nabi.184 Imam Ali bin Abi Thalib r.a berkata, “Di kala dahsyatnya peperangan, kami berlindung kepada Rasulullah Saw. tidak ada seorang pun yang lebih dekat kepada musuh selain beliau. Aku menyaksikan sendiri pada peperangan Badar, kami berlindung kepada beliau. Beliau sendirilah yang sangat dekat kepada musuh dan waktu itu, beliaulah orang yang paling perkasa.”185 Semangat mereka semakin berkobar setelah melihat Rasulullah terjun ke kancah sambil mengenakan baju besi perangnya dan berteriak dengan suara lantang membacakan ayat:
Artinya:
183
Al-Muafiri, Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, 590. Team Sejarah 2010 (ATSAR), Sejarah Kehidupan Nabi Muhammad Saw. Lentera Kegelapan untuk Mengenal Pendidik Sejati Manusia, 345-346. 185 Ahmad Muhammad al-Hufiy, Keteladanan Akhlak Nabi Saw., Terj. Abdullah Zakiy al-Kaaf (Bandung: Pustaka Setia, 2000), 169-170. 184
119
“Golongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang. (Q.S al-Qamar [54] : 45).186
b.
Berlaku baik 1)
Berlaku baik dengan tawanan Salah satu hal yang ingin ditanamkan Nabi Muhammad Saw. kepada shahabatnya adalah berbuat baik kepada siapa pun, termasuk musuh yang telah menjadi tawanan perang. Berikut adalah penggalan cerita dalam perang Badar yang menggambarkan bagaimana Nabi Muhammad Saw. berbuat baik walau pada tawanan perang: Sehari setelah tiba di Madinah, para tawanan diteliti lalu dibagikan kepada para shahabat. Beliau menasehati agar mereka memperlakukan para tawanan itu dengan baik. Paara shahabat biasa memakan kurma, sedangkan untuk tawanan itu disuguhi roti. Begitulah mereka mengamalkan nasihat beliau ini.187 Umar bin Khaththab berkata kepada Rasulullah Saw. terkait penebusan Suhail bin Amr: “Wahai Rasulullah, biarkan aku mencabut dua belah gigi Suhail bin Amr, dan menjulurkan lidahnya, agar selamanya di tempat ia tinggal tidak mampu lagi berdiri untuk berceramah menjelekjelekan kamu”. Rasulullah Saw. bersabda: “Jangan menjadikan contoh pada yang lain dengan melakukan perbuatan itu, nanti Allah menjadikan aku sebagai contoh buat yang lain dengan melakukan perbuatan itu. Ingat! Bahwa aku adalah seorang Nabi.”188
2) Nabi melarang membunuh musuh yang datang karena terpaksa 186
Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, 287. Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, 301. 188 Qol‟ahji, Sirah Nabawiyah Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw., 208. 187
120
Perlakuan baik lain yang Rasulullah Saw. lakukan pada perang Badar ialah larangan beliau kepada para shahabat untuk membunuh prajurit musuh yang datang berperang karena terpaksa. Berikut ini adalah cuplikan cerita perlakuan baik Rasul Saw. kepada prajurit musuh berperang karena terpaksa: Rasulullah Saw. bersabda: “Sungguh aku tahu persis bahwa beberapa orang di antara Bani Hasyim dan yang lainnya ada yang turut bersama mereka karena terpaksa. Mereka sama sekali tidak ingin memerangi kita. Siapa pun dari kalian yang bertemu mereka, maka kalian jangan membunuhnya. Siapa yang bertemu dengan Abu Bakhtari bin Hisyam bin al-Harits bin Asad, maka ia jangan dibunuh. Siapa saja yang bertemu dengan al-Abbas bin Abdul Muththalib, maka ia jangan dibunuh. Sebab turut sertanya mereka itu dikarenakan terpaksa.”189 c.
Tolong menolong 1) Bantuan berupa materi Salah satu contoh bantuan fisik yang diberikan Rasulullah Saw. kepada shahabatnya dalam perang Badar ialah memberi pedang. Seperti dalam cuplikan cerita berikut ini: Saat pedang Ukasyah bin Mihshan patah, Rasulullah Sw. memberinya sepotong kayu dan bersabda; “Pegang ini!” tiba-tiba, di tangan Ukasyah kayu itu berubah menjadi pedang, yang hampir tidak ada tandingannya. Putih seperti garam.190 Ukasyah bertempur dengan pedang tersebut. Pedang tersebut diberi nama al-Aun.191
189
Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, 269. Ibnu „Abdil Barr, Ad-Durar fi Sirati ar-Rasul Ikhtisar Kehidupan Rasul Saw., Terj. Misran (Yogyakarta: Darul Uswah, 2010), 107. 191 Al-Muafiri, Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, 612. 190
121
2) Bantuan non materi Sebagian cara yang digunakan Rasulullah Saw. menghibur shahabat yang terlihat sedih ialah dengan mendoakannya dengan doa yang baik. Seperti halnya dalam sepenggal cerita dalam perang Badar berikut ini yang mengisahkan bagaimana Rasulullah Saw. menghibur shahabatnya dengan do‟a yang baik: Ketika jenazah Utbah bin Rabi‟ah hendak diceburkan ke dalam lubang, Rasulullah Saw. melihat wajah Abu Hudzaifah berubah warna dan tampak sedih. Kepadaya Rasulullah Saw. bertanya: “Hai Abu Hudzaifah, tampaknya engkau terpengaruh oleh keadaan ayahmu?” Ia menjawab: “Tidak ya Rasulullah, demi Allah, aku tidak sedih karena ayahku dan tidak pula karena ia tewas. Namun karena aku tahu bahwa ayahku sebenarnya seorang yang dapat berfikir, bijaksana dan mempunyai keutamaan. Pada mulanya aku mengharap kebaikan yang dimilikinya itu akan menuntunnya ke dalam Islam. Kemudian setelah aku menyaksikan ia mati dalam keadaan kafir, sungguh pilu hatiku!” Mendengar jawaban seperti itu Rasulullah Saw. mendoakan kebajikan baginya.192
3.
Nilai Motivasi a.
Memotivasi dengan kenikmatan di surga Salah satu cara Nabi Muhammad Saw. agar pasukannya berkobar semangatnya adalah dengan memotivasi prajuritnya dengan
192
al-Ghazali, Sejarah Perjalanan Hidup Muhammad, 300-301.
122
kata-kata yang menggugah perasaan. Berikut ini adalah penggalan cerita bagaimana Rasulullah Saw. memotivasi shahabatnya: Hamzah dan Ali tak berlama-lama memainkan pedangnya. Dengan beberapa kali sabetan, mereka dapat melumpuhkan Syaibah dan Walid. Lain halnya dengan dengan Ubaidah terpaksa harus kehilangan salah satu kakinya. Karena ini duel tiga lawan tiga, Hamzah dan Ali segera mengepung Utbah dan berhasil membunuhnya. Ubaidah dibawa ke kemah Nabi, dan dengan terbata-bata dia bertanya pada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, apakah aku termasuk orang-orang yang mati syahid?”. Ya, engkau termasuk dari golongan mereka.” Jawab Rasul. Suasana nampak lengang dan Ubaidah kehilangan banyak darah hingga mengantarkan kepada ajalnya dipangkuan Rasulullah.193 Rasulullah Saw. keluar dari kemah mendatangi pasukannya dan mendorong mereka supaya lebih gigih menghancurkan musuh. Beliau berseru: “Demi Allah yang nyawa Muhammad berada di tangan-Nya, setiap orang yang sekarang ini berperang melawan musuh kemudian ia mati dalam keadaan tabah mengharapkan keridlaan Allah dan dalam keadaan terus maju pantang mundur, pasti akan dimasukkan Allah ke dalam surga!”194 Medan peperangan telah dipenuhi oleh prajurit. Kaum muslimin saling merapat. Kaum kafir Quraisy pun mulai mendekat. Rasulullah saw. bersabda: “Majulah menuju surga yang luasnya seluas langit dan bumi.” Umair bin al-Hamam al-Anshari maju, seraya berkata: “Wahai Rasulullah benarkah telah disediakan surga seluas langit dan bumi?” Rasulullah Saw. menjawab: “Ya, surga seluas langit dan bumi.” Umair berkata: “Bakh-bakh195 wahai Rasulullah.” Beliau bersabda: “Apa maksudmu dengan mengatakan bakh-bakh?” Umair berkata: “Demi Allah! Wahai Rasulullah, aku tidak mengatakan itu kecuali aku sangat berharap menjadi penghuninya.” Rasulullah Saw. bersabda: “ sesungguhnya engkau termasuk penghuninya.” Umair mengeluarkan beberapa buah kurma dari kantung panahnya. Ia mulai memakannya. Setelah itu ia berkata: “Jika 193
Team Sejarah 2010 (ATSAR), Sejarah Kehidupan Nabi Muhammad Saw. Lentera Kegelapan untuk Mengenal Pendidik Sejati Manusia, 344. 194 Muhammad al-Ghazali, Sejarah Perjalanan Hidup Muhammad, terj. Imam Muttaqien (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2004), 296. 195 Kata yang diucapkan ketika dalam keadaan sangat kagum.
123
aku hidup hingga aku makan kurma-kurmaku ini, itu adalah hidup yang terlalu lama.” Ia melemparkan kurma yang ada padanya. Ia bertempur hingga gugur sebagai syahid.196 Auf bin al-Harits anak Afra‟ berkata; “wahai Rasulullah, apa yang membuat Tuhan berbahagia dengan hamba-Nya?” Rasulullah Saw. bersabda: “Ia tancapkan tangannya pada musuh tanpa menggunakan baju besi.” Kemudian Auf bin al-Harits melepas baju besinya, membuangnya, mengambil pedangnya, dan menyerang musuh, hingga gugur sebagai syahid.197
b.
Motivasi dengan memberikan harta rampasan Sesuatu yang wajar bila orang mendapatkan penghargaan diri orang lain atas prestasi yang dia peroleh. Begitu pula Nabi Muhammd Saw., beliau memberikan contoh kepada shabatnya bahwa suatu prestasi seseorang layak mendapatan penghargaan..... Rasulullah Saw. menyerahkan harta rampasan miliknya secara khusus kepada Mu‟adz bin Amr bin al-Jamuh. Beliau menyerahkan harta rampasan secara khusu kepada Mu‟adz karena Muawwadz bin Afra‟ terbunuh.198
4.
Nilai Kecerdasan Salah satu yang harus ditiru dari Nabi Muhammad Saw. adalah kecerdasan beliau dalam menggali informasi tentang musuh. Berikut ini cuplikan cerita dalam perang Badar al-Kubra yang menggambarkan kecerdasan beliau dalam menggali informasi tentang musuh:
Abul Hasan „Ali al-Hasani an-Nadwi, Sejarah Lengkap Nabi Muhammad Saw., Terj. Muhammad Halabi, et.al (Yogyakarta: Darul Manar, 2014), 256. 197 Al-Muafiri, Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, 604. 198 Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, 290. 196
124
Rasul Saw. dan Abu Bakar berjalan hingga bertemu dengan orang tua dari Arab. Beliau bertanya tentang orang-orang Quraisy, Muhammad beserta shahabat-shahabatnya dan informasi lain tentang mereka. Orang tua tersebut menjawab: “Aku tidak akan memberi informasi kepadamu, hingga engkau menjelaskan kepadaku siapa kalian berdua.!” Rasulullah Saw. bersabda: “Jika engkau menjelaskan kepada kami, kami akan menjelaskan siapa kami berdua kepadamu!” Orang tua Arab tersebut berkata: “Apakah ini dibalas dengan ini pula?” Rasul menjawab: “ya, betul.” Orang tua Arab tersebut berkata: “Aku mendapat informasi, bahwa Muhammad dan shahabatshahabatnya pada hari ini dan itu. Jika informasi yang disampaikan kepadaku benar, maka pada hari ini mereka berada di tempat ini dan itu (yang ia maksudkan ialah tempat Rasulullah Saw. berada). Aku juga mendapatkan informasi, bahwa orang-orang Quraisy berangkat pada hari ini dan itu. Jika orang yang memberiku informasi ini tidak bohong, maka pada hari ini mereka berada di tempat ini dan itu (yang ia maksudkan ialah tempat orang-orang Quraisy).” Orang tua Arab tersebut bertanya: “kalian berdua berasal dari mana?” Rasulullah Saw. menjawab: “Kami berasal dari air.” Rasulullah Saw. berpaling dari hadapan orang Arab tersebut. Orang tua Arab tersebut berkata: “Kalian berdua dari air mana? Apakah dari air yang ada di Irak?”.199 “Beri tahu aku tentang keberadaan kaum kafir Quraisy!” keduanya berkata: “Demi Allah, mereka berada di balik bukit pasir yang kelihatan dari al-„Udwah al-Qushwa (lembah yang jauh) ini.”, “Berapa jumlah mereka?”tanya Rasul. “Kami tidak tahu,” jawab mereka. Rasulullah Saw. bertanya: “Berapa binatang yang mereka sembelih setiap hari?” Keduanya berkata: “Terkadang sembilan, dan terkadang sepuluh” Rasulullah Saw berkata: “Jumlah mereka berkisar antara sembilan ratus hingga seribu” kemudian Rasul bertanya lagi pada keduanya: “Siapa saja pembesar Quraisy yang turut bersama mereka” keduanya berkata: “Utbah bin Rabi‟ah, Syaibah bin Rabi‟ah, Abu al-Bakhtari bin Hisyam, Hakim bin Hizam, Naufal bin Khuwailid, al-Harits bin Amir bin Naufal, Thuaimah bin Adibin Naufal, an-Nadhr bin al-Harits, Zam‟ah bin al-Aswad, Abu Jahal bin Hisyam, Umaiyyah bin Khalaf, Nuhail bin al-Hajjaj, Munabbih bin al-Hajjaj, Suhail bin Amr dan Amr bin Abdu Wudd.200
199 200
Al-Muafiri, Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, 593-594. Qol‟ahji, Sirah Nabawiyah Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw., 195.
125
5.
Nilai Memahami orang lain Adapun
yang menunjukkan
bahwa
Nabi
Muhammad
Saw.
memahami orang lain ialah bahwa beliau tidak memaksa shahabat beliau untuk ikut berperang. Hal ini ditunjukkan dalam penggalan cerita berikut: Beliau tidak menekankan kepada seorang pun di antara shahabat untuk bergabung, tetapi beliau menyerahkan masalah ini kepada kerelaan mereka. Sebab kali ini tidak akan terjadi bentrokan yang seru dengan pasukan Quraisy, dan memang bentrokan itu baru terjadi saat di Badar.201
6.
Nilai Ketegasan Salah satu cara Nabi Muhammad Saw. melancarkan dakwah Islam ialah menghilangkan hambatan yang mengganggu dakwah. Oleh karena itu beliau kemudian membunuh dua tawanan perang Badar yang selama ini mengganggu dakwah beliau. Berikut ini cuplikan cerita tentang bagaimana perlakuan Islam kepada orang-orang yang mengganggu dakwah Islam: Tiba di al-S}afra’, beliau memerintahkan pembunuhan terhadap anNadhr bin al-Harits. Kemudian an-Nadhr bin al-Harits dibunuh Ali bin Abu Thalib. Setibanya di Irqi al-Dhabyah, beliau memerintahkan untuk membunuh Uqbah bin Abu Mu‟aith. Dia dibunuh oleh Ashim bin Tsabit al-Anhary. Namun pendapat lain mengatakan, yang membunuhnya adalah Ali bin Abu Thalib.202
201 202
Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, 269. Al-Muafiri, Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, 619.
126
BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KETELADANAN NABI MUHAMMAD SAW. PADA PERANG BADAR AL-KUBRA DAN RELEVANSINYA DENGAN KOMPETENSI PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM
A. Analisis Nilai-nilai Keteladanan Nabi Muhammad Saw. pada Perang Badar al-Kubra Rasulullah Saw. adalah seorang figur qudwah (teladan) dalam segala hal. Hal ini tidak mengherankan, karena Allah Swt. sendiri yang menangani tarbiyah, pensucian dan penjagaan terhadap beliau. Allah berkehendak menyiapkan beliau menjadi fiqur qudwah bagi seluruh umat manusia, menjadi cerminan dari risalah ilahiyah yang beliau bawa sehingga manusia dapat melihat dengan mudah dan
gamblang apa sebenarnya muatan dakwah beliau, sebab apa yang beliau dakwahkan itu terjelma utuh dalam diri beliau.203 Keteladanan Nabi Muhammad Saw. dapat dicermati dalam semua aktifitas beliau. Termasuk dalam peperangan sekalipun. Salah satu perang yang menggambarkan keteladanan beliau ialah perang Badar al-Kubra. Adapun nilainilai keteladanan Nabi Muhammad Saw. pada perang Badar al-Kubra antara lain:
203
Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam al-Muafiri, Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, terj. Fadhli Bahri (Jakarta: Darul Falah, 2000), vii.
127
1.
Nilai Kepribadian Keberhasilan Nabi Muhammad Saw. sebagai pendidik merupakan penggabungan kekuatan antara kemampuan kepribadian, wahyu Ilahi dan aplikasi ilmu di lapangan. Dalam bahasa lain diungkapkan, bahwa Rasulullah Saw. langsung mejadi al-uswat al-h}asanat bagi ilmu-ilmu yang dimiliki dan diajarkan kepada shahabat-shahabat. Sebagai seorang pendidik umat manusia Rasulullah Saw. memiliki kepribadian yang pantas dijadikan sebagai al-uswat al-h}asanat bagi umat manusia.204 Nilai kepribadian yang ditunjukkan Rasulullah Saw. selama perang Badar al-Kubra antara lain: tanggung jawab, adil, musyawarah, tawakal, rendah hati. Sifat tanggung jawab Nabi Muhammad Saw. tergambar ketika penunjukkan Amr bin Ummu Maktum sebagai pengganti beliau mengimami shalat dan Abu Lubabah sebagai pengganti dalam urusan pemerintahan di Madinah. Sebagai pemimpin negara yang mengurusi berbagai urusan seluruh kaum muslim, Rasulullah Saw. tidak bisa begitu saja meninggalkan suatu urusan yang berhubungan dengan kaum muslimin. Oleh karena itu, ketika beliau mengurusi suatu urusan yang berhubungan dengan kaum muslimin, sedang pada waktu bersamaan terdapat urusan lain yang juga membutuhkan penyelesaian. Maka, Rasulullah Saw. kemudian menugaskan shahabatnya untuk menanganinya. Selain itu, perbuatan beliau yang meninggalkan putri beliau tercinta Ruqayah yang sedang sakit keras,
204
Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2011), 14.
128
dan lebih memilih untuk memimpin pasukan muslimin berangkat ke Badar semakin memperjelas sifat tanggung jawab beliau yang tinggi. Sementara kerelaan Rasulullah Saw. dalam menerima hukuman atas tindakan yang beliau lakukan dan cara beliau membagikan harta rampasan perang secara merata merupakan bukti bagaimana keadilan beliau. Sedang keteladanan beliau dalam bermusyawarah ditunjukkan Nabi Muhammad Saw. saat beliau memimpin pasukan dalam perang Badar. Nabi sering meminta pendapat kepada shahabatnya. Semisal ketika harus memutuskan apakah tetap maju melawan pasukan Quraisy yang datang dari Makkah untuk menolong kafilah dagang mereka ataukah kembali ke Madinah, atau ketika harus memutuskan apakah akan menerima tebusan dari para tawanan perang ataukah tidak. Bahkan beliau juga meminta pendapat shahabatnya terkait dengan strategi perang. Musyawarah yang beliau lakukan memberikan pengaruh yang besar dalam menggelorakan keinginan/semangat perang pada diri kaum muslim, serta berhasil menampakkkan kesiapan mereka untuk terjun di medan jihad di bawah kepemimpinan beliau. Nabi Muhammad Saw. juga memberikan contoh kepada shahabatnya untuk rendah hati dan menjauhi sifat sombong. Keberhasilan dan kemenangan yang diperoleh dari usaha keras terkadang disertai dengan rasa kesombongan dalam hati dan seolah mengkerdilkan nilai keberhasilan dan kemenangan tersebut. Oleh karena itu, Nabi kemudian menasehati shahabat
129
Salamah bin Salamah yang menampakan sedikit kesombongan dan mengecilkan keberhasilan yang diperoleh kaum muslimin. Dan dalam hal ketakwaan kepada Allah, Nabi Muhammad Saw. adalah manusia paling takwa dan paling dekat dengan Tuhannya. Sekalipun demikian, tetap saja Nabi Muhammad Saw. merendahkan diri kepada Allah Swt. dan meminta dengan sangat kepada-Nya. Beliau memohon kepada Allah Swt. dengan penuh khushu’ seraya menengadahkan kedua telapak tangannya agar pertolongan yang dijanjikan Allah itu ditunaikan. Bahkan beliau sampai tidak menyadari kalau selendangnya terjatuh.
2.
Nilai Sosial Secara garis besar ajaran Islam dapat dikelompokkan dalam dua kategori yaitu h}ablu minallah (hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhan) dan h}ablu minannas (hubungan manusia dengan manusia). Bahkan syari‟at Islam yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan manusia lebih banyak dari pada syari‟at yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya. Oleh karena itu, tidak heran jika Islam melalui Nabi Muhammad Saw. sangat mengatur interaksi sosial manusia yang berkaitan dengan muamalah dan uqubat.
130
Adapun nilai sosial yang ditunjukkan Rasulullah Saw. selama perang Badar al-Kubra antara lain: persamaan derajat, berlaku baik dan tolong menolong. Kaitannya dengan persamaan derajat Nabi Muhammad Saw mencontohkan bahwa sebagai komandan tertinggi, beliau menyamakan fasilitas yang beliau terima dengan shahabatnya yang merupakan pasukan beliau. Hal ini tergambar saat beliau berbagi unta dengan dua shahabat lainnya, Ali bin Abu Thalib dan Martsad bin Abu Martsad al-Ghanawi. Rasulullah Saw. bisa saja menunggang unta sendiri tanpa berbagi dengan kedua shahabatnya, dan tentu para shahabat beliau pun dengan ikhlas menerima hal itu, karena mereka adalah orang yang rela mati untuk Rasulullah Saw. Begitu juga saat perang berkecamuk, bisa saja Rasulullah Saw. berada di dalam tenda, serta menyerahkan pertempuran kepada pasukan muslimin. Bukankah itu juga yang diinginkan shahabat agar beliau tetap di dalam tenda selama peperangan terjadi sehingga jika terjadi kekalahan pada pihak muslimin, beliau bisa segera meninggalkan medan peperangan dan kembali ke Madinah. Namun hal tersebut tidak dilakukan Rasulullah Saw., beliau lebih memilih terjun ke medan pertempuran secara langsung. Kedua hal tersebut membuktikan, bahwa Rasulullah Saw. tidak pernah membeda-bedakan antara beliau dan shahabat-shahabatnya. Baik
131
dalam hal fasilitas yang beliau terima sebagai komandan tertinggi maupun dalam melaksanakan kewajiban sebagai seorang hamba Allah. Dalam hal berbuat baik pada sesama, Nabi Muhammad Saw. seorang teladan yang sempurna. Kebaikan beliau tidak hanya untuk umat Islam saja, orang-orang kafir pun merasakan kebaikan dari beliau. Sebagai contoh, selama perang Badar berlangsung Nabi Muhammad Saw. masih sempat memerintahkan shahabatnya untuk tidak membunuh musuh yang datang berperang karena terpaksa, di antara yang beliau larang untuk dibunuh adalah Abu Bakhtari bin Hisyam bin al-Harits bin Asad dan alAbbas bin Abdul Muththalib. Nabi Muhammad Saw. mengerti betul bahwa kedatangan mereka ke medan perang bukan karena mereka membenci Nabi Muhammad Saw. dan shahabat-shahabatnya, bukan pula membenci agama Islam, namun kedatangan mereka di Badar tidak lain dikarenakan keterpaksaan. Karena itulah, Nabi Muhammad Saw. melarang membunuh mereka. Kebaikan yang dilakukan Nabi Muhammad Saw. kepada kaum kafir Quraisy bukan hanya saat peperangan berlangsung, pasca peperangan pun Nabi Muhammad Saw. masih berbuat baik kepada musuhnya tersebut. Beliau menasehati para shahabatnya agar para pasukan musuh yang telah menjadi tawanan diperlakukan dengan baik, bahkan sampai para shahabat biasa memakan kurma, sedangkan untuk tawanan itu disuguhi roti. Begitulah mereka mengamalkan nasihat beliau ini.
132
Abu Aziz bin Umair salah seorang tawanan mengisahkan hal itu: “Aku ditawan oleh seorang, setiap waktu makan tiba, mereka selalu menyuguhkan roti yang cukup istimewa untukku sedangkan mereka hanya memakan kurma-kurma kering. Semua orang benar-benar menjalankan perintah Rasulullah. Setiap kali mereka mendapatkan jatah roti, pasti roti-roti itu disuguhkan padaku hingga aku malu pada diriku sendiri. Oleh karena itu, roti itu aku kembalikan dan setelah diterima roti-roti itu pun disuguhkan kembali padaku” 205 Sedangkan keteladanan Nabi Muhammad Saw. dalam hal tolong menolong tergambar ketika membantu shahabat-shahabatnya saat perang Badar berlangsung, seperti ketika pedang Ukasyah bin Mihshan patah, ia pun menghadap Rasulullah Saw. dan berharap beliau dapat membantunya. Rasulullah Saw. pun membantunya dan memberikan sepotong kayu. Tibatiba di tangan Ukasyah bin Mihshan kayu tersebut berubah menjadi pedang yang putih seperti garam. Ukasyah bin Mihshan pun bertempur dengan pedang tersebut. Pedang tersebut ia beri nama al-Aun. Pertolongan Nabi Muhammad Saw. bukan hanya berupa materi, beliau pun juga memberikan bantuan non materi kepada shahabatnya. Bantuan non materi ini bisa berupa do‟a untuk menghibur shahabat yang sedang dalam kesusahan. Sebagai contoh ketika Nabi Muhammad Saw. 205
Team Sejarah 2010 (ATSAR) Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien Pondok Pesantren Lirboyo Kota Kediri, Sejarah Kehidupan Nabi Muhammad Saw. Lentera Kegelapan untuk Mengenal Pendidik Sejati Manusia (Kediri: Pustaka Gerbang Lama, 2010), 354.
133
melihat Abu Hudhaifah terlihat sedih melihat ayahnya Utbah bin Rabi‟ah yang tewas dalam keadaan kafir, padahal ia menginginkan ayahnya bisa masuk Islam seperti dirinya. Melihat hal ini, nabi pun menghiburnya dengan mendo‟akannya. Dari uraian di atas terlihat bahwa Nabi Muhammad Saw. adalah teladan yang sempurna dalam hal-hal yang berkaitan dengan sosial. kebaikan beliau kepada shahabat bahkan musuh beliau menjadikan beliau pantas menyandang teladan sepanjang masa.
3.
Nilai Motivasi Motivasi yang dilakukan Rasulullah Saw. dalam perang Badar di antaranya dengan kabar gembira tentang kedudukan syuhada di surga. Selain itu, cara lain yang beliau pakai ialah memberikan hadiah (reward) atas prestasi yang dilakukan pasukannya. Seperti ketika beliau memberikan harta rampasan perang beliau kepada Mu‟adz bin Amr bin al-Jamuh atas prestasinya membunuh Abu Jahal. Kejadian ini menunjukkan bahwa Rasulullah Saw. sangat menyadari bahwa memberi reward berupa kabar gembira tentang kedudukan syuhada di surga dan memberi hadiah atas prestasi mereka, merupakan suatu cara yang sangat ampuh utuk mengangkat semangat tempur dan daya juang pasukan muslimin. Tindakan itu tentu saja sangat bermanfaat untuk menciptakan
134
suasana yang kompetitif di antara pasukan sehingga akan berdampak terhadap meningkatnya kinerja.
4.
Nilai Kecerdasan Dalam melaksanakaan jihad, mengetahui kekuatan musuh dan perencanaan mereka adalah sesuatu yang mutlak diperlukan. Untuk melaksanakan tujuan tersebut, maka diperlukan adanya intel atau mata-mata. Keahlian dalam mencari informasi sangat diperlukan dalam peperangan. Dengan banyaknya informasi yang didapat dari musuh maka strategi perang akan semakin mudah dibuat dan kemenangan pun semakin mudah diraih. Rasulullah Saw. adalah orang yang cerdas dan ahli dalam mencari informasi tentang musuh. Kecerdasan dan keahlian beliau dalam mencari informasi tentang musuh merupakan salah satu kunci kemenangan kaum muslim dalam perang Badar al-Kubra. Kecerdasan dan keahlian beliau terlihat dari bagaimana beliau mencari informasi tentang keberadaan, jumlah dan siapa saja tokoh-tokoh mereka yang ikut dalam peperangan. Kecerdasan dan keahlian beliau juga tergambar saat beliau menjawab pertanyaan orang tua dari Arab ketika beliau mencari informasi bersama shahabat beliau Abu Bakar ash-Shidiq. Dari sini diketahui bagaimana kecerdasan dan keahlian Rasulullah Saw. dalam menjaga kerahasiaan informasi-informasi yang
135
bersifat militer. Beliau bahkan membolehkan tauriyah206 demi tetap menjaga rahasia pasukan.
5.
Nilai Memahami orang lain Ketika Nabi Muhammad Saw. memberangkatkan pasukan untuk menghadang kafilah dagang Kafir Quraisy yang dipimpin oleh Abu Sufyan, beliau tidak memaksa shahabat beliau untuk berangkat. Nabi Muhammad Saw. mengetahui ketika beliau meminta kaum muslim untuk berangkat, sebagian kaum merespon ajakan beliau dengan suka rela dan sebagian yang lain merespon dengan berat hati. Nabi Muhammad Saw. mengerti, bahwa respon berat hati sebagian kaum muslim bukan karena mereka tidak mau melaksanakan perintah beliau, tetapi hal itu dikarenakan menurut pandangan mereka, misi kali ini nabi tidak akan mendapatkan perlawanan yang berarti karena kafilah dagang tersebut hanya dijaga oleh tiga puluh sampai empat puluh orang saja. Dan memang, perlawanan kaum kafir Quraisy itu datang ketika pasukan muslim mendekati Badar. Atas pertimbangan itulah, Nabi Muhammad Saw. tidak memaksa kaum muslimin untuk berangkat bersama beliau menghadang kafilah dagang kafir Quraisy.
206
Tauriyah adalah mengucapkan suatu perkataan yang memiliki makna yang tampak, tapi dimaksudkan kepada makna lain yang masih dalam cakupannya dan makna tersebut bertentangan dengan makna yang tampak.
136
6.
Nilai Ketegasan Selain untuk memberi pukulan telak di bidang politik, ekonomi dan militer kepada kaum kafir Quraisy, tujuan perang Badar yang lain ialah untuk menghilangkan rintangan yang menghalangi dakwah. Sehingga kemenangan dalam perang ini akan semakin membuat dakwah yang dilakukan Rasulullah Saw. semakin lancar. Atas dasar itulah Rasulullah Saw. membunuh dua tawanan yang didapatkan pasukan Muslim, an-Nadhr bin al-Harits dan Uqbah bin Abu Mu‟aith. Nadr dan Uqbah, keduanya merupakan bahaya yang selalu mengancam kaum muslimin selama di Makkah dulu. Setiap ada kesempatan kedua orang ini selalu mengancam mereka. Sehingga, menurut pertimbangan perang, dua orang ini memang sangat layak dibunuh. Mereka berdua bukan sekedar tawanan perang biasa, tetapi sudah bisa disebut penjahat perang menurut istilah zaman sekarang. Ketegasan Rasulullah Saw. ini diambil untuk menciptakan kondisi yang aman dan nyaman untuk dakwah Islam di masa yang akan datang. Sehingga, orang akan berfikir ribuan kali untuk menghalangi dakwah yang dilakukan beliau dan kaum muslim.
137
B. Relevansi Nilai-nilai Keteladanan Nabi Muhammad Saw. pada Perang Badar al-Kubra dengan Kompetensi Pendidik dalam Pendidikan Islam 1.
Relevansi Nilai-nilai Keteladanan Nabi Muhammad Saw. pada Perang Badar al-Kubra dengan Kompetensi Kepribadian-Religius Menurut Abdul Mujib, kemampuan dasar (kompetensi) yang pertama bagi pendidik adalah menyangkut kepribadian religius, artinya pada dirinya melekat nilai-nilai utama yang akan ditransinternalisasikan kepada peserta didiknya. Misalnya: kejujuran, amanah, keadilan, kecerdasan, tanggung jawab, musyawarah, kebersihan, keindahan, kedisiplinan, ketertiban dan sebagainya. Nilai tersebut perlu dimiliki pendidik sehingga akan terjadi transinternalisasi (perpindahan penghayatan nilai-nilai) antara pendidik dan peserta didik, baik langsung maupun tidak langsung, atau setidak-tidaknya terjadi transaksi (alih tindakan) antara keduanya.207 Adapun keteladanan Nabi Muhammad Saw. pada perang Badar alKubra yang relevan dengan kompetensi kepribadian-religius adalah nilai kepribadian yakni sifat tanggung jawab, adil, musyawarah, tawakal, rendah hati Nabi Muhammad Saw. Keteladanan Nabi Muhammad Saw. tentang nilai kepribadian sangat relevan dengan kompetensi kepribadian pendidik dalam pendidikan Islam, sebab pribadi pendidik memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pendidik, khususnya dalam kegiatan pembelajaran. Pribadi
207
Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), 96.
138
pendidik juga sangat berperan dalam membentuk pribadi peserta didik. Ini dapat dimaklumi karena manusia merupakan makhluk yang suka mencontoh, termasuk mencontoh pribadi pendidiknya dalam membentuk pribadinya. Semua itu menunjukkan bahwa kompetensi personal atau kepribadian pendidik sangat dibutuhkan oleh peserta didik dalam proses pembentukan pribadinya.208 Allah Swt. berfirman:
Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.” (Q.S. Ali „Imran [3] : 159). Relevansi ayat tersebut dengan pendidikan khususnya bagi guru yang mempunyai tanggung jawab yang besar untuk mendidik, membimbing,
208
117.
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008),
139
membina, mengarahkan peserta didiknya sesuai fitrah yang telah diberikan Allah kepada mereka. Di antara hal yang harus diperhatikan oleh seorang guru ketika melaksanakan kegiatan pembelajaran, adalah harus bersikap lemah lembut, menyenangkan untuk anak didiknya, tidak membosankan, menjadi tempat untuk berlindung dan tempat untuk memecahkan masalah. Jangan sampai menjadi seorang guru yang tempramental, cepat marah, kasar, keras hati dan tidak memperdulikan peserta didiknya, sikap tersebut akan membuat peserta didik jauh dan menjauhi sang pendidik dan tujuan pendidikan kemungkinan besar akan susah untuk dicapai.209 Seorang pendidik tidak hanya dituntut untuk mampu menguasai materi pembelajaran, tetapi yang paling penting adalah bagaimana dia menjadikan pembelajaran sebagai ajang pembentukan kompetensi dan perbaikan kualitas pribadi peserta didik. Oleh sebab itu, setiap pendidik dituntut untuk memiliki kompetensi kepribadian yang memadai untuk dapat dijadikan sebagai teladan bagi peserta didik.
2.
Relevansi Nilai-nilai Keteladanan Nabi Muhammad Saw. pada Perang Badar al-Kubra dengan Kompetensi Sosial-Religius Menurut pandangan Abdul Mujib, kemampuan dasar kedua bagi pendidik adalah menyangkut kepeduliannya terhadap masalah-masalah
209
Failasuf Fadli, Menjadi Guru Profesional Peran Pengawas dan Komite Madrasah dalam Meningkatkan Kompetensi Guru (Yogyakarta: Pustaka Ilmu Group Yogyakarta, 2014), 69-72.
140
sosial selaras dengan ajaran dakwah Islam. Sikap gotong royong, tolongmenolong, egalitarian (persamaan derajat antara manusia), sikap toleransi dan sebagainya juga perlu dimilliki oleh pendidik utuk selanjutnya diciptakan dalam suasana pendidikan Islam dalam rangka transinternalisasi sosial atau transaksi sosial antara pendidik dan peserta didik.210 Adapun keteladanan Nabi Muhammad Saw. pada perang Badar alKubra yang relevan dengan kompetensi sosial-religius adalah nilai sosial. Yakni persamaan derajat, berlaku baik dan tolong menolong. Nilai sosial Nabi Muhammad Saw. pada perang Badar al-Kubra sangat relevan kompetensi sosial pendidik. Pendidik adalah makhluk sosial, yang dalam kehidupannya tidak bisa terlepas dari kehidupan sosial masyarakat dan lingkungannya. Oleh karena itu, pendidik dituntut untuk memiliki kompetensi sosial yang memadai, terutama dalam kaitannya dengan pendidikan, yang tidak terbatas pada pembelajaran di sekolah tetapi juga pada pendidikan yang terjadi berlangsung di masyarakat.211 Karena itu, pendidik dituntut untuk mampu berinteraksi dan berkomunikasi secara efektif baik dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, maupun masyarakat sekitar. Dalam masyarakat umum, pendidik merupakan satu figur yang mampu memberi inspirasi, penggerak dan pembimbing dalam kegiatan 210 211
173.
Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, 96. E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008),
141
kegiatan sosial kemasyarakatan. Pendidik juga dianggap sebagai panutan pula bagi masyarakat umum di sekitarnya. Tentu saja ini berpengaruh pada kuatnya sorotan dan kontrol masyarakat pada segala aktifitas seorang pendidik. Perilaku dan kepribadian pendidik sudah terlanjur diberi label baik dan bermoral yang patut diteladani tidak hanya di depan para peserta didik, tetapi juga masyarakat umum. Seringkali seorang pendidik dimasyarakat diberi kepercayaan untuk menjadi Ketua RT/RW, pejabat kepanitiaan tertentu yang bersifat kenegaraan seperti pemilu atau sejenisnya, dan jabatan jabatan lainnya. Masyarakat percaya pendidik patut dan mampu melaksanakan itu semua. Dan dakwah merupakan salah satu bentuk komunikasi pendidik dalam masyarakat serta bentuk kepeduliannya terhadap masyarakat di sekitarnya.
3.
Relevansi Nilai-nilai Keteladanan Nabi Muhammad Saw. pada Perang Badar al-Kubra dengan Kompetensi Profesional-Religius Abdul Mujib menyatakan bahwa kemampuan dasar ketiga ini menyangkut kemampuan untuk menjalankan tugasnya secara profesional, dalam arti mampu membuat keputusan berlandaskan keahlian atas berbagai kasus serta mampu mempertanggung jawabkannya berdasarkan teori dan
142
wawasan keahliannya dalam perspektif pendidikan Islam.212 Sedang menurut Khoiriyah, kompetensi profesional berarti seorang pendidik harus memiliki pengetahuan yang luas, mendalam dari bidang yang diajarkannya.213 Keteladanan Nabi Muhammad Saw. pada perang Badar al-Kubra yang
relevan
dengan
kompetensi
profesional-religius
adalah
nilai
kecerdasan. Dalam peperangan, seorang pemimpin atau komandan bukan hanya harus mengetahui bagaimana mengangkat senjata. Akan tetapi ia juga harus menguasai ilmu tentang seni perang tentang mengatur strategi, memobilisasi pasukan dan memata-matai serta mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang musuh yang akan ia dan pasukannya hadapi. Untuk itu komandan pasukan haruslah seorang yang cerdas dalam arti ia memiliki pengetahuan yang mendalam dan luas. Hal itu semua terdapat dalam diri Nabi Muhammad Saw. sebagai komandan tertinggi. Kesuksesan beliau dalam mencari informasi tentang keberadaan dan kekuatan musuh serta cara beliau menjaga kerahasiaan informasi-informasi yang bersifat militer merupakan bukti dalam dan luasnya pengetahuan beliau tentang ilmu militer. Sebagaimana nilai kecerdasan Nabi Muhammad Saw. dalam perang Badar al-Kubra yang menggambarkan kedalaman dan luasnya pengetahuan
212 213
Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, 96. Khoiriyah, Menggagas Sosiologi Pendidikan Islam (Yogyakarta: Teras, 2012), 148.
143
beliau tentang ilmu militer, seorang pendidik dalam pendidikan Islam juga memiliki pengetahuan yang dalam dan luas mengenai materi yang akan ditransfer ke peserta didik. Selain itu, seorang pendidik haruslah menguasai disiplin-disiplin ilmu yang berkaitan dengan materi tersebut. Dalam dunia pendidikan kecakapan atau kemampuan tersebut termasuk ke dalam ranah kompetensi profesional. Dalam pendidikan Islam seorang pendidik haruslah memiliki kompetensi ini. Hal ini sebagaimana Sabda Rasulullah Saw.:
) البخاري(ا
َِ َ اُ ْلاِ َ ا اَ ْ ُ اِاَ ا َ ْ ِ اَ ْ ِ ِ ا َ ْا َ ِ ِ ا ا َل َا ا
Artinya: Apabila suatu urusan (amanah) diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya. (HR. Bukhari).
4.
Relevansi Nilai-nilai Keteladanan Nabi Muhammad Saw. pada Perang Badar al-Kubra dengan Kompetensi Pedagogik-Religius Kompetensi pedagogik-religius dalam pendidikan Islam ialah kemampuan dalam memahami anak didik, merancang pelaksanaan dan mengevaluasi pembelajaran, serta menguasai strategi dan teknik-teknik pembelajaran. Semua dilakukan berdasarkan suatu komitmen terhadap prinsip-prinsip keadilan, kejujuran dan amanah sesuai dengan ajaran Islam.214
214
Fathurrohman dan Sulistyorini, Meretas Pendidikan Berkualitas dalam Pendidikan Islam Menggagas Pendidik atau Guru Yang Ideal dan Berkualitas dalam Pendidikan Islam, 123.
144
Adapun keteladanan Nabi Muhammad Saw. pada perang Badar alKubra yang relevan dengan kompetensi pedagogik-religius antara lain nilai motivasi, nilai memahami orang lain dan nilai ketegasan.
a.
Relevansi nilai motivasi dengan kompetensi pedagogik-religius Callahan dan Clark mengemukakan bahwa motivasi adalah tenaga penarik atau pendorong yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah suatu tujuan tertentu. Motivasi dapat menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi yang ada pada diri manusia, baik menyangkut kejiwaan, perasaan maupun emosi, dan kemudian bertindak atau melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan.215 Kemenangan yang didapatkan kaum muslim bukan hanya karena strategi yang baik dan kekuatan pasukan saja, tetapi juga karena motivasi mereka yang kuat untuk bisa memenangkan perang tersebut. Tidak heran kalau selama perang berkecamuk Nabi Muhammad Saw. selalu
memotivasi
pasukannya.
Di
antara
cara
beliau
untuk
meningkatkan semangat tempur pasukan adalah dengan berteriak menyampaikan kenikmatan surga bagi para syuhada. Cara ini terbukti ampuh dalam memotivasi pasukan. Selain itu, cara lain yang beliau gunakan adalah dengan memberikan reward (penghargaan) atas prestasi
215
58.
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008),
145
yang dilakukan pasukannya. Seperti halnya ketika Nabi Muhammad Saw. memberikan harta rampasan yang beliau peroleh kepada Mu‟adz bin Amr bin al-Jamuh atas prestasinya membunuh Abu Jahal. Hal ini juga sangat efektif untuk menciptakan suasana yang kompetitif di antara pasukan. Seperti halnya Nabi yang pandai dalam memotivasi pasukan. Seorang pendidik dalam pendidikan Islam juga haruslah orang yang ahli dalam memotivasi peserta didik. Hal ini tidak lepas dari salah satu fungsi pendidik yakni sebagai motivator. Sebab motivasi merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Peserta didik akan belajar dengan sungguh-sungguh apabila memiliki motivasi yang tinggi. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kualitas pembelajaran guru harus mampu meningkatkan motivasi belajar peserta didik sehingga tujuan pembelajaran pun dapat dicapai. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw. dari Abu Musa al-Asy‟ari, ia berkata:
ِ ُ ب عثَنِي رس ِ ََاس َوب ش َرا َ صلَى اللَهُ َعلَْي ِه َو َسلَ َم َوُم َعا ًذا إِلَى الْيَ َم ِن فَ َق َ ول اللَه ُ َ ََ َ ال ا ْدعُ َوا الن
َوََ تُنَ ِف َرا
Artinya: “Aku diutus Rasulullah Saw. bersama Muadz ke Yaman. Beliau bersabda: “Serulah manusia, berikan kabar gembira dan janganlah membuat mereka lari......”(HR. Mutafaq „alaih)216
216
Hizbut Tahrir, Pilar-pilar Pengokoh Nafsiyah Islamiyah , terj. Yasin (Jakarta: Hizbut Tahrir Indonesia, 2004), 352.
146
b.
Relevansi nilai memahami orang lain dengan kompetensi pedagogikreligius Nilai memahami orang lain yang merupakan salah satu nilai keteladanan Nabi Muhammad Saw. dalam perang Badar al-Kubra sangat relevan dengan kompetensi pedagogik. Nilai memahami orang lain Nabi Muhammad Saw. dalam perang Badar al-Kubra memberikan gambaran bagaimana beliau sebagai komandan pasukan tidak memaksa shahabat untuk berangkat bersama beliau untuk menghadang kafilah dagang Quraisy. Beliau melihat bahwa sebagian shahabat merespon ajakan beliau tersebut dengan berat hati. Hal ini bukan karena shahabat tidak mau melaksanakan ajakan Nabi Muhammad Saw., akan tetapi sebagian shahabat tersebut memandang bahwa nabi tidak akan mendapat perlawanan yang berarti karena kafilah dagang tersebut hanya dijaga tiga puluh atau empat puluh orang saja. Sebagaimana nilai memahami orang lain Rasulullah Saw. dalam perang Badar al-Kubra, nilai ini juga harus ada dalam kompetensi yang dikuasai pendidik dalam pendidikan Islam yakni kompetensi pedagogik. Pemahaman terhadap peserta didik merupakan salah satu kompetensi pedagogik yang harus dimiliki pendidik. Sedikitnya terdapat empat hal
147
yang
harus dipahami pendidik dari peserta didik, yaitu, tingkat
kecerdasan, kreativitas, cacat fisik dan perkembangan kognitif peserta didik. Hal tersebut salah satunya dikarenakan pemahaman terhadap peserta didik dibutuhkan pendidik dalam perencanaan pembelajaran, pemilihan metode/strategi dan materi yang akan disampaikan..
c.
Relevansi nilai ketegasan dengan kompetensi pedagogik-religius Ketegasan berasal dari kata tegas yang berati jelas, terang benar dan nyata. Sedang ketegasan sendiri berarti kejelasan atau kepastian.217 Nilai ketegasan yang dicontohkan Nabi Muhammad Saw. dalam perang Badar al-Kubra dapat dilihat ketika Nabi Muhammad Saw. membunuh dua tawanan perang yakni an-Nadhr bin al-Harits dan Uqbah bin Abu Mu‟aith. Sebagaimana disebutkan pada bab sebelumnya bahwa dua orang ini bukan hanya sekedar tawanan perang namun mereka merupakan penjahat perang karena perbuatan mereka kepada Rasulullah Saw. dan dakwah Islam ketika masih berada di Makkah. Sehingga adalah suatu yang pantas dua tawanan tersebut dibunuh. Hal tersebut merupakan bentuk ketegasan Nabi pada mereka yang menghalangi dakwah Islam. Dengan kejadian tersebut diharapkan musuh-musuh Islam akan berfikir ribuan kali untuk menghalangi
217
Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka: 1989), 913.
148
dakwah Nabi Muhammad Saw., dengan begitu dakwah yang beliau lakukan akan semakin lancar. Seperti halnya nilai ketegasan Nabi Muhammad Saw., seorang pendidik juga haruslah memiliki ketegasan. Tegas bukan berarti keras atau otoriter. Dalam hal ini, ketegasan pendidik dibutuhkan untuk menciptakan kondisi belajar yang efektif. Dalam proses pendidikan, salah satu cara agar tercipta suasana belajar yang kondusif adalah dengan memberikan reward (penghargaan) atas prestasi peserta didik. Selain itu, seorang pendidik juga harus memberikan hukuman (punishment) yang tegas kepada peserta didik atas kesalahan yang mereka perbuat. Pada dasarnya, memberikan reward kepada peserta didik akan lebih memotivasi mereka dari pada
memberikan hukuman. Namun adakalanya, pendidik juga harus bertindak tegas dengan menghukum kesalahan peserta didik ketika kesalahan tersebut memang layak untuk diberi hukuman. Hal ini dimaksudkan agar menjadi peringatan bagi peserta didik dan membuat kondisi belajar kembali kondusif. Akan tetapi, menjadi catatan penting bagi
pendidik
bahwa
bersifat
tegas
bukan
berarti
pendidik
diperbolehkan untuk bersifat keras dan otoriter. Karena sifat keras dan otoriter dilarang oleh Allah Swt., sebagaimana firman-Nya:
149
Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepadaNya.” (Q.S. Ali „Imran [3] : 159).
150
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 1.
Perang Badar al-Kubra adalah perang yang terjadi pada bulan Ramadhan tahun ke-2 Hijriyah. Terjadi ketika kaum muslim yang berjumlah 300 orang datang ke Badar untuk menghadang kafilah dagang kafir Quraisy yang dipimpin Abu Sufyan. Namun kafir Quraisy yang berada di Makkah datang dengan 1000 pasukan untuk menolong kafilah dagang tersebut. Perang ini berakhir dengan kemenangan berada di kaum muslim.
2.
Nilai keteladanan berarti sifat-sifat atau hal-hal yang melekat pada sesuatu yang ditiru atau dicontoh oleh sesorang dari orang lain di mana hal yang dapat ditiru atau dicontoh tersebut adalah sesuatu yang baik. Sedangkan nilai-nilai keteladanan Nabi Muhammad Saw. dalam perang Badar al-Kubra yaitu: nilai kepribadian yakni sifat tanggung jawab, adil, musyawarah, tawakal dan rendah hati Nabi Muhammad Saw., nilai sosial yakni persamaan derajat, berlaku baik dan tolong menolong, nilai kecerdasan, nilai motivasi, nilai memahami orang lain dan nilai ketegasan.
3.
Relevansi nilai-nilai keteladanan Nabi Muhammad Saw. dengan kompetensi pendidik dalam pendidikan Islam adalah:
151
a.
Keteladanan Nabi Muhammad Saw. pada perang Badar al-Kubra yang relevan dengan kompetensi kepribadian-religius adalah nilai kepribadian yakni sifat tanggung jawab, adil, musyawarah, tawakal dan rendah hati Nabi Muhammad Saw.
b.
Keteladanan Nabi Muhammad Saw. pada perang Badar al-Kubra yang relevan dengan kompetensi sosial-religius adalah nilai sosial. Yakni persamaan derajat, berlaku baik dan tolong menolong.
c.
Keteladanan Nabi Muhammad Saw. pada perang Badar al-Kubra yang relevan dengan kompetensi profesional-religius adalah nilai kecerdasan.
d.
Keteladanan Nabi Muhammad Saw. pada perang Badar al-Kubra yang relevan dengan kompetensi pedagogik-religius antara lain nilai motivasi, nilai memahami orang lain dan nilai ketegasan.
B. Saran Berdasarkan analisis yang dijelaskan tentang nilai-nilai keteladanan Nabi Muhammad Saw., maka peneliti memberikan saran-saran sebagai berikut: 1.
Bagi pendidik, agar selalu menjadikan Nabi Muhammad Saw. sebagai teladan dalam mendidik. Selain itu, diharapkan bagi pendidik untuk selalu mengembangkan
keprofesionalannya,
memiliki
keempat
kompetensi
pendidik serta menjadi teladan yang baik (uswatun h}asanah) bagi peserta didik.
152
2.
Bagi peserta didik, diharapkan untuk hanya meneladani sesuatu yang baik dari pendidik.
3.
Bagi lembaga pendidikan, agar potensi-potensi peserta didik berkembang dengan baik maka kualitas pendidik haruslah selalu ditingkatkan. Karenanya lembaga pendidikan diharapkan untuk mengevaluasi kinerja pendidik dan turut serta dalam pengembangan keprofesionalannya.