ANALISIS HUKUM TERHADAP KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PERLUASAN KAWASAN INDUSTRI KARIANGAU (KIK) DI KOTA BALIKPAPAN
ABSTRAK Rosdiana, Heri Sunaryo ABSTRAK Implemetasi kebijakan pemerintah terhadap dampak perluasan Kawasan Industri Kariangau (KIK) di kota Balikpapan memberikan dampak yang cukup besar terutama terjadinya pelanggaran lingkungan yang dilakukan oleh beberapa perusahaan yang berada di Kawasan Industri Karingau (KIK) dan dampak yang disebabkan atas perluasan Kawasan Industri Kariangau (KIK) di Kota Balikpapan yaitu hilangnya keanekaragaman hayati, rusaknya hutan magrove akibat banyaknya perusahaan-perusahaaan yang dibangun di sekitar kawasan hutan magrove, dimana perusahaan tersebut menghasilkan limbah sehingga terjadi pencemaran pada teluk Balikpapan, pendangkalan teluk, runtuhnya perikanan dan hilangnya reputasi baik. Kata kunci: Pemerintah, Kawasan Industri Kariangau, Kota Balikpapan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya pada Pasal 33 ayat (3), menyatakan bahwa, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat”. Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas amanat konstitusi tersebut, Negara melalui Pemerintah dituntut untuk membangun tata kelola Sumber Daya Alam (SDA) secara tepat dan terukur agar dapat mencapai tujuan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Pemerintah tidak hanya bertanggung jawab untuk menjamin akses setiap warga Negara untuk menikmati kekayaan SDA secara langsung, namun upaya tata kelola SDA juga harus mempertimbangkan resiko dan dampak yang akan ditimbulkan dimasa yang akan
datang. Untuk itu, pengelolaan SDA harus dilakukan secara bijak dan terencana. Selain itu, Indonesia adalah Negara kepulauan yang terbentang dari sabang sampai merauke, berbagi macam suku, agama, bahasa, adat isti adat dan kebudayaan yang ada di Indonesia dan Indonesia juga memiliki beragam potensi sumber daya alam yang tinggi dan sangat penting bagi pengembangan sosial, ekonomi, budaya, lingkungan, dan penyangga kedaulatan bangsa. Oleh karena itu perlu di kelola secara berkelanjutan dan berwawasan global dengan memperhatikan aspirasi masyarakat dan tata nilai bangsa yang berdasarkan norma hukum nasional Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan Industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah 76
memiliki Izin Usaha Kawasan Industri.1 Selain itu, dalam Pasal 36 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 142 Tahun 2015 tentang Kawasan Industri menjelaskan bawah perusahaan Industri yang akan menjalankan industri wajib berlokasi di Kawasan Industri . Sedangkan dalam Pasal 37 ayat (1) peraturan pemerintah tersebut menjelaskan bahwa Perusahaan Industri yang berada di Kawasan Peruntukan Industri yang akan melakukan perluasan dengan menambah lahan, wajib berlokasi di dalam Kawasan Industri. Selanjutnya dalam Pasal 38 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjelaskan bahwa penggunaaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung. Kota Balikpapan merupakan salah satu kota yang memberikan kontribusi besar terhadap pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di Kalimantan Timur. Di sektor perekonomian misalnya, pertumbuhannya mengalami peningkatan pada peride tahun 2011-2012. Tahun 2011 tercatat pertumbuhan ekonomi mencapai 8,61% dan naik 1,56% menjadi 10,17% di tahun 2012. Kecenderungan aktivitas ekonomi Kota Balikpapan pada beberapa tahun ke depan cenderung positif
1
Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri.
mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan.2 Pada sisi lain pertumbuhan ekonomi yang tinggi juga kerap menghadapi tantangan berat, diantaranya adalah dampak aktivitas ekonomi terhadap lingkungan sekitar. Beberapa jenis kegiatan ekonomi mengancam kualitas lingkungan dan kualitas kehidupan melalui berbagai jenis pencemaran. Kebutuhan ruang bagi aktivitas ekonomi juga mendesak penggunaan lahan yang lain. Salah satu kegiatan ekonomi yang mengancam kualitas lingkungan dan menimbulkan berbagai pencemaran yaitu dengan adanya perluasan Kawasan Industri Kariangu (KIK). Dalam hal ini Pemerintah kota Balikpapan telah melakukan pengembangan areal Kawasan Industri Kariangau (KIK) dari 2.189 Ha (dua ribu seratus delapan puluh sembilan hektar) menjadi 5.130 Ha (lima ribu seratus tiga puluh hektar). Kawasan ini diarahkan untuk menampung pengembangan 10 (sepuluh) jenis industri, antara lain industri nenas, industri rotan, industri karet, industri tepung pisang, chipmill industri, industri perikanan dan produk kelautan, industri galangan kapal, metal basic industri ,helikopter servis, dan industri perakitan komputer. Kawasan pesisir Barat Kota Balikpapan, yang merupakan Daerah Aliran Sungai Puda, Tengah, Berenga, Tempadung, Baruangin dan Kemantis, adalah salah satu bagian pesisir Kalimantan Timur yang masih dalam kondisi bagus. Saat ini, kawasan mangrove di sepanjang pesisir Barat Kota Balikpapan 2
Heri Sunaryo, Perluasan Kawasan Industri Kariangau (KIK), hlm. 2
77
dilindungi oleh Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2012 tentang Rencana tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Balikpapan Periode 2012 -2032, tetapi ekosistem tersebut sedang sangat terancam oleh adanya perluasan Kawasan Industri Kariangau (KIK) dari bagian Hilir Teluk Balikpapan ke daerah hulu dan rencana jalan Trans Kalimantan yang melewati Pulau Balang. Selain itu, dengan perluasan Kawasan Industri Kariangau, ekosistem Teluk Balikpapan akan mengalami perusakan luar biasa serius yang tidak bisa dihindari. Ini telah dibuktikan oleh pembangunan dua buah unit pengelolaan minyak sawit mentah atau CPO (Crude palm Oil), yaitu oleh PT Mekar Bumi Andalas (MBA) yang sekarang berubah nama menjadi PT.Wilmar Nabati (WINA), dan PT Dermaga Kencana Indonesia (DKI), di luar kawasan industri yang telah ditetapkan oleh Master Plan Kawasan Industri Kariangau (KIK) tahun 2004. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis ingin meneliti lebih lanjut mengenai: “Analisis Hukum terhadap Kebijakan Pemerintah dalam Perluasan Kawasan Industri Kariangau (KIK) di Kota Balikpapan.” B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana kah implementasi kebijakan pemerintah terhadap dampak perluasan Kawasan Indusri Kariangau (KIK) di Kota Balikpapan? 2. Apa sajakah dampak yang disebabkan atas perluasan
Kawasan Industri Kariangau (KIK) di Kota Balikpapan? PEMBAHASAN PENELITIAN
HASIL
A. Implementasi Kebijakan Pemerintah terhadap Dampak Perluasan Kawasan Industri Kariangau (KIK) di Kota Balikpapan 1. Peraturan Perundangundangan yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap kawasan lindugn yang dijadikan Kawasan Industri Kariangau (KIK) di Kota Balikpapan a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDA) Undang-Undang KSDA pada dasarnya mengandung ketentuanketentuan yang mengatur tentang adanya kawasan konservasi yang merupakan kawasan yang dijaga kelestariannya dalam pemanfaatannya, Menurut Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alama Hayati dan Ekosistemnya (KSDA) dilakukan melalu kegiatan: a. Perlindungan sistem penyangga kehidupan; 78
b. Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; c. Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya; Dalam Pasal 7 dan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya menjelaskan bahwa perlindungan sistem penyangga kehidupan ditujukan bagi terpeliharanya proses ekologis yang menunjang keberlangsungan kehidupan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia dan untuk mewujudkan tujuan tersebut pemerintah menetapkan: a. Wilayah tertentu sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan; b. Pola dasar pembinaan wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan; c. Pengaturan cara pemanfaatan wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan. Dalam Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber daya Alam Hayati dan Ekosistem menjelaskan bahwa: Setiap pemegang hak atas tanah dan hak
pengusahaan di perairan dalam wilayah sistem penyangga kehidupan menjaga kelangsungan fungsi perlindungan wilayah tersebut. Sedangkan dalam Pasal 9 ayat (2) Undang-undang tersebut menjelaskan bahwa: dalam rangka pelaksanaan perlindungan sistem penyangga kehidupan, pemerintah mengatur serta melakukan tindakan penertiban terhadap penggunaan dan pengelolaan tanah dan hak pengusahaan di perairan yang terletak dalam wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan. Selain itu, dalam Pasal 37 ayat (1) undangundang tersebut menjelaskan bahwa: Peran serta rakyat dalam konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya diarahkan dan digerakkan oleh pemerintah melalui berbagai kegiatan yang berdaya guna dan berhasil guna. b. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Hutan yang merupakan salah satu sumber daya alam dengan kekayaan alaman yang melimpah dan dapat dipergunakan untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Terdapat berbagai usaha pemanfaatan yang dapat dilakukan didalam kawaan hutan tersebut tanpa 79
merusak fungsi dan kelestariannya. Dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjelaskan bahwa dalam hal pengusahaan hutan oleh negara pemerintah mempunyai kewenangan untuk: a. Mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan; b. Menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan hutan atau kawasan hutan sebagai bukan kawasan hutan; dan c. Mengatur dan menetapkan hubungan-hubungan hukum antara orang dengan hutan, serta mengatur perbuatanperbuatan hukum mengenai kehutanan. Pasal 38 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjelaskan bahwa penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung. Lebih lanjut Pasal 47 Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan menjelaskan bahwa perlindungan hutan dan
kawasan hutan merupakan usaha untuk: a. Mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama, serta penyakit; dan b. Mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat, dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan. Selanjutnya, ada lima golongan kerusakan hutan yang perlu mendapat perlindungan yaitu:3 a. Kerusakan hutan akibat pengerjaan/pendudukan tanah hutan secara tidak sah, penggunaan hutan yang menyimpang dari fungsinya, dan pengusahaan hutan yang tidak bertanggung jawab; b. Kerusakan hutan akibat pengambilan batu, tanah dan bahan galian lainnya, serta penggunaan alat-alat yang tidak sesuai dengan kondisi tanah/legakan; c. Kerusakan hutan akibat pencurian kayu dan penebangan tanpa izin; d. Kerusakan hutan akibat pengembalaan ternak dan akibat kebakaran; 3
Salim, 2003, Dasar-dasar Hukum Kehutanan, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 114
80
e. Kerusakan hasil hutan akibat perbuatan manusia, gangguan hama dan penyakit, serta daya alam. Perlindungan hutan merupakan tanggungjawab bersama dalam menciptakan fungsi hutan yang selalu terjaga dan mengurangi timbulnya kerusakan hutan yang dapat mengancam kelangsungan berbagai jenis satwa dan fauna yang tinggal di kawasan hutan. Perlindungan hutan bukan hanya tanggungjawab negara selaku pihak yang menguasai setiap kekayaan alam hutan tetapi semua pihak yang berhubungan dalam hal pelestarian hutan dan dibutuhkan adanya kesadaran dalam melindungi dan menjaga kelestarian hutan.4 Berdasarkan Pasal 48 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjelaskan bahwa: a. Pemerintah mengatur perlindungan hutan, baik di dalam maupun di luar kawasan hutan; b. Perlindungan hutan pada hutan negara dilaksanakan oleh pemerintah; c. Pemegang izin usaha pemanfaatan hutan serta pihak-pihak yang menerima wewenang 4
Krisna Aditya Suharto, 2013, Perlindungan Hukum terhadap Hutan Mangrove di Kawasan Industri Kariangau Balikpapan, Skripsi, hlm. 58
pengelolaan hutan diwajibkan melindungi hutan dalam areal kerjanya; d. Perlindungan hutan pada hutan hak dilakukan oleh pemegang haknya; e. Untuk menjamin pelaksanaan perlindungan hutan yang sebaik-baiknya, masyarakat diikutsertakan dalam upaya perlindungan hutan. c. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Di dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menjelaskan bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan memperhatikan: a. Kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rentan terhadap bencana; b. Potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan, kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan keamanan, lingkungan hidup, serta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai satu kesatuan; dan c. Geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi. Berdasarkan Pasal 60 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
81
menjelaskan bahwa setiap orang berhak untuk: a. Mengetahui rencana tata ruang; b. Menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang; c. Memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang; d. Mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya; e. Mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; dan f. Mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian. Lebih lanjut dalam pemanfaatan ruang setiap orang wajib: a. Mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan; b. Memnafaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari
pejabat yang berwenang; c. Mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang; dan d. Memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundangundangan dinyatakan sebagai milik umum. d. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil junto UndangUndang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Pasal 4 Undangundang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan PulauPulau Kecil menjelaskan bahwa salah satu tujuan pengeloaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah melindungi, mengonservasi, merehabilitasi, memnfaatkan, dan memperkaya sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil serta sistem ekologisnya secara berkelanjutan. Selain itu, Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menjelaskan bahwa 82
pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya dipriorotaskan untuk kepentingan berikut: a. Konservasi; b. Pendidikan dan pelatihan; c. Penelitian dan pengembangan; d. Budidaya laut; e. Pariwisata; f. Usaha perikanan dan kelautan serta industri perikanan secara lestari; g. Pertanian organik; h. Peternakan; dan/atau i. Pertahanan dan keamanan negara. Berdasarkan Pasal 23 ayat (3) Undangundang tersebut mejelaskan bahwa kecuali untuk tujuan konservasi, pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan, pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya wajib: (a). memenuhi persyaratan pengelolaan lingkungan; (b). memperhatikan kemampuan dan kelestarian sistem tata air setempat; (c). Menggunakan teknologi yang ramah lingkungan. Sedangkan dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-undang tersebut menjelaskan bahwa konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil diselenggarakan untuk: a. Menjaga kelestarian ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil;
b.
Melindungi alur migrasi ikan dan biota laut lain; c. Melindungi habitat biota laut; dan d. Melindungi situs budaya tradisional. e. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam UndangUndang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mewajibkan pemerintah dan pemerintah daerah wajib membuat Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelajutan telah menjadi dasar dan terintegritas dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program yang termuat dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Selain itu, pemerintah dan pemerintah daerah wajib melaksanakan KLHS sebagaimana dimaksud pada Pasal 15 ayat (1) kedalam penyusunan atau evaluasi: a. Rencana Tata Riang Wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya, rencana pembangunan jangka panjang (RPJP), dan 83
rencana pembangunan jangka menengah (RPJPM) nasional, provinsi, dan kabupaten/kota; dan b. Kebijakan, rencana, dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup. Menurut Pasal 16 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan :Lingkungan Hidup menyatakan bahwa KLHS memuat kajian antara lain: a. Kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk pembangunan; b. Perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup; c. Kinerja layanan/jasa, ekosistem; d. Efisien pemanfaatan sumber daya alam; e. Tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim; f. Tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati. Selanjutnya dalam Pasal 22 ayat (1) undangundang tersebut mewajibkan setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak pentiing terhadap lingkungan hidup wajib memilki amdal. Sedangkan dalam Pasal 23 ayat (1) undang-undang tersebut menjelaskan bahwa kriteria usaha dan/atau kegiatan yang
berdampak penting yang wajib dilengkapi dengan amdal terdiri atas: a. Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam; b. Eksploitasi sumber daya alam, baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan; c. Proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta pemborosan dan kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya; d. Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya; e. Proses dan kegiatan yang hasilnya akan mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar budaya; f. Introduksi jenis tumbuh-tumbuhan hewan dan jasad renik; g. Pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan nonhayati; h. Kegiatan yang mempunyai resiko tinggi dan/atau mempengaruhi pertanahan negara; dan/atau i. Penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk 84
mempengaruhi lingkungan hidup. Kegunaan AMDAL, khususnya dalam usaha menjaga kualitas lingkungan 5 adalah: a. Mencegah agar potensi sumber daya alam yang dikelola tidak rusak, terutama sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui; b. Menghindari efek samping dari pengelolaan sumber daya terhadap sumber daya lainnya, proyekproyek lain, dan masyarakat agar tidak timbul pertentanganpertentangan; c. Mencegah terjadinya perusakan lingkungan akibat pencemaran, misalnya timbulnya pencemaran air, pencemaran udara, pencemaran tanah, kebisingan dan sebagainya sehingga tidak mengganggu kesehatan, kenyamanan dan keselamatan masyarakat; d. Agar dapat diketahui manfaatnya yang berdaya guna dan berhasil guna bagi bangsa, negara atau masyarakat. Selain itu, Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menjelaskan bahwa 5
setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup. Pemulihan fungsi lingkungan hidup tersebut dilakukan dengan tahapan: a. Penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar; b. Remediasi; c. Rehabilitasi; d. Restorasi; dan/atau e. Cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Berdasarkan Pasal 55 ayat (1) menjelaskan bahwa: pemegang izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) wajib menyediakan dana penjaminan untuk pemulihan fungsi lingkungan hidup. Sedangkan Pasal 55 ayat (2) menjelaskan bahwa: dana penjaminan disimpan di bank pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Selanjutnya Pasal 55 ayat (3) menjelaskan bahwa: Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dapat menetapkan pihak ketiga untuk melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup dengan menggunakan dana penjaminan.
Imam Supardi, 2003, Lingkungan Hidup dan Kelestariannya, Bandung: PT. Alumni, hlm. 163
85
f. Peraturan Pemerintah Nomor 142 Tahun 2015 tentang Kawasan Industri Pasal 26 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 142 Tahun 2015 tentang Kawasan Industri menjelaskan bahwa setiap perusahaan kawasan industri yang melakukan perluasan kawasan industri wajib memiliki izin perluasan kawasan industri dan dalam Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang tersebut menjelaskan bahwa perluasan kawasan industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di dalam kawasan peruntukan industri. Selanjutnya dalam Pasal 36 ayat (1) peraturan pemerintah tersebut menjelaskan bahwa perusahaan Industri yang akan menjalankan industri wajib berlokasi di Kawasan Industri . Sedangkan dalam Pasal 37 ayat (1) peraturan pemerintah tersebut menjelaskan bahwa Perusahaan Industri yang berada di Kawasan Peruntukan Industri yang akan melakukan perluasan dengan menambah lahan, wajib berlokasi di dalam Kawasan Industri. g. Peraturan Daerah Kota Balikpapan Nomor 12 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Balikpapan Tahun 20122032.
Berdasarkan Pasal 53 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Balikpapan Nomor 12 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Balikpapan menjelaskan bahwa kawasan peruntukan industri terdiri atas: a. Kawasan peruntukan industri besar; b. Kawasan peruntukan industri menengah; c. Kawasan peruntukan industri kecil makro. Kawasan peruntukan industri besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan luas kurang lebih 4.170 Ha terdapat di Kelurahan Baru Ilir, Kelurahan Margomulyo, Kelurahan Margasari dan Kelurahan Kariangau di Kecamatan Balikpapan Barat, di Kelurahan Muara Rapak di Kecamatan Balikpapan Utara, di Kelurahan Prapatan dan Kelurahan Telaga Sari di Kecamatan Balikpapan Kota dan di Kelurahan Karang Jati dan Kelurahan Karang Rejo di Kecamatan Balikpapan Tengah (Pasal 53 ayat (2)) Kawasan peruntukan industri menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan luas kurang lebih 918 Ha terdapat di Kelurahan Manggar Kecamatan Balikpapan Timur, di Kelurahan Sepinggan di Kecamatan Balikpapan Selatan, di Kelurahan Batu 86
Ampar, Kelurahan Graha Indah, Kelurahan Muara Rapak dan Kelurahan Karang Joang di Kecamatan Balikpapan Utara dan Kelurahan Margomulyo di Kecamatan Balikpapan Barat. (Pasal 53 ayat (3)) Kawasan peruntukan industri kecil/mikro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdapat di Kelurahan Margomulyo Kecamatan Balikpapan Barat, Kelurahan Karang Joang di Kecamatan Balikpapan Utara, Kelurahan Manggar, Kelurahan Manggar Baru, Kelurahan Lamaru dan Kelurahan Teritip di Kecamatan Balikpapan Timur. (Pasal 53 ayat (4)). Gambar 1: Perda Balikpapan Nomor 12 Tahun 2012 tentang Rencana tata Ruang Wilayah Kota Balikpapan Tahun 2012-2032 Perda Balikpapan 12/2012 Tentang RTRW Kota Balikpapan 2012-2032 Rencana Pola Ruang
Kawasan Industri Kariangau
Blok Lainnya : Zona Hutan Mangorove (1.085,119 ha), 2. Zona Jalur Migrasi Satwa (178,412 ha), 3. Zona Hutan Kota (21, 744 ha), 4. Zona Sempadan Pantai (196,314 ha) 1.
Luas Zona Industri di KM 13 = 3311,598 ha
Blok Industri (3.565 ha)
Zona Industri (2.721 ha)
Luas Zona Industri di KM 5 = 253,402 ha
Z. Industri KM 13 = 3311,598 ha Z. Industri KM 5 = 253,402 ha Jumlah Zona KIK = 3565,000 ha
Sumber: Bapedda Kota Balikpapan
Selanjutnya Pasal 53 ayat (5) huruf a menjelaskan bahwa pengembangan kawasan
Zona FasosFasum (844 ha)
industri kariangau seluas kurang lebih 2721 Ha yang mencakup Kelurahan Kariangau di Kecamatan Balikpapan Barat. Sedangkan dalam Pasal 77 ayat (5) Peraturan Daerah Kota Balikpapan Nomor 12 Tahun 2012-2032 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Balikpapan Tahun 20122032 menjelaskan bahwa ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan sempadan pantai berhutan bakau/mangrove meliputi: a. Diperbolehkan kegiatan pertanian dengan skala kecil; b. Diperbolehkan kegiatan kehutanan; c. Tidak diperbolehkan kegiatan industri; d. Tidak diperbolehkan kegiatan perdagangan; e. Tidak diperbolehkan kegiatan perkantoran; f. Diperbolehkan terbatas kegiatan jasa perhotelan dengan KDB maksimal 50%; g. Tidak diperbolehkan kegiatan perumahan kecuali kegiatan perumahan eksisting; h. Diperbolehkan kegiatan pariwisata; i. Diperbolehkan terbatas eksplorasi dengan KDB maksimal 30%; j. Diperbolehkan kegiatan fasilitas umum dan sosial; dan k. Diperbolehkan kegiatan ruang terbuka hijau.
87
2.
Implementasi Kebijakan Pemerintah Terhadap Dampak Perluasan Kawasan Industri Kariangau (KIK) di Kota Balikpapan Provinsi Kalimantan Timur sejak tahun 2009 telah menyusun kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Salah satunya alatnya adalah dengan mempercepat pembangunan kawasankawasan industri baru (yang sesuai dengan visi daerah) dengan terus berupaya mengembangkan kawasankawasan industri yang sudah ada (eksisting). Pembangunan kawasan industri baru dimaksudkan untuk mendorong pengembangan kegiatan industri di daerah sebagai pusat-pusat pertumbuhan baru. Selanjutnya, kebijakan tersebut diharapkan akan memberikan keuntungan aglomerasi yang cukup besar dan menjadi daya tarik cukup kuat bagi investor untuk menanamkan modalnya di daerah tersebut. Teori growth pole tersebut diadopsi dari Francouis Perroux (1955) dalam Syafrizal (2014), yang menyatakan bahwa pembangunan atau pertumbuhan telah terjadi secara merata di semua wilayah akan tetapi hanya terbatas pada beberapa pusat pertumbuhan tertentu dengan variabel & intensitas yang berbeda-beda. Setiap pusat pertumbuhan mempunyai intensitas kekuatan dorong keluar (push factor) dan kekuatan menarik kedalam
(pull factor) yang lebih besar dibandingkan wilayah sekitarnya.6 Salah satu bentuk keseriusan pemerintah daerah terhadap upaya percepatan pembangunan kawasankawasan industri baru adalah dengan menyediakan fasilitas sarana dan prasarana dasar di bidang infrastruktur guna peningkatan aksesibilitas. Hal ini menjadi penting karena isu utama yang menghambat pertumbuhan iklim investasi di daerah saat ini adalah karena buruknya kondisi infrastruktur. Apabila di daerah lain sebagian besar pengembangan kawasan industri umumnya diserahkan kepada pihak swasta/investor (seperti Jababeka dan Sei Mangkei), maka untuk Kalimantan Timur, penyediaan infrastruktur bersifat strategis tersebut sebagian besar disediakan oleh pemerintah daerah. Bentuknya antara lain adalah seperti: pembangunan/peningkatan infrastruktur jalan, peningkatan penyediaan sarana dan prasarana air bersih, pembangunan pelabuhan, pembangunan/pengembangan bandara udara, dan lain-lain. Sedangkan untuk kawasan industri yang sudah eksisting, pemerintah mengupayakan pengembangannya dengan cara secara melakukan promosi kepada calon investor dengan menawarkan 6
http://onedataonemap.bappedakaltim.com/geoport al/index.php/berita/read/24 diakses pada tanggal 11 Januari 2016
88
konsep aglomerasi dan klastering sesuai dengan karakteristik dari masingmasing kawasan industri yang ada. Terdapat 8 (delapan) jenis klaster kawasan industri di Provinsi Kalimantan Timur yang hingga saat ini terus dibangun dan dikembangkan untuk mendukung upaya percepatan transformasi ekonomi. Pendekatan klaster disini didefinisikan sebagai pemusatan industri pada bidang spesifik tertentu atau lembaga terkait yang secara lokasi berdekatan, yang dihubungkan oleh kesamaan dan kebutuhan untuk saling melengkapi. Menurut Porter (2008), pendekatan klaster merupakan kunci bagi pertumbuhan ekonomi, dengan karakteristik yaitu : (1) Pemusatan industri dalam suatu wilayah; (2) Memiliki kesamaan teknologi, keterampilan dan sistem pendanaan; (3) Memiliki ciri khas dalam keterkaitan pembeli-penyedia; dan (4) Mengembangkan keunikan yang sulit ditiru. Terobosan pembangunan kawasankawasan industri berdimensi kewilayahan di Kalimantan Timur juga dilakukan selaras dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Adapun 8 (delapan) kawasan industri yang salah satunya yaitu Kawasan Industri Kariangau – Buluminung di Kawasan Teluk Balikpapan.
Kawasan Industri Kariangau (KIK) di Balikpapan dikembangkan dan diintegrasikan dengan Kawasan Industri Buluminung di Penajam, merupakan bagian dari Kawasan Strategis Provinsi (KSP) yang terletak di Kawasan Teluk Balikpapan dengan luas areal 2.721 Ha. Kawasan industri Kariangau diarahkan untuk bergerak di sektor aneka industri, seperti pengolahan batubara, minyak, gas, minyak sawit, karet, makanan, perikanan, kopi, meubel, dan lain-lain. Kegiatan industri di KIK dimaksudkan untuk memberi nilai tambah pada setiap komoditi yang dihasilkan di Provinsi Kalimantan Timur sehingga pemasaran produk primer akan beralih menjadi produk sekunder atau tersier. Kawasan Industri Kariangau memiliki posisi yang sangat strategis karena telah terintegrasi dengan terminal pelabuhan peti kemas (sebagai jalur angkut laut) dan Freeway (sebagai jalur angkut darat). Dengan letak posisi geostrategis pada ALKI II, Kawasan Industri Kariangau memiliki konektivitas untuk melayani kegiatan industri di wilayah tengah dan timur Indonesia. Pada tahun 2030, Kawasan Industri Kariangau diprediksikan akan menjadi kawasan pusat aneka industri terkemuka di wilayah Indonesia bagian Timur.7 Selanjutnya agar Kawasan Industri Kariangau (KIK) 7
Ibid.
89
berkembang dengan pesat maka dibangunlah infrastruktur pendukung KIK tersebut seperti yang terdapat dalam gambar dibawah ini Gambar 2: Infrastruktur Pendukung Kawasan Industri Kariangau (KIK) Rencana
Eksisting Progres Fisik
HUTAN LINDUNG S. WAIN SUB PUSAT KOTA KE-2
INSTITUT TEKNOLOGI KALIMANTAN JALAN SOEKARNO-HATTA RENCANA JEMBATAN P. BALANG FREEWAY BASABO
KAWASAN INDUSTRI KARIANGAU
JALAN TRANSKALIMANTAN PENGEMBANGAN WADUK WAIN PELABUHAN PETI KEMAS PEMBANGKIT LISTRIK (PLTU) TERMINAL BARANG KAWASAN INDUSTRI KARIANGAU JALAN POROS KIK (TMMD) JEMBATAN PPU-BPP KAWASAN INDUSTRI KECIL SOMBER JEMBATAN KAMPUNG BARU – KARIANGAU Simpul Transportasi Laut: PELABUHAN SEMAYANG MONOREL/TREM
Simpul Transportasi Udara: BANDARA INTERNASIONAL SEPINGGAN
RENCANA COASTAL ROAD
Sumber: Bapedda Kota Balikpapan
Gambar 3: Pengembangan KIK PERDA NOMOR 5 TAHUN 2006 RTRW KOTA BALIKPAPAN 2005 - 2015
LUAS = 2.189 Ha
Pemerintah Kota Balikpapan
PERDA NOMOR 12 TAHUN 2012 RTRW KOTA BALIKPAPAN 2012 - 2032
LUAS = 2.721 Ha
BADAN PENGELOLA KAWASAN INDUSTRI KARIANGAU (BP KIK) KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Jl. Jenderal Sudirman No. 1, Telp/fax : (0542) 422515 / 421142 , Balikpapan
Sumber : Bapedda Kota Balikpapan
Gambar 4: Pabrik Penyulingan sawit yang berada di Teluk Balikpapan di luar konsesi teluk
Foto: Pabrik penyulingan sawit yang berada di Teluk Balikpapan di luar konsesi teluk oleh Hendar
Selanjutnya dalam Pasal 53 ayat (5) huruf a Peraturan Daerah Kota Balikpapan Nomor 12 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Riang Wilayah Kota Balikpapan Tahun 2012-2032 menjelaskan bahwa pengembangan kawasan industri kariangau seluas kurang lebih 2721 Ha. Oleh karena itu dengan bertambahnya perluasan Kawasan Industri Kariangau (KIK) menimbulkan berbagai dampak terutama rusaknya teluk balikpapan akibat masukknya perusahaanperusahaan. Pada tahun 2005 terdapat 2 (dua) perusahaan yang berada di Kawasan Industri Kariangau (KIK), tahun 2007 terdapat 1 (satu) perusahaan yang berada di Kawasan Industri Kariangau (KIK), tahun 2010 terdapat 2 (dua) perusahaan yang berada di Kawasan Industri Kariangau (KIK), tahun 2012 jumlah perusahaan yang masuk di Kawasan Industri Kariangau sebanyak 17 (tujuh belas) perusahaan dan pada tahun 2015 sampai sekarang jumlah perusahaan yang masuk dalam Kawasan Industri Kariangau (KIK) sebanyak 52 (lima puluh dua) perusahaan. Daftar namanama perusahaan tersebut baik pada tahun 2005, tahun 2007, tahun 2010, tahun 2012 dan tahun 2015 sampai sekarang.
90
Berdasarkan hasil monitoring yang dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat Sentra Program Pemberdayaan dan Kemitraan Lingkungan (STABIL) dan Forum Peduli Teluk Balikpapan terdapat beberapa perusahaan yang berada di Kawasan Industri Kariangau (KIK) yang mengakibatkan kerusakan lingkungan. Perusahaan tersebut sebagai berikut: 1. PT. Semen Indonesia kembali mendorong dan menimbun mangrove di Sungai Puda Perusahaan ini, yang sebelumnya menggunakan nama PT Semen Gersik, saat ini sedang berada di bawah proses sengketa lingkungan oleh beberapa pihak peduli lingkungan di Balikpapan, dikarenakan oleh pendorongan dan penimbunan tanah yang sedang dilakukan di hutan mangrove Sungai Puda. Terlepas dari sengketa lingkunga ini, PT. Semen Gersik tetap kembali membabat dan menimbun Mangrove untuk membuat jalan baru kearah sungai. Satu anak sungai Puda tertutup lagi. Kegiatan PT.Semen Indonesia bersifat illegal. setempat. Kemudian berdasarkan Ketentuan Pasal 38 Peraturan Daerah Kota Balikpapan Nomor 12 Tahun 2012 tentang Tata Ruang Kota
Balikpapan Tahun 2012 – 2032, Kawasan Perlindungan setempat merupakan bagian dari Kawasan Lindung. 2. PT. PELINDO membangun struktur fisik di daereah mangrove Sungai Puda yang telah ditimbun
PT Pelabuhan Indonesia (PELINDO) adalah s oleh PT. PELINDO beberapa bulan lalu di daerah Hulu Sungai Puda, ada kegiatan pembuatan rumah. Belum diketahui pasti apa yang dibangun. Seharusnya area ini digunakan untuk penghijauan kembali, karena status lahan adalah kawasan lindung, berdasarkan peraturaan yang sama dengan kasus PT Semen Indonesia. BLH Kotamadya Balikpapan belum melakukan tindakan yang cukup tegas untuk menghentikan PT. PELINDO dalam Berdasarkan ketentuan di dalam kegiatan yang illegalPasal 41 Ayat ini, meskipun sedang dalam proses sengketa lingkungan. 3. PT. Pekerjaan Umum Provinsi Kalimantan Timur 91
PU Provinsi Kalimantan Timur melakukan Pembangunan jalan penghubung kepulau balang Melewati hulu sungai tengah, dan hulu sungai berengah tengah dengan membuka lahan untuk jalan alternative pengangkutan matreal tanpa izin dan menutup hulu anak sungai dan Penebangan Mangrove yang diduga melanggar Pasal 73 Ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. 4. PT. Wilmar Melakukan Pembangunan penyimpanan CPO dimuara hingga hulu sungai tengah kanan yang mengakibatkan kematian mangrove dihulu sungai berengah kanan dan diduga melanggar Pasal 73 Ayat (1) huruf b UndangUndang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Pasal 98 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 5. PT. Asia Aditama PT. Asia Aditama Melakukan Reklamasi, Pembangunan Galangan Kapal dikawasan Sempadan Pantai dan Kawasan Mangrove yang di Antara Sungai berengah dengan Sungai
Tempadung dengan Reklamasi Pantai, dan penimbunan mangrove yang diduga melanggar Pasal 98 undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan hidup Pasal 98 UndangUndang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 6. PT. Dermaga Kencana Indonesia (DKI) PT. Dermaga Kencana Indonesia (DKI) Merupakan perusahaan swasta nasional yg bergerak disektor jasa dan industri kelapa sawit meliputi jasa perdagangan,pelabuhan,ta ngki timbun dan industri pengolahan minyak kelapa sawit, seiring dengan perkembangan PT. DKI mengembangkan usahanya dalam pengelolaan produk tersebut dengan membangun pabrik pengolahan minyak sawit yaitu, refinery,biodiesel,oleo chemical dan karnel crushing plan serta pembangunan pabrik pengolahan minyak sawit tersebut akan dibangun di Kawasan Industri Kariangau kelurahan kariangau kecamatan Balikpapan Barat. Selain itu, menurut hasil monitoring yang dilakukan oleh STABIL 92
bahwa PT. DKI melakukan Pembangunan penyimpanan penumpukan CPO dimuara sungai tempadung yang mengakibatkan Pengrusakan Hutan Mangrove dan Terumbu Karang dan diduga melanggar Pasal 73 Ayat (1) huruf b UndangUndang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Selanjutnya, dikarenakan terdapat beberapa perusahaan yang berada di Kawasan Industri Kariangau (KIK) yang melakukan pelanggaran lingkungan maka aktivitas di kawasan industri tersebut kini dalam pantauan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Kalimantan (P3EK). B.
Dampak yang Disebabkan atas Perluasan Kawasan Industri Kariangau (KIK) di Kota Balikpapan Teluk Balikpapan merupakan perairan yang kaya akan sumberdaya perikanan. Daerah-daerah yang memiliki potensi perikanan yang sangat tinggi diantaranya, daerah Mentawir, Pulau Balang, muara Sungai Riko dan Maridan. Namun saat ini, dengan adanya pembangunan jembatan dan banyaknya perusahaan-perusahaan batubara ataupun kelapa sawit di
sekitarnya serta rusaknya hutan mangrove, mengakibatkan sumberdaya ikan di daerah tersebut semakin berkurang dan berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa lebih dari 50% (lima puluh persen) penduduk di sekitar Teluk Balikpapan berprofesi sebagai nelayan yang menggunakan alat tangkap tradisional dan mereka tidak memiliki pekerjaan lain sebagai pendapatan alternatif selain menjadi nelayan. Hal ini dimungkinkan karena kurangnya keterampilan dan keahlian lain selain menjadi nelayan, dan mayoritas responden memiliki tingkat pendidikan yang tidak tinggi.8 Selain itu, diperkirakan pada saat nelayan berusia muda, kondisi dan sumberdaya perikanan di daerah teluk masih baik sehingga dapat mencukupi kebutuhan seharihari dan merasa tidak perlu untuk memiliki keterampilan atau keahlian lain, sehingga pada saat kondisi perikanan tidak mendukung, responden tidak memiliki sehingga pada saat kondisi perikanan tidak mendukung, responden tidak memiliki alternatif mata pencaharian lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Disamping itu, Teluk Balikpapan yang kaya potensi dan keanekaragaman hayati tersebut, kian hari kian terjepit kelestariannya. Pengembangan Kawasan Industri Kariangau (KIK) di kawasan teluk yang secara administratif berada di Kelurahan Kariangau, Balikpapan 8
Laporan Survey Identifikasi dan Inventarisasi Calon Kawasan Konservasi Perairan di Teluk Balikpapan Kalimantan Timur. 2011. Yayasan Konservasi Rasi Dinas Kelautan dan Perikanan Kalimantan Timur, hlm. 16
93
Barat, Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, telah mengancam ekosistem teluk tersebut dan tentunya akan menimbulkan bencana. Teluk Balikpapan memiliki luas daerah aliran sungai (DAS) sekitar 211.456 hektar dan perairan seluas 16.000 hektar. Sebanyak 54 sub-DAS menginduk di wilayah teluk ini, termasuk salah satunya DAS Sei Wain yang sudah menjadi hutan lindung atau yang dikenal dengan sebutan Hutan Lindung Sungai Wain. Sebanyak 31(tiga puluh satu) pulau kecil pun menghiasasi wajah teluk ini. Berdasarkan penelitian Stanislav Lhota, peneliti bekantan asal Ceko, keberadaan bekantan di Teluk Balikpapan mencapai 1.400 ekor yang mewakili 5% (lima persen) primata berbulu kuning di seluruh dunia. Selain itu, terdapat juga sekitar 10 (sepuluh) jenis primata dan empat jenis mamalia laut termasuk pesut (Irrawaddy dolphin) yang kesemuanya terdapat di Teluk Balikpapan dan menurut Darmawan, masyarakat asal Penajam Paser Utara, pun menuturkan bagaimana asrinya Teluk Balikpapan yang dihiasi hutan bakau hingga tahun 2005. “Kondisi ini berubah setelah bermunculan perusahaan berorientasi industri yang membuka hutan bakau sejak 2007. Selanjutnya berdasarkan data Badan Lingkungan Hidup Kota Balikpapan, saat ini terdapat 21 (dua puluh satu) perusahaan baru yang telah memiliki izin prinsip untuk melakukan kegiatannya di Kawasan Teluk Balikpapan. Sebelumnya, tercatat telah ada 25 (dua puluh lima) perusahaan yang menjalankan kegiatannya di wilayah tersebut sejak 2011.
Selain itu, dampak lain atas perluasan Kawasan Industri Kariangau (KIK) sebagai berikut: 1. Hilangnya keanekaragaman hayati Dampak perluasan Kawasan Industri Kariangau terhadap keanekaragaman hayati akan semakin luar biasa. Habitat-habitat yang masih terdapat di daerah ini termasuk hutan primer Dipterokarpaceae, hutan mangrove, padang lamun dan terumbu karang. Daerah ini masih merupakan habitat beruang madu, macan dahan, bekantan, pesut, duyung, buaya muara dan penyu hijau. Masih bisa ditemukan lebih dari 100 jenis mamalia, sekitar 300 jenis burung, lebih dari 1000 jenis pohon, dll. Populasi bekantan, yaitu 1400 ekor, adalah salah satu di antara 6 populasi bekantan yang terbesar dan merupakan sekitar 5 % dari bekantan di seluruh Pulau Kalimantan. Populasi pesut laut masih sebesar 60140 (enam puluh sampai dengan seratus empat puluh) ekor dan populasi duyung, meskipun tidak besar, merupakan salah satu di antara beberapa populasi terakhir yang masih tersisa di Pulau Kalimantan. Jumlah jenis tumbuhan mangrove di Teluk Balikpapan mencapai 40 jenis, yaitu sekitar separoh dari semua jenis yang tercatat dari benua Asia. Selain itu, Sebagian dari hutan mangrove di Teluk Balikpapan adalah hutan primer dengan pohon lebih dari 20 (dua puluh) meter tinggi, yang sangat jarang ditemukan di Kalimantan. Dengan pembukaan lahan 94
untuk industri dan pemukiman, serta pencemaran laut, maka fauna dan flora yang langka ini tidak bisa diselamatkan.9 2.
9
Hutan magrove Kawasan mangrove di sepanjang Teluk Balikpapan telah mengalami kerusakan. 40% (empat puluh persen) responden menyatakan sepanjang Teluk Balikpapan yang telah mengalami kerusakan dan dapat dilihat secara langsung dari banyaknya perusahaanperusahaan yang berdiri dulu merupakan kawasan mangrove sekarang sudah berubah menjadi bangunan-bangunan yang juga menghasilkan limbah dan pencemaran pada Teluk Balikpapan. Selain itu, 16,67% (enam belas koma enam puluh tujuh persen) responden menyatakan kawasan mangrove yang mengalami kerusakan adalah di Pulau Balang. Daerah ini sangat jelas sekali terlihat perubahannya, karena hingga saat ini masih berlangsung proyek pembangunan jembatan. Responden menyatakan kawasan hulu teluk Balikpapan di sekitar mentawir 13,33 % (tiga belas koma tiga puluh tiga persen) dan maridan 10% (sepuluh persen) juga mengalami kerusakan akibat pembukaan lahan. Di Buluminung 6,66% (enam koma enam puluh enam persen, Sungai Riko 6,67% (enam koma enam puluh tujuh persen), Pantai Lango 3,33% (tiga koma tiga puluh tiga persen) dan Gersik 3,33 %
Forum Peduli Teluk Balikpapan.
(tiga koma tiga puluh tiga persen) juga mengalami pembukaan kawasan mangrove karena di kawasan tersebut sudah masuk tambang batu bara sehingga sebagian kawasan mangrove terbuka.10 Kawasan mangrove memiliki peranan yang penting bagi lingkungan dan manusia. Di samping berfungsi sebagai penahan gelombang laut (anti tsunami) mangrove juga berfungsi sebagai daerah perkembangbiakan bagi ikan, udang dan kepiting. Hal ini juga selaras dengan pendapat para nelayan mengenai fungsi mangrove. Fungsi mangrove menurut para nelayan yaitu:11 a) Mangrove berfungsi sebagai tempat bertelurnya ikan, kepiting dan udang, dimana jika mangrove sudah tidak ada maka secara langsung ikan, kepiting dan udang tidak memiliki tempat bertelur, dan jika mangrove terkena limbah perusahaan, maka dapat dipastikan bahwa ikan, kepiting dan udangpun tidak dapat bertelur di daerah tersebut. Hal ini telah dibuktikan oleh nelayan dimana dulu jika memasang bubu (alat tangkap kepiting) dan rengge di depan mangrove maka akan mendapatkan hasil, akan tetapi saat ini sudah semakin sulit terkadang tidak mendapatkan hasil. 10
Laporan Survey Identifikasi dan Inventarisasi Calon Kawasan Konservasi Perairan di Teluk Balikpapan Kalimantan Timur. Op. Cit, hlm. 20-21 11 Ibid, hlm. 22
95
b) Mangrove berfungsi untuk mencegah terjadinya banjir, dimana saat ini di kawasan perkampungan yang dekat dengan mangrove (contoh: Gersik) sejak adanya perusahaan batubara yang membuka kawasan mangrove menyebabkan mangrove tidak lagi berfungsi sehingga air laut mulai masuk ke perkampungan. c) Mangrove juga berfungsi sebagai bahan kayu bakar dan arang, serta untuk mencegah terjadinya erosi. 3.
(sepuluh) meter. Hanya bagian sempit dari dasar laut di dekat pantai Kariangau cukup dalam, sampai 39 (tiga puluh sembilan) meter (telah dilakukan pengukuran pada tahun 1998 dan pada tahun 1999 oleh Coastal Resources Management Project Kalimantan Timur - CRMP Kaltim tetapi tingkat sedimentasi di daerah ini bisa mencapai 1 (satu) dampai dengan 2 (dua) meter per tahun dan pada tahun 2009 kedalaman air di pesisir Teluk Balikpapan – teluk Waru (nama suatu daerah di kelurahan Kariangau yang masih berbatasan dengan Teluk Balikpapan) diukur ternyata hanya 22 (dua puluh dua) meter yang sebelumnya kedalaman tersebut mencapai 30 (tiga puluh) sampai dengan 39 (tiga puluh sembilan) meter. Efek peningkatan erosi di sebagian daerah DAS Tempadung, Berenga, Tengah dan Solokpuda yang berbentuk “dataran berbukit kecil dengan punggung sejajar“. Analisis ini berdasarkan data dari Ir. Arif Sargumantoro yang terdapat dalam dokumen ANDAL Rencana Kegiatan Pembangunan Jembatan Teluk Balikpapan dan Jalan Penghubung, 2006.13 Data tentang kondisi yang berada sekarang diambil langsung dari ANDAL. Kondisi setelah lahan akan terbuka berdasarkan hipotesis, bahwa setelah ada jalan akses (baik jalan IHM maupun jalan
Pendangkalan Teluk Pendangkalan air oleh karena sedimentasi akan mengancam bukan hanya produksi laut tetapi sistem perhubungan. Pembukaan lahan hutan di DAS Teluk Balikpapan bisa menghasilkan sampai 7 tujuh) ton sedimentasi per hektar per tahun, sedangkan kegiatan reklamasi pantai dengan cara „cut and fill“ menghasilkan tingkat erosi dan sedimentasi yang jauh lebih tinggi lagi. Pesisir barat Teluk Balikpapan adalah wilayah berbukit yang tidak mempunyai dataran selain kawasan mangrove di sepanjang pantai. Maka tidak ada cara membangun kawasan industri selain reklamasi pantai dengan cara “cut and fill”, yaitu dengan cara yang paling buruk.12 Teluk Balikpapan saat ini relatif dangkal, sekitar 2 (dua) sampai dengan 10 13
12
http://pipakaltim.blogspot.com/2012_04_01_archi ve.html diakses pada tanggal 27 Oktober 2012
Laporan Survey Identifikasi dan Inventarisasi Calon Kawasan Konservasi Perairan di Teluk Balikpapan Kalimantan Timur. Op. Cit, hlm. 36.
96
provinsi), jenis penutupan vegetasi akan berubah di seluruh daerah dataran berbukit. „Hutan jarang“ dengan Faktor pengelolaan Tanaman = 0.006 akan menjadi „semak belukar“ dengan faktornya = 0.01. Faktor-faktor lain (curah hujan, tipe tanah atau curam lereng) tidak akan berubah. Karena tidak ada teknik konservasi tanah yang sedang direncanakan, faktor teknik konservasi tanah tidak akan berubah juga.14 Berdasarkan data tentang luasnya wialyah dataran berbukit di empat DAS (Selokpuda, Tengah, Berenga dan Tempadung) kita dapat menghitung jumlah ton sedimen yang akan ditambahi karena disebabkan perubahan bentuk vegetasi setelah jalan akses terbuka (tujuh kali lipat luasnya daerah berbukit yang diukur pakai hektar). Konversi hutan di daerah yang tidak berbukit, dengan curam lereng di bawah 2 % (Faktor Erodabilitas Tanah = 0.33 tapi Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng hanya 0.25) akan juga menyebabkan peningkatan kadar sediment walaupun dengan jumlah jang kurang, sekitar 0.45 ton per hektar per tahun (kondisi sekerang: 0.60 ton/ha/thn; kondisi setelah lahan terbuka 1.05 ton/ha/thn). 4.
ini perikanan dan penanaman rumput laut merupakan sumber pendapatan utama untuk beberapa ribu penduduk di kampung-kampung pesisir. Kebanyakan dari masyarakat tersebut tidak bisa mencari pendapatan alternatif, misalnya sebagai karyawan perusahaan, karena tidak mempunyai skill. Kebanyakan nelayan yang memanfaatkan kawasan perikanan di perairan Teluk Balikpapan adalah warga kabupaten Penajam Paser Utara (PPU.) Mereka tinggal di sepanjang pantai Barat Teluk Balikpapan dan mereka akan terkena paling parah oleh dampak kerusakan pesisir di sepanjang pantai Timur Teluk Balikpapan, yaitu daerah yang termasuk ke wialyah Kota Madya Balikpapan, tetapi mereka tidak akan mendapatkan manfaat apapun dari pembangunan industri tersebut. Menurut Sasmita Nugroho selaku Kepala Bidang Evaluasi dan Tindak Lanjut Pengelolaan P3EK Kementrian Liangkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan bahwa rusaknya magrove adalah imbas dari pembukaan lahan oleh perusahaan yang telah mengancam habitat ikan dan kondisi ini dikhawatirkan akan menyebabkan krisis hasil tangkapan ikan. Selain itu, akan mempengaruhi proses perkembangan ikan, sebab mangrove merupakan tempat berkembang biaknya habitat laut.15
Runtuhnya perikanan Utamanya, perikanan laut di Teluk Balikpapan akan mati jika Kawasan Industri Kariangan (KIK) diperluas sampai ke Pulau Balang. Saat 15
14
Ibid.
Koran Kaltim Post, Rabu, tanggal 20 Januari 2016
97
Selain itu, ikan-ikan, kepiting, udang, siput, tiram dan tudai (kerang) yang ditangkap di kawasan Teluk Balikpapan merupakan bagian penting dari „sea food“ yang merupakan salah satu sumber protein bagi puluhan ribu penduduk Kota Balikpapan dan masyarakat di Kabupaten Penajam Paser Utara dan jika sumber makanan ini mengandung unsur kimia dari limbah industri yang telah berakumulasi di Teluk Balikpapan, maka masalah masalah kesehatan misalnya, kanker lambung dan kanker oesophagus, bisa menjadi sangat berat. Selanjutnya ada konflik internal betwen rencana yang berbeda yang diusulkan dalam dokumen rancana RTRW yang sedang diusulkan. Misalnya, ada Rencana dan Strategi Pengembangan Zona Terumbu Karang yang termasuk rehabilitasi terumbu karang, penyebaran benih-benih ikan laut disekitar zona terumbu karang dan melakukan pengawasan dan penelitian dan juga Rencana dan Strategi Pengembangan Zona Padang Lamun dengan strategi pengembangan yang mirip, tetapi dengan rencana perluasan Kawasan Industri Kariangau (KIK) sampai ke ulu Teluk Balikpapan, semua terumbu karang, padang lamun dan rumput laut di Teluk Balikpapan akan pasti mati. 5.
Hilangnya reputasi yang baik Saat ini, Teluk Balikpapan mempunyai potensi yang sangat tinggi untuk kegiatan perikanan,
ekowisata, pendidikan dan promosi citra hijau daerah. Sepertinya tidak ada tempat lain di Indonesia di mana seseorang bisa mengalami habitat alami yang begitu kaya hanya dalam 1 jam perjalanan dari bandara internasional. Balikpapan adalah kota paling kaya keanekaragaman hayati di seluruh Asia dan mungkin salah satu dari 4 (empat) kota yang paling biodiverse di dunia. Akan sangat menyedihkan jika semua ini akan hilang karena perencanaan pembangunan industri yang tidak berkelanjutan secara ekologis. PENUTUP Berdasarkan pemaparan pada rangkaian pembahasan dalam penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Implemetasi kebijakan pemerintah terhadap dampak perluasan Kawasan Industri Kariangau (KIK) di kota Balikpapan memberikan dampak yang cukup besar terutama terjadinya pelanggaran lingkungan yang dilakukan oleh beberapa perusahaan yang berada di Kawasan Industri Karingau (KIK) serta dampak yang disebabkan atas perluasan Kawasan Industri Kariangau (KIK) di Kota Balikpapan yaitu hilangnya keanekaragaman hayati, rusaknya hutan magrove akibat banyaknya perusahaan-perusahaaan yang dibangun di sekitar kawasan hutan magrove, dimana perusahaan tersebut menghasilkan limbah sehingga terjadi pencemaran pada teluk Balikpapan, pendangkalan teluk, runtuhnya perikanan dan hilangnya reputasi baik. DAFTAR PUSTAKA
98
Laporan Survey Identifikasi dan Inventarisasi Calon Kawasan Konservasi Perairan di Teluk Balikpapan Kalimantan Timur, Yayasan Konservasi Rasi Dinas Kelautan dan Perikanan Kalimantan Timur, Tahun 2011 Salim, 2003, Dasar-dasar Hukum Kehutanan, Jakarta: Sinar Grafika Suharto, Aditya Krisna, 2013, Perlindungan Hukum terhadap Hutan Mangrove di Kawasan Industri Kariangau Balikpapan, Skripsi. Supardi, Imam, 2003, Lingkungan Hidup dan Kelestariannya, Bandung: PT. Alumni Sunaryo, Heri, Perluasan Kawasan Industri Kariangau (KIK) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Peraturan Pemerintah Nomor 142 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Peraturan Pemerintah Nomor 142 Tahun 2015 tentang Kawasan Industri Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2012 tentang Rencana tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Balikpapan Periode 2012 -2032 Koran Kaltim Post, Rabu, tanggal 20 Januari 2016 http://bppmd.kaltimprov.go.id/index.ph p/kawasan/detail/art_qGXRwWfIY o diakses pada tanggal 15 Oktober 2015 http://pipakaltim.blogspot.com/2012_04 _01_archive.html diakses pada tanggal 27 Oktober 2012 http://onedataonemap.bappedakaltim.co m/geoportal/index.php/berita/read/2 4 diakses pada tanggal 11 Januari 2016
99