Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis hubungan kepribadian ekstrovert dengan perilaku pembelian kompulsif. Sampel dalam penelitian ini adalah 80 mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) dan data dikumpulkan dengan menggunakan kuisioner yang berisi pernyataan dengan pilihan jawaban menggunakan lima poin skala Likert. Data kemudian dianalisis dengan menggunakan Uji Korelasi Pearson Product Moment dan menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,807 ( > 0,05). Dengan demikian hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara kepribadian ekstrovert dengan perilaku pembelian kompulsif dari mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW. Kata kunci : kepribadian ekstrovert, perilaku pembelian kompulsif, mahasiswa
ii
Abstrack
The objective of this study is to analyze the relationship between extrovert personality and compulsive buying behavior. The sample used in this study are 80 students in Faculty of Psychology in Satya Wacana Christian University (SWCU) and the data were collected using the means of questionnaire which consisted of five point Likert scale as the option of the answers. The data then analyzed using Pearson Product Moment Correlation and showed a significant value at 0.807 ( > 0.05). Therefore the result of this study shows that there is a positive and significant relationship between extrovert personality and compulsive buying behavior of the students of Faculty of Psychology in SWCU. Key words : extrovert personality, compulsive buying behavior, college students
ii
1
PENDAHULUAN Globalisasi merupakan hal yang tidak dapat dihindari saat ini. Terdapat berbagai informasi yang dapat diperoleh melalui internet sehingga memperkecil jarak antarnegara. Oleh karena itu, orang-orang dari suatu negara dapat dengan mudah dan cepat memesan dan membeli barang dari luar negeri maupun sebaliknya. Masyarakat yang dalam hal ini adalah konsumen menjadi sangat dimudahkan dalam upaya memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan. Pada akhirnya, proses globalisasi ini menciptakan budaya konsumsi dan masyarakat konsumen (Kushendrawati, 2006). Salah satu perilaku pembelian yang mewakili perilaku pembelian yang tidak sesuai dengan kebutuhan adalah perilaku pembelian kompulsif. Hal ini ditegaskan oleh Mowen & Minor (2002) yang menyatakan bahwa perilaku ini merupakan sisi negatif dari sebuah perilaku konsumsi. Ada ungkapan yang menyatakan bahwa pembelian dilakukan dengan tujuan dapat menghindari masalah-masalah lain yang sedang dihadapi. Pernyataan tersebut dijelaskan oleh Faber & O’Guinn (dalam Mowen & Spears, 1999) dengan menyatakan bahwa pembelian tampaknya dilakukan dengan tujuan menghindar dari masalah-masalah lain. Dari segi gender, Dittmar (2005) menemukan bahwa wanita lebih rentan untuk melakukan perilaku pembelian kompulsif dibandingkan pria. Hal ini diduga karena wanita cenderung lebih memperhatikan penampilan dibandingkan pria pada umumnya. Hasil wawancara awal yang dilakukan peneliti pada tanggal 26 maret 2015 dan 01 april 2015 terhadap lima orang mahasiswa psikologi UKSW yang ditemui baik di sekitar kantor fakultas maupun di area kampus lainnya menunjukkan bahwa kebanyakan cenderung mempunyai keinginan untuk belanja tanpa membuat pertimbangan. Mereka mengakui bahwa dengan berbelanja mereka merasa lebih senang dan bersemangat. Namun demikian mereka sering merasa menyesal setelah berbelanja ketika menyadari satu atau beberapa barang yang dibeli ternyata tidak benar-benar mereka butuhkan. Misalnya salah satu mahasiswa mengaku
2
membeli tas ketika berbelanja di semarang dan merasa senang ketika itu. Namun ketika ia pulang ke kosnya dan membongkar belanjaannya dia menyadari bahwa tas yang ia miliki masih banyak dan tas yang dia baru beli sebenarnya tidak ia butuhkan. Hal ini mengindikasikan adanya perilaku pembelian kompulsif. Atas dasar fenomena-fenomena tersebut dapat dikatakan bahwa masalah perilaku pembelian kompulsif penting untuk diteliti. Pernyataan diatas didukung oleh beberapa hasil penelitian yaitu diantaranya penelitian Koran et al. (dalam Dittmar, 2005) terhadap 2.500 responden mempertegas bahwa fenomena pembelian kompulsif sudah sedemikian parah terjadi pada masyarakat. Fenomena ini terjadi baik pada wanita maupun pria, pada mereka yang masih muda maupun mereka yang sudah berumur dan perilaku pembelian ini sering kali menyebabkan dampak psikologis bagi compulsive buyer. Seperti yang diungkapkan Mowen & Minor (2002), perilaku pembelian kompulsif pada dasarnya merupakan bagian dari perilaku konsumsi. Bindah & Othman (2012), Quoquab et al. (2013) menemukan bahwa mahasiswa, menunjukkan kecenderungan perilaku pembelian kompulsif yang tinggi. hal ini dikarenakan orang muda cenderung lebih mudah dipengaruhi oleh teman-teman sebaya. Oleh sebab itu beberapa penelitian tentang perilaku pembelian kompulsif tersebut perlu juga mendapat perlakuan secara khusus serta dapat memberi dampak positif mapun negatif. Pernyataan tersebut didukung oleh ungkapan yang menyatakan bahwa perilaku pembelian kompulsif dapat menjadi masalah karena perilaku ini dapat memberikan dampak yang negatif bagi si pelaku dan orang-orang di sekitarnya (Ergin, 2010). Apabila dilihat dari sisi finansial, sering terjadi bahwa orang-orang yang menunjukkan perilaku pembelian kompulsif memiliki hutang kartu kredit yang tinggi dan juga memiliki dana yang terbatas untuk bisa ditabung (Roberts, 1998). Beberapa contoh dampak psikologis yang sering dialami misalnya adalah munculnya rasa bersalah setelah melakukan pembelian dan kecanduan untuk terus melakukan pembelian di masa depan setiap kali merasa tertekan. Hal ini dapat menyebabkan masalah
3
lain seperti kebiasaan meminjam uang pada orang lain yang dikarenakan membutuhkan uang lebih untuk belanja (Kareri, 2014). Hasil penelitian yang lain bertentangan dengan yang sebelumnya menyatakan bahwa perilaku pembelian kompulsif dapat membawa dampak positif yaitu kepuasan dan kesenangan yang langsung dirasakan individu setelah melakukan aktivitas pembelian tersebut walaupun perlu digaris bawahi bahwa perasaan ini hanya bersifat sementara. Menurut Sharma et al. (2009) dampak positif dari perilaku pembelian kompulsif adalah perasaan bahagia atau pun rasa memiliki kekuatan setelah melakukan pembelian yang bersifat sementara dan akan diikuti dengan rasa bersalah karena pembelian yang dilakukan kemudian akan berusaha menyembunyikan bukti bahwa ia telah melakukan pembelian tersebut. Awais et al. (2009) juga mengungkapkan bahwa perilaku pembelian kompulsif dilakukan beberapa orang untuk memperoleh kesenangan dan memberi rasa percaya pada diri sendiri. Sementara itu ada hasil-hasil penelitian yang mengatakan bahwa perilaku pembelian kompulsif dipengaruhi oleh faktor kepribadian, termasuk di dalamnya kepribadian ekstrovert. Salah satu penelitian yang dimaksud adalah penelitian yang dilakukan oleh Shahjehan et al. (2012) yang selain membuktikan bahwa kepribadian ekstrovert mempengaruhi perilaku pembelian kompulsif, juga menemukan bahwa usia dan gender turut mempengaruhi perilaku ini. Penelitian lain dilakukan oleh Delafrooz et al. (2013) juga mengungkapkan hasil yang sama bahwa kepribadian ekstrovert memiliki pengaruh positif terhadap perilaku pembelian kompulsif. Workman & Paper (2010) merangkum faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pembelian kompulsif seseorang dalam enam kategori yaitu: (1) variabel kepribadian (kompulsivitas, merasa harga diri rendah, perasaan negatif/depresi, rasa kesepian, pencarian gairah, and berfantasi); (2) faktor demografi; (3) intensitas pengaruh; (4) evaluasi normatifdan pengendalian impuls; (5) penggunaan kredit; dan (6) konsekuensi jangka pendek dan jangka panjang dari belanja kompulsif.
4
Secara khusus, hubungan kepribadian ekstrovert dengan perilaku pembelian kompulsif telah cukup banyak dilakukan sejauh ini dan menunjukkan hasil yang cukup beragam. Penelitian lain yang dilakukan oleh Awais et al.(2014) menemukan bahwa kepribadian ekstrovert berasosiasi positif dengan perilaku pembelian kompulsif. Penelitian ini menunjukkan bahwa orang yang terbuka, suka bersosialisasi, dan menyukai keramaian cenderung menunjukkan perilaku pembelian kompulsif yang tinggi. Delafrooz et al. (2013) juga menemukan bahwa semakin ekstrovert seseorang maka perilaku pembelian kompulsifnya akan semakin tinggi. Orang yang enerjik, suka bersosialisasi, dan aktif ternyata memiliki kecenderungan untuk menunjukkan perilaku pembelian kompulsif. Ketiga hasil penelitian di atas menemukan kesimpulan yang sama bahwa semakin ekstrovert maka semakin tinggi perilaku pembelian kompulsifnya atau ada hubungan yang positif antara kepribadian ekstrovert dengan perilaku pembelian kompulsif. Hasil yang berbeda datang dari penelitian yang dilakukan oleh Man (2012) yang menunjukkan bahwa kepribadian ekstrovert tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap perilaku pembelian kompulsif. Hasil penelitian yang berbeda-beda mengenai hubungan kepribadian ekstrovert dengan perilaku pembelian kompulsif menjadi alasan pentingnya penelitian yang mengkonfirmasi ada tidaknya hubungan yang signifikan. Oleh karena itu, penelitian ini akan menganalisis hubungan antara kepribadian ekstrovert dengan perilaku pembelian kompulsif. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan kecenderungan bahwa mahasiswa di mana pun lokasi penelitiannya menunjukkan kecenderungan perilaku kompulsif yang tinggi. Dengan demikian penelitian ini akan melakukan penelitian dengan subjek yang dipilih untuk mewakili mahasiswa adalah mahasiswa Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga. Mahasiswa Psikologi UKSW juga menjadi pilihan yang tepat karena terdiri dari orang muda dari berbagai daerah di Indonesia sehingga memiliki keragaman etnis dan tidak condong pada etnis tertentu.
5
Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat diajukan rumusan masalah sebagai berikut: “apakah ada hubungan yang positif dan signifikan dari kepribadian ekstrovert dengan perilaku pembelian kompulsif?”.
TELAAH PUSTAKA Perilaku Pembelian Kompulsif Pada suatu kesempatan, ada yang mengatakan bahwa perilaku pembelian kompulsif adalah sebuah bentuk konsumsi yang adiktif di mana konsumen membeli barang-barang yang tidak mereka butuhkan atau yang tidak mampu mereka beli. Perilaku pembelian kompulsif merupakan bentuk kecanduan konsumsi di mana konsumen membeli barang yang tidak mereka butuhkan atau tidak mampu mereka beli. Pernyataan diatas dijelaskan secara tegas dalam definisi yang diungkapkan oleh Gupta (2013,h.43):“Compulsive buying is a form of addictive consumption where consumers purchase goods that they either don’t need or can’t afford”. Ada pula yang menyatakan bahwa pembelian kompulsif adalah kesenangan yang sering muncul ketika membeli atau ada dorongan untuk membeli yang dirasa tak tertahankan, merusak, dan atau tidak masuk akal atau keseringan membeli barang-barang yang tidak dibutuhkan, atau berbelanja dalam jangka waktu yang lebih lama dari yang sebenarnya diinginkan. Pernyataan tersebut kemudian secara tegas dijelaskan dalam defenisi yang diungkapkan oleh Sharma et al. (2009,h.110): "compulsive buying is defined as frequent preoccupation with buying or impulse to buy that is experienced as irresistible, intrusive, and/or senseless or frequent buying of items that are not needed, or shopping for longer periods of time than intended." Sejauh ini belum ditemukan teori yang khusus menjelaskan mengenai perilaku pembelian kompulsif. Menurut Jalees et al. (2014), perilaku pembelian kompulsif dapat dianalisis dengan menggunakan teori perilaku beralasan atau Theory of Reasoned Action(TRA) yang dikemukakan oleh Icek Ajzen. Teori ini dianggap sebagai teori yang
6
fleksibel sehingga dapat digunakan untuk menjelaskan berbagai perilaku, termasuk di dalamnya perilaku pembelian kompulsif. Dalam teori ini perilaku pembelian kompulsif dapat dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu materialisme, pengaruh dari orang lain, dan harga diri. Selain pengaruh dari orang lain memiliki pengaruh langsung terhadap perilaku pembelian kompulsif, pengaruh dari orang lain juga dihipotesiskan dapat mempengaruhi materialisme. Dengan demikian pengaruh dari orang lain memiliki pengaruh langsung maupun tidak langsung melalui materialisme terhadap perilaku pembelian kompulsif berdasarkan TRA ini. Teori yang mengaitkan tipe kepribadian ekstrovert terhadap perilaku pembelian kompulsif sejauh ini belum ditemukan, namun beberapa penelitian terdahulu telah membuktikan adanya hubungan yang signifikan. McElroy et al. (dalam Sharma et al.,2009) mengungkapkan bahwa terdapat tiga aspek yang menjadi indikasi dari perilaku pembelian kompulsif. Ketiga aspek yang dimaksud adalah (1) keasyikan yang sering muncul karena berbelanja atau karena dorongan untuk belanja yang tak tertahankan, sifatnya merusak, dan tidak masuk akal; (2) keseringan membeli barang yang tidak dibutuhkan atau tidak mampu dibeli; (3) berbelanja lebih lama dari waktu yang direncanakan. Adapun pada dasarnya perilaku pembelian kompulsif memiliki tiga aspek utama.Ketiga aspek utama ini adalah yang paling sering digunakan dalam penelitian mengenai perilaku pembelian kompulsif hingga saat ini, seperti penelitian yang dilakukan Neuner et al. (2005), Moschis et al. (2013), dan penelitian Kareri (2014). Aspek-aspek yang digunakan dalam penelitian-penelitian di atas semuanya mengacu padatiga aspek yang dikemukakan oleh Valence et al. (1988) diantaranya: a. suatu kecenderungan untuk belanja b. suatu keinginan yang muncul tiba-tiba untuk membeli atau berbelanja; dan c. rasa bersalah pasca-pembelian.
7
Workman & Paper (2010) merangkum faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pembelian kompulsif seseorang dalam enam kategori: 1. Variabel Kepribadian. Variabel kepribadian yang dimaksud meliputi kompulsivitas, merasa harga diri rendah, perasaan negatif/depresi, rasa kesepian, pencarian gairah, dan berfantasi. Dalam penelitian-penelitian sebelumnya telah ditemukan bahwa dalam perilaku kompulsif terdapat kecenderungan yang kuat bagi pelakunya untuk menunjukkan kegelisahan, depresi, dan perasaan memiliki harga diri yang rendah (Mendelson & Mello, 1986 dalam Workman & Paper, 2010). Terdapat kecenderungan yang umum dari pelaku pembelian kompulsif terhadap kompulsivitas dalam berbagai perilaku (Jacobs, 1986, Kolotkin et al., 1987, dalam Workman & Paper, 2010) 2. Faktor demografi Faktor demografi di sini terkhusus mengenai faktor pendapatan, usia, dan gender. Penelitian-penelitian terdahulu menemukan bahwa orang-orang dalam golongan pendapatan menengah ke bawah yang lebih menunjukkan kecenderungan perilaku pembelian kompulsif (Faber et al., 1987). Namun demikian penelitian yang setelahnya menemukan bahwa pelaku pembelian kompulsif bisa berasal dari semua kelompok pendapatan (Christenson et al., 1995; Scherhorn et al., 1990). Mengenai faktor usia, Dittmar (2005) menemukan bahwa pelaku pembelian kompulsif datang dari kelompok usia muda. Workman & Paper (2010) juga mengemukakan bahwa pelaku pembelian kompulsof lebih banyak adalah wanita dibandingkan pria. 3. Intensitas pengaruh Penelitian-penelitian terbaru menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kekuatan emosi atau tingkat intensitas pengaruh antara pelaku pembelian kompulsif dengan yang bukan pelaku pembelian kompulsif. Pelaku pembelian kompulsif menunjukkan
8
intensitas pengaruh yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang bukan pelaku pembelian kompulsif. 4. Evaluasi normatif dan pengendalian impuls Kurangnya pengendalian impuls telah dikaitkan dengan orang-orang yang tidak mampu menahan ataupun menunda kepuasan ketika sebuah rangsangan untuk membeli muncul. Evaluasi normatif yang dilakukan oleh pelaku pembelian kompulsif lebih sedikit dibandingkan mereka yang tidak menunjukkan perilaku pembelian kompulsif. 5. Penggunaan kartu kredit Penelitian mengindikasikan bahwa penggunaan kartu kredit dan besarnya utang kartu kredit adalah variabel-variabel yang terkait dengan perilaku pembelian kompulsif (Dittmar, 2005; Schimtz, 2005 dalam Workman & Paper, 2010). Pelaku pembelian kompulsif biasanga memiliki beberapa kartu kredit dibandingkan yang bukan pelaku pembelian kompulsif. 6. Konsekuensi jangka pendek dan jangka panjang dari belanja kompulsif. Beberapa konsekuensi jangka pendek yang bersifat positif dari perilaku pembelian kompulsif ini adalah berkurangnya stres dan tekanan (Rindfleisch et al., 1997 ; Schmitz, 2005 dalam Workman & Paper, 2010). Walaupun memiki konsekuensi positif dalam jangka pendek namun ada juga konsekuensi jangka panjang dari perilaku ini yang sifatnya negatif. Beberapa di antaranya adalah kesulitan pribadi, utang finansial yang ekstrim, dan gangguan dalam kehidupan pernikahan serta keluarga ( Dittmar, 2005; Schmitz, 2005; McElroy et al., 1991; Glatt & Co, 1987; dalam Workman & Paper, 2010).
9
Kepribadian Ekstrovert Ada yang menyatakan bahwa kepribadian merupakan mekanisme internal seseorang yang juga terkait dengan interaksinya dengan lingkungan sosial. Definisi yang rinci dikemukakan oleh Larsen & Buss (2010, h.4) yang mendeskripsikan kepribadian sebagai satu set sifat dan mekanisme psikologis dalam individu yang teratur dan sifatnya relatif abadi dan itu mempengaruhi interaksinya dengan, dan adaptasi-adaptasinya terhadap, intrapsikis, fisik, dan lingkungan sosial. Pernyataan yang dikemukakan ole Kwon & Song (2011) bahwa kepribadian merupakan sebuah mekanisme psikologis penting yang menuntun sebuah perilaku. Kepribadian ekstrovert juga mengacu pada kuantitas dan intensitas interaksi interpersonal, tingkat rangsangan yang diperlukan untuk mendorong keinginan merasa bahagia. Orang-orang dengan tingkat ekstrovert yang tinggi cenderung bergaul, aktif, banyak bicara, ceria, menyenangkan dan penuh kasih sayang, sementara orang introvert cenderung lebih pendiam, tenang, mandiri, dan tenang (Costa & Widigeer, 2002). Hal yang sama juga dikemukakan oleh Costa & McCrae (dalam Kumar & Bakhshi, 2010) bahwa kepribadian ekstrovert mengacu pada kecenderungan untuk merasakan emosi positif, memiliki lebih banyak teman dan mengbiskan lebih banyak waktu dalam situasi sosial daripada introvert. Kemudian Costa & McCrae (1992) mengatakan bahwa kepribadian ekstrovert mengacu pada hubungan baik dan nyaman dengan orang lain. Kepribadian ekstrovert yang tinggi ditandai dengan hubungan yang baik dan seberapa besar waktu yang mereka habiskan dan nikmati. Kepribadian ekstrovert yang rendah (introvert) ditandai dengan hubungan yang rendah dan dan proporsi lebih kecil yang mereka habiskan dan nikmati. Pendekatan kepribadian ekstrovert-introvert pertama kali diperkenalkan oleh Carl Jung pada tahun 1933. Pada dasarnya kedua jenis kepribadian merupakan satu konsep, di mana semakin tinggi kecenderungan seseorang berkrpibadian ekstrovert maka semakin jauh dia dari kepribadian introvert, dan sebaliknya. Jadi tidak mungkin bagi satu orang untuk memiliki
10
kepribadian ekstrovert dan introvert sekaligus. Eysenck & Eysenck (1985) menjelaskan bahwa seseorang yang ekstrovert memiliki sifat mudah bersosialisasi, membutuhkan teman bicara, haus akan kegembiraan, mengambil kesempatan, mudah diajak bergaul, dan optimis. Di sisi lain seseorang yang berkepribadian introvert memiliki sifat pendiam, malu-malu, memiliki rencana ke depan, tidak menyukai kehebohan. Taylor (dalam Ahmadian & Yadgari, 2011) kemudian menjelaskan secara lebih terinci karakteristik umum dari kedua kepribadian tersebut. Adapun ciri kepribadian ekstrovert adalah: (1) lebih banyak bicara dan cenderung bertindak tanpa berefleksi dahulu; (2) bagus dalam menginterpretasi bahasa tubuh dan ekspresi wajah; (3) bagus dalam pekerjaan yang menyangkut ingatan jangka pendek; dan (4) lebih memilih pendekatan yang lebih cepat dan kurang akurat. Kepribadian introvert di sisi lain memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) lebih sedikit berbicara dan lebih banyak berefleksi sebelum bertindak; (2) lebih baik dalam tugas memecahkan masalah reflektif dan tugas-tugas terkait ingatan jangka panjang; (3) suka bekerja secara independen atau dengan satu atau dua orang; dan (4) kemungkinan memiliki masalah dalam membangun hubungan dengan orang lain. Aspek dari kepribadian ekstrovert yang membedakannya dengan kepribadian introvert terdiri dari tujuh aspek. Kemudian Eysenck et al. (1992) menjelaskan bahwa kepribadian ekstrovert mempunyai tujuh aspek yaitu: a. aktif, menekankan perilaku aktif dan dinamis; b. sosial, menekankan pada kemampuan dalam berinteraksi dengan lingkungan; c. asertif,
menggambarkan
ketegasan
diri
individu
mengenai
apa
yang
diinginkan/dipegang teguh; d. ekspresif, menunjukkan kebebasan individu dalam melepaskan emosi; e. dogmatis, menitikberatkan pada kecenderungan individu dalam meyakini suatu hal secara arogan;
11
f. agresif, mengenai kecenderungan untuk melepaskan amarah secara langsung maupun tidak langsung; g. ambisius menunjukkan keinginan yang sangat kuat untuk meraih sesuatu. Dalam memahami kepribadian ekstrovert-introvert perlu diingat bahwa tidak ada orang yang murni memiliki kepribadian ataupun murni memiliki kepribadian ekstrovert, sehingga yang ada hanyalah kecenderungan untuk menunjukkan kepribadian ekstrovert atau pun kecenderungan untuk menunjukkan kepribadian introvert. Hal ini berdasarkan kutipan Carl Jung dalam Jacobs (2014, h.84): “there is no such thing as a pure extrovert or a pure introvert”.
Hubungan Kepribadian Ekstrovert dengan Perilaku Pembelian Kompulsif Penelitian yang dilakukan Shahjehan et al. (2012) menemukan bahwa kepribadian ekstrovert memiliki asosiasi positif dengan perilaku pembelian kompulsif. Arti dari hasil penelitian ini adalah bahwa semakin ekstrovert kepribadian seseorang maka semakin tinggi pula kecenderungannya menunjukkan perilaku pembelian kompulsif. Hasil penelitian yang sama ditemukan oleh Awais et al.(2014) yang menemukan bahwa dibandingkan dengan orang yang memiliki kepribadian introvert, orang-orang yang dengan kepribadian ekstrovertlah yang memiliki asosiasi yang positif dengan perilaku pembelian kompulsif. Hubungan kepribadian ekstrovert dengan perilaku pembelian kompulsif telah cukup banyak dilakukan sejauh ini dan menunjukkan hasil yang cukup beragam. Penelitian lain yang dilakukan oleh Awais et al.(2014) menemukan bahwa kepribadian ekstrovert berasosiasi positif dengan perilaku pembelian kompulsif. Penelitian ini menunjukkan bahwa orang yang terbuka, suka bersosialisasi, dan menyukai keramaian cenderung menunjukkan perilaku pembelian kompulsif yang tinggi. Delafrooz et al. (2013) juga menemukan bahwa semakin ekstrovert seseorang maka perilaku pembelian kompulsifnya akan semakin tinggi. Orang yang enerjik, suka bersosialisasi, dan aktif ternyata memiliki kecenderungan untuk
12
menunjukkan perilaku pembelian kompulsif. Ketiga hasil penelitian di atas menemukan kesimpulan yang sama bahwa semakin ekstrovert maka semakin tinggi perilaku pembelian kompulsifnya atau ada hubungan yang positif antara kepribadian ekstrovert dengan perilaku pembelian kompulsif. Hasil yang berbeda datang dari penelitian yang dilakukan oleh Man (2012) yang menunjukkan bahwa kepribadian ekstrovert tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap perilaku pembelian kompulsif. Adapun hubungan yang positif antara kepribadian ekstrovert dengan perilaku pembelian kompulsif dapat terjadi oleh karena beberapa hal. Pertama, kepribadian ekstrovert seperti yang telah dikemukakan oleh Taylor (dalam Ahmadian & Yadgari, 2011), memiliki ciri umum cenderung bertindak tanpa berefleksi terlebih dahulu. Sifat ini tentu dapat memicu terjadinya perilaku pembelian kompulsif. Hal ini dikarenakan pembelian kompulsif itu sendiri merupakan pembelian yang dilakukan tanpa berpikir matang terlebih dahulu sehingga sering menyebabkan penyesalan setelah pembelian dilakukan. Oleh karena itu dengan memiliki kepribadian ekstrovert, sangat mungkin seseorang juga dapat menunjukkan perilaku pembelian kompulsif. Hasil penelitian lain yang membuktikan adanya hubungan yang positif antara kepribadian ekstrovert dengan perilaku pembelian kompulsif dikemukakan oleh Delafrooz et al. (2013).
Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian (Sugiono, 2011). Berdasarkan latar belakang masalah dan landasan teori yang telah disampaikan di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah bahwa ada hubungan yang positifdan signifikan antara kepribadian ekstrovert dengan perilaku pembelian kompulsif pada mahasiswa Psikologi UKSW. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat kepribadian ekstrovert, maka semakin tinggi pula kecenderungan perilaku pembelian kompulsif.
13
METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan jenis penelitian korelasional, yang bertujuan untuk mengetahui hubungan variabel kepribadian ekstrovert sebagai variabel X dengan variabel perilaku pembelian kompulsif sebagai variabel Y.
Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa psikologi UKSW, yang berjumlah
769
orang
mahasiswa.
Penelitian
ini
menggunakan
metode
nonprobabilitysampling yaitu convenience sampling dan dengan signifikansi 10%, maka sampel dalam penelitian ini sebanyak 80 orang mahasiswa. Teknik pengambilan sampel ini menjadikan siapa saja mahasiswa psikologi yang peneliti temui dapat dijadikan sampel.
Instrumen Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan angket dengan skala Likert untuk mengukur setiap pernyataan dalam kuisioner. Adapun skala jawaban terdiri dari pilihan sangat tidak setuju (STS), tidak setuju (TS), ragu (R), setuju (S), dan sangat setuju (SS). Untuk masing-masing pilihan jawaban akan diberi skor 1 untuk STS, 2 untuk TS, dan seterusnya hingga 5 untuk pilihan jawaban SS. Kuisioner disebarkan pada mahasiswa psikologi UKSW dengan 80 mahasiswa. Data yang dikumpulkan akan dianalisis dengan menggunakan analisis korelasi, dengan bantuan alat analisis Statistical Product and Service Solutions (SPSS) 16. Pengukuran kepribadian ekstrovert dilakukan dengan menggunakan skala yang disusun oleh penulis berdasarkan tujuh aspek yang diungkapkan oleh Eysenck et al. (1992). Aspekaspek yang dimaksud antara lain: aspek aktif (contoh item: secara umum saya adalah orang yang aktif), aspek sosial (contoh item: saya merasa nyaman dalam situasi-situasi sosial), aspek asertif (contoh item: saya termasuk orang yang mandiri), aspke ekspresif (contoh item:
14
saya terbuka mengenai perasaan ), aspek dogmatis (contoh item: saya tidak berkompromi dalam banyak hal), aspek agresif (contoh item: saya secara langsung maupun tidak langsung dapat mengekspresikan kemarahan saya), aspek ambisius (contoh item: saya termasuk orang yang berambisi).Setelah dilakukan pengujian pada skala kepribadian ekstrovert sebanyak 34 item pertanyaan, ternyata terdapat 11 item yang tidak memenuhi syarat uji validitas dan dikeluarkan dari pengolahan data selanjutnya. Dengan demikian jumlah item yang dapat digunakan sebanyak berjumlah 23 item dengan nilai reliabilitas cronbach’s alpha sebesar 0,846 ( > 0,600). Skala yang digunakan dalam mengukur perilaku pembelian kompulsif menggunakan skala dari Valence et al. (1988), yang terdiri dari 3 aspek yaitu: kecenderungan untuk belanja (contoh item: ketika punya uang, saya tidak dapat menahan diri untuk menghabiskan sebagian atau seluruh uang itu), keinginan yang muncul tiba-tiba untuk membeli atau berbelanja (contoh item: keinginan besar yang tiba-tiba muncul untuk membeli sesuatu), rasa bersalah pasca belanja (contoh item: ada barang-barang tertentu yang telah dibeli namun tidak ditunjukan pada orang lain karena takut dianggap telah membeli sesuatu yang tidak masuk akal).Dari jumlah item awal sebanyak 12 item pengukuran, 2 item dikeluarkan dari analisis data selanjutnya karena tidak valid berdasarkan hasil uji validitas. Dengan demikian terdapat 10 item yang dinyatakan valid dan reliabel dengan nilai reliabilitas cronbach’s alpha sebesar 0,820 ( > 0,600).
Prosedur Pengumpulan Data Setelah skala selesai dipersiapkan, peneliti mulai menuju kantor Fakultas Psikologi dan juga Student Center tempat dimana mahasiwa psikologi biasanya banyak berkumpul. Adapun penyebaran angket diberikan secara acak kepada 80 mahasiswa psikologi yang ditemui saat itu dengan tidak membeda-bedakan tahun angkatan. Kemudian peneliti mendatangi satu per satu mahasiswa dengan terlebih dahulu meminta waktu mereka untuk berpartisipasi dalam
15
pengisian angket. Setelah mahasiswa setuju untuk berpartisipasi, maka peneliti memberikan angket yang harus diisi dan tidak lupa berterimakasih kepada mahasiswa ketika angket tersebut selesai diisi.
Tekhnik Analisis Data Sebelum melakukan uji korelasi,terlebih dahulu akan dideskripsikan skor dari masingmasing variabel, seperti apa perilaku pembelian kompulsif mahasiswa dan seberapa tinggi kepribadian ekstrovert mereka dengan menggunakan analisis deskriptif statistik. Setelah itu dilakukan uji korelasi dengan menggunakan analisis korelasi Pearson Product Moment untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara kepribadian ekstrovert dengan perilaku pembelian kompulsif.
HASIL PENELITIAN Uji Normalitas Hasil uji normalitas menunjukkan hasil yang dapat dilihat pada tabel 1 di bawah. Nilai signifikasi untuk variabel kepribadian ekstrovert adalah p = 0,305 (p>0,05). Nilai signifikasi perilaku pembelian kompulsif seperti yang ditampilkan pada tabel 1 adalah p = 0,200 (p>0,05). Kedua nilai signifikansi yang lebih besar dari 0,05 memberi arti bahwa data yang ada baik data kepribadian ekstrovert maupun perilaku pembelian kompulsif memiliki distribusi yang normal Tabel 1 Uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov Perilaku Kepribadian
Pembelian
Ekstrovert
Kompulsif
N Normal Parameters
a
Most Extreme Differences
80
80
Mean
64,5500
27,8625
Std. Deviation
7,93949
4,26865
Absolute
,108
,120
Positive
,069
,096
16 Negative
-,108
Kolmogorov-Smirnov Z
,969
Asymp. Sig. (2-tailed)
,305
-,120 1,073 ,200
a. Test distribution is Normal.
Uji Linearitas Hasil uji linearitas kepribadian ekstrovert dengan perilaku pembelian kompulsif dapat dilihat pada tabel 2 di bawah. Hubungan kepribadian ekstrovert dengan perilaku pembelian kompulsifterbukti memiliki sifat linear. Kesimpulan ini diambil dengan memperhatikan nilai F sebesar 0,988dengan nilai signifikasi sebesar 0,497 (p>0,05).
Tabel 2 Anova Sum of Squares Perilaku
Between
(Combined)
Pembelian
Groups
Linearity
Kompulsif
Deviation
*Kepribadian
from
Ekstrovert
Linearity
Mean Square
F
Sig.
1097,340
26
42,205
6,538 ,000
937,816
1
937,816
145,272 ,000
159,524
25
6,381 ,988
342,147
53
6,456
1439,487
79
Within Groups Total
df
,497
Analisis Deskriptif Kepribadian Ekstrovert Tabel 3 Kategorisasi Hasil Pengukuran Skala Kepribadian Ekstrovert
No 1.
Interval 97 ≤ x ≤ 115
Kategori Sangat Tinggi
F 0
(%) 0%
Mean
2.
78≤ x <97
Tinggi
3
3,75 %
3. 4. 5.
60 ≤ x <78 41≤ x < 60 23≤ x <41
Sedang Rendah Sangat Rendah
63 14 0
78,75% 64,550 17, 5% 0%
SD
7,93949
17
Jumlah
80
100 % Max = 82
Min = 45
Tabel di atas menunjukkan nilai rata-rata sebesar 64,5 di mana nilai ini masuk dalam kategori sedang. Namun demikian apabila dibandingkan, dapat dilihat bahwa sebagian mahasiswa
memiliki
kepribadian
ekstrovert
yang
rendahlebih
banyak
jumlahnya
dibandingkan mahasiswa yang memiliki kepribadian ekstrovert tinggi. Mereka yang memiliki kepribadian ekstrovert dengan nilai rendah (cenderung introvert) sebanyak 17,5%.
Perilaku Pembelian Kompulsif Tabel 4 Kategorisasi Hasil Pengukuran Skala Perilaku Pembelian Kompulsif No
Interval
Kategori
N
(%)
1.
42 ≤ x ≤ 50
SangatTinggi
0
0,0%
2.
34 ≤ x <42
Tinggi
7
8,75%
3.
26 ≤ x <34
Sedang
56 70%
4.
18 ≤ x <26
Rendah
16 20%
5.
10 ≤ x <18
SangatRendah
1
Jumlah
Mean
SD
27,8625 4,26865
1,25%
80 100 % Min = 16
Max = 36
Tabel di atas menunjukkan bahwa rata-rata nilai perilaku pembelian kompulsif mahasiswa berada pada kategori sedang dengan nilai rata-rata 27,86. Apabila dibandingkan antara yang memiliki perilaku pembelian kompulsif rendah dan tinggi maka kecenderungan mahasiswa memiliki perilaku pembelian kompulsif yang rendah dengan jumlah siswa sebanyak 16 mahasiswa. Di sisi lain siswa dengan kategori perilaku pembelian kompulsif tinggi hanya berjumlah 7 orang.
UjiKorelasi
18
Tabel 5 Correlations Kepribadian
Perilaku Pembelian
Ekstrovert Kepribadian Ekstrovert
Pearson Correlation
Kompulsif 1 ,807
Sig. (2-tailed)
,000
N Perilaku Pembelian Kompulsif
**
80
Pearson Correlation
,807
Sig. (2-tailed)
,000
**
N
80 1
80
80
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Berdasarkan hasil uji korelasi yang ditampilkan pada tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai korelasi antara kepribadian ekstrovert dengan perilaku pembelian kompulsif adalah sebesar 0,807 dan signifikansi sebesar 0,000 (p < 0,05). Hasil tersebut menunjukan adanya hubungan yang positif yang signifikan antara kepribadian ekstrovert dengan perilaku pembelian kompulsif.
PEMBAHASAN Hasil uji korelasi yang diperoleh menunjukkan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara kepribadian ekstrovert dengan perilaku pembelian kompulsif. Nilai yang positif dan signifikan memiliki arti bahwa semakin tinggi kepribadian ekstrovert mahasiswa maka semakin tinggi pula perilaku pembelian kompulsif yang ditunjukkannya.Hasil uji korelasi juga menunjukkan bahwa H0 ditolakdan H1 diterima. Artinya bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara kepribadian ekstrovert dengan perilaku pembelian kompulsif pada mahasiswa S1 Fakultas Psikologi UKSW. Berdasarkan hasil pengujian normalitas, nilai signiikansi untuk variable kepribadian ekstrovert adalah p=0,305 (p>0,05). Sedangkan nilai signifikansi perilaku pembelian kompulsif p=0,200 (p>0,05). Kedua nilai signifikansi yang lebih besar dari 0,05 memberi arti bahwa baik data kepribadian ektrovert maupun perilaku pembelian kompulsif memiliki distribusi normal.
19
Ada beberapa hal yang dapat menjadi alasan atau melatarbelakangi hubungan yang positif dan signifikan antara kepribadian ekstrovert dengan perilaku pembelian kompulsif. Pertama, pada umumnya mahasiswa psikologi memiliki kecenderungan kepribadian ekstrovert dengan ciri-ciri seperti aktif, bersosialisasi, ekspresif sehingga membuat mereka mempunyai keinginan untuk semakin berperilaku kompulsif secara moderat pula. Dari tabel demografi dapat disimpulkan bahwa 40% pria cenderung berperilaku kompulsif dibandingkan dengan wanita, sebanyak 60% lebih tinggi dari pria. Hal ini didukung oleh penelitian sebelumnya oleh Shahjehan et. al (2012) yang membuktikan bahwa usia dan gender turut mempengaruhi perilaku pembelian kompulsif. Hal ini dipertegas lagi oleh penelitian Dittmar (2005) menemukan bahwa wanita lebih rentan untuk melakukan perilaku pembelian kompulsif dibandingkan pria. Hal ini diduga karena wanita cenderung lebih memperhatikan penampilan dibandingkan pria pada umumnya. Orang-orang yang berkepribadian ekstrovert ingin memenuhi apa yang diinginkan atau yang diharapkan dari kondisi yang ada di luar dirinya (Sharp, 1987, h.51). Dengan demikian apabila dia tidak mampu melakukan hal tersebut maka ia akan mengalami stres. Stres ini akan menjadi penyebab ia melakukan perilaku pembelian kompulsif karena dengan pergi ke tempat yang ramai untuk berbelanja bagi mereka yang berkepribadian ekstrovert merupakan hal yang menyenangkan dan dapat membantu mengurangi stres mereka. Alasan kedua, kepribadian ekstrovert yang dimiliki mahasiswa psikologi dalam tatanan yang bersifat moderat kadang-kadang sulit dikendalikan oleh mereka sehingga dapat menimbulkan perilaku kompulsif dalam membeli produk. Pernyataan tersebut didukung oleh hasil penelitian yang menyatakan bahwa orang yang berkepribadian ekstrovert adalah orangorang yang suka berbelanja. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suliyanto & Wulandari (2012). Keduanya menemukan bahwa orang-orang yang berbelanja di distro adalah orang yang memiliki kepribadian ekstrovert dan menurut mereka hal ini
20
disebabkan orang bertipe ekstrovert lebih memperhatikan penampilan dibandingkan orangorang yang introvert. Dengan menggunakan logika berpikir ini maka masuk akal ketika orang yang berkepribadian ekstrovert mengalami stres mereka akan melakukan pembelian kompulsif dengan tujuan memperbaiki penampilan mereka dan membuat mereka merasa lebih baik (mengurangi stres). Nilai R Squared dari hasil uji korelasi antara kepribadian ekstrovert dengan perilaku pembelian kompulsif adalah sebesar 0,651. Nilai ini artinya bahwa 65,1% variasi atau perubahan pada perilaku pembelian kompulsif disebabkan oleh faktor kepribadian ekstrovert. 34,9% perubahan pada perilaku pembelian kompulsif disebabkan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa faktor kepribadian ekstrovert cukup berperan dalam perilaku pembelian kompulsif mahasiswa.
KESIMPULAN Penelitian ini menemukan bahwa berdasarkan analisis deskripsi, mahasiswa S1 Fakultas Psikologi UKSW memiliki kecenderungan kepribadian ekstrovert yang sedang ke rendah. Kecenderungan yang sedang ke rendah juga berlaku pada perilaku pembelian kompulsif mereka. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata dari kedua variabel baik kepribadian ekstrovert maupun perilaku pembelian kompulsif yang masuk dalam kategori sedang dan jumlah mahasiswa yang memiliki skor rendah lebih banyak apabila dibandingkan jumlah mahasiswa yang memiliki skor tinggi. Namun demikian berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa kepribadian ekstrovert mahasiswa S1 Fakultas Psikologi UKSW memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan perilaku pembelian kompulsif. Hal ini berarti semakin tinggi kepribadian ekstrovert para mahasiswa S1 Fakultas Psikologi UKSW maka akan semakin tinggi juga perilaku pembelian kompulsif mereka. Sebaliknya semakin rendah kepribadian ekstrovert mereka (cenderung introvert) maka akan semakin rendah pula
21
perilaku pembelian kompulsif yang mereka tunjukkan.
KETERBATASAN DAN KELEBIHAN PENELITIAN Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa S1 Fakultas Psikologi UKSW yang aktif kuliah ketika dilaksanakannya pengumpulan data tanpa membedakan gender, usia, besaran uang saku, dan variabel lainnya yang diduga memiliki pengaruh terhadap perilaku pembelian kompulsif mahasiswa. Oleh karena itu penelitian selanjutnya mengklasifikasikan sampel berdasarkan gender, usia,dan besaran uang saku yang diterima mahasiswasehingga dapat memperkaya hasil analisis. Penelitian mengenai hubungan antara kepribadian ekstrovert dengan perilaku pembelian kompulsif sejauh ini masih terbatas dilakukan di Indonesia sehingga penelitian ini dapat menjadi salah satu penelitian yang baik dan bermanfaat.
SARAN Implikasi dari penelitian mengenai hubungan kepribadian ekstrovert dengan perilaku pembelian kompulsif mahasiswa S1 Fakultas Psikologi UKSW memberikan beberapa implikasi.
1. Bagi Mahasiswa Psikologi Setiap mahasiswa psikologi diharapkan untuk dapat mengendalikan diri dalam bergaul, khususnya bagi mereka yang sangat suka untuk menjadi pusat perhatian dan berada di tengah-tengah keramaian. Hal seperti inni menunjukan kepribadian mereka yang cenderung ekstrovert. Keinginan seperti itu dapat mendorong mereka untuk melakukan pembelian kompulsif. Setiap mahasiswa psikologi diharapkan memiliki teman-teman yang dapat memberi dukungan ketik amembutuhkan pertimbangan-
22
pertimbangan untuk membeli suatu produk. Mereka diharapkan bisa saling diskusi ataupun sharing dan memberi info yang lebih selektif dalam mengambil keputusan agar lebih dapat mengendalikan perilaku kompulsif mereka. 2. Peneliti Selanjutnya Peneliti lain dapat menganalisis hubungan antara variabel psikologi lain dengan perilaku pembelian kompulsif selain kepribadian ekstrovert. Variabel lain yang dimaksud misalnya kepribadian Big Five, kecerdasan emosional, kecerdasan intelektual dan variabel lainnya terhadap perilaku pembelian kompulsif.
23
DAFTAR PUSTAKA
Alex, J & P. T. Raveendran. (2007). Compulsive buying behavior in Indian consumers and its impact on credit default- An emerging paradigm. International Marketing Conference on Marketing & Society, April, 545-562. Awais, M., R. Parkash, M. Rahman, U. Warraich. (2014). Vanity as A Mediator in Relationsh ip between Personality Traits and Compylsive Buying: An Empirical Investigation. Res earch Journal of Management Sciences,3 (11), 12-22. Bindah, E. V. & M. N. Othman. (2012). The Tantalizing Factors Associated with Compulsive Buying Among Young Adult Consumers. International Business and Management, 4( 2),16-27. Bracket, M. A., J. D. Mayer, & R. M. Warner. (2004). Emotional intelligence and its relation to everyday behavior. Personality and Individual Differences, 36, 1387-1402. Costa, P. T., R. R. (1992). NEO-PI-R Professional manual. Revised NEO Personality Invento ry (NEO-PI-R) and NEO Five Factor Inventory (NEO-FFI). Odessa, FL: Psychological Assessment Resources. D’Astous, A., J. Maltais, C. Roberge. (1990). Compulsive Buying Tendencies of Adolescent Consumers, Advances in Consumer Research 17, 306-312. Delafrooz, N, M. Taleghani, M. Farahzad. (2013). The effect of personality on compulsive bu ying and impulsive buying behavior. International Journal of Science Innovations and Discoveries,3(3), 413-422. Dittmar, H. (2005). A New Look at ‘Compulsive Buying’: Self-Discrepancies and Materialist ic Values as Predictors of Compulsive Buying Tendency. Journal of Social and Clinica lPsychology, 24(5), 832-859. Edwards, E. A. (1993). Development of A New Scale for Measuring Compulsive Buying Beh avior. Financial Counseling & Planning, 4, 67-84. Ergin, E. A. (2010). Compulsive buying behavior tendencies: The case of Turkish consumers. American Journal of Business Management, 4(3), 333-338. Eysenck, H. J. dan G. Wilson. (1980). Mengenal Diri Pribadi. Jakarta: ANS Sungguh Bersau dara. Fajrianthi, Z. Farrah. (2005). Strategi Perluasan Merek dan Loyalitas Konsumen. INSAN, 7 (3 ), 276-288. Guo, Z.& Y. Cai. (2011). Exploring the antecedents of compulsive buying tendency among adolescents in China and Thailand: A consumer socialization perspective. African Jour nal of Business Management, 5(2), 10198-10209.
24
Gupta, Shruti. (2013). A literature review of compulsive buying – a marketing perspective. Jo urnal of Applied Business and Economics, 14 (1), 43-48. Jacobs, George. (2014). Introverts can Succeed with Cooperative Learning. Parole, 4 (1), 8392. Jalees, T. (2007). Identifying Determinants of Compulsive Buying Behavior. Market Forces, 3 (2), 30-51. Jalees, T, Ume Amen, Qurat-ul-Ain Kazmi. (2014). A Structural Approach on Compulsive B uying Behavior. International Conference on Marketing Institute of Business Administr ation Karachi. Kareri, I. R. (2014). Compulsive Buying Behavior: The Effects of Pocket Money, Peer Accep tance, Money Retention, and its Impact on Borrowing Habit. Tesis Magister Manajeme n, Universitas Kristen Satya Wacana. Kidwell, B., D. M. Hardesty, & T. L. Childers. (2008). Consumer emotional intelligence: con ceptualization, measurement, and the prediction of consumer decision making. Journal of Consumer Research, 35, 154-166. Kushendrawati, S. M. (2006). Masyarakat Konsumen sebagai Ciptaan Kapitalisme Global: Fe nomena Budaya dalam Realitas Sosial. Makara, Sosial Humaniora, 10(2), 49-57. Kwon, Nahyun & Hana Song. (2011). Personality Traits, gender, and information competenc y among college students. Malaysian Journal of Library & Information Science, 16(1), 87-107. Larsen, R. J. & D. M. Buss. 2010. Personality Psychology: Domains of Knowledge About Hu man Nature. McGraw Hill Higher Education, ISBN 978-007-0164-99-4, London, Engla nd. Malik, M. E., M. M. Ghafoor, H. K. Iqbal, Q. Ali, H. Hunbal, M. Noman, & B. Ahmad. (201 3). Impact of Brand Image and Advertisement on Consumer Buying Behavior. World A pplied Sciences Journals, 23(1), 117-122. Man, V. W. (2012). Determinants of compulsive buying in adolescents and young adults in Macao: role of personality factors and stress. Thesis. Department of Psychology Univer sity of Macao Mayer, J. D., Caruso P., & Carusso D. R. (2004). Emotional intelligence: theory, findings, an d implications. Psychological Inquiry, 15(3), 197-215. McElroy, S., Keck, P., Pope, H., Smith, J., & Strakowski, S. (1994). Compulsive buying: a re port of 20 cases, Journal of Clinical Psychiatry, 55, 242-248. Mowen, John & Nancy Spears. (1999). Understanding compulsive buying among college stu dents: a hierarchical approach.Journal of Consumer Psychology, 8(4), 407-430. Quoquab, F., N. M.Yasin, & S. Banu. (2013). Compulsive Buying Behavior Among Young Malaysian Consumers. World Review of Business Research, 3, 141-154.
25
Ramsaran-Fowdar, R. R. & S. Fowdar. (2013). The Implications of Facebook Marketing for Organizations. Contemporary Management Research, 9(1), 73-84. Rizwan, M., M. A. Javed, M. T. Khan, M. T. Aslam, K. Anwar, S. Noor, W. Kanwal. (2013). The Impact of Promotional Tools on Consumer Buying Behavior : A Study from Pakis tan. Asian Journal of Empirical Research, 3(2), 118-134. Roberts, J.A. (1998). Compulsive buyingAmong College Students: An Investigation of Its A ccendents, Consequences, and Implications For Public Policy. The Journal of Consume r Affairs, 32(2), 295-319. Salovey, P. & J. D. Mayer. (1990). Emotional Intelligence. New Haven: Baywood Publishing Co., Inc. Santoso, Singgih & Fandy Tjiptono. 2001. Riset Pemasaran, Konsep dan Aplikasi dengan SP SS. Jakarta: PT. Alex Media Komputindo. Schutte, N. S., Malouff, J.M., Hall, L. E., Haggerty, D. J., Cooper, J. T., & Dornheim, L. (199 8). Development and validation of a measure of emotional intelligence.Personal and In dividual Differences, 25, 167-177. Shahjehan, A., J. A. Qureshi, F. Zeb & K. Saifullah. (2012). The Effect of Personality in Imp ulsive and Compulsive Buying Behaviors. African Journal of Business Management, 6, 2187-2194. Sharma, V, K. Narang, G. Rajender, & M. S. Bhatia. (2009). Shopaholism (compulsive buyin g) – a new entity. Delhi Psychiatry Journal, 12(1), 110-113. Sharp, Daryl. (1987). Personality Types: Jung’s Model of Typology. Canada: Thistle Printing Company Ltd. Sugiyono. (2011). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Suliyanto & Siti Z. W. (2012) Orientasi Berbelanja Pakaian di Distro. Trikonomika, 11 (1), 4 0-48. Sunil, K. & Rooprai K. Y. (2009). Role of emotional intelligence in managing stress and anxi ety at workplace. Proceedings of ASBBS, 16 (1). Valence, G., A. d’Astous, & L. Fortier. (1988). Compulsive Buying: concept and measureme nt, Journal of Consumer Policy, 11, 419-433. Workman, L. & D. Paper. (2010). Compulsive Buying: A Theoretical Framework. The Journ al of Business Inquiry, 9, 89-126.