83
REMEDIASI PENCEMARAN PLUMBUM PADA TANAH PERTANIAN: EFEKTIVITAS INAKTIVASI IN SITU MENGGUNAKAN AMELIORAN DAN PUPUK PADA DOSIS RASIONAL UNTUK BUDIDAYA TANAMAN
Abstrak Tanah-tanah pertanian di sekitar kawasan perkotaan dan industri rentan terhadap pencemaran logam berat. Inaktivasi in situ, suatu metode remediasi tanah tercemar logam berat menggunakan bahan kimia yang murah untuk menurunkan kelarutan pencemar tanpa tindakan ekskavasi, telah diuji pada satu tanah pertanian yang dicemari plumbum (Pb). Penelitian ini bertujuan mengevaluasi tindakan ameliorasi dan pemupukan, yang umumnya diterapkan dalam budidaya tanaman, dari segi efektivitasnya menurunkan kadar Pb tanah terekstrak dan kadar Pb tanaman menggunakan tomat sebagai tanaman uji. Percobaan rumah kaca selama 100 hari telah dilakukan dalam rancangan acak lengkap dengan perlakuan yang terdiri atas tiga taraf dosis rasional amelioran dan pupuk (DRAP) [0, 50, 100%] dan empat taraf pengkayaan kadar Pb tanah [0, 187.5, 375, 750 mg Pb.kg-1 tanah, menggunakan Pb(CH3COOH)2.3H2O] dengan tiga ulangan. Taraf 100% DRAP yang diaplikasikan adalah: 4 ton.ha-1 dolomit, 30 ton.ha-1 pupuk kandang sapi, 150 kg.ha-1 N (½ Urea + ½ ZA), 150 kg.ha-1 P2O5 (SP-36) dan 100 kg.ha-1 K2O (KCl). Dibandingkan dengan tanah kontrol, penurunan yang nyata pada kadar Pb tanah terekstrak (PbNH4OAc-EDTA) [dari 11.57 ke 5.78 mg.kg-1, 50%] pada tanah tanpa perlakuan pengkayaan Pb dan Pb tajuk tanaman (Pbtt) [dari 47.57 ke 36.24 µg.g-1, 24%] terukur pada perlakuan 100% DRAP. Hal ini mengindikasikan terjadinya inaktivasi in situ terhadap Pb tanah dan fenomena serapan unsur secara selektif oleh tanaman. Analisis regresi linier berganda yang melibatkan keseluruhan 36 pasangan data menghasilkan persamaan: (1) PbNH4OAc-EDTA tanah = – 0.093 PBray#1 – 0.185 Mgdd + 0.900 Pbaqua regia (R2 = 0.928), dan (2) Pbtt = – 0.039 BKtt + 0.093 Ktt – 0.120 Ptt + 0.324 Stt – 0.528 Mgtt (R2 = 0.301). Hasil ini menunjukkan prospek tindakan ameliorasi dan pemupukan yang tepat untuk direkomendasikan sebagai strategi remediasi pencemaran Pb yang praktis dan murah untuk tanahtanah pertanian. Katakunci: Amelioran, inaktivasi in situ, plumbum, pupuk, tanah pertanian.
84
Remediation of Plumbum Pollution in an Arable Soil: Efficacy of In Situ Inactivation Technique Using Ameliorants and Fertilizers at Rationale Dosage for Crop Cultivation
Abstract Arable soils located in the vicinity of urban and industrial area are considered vulnerable to heavy metals pollution. In situ inactivation, a remediation method that used inexpensive chemicals without excavation work to reduce heavy metal pollutant solubility in polluted soil, was examined on a Pb-spiked arable soil. The study was aimed at to investigate the effectiveness of ameliorants and fertilizers, normally recommended for crop cultivation, from the point of view to reduce soil Pb extractability and plant Pb concentration using tomato as the test plant. A 100-day greenhouse experiment in completely randomized design with treatments that consisting triplicate of three rates of rationale dosage of ameliorants and fertilizers (RDAF) [0, 50, 100%] and four levels of soil Pb spike [0, 187.5, 375, 750 mg Pb.kg-1 soil, using 3PbSO4.8H2O] was conducted. The 100% rate of RDAF applied was: 4 ton.ha-1 dolomite, 30 ton.ha-1 cowdung, 150 kg.ha-1 N (½ Urea + ½ Ammonium Sulfate), 150 kg.ha-1 P2O5 (SP-36) and 100 kg.ha-1 K2O (KCl). Significant reductions in soil extractable Pb (PbNH4OAc-EDTA) [from 11.57 to 5.78 mg.kg-1, 50%] especially in unspiked Pb-soil and plant shoots-Pb (Pbps) [from 47.57 to 36.24 µg.g-1, 24%] were measured at 100% RDAF treatment as compared to the control soil. This indicates the occurrence of an in situ soil Pb inactivation and plant element selective-uptake phenomenon. Linear multiple regression analysis that incorporating all 36 data pairs resulted in the following equations: (1) soil PbNH4OAc-EDTA = – 0.093 PBray#1 – 0.185 exch.-Mg + 0.900 Pbaqua 2 regia (R = 0.928), and (2) Pbps = – 0.039 DMYps + 0.093 Kps – 0.120 Pps + 0.324 Sps – 0.528 Mgps (R2 = 0.301; DMY = dry matter yield). These results suggest that a proper amelioration and fertilization program may be prospective to be recommended as a low-cost Pb pollution remediation strategy for arable soils. Keywords: Ameliorants, arable soil, plumbum, fertilizers, in situ inactivation.
85
Pendahuluan Plumbum (Pb) merupakan salah satu logam berat pencemar lingkungan yang tidak memiliki fungsi hayati (Kabata-Pendias & Pendias 2001), namun tanaman dapat mengakumulasikannya dalam kadar tinggi tanpa perubahan keragaan yang nyata (Islam et al. 2007) sehingga lebih berisiko bagi kesehatan, khususnya kelompok vegetarian. Fitotoksisitas Pb dapat menyebabkan tanaman kerdil dan mati dengan gejala dan mekanisme terganggunya mitosis, penurunan aktivitas enzim dan fotosintesis, serta terhambatnya pertumbuhan akar dan klorosis (Liu et al. 2000). Pada tubuh manusia, akumulasi Pb dalam kadar rendah secara kronis dapat mengakibatkan gangguan kognitif dan konsentrasi pada anakanak (Badawy et al. 2002). Dampak lingkungan dari pencemaran Pb berkenaan dengan reaktivitas, kelarutan dan mobilitasnya dalam tanah. Kimia Pb dalam tanah dan keterserapannya bagi tanaman diatur oleh reaksi-reaksi: (i) adsorpsi non-spesifik atau pertukaran kation yang bersifat dapat-balik, dan (ii) adsorpsi spesifik atau chemisorption akibat reaksi pengompleksan permukaan yang hampir bersifat tak dapat-balik yang terdiri atas pembentukan ikatan kovalen, presipitasi, kopresipitasi dan pembentukan kompleks ion atau khelat yang relatif stabil dengan koloid organik (Appel et al. 2003; Badawy et al. 2002; Davies 1995; Gomes et al. 2001). Reaksi-reaksi ini dipengaruhi oleh pH, kapasitas tukar kation (KTK), kadar bahan organik dan liat, mineralogi liat, serta keberadaan ion logam lainnya (Brown et al. 2003; Jin et al. 2005; Lindsay 2001, Sauvé et al. 2000; Strawn & Sparks 2000). Selain tanah di kawasan penambangan dan industri logam, tanah pertanian di kawasan perkotaan dan industri lainnya juga rentan terhadap pencemaran Pb antropogenik. Sumber utamanya antara lain: (i) emisi industri metalurgi, batubara, karet dan plastik, (ii) emisi sisa oksidasi bahan bakar minyak (BBM) dengan aditif anti-letupan tetraethyl- dan tetramethyl-Pb, serta (iii) abrasi ban kendaraan sebagai sumber tak-teridentifikasi (non-point source), dan (iv) pembuangan limbah seperti aki dan cat, serta (v) aplikasi pupuk, insektisida inorganik dan biosolid (padatan hasil-samping proses pengolahan limbah cair) yang mengandung Pb sebagai sumber teridentifikasi (point source) (Bilos et al. 2001; Davies 1995).
86
Dalam tanah, Pb dijumpai sebagai fraksi dalam larutan tanah, permukaan adsorpsi kompleks pertukaran liat-humus, terpresipitasi, oksida Fe dan Mn sekunder, karbonat, khelat organik dan dalam kisi-kisi mineral liat silikat (Davies 1995). Dua fraksi pertama dianggap paling mudah diserap tanaman dan dikenal sebagai fraksi aktif (Sudadi 1994). Metode remediasi yang diterapkan pada tanah tercemar logam berat umumnya berbasis teknik kimia dan rekayasa sipil, diantaranya soil washing, ashing, and replacement (Hong et al. 2002; Tokunaga & Hakuta 2002) dan teknik elektrokinetik (Virkutyte et al. 2002). Teknik-teknik ini bersifat ex situ, kurang ramah lingkungan dan mahal karena memerlukan pekerjaan pemindahan (excavation) lapisan tanah yang tercemar untuk ditimbun (landfilling) di fasilitas landfill, penimbunan kembali dengan tanah tak terkontaminasi (backfilling) dan dilanjutkan dengan revegetasi (Berti & Cunningham 1997). Lepp & Modejón (2007) mengusulkan revegetasi dengan pohon kayu adaptif (metallophytes) sebagai teknik remediasi tanah tercemar logam berat tanpa tindakan excavation-landfillingbackfilling, namun teknik ini tetap mahal dan hanya sesuai untuk lokasi dengan nilai sewa lahan (land rent) yang rendah. Salah satu metode alternatif yang murah dan lebih ramah lingkungan tetapi tetap efektif dan dapat diterapkan pada tanah pertanian dan permukiman adalah teknik inaktivasi in situ. Teknik ini merujuk pada penggunaan amelioran yang memiliki kapasitas tinggi untuk meningkatkan sorpsi tanah terhadap logam berat (Vangronsveld & Cunningham 1998; Oste et al. 2002). Meskipun tidak menurunkan kadar totalnya, melalui mekanisme sorpsi aplikasi bahan-bahan tersebut akan mengubah fraksi aktif kation logam berat pencemar menjadi fraksi yang secara geokimia lebih stabil, sehingga menurunkan kelarutan dan toksisitasnya (Adriano et al. 2004; Hettiarachchi et al. 2001). Proses desorpsi mungkin terjadi, namun dibutuhkan energi aktivasi yang jauh lebih besar daripada untuk sorpsi, sehingga laju desorpsi pada suhu tanah yang normal akan jauh lebih lambat daripada laju sorpsi (McBride 1989). Selain itu, aplikasi beragam amelioran dapat meningkatkan pertumbuhan vegetasi, mempertahankan populasi dan keragaman mikrob, serta menurunkan pengalihan logam berat ke air tanah (Adriano et al. 2004).
87
Berbagai bahan telah diteliti efektivitasnya untuk menginaktivasi Pb secara in situ pada tanah-tanah tercemar berat, antara lain hidroksiapatit (Boisson et al. 1999; Geebelen et al. 2002), zeolit alam (Moirou et al. 2001), bentonit, Mn oksida dan terak baja (Brown et al. 2004; Cheng & Hseu 2002; Geebelen et al. 2002, 2003; Hettiarachchi & Pierzynski 2002), batuan fosfat alam dan kapur (Basta et al. 2001; Brown et al. 2005; Geebelen et al. 2002, 2003; Hettiarachchi & Pierzynski 2002; Ma et al. 1995), pupuk asam fosfat (H3PO4), diammonium phosphate (DAP) dan triple superphosphate (TSP) (Brown et al. 2004, 2005, 2007; Hettiarachchi & Pierzynski 2002; Hettiarachchi et al. 2001; McGowen et al. 2001; Scheckel & Ryan 2004), serta bahan organik dan biosolid (Basta et al. 2001; Brown et al. 2003, 2004, 2005, 2007; Geebelen et al. 2002). Namun, karena tingkat pencemaran yang diremediasi sangat tinggi maka dosis bahan yang dicobakan juga sangat tinggi, sehingga tidak rasional untuk diaplikasikan pada tanah pertanian. Misalnya, diperlukan >5 ton.ha-1 P + 10 ton.ha-1 mineral MnO2 untuk meremediasi tanah tercemar hingga 3,291 mg Pb.kg-1 dan menurunkan kadar fraksi aktifnya hingga 50% (Hettiarachchi & Pierzynski 2002). Salah satu mekanisme toleransi tanaman terhadap pencemaran logam berat adalah melalui selektivitas serapan ion (Kabata-Pendias & Pendias 2001; Salt et al. 1997). Jika terlanjur terserap, tanaman akan segera menyintesis phytochelatin dari glutathione untuk mendetoksifikasi logam berat dengan membentuk kompleks logam-thiol di dalam cytosol yang kemudian dialihkan menembus membran tonoplast dan disekuestrasi di dalam vakuola sel (Maier et al. 2003). Dari segi budidaya tanaman, keberhasilan upaya remediasi pencemaran logam berat dapat didasarkan pada terjadinya penurunan kadarnya dalam jaringan tanaman akibat: (i) penurunan kadar fraksi aktif logam berat dalam media tumbuh, atau (ii) peningkatan selektivitas tanaman dalam menyerap ion dari media tumbuh, atau (iii) kombinasi keduanya (Alloway 1995). Berdasarkan latar belakang di atas, telah dilakukan percobaan rumah kaca dengan tujuan mengevaluasi efektivitas tindakan inaktivasi pencemaran Pb secara in situ pada tanah pertanian menggunakan amelioran dan pupuk pada tingkat dosis yang rasional untuk budidaya tanaman dari segi kapasitasnya menurunkan kadar fraksi aktif Pb dalam tanah dan kadar Pb dalam jaringan tanaman.
88
Bahan dan Metode
Bahan Tanah, Tanaman, Amelioran dan Pupuk Contoh tanah komposit Aluvial Coklat Kekuningan (Fluventic Eutrudept) berbahan induk aluvium dari napal, batukapur dan batuliat (Lembaga Penelitian Tanah 1979) diambil pada lapisan 0-20 cm di lahan pertanian di kawasan industri Cileungsi (Desa Gunung Putri, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor). Beberapa sifat fisika dan kimia tanah awal menurut kriteria Landon (1984) adalah sebagai berikut: tekstur tergolong liat [pasir 9.03%, debu 38.52%, liat 52.45%], pHH2O (1:1) agak masam [6.30], Corganik rendah [2.37%], NKjeldahl sangat rendah [0.09%], PBray#1 rendah [11.82 mg.kg-1], basa-basa K-, Ca- dan Mg-dapat dipertukarkan (Kdd, Cadd dan Mgdd) ketiganya tergolong sedang [0.20, 3.87 dan 0.65 cmolc.kg-1] dan KTK rendah [9.53 cmolc.kg-1]. Kadar Pbaqua regia [60.37 mg.kg-1] menurut prosedur Lacatusu (2000) menunjukkan tingkat kontaminasi berat dengan nilai indeks c/p 0.57. Tanaman uji yang digunakan adalah tomat dataran rendah (Lycopersicon esculentum M.) varietas Mutiara. Benih diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa), Lembang. Untuk perlakuan ameliorasi dan pemupukan digunakan kapur dolomit (CaMgCO3), pupuk kandang (pukan) sapi, Urea, ZA, SP-36 dan KCl. Dolomit dan pukan sapi yang digunakan masing-masing mengandung 40.12 dan 19.03 mg Pb.kg-1, sedangkan kadar Pb dalam pupuk Urea, ZA, SP-36 dan KCl yang digunakan tidak terukur.
Untuk pengkayaan kadar Pb tanah
digunakan Pb-asetat [Pb(CH3COOH)2.3H2O] (p.a. Merck).
Pelaksanaan Percobaan Rumahkaca Percobaan dilaksanakan di rumah kaca pada Maret sampai Juli 2005 dan dilanjutkan dengan analisis tanah dan tanaman di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB. Percobaan dilakukan menurut Rancangan Acak Lengkap dengan 2 faktor dan 3 ulangan, yaitu 3 taraf perlakuan ameliorasi dan pemupukan [0, 50 dan 100% dosis rasional amelioran dan pupuk] dan 4 taraf perlakuan pengkayaan kadar Pb tanah [0, 187.5, 375 dan 750 mg Pb.kg-1]. Dosis rasional amelioran dan pupuk (DRAP) pada taraf 100%,
89
didasarkan pada rekomendasi hasil penelitian Balitsa Lembang untuk budidaya tomat dataran rendah (Nurtika 1992; Nurtika & Sumarna 1992; Nurtika & Sumarni 1992; Nurtika & Suwandi 1992; Sahat 1989), yang diaplikasikan adalah: 4 ton.ha-1 dolomit, 30 ton.ha-1 pukan sapi, 150 kg.ha-1 N (½ Urea + ½ ZA), 150 kg.ha-1 P2O5 (SP-36) dan 100 kg.ha-1 K2O (KCl). Pada hari pertama, tanah setara 5 kg berat kering mutlak 105 oC (BKM) dalam polybag diperkaya dengan larutan Pb sesuai taraf perlakuan berdasarkan BKM tanah dan diinkubasikan selama 7 hari. Pada hari ke-8, tanah dikeluarkan dari polybag, dicampur merata dengan dolomit dan pukan sapi sesuai taraf perlakuan berdasarkan BKM tanah, kemudian dipindahkan lagi ke polybag, dimasukkan ke pot dan diinkubasikan selama 4 minggu. Selanjutnya pupuk P serta ½ dosis pupuk N dan K diaplikasikan sesuai taraf perlakuan berdasarkan populasi tanaman [40,000 tanaman.ha-1], kemudian tanah diinkubasikan lagi selama dua hari dan satu bibit tomat umur semai 3 minggu ditanam ke setiap pot. Pada umur 30 hari setelah tanam (HST), ½ dosis pupuk N dan K sisanya diaplikasikan sesuai taraf perlakuan.
Selama percobaan, kadar air tanah dipertahankan mendekati
kapasitas lapang dengan menambahkan kekurangan air menggunakan aquadest dengan cara penimbangan. Pada umur 100 HST dilakukan pemotongan tajuk (batang dan daun) tanaman pada posisi 1 cm di atas permukaan tanah dan pangkal tajuk tanaman dibersihkan dengan aquadest. Contoh tanaman dioven [60 oC] hingga bobotnya konstan, dicatat sebagai bobot kering tajuk (BKtt) dan selanjutnya dihaluskan untuk bahan analisis. Tanah dikering-udarakan, dihaluskan dan disaring menggunakan saringan nylon berdiameter 0.5 mm untuk bahan analisis tanah.
Analisis Tanah dan Jaringan Tanaman Analisis tanah dilakukan terhadap pHH2O (1:1, pH-meter), Corganik (Walkley & Black), NKjeldahl, PBray#1, Kdd, Cadd, Mgdd dan KTK (N NH4OAc pH 7.0), fraksi aktif Pb (PbNH4OAc-EDTA) menggunakan pengekstrak 0.5 M NH4OAc + 0.02 M EDTA pH 4.65 (Larkanen dan Erviö 1971 diacu dalam Kiekens 1995) dan kadar pseudo total Pb (Pbaqua
regia)
menggunakan pengekstrak aqua regia (7.5:2.5, v/v,
90
HCl:HNO3) (Ure 1995). Kadar Pb terekstrak diukur dengan atomic absorption spectrophotometer (AAS, Perkin Elmer 1100 B). Analisis kadar unsur dalam tajuk tanaman dilakukan dengan metode pengabuan kering dan destruksi dengan M HNO3 untuk Pb (Pbtt), destruksi dengan 0.2 M HNO3 untuk P (Ptt), K (Ktt), Ca (Catt) dan Mg (Mgtt), serta pengabuan basah untuk N (Ntt) menggunakan metode Kjeldahl dan S (Stt) menggunakan Mg(NO3)2 + HCl. Kadar Pbtt, Catt dan Mgtt diukur dengan AAS; Ptt dan Stt dengan spectrophotometer dan Ktt dengan flamephotometer.
Analisis Data Pengaruh perlakuan dievaluasi berdasarkan analisis ragam dan uji berganda Duncan (Duncan Multiple Range Test, DMRT) menggunakan perangkat lunak SPSS versi 13.5 terhadap parameter tanah dan tanaman. Analisis regresi linier berganda juga dilakukan untuk mengevaluasi hubungan dan pertautan antar paramater tanah dan tanaman.
Hasil dan Pembahasan
Pengaruh Teknik Inaktivasi In Situ terhadap PbNH4OAc-EDTA dan Pbtt Tabel 14 menunjukkan bahwa perlakuan ameliorasi dan pemupukan sebagai aplikasi teknik inaktivasi in situ berpengaruh nyata (p <0.05) terhadap kadar PbNH4OAc-EDTA tanah serta berpengaruh sangat nyata (p <0.01) terhadap BKtt dan Pbtt. Perlakuan pengkayaan kadar Pb tanah berpengaruh sangat nyata terhadap PbNH4OAc-EDTA, BKtt dan Pbtt. Interaksi kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap ketiga parameter tersebut. Pada taraf 100% DRAP (dosis rasional amelioran dan pupuk) terukur penurunan yang sangat nyata pada kadar Pbtt [dari 47.57 ke 36.24 µg.g-1, 24%], meskipun kadar PbNH4OAc-EDTA meningkat 11% dari 84.71 ke 94.40 mg.kg-1 (p >0.05) dibandingkan kontrol (0% DRAP). Namun, pada tanah tanpa perlakuan pengkayaan Pb, aplikasi 100% DRAP menurunkan 50% kadar PbNH4OAc-EDTA dari 11.57 ke 5.78 mg.kg-1 dibandingkan kontrol. Artinya, efek inaktivasi in situ terhadap fraksi aktif Pb tanah hanya efektif pada tanah tanpa perlakuan
91
pengkayaan Pb. Hal ini berkenaan dengan meningkatnya jumlah tapak dan kapasitas sorpsi terhadap Pb pada fase padatan tanah akibat meningkatnya pH [dari 6.6 ke 7.8], Corganik [dari 1.20 ke 2.30%] dan KTK [dari 16.22 ke 19.31 cmolc.kg-1] tanah (Alloway 1995c; Holm et al. 2003; Gomes et al. 2001; Sauvé et al. 2000), terutama akibat ameliorasi dolomit dan pukan sapi. Tabel 14 Pengaruh inaktivasi in situ dari ameliorasi dan pemupukan pada taraf 0, 50 dan 100% dosis rasional amelioran dan pupuk (DRAP) untuk budidaya tanaman uji tomat pada tanah diperkaya dengan Pb terhadap kadar PbNH4OAc-EDTA tanah, bobot kering tajuk (BKtt) dan kadar Pb tajuk (Pbtt) Ameliorasi dan Pemupukan
0
% DRAP #
Perlakuan Pb (mg.kg-1) 187.5 375 750
Rataan †
Kadar PbNH4Oac-EDTA tanah mg.kg-1 ___________________________________________
__________________________________________
0 50 100 Rataan †
11.57 ## 9.26 5.78 8.87 D
44.51 58.12 45.46 49.36 C
79.61 124.41 111.74 105.25 B
203.13 234.73 214.62 217.49 A
84.71 b 106.63 a 94.40 ab
Bobot kering tajuk tomat (BKtt) g.pot-1 ___________________________________________
____________________________________________
0 50 100 Rataan
9.25 38.88 38.62 28.92 B
11.36 45.69 53.30 36.78 A
8.95 42.25 46.17 32.46 AB
7.47 32.65 44.67 28.26 A
9.26 c 39.87 b 45.69 a
Kadar Pb tajuk tomat (Pbtt) µg.g-1 ___________________________________________
_____________________________________________
0 50 100 Rataan
23.99 22.98 20.66 22.54 C
29.99 25.66 23.33 26.33 C
57.66 51.00 48.99 52.55 B
78.65 77.98 51.99 69.54 A
47.57 a 44.41 a 36.24 b
Keterangan: # 100% DRAP (dosis rasional amelioran dan pupuk) untuk budidaya tomat komersial di lahan kering dataran rendah: 4 ton.ha-1 dolomit, 30 ton.ha-1 pukan sapi, 150 kg.ha-1 N (½ Urea + ½ ZA), 150 kg.ha-1 P2O5 (SP-36) dan 100 kg.ha-1 K2O (KCl) (Nurtika 1992; Nurtika & Sumarna 1992; Nurtika & Sumarni 1992; Nurtika & Suwandi 1992; Sahat 1989). ## Rataan dari 3 ulangan † Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom atau baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf α= 0.05 (DMRT)
Perlakuan pemupukan N, P dan K secara simultan juga diduga turut berperan dalam menurunkan kadar Pbtt terutama melalui efek pengenceran (dillution
92
effect) akibat meningkatnya secara linier bobot kering tajuk tanaman dengan meningkatnya taraf perlakuan ameliorasi dan pemupukan hingga 100% DRAP. Ameliorasi bahan organik dapat menginaktivasi Pb melalui pembentukan kompleks khelat organik dengan Pb tanah (Geebelen et al. 2002). Sebaliknya, pembentukan asam organik dengan bobot molekul rendah hasil degradasi bahan organik dapat meningkatkan kelarutan Pb tanah, seperti ditunjukkan oleh korelasi positif antara kadar bahan organik dengan kadar PbCaCl2 dan persentasenya terhadap kadar total Pb tanah perkebunan teh di China (Jin et al. 2005). Ameliorasi biosolid berkapur pada tanah tercemar emisi industri peleburan logam dilaporkan menurunkan kadar Pb selada (Basta et al. 2001). Dari percobaan pencucian kolom tanah, perlakuan DAP setara 460 mg P. kg-1 tanah atau 920 kg P.ha-1 dilaporkan menurunkan 52% kadar Pb [dari 14.9 ke 7.1 mg.kg-1] dalam efluen melalui terbentuknya presipitat Pb-fosfat tak-larut (mineral piromorfit [Pb5(PO4)3Cl,OH,F]) (McGowen 2001). Aplikasi teknik inaktivasi in situ menggunakan 1% TSP pada tanah tercemar berat oleh Pb dengan masa inkubasi 32 bulan meningkatkan kadar piromorfit dari 0% pada tanah kontrol menjadi hingga 41% dari kadar Pb total tanah (Scheckel & Ryan 2004). Ameliorasi P dalam bentuk hidroksiapatit dilaporkan menurunkan kadar Pb dalam tajuk Sorghum bicolor (L.) dari 170 menjadi 3 mg.kg-1 (Laperche et al. 1997].
Hubungan antara PbNH4OAc-EDTA dengan Pbaqua regia, pHH2O, Corganik, NKjeldahl, PBray#1, Cadd, Mgdd, Kdd dan KTK tanah Gambar 8 menunjukkan bahwa penurunan PbNH4OAc-EDTA akibat efek inaktivasi in situ dari perlakuan ameliorasi dan pemupukan seiring dengan penurunan Pbaqua regia serta peningkatan pHH2O, Corganik, NKjeldahl, PBray#1, Cadd, Mgdd, Kdd dan KTK, terutama pada perlakuan tanpa pengkayaan Pb tanah. Namun, berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda antara PbNH4OAc-EDTA sebagai peubah takbebas dengan Pbaqua regia, pHH2O, Corganik, NKjeldahl, PBray#1, Cadd, Mgdd, Kdd dan KTK tanah (Lampiran 8) sebagai peubah bebas secara simultan diperoleh persamaan terbaik (best-fit model) sebagai berikut: PbNH4OAc-EDTA = – 0.093 PBray#1 – 0.185 Mgdd + 0.900 Pbaqua regia (R2 = 0.928; n = 36)
[5]
93
Nilai SIfat Kimia Tanah
80
Tanpa Perlakuan Pb *
60 40 20
*
0 80
Perlakuan 187.5 mg kg-1 Pb
60 40 20 0 80
Perlakuan 375 mg kg-1 Pb
60 40 20 0 80
Perlakuan 750 mg kg-1 Pb
60 40 20 0 PbNH4OAcEDTA (mg/kg) ÷10
Pb-aqua pH H2O 1:1 C-organik N-Kjeldahl P-Bray#1 Ca-dd Mg-dd regia (%) x5 (%) x100 (mg/kg) (cmolc/kg) (cmol/kg) (mg/kg) ÷10
K-dd (cmol/kg) X10
KTK (cmol/kg)
Tanpa Amelioran dan Pupuk 50% DRAP 100% DRAP
Gambar 8
Pengaruh inaktivasi in situ dari ameliorasi dan pemupukan pada taraf 0. 50 dan 100% dosis rasional amelioran dan pupuk (DRAP) untuk budidaya tanaman uji tomat pada tanah diperkaya dengan Pb terhadap kadar PbNH4OAc-EDTA, Pbaqua regia, pHH2O, Corganik, NKjeldahl, PBray#1, Cadd, Mgdd, Kdd dan KTK tanah. (* nilai asli, tidak dibagi 10)
94
Persamaan [5] menunjukkan bahwa peningkatan kadar PBray#1 dan Mgdd menurunkan PbNH4OAc-EDTA, sedangkan peningkatan Pbaqua
regia
meningkatkan
PbNH4OAc-EDTA. Hal pertama mengindikasikan peranan pengaruh simultan dari perlakuan ameliorasi dan pemupukan dalam meningkatkan jumlah dan kapasitas sorpsi terhadap Pb pada fase padatan tanah seperti yang diharapkan dari penerapan teknik inaktivasi in situ, terutama melalui pembentukan mineral fosfat tak larut piromorfit dan persaingan terhadap tapak sorpsi antar kation divalen Mg dan Pb, sehingga peningkatan kadar PBray#1 dan Mgdd seiring dengan penurunan kadar fraksi aktif PbNH4OAc-EDTA. Hal kedua berkenaan dengan pengkayaan kadar Pb tanah menggunakan garam 3PbSO4..8H2O yang bersifat mudah larut, adanya kandungan Pb pada dolomit dan pukan sapi yang digunakan serta terbentuknya kompleks Pb-organik yang larut akibat ameliorasi pukan sapi hingga 30 ton.ha-1 sehingga terekstrak dan terukur sebagai PbNH4OAc-EDTA. Hubungan antara Pbtt dengan Ntt, Ptt, Stt, Ktt, Catt dan Mgtt Gambar 9 menunjukkan bahwa penurunan kadar Pbtt akibat perlakuan ameliorasi dan pemupukan seiring dengan peningkatan kadar Ntt, Ptt, Stt, Ktt, Catt dan Mgtt, terutama pada taraf perlakuan pengkayaan kadar Pb tanah yang rendah. Penurunan kadar Pbtt pada perlakuan 50% DRAP lebih berkenaan dengan terjadinya efek pengenceran (dillution effect) akibat meningkatnya BKtt. Namun, pada taraf 100% DRAP, penurunan kadar Pbtt seiring dengan menurunnya BKtt dan PbNH4Oac-EDTA, terutama pada tanah tanpa perlakuan pengkayaan Pb. Hal ini lebih mengindikasikan terjadinya efek inaktivasi in situ Pb tanah dan selektivitas serapan ion oleh tanaman akibat perlakuan ameliorasi dan pemupukan daripada efek pengenceran. Berdasarkan analisis regresi linier berganda antara kadar Pbtt sebagai peubah tak-bebas dengan kadar Ntt, Ptt, Stt, Ktt, Catt dan Mgtt (Lampiran 9) sebagai peubah bebas diperoleh persamaan berikut: Pbtt = – 0.039 BKtt + 0.093 Ktt – 0.120 Ptt + 0.324 Stt – 0.528 Mgtt (R2 = 0.301; n = 36)
[6]
95
80
Tanpa Perlakuan Pb
60 40 20 0
Bobot kering tajuk Tomat (g pot-1) Kadar Pb tajuk Tomat (µg g-1) Kadar hara tajuk Tomat (mg g-1)
80
Perlakuan 187.5 mg kg-1 Pb
60 40 20 0
80
Perlakuan 375 mg kg-1 Pb
60 40 20 0
80
Perlakuan 750 mg kg-1 Pb
60 40 20 0 Bobot Kering
Pb
N
P
Tanpa Amelioran dan Pupuk
Gambar 9
K
S
50% DRAP
Ca
Mg
100% DRAP
Pengaruh inaktivasi in situ dari ameliorasi dan pemupukan pada taraf 0. 50 dan 100% dosis rasional amelioran dan pupuk (DRAP) untuk budidaya tanaman uji tomat pada tanah diperkaya dengan Pb terhadap bobot kering tajuk serta kadar Pb, N, P, K, S, Ca dan Mg tajuk tomat.
Persamaan [6] menunjukkan bahwa penurunan kadar Pbtt berkenaan dengan peningkatan BKtt, Ptt dan Mgtt, serta penurunan Ktt dan Stt. Hal ini juga memberikan indikasi terjadinya selektivitas serapan ion sebagai salah satu mekanisme toleransi tanaman terhadap pencemaran logam berat (Kabata-Pendias &
96
Pendias 2001). Sesuai dengan kriteria Alloway (1995b), kombinasi penurunan kadar Pbtt secara sangat nyata dan penurunan kadar PbNH4Oac-EDTA terutama pada tanah tanpa perlakuan pengkayaan Pb yang terukur dalam percobaan ini menunjukkan prospek dari perlakuan ameliorasi dan pemupukan pada dosis rasional untuk budidaya tanaman dalam menginaktivasi secara in situ pencemaran Pb pada tanah pertanian.
Kesimpulan 1.
Ameliorasi dan pemupukan pada taraf 100% DRAP menurunkan secara sangat nyata kadar PbNH4OAc-EDTA pada tanah tanpa perlakuan pengkayaan Pb dan Pbtt masing-masing sebesar 50 dan 24% dibandingkan dengan kontrol.
2.
Penurunan PbNH4OAc-EDTA berkenaan dengan peningkatan Mgdd dan PBray#1 serta penurunan Pbaqua regia.
3.
Penurunan Pbtt berkenaan dengan peningkatan BKtt, Ptt, dan Mgtt serta penurunan Ktt dan Stt.
4.
Hasil ini menunjukkan efektivitas dan prospek penerapan tindakan ameliorasi dan pemupukan pada taraf dosis yang direkomendasikan untuk budidaya tanaman sebagai strategi remediasi pencemaran Pb yang murah pada tanah-tanah pertanian.
Daftar Pustaka Adriano DC, Wenzel WW, Vangronsveld J, Bolan NS. 2004. Role of assisted natural remediation in environmental cleanup. Geoderma 122(2-4):121142. Alloway BJ. 1995a. The origin of heavy metals in soils. Di dalam: Alloway BJ, editor. Heavy Metals in Soils. Ed. ke-2. London: Blackie Acad Prof, hlm 38-57. Alloway BJ. 1995b. Soil processes and the behaviour of heavy metals. Di dalam: Alloway BJ, editor. Heavy Metals in Soils. Ed. ke-2. London: Blackie Acad Prof, hlm 11-37. Alloway BJ. 1995c. Cadmium. Di dalam: Alloway BJ, editor. Heavy Metals in Soils. Ed. ke-2. London: Blackie Acad Prof, hlm 122-151.
97
Altunaga CH. 1988. Study of the mineral composition of plants by the systematic variant method. Hort Abstr 60:5177. Badawy SH, Helal MID, Chaudri AM, Lawlor K, McGrath SP. 2002. Soil solidphase controls lead activity in soil solution. J Environ Qual 31:162-167. Badora A, Furrer G, Grunwald A, Schulin R. 1998. Immobilization of zinc and cadmium in polluted soils by polynuclear A113 and Al-montmorillonite. J Soil Contam 7:573-588. Basta NT, Gradwohl R, Snethen KL, Schroder JL. 2001. Chemical immobilization of lead, zinc, and cadmium in smelter-contaminated soils using biosolids and rock phosphate. J Environ Qual 30:1222-1230. Berti WR, Cunningham SD. 1997. In-place inactivation of Pb in Pb-contaminated soils. Environ Sci Technol 31:1359-1364. Bilos C, Colombo JC, Skorupka CN, Rodriguez-Presa MJ. 2001. Source, distribution and variability of airborne trace metals in La Plata City area, Argentine. Environ Pollut 111(1):149-158. Boisson J, Ruttens A, Mench M, Vangronsveld J. 1999. Evaluation of hydroxiapatite as a metal immobilizing soil additive for the remediation of polluted soils. Part 1. Influence of hydroxiapatite on metal exchangeability in soil, plant growth and plant metal concentration. Environ Pollut 104(2): 225-233. Brown S, Chaney R, Hallfrisch J, Ryan JA, Berti WR. 2004. In situ treatments to reduce the phyto- and bioavailability of lead, zinc and cadmium. J Environ Qual 33:522-531. Brown SL et al. 2005. An inter-laboratory study to test the ability of amendments to reduce the availability of Pb, Pb, and Zn in situ. Environ Pollut 138(1):34-45. Brown SL, Compton H, Basta NT. 2007. Field test of in situ soil amendments at the Tar Creek National Priorities List Superfund Site. J Environ Qual 36: 1627-1634. Calace N et al. 2005. Metal-contaminated soil remediation by means of paper mill sludges addition: Chemical and ecotoxicological evaluation. Environ Pollut 136:485-492. Cheng SF, Hseu ZY. 2002. In situ immobilization of cadmium and lead by different amendments in two contaminated soils. Water Air Soil Pollut 140 (1-4):73-84. Davies BE. 1995. Lead. Di dalam: Alloway BJ, editor. Heavy Metals in Soils. Ed. ke-2. London: Blackie Acad Prof, hlm 206-223. Gomes PC, Fontes MPF, da Silva AG, Mendonca EdeS, Netto AR. 2001. Selectivity sequence and competitive adsorption of heavy metals by Brazilian soils. Soil Sci Soc Am J 65:1115-1121.
98
Gray PB, McLaren RG, Roberts AHC, Condron LM. 1998. Sorption and desorption of cadmium from some New Zealand soils: Effects of pH and contact time. Aust J Soil Res 36:199-216. Haghiri F. 1976. Release of cadmium from clays and plant uptake of cadmium from soil as affected by potassium and calcium amendments. J Environ Qual 5(4):395-396. Hettiarachchi GM, Pierzynski GM, Ransom MD. 2001. In situ stabilization of soil lead using phosphorus. J Environ Qual 30:1214-1221. Hettiarachchi GM, Ryan JA, Chaney RL, La Fleur CM. 2003. Sorption and desorption of cadmium by different fractions of biosolids-amended soils. J Environ Qual 32:1684-1693. Holm PE, Rootzen H, Borggaard OK, Moberg JP, Christensen TH. 2003. Corelation of cadmium distribution coefficients to soil characteristics. J Environ Qual 32:138-145. Hong KJ, Tokunaga S, Kajinchi T. 2002. Evaluation of remediation process with plant-derived biosurfactant for recovery of heavy metals from contaminated soils. Chemosphere 49:379-387. Kabata-Pendias A, Pendias H. 2001. Trace Elements in Soils and Plants. Ed. ke3. Boca Raton: CRC Pr. Kiekens L. 1995. Zinc. Di dalam: Alloway BJ, editor. Heavy Metals in Soils. Ed. ke-2. London: Blackie Acad Prof, hlm 284-305. Lacatusu R. 2000. Appraising levels of soil contamination with heavy metals. Eur Soil Bureau Res Rep No. 4. Official Publ. Eur Comm Luxembourg. Landon JR, editor. 1984. Booker Tropical Soil Manual. A Handbook for Soil Survey and Agricultural Land Evaluation in the Tropics and Subtropics. New York: Longman. Laperche V, Logan TJ, Gaddam P, Traina SJ. 1997. Effect of apatite amendments on plant uptake of lead from contaminated soil. Environ Sci Technol 31:2745-2753. Lembaga Penelitian Tanah. 1979. Peta Kesesuaian Wilayah untuk Tanaman Semusim Daerah Parung, Depok, Bogor. Ciawi Skala 1:50,000. Bogor. Lepp NW, Modejón P. 2007. Cadmium and zinc in vegetation and litter of a voluntary woodland that has developed on contaminated sediment-derived soil. J Environ Qual 36:1123-1131. Lindsay WL. 2001. Chemical Equilibria in Soils. New Jersey: Blackburn Pr. Liu D, Jiang W, Liu C, Xin C, Hou W. 2000. Uptake and accumulation of lead by roots, hypocotyls and shoots of Indian mustard [Brassica juncea (L.)]. Bioresource Tech 71:273-277. Maier EA, Matthews RD, MPbowell JA, Walden RR, Ahner BA. 2003. Environmental cadmium levels increase phytochelatin and glutathione in lettuce grown in a chelator-buffered nutrient solution. J Environ Qual 32:13561364.
99
McBride MB. 1989. Reactions controlling heavy metal solubility in soils. Adv Soil Sci 10:1-56. McBride MB, Sauvé S, Hendershot W. 1997. Solubility control of Cu, Zn, Pb, and Pb in contaminated soils. Eur J Soil Sci 48:337-346. McGowen SL, Basta NT, Brown GO. 2001. Use of Diammonium Phosphate to reduce heavy metals solubility and transport in smelter-contaminated soil. J Environ Qual 30:493-500. Moirou A, Xenidis A, Paspaliaris I. 2001. Stabilization Pb, Zn, and Pb-contaminated soil by means of natural zeolite. Soil Sed Contam 10(3):251-267. Naidu R, Harter RD. 1998. Effect of different organic ligands on cadmium sorption by and extractability from soils. Soil Sci Soc Am J 62(3):782-789. Nawrot T et al. 2006. Environmental exposure to cadmium and risk of cancer: A prospective population-based study. Lancet Oncology 7:119-126. Nurtika N. 1992. Pengaruh pupuk N, P, K dan sumber pupuk organik terhadap pertumbuhan dan hasil tomat kultivar Mutiara. Bul Penel Hort 24(2):112117. Nurtika N, Sumarna A. 1992. Pengaruh pupuk kandang dan nitrogen terhadap pertumbuhan dan hasil tomat kultivar Berlian di tanah Latosol. Bul Penel Hort 20(1):74-80. Nurtika N, Sumarni N. 1992. Pengaruh sumber, dosis dan waktu aplikasi pupuk kalium terhadap pertumbuhan dan hasil tomat. Bul Penel Hort 22(1):96101. Nurtika N, Suwandi. 1992. Pengaruh pemberian kapur dan sumber pupuk nitrogen terhadap pertumbuhan dan hasil tomat. Bul Penel Hort 22(4):16.21. Oste LA, Lexmond TM, Riemsdijk WV. 2002. Metal immobilization in soils using synthetic zeolites. J Environ Qual 31:813-821. Sahat S. 1989. Bercocok tanam sayuran dataran rendah. Balai Penelitian Hortikultura. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Lembang. Sanchez-Camazano M, Sanchez-Martin MJ, Lorenzo MF. 1998. Significance of soil properties for content and distribution of cadmium and lead in natural calcareous soils. Soil Total Environ 218:217-226. Sauvé S, Hendershot W, Allen HE. 2000. Solid-solution partitioning of metals in contaminated soils: Dependence on pH, total metal burden, and organic matter. Crit Rev Environ Sci Technol 34:1125-1131. Schmidt U. 2003. Enhancing phytoextraction: The effect of chemical soil manipulation on mobility, plant accumulation, and leaching of heavy metals. J Environ Qual 32:1939-1954. Selim HM, Amacher MC. 1997. Reactivity and Transport of Heavy Metals in Soils. Boca Raton: Lewis Publ.
100
Smeets K et al. 2005. Induction of oxidative stress and antioxidative mechanism in Phaseolus vulgaris after Pb application. Plant Physiol Biochem 43(5): 437-444. Staessen JA et al. 1999. Environmental exposure to cadmium, forearm bone density, and risk of fractures: A prospective population study. Lancet 353 (9159):1140-1144. Tokunaga S, Hakuta T. 2002. Acid washing and stabilization of an artificial arsenic-contaminated soil. Chemosphere 46:31-38. Ure AM. 1995. Methods of analysis for heavy metals in soils. Di dalam: Alloway BJ, editor. Heavy Metals in Soils. Ed. ke-2. London: Blackie Acad Prof, hlm 58-102. Vangronsveld J, Cunningham SD. 1998. Introduction to the concepts. Di dalam: Vangronsveld J, Cunningham SD, editor. Metal-Contaminated Soils: In Situ Inactivation and Phytorestoration. Berlin: Springer-Verlag, hlm 1-15. Virkutyte J, Sillanpaa M, Latostenmaa P. 2002. Electrokinetic soil remediation – critical overview. Sci Total Environ 289:97-121.