PEMILIHAN SEKTOR PELANGGAN DALAM PENERAPAN DEMAND SIDE MANAGEMENT UNTUK PENGATURAN BEBAN LISTRIK DENGAN PENDEKATAN DELPHI AHP DI PLN DISTRIBUSI JAWA TIMUR Anindita Widharanti, Udisubakti Ciptomulyono. Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Email:
[email protected];
[email protected] Abstrak Kurva beban harian subsistem Jawa Timur terjadi perbedaan yang tajam antara Waktu Beban Puncak (WBP) dan Luar Waktu Beban Puncak (LWBP), hal ini membuat sistem tenaga listrik belum dapat beroperasi secara efisien. Pendekatan Demand Side Management (DSM) merupakan pendekatan yang cukup efektif yang dapat dipergunakan untuk melakukan strategi peningkatan efsiensi konsumsi listrik. Strategi ini bisa dipakai untuk pengurangan permintaan pada waktu beban puncak, peningkatan energi pada periode di luar waktu beban puncak, bahkan memberikan penghematan rekening listrik bagi konsumen, dan keuntungan bagi perusahaan listrik. Untuk mengetahui program DSM mana yang dapat diterapkan perlu mempertimbangkan beberapa kriteria yang dapat dicari dengan menggunakan metode delphi, kemudian dilakukan pembobotan untuk masing-masin kriteria tersebut dengan metode AHP. Dari penelitian ini diperoleh alternatif strategi berdasarkan kriteria yang didapat dari metode Delphi, yaitu penggantian lampu pijar biasa dengan lampu CFL (compact fluorescent lamp) hemat energi yang diperuntukkan bagi pelanggan umum. Kata kunci : Program DSM, Delphi AHP, Distribusi Listrik Jawa Timur. Abstract Based on the East Java daily load curve characteristic, we can see there is a significant difference between Peak Load Time and Out Peak Load Time in East Java. As consequent, the system of operation in East Java Electric is inefficient. The Demand Side Management is a quite effective way to increase the electricity efficiency. This strategy can give some advantages like reduce the electricity demand at peak load period, increase electricity consumption at off peak period, even give decrease electricity bill to the customer. However it is necessary to consider some criteria which can affect the suitable DSM programs to applied in East Java Electricity Distribution by using Delphi AHP method. This research, which is a Delphi and AHP methods, conclude that using of the CFL (compact fluorescent lamp) is the best alternative compare than the others for public customer. Key words : DSM Programs, Delphi AHP, East Java Electricity Distribution. 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Peningkatan kebutuhan masyarakat Jawa Timur akan energi listrik terus meningkat dan tidak dapat dihindari sebagai dampak perkembangan perekonomian, iptek, serta tuntutan zaman. Selama empat tahun terakhir,
jumlah penjualan listrik mengalami pertumbuhan sekitar 1.022.933.997 MW per tahun atau sekitar 5,89% per tahun. Dan ratarata pembelian yang dilakukan oleh PLN Distribusi Jawa Timur mengalami peningkatan sebesar 935.114.099 MWH per tahun atau sekitar 5,53% per tahun.
1
Di samping itu dengan adanya krisis ekonomi, akibatnya adalah dapat membuat pembangunan nasional akan terhambat, terlebih lagi dalam pembangunan sektor energi listrik, dikarenakan kondisi keuangan pemerintah semakin terbatas. Selain itu kinerja PLN sebagai pemasok listrik juga akan menurun, dan pemerintah akan terbebani biaya subsidi listrik yang semakin tinggi. Mahalnya biaya pembangunan unit pembangkit baru karena terkait dengan krisis ekonomi tersebut dan mahalnya harga pembelian listrik dari pembangkit swasta merupakan suatu permasalahan yang terjadi pada sistem kelistrikan Indonesia. Salah satu tujuan umum dari pemasok listrik adalah dapat menyediakan energi listrik yang cukup dengan biaya minimum. Akan tetapi dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi, kebutuhan listik di Jawa Timur akan meningkat secara tajam, seiring dengan dinamika pembangunan di Jawa Timur akibat pertumbuhan ekonomi dan juga kenaikan angka pertambahan penduduk. Kurva beban harian subsistem pasokan listrik memperlihatkan fluktuasi kurva beban yang tajam antara WBP yaitu pada pukul 18.00 sampai 22.00 dengan LWBP. Jika laju pertumbuhan beban puncak dapat dikurangi maka sistem tenaga listrik dapat beroperasi secara efisien. Kondisi pasokan subsistem Jawa Timur sebagai bagian Sistem Jawa-Bali sangat terbatas, sehingga harus dicari upaya untuk mengatasi kemungkinan pemadaman listrik yang dikarenakan ketidak seimbangan supply-demand dengan program lain. Hal ini dapat dilakukan dengan perbaikan pada lengkungan kurva beban, khususnya pada saat WBP. Dengan demikian pasokan listrik sistem Jawa Timur masih dapat memenuhi permintaan listrik tanpa harus menambah kapasitas pembangkit. Karena untuk pembangunan unit pembangkit memerlukan biaya yang tidak sedikit. Serta mahalnya harga pembelian listrik dari pembangkit swasta merupakan suatu permasalahan yang terjadi di Indonesia. 2
Mempertimbangkan kondisi keterbatasan dari sisi pasokan, maka upaya dengan menggalakan program DSM) dimungkinkan dapat mengurangi kebutuhan penambahan kapasitas pembangkitan disaat WBP. DSM adalah suatu solusi yang layak dikembangkan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Studi Vashishtha dan Ramachandran (2006) di India menunjukkan bahwa dengan pendekatan DSM terjadi penghematan antara 8 sampai 10 % dari beban puncak. Bahkan di India pendekatan ini digunakan oleh utilitas produser energi listrik untuk mengambil langkah jangka panjang dalam memanfaatkan pendekatan DSM. Sementara itu menurut penelitian yang dilakukan di Korea oleh Lee et al. (2007) menggunakan perhitungan dari pengembangan model AHP untuk mengidentifikasi menggunakan indikator dan penilaian dari pemerintah dan dilaksanakan oleh perusahaan penyedia energi. Kemudian dari pengembangan model tersebut digunakan untuk menilai hasil dari Demand Side Management Investment Programs (DSMIPs) yang dilaksanakan oleh perusahaan gas Korea (KOGAS) dan perusahaan pemanas distrik Korea (KDHC), kemudian dari penerapannya dapat meningkatkan efisiensi pada perencanaan, pelaksanaan, dan kebutuhan dari DSMIPs. Studi yang dilakukan oleh State Hawaiian Elctric Company (HECO, 2001) memproyeksikan akan menghemat daya sebesar 194,5 MW dengan penerapan DSM ini. Laporan Hunt (2002) menyebutkan di Negara Bagian California penerapan DSM akan mengurangi beban puncak sebesar 5,3 %. Selain itu berdasarkan kajian dari Tang et.al. (1996) untuk perencanaan jangka panjang kelistrikan di Thailand melaksanakan program DSM dengan menjalankan 3 program yaitu High Efficiency Lighting System Program, Thermal Energy Storage (TES), dan Load Control Program. Akan tetapi meskipun pendekatan DSM untuk program penghematan listrik menjadi strategi yang efisien, tidak luput masalah menyisakan masalah yang menimbulkan situasi keputusan yang
konfliktual antara efektivitas biaya untuk penerapannya dan penghematan energi. 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Demand Side Management Pendekatan DSM merupakan serangkaian kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan yang digunakan oleh perusahaan listrik untuk mempengaruhi pelanggan tentang waktu dan intensitas penggunaan energi listrik sedemikian rupa sehingga dapat merubah kurva beban sesuai dengan dari sisi pasokan perusahaan sehingga saling menguntungkan antara pelanggan dan perusahaan listrik (Gellings, 1993). Masih menurut Gellings (1996) dengan pendekatan DSM akan memberikan mutual benefit baik bagi konsumen maupun ke perusahaan listrik. Dampaknya bagi konsumen akan dapat mengurangi anggaran konsumen listrik pada saat WBP yang bertarif mahal, dan bagi perusahaan listrik dapat menunda pembangunan pembangkit tenaga listrik dan juga membuat kurva beban pada WBP dan LWBP lebih merata. Jadi konsep utama manajemen DSM adalah melakukan pengelolaan beban dengan mempengaruhi pola konsumsi listrik pelanggan. Pola konsumsi pelanggan sangat dipengaruhi oleh kategorisasinya seperti pelanggan rumah tangga, umum, komersial,industri, dan lainnya. Sasaran-sasaran Demand Side Management (DSM) Sasaran DSM meliputi (Gellings, 1993):
Program-program perusahaan listrik untuk mengurangi biaya, mengurangi beban puncak dan meningkatkan penjualan di luar beban puncak, yang pada intinya adalah penghematan di sisi perusahaan listrik harus sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh konsumen. Dengan kata lain untuk kesuksesan program ini, perusahaan harus melihat dari sudut pandang konsumen. Sedangkan pelanggan memandang listrik bukan dari sisi listriknya, melainkan dari sisi manfaatnya. Seperti membutuhkan cahaya, udara sejuk (AC), dan berjalannya peralatan listrik mereka tanpa ada gangguan, pelayanan yang memuaskan, dan sebagainya. Masalah tarif merupakan sesuatu yang sangat penting di mata konsumen, tarif yang rendah adalah salah satu segi pelayanan yang dianggap baik, di samping itu hal-hal seperti keandalan dan kenyamanan merupakan hal yang tidak boleh diabaikan karena memegang peranan penting sebagai wujud kualitas pelayanan. Sehingga antara tarif yang murah dan keandalan merupakan faktor pendukung yang harus diperhatikan. 3. Hubungan ke Pegawai Adanya penekanan rasa tanggung jawab serta profesionalisme petugas akan berhasilnya proyek DSM, penekanan terhadap adanya kesadaran bahwa kepentingan perusahaan listrik adalah kepentingan petugas di samping itu juga sebgai kepentingan nasional.
2.1.1
A. Sasaran-sasaran Umum Sasaran-sasaran ini secara meliputi tiga hal, yaitu: 1.
garis
besar
Performansi Keuangan (Financial Performance) Secara umum biaya untuk proyek listrik dapat dibagi dua bagian yaitu biaya tetap seperti bunga atas investasi, depresiasi, asuransi, dll. Dan biaya variabel yang tergantung dari keadaan operasional. 2. Hubungan ke Pelanggan Misi utama dari perusahaan listrik adalah untuk memberikan pelayanan listrik yang dibutuhkan pelanggan dengan biaya yang serendah mungkin dengan menjadikan konsumen sebagai faktor yang utama.
B. Sasaran-sasaran Khusus Sasaran-sasaran ini terdiri dari: 1. Peningkatan Utilisasi Sistem Peningkatan dan pengembangan pembangunan dari peralatan-peralatan listrik dan proses yang membarikan kinerja yang lebih baik dalam pengoperasian dan utilisasi yang lebih efisien. Pada awalnya pelaksanaan kegiatan ini membutuhkan tambahan biaya yang tinggi, tetapi dari hasil penghematan yang diperoleh, eaktu pengembalian untuk tambahan biaya dari peralatan hemat energi lebih baik dibanding perencanaan yang konvensional. 2. Menunda pembangunan unit pembangkit listrik yang baru. Dengan dilaksanakannya program DSM maka akan mengurangi kebutuhan beban puncak dengan berbagai cara sistematis. Hal ini berarti kapasitas cadangan 3
dengan sendirinya semakin besar, sehingga kebutuhan akan sebuah unit pembangkit dapat ditunda yang berarti bahwa terjadi perlambatan pengembangan modal. 3. Memperbaiki unjuk kerja (performance) sistem, yang meliputi: a. Perbaikan Faktor Beban Efektifitas pemakaian energi listrik biasanya dinyatakan dalam suatu perbadingan yang disebut faktor beban. Faktor beban merupakan perbandingan antara energi listrik yang benar-benar digunakan dengan jumlah energi yang akan digunakan jika daya listrik digunakan terus menerus pada kebutuhan maksimum. b. Perbaikan efisiensi sistem Dengan pengaturan pemakaian energi listrik sesuai dengan jenis pembangkit yang ada atau dengan penggunaan peralatan hemat energi akan dicapai tingkat efisiensi sistem yang lebih tinggi. c. Perbaikan keandalan sistem Dengan mengurangi pemakaian daya listrik pada periode beban puncak dengan tujuan mencegah daya listrik yang melampaui kapasitas yang tersedia, berarti menghindari kemungkinan terjadinya pemadaman atau memperbaiki keandalan suatu sistem. C. Sasaran-sasaran bentuk pola beban DSM mempunyai 6 sasaran pola beban, yaitu: 1. Peak Clipping (Pemenggalan Beban Puncak) Peak Clipping merupakan bentuk pola beban yang dicapai dengan jalan mengurangi permintaan daya listrik pada periode beban puncak. Pemenggalan beban puncak tidak mempengaruhi periode di luar beban puncak. Dengan Peak Clipping kapasitas daya listrik yang dibutuhkan dan biaya operasi dapat diturunkan. Yang dimaksud dengan penurunan biaya operasi adalah berkurangnya pengoperasian PLTG karena mempunyai biaya operasi cukup besar yang biasanya dioperasikan pada saat beban puncak. Pemenggalan beban puncak ini dapat dibentuk dengan beberapa cara, salah satunya adalah dengan mengontrol pemakaian peralatan listrik pelanggan secara langsung seperti pengontrolan peralatanperalatan listrik konsumen. 2. Valley Filling (Pengisian Beban di Luar Periode Beban Puncak) 4
Valley Filling dibentuk dengan meningkatkan permintaan pada periode luar beban puncak. Pola beban ini dapat memperbaiki pemakaian kapasitas pembangkit yang ada dan mengurangi biaya rata-rata penyediaan daya listrik. Sehingga Valley Filling akan tepat dilaksanakan ketika biaya pertumbuhan daya listrik lebih rendah dari biaya rata-rata, karena meningkatkan beban pada harga yang tepat akan mengurangi biaya rata-rata energi listrik. Valley Filling dapat dibentuk misalnya dengan menambah kapasitas pekerjaan (pada sektor industri bermesin listrik) di luar periode beban puncak. 3. Load Shifting (Pemindahan Beban) Load Shifting merupakan kombinasi antara Valley Filling dan Peak Clipping yang dicapai dengan pemindahan beban pada periode beban puncak ke periode di luar beban puncak tanpa mengurangi kegiatan pelanggan sehari-hari. Untuk membentuk pola beban ini, dapat digunakan beberapa cara, salah satunya adalah digunakannya peralatan penyimpanan energi (energy storage) yang umumnya digunakan pada gedung-gedung perkantoran. 1. Strategic Conservation (Strategi Konservasi) Strategic Conservation merupakan bentuk pola beban yang dapat dicapai salah satunya dengan cara meningkatkan kesadaran masyarakat agar menerapkan sikap hidup hemat energi, menciptakan iklim yang mendorong upaya konservasi energi melalui pengkondisian iklim usaha yang hemat energi, serta melalui kegiatan audit energi dan identifikasi potensi serta metode pelaksanaan yang baik melalui kerjasama dengan pelaku industri peralatan dalam upaya penetapan standar efisiensi peralatan, standar unjuk kerja peralatan, pelabelan dan upaya penerapan peralatan. 5. Strategic Load Growth (Strategi Pertumbuhan Beban) Strategic Load Growth merupakan bentuk pola beban yang dapat dicapai antara lain melalui target peningkatan penjualan yang meliputi peningkatan pangsa pasar beban yang dilayani dengan bahan bakar secara kompetitif, merangsang konsumen dalam pembelian atau penggunaan listrik melalui langkah-langkah seperti pemberian insentif secara langsung, pembangunan jaringan yang efektif dan efisien serta kemungkinan jangka panjang yang prospektif, dsb.
6. Flexible Load Shape (Bentuk Beban yang Fleksibel) Pola beban ini dapat dicapai melalui upaya menjaga keandalan atau kegiatan yang bisa menghasilkan pengurangan pemakaian energi listrik sebagai tindakan prefentif terhadap kemungkinan bertambahnya beban yang tidak terlayani sehingga keandalan dari pasokan tetap terjamin tanpa ada gangguan.
Gambar 2.1 Hirarki dari sasaran-sasaran penerapan DSM (Sumber : Gellings, 1993) Dalam penerapannya sasaran-sasaran pola beban DSM ini harus disesuaikan dengan karakteristik beban dan pelanggan sebagai objek penerapan. Untuk satu metode sasaran pola beban dari DSM tidak dapat diterapkan kepada semua karakter pelanggan atau beban. 2.1.2 Alternatif-allternatif Demand Side Management Untuk mencapai sasaran dari kegiatan DSM ada beberapa alternatif program yang dapat dilaksanakan. Akan tetapi pelaksanaan kegiatan DSM tidak dapat disamaratakan untuk semua konsumen. Pemilihan masingmasing kegiatan tergantung dari pelanggan, baik sektor industri, komersil, publik, maupun rumah tangga. Banyak faktor yang mempengaruhi agar program DSM ini dapat diterima oleh konsumen. Untuk itu perusahaan listrik harus mempunyai pengetahuan akan sejumlah karakteristikkarakteristik pelanggan yang meliputi : - Demografi - Pendapatan - Pengetahuan - Motivasi/Sikap - Pengalaman Terdahulu
- dll Di samping karakteristik pelanggan, kategori dari pihak pemasok juga perlu diperhatikan. Secara umum hal ini dapat dibagi sebagai berikut: 1. Pilihan-pilihan Harga Memberikan pelanggan pilihan-pilihan harga, sehingga diharapkan pelanggan merubah proses maupun peralatan, agar pola pemakaian pelanggan dapat sesuai yang diharapkan oleh perusahaan listrik. 2. Insentif Langsung Memberikan konsumen insentif berupa pembayaran berupa rebate, bill credit, untuk merangsang kegiatan-kegiatan yang secara ekonomi kurang menarik tanpa insentif. Misalnya penggunaan peralatan yang efisien, peralatan penyimpanan panas, dsb. 3. Kontak pelanggan secara langsung Melakukan komunikasi secara langsung ke konsumen agar meningkatkan kemauan dan keberanian konsumen untuk menjalankan program dan inisiatif perusahaan listrik. Hal ini bisa dilakukan dengan cara misalnya tinjauan lapangan, pelayanan audit energi. 4. Kerjasama usaha bersama Meningkatkan kemapuan perusahaan listrik pada program pemasaran dan penerapan melalui kerjasama dengan para ahli di bidang lain seperti arsitek, konsultan, kontraktor, dan bidang terkait lainnya. Program kerjasama dirancang dimana perusahaan listrik dan unit kegiatan yang berhubungan dapat bekerja sama secara saling menguntungkan. 5. Iklan Meningkatkan kepedulian masyarakat akan program-program dan dapat mempengaruhi pelanggan dan perusahaan. Iklan ini bisa melalui berbagai media seperti media elektronik, media cetak, dsb. 2.1.3 Pola Penerapan Pendekatan DSM Pola penerapan DSM menurut Berrie (1992) dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan antara lain : • Mekanisme Pengaturan Tarif Listrik Melakukan pengaturan tarif listrik yang sangat tajam disaat tarif WBP dan tarif di LWBP, sehingga mendorong sebagian konsumen menggunakan energi listrik disaat WLBP. 5
• Mekanisme Kontrak
Melakukan pembatasan konsumsi listrik di saat WBP dengan melakukan kontrak yang didukung dengan peralatan kontrol yang memadai sehingga saat WBP konsumen tidak bisa menggunakan tenaga listrik yang ada. • Pengendalian Langsung
Dengan pengendalian langsung ada dua beban listrik yang interutible load dan cutainable load. Interutible load merupakan beban yang sudah tertentu pemakaiannya, sehingga disaat WBP, peralatan tersebut akan terhenti pasokan listriknya. Cutainable load adalah beban atau pemakaian konsumen yang dapat dimatikan pada kondisi tertentu dengan pemberitahuan terlebih dahulu dan terencana. • Mekanisme Konservasi Energi Pengaturan ini sangat tergantung dari kesadaran konsumen pada konservasi, hal ini dapat dilakukan oleh konsumen dengan berbagai langkah, misalnya : mematikan listrik bila tidak digunakan, pemilihan pemakaian peralatan listrik yang lebih hemat, menggunakan lampu hemat energi, pemasangan kapasitor pada peralatan industri/rumah tangga yang memiliki faktor kerja rendah, pengaturan waktu pemakaian listrik, merancang rumah/gedung /bangunan yang hemat listrik, dll. 2.1.4 Program-program Demand Side Management (Gellings, 1993) Program DSM meliputi konsumsi energi listrik pada berbagai tingkat kebutuhan dan sektor usaha. Program-program DSM mempunyai sasaran penggunaan energi listrik pada perumahan penduduk, industri dan komersial, serta berbagai penggunaan lainnya oleh konsumen. Penggolongan program berdasarkan pada jenis program adalah meliputi: 1. Audit and Building Envelove Ditekankan pada peningkatan efisisensi struktural dan peralatan dari suatu bangunan. Kategori ini mempunyai cakupan yang luas (dari audit umum sampai audit evaluasi yang detail pada proses industri) dan pengukuran (mulai dari perhitungan secara sederhana sampai mendetail
6
berdasarkan konstruksi bangunan yang baru). 2. HVAC Penggunaan peralatan pemanas, ventilasi, dan pendingin yang efisien. Serta penerapan sistem kontrol pada peralatanperalatan tersebut. 3. Lighting and lighting controls Ditenkankan pada peningkatan penerangan interior yang efisien dan targetnya adalah pelanggan komersial. Dan perkembangan terakhir menunjukkan penerangan pemukiman (residential) telah menjadi sasaran promosi pemasaran besarbesaran dari lampu CFL. 4. Efficient Equipment and Appliances Penggunaan energi secara efisien, maksudnya adalah menggunakan peralatan listrik sesuai kapasitas rating (daya, arus, dan tegangan) dengan sasaran seperti alat pemanas air, refrigerant, alat memasak, dan peralatan lainnya. 5. Thermal Storage Memberikan alternatif load shifting pada musim dingin, dengan sasaran pemanas ruangan pada pemukiman, dan AC. 6. Load Control Merupakan program tertua dari DSM. Program yang paling populer adalah kontrol beban secara langsung, yang menggunakan sistem telekomunikasi untuk mengontrol operasi dari pelanggan dengan sasaran seperti peralatan AC dan pemanas air. 7. Efficient Motors and Motor Drivers Penggunaan motor hemat energi dan pengaturan kecepatan motor pada fasilitas komersial dan industri, karena sektor tersebut menggunakan motor listrik untuk merubah energi listrik menjadi energi gerak. 8. Standby Generator Memberikan alternatif pemotongan yang besar pada saat beban puncak. Dengan memasukkan peran captive power, seperti pembuatan turbin uap untuk memutar generator di pabrik gula. 9. Miscellaneous and Informational Kategori ini mencakup programprogram serba neka yang jarang diterapkan dan merupakan program efisiensi selain disebutkan di atas. 2.2 Multi Criteria Decision Making Untuk masalah pengambilan keputusan secara umum merupakan suatu cara menyelesaikan permasalahan dimana kita
harus memilih satu alternatif yang dianggap paling baik, atau memilih beberapa alternatif yang dianggap baik, atau mengurutkan alternatif-alternatif tersebut berdasarkan perhitungan alternatif-alternatif potensial (solusi/keputusan yang mungkin). Tabucanon (1988) dalam bukunya menyatakan bahwa proses pengambilan keputusan adalah pemilihan suatu alternatif darai berbagai alternatif sehingga menghasilkan pilihan terbaik berdasarkan bebebrapa kriteria optimasi. Kriteria adalah ukuran, aturan, standar, untuk membantu proses pengambilan keputusan. Sebelum melakukan proses pengambilan keputusan, maka himpunan alternatif dan kriteria terlebih dahulu harus ditetapkan. 2.3 Pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP) AHP atau Proses Hirarki Analitik adalah suatu pendekatan yang digunakan berdasarkan analisis kebijakan yang bertujuan untuk memecahkan permasalahan yang terjadi sehingga mendapatkan komposisi yang tepat dan optimal. Pendekatan AHP dikembangkan berangkat dari teori pengukuran yang berkaitan dengan kriteria keputusan yang kuantitatif/non-kuantitatif (tangible/intangible) dalam model keputusan yang mengandung resolusi konfliktual. Oleh karena itu prinsip dari pendekatan ini berusaha mengkomodasi aspek-aspek kognitif, pengalaman, dan pengetahuan subjektif dari pengambil keputusan sebagai data dasar yang menentukan dalam proses pengambilan keputusan. Pendekatan AHP sebagai metode pengambilan keputusan multikriteria ini memberikan logika dan proses yang sistematis untuk mengambil keputusan dalam situasi keputusan yang kompleks, dengan adanya objektif yang sering konfliktual, mengandung ketidak pastian, dan perbedaan perspektif. Dalam AHP biasanya terdapat tiga tahapan, dimana tahapan pertama adalah menentukan atribut-atribut yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan kemudian dibagi menjadi beberapa kelas yang membentuk suatu hirarki. Pada tahap kedua, data-data yang digunakan sebagai dasar penilaian perbandingan berpasangan dikumpulkan. Pada tahap ini, mulai menilai antara faktor pada suatu tingkat hirarki, sehingga tercipta sebuah
matriks. Pengukuran tersebut menurut Saaty terdapat 9 tingkatan dan berindikasi terhadap kepentingan relatif dari atribut pada perbandingan berpasangan. Pada tahap ketiga, adalah perhitungan terhadap bobot yang telah diberikan pada pembuat keputusan. Bobot relatif dari keputusan yang telah dibuat diestimasi dengan eigen vector dan menguji konsistensinya, karena jika tidak konsisten maka pengambilan data harus diulangi lagi. Jika wi adalah bobot dari penilaian karakteristik i dan kepentingan relatif dari atribut j, dibandingkan dengan atribut i, hasilnya adalah a ij , kemudian matriks perbandingan berpasangan A, yang mempunyai nilai a ij = wi / w j , merupakan matriks yang simetris dengan semua faktor pada diagonal utama yang sama dengan 1. CR adalah suatu pengukuran yang mengindikasikan urutan ordinal pada data perbandingan berpasangan yang diperoleh dari evaluasi tenaga ahli berpengalaman sehingga dapat dipercaya. Jika w adalah ( w1 , w2 ,..., wn ) dan λ adalah nilai eigen dari A, kondisi konsisten dari matriks A adalah sebagai berikut : Aw =λw, (2.1) dimana λ adalah nilai Eigen dari A dan w adalah vektor Eigen dari A. Pada perbandingan berpasangan dari atribut lebih sering tidak konsisten, sehingga persamaan yang menggunakan nilai Eigen maksimum ( λ max ) harus ditulis sebagai berikut: (2.2) Aw = λ max Hal ini juga dapat ditulis ulang ke dalam sistem linear homgen dari persamaan seperti berikut ini : (2.3) (A- λ max I)w = 0 Berikutnya, w, memenuhi persamaan diatas, dimana bukanlah vektor nol. Untuk meringkasnya, salah satu harus dihitung nilai eigennya dari matriks evaluasi dan diperoleh vektor eigen yang sesuai dengan nilai eigen maksimum untuk menormalisasi bobot, sehingga total penjumlahannya adalah 1. λ max dalam persamaani (1) adalah nilai estimasi dari λ pada persamaan (1). Saaty menunjukkan 7
bahwa nilai Eigen maksimum ( λ max ) adalah selalu sama atau lebih baik dari nilai atribut (n). Pada contoh umum, semakin dekat nilai Eigen maksimum pada atribut, maka semakin konsisten matriks perbandingan berpasangannya. Fenomena ini telah diukur melalui CR, bilamana nilai dari CR adalah 10% atau kurang, diindikasikan pada konsistensi penilaian. CR = CI/RI, (2.4) CI = ( λ max -n)/(n-1)
(2.5)
2.3.1 Penerapan AHP Untuk Perencanaan Energi. Dalam satu dasawarsa terakhir, pendekatan AHP telah banyak dipergunakan untuk alat bantu pendukung keputusan untuk berbagai variasi problematik (Saaty, 1995, Vargas, 1990, Zahedi, 1986). Integrasi pendekatan AHP dengan pendekatan optimasi seperti multi objective programming dan goal programming dipergunakan untuk perencanaan energi (Ciptomulyono, 2000 ; Ramanathan dan Ganesh, 1995 juga Kablan, 2004). Penggunaannya untuk penjaringan opini kelompok dan pengukuran pembobotannya untuk prioritas pengembangan pasokan energi perkotaan dilaporkan oleh Ramanathan dan Ganesh (1994). Vashishatha dan Ramachandran (2006) mengembangkan model AHP untuk pemilihan strategi DSM di India juga yang dilakukan oleh Tang et.al (1996) untuk penetapatan strategi DSM di sektor pelanggan komersial di Thailand. 2.4 Metode Delphi Terdapat banyak metode yang dikembangkan untuk penjaringan opini/ide subjektif dalam konteks manajemen. Porter et. al. (1980) membuat klasifikasi metodologinya yang meliputi metode forecasting-jenius, metode survey atau polling, metode forecasting panel-interaktif dan metode Delphi, survey-umpan balik tanpa interaksi. Sementara Khorramshahgol dan Moustakis (1993) mengungkap metode lain seperti : metode Teori Utilitas dari Bernouli, model Ekonometrik dan "Socio-Psychological Scalling Technique" Metode Delphi sendiri lazimnya dipergunakan sebagai suatu metode penjaringan opini kelompok yang partisipannya terdiri dari nara sumber atau 8
pakar yang memiliki kompetensi dalam bidangnya. Pendekatan ini dapat dijadikan sarana saling mengkomunikasikan informasi dalam memperoleh pemahaman yang mendalam bagaimana dinamika suatu pendapat masing-masing individu dalam suatu survey/polling bisa berkembang dan kemudian memperoleh legitimasi menjadi pendapat kelompok (Doke dan Swanson, 1995). Pendekatan Delphi dapat dipergunakan untuk proses pengambilan keputusan kelompok semacam "musyawarah untuk mufakat tertulis" tanpa harus interaktif langsung antar pengambil keputusan, pakar atau anggota panel, kecuali dengan pemrasarannya. Rasionalisasi dari metode ini adalah "two(n) heads are better than one" (Linstone dan Turoff, 1975). Secara konvensional, pendekatan Delphi mengendalikan umpan balik respon jawab dari para partisipannya dengan membuat panel yang terdiri dari beberapa kali putaran survey dan kemudian mengembangkan lalu memperbarui kuesitioner. Setiap kali ada respons jawab dari suatu putaran survey, pemrasaran mepaparkan kembali iktisarnya.. Sehingga setiap partisipan dapat berkesempatan mengevaluasi kembali masingmasing respon jawabannya dibandingkan dengan respons dari kelompoknya, untuk antisipasi evaluasi respons di putaran survey berikutnya. Metode Delphi dipandang lebih tepat dipergunakan untuk menjaring opini untuk perumusan visi maupun objektif disebabkan pertimbangan • Kemampuannya untuk menampung opini subjektif setiap individu secara iteratif dan adanya umpan balik terkendali dalam penilaian respons kelompok • Sifat anonim dalam penarikan surveynya, maka memungkinkan pengungkapan pendapat secara bebas dan tak memunculkan efek dominasi atau pengaruh sesuatu pendapat dari seseorang yang memiliki otoritas lebih tinggi dalam melahirkan ide. • Seluruh responden terlibat aktif sejak awal proses dan putaran survey sehingga memudahkan mencari solusi yang kompromistis dan memberikan efektivitas tinggi dalam implementasi keputusan.
Gambar 2.2 Diagram metode Delphi (Sumber : Ciptomulyono, 2000) Karenanya output dari survey metode Delphi berupa opini individu yang subjektif maka masih diperlukan suatu pendekatan lain untuk menstrukturkannya menjadi opini kelompok sehingga lebih objektif dan dapat diuji konsistensi-nya. Kemampuan ini dimiliki oleh metode AHP, disamping itu pendekatan AHP sendiri memiliki keunggulan dalam hal kesederhanaan dan kemudahan pemakaiannya dibanding alat bantu pendukung keputusan multikriteria lain seperti ELECTRE-I/II/IS dan "Multi Attribute Utility Theory (MAUT)" atau PROMMETHEE (Al Shemmeri et.al., 1997, Winkler, 1990 juga Dyer et.al, 1992). 3. Metodologi Metodologi penelitian ini mencakup semua kegiatan yang dilaksanakan untuk memecahkan masalah atau melakukan proses analisa terhadap permasalahan penelitian
Gambar 3.1 Flowchart Metodologi Penelitian Langkah pertama adalah menentukan fokus permasalahan. Fokus permasalahan dalam analisis metode AHP adalah mencari prioritas alternatif terbaik dan optimal tentang program DSM yang akan dipilih ditinjau dari berbagai perspektif, sehingga diharapkan langkah dalam program DSM yang akan ditempuh dapat berlangsung efektif. Untuk melakukan analisis dengan metode AHP maka akan disusun kriteria dan subkriteria untuk masing-masing alternatif. Langkah ke-dua adalah menyusun kriteria. Pengertian kriteria adalah ukuran, aturan, atau standar yang menjadi acuan bagi pengambil keputusan. Berbagai faktor atau perspektif dapat dipertimbangkan dalam keputusan prioritas program DSM. Kriteria bukan hanya mempertimbangkan salah satu faktor saja, tetapi juga dapat dikembangkan dengan faktor strategik lainnya yang menyangkut kepentingan manajemen perusahaan, pelanggan, ekonomi, secara umum mapun sosial. Penyusunan kriteria ini dilakukan dengan metode brainstorming dengan para staf yang berkompeten, setelah mendapatkan penjelasan mengenai kriteria berdasarkan jurnal Multicriteria evaluation of demand side management (DSM) 9
Implementation Strategies in the Indian power sector oleh Vashishtha & Ramachandran,2006. Menurut Vashishta dan Ramchandran kriteria yang perlu dipertimbangkan sebagai dasar melakukan analisis pembobotan prioritas adalah sebagai berikut : Tabel 3.1 Tabel Kriteria DSM Kriteria Definisi Evaluasi Efektivitas Kemampuan DSM untuk mengimplementasikan strategi agar mencapai tujuan dan promosi program DSM. Kelayakan Dampak ekonomi dari Ekonomi implementasi strategi DSM pada kelangsungan bisnis. Fleksibilitas Pelaksanaan
Legal Feasibility
Potential for Market Transformation
Political Feasibility
Fleksibilitas penggunaan dalam implementasi strategi DSM pada kegiatan bisnis yang ada. Kebutuhan akan hukum yang baru atau perubahan hukum yang ada untuk mengimplementasikan strategi DSM. Berkurangnya halangan dalam pasar akibat market intervention, yang mengakibatkan withdrawn, pengurangan, atau perubahan. Tingkat batasan politis yang diperlukan dalam mengadopsi strategi DSM.
Sedangkan sub-kriteria yang dihasilkan adalah sebagai berikut : a. Dana yang tersedia Pendanaan peralatan untuk efisiensi energi merupakan masalah yang utama dalam mengimplementasikan program DSM. Pengguna, pelanggan, dan juga perusahaan penyedia energi tidak mempunyai dana yang cukup untuk di investasikan untuk program ini. Jika terdapat dana yang disediakan oleh pemerintah untuk membiayai program tersebut, maka akan lebih mudah untuk memacu pelanggan untuk melaksanakan program DSM.
10
b. Public Benefit Charges Kehilangan pemasukan yang disebabkan oleh berkurangnya penjualan listrik adalah salah satu halangan dalam mempromosikan DSM. Halangan ini dapat diatasi jika terdapat dana yang dibebankan untuk kepentingan masyarakat untuk menjalankan program DSM. Beban biaya kepentingan masyrakat retribusi khusus pada penjualan listrik untuk memicu program DSM. c. Peraturan Pendapatan Peraturan pendapatan adalah salah satu cara untuk menanggulangi kerugian biaya oleh pengguna dalam mempromosikan DSM. Di bawah peraturan pendapatan, jumlah dari pendapatan yang diperbolehkan untuk digunakan diatur tiap tahun dengan penggambaran tertentu. Tiap kelebihan atau kekurangan pengumpulan dari pendapatan dalam satu tahun akan dikoreksi dan menjadi penentuan pendapatan yang diperbolehkan di tahun yang akan datang. Strategi ini telah berhasil digunakan dalam mempromosikan DSM di Inggris, Denmark, dan Itali. d. Dukungan Teknis Kebanyakan pelanggan tidak mempunyai pengalaman mengenai efektifitas biaya teknologi DSM, yang sebenarnya telah terbukti. Malahan mereka merasa bahwa teknologi tersebut tidak dapat dipercaya, terutama jika mereka tidak memasang alat ukur untuk mengetahui penggunaan listrik. Mereka segan untuk mengadopsi teknologiteknologi baru dan inovatif karena adanya ketidakpastian dalam pencapaiannya dan takut akan kemungkinan gangguan rutin yang disebabkan dari pengukuran efisiensi energi. Dukungan teknis disediakan untuk pelanggan dalam menjalani demonstrasi proyek percobaan dan audit lokasi dapat membantu kepercayaan bangunan dalam kaitannya dengan keandalan dan performansi teknologi ini. e. Obligation to Perform Pengaturan kontrak dapat digunakan untuk mempromosikan tingkat tertentu dari DSM. Di Denmark dapat menghemat 700 GWh/ tahun pada tahun 1994 dan 1998 karena program DSM. Kesuksesan program DSM ini disebabkan oleh adanya perjanjian antara pihak pemakai listrik dan pemerintah. f. Pembebasan pajak dan insentif Banyak pelanggan dengan tagihan listrik relatif rendah, dan perubahan-perubahan kecil terhadap tagihan listrik (meningkat
maupun menurun) masih menganggap sepele atau kurang memperhatikan hal tersebut. Di lain pihak, pengeluaran pembayaran pajak pada pemerintah terasa lebih signifikan dan tidak sebanding dengan pembayaran listrik di kalangan umum dan bisnis. Potensi untuk meminimasi pajak biasanya lebih menarik perhatian, untuk itu hasil dari pajak tersebut dapat diinvestasikan ke promosi efisiensi energi. Menyediakan insentif untuk efisiensi energi lewat sistem perpajakan bisa jadi menjadi mekanisme yang efektif untuk pemerintah. g. Promosi melalui asosiasi industri Pendekatan secara gabungan, biasanya pada tahap awal dapat berhasil untuk dapat mempromosikan DSM. Penggabungannya dapat terdiri dari representatif organisasi termasuk penggunaan. h. Promosi melalui perusahaan penyedia energi/ESCO (energy service companies) Penggunaan listrik pada saat ini tidak mempunyai mekanisme lembaga yang dapat melaksanakan program DSM. ESCO dapat mendorong penggunaan program DSM dan menutupi biaya dari biaya yang dapat dihemat dari program ini. Pemerintah pusat dan daerah juga dapat menyediakan standar pengembangan bisnis yang dapat membantu dalam memulai pengumpulan dana, dan subsidi untuk mendorong performansi pencapaian energi. Banyak peneliti yang berpendapat bahwa ESCO mempunyai peranan penting dalam menjalankan program DSM. Langkah ke-tiga adalah mendefinisikan alternatif. Terdapat dua alternatif pilihan program DSM yang dapat dipilih yaitu : a. Mempengaruhi Pelanggan Umum (Rumah Tangga, Sosial, Bisnis, dan Publik) b. Mempengaruhi Pelanggan Industri (Industri dan Multiguna) Untuk melakukan analisis dengan metode AHP maka akan disusun kriteria dan subkriteria untuk masing-masing alternatif. Langkah ke-empat adalah menyusun hirarki. Setelah dilakukan penetapan fokus permasalahan, menentukan tujuan, menetapkan kriteria serta subkriteria yang ada, maka kemudian disusun dalam suatu hirarki yang menunjukkan hubungan antar kriteriakriteria tersebut.
4. Pengumpulan dan Pengolahan Data 4.1 Problematika Sistem Kelistrikan di Jawa Timur Karakteristik beban sistem di Jawa Timur dipengaruhi oleh pemakaian listrik untuk perumahan, industri, sosial, perkantoran, hotel, dan sebagainya. Pembebanan harian yang ada untuk Sistem Jawa Timur yang menjadi bagian dari Region 4 (Jawa Timur dan Bali), dapat digambarkan bentuk kurva pembebanan yanga ada di seluruh Jawa Timur seperti terlihat pada gambar berikut :
Gambar 4.1 Kurva Beban Harian Jawa Timur (Sumber : PLN Distribusi Jawa Timur) Pada kurva beban terlihat adanya perbedaan yang sangat berarti antara WBP dan LWBP, hal ini mengharuskan penambahan kapasitas pembangkitan untuk memikul WBP, yang menyebabkan penambahan biaya operasi. Pada gambar kurva beban harian di atas, juga terlihat terdapat karakteristik pemakaian tenaga listrik oleh pelanggan sebagai penggambaran kegiatan seluruh masyarakat konsumen listrik di semua sektor yang ada di Sistem Jawa Timur. Karakter kurva beban tersebut dipengaruhi oleh adanya aktivitas konsumen baik di sektor rumah tangga maupun industri yang relatif berubahubah di setiap waktu yang berbeda. 4.2 Penentuan Kriteria dengan Metode Delphi Penentuan kriteria dengan metode Delphi ini dilakukan dengan tiga kali pertemuan, diharapkan dengan tahapan pertemuan tersebut 11
dapat menyatukan pendapat para ahli sehingga pada akhirnya dapat diputuskan kriteria yang terbaik. Hasil dari pertemuan secara bertahap. Pertemuan pertama dihadiri oleh staf bidang distribusi PLN Distribusi Jawa Timur sebanyak empat orang. Pada pertemuan tersebut peneliti menjelaskan objek penelitian, masalah, tujan dan manfaat penelitian bagi perusahaan dan peneliti, pentingya dicari dan ditentukan kriteria untuk pemilihan program Demand Side Management (DSM), serta mengikutsertakan dan meminta pendapat para staf untuk menentukan kriteria, serta Subkriteria yang berasal dari jurnal yang diacu, yaitu Multicriteria evaluation of demand side management (DSM) Implementation Strategies in the Indian power sector oleh Vashishtha dan Ramachandran,2006. Pada jurnal tersebut menyatakan kriteria evaluasi dengan definisinya adalah sebagai berikut : Tabel 4.1 Kriteria Evaluasi Hirarki No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kriteria Efektivitas Kelayakan Ekonomi Fleksibilitas Pelaksanaan Legal Feasibility Potential for Market Transformation Political Feasibility
Tabel 4.2 Tabel Sub-kriteria DSM No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Sub-kriteria Dana yang tersedia Public Benefit Charges Peraturan Pendapatan Dukungan Teknis Obligation to Perform Pembebasan pajak dan insentif Promosi melalui asosiasi industri Promosi melalui perusahaan energi
4.3 Pembobotan Kriteria dengan AHP Dari kriteria yang telah dipilih dengan menggunakan metode Delphi, kemudian dilakukan pengisian kuisioner pembobotan yang kemudian diolah dengan menggunakan metode AHP untuk mendapatkan bobot masing-masing kriteria beserta Sub-kriteria strateginya. Untuk mempermudah dan mempercepat pengolahannya dilakukan dengan menggunakan bantuan software Expert Choice 2000. Hasil pembobotannya adalah sebagai berikut:
Tabel 4.3 Hasil pembobotan AHP kriteria penyedia
Dan jika digambarkan dalam bentuk hirarki, maka gambarnya seperti tampak pada gambar berikut:
12
Gambar 4.5 Hirarki keputusan untuk strategi implementasi DSM
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kriteria Efektivitas Kelayakan Ekonomi Fleksibilitas Pelaksanaan Legal Feasibility Potential for market transformation Political Feasibility
Bobot 0,257 0,323 0,119 0,158 0,077 0,065
Tabel 4.4 Hasil pembobotan Sub-kriteria AHP kriteria efektivitas No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Sub-kriteria Dana yang Tersedia Public Benefit Charges Peraturan Pendapatan Dukungan Teknis Obligation to perform Pembebasan pajak & insentif Promosi melalui asosiasi industri Promosi melalui perusahaan energi
Bobot 0,272 0,156 0,164 0,166 0,081 0,066 0,042 0,053
Tabel 4.5 Hasil pembobotan sub-kriteria AHP kriteria kelayakan ekonomi No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Sub-kriteria Dana yang Tersedia Public Benefit Charges Peraturan Pendapatan Dukungan Teknis Obligation to perform Pembebasan pajak & insentif Promosi melalui asosiasi industri Promosi melalui perusahaan energi
Bobot 0,265 0,157 0,074 0,180 0,059 0,093 0,128 0,043
Tabel 4.6 Hasil pembobotan Sub-kriteria AHP kriteria Fleksibiltas Pelaksanaan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Sub-kriteria Dana yang Tersedia Public Benefit Charges Peraturan Pendapatan Dukungan Teknis Obligation to perform Pembebasan pajak & insentif Promosi melalui asosiasi industri Promosi melalui perusahaan energi
Bobot 0,145 0,116 0,095 0,232 0,059 0,082 0,072 0,198
Tabel 4.7 Hasil pembobotan Sub-kriteria AHP kriteria Legal Feasibility No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Sub-kriteria Dana yang Tersedia Public Benefit Charges Peraturan Pendapatan Dukungan Teknis Obligation to perform Pembebasan pajak & insentif Promosi melalui asosiasi industri Promosi melalui perusahaan energi
Bobot 0,189 0,097 0,088 0,210 0,086 0,201 0,045 0,083
Tabel 4.8 Hasil pembobotan Sub-kriteria AHP kriteria Potential for Market Transformation No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Sub-kriteria Dana yang Tersedia Public Benefit Charges Peraturan Pendapatan Dukungan Teknis Obligation to perform Pembebasan pajak & insentif Promosi melalui asosiasi industri Promosi melalui perusahaan energi
Bobot 0,260 0,153 0,110 0,183 0,100 0,076 0,072 0,046
Tabel 4.9 Hasil pembobotan Sub-kriteria AHP kriteria Political Feasibility No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Sub-kriteria Dana yang Tersedia Public Benefit Charges Peraturan Pendapatan Dukungan Teknis Obligation to perform Pembebasan pajak & insentif Promosi melalui asosiasi industri Promosi melalui perusahaan energi
Bobot 0,230 0,176 0,122 0,138 0,089 0,132 0,058 0,056
Tabel 4.10 Hasil pembobotan AHP untuk pemilihan alternatif program No. 1. 2.
Alternatif Mempengaruhi pelanggan umum Mempengaruhi pelanggan indutri
Bobot 0,75 0,25
5. Analisis dan Interpretasi Data 5.1 Kelompok Pelanggan yang Paling Berpengaruh dalam Beban Harian Karakteristik beban harian Sistem Jawa Timur dipengaruhi oleh pelanggan rumah tangga, sosial, publik, serta industri. Namun melihat lonjakan yang tajam saat memasuki WBP menunjukkan bahwa kelompok yang paling berpengaruh pada kurva beban pada saat WBP adalah pelanggan rumah tangga. Bila jumlah komposisi pengguna dimasukkan ke dalam tabel, hasilnya adalah sebagai berikut : Tabel 5.1 Komposisi Pelanggan PLN Distibusi Jawa Timur Oktober 2008 Golongan Tarif Sosial (S) Rumah Tangga ( R)
Jumlah Pelanggan 156,190
Persentase 2.28
13
R-1/TR <= 450 VA R-1/TR <= 900 VA R-1/TR <= 1.300 VA R-1/TR <= 2.200 VA R-2/TR 2.200VA sd 6.600 VA R-3/TR diatas 6.600 VA Total Rumah Tangga Bisnis Industri Publik Total Pelanggan
3,678,104 2,055,582 397,679 142,907 59,276 9,999 6,343,547 314,577 11,044 33,645 6,859,003
92.48 4.59 0.16 0.49 100
Direncanakan 3 juta pelanggan Rumah Tangga R1/450 VA yang akan mendapatkan program hemat energi dengan pemberian gratis untuk lampu hemat energi 18W yang tingkat penerangannya setara dengan lampu pijar 100 W. Untuk 3 juta pelanggan akan mendapatkan penghematan sebesar 246 MW.
lampu hemat energi. Sedangkan sasaran yang sangat potensial adalah pelanggan rumah tangga R1/450 VA, karena dari 6,86 juta pelanggan PLN, pelanggan rumah tangganya sebesar 6,34 juta atau sekitar 92,42%, kemudian pelanggan rumah tangga dengan golongan R1/450 VA berjumlah 147.185 pelanggan. Selain itu sebagian besar pelanggan rumah tangga memerlukan listrik untuk penerangan, terutama pada malam hari untuk penerangan. 3. Dengan
analisis Ekonomi Teknik menunjukkan bahwa dengan program penggantian lampu pijar dengan lampu hemat energi manfaatnya untuk pelanggan listrik sebesar Rp. 44.185 atau 32,70%. Sedangkan bagi PLN, keuntungan yang diperoleh adalah sebesar Rp. 259.293.960.000. Dan dapat menurunkan daya pada saat WBP sebesar 246 MW.
6. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Dari analisis penerapan DSM di Jawa Timur dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Dari hasil penelitian dengan menggunakan metode Delphi yang dilakukan pada staf distribusi PLN Dsitribusi Jawa Timur, didapatkan kriteria untuk program DSM, dan pembobotan dengan AHP, hasilnya adalah kriteria kelayakan ekonomi mendapat bobot terbesar yaitu 0,322, kemudian efektivitas mendapat bobot terbesar ke-dua sebesar 0,257. Untuk bobot terbesar ke-tiga adalah Legal Feasibilty, sebesar 0,158, yang ke-empat adalah Fleksibilitas Pelaksanaan sebesar 0,119 dan Potential for market transformation mendapat urutan ke-lima, sebesar 0,77. Yang terakhir adalah Political Feasibilty sebesar 0,065.
AL-Shemmeri et.al. 1997. "Theory and Methodology : Model Choice in Multicriteria Decision Aid", European Journal of Operational Research. PP. 550-560. Berrie, T.W. 1992, Electricity Economics and Planning. London : Peter Peregrimus Ltd. IEE Power Series. Ciptomulyono, U. 2000. “Integrasi Metode Delphi dan Prosedur Analisis Hierarkhis (AHP) untuk Identifikasi dan Penetapan Prioritas Objektif/Kriteria Keputusan”, Jurnal IPTEK, Vol. 7. Doke, E.R and Swanson, N.E. 1995. “Decision Variables For Selecting Prototyping In Information System Development: A Delphi Study of MIS Manager”. Information and Management. P. 29. Dyer, J.S. et.al. 1992. “Multiple Criteria Decision Making, Multiatribute Utility Theory: The Next Ten Years”. Management Science. Vol. 38. P. 5. Federal Energy Management Program (FEMP). May 2001. California Public Benefit Programs,
.
2. Hasil
analisis pembobotan prioritas menunjukkan bahwa program DSM alternatif pertama, yaitu mempengaruhi pelanggan umum (rumah tangga, bisnis, sosial, dan publik) dengan bobot 0,75 dibandingkan dengan mempengaruhi pelanggan industri dengan bobot 0,25. Oleh karena itu program yang diusulkan adalah program penggantian lampu pijar dengan
14
Gellings, P.E., and J.H Chamberlin. 1993. Demand Side Management Concepts & Methods. Oklahoma : Pennwell Publishing Company. Gellings, P.E. et.al. 1996. Demand Forecasting in the Electric Utility Industry. Sheridan Tulsa ,Oklahoma : Pennwell Publishing Company. Khorramshahgol, R and Moustakis, V.S. 1993. “Theory and Methodology: Single and multiple decision making in a multiple objective environment”. European Journal of Operational Research. Vol. 37. PP. 347-354. Lee, D.K. et.al. 2007. “Development of assessment model for demand-side management invesment programs in Korea”. Energy Policy Research Department. Korea : Institute of Energy Research. Linstone, H.A and Turoff. 1975. The Delphi Methode: Techniques and Applications. Addison-Wesley. Nugroho, W.B. 2003. Analisis Keputusan Multikriteria untuk Pemilihan Kebijakan “Demand Side Management” pada PT. PLN Distribusi Jawa Timur (Dalam Rangka Menghadapi Krisis Daya 2003-2006). Tesis Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Porter, A.L. et.al. 1980. A Guidebook for Technology Assessment and Impact Analysis. New York : North Holland. Saaty, T.L. 1995. How to make a Decision: the Analytic Hierarchy Process. Interfaces, Vol.24. No.6. State of Hawaii. 2000. Demand Side Management in Hawaii DSM Fact Sheet for Hawaii and Mainland. URL:http://www.hawaii.gov/dbedt/ert/ dsm.hi.html Sukayasa, I.W. 2001. Studi Penerapan Demand Side Management (DSM) untuk Memperbaiki Efisiensi Sistem Beban Listrik di Bali. Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Thuesen, G.J. dan Fabrycky, W.J. 2002. Ekonomi Teknik. Jakarta : Pearson Educated Asia Pte. Ltd. Vashishtha S, M. Ramachandran. 2006. “Multicriteria evaluation of demand side management (DSM) Implementation Strategies in the Indian power sector”. Energy Vol. 31. PP. 2210–2225 Winkler, R.L. 1990. "Decision Modeling and Rational Choice AHP and Utility Theory". Management Science. Vol. 36. P. 3.
15