1
Production Cost and Revenue Analysis Feasibility And Nursery Albasia How Seedlingsand scraped How to Support Development of Community Forests By : Asep Dedi Sufyadi Tedi Hartoyo ========================================================== ABSTRACT
This study aims to determine how the performance of the technical arrangement of the nursery area for breeding albizia production process means seedling and scraped along the way to know the cost of production, income and the feasibility of the breeding nursery albasia father owned Tatang Neglasari Salawu Sumarna in Tasikmalaya District. Based on the research results of the performance of the Planning Area Technical Breedingfor breeding in breeding albasia conducted research is building that serves as a breeding administration and warehouse facilities in a hut production work, installation of water with water pump engine distributed by using a hose plastic and mounted water tank, shading area is quite simple to use transparent plastic, open area performed at the location of the area just opened plastic shading. Making the road network with a size of 70 cm and 40 cm drainage. The sequence of production means seedling and scraped almost the same way the difference, in a way no events seedlings planted and seed treatment before seeding activities. While on the way there chum chum seed treatment and planting seeds in a plastic bag to be placed on the shading area. Production costs, revenues, and R / C breeding chum way bigger than seedling way, so breeding chum way more advantages than by way of seedlings. The research activities include the collection of data, the determination of the respondent, the operational variables and data analysis. Based on the results of research conducted in mind that the magnitude of R / C on seedling breeding albasia way 1.75 and 1.78 deactivation means that both the nursery feasible way to be developed or commercialized.
2
Analisis Biaya Produksi dan Pendapatan Serta Kelayakan Usaha Pembibitan Albasia Cara Semai dan Cara Cabutan Dalam Mendukung Pembangunan Hutan Rakyat Oleh : Asep Dedi Sufyadi Tedi Hartoyo ==========================================================
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana keragaan teknis penataan areal persemaian untuk proses produksi usaha pembibitan albasia cara semai dan cara cabutan serta untuk mengetahui biaya produksi, pendapatan dan kelayakan usaha pembibitan tersebut pada usaha pembibitan albasia milik bapak Tatang Sumarna di Neglasari Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya. Berdasarkan hasil penelitian ternyata keragaan teknis dalam Penataan Areal Pembibitan (PAP) untuk usaha pembibitan albasia pada usaha pembibitan yang dilakukan penelitian adalah bangunan yang berfungsi sebagai administrasi pembibitan dan gudang sarana produksi pada sebuah gubug kerja, instalasi air dengan mesin pompa air yang didistribusikan dengan menggunakan selang plastik serta dipasang bak penampungan air,shading areacukup sederhana dengan menggunakan plastik transparan, open area dilakukan pada lokasi shading areahanya dibuka plastik naungannya. Pembuatan jaringan jalan dengan ukuran 70 cm dan drainase 40 cm. Urutan proses produksi cara semai dan cara cabutan hampir sama perbedaannya, pada cara semai ada kegiatan perlakuan benih sebelum disemaikan dan kegiatan penyemaian benih. Sedangkan pada cara cabutan ada perlakuan bibit cabutan dan penanaman bibit pada kantong plastik untuk ditempatkan pada shading area. Biaya produksi, pendapatan, dan R/C pembibitan cara cabutan lebih besar dibandingkan cara semai, sehingga usaha pembibitan cara cabutan memberikan keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan cara semai. Kegiatan penelitian ini meliputi pengumpulan data, penentuan responden, operasional variabel dan analisis data. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa besarnya R/C pada usaha pembibitan albasia cara semai 1,75 dan cara cabutan 1,78 sehingga kedua cara pembibitan tersebut layak untuk dikembangkan atau diusahakan.
I.
PENDAHULUAN
Pembangunan nasional dilaksanakan secara bertahap dengan tujuan utama meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat, serta meletakan landasan yang kuat untuk tahap pembangunan selanjutnya. Sektor pertanian selalu mendapat prioritas utama sebab ditinjau dari berbagai segi merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional (Mubyarto, 1989). Sehubungan dengan itu perlu dikembangkan sumber daya manusia yang handal, baik itu perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan teknologi maupun
3
tumbuhnya kewiraswastaan agar senantiasa hasil-hasil pertanian/kehutanan mampu tersedia secara kontinyu untuk mensuplai subsistem agroindustri menuju terwujudnya masyarakat industri Indonesia. Perkembangan pembangunan bidang pertanian kehutanan berupa pengolahan hasil pertanian/kehutanan yang memiliki nilai guna sedang ditingkatkan pemerintahan Indonesia, hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk berdampak pada meningkatnya kebutuhan manusia terhadap hasil hutan berupa kayu sebagai bahan untuk kebutuhan hidup manusia itu sendiri, akan tetapi akibat pemanfaatan hasil hutan berupa kayu tersebut kurang efisien telah mendorong terjadinya eksploitasi hutan secara besarbesaran, dilain pihak alih fungsi lahan hutan dan pertanian untuk pemukiman, pertambangan, dan perkebunan telah mengakibatkan luas kawasan hutan semakin menyempit, akibatnya perbandingan antara luas wilayah dengan kawasan hutan menjadi tidak seimbang sehingga sistim keseimbangan lingkunganpun menjadi terganggu (Dimiyati D, Suyarno, Anas Badrunasar, Tjetjep Sutisna. 2003). Perkembangan hutan rakyat dewasa ini semakin diperhitungkan sebagai alternatif pemasok kebutuhan kayu yang selama ini lebih banyak berasal dari hutan negara dan hutan alam. Menurut Astraatmaja (2000) dalam Direktorat Bina Usaha Perhutanan Rakyat (2004) hutan rakyat yang terkonsentrasi dipulau Jawa yaitu seluas 778.253,26 hektar, atau 49,6 persen dari total luas hutan rakyat di Indonesia, produksi log dari hutan rakyat mencapai 32,47 persen dari total produksi log di Pulau Jawa. Kabupaten Tasikmalaya memiliki potensi yang kaya akan sumber daya hutan. Potensi Sumber Daya Hutan di Kabupaten Tasikmalaya terdiri dari Hutan Negara seluas 43.862,82 hektar (tabel 1) dan Hutan Rakyat seluas 44.318,54 hektar (lampiran 3) (Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Tasikmalaya, 2014). Kecamatan Salawu merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Tasikmalaya memiliki luas Hutan Rakyat 1.650,50 Hektar dengan jumlah produksi pada tahun 2012 sebanyak 1.758.135,95 m3, disisi lain pada tahun 2011 terdapat lahan kritis untuk kecamatan Salawu 30 Hektar yang kemudian pada tahun 2012 sampai dengan 2013 masih stagnan datanya, baru kemudian pada tahun 2014 ada perubahan tersisa tinggal 20 Hektar. Fakta diatas menggambarkan bahwa adanya produksi setiap saat dari Hutan Rakyat serta masih adanya lahan-lahan yang kritis, hal ini menjadi penggiat masyarakat untuk melakukan penanaman kembali serta merehabilitasi lahan kritis dengan tanaman yang cocok dan mempunyai nilai ekonomis, namun seringkali pelaksanaannya dilapangan masih kurang menggembirakan. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor antara lain rendahnya mutu bibit yang ditanam, sejalan dengan itu untuk memperoleh bibit berkualitas serta kuantitas yang cukup dengan keseragaman pertumbuhannya perlu didukung dalam bentuk usaha pembibitan albasia sehingga akan mampu meningkatkan produktivitas tegakan serta kualitas kayu dari hutan rakyat yang memenuhi standar jual yang dibutuhkan oleh pasar. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan usaha pembibitan yang benar secara teknis penataan areal persemaian serta biaya produksi, pendapatan dan kelayakan usaha pembibitan Albasia cara semai dan cara cabutan dalam upaya mendukung pembangunan Hutan Rakyat.
4
Atas dasar pemikiran tersebut diatas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang “Analisis Biaya Produksi dan Pendapatan serta Kelayakan Usaha Pembibitan Albasia Cara Semai Dan Cara Cabutandalam Mendukung Pembangunan Hutan Rakyat (Kasus pada Usaha Pembibitan Albasia di Desa Neglasari Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya )”. 1.1. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian terhadap pokok permasalahan berkenaan dengan latar belakang maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut : 1) Bagaimana keragaan teknis penataan areal persemaian usaha pembibitan albasia cara semai dan pembibitan cara cabutan pada usaha pembibitan Albasia di Desa Neglasari Kecamatan Salawu. 2) Berapa besarnya biaya produksi dan pendapatan serta kelayakan usahatani pembibitan albasia cara semai dan cara cabutan pada usaha pembibitan Albasia di Desa Neglasari Kecamatan Salawu. 1.2. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dalam identifikasi masalah ini adalah : 1) Untuk mengetahui keragaan teknis penataan areal persemaian usaha pembibitan albasia cara semai dan pembibitan cara cabutan pada usaha pembibitan Albasia di Desa Neglasari Kecamatan Salawu. 2) Untuk mengetahui biaya produksi dan pendapatan serta kelayakan usahatani pembibitan albasia cara semai dan cara cabutan pada usaha pembibitan Albasia di Desa Neglasari Kecamatan Salawu.. 1.3. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan dari hasil penelitian ini yang diharapkan bermanfaat untuk : 1) Peneliti, menambah wawasan keilmuan dan bahan masukan untuk meneliti lebih lanjut yang berkaitan dengan agrinisnis pembibitan Albasia khususnya dalam usaha pertanian/kehutanan pada umumnya. 2) Masyarakat dan pelaku usaha pembibitan Albasia sebagai bahan pertimbangan dalam menjalankan usahanya. 3) Pemerintah, dalam hal ini instansi terkait sebagai bahan informasi dan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan pengembangan dan pengadaan bibit Albasia. 1.4. Pendekatan Masalah Menurut Wibowo, dkk. dalam Rodjak (1999), sistim agribisnis adalah semua aktifitas dari pengadaan sarana produksi yang dihasilkan oleh suatu usahatani atau suatu usaha agribisnis yang saling terkait satu sama lainnya. Dengan demikian sistim agribisnis merupakan satu sistim yang terdiri dari berbagai subsistem yaitu : 1) Subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi, teknologi dan pengembangan sumber daya pertanian. 2) Subsistem produksi pertanian atau usahatani. 3) Subsistem pemasaran hasil-hasil pertanian. 4) Pengolahan hasil-hasil pertanian atau agroindustri.
5
Keempat subsistim ini harus berjalan secara terpadu agar sistem pertanian itu berjalan efisien, sebab jika salah satu subsistem itu tidak berjalan dengan baik maka sistim pertanian itu akan lumpuh atau akan terjadi pemborosan pemakaian sumber daya produksi, yang akhirnya akan meningkatkan biaya produksi, biaya pemasaran, dan harga produk-produk pertanian ditingkat konsumen akhir. Pertumbuhan agribisnis yang positif akan menunjang pada perkembangan sektor industri dan akan mengarah pada perkembangan lapangan pekerjaan, hal ini sesuai dengan program pemerintah dalam usaha meningkatkan devisa negara, melalui peningkatan ekspor industri kayu yang didukung sarana pembibitan yang memerlukan kesinambungan bahan baku terutama kayu, selama ini dalam pelaksanaan rehabilitasi pada tanah kritis baik pelaksanaan reboisasi ataupun penghijauan bahkan pengayaan bekas pembalakan terkesan hanya pencapaian kualitatif saja, padahal untuk perencanaan yang lebih baik perlu mempertimbangan pula faktor-faktor sebagai berikut : a) Pemilihan jenis pohon yang sesuai dengan kondisi tapak b) Rendahnya mutu bibit yang ditanam Supriyanto (1996), Bibit berkualitas baik adalah bibit yang kokoh (tegar), sehat, seragam dan mudah beradaptasi dengan lingkungan yang baru serta tumbuh baik jika ditanam dilapangan. Bertitik tolak dari persyaratan kualitas bibit tersebut maka banyak faktor fisologis yang berperan terutama yang berkaitan dengan tingkat kemasakan benih, daya simpan benih, kualitas benih (genetis, fisik, fisologis, viabilitas). Selanjutnya Supriyanto (1996), menyatakan bahwa pembiakan tanaman dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara generatif dan secara vegetatif. Pembiakan generatif adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan benih yang dihasilkan dari proses pembuahan (sexual). Pembiakan vegetatif adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan salah satu bagian vegetatif tanaman itu sendiri, misal akar, batang, daun, pucuk, jaringan meristem dan sel. Dari pembiakan cara generatif dalam prakteknya ada dua cara adalah : (1). Cara semai, merupakan cara pembiakan tanaman secara generatif melalui tahapan seleksi benih dan jenis benih, penerapan teknik pembiakan sampai terjadi bibit sesuai kriteria yang dikehendaki untuk tujuan penanaman; (2). Cara cabutan / putaran, merupakan cara pembiakan tanaman secara generatif melalui tahapan seleksi alami yang pada umumnya berada disekitar tegakan tinggal atau pohon induk (sumber benih), sehingga dalam pembibitan jenis ini dilakukan pengambilan bibit cabutan dilapangan serta diadakan perlakuan dan tahapan teknik tertentu sebelum bibit siap ditanam dilokasi. Menurut Mubyarto (1989) bahwa usahatani yang dilaksanakan secara terpadu dasarnya adalah untuk meningkatkan pendapatan dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan pelaku usahatani tersebut. Usahatani adalah organisasi dari alam, kerja dan modal yang ditujukan pada produksi dilapangan pertanian. Selanjutnya dinyatakan bahwa organisasi usahatani terdiri dari unsurunsur pokok lahan, tenaga kerja, modal dan pengolahan Usahatani pembibitan albasia baik cara semai dan cabutan memerlukan biaya. Biaya yang digunakan dalam proses produksi dibagi menjadi Biaya Tetap (Fixed Cost) dan Biaya Variable (Variable Cost). Biaya tetap adalah jenis biaya yang tidak berubah walaupun jumlah produksi bertambah atau tidak terpengaruh oleh besar kecilnya tingkat
6
produksi.sedangkan biaya variabel adalah biaya yang terpengaruh oleh besar kecilnya produksi (Mubyarto, 1989). Keuntungan adalah jumlah penerimaan dikurangi total biaya (Total Cost), dimana penerimaan adalah hasil perkalian antara jumlah produksi dengan harga jual, selanjutnya pendapatan adalah selisih antara penerimaan total dengan biaya total (Soekartawi, 1989). Apabila diketahui produksi, biaya produksi, penerimaan dan pendapatan, maka untuk mengetahui tingkat kelayakan dari usahatani dianalisis dengan R/C dimana R/C adalah perbadingan antara total penerimaan dengan total biaya (Soedarsono Hadisapoetro, 1973). II. METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus pada usaha pembibitan Albasia di Desa Neglasari Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya. Penentuan lokasi penenelitian dilakukan secara sengaja (purposive), karena usaha pembibitan tersebutsudah lama dan kontinyu melaksanakan usaha pembibitan Albasia dan didukung lokasi yang memenuhi syarat secara teknis dan cukup strategis karena berada pada jalur utama transportasi sehingga memudahkan proses pemasaran produksi. Sugiyono (2004) menyatakan, bahwa studi kasus adalah suatu populasi yang diteliti lebih terarah, terfokus pada satu sifat tertentu yang tidak berlaku umum. Biasanya dibatasi oleh kasus, lokasi, tempat serta waktu tertentu. Winarno Surakhmad (1998) menyatakan , metode studi kasus merupakan penelitian yang tidak mengambil sampel dari satu populasi melainkan ditentukan secara sengaja (purposive) denganmenggunakan kuesioner sebagai alat pengambilan data yang pokok. 2.2. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan, pengukuran dan wawancara langsung dilapangan dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah dipersiapkan terlebih dahulu, sedangkan data sekunder diperoleh dari hasil studi pustaka, serta dari instansi yang ada hubungannya dengan penelitian ini. 2.3. Operasionalisasi variabel Adapun variabel-variabel yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi biaya produksi, penerimaan, pendapatan dan R/C melalui konsep sebagai berikut : 1) Biaya produksi yaitu biaya yang dikeluarkan selama berlangsungnya proses produksi dalam satuan rupiah, mencakup : a) Biaya tetap (Fixed Cost) adalah biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada volume produksi atau penjualan yang dihasilkan termasuk dalam biaya tetap yaitu : Sewa lahan Penyusutan alat Bunga modal tetap b) Biaya variabel (Variable Cost) adalah biaya yang besar kecilnya tergantung pada besarnya volume produksi yang dihasilkan. Biaya
7
variabel dalam penelitian ini adalah pembelian benih, pupuk, biaya pestisida, polybag, bambu, upah tenaga kerja, sewa listrik dan bunga modal variabel. 2) Penerimaan. 3) Pendapatan. 4) R/C Periode produksi yang akan dianalisis yaitu selama satu periode produksi (4 bulan). 2.4. Kerangka Analisis Pendapatan yang diperoleh pelaku usahatani merupakan selisih antara penerimaan total dengan biaya total, biasa dituliskan dalam bentuk persamaan sebagai berikut (Soekartawi, 1989) : Keterangan : π = Pendapatan TR = Total Revenue (Total Penerimaan) TC = Total Cost (Total Biaya Produksi) Biaya total dalam suatu proses produksi adalah jumlah biaya variabel total dengan biaya tetap total. Secara matematika dapat ditulis dengan rumus (Mubyarto, 1989) : TC = FC + VC Keterangan : TC = Biaya Total FC = Biaya Tetap VC = Biaya Variabel Penerimaan yang didapatkan pelaku usahatani merupakan hasil kali dari produksi (Y) yang diperoleh pelaku usaha dengan biaya harga jualnya (Py) pada waktu panen, yang biaya ditulis dengan persamaan (Soekartawi, 1989) : TR = Y . Py Keterangan : TR = Total Revenue (total penerimaan) Y = Produksi Py = Harga Produksi Kemudian untuk mengetahui tingkat kelayakan dari usahatani pembibitan Albasia cara semai dan cabutan pada Kelompok Tani Balebat dianalisis dengan R/C. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut (Soedarsono Hadisapoetro, 1973) : R/C = Indikator kelayakan usaha berdasarkan metode R-C dapat digunakan sebagai berikut : R/C > 1 : usahatani menguntungkan dan layak untuk dijalankan. R/C =1 : usahatani impas ( tidak untung tidak rugi) R/C <1 : usahatani rugi dan tidak layak untuk diusahakan. III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Identitas Responden Responden dalam penelitian ini adalah seorang pemilik usaha pembibitan Albasia di Desa Neglasari Kecamatan Salawu, hal ini dilakukan karena pada usaha tersebut proses manajemen dan pengelolaan usaha dilakukan sendiri oleh pemilik. Identitas seseorang mengenai umur, pendidikan, pengalaman berusaha
8
dan jumlah tanggungan keluarga sangat erat kaitannya dengan kemampuan seseorang dalam menjalankan usahanya. Identitas responden dalam penelitian ini terdapat pada table berikut Tabel 1. Identitas Responden Penelitian. Nama : Tatang Sumarna Umur : 60 Tahun Pendidikan terakhir : SPMA Pengalaman usaha : 21 Tahun Pengalaman kerja bidang pembibitan albasia : 4 Tahun Jumlah tanggungan keluarga : 2 orang Sumber : Hasil wawancara dilapangan 3.2. Keragaan Teknis Usaha Pembibitan Albasia. Proses produksi dalam pembibitan Albasia, berarti pelaksanaan kegiatan diawali dari penaburan benih dengan syarat dan pelaksanaan teknik tertentu sampai terbentuk bibit sesuai kriteria yang dibutuhkan (Engkos Kosasih, 2011). Namun demikian ada hal yang perlu diperhatikan, hubungannya dengan pengelolaan pembibitan Albasia mengenai penataan areal pembibitan yaitu mengenai sarana pembibitan yang perlu diatur tata letaknya adalah bangunan, instalasi air, bak tabur/kecambah, areal naungan, areal terbuka, jaringan jalan angkutan dan pemeriksaan serta saluran drainase dan proses produksi, pemasaran dan harga bibit. 3.3. Analisis Usaha Pembibitan Albasia cara semai dan cara cabutan. 3.3.1. Biaya Tetap Besarnya biaya tetap yang dikeluarkan untuk kedua cara pembibitan albasia yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Biaya tetap per Ha per satu kali proses produksi usaha pembibitan albasia cara semai dan cara cabutan di Desa Neglasari Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya tahun 2014. No
Komponen Biaya
Cara semai Rp Persentase 17.500.000 79,96
Cara Cabutan Rp Persentase 17.500.000 61,94
1
Sewa lahan
2
Penyusutan alat
3.345.235,71
15,28
9.409.523,81
33,30
3
Bunga modal
1.041.261,79
4,76
1.345.476,19
4,76
21.886.497,5
100
28.255.000
100
Jumlah
Berdasarkan tabel diatas, biaya sewa lahan menunjukan persentase yang tinggi untuk usaha pembibitan cara semai dan cara cabutan berturut-turut 79,95 persen dan 61,94 persen dengan nilai yang sama yaitu sebesar Rp. 17.500.000 dikarenakan letak lahan usaha pembibitan albasia cara semai dan cara cabutan berada pada lokasi yang berdekatan.
9
3.3.2. Biaya Variabel Biaya variabel merupakan biaya yang sangat tergantung pada penggunaan faktor produksi dan sifatnya habis dalam satu kali proses produksi dan dapat dilihat pada Table 3 di bawah ini : Tabel 3. Biaya variabel per Ha usaha pembibitan albasia di Desa Neglasari Kecamatan Salawu KabupatenTasikmalaya 2014 Cara semai No
Rp 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Cara Cabutan
Komponen Biaya Benih/Bibit* Pupuk Organik Pupuk An organik Polybag ZPT / PPC Fungisida Sewa listrik Bambu Tenaga kerja Bunga modal Jumlah
Persentase
Rp
Persentase
3.480.000 30.000.040 213.000 23.040.000 560.000 880.000 285.700 1.190.000 30.040.000 4.484.437
3,70 31,86 0,23 24,47 0,59 0,93 0,30 1,26 31,90 4,76
172.800.000* 30.240.000 23.040.000 1.920.000 960.000 380.900 1.190.000 36.770.000 13.365.045
61,57 10,77 8,21 0,68 0,34 0,14 0,42 13,10 4,76
94.173.177
100
280.665.945
100
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa biaya per Ha untuk pembelian benih pada usaha pembibitan albasia cara semai adalah sebesar Rp. 3.480.000,atau 3,70 persen dari total biaya variabel. Sedangkan biaya per Ha untuk benih pada cara cabutan lebih tinggi yaitu mencapai 61,57 persen dari total biaya variabel atau sekitar Rp. 172.800.000,-. Adanya perbedaan biaya ini di akibatkan oleh karena benih pada cara cabutan sudah berupa bibit yang dibeli berdasarkan satuan batang (Rp. 200/Btg) dari anggota atau masyarakat pencari bibit cabutan. Pupuk organik dan an organik digunakan pada pembibitan cara semai sedangkan pada cara cabutan tidak menggunakan pupuk an organik. Biaya pupuk organik per Ha adalah sebesar Rp. 30.000.040 (31,85 %), sedangkan biaya untuk pupuk an organik per Ha sebesar Rp.213.000 (0.23 %). Pada penelitian cara cabutan, kontribusi biaya untuk pupuk organik adalah sebesar Rp. 30.240.000 atau sekitar 10,77 persen dari total biaya variabel yang digunakan pada usaha pembibitan albasia cara cabutan. Pupuk an organik tidak digunakan pada cara cabutan karena lebih memanfaatkan pada pupuk pelengkap cair (PPC). Biaya variabel yang digunakan untuk polybag atau kantong plastik pada usaha pembibitan cara semai dan cara cabutan untuk satu hektar besarnya sama yaitu Rp. 23.040.000, tetapi persentase dari cara semai dan cabutan besarnya menjadi berbeda yaitu 24,47 persen dari biaya variabel total cara semai dan 8,21 persen dari biaya variabel cara cabutan. Hal ini terjadi karena biaya total variabel dari pembibitan cara cabutan lebih besar.
3.3.3. Biaya Produksi Biaya produksi merupakan penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel. Jumlah biaya produksi untuk usah pembibitan cara semai dan cara cabutan dapat dilihat pada Tabel 4.
10
Tabel 4
No 1 2
Biaya produksi usaha pembibitan albasia cara semai dan cara cabutan per hektar per satu kali proses produksi di Desa Neglasari Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya. Tahun 2014 Komponen Biaya
Biaya Tetap Biaya Variabel Jumlah
Cara semai Rp
Cara Cabutan
Persentase
Rp
Persentase
21.886.497,5 94.173.177
18,86 81,14
28.255.000 280.665.945
9,15 90,85
116.059.674,5
100
308.920.945
100
Berdasarkan tabel diatas, jumlah biaya produksi yang dikeluarkan untuk usaha pembibitan cara cabutan lebih besar yaitu Rp. 308.920.945. Jika dibandingkan dengan pembibitan cara semai yaitu Rp. 116.059.674,5. 3.3.4. Penerimaan, Pendapatan, dan R/C Penerimaan merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi dengan harga bibit albasia yang berlaku saat itu baik bibit dari cara semai maupun cara cabutan. Besarnya penerimaan untuk usaha pembibitan cara semai dan cabutan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Penerimaan dan pendapatan per Ha per satu kali produksiusahaPembibitan Albasia di Desa Neglasari Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2014 No Uraian Cara Semai Cara Cabutan 1 Produksi (Btg/Ha) 509.760 734.400 2 Harga (Rp/Ha) 400 750 3 Penerimaan (Rp/Ha) 203.904.000 550.800.000 4 Biaya Produksi (Rp/Ha) 116.059.674,5 308.920.945 5 Pendapatan (Rp/Ha) 87.844.325,5 241.879.055 6 R/C Ratio 1,75 1,78 Tabel 5 memperlihatkan bahwa hasil produksi per hektar usaha pembibitan albasia cara cabutan lebih tinggi (734.400 batang) jika dibandingkan dengan cara semai (509.760 batang). Hal ini karena pada pembibitan cara cabutan persentase hidup bibit lebih tinggi yaitu 85 persen sedangkan pada bibit cara semai persentase hidupnya 59 persen. Harga yang berlaku untuk bibit albasia cara semai Rp. 400,- dan Rp.750,- untuk bibit albasia cabutan. Maka jumlah penerimaan yang diperoleh adalah sebesar Rp. 203.904.000 untuk bibit cara semai dan Rp. 550.800.000 bibit cabutan. Lebih besarnya penerimaan bibit dari cara cabutan dikarenakan tingginya harga yang berlaku dibandingkan dengan bibit cara semai. Pendapatan per Ha yang diperoleh dari usaha pembibitan cara semai adalah Rp. 87.844.325,5 lebih kecil jika dibandingkan dengan pembibitan cara cabutan yang mencapai Rp. 241.879.055. Nilai R/C untuk pembibitan cara semai adalah sebesar 1,75 artinya setiap rupiah biaya produksi yang dikeluarkan memberikan penerimaan sebesar 1,75 rupiah. Adapun untuk pembibitan cara cabutan adalah 1,78 artinya setiap rupiah biaya produksi yang dikeluarkan memberikan penerimaan sebesar 1,78 rupiah. Dilihat dari nilai R/C untuk usaha pembibitan cara semai dan cara cabutan untuk
11
keduanya layak diusahakan karena nilainya lebih dari satu. Akan tetapi usaha pembibitan cara cabutan lebih menguntungkan dibanding cara semai karena mempunyai nilai R/C yang lebih besar. Sayangnya kualitas bibit dari cara cabutan kurang terjamin karena kurang jelas asal sumber bibitnya. IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, analisis, dan pembahasan yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Keragaan teknis dalam penataan areal persemaian untuk pembibitan Albasia cara semai dan cara cabutan adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat administratif dan gudang sarana produksi dilakukan pada sebuah gubug kerja, instalasi air dengan menggunakan pompa air didistribusikan oleh selang plastik pada bak penampungan air, shading area sederhana dengan plastik transparan, open area pada lokasi shading area yang dibuka sungkup plastik transparannya, pembuatan jaringan jalan dan drainase juga sudah dilakukan pada lokasi penelitian. Urutan proses produksi yang berbeda pada cara semai dan cara cabutan adalah cara semai dilakukan perlakuan benih sebelum disemaiuntuk mengetahui daya kecambahnya dan ada kegiatan penyemaian benih pada kantong plastik untuk ditempatkan pada shading area sedangkan pada cara cabutan tidak ada perlakuan benih tetapi ada kegiatan perlakuan bibit cabutan yaitu memangkas daun sampai tersisa sepertiga bagian, memotong akar-akar besar atau yang tidak perlu, mencelupkan atau mengolesi batang akar pada rootone-F kemudian penanaman pada kantong plastik yang telah terisi media untuk ditempatkan pada shading area. 2. Besarnya biaya produksi usaha pembibitan albasia cara semai per Ha adalah Rp. 116.059.674,5,- dengan pendapatan sebesar Rp. 87.844.325 dan R/C 1,75 artinya setiap satu rupiah biaya produksi yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar 1,75 rupiah. Sedangkan usaha pembibitan cara cabutan besarnya biaya produksi per Hektar adalah Rp. 308.920.945dengan pendapatan sebesar Rp. 241.879.055 dan R/C 1,78 artinya setiap satu rupiah biaya produksi yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar 1,78 rupiah. Usaha pembibitan Albasia yang dilakukan penelitian baik cara semai dan cara cabutan layak untuk diusahakan atau dikembangkan karena memiliki R/C lebih dari 1 (satu). 4.2. Saran 1. Bagi para pengusaha pembibitan albasia harus bisa mencari alternatif cara pelaksanaan pembibitan yang lebih efisien biaya produksi tapi menguntungkan lebih besar. 2. Dari penelitian yang dilakukan antara pembibitan cara semai dan cara cabutan secara analisis lebih menguntungkan cara cabutan, namun demikian pelaksanaan pembibitan harus disesuaikan dengan rencana pemanfaatan bibit, karena untuk tujuan kayu produksi bibit dari cara semai lebih cocok daripada yang berasal dari cara cabutan karena bibit dari cara cabutan umumnya dari sisi kualitas kurang baik.
12
DAFTAR PUSTAKA Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Tasikmalaya, 2014. Laporan Tahunan. Tasikmalaya. Diniyati D, Suyarno, Anas Badrunasar, Tjetjep Sutisna.2013.Kajian sosial Ekonomi Hutan Rakyar di Desa Boja Kecamatan Majenang Kabupaten Cilacap. P(74-95). Prosiding seminar sehari. Prospek Pengembangan Hutan Rakyat di Era Otonomi Daerah. Departemen Kehutanan. Badan Peneliti dan Pengembangan Kehutanan.Loka Penelitian dan Pengembangan Hutan Monsoon Ciamis.Cilacap. Direktorat Bina Usaha Perhutanan Rakyat, 2004. Data Potensi Hutan Rakyat. Direktorat Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan sosial. Deparemen Kehutanan. Jakarta. Engkos Kosasih. 2011. Manual Produksi Bibit Berkualitas. Balai Perbenihan Tanaman Hutan Jawa dan Madura. Tanjungsari-Sumedang Mubyarto,1989,Pengantar Ekonomi Pertanian.Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES). Jakarta. Rodjak.A, 1999. Sistim Agrobisnis. Yasaguna. Jakarta. Soedarsono Hadisapoetro, 1973. Biaya dan Pendapatan Didalam Usahatani. Departemen Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Soekartawi. 1989. Teori Ekonomi Produksi. PT. Raja Garfindo Persada. Jakarta. Supriyanto, 1996, Pelatihan dan Pembinaan Bidang reboisasi dan Penghijauan. Fakultas Kehutanan IPB Bogor. Bogor.