ANALISIS HUBUNGAN ANTARA KONDISI VENTILASI, KEPADATAN HUNIAN, KELEMBABAN UDARA, SUHU, DAN PENCAHAYAAN ALAMI RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WARA UTARA KOTA PALOPO Analysis of the Relationship Between Ventilation Conditions, Density Residential, Air Humidity, Temperature, and Natural Lighting House with Pulmonary Tuberculosis Disease in Territory Work Health Center Northern Wara- Palopo. Hera.T.S. Batti’ *, dr. Budi. T Ratag, MPH *, Prof. dr. Jootje. M.L. Umboh, MS* *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado
ABSTRAK Besarnya masalah TB di Indonesia adalah 1,0%, dengan perkiraan insidensi TB MDR 6.100 per tahun. Tujuh belas provinsi diantaranya mempunyai angka prevalensi di atas angka nasional, yaitu provinsi NAD, Sumatera Barat, Riau, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Banten, NTB, NTT, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Papua Barat dan Papua. Secara umum prevalensi yang tertinggi yaitu Papua Barat (2.5%) dan terendah di provinsi Lampung (0,3%). Kasus TB paru yang ada di kota Palopo salah satu puskesmas yang memiliki kasus TB terbanyak yaitu di wilayah kerja Puskesmas Wara Utara. Pada tahun 2012 jumlah kasus TB BTA (+) di puskesmas Wara Utara sebanyak 78 orang, dan jumlah kasus TB hasil Rontgen (+) sebanyak 34 orang dan hasil sputum (+) sebanyak 44 orang. Tujuan penelitian mengetahui hubungan antara kondisi ventilasi, kepadatan hunian, kelembaban udara, suhu, dan pencahayaan alami rumah dengan kejadian penyakit TB paru di wilayah kerja Puskesmas Wara Utara kota Palopo.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain studi potong lintang (cross sectional study). Populasi penelitian adalah semua penderita (+) TB paru dan non- TB paru (-) yang berdomisili di wilayah kerja puskesmas Wara Utara yang tercatat pada bulan Desember 2012Februari 2013 sebanyak 100 responden. Pengambilan sampel adalah secara purposive sampling dilakukan matching berdasarkan jenis kelamin dan tempat tinggal. Pengambilan data menggunakan lembar observasi (check list) dan pengukuran suhu ruangan dengan menggunakan thermometer, pencahayaan alami dengan menggunakan luxmeter, ventilasi dengan menggunakan rollmeter, kelembaban dengan menggunakan hygrometer. Analisis bivariat menggunakan uji chi square (CI = 95%, α = 0,05) dengan program SPSS versi 16. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kondisi ventilasi dengan kejadian penyakit TB paru (p = 0,000, OR = 36,417 95% CI: 10,85-122,17), terdapat hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian penyakit TB paru (p = 0,000, OR = 10,023, 95% CI:3,75-26,75), terdapat hubungan antara kelembaban dengan kejadian penyakit TB paru (p = 0,009, OR = 2,935, 95% CI:1,29-6,64), terdapat hubungan antara suhu ruangan dengan kejadian penyakit TB paru (p = 0,000, OR = 9,117, 95% CI: 3,66-22,65), dan terdapat hubungan antara pencahayaan alami dengan kejadian penyakit TB paru (p = 0,000, OR = 4,696, 95% CI: 1,93-11,41). Saran kepada Puskesmas Wara Utara agar dapat melakukan tindakan promosi kesehatan terutama bagi masyarakat yang mempunyai faktor risiko yang tinggi, dengan cara memberikan penyuluhan tentang persyaratan rumah sehat. Bagi masyarakat yang sedang merenovasi atau membangun rumah untuk lebih memperhatikan aspek sanitasi rumah sehat seperti ventilasi, pencahayaan, kebiasaan membuka jendela dan lebih meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat untuk menghindari penularan penyakit tuberkulosis paru. Kata Kunci: Kondisi Ventilasi,Kepadatan Hunian, Kelembaban Udara, Suhu Ruangan, Pencahayaan Alami, dan Penyakit Tuberkulosis
. ABSTRACT The magnitude of the TB problems in Indonesia is 1.0%, with an estimated incidence of MDR TB 6,100 per year. Seventeen provinces of which have prevalence rates above the national average, which is the province of Aceh, West Sumatra, Riau, Jakarta, Central Java, Yogyakarta, Banten, NTB, NTT, South Kalimantan, East Kalimantan, Central Sulawesi, South Sulawesi, Southeast Sulawesi , Gorontalo, West Papua and Papua. In general, the highest prevalence of West Papua (2.5%) and the lowest in Lampung province (0.3%). Pulmonary TB cases in the city of Palopo’s one health center which has the highest number of TB cases in the region of North Wara Health Center. In 2012 the number of cases of smear (+) in North Wara clinic as many as 78 people, and the number of TB cases X-ray results (+) as many as 34 people and sputum results (+) as many as 44 people. The purpose of this research is to know the relationship between the condition of ventilation, residential density, humidity, temperature, and natural lighting of homes with the rate of pulmonary TB disease incidence in North Wara Puskesmas Palopo town. This study is a observational analytic cross-sectional study design (cross-sectional). The study population was all patients with pulmonary TB (+) and non-pulmonary TB (-) are domiciled in North Wara clinic. The results were taken from 100 respondents, recorded in December 2012 and February 2013. Sampling was carried out in purposive sampling matching by sex and residence. Retrieval of data using observation sheets (check list) and the measurement of the room temperature by using a thermometer, using luxmeter natural lighting, ventilation using rollmeter, humidity using a hygrometer. Bivariate analysis using chi square test (CI = 95%, α = 0.05) using SPSS version 16. The results showed that there is a relationship between the condition of ventilation with pulmonary TB disease incidence (p < .001, OR = 36.417 95% CI: 10.85 to 122.17), there is a relationship between density residential with pulmonary TB disease incidence (p < .001, OR = 10.023, 95% CI :3,75-26, 75), there is a relationship between humidity with pulmonary TB disease incidence (p = .009, OR = 2.935, 95% CI :1,29-6, 64), there is a relationship between room temperature with pulmonary TB disease incidence (p < .001, OR = 9.117, 95% CI: 3.66 to 22.65), and there is a relationship between natural lighting with pulmonary TB disease incidence (p < .001, OR = 4.696, 95% CI: 1.93 to 11.41).
The following recommendation was given to North Wara health centers. In order to carry out health promotion actions, especially for people who have high risk factors information about the requirements of a healthy home must be made readily available. For people who are renovating or building a home more attention should be paid to the healthy aspects of sanitation such as ventilation, lighting, custom window opening and further enhancements that promote clean and healthy lifestyle behaviors and prevent transmission of tuberculosis disease. Keywords: Ventilation Conditions, Density Residential, air humidity, room temperature, Daylighting, and Tuberculosis Disease
A. PENDAHULUAN Penyakit Tuberkulosis disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis
merupakan salah satu penyebab terbesar kematian di dunia khususnya di Asia dan Afrika dan sejak tahun 2005 terdapat peningkatan yang disebabkan
oleh pertumbuhan populasi di India, Cina, Indonesia, Afrika Selatan dan Nigeria (Perkumpulan Pemberantasan Tuberculosis di Indonesia, 2010). Menurut World Health Organization (WHO) prevalensi kasus TB tahun 2011, 1,4 juta orang meninggal karena TB, dengan angka kematian per kapita terbesar di Afrika. MDR-TB merupakan ancaman utama, dengan perkiraan 630.000 orang sakit di seluruh dunia (WHO,2012). Dalam TB Global Report tahun 2011 tercatat, Indonesia adalah peringkat sembilan dari 27 negara dengan “high burden MDR TB Countries” dengan perkiraan insidensi TB MDR 6.100 per tahun ( Kemenkes,2011). Untuk masalah prevalensi TB di Indonesia, Sulawesi Selatan berada pada posisi ke 17 daerah yang memiliki tingkat prevalensi tinggi di kawasan timur Indonesia dengan jumlah penderita TB yang tercatat dalam CDR oleh Ditjen PPPL, Kemenkes RI 2011 sebanyak 51.9, dari 23 kabupaten yang ada di Sulawesi Selatan (Dinas kesehatan Sulsel,2011). Di daerah Sulawesi Selatan salah satu daerah yang memiliki angka kejadian TBC paru yang cukup tinggi yaitu kota Palopo, dimana pada tahun 2011 prevalensi kasus TB yaitu 72,00 per 100.000 penduduk (Dinas Kesehatan Sulsel,2011). Kasus TB paru yang ada di kota Palopo salah satu puskesmas yang memiliki kasus TB terbanyak yaitu di wilayah kerja Puskesmas Wara Utara. Pada tahun 2012 jumlah kasus TB BTA (+) di puskesmas Wara Utara sebanyak 78 orang, dan jumlah kasus TB hasil Rontgen (+) sebanyak 34 orang dan hasil sputum (+) sebanyak 44 orang . (Puskesmas Wara Utara, 2012). Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah penelitian ini yaitu : Apakah terdapat hubungan antara kondisi ventilasi,
kepadatan hunian, kelembaban udara, suhu, dan pencahayaan alami rumah dengan kejadian penyakit TB paru di wilayah kerja Puskesmas Wara Utara kota Palopo. B. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan desain Cross Sectional Study (Potong Lintang). Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Wara Utara Kota Palopo. Waktu penelitian dimulai pada bulan Maret 2013 sampai dengan Mei 2013. Populasi : Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh penderita TB Paru (+) dan TB Paru () berdasarkan hasil pemeriksaan rontgen dan sputum yang tercatat pada bulan Desember 2012-Februari 2013 dan berdomisili di wilayah kerja puskesmas Wara Utara kota Palopo. 3.3.2. Sampel Besarnya sampel dalam penelitian ini adalah
sebanyak
100
orang.
Pengambilan sampel menggunakan cara Purposive Sampling. Kriteria inklusi untuk kelompok kasus adalah sebagai berikut : 1. Merupakan warga yang berdomisili di Kecamatan Wara Utara (± dalam 1 tahun).
2. Berkunjung/
berobat
di
Puskesmas Wara Utara pada
bulan Desember 2012- Februari
Total
50
100
50
100
50
100
2013. Kriteria eksklusi : -
Tidak
menempati
rumah
Tabel 4. Hubungan antara Kepadatan Hunian dengan Kejadian Penyakit TB Paru
sendiri. Kejadian Tuberkulosis, dan variabel Independen (tidak terikat) : Kondisi ventilasi, Suhu ruangan, Kelembaban, Pencahayaan alami rumah, dan kepadatan hunian. Instrumen dalam penelitian yang dipakai adalah berupa rollmeter, lux meter, thermometer dan hygrometer. Dalam penelitian ini menggunakan Uji chi-square untuk melihat hubungan antara variabel bebas yaitu suhu, pecahayaan alami, kelembaban, ventilasi, kepadatan hunian dengan variabel terikat yaitu kejadian TB paru (CI= 95%,α= 0,05) dengan menggunakan SPSS versi 16.
Tabel 3. Hubungan antara Kondisi ventilasi dengan Kejadian Penyakit TB Paru.
%
n
%
N
%
tidak memenuhi syarat
31
62
7
14
38
38
memenuhi syarat
19
38
43
86
62
62
Total
50
100
50
100
100
100
(+) TB
Kelembaban Udara
Total
(+) TB
(-) TB
Total
Total
n
tidak memenuhi syarat memenuhi syarat
Kondisi Ventilasi
(-) TB
p value
O
p꞊ 0,000
10,0
Tabel 5. Hubungan Antara Kelembaban Udara dengan Kejadian Penyakit TB Paru
C. HASIL
p value
(+) TB
Kepadatan Hunian
OR
n
%
n
%
N
%
tidak memenuhi syarat
38
76
4
8
42
memenuhi syarat
12
24
46
92
58
42 tidak memenuhi p꞊ 58syarat 36,417 0,00 memenuhi syarat
(-) TB
Total
n
%
n
%
N
%
29
58
16
32
45
45
21
42
34
68
55
55
50
100
50
100
100
100
p value
OR
p꞊0,009
2,935
Tabel 6. Hubungan antara suhu ruangan dengan 95% kejadian penyakit TB Paru CI (+) TB
(-) TB
Total
p value
OR
95% CI
p꞊0,000
9,117
3,6622,65
Suhu Ruangan n
%
n
%
N
%
36 72 10,85122,17 14 28
11
22
47
47
39
78
53
53
Total
50
100
50
100
100
100
Tabel 7. Hubungan Antara Pencahayaan Alami Dengan Kejadian Penyakit TB Paru p 95% (+) TB (-) TB Total OR value CI Pencahayaan Alami n
%
n
%
N
%
tidak memenuhi syarat
27
54
10
20
37
37
memenuhi syarat
23
46
40
80
63
63
Total
50
100
100
100
100
100
p꞊ 0,000
4,696
1,9311,41
D. PEMBAHASAN 5.2 Hubungan antara Kondisi Ventilasi dengan Kejadian Penyakit TB Paru Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan uji Chi Square menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kondisi ventilasi dengan kejadian penyakit TB paru dimana kelompok masyarakat yang memiliki kondisi ventilasi < 10% kemungkinan menderita penyakit TB paru sebesar 36 kali dibandingkan yang memiliki kondisi ventilasinya ≥ 10%. Hal ini terjadi dimana kondisi ventilasi yang tidak memenuhi syarat kurang atau tidak melakukan pertukaran udara dalam ruangan yang akan menyebabkan bakteri-bakteri penyakit terkhusus bakteri tuberculosis dapat berkembang biak (Hariza,2011). Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan penulis, lokasi penelitian ini sebagian besar rumah tidak memiliki ventilasi yang cukup untuk melakukan pertukaran udara yang disebabkan rumah yang saling berhimpitan sehingga mendukung hidupnya bakteri ini di rumah tersebut.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hariza Adani dan Asih Mahastuti tahun 2003-2006, dan Anggie Mareta Rosiana 2012. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Hariza Adani dan Asih Mahastuti yang menyatakan bahwa ada hubungan antara ventilasi yang tidak memenuhi syarat dengan kejadian penyakit TB Paru dimana odds ratio sebesar 5,17. Dengan hasil OR tersebut dapat diinterpretasikan bahwa risiko untuk menderita TBC Paru 5 kali lebih tinggi. Sedangkan hasil penelitian yag dilakukan oleh Anggie Mareta Rosiana yang meyatakan bahwa ada hubungan antara luas ventilasi dengan terjadinya TBC Paru (p value = 0,569). Hasil penelitian ini juga berbeda dengan yang dilakukan oleh Sri Rezeki Moha (2012) yang menyatakan bahwa kondisi ventilasi tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian TB Paru dimana p = (1,742 < 3,841). 5.3 Hubungan Antara Kepadatan Hunian Dengan Kejadian Penyakit TB Paru Dari hasil penelitian yang dilakukan kelompok masyarakat yang memiliki kepadatan hunian < 10m² (tidak memenuhi syarat) kemungkinan menderita penyakit TB paru sebesar 10 kali dibandingkan kelompok masyarakat yang memiliki kepadatan huniannnya ≥ 10m² (memenuhi syarat). Hal ini saling berhubungan karena apabila terdapat anggota keluarga yang menderita penyakit pernapasan terkhusus TB Paru dapat menyebabkan penularan penyakit ke anggota keluarga yang lain (Depkes,2002). Responden dengan Kejadian Tuberkulosis Paru BTA Positif akan menyebabkan kurangnya persediaan oksigen, serta memudahkan penularan penyakit infeksi, terutama tuberkulosis
akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain dimana seorang penderita rata-rata dapat menularkan kepada 2-3 orang di dalam rumahnya. Hasil penelitian ini berbeda dengan yang dilakukan oleh Rikhal Nurul Pertiwi dkk (2012), serta hasil penelitian yang dilakukan oleh Susiani Wulandari (2011). Hasil penelitian Rikhal urul Pertiwi dkk (2012) menyatakan bahwa kepadatan hunian tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian penyakit TB Paru dimana p꞊ 0,781 dan OR=0,857. Sedangkan hasil penelitian yag dilakukan oleh Susiani Wulandari (2011) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kepadatan hunian ruang tidur rumah dengan kejadian tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Bandarharjo Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang tahun 2011. Hal ini didasarkan pada hasil chi square yang diperoleh p value =0,05 (=0,05).
5.4 Hubungan Antara Kelembaban Udara dengan Kejadian Penyakit TB Paru Hasil penelitian yang telah dilakukan menyatakan adanya hubungan yang bermakna antara kelembaban udara dengan kejadian penyakit TB Paru dimana kelompok masyarakat yang memiliki kelembaban udara > 70% (tidak memenuhi syarat) kemungkinan menderita penyakit TB paru sebesar 3 kali dibandingkan kelompok masyarakata yang memiliki kelembaban udaranya 40% - 70% (memenuhi syarat). Hal ini sangat memiliki hubungan dikarenakan kelembaban udara merupakan salah satu faktor yang menyebabkan pertumbuhan bakteri-bakteri
penyakit terkhusus bakteri tuberkulosis dapat tumbuh dan berkembang biak dengan baik. Responden dengan Kejadian Tuberkulosis Paru BTA Positif dengan memiliki kelembaban rumah yang tinggi berhubungan dengan kejadian tuberkulosis paru BTA positif karena menjadi media yang baik untuk tumbuh dan berkembangbiaknya kuman tuberkulosis. Semakin tinggi suhu udara, maka kelembaban udaranya akan semakin rendah. Hal ini akan meningkatkan kehilangan panas tubuh dan tubuh akan berusaha menyeimbangkan dengan suhu lingkungan melalui proses evaporasi. Kehilangan panas tubuh ini akan menurunkan vitalitas tubuh dan merupakan predisposisi untuk terkena infeksi oleh agen yang menular ( Betty,2007). Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Susiani Wulandari (2012), dan Susiani Wulandari (2011). Hasil penelitian yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kelembaban udara dengan kejadian TB Paru dimana nilai p꞊ 0,001 dan OR꞊ 13,14 dengan CI 95%꞊ 5,58-145,4. Dan penelitian yang dilakukan oleh Susiani Wulandari yang menyatakan bahwa ada hubungan antara kelembaban ruang tidur dengan kejadian tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Bandarharjo Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang tahun 2011. Hal ini didasarkan pada hasil chi square yang diperoleh p value =0,001 (<0,05) dan OR=13,14. Namun hasil penelitian ini juga tidak sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Oktavianus Rantepasang (2012) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara kelembaban udara dengan kejadian penyakit TB Paru. 5.5 Hubungan Antara Suhu Ruangan dengan Kejadian Penyakit TB Paru Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan, menyatakan bahwa terdapat hubungan antara suhu ruangan dengan kejadian penyakit TB paru. Dimana kelompok masyarakat yang suhu ruangannya <18°C/ >30°C (tidak memenuhi syarat) kemungkinan menderita penyakit TB paru sebesar 9 kali dibandingkan kelompok masyarakat yang suhu ruangannya >18°C30°C (memenuhi syarat). Hal ini berhubungan karena jika suhu ruangan yang tidak memenuhi syarat dapat menyebabkan kelembaban juga tidak memenuhi syarat dimana kelembaban merupakan salah satu faktor yang menyebabkan bakteri tuberkulosis dapt tumbuh dan berkembang biak (Depkes,2002). Keadaan suhu sangat berperan sekali pada pertumbuhan basil Mycobacterium tuberculosis, dimana laju pertumbuhan basil tersebut ditentukan berdasarkan suhu udara yang berada disekitarnya. Kondisi ini sangat terkait dengan sirkulasi udara di dalam rumah yang berhubungan langsung dengan udara luar rumah dan kurang memenuhi syarat kesehatan akibat dari luas ventilasi yang kurang dari 10% luas lantai. Salah satu usaha untuk menjaga suhu rumah adalah memasang ventilasi yang cukup yaitu 10% dari luas lantai rumah. Adanya sirkulasi udara yang baik diharapkan dapat menjaga suhu rumah dan
meminimalisasi penularan tuberkulosis paru BTA positif dalam rumah. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Siti Fatimah (2008) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara suhu ruangan dengan kejadian penyakit TB Paru, dimana p = 0,029 dan OR =2,674 dengan 95%CI = 1,176 < OR <6,863. 5.6 Hubungan Antara Pencahayaan Alami Kejadian Penyakit TB Paru Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pencahayaan alami rumah dengan kejadian penyakit TB paru. Dimana kelompok masyarakat yang memiliki pencahayaan alami rumah < 60 Lux (tidak memenuhi syarat) kemungkinan menderita penyakit TB paru sebesar 9 kali dibandingkan kelompok masyarakat yang memiliki pencahayaan alami rumah ≥ 60 Lux (memenuhi syarat). Hal ini saling berhubungan karena Pencahayaan alami yang kurang memenuhi syarat dapat menyebabkan bakteri-bakteri penyakit terkhusus bakteri tuberkulosis dapat berkembang biak. Pencahayaan alamiah rumah merupakan hal yang penting dan menunjang terhadap kesehatan, untuk itu bagi rumah yang pencahayaan alamiah rumah masih kurang atau belum memenuhi syarat kesehatan. Sebaiknya dilakukan dengan cara mengganti sebagian genteng rumah dengan genteng kaca atau asbes plastik serta penambahan lubang ventilasi alamiah rumah sebagai jalan masuknya cahaya
matahari. Selain itu, lokasi penempatan jendela rumah pun harus diperhatikan dan diusahakan agar sinar matahari lama menyinari lantai (bukan menyinari dinding). Maka sebaiknya jendela itu harus di tengah-tengah tinggi dinding (Hariza,2011). Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ikeu Nurhidayah (2007) dan Kusuma Wijaya (2011). Hasil Penelitian Nurhadiyah (2007) menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pencahayaan alami rumah dengan kejadian penyakit TB Paru, dimana p꞊ 0,000 dan OR꞊ dengan CI 95%꞊ 5,58-145,4. Dan hasil penelitian Kusuma Wijaya (2011) menyatakan ada hubuga yang bermakna antara pencahayaan alami rumah dengan kejadian penyakit TB Paru, dimana p= (p = 0,006).
3. Terdapat hubungan antara kelembaban udara dengan kejadian penyakit TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Wara Utara dimana kelembaban udara yang tidak memenuhi syarat kemungkinan menderita penyakit TB Paru sebesar 3 kali dibandingkan yang memenuhi syarat. 4. Terdapat hubungan antara suhu ruangan dengan kejadian penyakit TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Wara Utara dimana suhu ruangan yang tidak memenuhi syarat kemungkinan menderita penyakit TB Paru sebesar 9 kali dibandingkan yang memenuhi syarat. 5. Terdapat hubungan antara pencahayaan alami rumah dengan kejadian penyakit TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Wara Utara dimana pencahayaan alami rumah yang tidak memenuhi syarat kemungkinan menderita penyakit TB Paru sebesar 5 kali dibandingkan yang memenuhi syarat. SARAN :
E. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan : 1. Terdapat hubungan antara kondisi ventilasi dengan kejadian penyakit TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Wara Utara dimana kondisi ventilasi yang tidak memenuhi syarat kemungkinan menderita penyakit TB Paru sebesar 36 kali dibandingkan yang memenuhi syarat. 2. Terdapat hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian penyakit TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Wara Utara dimana kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat kemungkinan menderita penyakit TB Paru sebesar 10 kali dibandingkan yang memenuhi syarat.
1. Bagi Puskesmas Wara Utara Disarankan kepada seluruh petugas kesehatan yang ada di Puskesmas Wara Utara khususnya di bagian promosi kesehatan agar dapat melakukan tindakan promosi sebagai tindakan pencegahan bagi masyarakat diseluruh wilayah kerja Puskesmas Wara Utara yang mempunyai faktor risiko yang tinggi terhadap kejadian penyakit TB Paru, dengan cara memberikan penyuluhan tentang persyaratan rumah sehat. 2. Bagi Masyarakat Sebagai penghuni atau pemilik rumah yang sedang dan akan merenovasi rumah disarankan agar memperhatikan aspek sanitasi rumah sehat pada segi ventilasi, kepadatan hunian, kelembaban udara, suhu ruangan, pencahayaan
alami rumah, serta kebiasaan membuka jendela pada pagi hari dan lebih meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat untuk menghindari penularan penyakit tuberkulosis paru terutama bagi masyarakat yang bertempat tinggal memiliki resiko terjadinya penyakit TB Paru. 3. Bagi Institusi Menjadi penelitian pembanding apabila ingin melakukan penelitian yang sama dengan variabel atau lokasi yang berbeda dan dapat menjadi landasan penelitian untuk melakukan penelitian lanjutan untuk melihat hubungan antara kejadian penyakit tuberkulosis paru dengan berbagai faktor risiko sehingga bisa dilakukan analisis multivariat.
DAFTAR PUSTAKA Adnani,H. 2011. Ilmu Kesehatan Masyarakat.(Yogyakarta):Nuha Medika. Hal.5775 Anggie. M.R. 2012. HUBUNGAN ANTARA KONDISI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEDUNGMUNDU KOTA SEMARANG | Rosiana | Unnes Journal of Public Health (Online) http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph/articl e/view/960/992 Chandra, B. 2006. Pengantar Lingkungan. (Jakarta).EGC
Kesehatan
Hariza. A., Asih. M. 2009. Hubungan Kondisi Rumah Dengan Penyakit TBC Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Karangmojo II Kabupaten Gunungkidul Tahun 2003 – 2006. (Online) http://skripsistikes.files.wordpress.com/2009/08/21 .pdf Iskandar. J. 2010. Penyakit Paru Dan Saluran Napas.(Jakarta).BIP. Hal. 143-153. Ike. N., Mamat. L., Windy. R. 2007. HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK LINGKUNGAN RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS (TB) PADA ANAK DI KECAMATAN PASEH KABUPATEN SUMEDANG. ( Online). http://resources.unpad.ac.id/unpadcontent/uploads/publikasi_dosen/Jurnal 20TUBERKULOSIS-IKEU.pdf