ISSN 2302-5298
Lingkup Artikel Yang Dimuat Dalam Jurnal Ini Adalah Kajian Empiris dan Konseptual Kontemporer Pada Bidang Ekonomi, Bisnis & Akuntansi
Analisis Pengaruh Fasilitas, Sarana dan Prasarana Terhadap Pendapatan Retribusi Sektor Pariwisata (Studi Kasus Objek Wisata Pantai Natsepa Satu Di Kabupaten Maluku Tengah)
Tono Mahmudin
Abstract
Earnings of Area Original (PAD) be one of source of earnings of area poured in revenue plan and area shopping (APBD) and is pure source of receiving of area the always is expected its the improvement. In this research wish to be known influence of retribution of object wisata to earnings of retribution tourism sector that is in the end haves an in with improvement of my PAD Kabupaten Maluku Tengah. As for analysis model applied that is multiple linear regression by using seven variables that is, account of visitors (adult and children), account of vehicles of wheel two and four, food hawker, facility consumer Bungalou as independent variables and total revenue of retribution as dependent variable. Based on result process data hence, found result that with parsial test (test t) there is four independent variables having an effect on in significant to value total revenue and there are two variables that is is not signifikan to retribution value total revenue, while if based on critis test (F test), all independent variables got influential to dependent variable.
Key Words : Multiple Linear regression, Classical linear regression, Earnings of Area Original (PAD
Penulis adalah dosen pada Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Indonesia Maluku (UKIM) Ambon e-mail :
[email protected]
benchmark ▪ Volume 2 ▪ No 1 ▪ November 2013
91
PENDAHULUAN Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka membangun manusia Indonesia seutuhnya dan seluruh masyarakat Indonesia meliputi segala aspek kehidupan manusia, untuk itu pembangunan nasional harus dilaksanakan secara bertahap sejalan dengan tahapan–tahapan pembangunan itu sendiri, serta meletakan landasan yang kuat untuk membangun tahap yang berikutnya. Oleh sebab itu keberhasilan pembangunan nasional maupun daerah tidak terlepas dari kemauan, tekad dan semangat serta disiplin dari penyelenggara baik pemerintah pusat maupun daerah, pihak swasta dan peran serta masyarakat di dalam mencapai suatu keberhasilan pembangunan itu sendiri yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan seluruh rakyat. Pada kenyataannya, Pendapatan Asli Daerah (PAD) belum dapat diandalkan oleh daerah sebagai sumber pembiayaan pembangunan daerah (Mahi, 2000:58) dikarenakan beberapa hal: (1) Relatif rendahnya basis pajak/retribusi daerah. Berdasarkan Undang–Undang Nomor 18 tahun 1987 beberapa pajak/retribusi yang ditetapkan untuk daerah memiliki basis pungutan yang relatif kecil, dan sifatnya berfariasi antar daerah. Sempitnya basis pajak/retribusi ini berarti memperkecil kemampuan dearah dalam membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah, (2) Perannya yang tergolong kecil dajam total penerimaan daerah. 92
Sebagian penerimaan daerah masih berasal dari bantuan pusat. Dari segi upaya pemungutan pajak / retribusi ,banyaknya bantuan dan subsidi ini mengurangi usaha daerah dalam pemungutan PAD nya dan lebih mengandalkan kemampuan negoisasi daerah terhadap pusat untuk memperoleh tambahan bantuan, (3) Kemampuan administrasi pemungutan di daerah yang masih rendah. Hal ini mengakibatkan bahwa pemungutan pajak/retribusi cenderung diberbani oleh biaya pungut yang besar, PAD masih tergolong memiliki tingkat buoyancy yang rendah. Salah satu sebabnya adalah diterapkannya sistim target dalam pungutan daerah sebagai akibatnya, beberapa daerah lebih condong memenuhi target tersebut, walaupun dari dari sisi pertumbuhan ekonomi sebenarnya pemasukan pajak/retribusi dapat mencapai target yang ditetapkan, (4) Kemampuan perencanaan dan pengawasan keuangan yang lemah. Hal ini mengakibatkan penerimaan daerah mengalami kebocoan–kebocoran yang sangat berarti bagi daerah. Sektor pariwisata merupakan sektor yang potensial untuk dikembangkan sebagai salah satu sumber pendapatan daerah. Untuk memperbesar pendapatan asli daerah, maka program pengembangan dan pendayagunaan sumber daya dan potensi pariwisata daerah diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam kegiatan ekonomi. Secara luas pariwisata dipandang sebagai kegiatan yang mempunyai multidimensi
Analisis Pengaruh Fasilitas, Sarana dan Prasarana Terhadap Pendapatan Retribusi Sektor Pariwisata (Studi Kasus Objek Wisata Pantai Natsepa Satu Di Kabupaten Maluku Tengah)
dari rangkaian suatu proses pembangunan. Pembangunan sektor pariwisata menyangkut aspek sosial budaya, ekonomi dan politik (spillane, 1994: 14). Smith (1989, dalam Wardiyanta, 2006) menyatakan bahwa secara substansi pariwasata merupakan bagian dari budaya suatu masyarakat, yaitu berkaitan dengan cara penggunaan waktu senggang yang dimiliki sesorang. Pariwisata dapat disoroti dari berbagai sudut pandang karena kekompleksitasannya. Kompleksitas yang terkandung dalam pariwisata misalnya pariwisata sebagai pengalaman manusia, pariwisata sebagai perilaku sosial, pariwisata sebagai fenomena geografik, pariwsata sebagai sumber daya, pariwisata sebagai bisnis, dan pariwisata sebagai industri. Kepariwisataan memiliki arti yang sangat luas, dan bukan hanya sekedar bepergian saja, namun juga berkaitan dengan objek dan daya tarik wisata yang dikunjungi, sarana transportasi yang digunakan, pelayanan, akomodasi, restoran dan rumah makan, hiburan, interaksi sosial antara wisata dengan penduduk setempat serta usaha pariwisata. Karena itu pariwisata dapat dipandang sebagai suatu lembaga dan jutaan interaksi, kebudayaan dengan sejarahnya kumpulan pengetahuan, dan jutaan orang yang merasa dirinya sebagai bagian dari kelembagaan ini (Purwowibowo, 1998:4), sehingga pariwisata sebagai konsep dapat dipandang dari berbagai perspektif yang berbeda.
Objek wisata memiliki daya tarik yang berbeda-beda. Objek wisata memiliki daya tarik didasarkan atas sumberdaya yang dapat menimbulkan rasa senang, indah, nyaman, dan bersih. Adanya aksebilitas untuk mudah dikunjungi, adanya spesifikasi yang berbeda dengan yang lain, terdapat sarana dan prasarana penunjang untuk melayani para wisatawan yang hadir. Pada objek alam, biasanya objek wisata alam dijadikan primadona kunjungan karena eksotik merangsang untuk menciptakan kegiatan tambahan, rekreatif dan reflektif, terapis dan lapang, faktor sejarah maupun aktraktifnya. Objek wisata didukung oleh tiga unsur pokok yaitu (1) main tourism superstructure (sarana pokok kepariwisataan) yang meliputi agen perjalanan, transportasi, restauran, objek wisata dan atraksi wisata, (2) suplementing tourism atau sarana pelengkap kepariwisataan yang meliputi fasilitas rekreasi dan olah raga, serta prasarana umum seperti jalan raya, jembatan, listrik, lapangan udara, telekomunikasi, air bersih, pelabuhan, dll. (3) supporting tourism superstructure yang meliputi hiburan malam, entertainment, mailing service, souvernir shop, keamanan area, dll. Penelitian tentang kepariwisataan yang dilakukuan Alavalapati (2000) dalam penelitian menjelaskan bahwa ada interaksi antara kepariwisataan, sektor – sektor ekonomi dan lingkungannya dalam konteks suatu wilyah. Kenaikan pendapatan sektor pariwisata akan memberi manfaat bagi ekonomi
benchmark ▪ Volume 2 ▪ No 1 ▪ November 2013
93
regional. Selanjutnya Ireland (1998) dalam penelitian menjelaskan bahwa budaya cornishnees di Carnwall yang mereupakan asset pariwisata mempunyai implikasi terhadap perumahan, kesehatan, dan pendidikan, dan menguntungkan semua orang yang hidup di Carnwal, serta merupakan sumber pendapatan ekonomi. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka yang menjadi masalah pokok, adalah terjadi penurunan tingkat kunjungan untuk beberapa tahun terakhir ini sehingga berpengaruh terhadap pendapatan retribusi pada objek wisata pantai Natsepa satu. Adapun pertanyaan penelitian yaitu apakah variabel fasilitas dan sarana prasarana berpengaruh secara langsung terhadap tingkat kunjungan wisatawan pada objek wisata pantai natsepa satu ? KERANGKA TEORITIS Kepariwisataan dikembangkan tidak hanya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi mempunyai tujuan yang luas meliputi aspek sosial-budaya, politik dan hankamnas. Walaupun demikian tujuan ekonomis sangat menonjol, lagi pula aspek non ekonomis pembangunan pariwisata sangat erat terkait dengan tujuan ekonominya. Secara spesifik pengembangan pariwisata diharapkan dapat memperbesar penerimaan devisa, memperluas dan memeratakan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, serta mendorong pembangunan daerah. Sektor pariwisata 94
juga diharapkan sebagai lokomotif (penggerak) dan magnit (pemicu) dalam memperbaiki kondisi ekonomi. Perkembangan pariwisata juga mendorong dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Kegiatan pariwisata menciptakan permintaan, baik permintaan konsumsi maupun investasi yang pada gilirannya akan menimbulkan kegiatan produksi barang dan jasa, baik barang konsumsi maupun barang modal. Dengan demikian produksi barang dan jasa, serta nilai tambahnya meningkat. Selama berwisata, wisatawan dengan pengeluaran belanjaannya, secara langsung menimbulkan permintaan (Tourism Final Demand) pasar barang dan jasa. Selanjutnya Final Demand wisatawan secara tidak langsung menimbulkan permintaan akan barang modal dan bahan baku (Investment Derived Demand) untuk berproduksi memenuhi permintaan wisatawan akan barang dan jasa tersebut. Untuk memenuhi permintaan wisatawan diperlukan investasi di bidang transportasi dan komunikasi, perhotelan dan akomodasi lain, industri kerajinan dan industri produk konsumen, industri jasa, rumah makan dan restoran, karenanya pasar barang modal dan bahan baku membesar dan meluas. Secara tidak langsung pula, pariwisata juga menciptakan efekkonsumsi rumah tangga. Kegiatan berproduksi yang ditimbulkan oleh tourism demand dan derived investment demand, menciptakan kesempatan kerja produktif yang memberikan pendapatan pada pekerja dan rumah tangga. Pada
Analisis Pengaruh Fasilitas, Sarana dan Prasarana Terhadap Pendapatan Retribusi Sektor Pariwisata (Studi Kasus Objek Wisata Pantai Natsepa Satu Di Kabupaten Maluku Tengah)
gilirannya pekerja dan anggota rumah tangga penerima pendapatan akan membelanjakan untuk membeli barang dan jasa yang diperlukan. Pengeluaran konsumsi rumah tangga ikut pula memperbesar pasar, yang akan mendorong peningkatan produksi dan akhirnya meningkatkan pendapatan daerah. Hubungan Pariwisata Dengan Pembangunan Ekonomi Untuk menggalakkan pembangunan ekonomi dengan suatu pertumbuhan yang berimbang, sektor pariwisata juga dapat memegang peranan yang menentukan dan dapat sebagai katalisator untuk meningkatkan pembangunan sektor-sektor lain secara bertahap. Majunya industri pariwisata sangat bergantung kepada jumlah wisatawan yang datang dan adanya pertumbuhan ekonomi yang berimbang. Karena itu tidak hanya ada perusahaan yang dapat menyediakan kamar untuk penginapan. Restoran dan rumah makan untuk konsumsi makanan dan minuman, industri kerajinan untuk menyediakan cinderamata, pramuwisata sebagai pemandu wisata, akan tetapi diperlukan juga prasarana dan sarana yang memadai sebagai infrastruktur yang dapat menunjang sektor pariwisata itu sendiri. Menurut Spillane (1994:37) ada beberapa elemen dalam menentukan hubungan pariwisata dengan pembangunan ekonomi, yaitu: (a) jenis pariwisata, (b) struktur ekonomi nasional, (c) hubungan antara perpindahan modal dan migrasi tenaga kerja. Hal ini mengisyaratkan bahwa
pariwisata dalam pembangunan ekonomi nasional tergantung secara parsial pada organisasi permodalan dan khususnya kemampuan modal dari luar negeri untuk ditanamkan di dalam negeri. Pariwisata memainkan peranan yang sangat penting dalam strategi ekonomi di berbagai negara. Sumbangan pariwisata dalam pembangunan ekonomi nasional dapat diukur dengan bermacammacam cara (Spillane,1994:51). Yang paling penting adalah sumbangan pada neraca pembayaran, pendapatan nasional GDP, penciptaan lapangan kerja dan sektor-sektor lain, karena itu pariwisata dapat dipromosikan sebagai bagian penting dari strategi pembangunan ekonomi jangka panjang. Penerimaan devisa dari pariwisata digunakan untuk membayar biaya impor. Perubahan jangka panjang dalam struktur permintaan yang mendorong perluasan bahkan sektor jasa dalam perekonomian khususnya jasa pariwisata yang mempunyai potensi realistis untuk pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Aspek lain yang dianggap penting dalam kebijaksanaan ekonomi ialah pembangunan daerah secara regional melalui kegiatan kepariwisataan. Terutama dalam menghadapi timbulnya urbanisasi yang menimbulkan banyak masalah sosial dan ekonomi di perkotaan. Para ahli ekonomi menyimpulkan bahwa pariwisata bisa ditinjau dari sesuatu yang dapat memberi kenikmatan kepada pendatang dan kesejahteraan bagi penduduk sekitarnya, namun demikian nilai yang dikehendaki
benchmark ▪ Volume 2 ▪ No 1 ▪ November 2013
95
dalam kepariwisataan bukan hanya bentuk investasi prasarana dan sarana suatu proyek serta biaya untuk keperluan import berupa valuta asing. Tetapi juga yang bersifat non moneter. Kombinasi kenaikan pendapatan nyata dan tambahan waktu liburan tidak pasti secara otomatis menaikkan pengeluaran untuk pariwisata. Kenaikan tersebut ditentukan oleh preferensi individual dan tujuan waktu liburan. Pariwisata mempunyai elastisitas yang positif, yaitu permintaan yang kenaikannya secara proporsional lebih besar dari pada kenaikan tingkat pendapatan tidak hanya tergantung pada sisi permintaan saja, faktor penawaran juga memainkan peranan yang sangat penting dalam memasarkan produk wisatanya. Kontribusi Sektor Pariwisata Terhadap Pendapatan Daerah Dalam Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan daerah dijelaskan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri atas: (a) pendapatan asli daerah, yaitu (i) hasil pajak daerah, (ii) hasil retribusi daerah, (iii) hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan (iv) lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, (b) dana perimbangan, (c) pinjaman daerah, (d) lain-lain pendapatan daerah yang asli. Kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya sangat ditentukan atau tergantung dari sumbersumber pendapatan asli daerah (PAD). Pemerintah daerah dituntut untuk dapat menghidupi dirinya sendiri dengan
96
mengadakan pengelolaan terhadap potensi yang dimiliki, untuk itu usaha untuk mendapatkan sumber dana yang tepat merupakan suatu keharusan. Terobosan-terobosan baru dalam memperoleh dana untuk membiayai pengeluaran pemerintah daerah harus dilakukan, salah satunya adalah sektor pariwisata. Pendapatan asli daerah (PAD) adalah salah satu sumber pendapatan daerah yang dituangkan dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dan merupakan sumber murni penerimaan daerah yang selalu diharapkan peningkatannya. Hasil penelitian yang dilakukan Roerkaerts dan Savat (Spillane,1987:138) menjelaskan bahwa manfaat yang dapat diberikan sektor pariwisata adalah: (a) menambah pemasukan dan pendapatan, baik untuk pemerintah daerah maupun masyarakatnya. Penambahan ini bisa dilihat dari meningkatnya pendapatan dari kegiatan usaha yang dilakukan masyarakat, berupa penginapan, restoran, dan rumah makan, pramuwisata, biro perjalanan dan penyediaan cinderamata. Bagi daerah sendiri kegiatan usaha tersebut merupakan potensi dalam menggali PAD, sehingga perekonomian daerah dapat ditingkatkan, (b) membuka kesempatan kerja, industri pariwisata merupakan kegiatan mata rantai yang sangat panjang, sehingga banyak membuka kesempatan kerja bagi masyarakat di daerah tersebut, (c) menambah devisa negara. Dengan makin banyaknya wisatawan yang datang, maka
Analisis Pengaruh Fasilitas, Sarana dan Prasarana Terhadap Pendapatan Retribusi Sektor Pariwisata (Studi Kasus Objek Wisata Pantai Natsepa Satu Di Kabupaten Maluku Tengah)
makin banyak devisa yang akan diperoleh, (d) merangsang pertumbuhan kebudayaan asli, serta menunjang gerak pembangunan daerah. Alavalapati (2000) dalam penelitiannya tentang interaksi antara kepariwisataan, sektor-sektor ekonomi dan lingkungan dalam konteks suatu wilayah mengemukakan bahwa aktivitasaktivitas yang berhubungan dengan kepariwisataan akan mempengaruhi perekonomian regional. Pengaruh tersebut akan berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lain tergantung struktur ekonominya. Model yang digunakan adalah model keseimbangan umum sederhana. Ireland (1998) dalam penelitiannya di daerah Cornwall mengemukakan bahwa budaya masyarakat Cornwall yang disebut Cornishness dan merupakan asset pariwisata mempunyai implikasi terhadap perumahan, kesehatan, pendidikan, pendapatan daerah dan menguntungkan semua orang yang hidup di Cornwall serta merupakan sumber ekonomi. Budaya tersebut harus dijaga mengingat adanya globalisasi produk-produk kebudayaan yang mempengaruhi budaya Cornishness. Landasan Teori Retribusi Pemerintah Daerah Kebijakan memungut bayaran untuk barang dan layanan yang disediakan pemerintah berpangkal pada pengertian efisiensi ekonomi. Dalam hal ini orang perorangan bebas menentukan besar layanan tertentu yang hendak dinikmatinya, harga layanan dapat memainkan peranan penting dalam
menjatah permintaan, mengurangi penghamburan dan dalam memberikan isyarat yang perlu kepada pemasok mengenai besar produksi layanan tersebut. Selain itu, penerimaan dari pungutan adalah sumber daya untuk menaikan produksi sesuai dengan keadaan permintaan. Karena itu, harga harus disesuaikan sehingga penawaran dan permintaan akan barang dan layanan disesuaikan sehingga penawaran dapat selaras. Tetapi, memungut bayaran hanya tepat untuk barang dan layanan yang bersifat “pribadi” dengan kata lain untuk barang dan layanan yang dapat dinikmati hanya jika orang membayar. METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hipotesa yang menggambarkan bahwa dengan tersedianya fasilitas serta sarana prasarana yang memadai akan menjadi daya tarik bagi para pengunjung sehingga dapat meningkatkan pendapatan retribusi pada objek wisata pantai natsepa satu. Penelitian ini berbentuk studi kasus berupa objek wisata pantai natsepa satu yang ada di Kabupaten Maluku Tengah, populasi dari penelitian ini berupa para pengunjung yang datang berekreasi dan teknik penetapan sampelnya adalah Purposive Sampling dalam hal ini peneliti memilih sample berdasarkan beberapa karakteristik anggota sampel yang disesuaikan dengan maksud penelitian (Kuncoro, 2003:119).
benchmark ▪ Volume 2 ▪ No 1 ▪ November 2013
97
Defnisi Operasional Wisata. Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata. Wisatawan. Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata. Batasan yang penting dari pengertian ini bahwa perjalanan itu bukan untuk menetap dan tidak mencari nafkah di tempat yang dikunjungi. Obyek wisata. Obyek wisata adalah obyek atau tempat yang menjadi tujuan wisata. Obyek tersebut dapat berupa ciptaan Tuhan atau karya manusia. Retribusi. Retribusi adalah pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah kepada pemakai atas jasa atau fasilitas yang dimiliki atau disediakan oleh pemerintah daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD). PAD adalah pendapatan yang diterima daerah berasal dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil BUMD, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Teknik Analisa Data Untuk melihat pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel terikat dalam penelitian ini maka penulis menggunakan alat analisis yaitu regresi liniear berganda (ordinary least square = OLS ) dengan formula sebagai berikut ( Gujarati 2003 : 30 ).
98
Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + e ……………(1) Dimana variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Y = Nilai total penerimaan retribusi, X1 = Nilai penerimaan pengunjung dewasa, X2 = Nilai penerimaan pengunjung anak – anak, X3 = Nilai penerimaan pengunjung kendaraan roda 2, X4 = Nilai penerimaan pengunjung kendaraan roda 4, X5 = Nilai penerimaan penjaja makanan, X6 = Nilai penerimaan pengunjung pemakai bungalau, β0 = Konstanta, β1, β2, β3, β4, β5, β6 = koefisien parameter Syarat agar dapat menggunakan persamaan regresi berganda adalah terpenuhinya uji asumsi klasik untuk mendapatkan nilai pemeriksa yang tidak bias dan efisien (Best Linear Unbias Estimator / BLUE) dari suatu persamaan regresi berganda dengan metode kuadrat terkecil (Least Squares). Persyaratan asumsi klasik yang harus dipenuhi antara lain : Uji Multikolinieritas, Uji Heteroskedastisitas dan Uji Autokorelasi. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Analisis Regresi dan Uji Hipotesis Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda (ordinary least square-OLS) beserta pengujian hipotesisnya baik secara parsial (uji t) maupun secara simultan (uji F). Adapun hasil regresi sebagai berikut. (di mana dalam pengolahan data penulis menggunakan bantuan program Eviews versi 4.1):
Analisis Pengaruh Fasilitas, Sarana dan Prasarana Terhadap Pendapatan Retribusi Sektor Pariwisata (Studi Kasus Objek Wisata Pantai Natsepa Satu Di Kabupaten Maluku Tengah)
Tabel 1. Hasil Olah Data Regresi Berganda Dependent Variable: LOG(Y) Method: Least Squares Date: 03/29/12 Time: 23:23 Sample: 2008:01 2011:12 Included observations: 36 Variable C LOG(X1) LOG(X2) LOG(X3) LOG(X4) LOG(X5) LOG(X6) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
Coefficient Std. Error -7.737848 1.043328 0.063846 -0.143980 1.071632 -0.993333 0.530184 0.605446 0.523814 0.511226 7.579215 -23.03582 2.167932
6.048166 0.502531 0.212696 0.344919 0.355580 0.425777 0.264566
t-Statistic
Prob.
-1.279371 2.076146 0.300175 -0.417431 3.013754 -2.332985 2.003981
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.2109 0.0469 0.7662 0.6794 0.0053 0.0268 0.0545 16.23230 0.740841 1.668657 1.976563 7.416783 0.000071
- Ha : β1 > 0 Uji t (uji parsial): Uji t adalah pengujian koefisien - Nilai table ttabel ; tα ; n-k regresi individual dan untuk mengetahui dimana : kemampuan dari masing-masing variabel α adalah derajat signifikansi, n adalah dalam mempengaruhi variabel dependent, Jumlah sampel (observasi), k adalah dengan menganggap variabel lain banyaknya parameter/koefisien regresi konstan/tetap. Langkah-langkah dalam plus konstanta daerah kritis, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1 pengujian sebagai berikut : berikut dibawah ini. - Ho : β1 = 0 Gambar 1 Kurva Uji t Ho ditolak Ho diterima t - Nilai thitung :
benchmark ▪ Volume 2 ▪ No 1 ▪ November 2013
thitung =
β1 Seβ 1
99
- Kriteria Pengujian Jika nilai t hitung < t tabel, maka Ho diterima. Artinya variabel bebas tidak mempengaruhi variabel terikat secara signifikan. Jika nilai t hitung > t tabel, maka Ho ditolak. Artinya variabel bebas empengaruhi variabel terikat secara signifikan. Berdasarkan hasil olah data pada table 4.1 diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut: Nilai t table dengan besarnya derajat kebebasan df = 5% yaitu sebesar 1,648. sedangkan Nilai t hitung untuk variabel X1 = 2.0761, berarti variabel ini berpengaruh secara signifikan karena t hitung > t table ( 2.0761 > 1,648). Nilai t hitung untuk variabel X2 = 0.0761, berarti variabel ini tidak berpengaruh signifikan karena t hitung < t table ( 0.0761 < 1,648). Nilai t hitung untuk variabel X3 = -0.4174, berarti variabel ini tidak berpengaruh signifikan karena t hitung < t table ( -0.4174 < 1,648). Nilai t hitung untuk variabel X4 = 3.0137, berarti variabel ini berpengaruh secara signifikan karena t hitung > t tabel (3.0137 > 1,648). Nilai t hitung untuk variabel X5 =-2.3329, berarti variabel ini berpengaruh secara
Di mana : β1 = Koefisien regresi, Se β1 = Standar error β1 signifikan karena t hitung > t tabel (2.3329> 1,648). Nilai t hitung untuk variabel X6 = 2.0039, berarti variabel ini berpengaruh secara signifikan karena t hitung > t tabel ( 2.0039 > 1,648). Untuk untuk uji t didapatkan kesimpulan bahwa dua variabel bebas, yaitu variabel pengunjung anak-anak dan variabel pengendara roda dua berdasarkan hasil uji t atau secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap total penerimaan retribusi, karena nilai t (1,648) > nilai penerimaan tabel pengunjung anak–anak (0,0761) dan nilai penerimaan pengunjung roda dua (0,414). Untuk Uji F (Uji Keseluruhan) Uji F digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh seluruh variabelvariabel dan secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Ho : β1= β2 = β3 = β4 = 0 Ha : β1≠ β 2 ≠ β 3 ≠ β 4 ≠ 0 Nilai F tabel F tabel : Fα;n-k;k-1 Dimana : α adalah derajat signifikansi, n adalah Jumlah Observasi, K adalah banyaknya parameter/koefisien regresi plus konstanta daerah kritis. Untuk jelasnya dapat dilihat pada gambar 2 berikut dibawah ini.
Gambar 2 Kurva uji F Ho ditolak Ho diterima t 100
Analisis Pengaruh Fasilitas, Sarana dan Prasarana Terhadap Pendapatan Retribusi Sektor Pariwisata (Studi Kasus Objek Wisata Pantai Natsepa Satu Di Kabupaten Maluku Tengah)
- Nilai F hitung
R 2 k - 1 1 R 2 N k Dimana : R2 = koefisien determinasi, N = Banyaknya sampel (observasi), K = Banyaknya parameter/koefisien regresi plus konstanta. - Kriteria penilaian nilai F hitung Apabila nilai F hitung < F tabel, maka Ho diterima. Artinya semua koefisien regresi secara bersama-sama tidak signifikan pada taraf signifikansi 5% Apabila nilai F hitung > F tabel, maka Ho ditolak. Artinya semua koefisien regresi secara bersama-sama signifikan pada taraf signifikansi 5%. Menentukan daerah keputusan: Untuk uji ini digunakan tabel F, untuk mencari nilai F tabel perlu diketahui derajat bebas pembilang pada kolom, derajat bebas penyebut pada baris dan taraf nyata. Taraf nyata (df) yang digunakan yaitu = 5% atau 0,05. Prosedur mencari nilai F : diketahui ada tujuh variabel, yaitu Y X 1 X2 X3 X4 X5 X6 = 7. Jadi k = 7. Sedangkan jumlah n = 36. Jadi derajat pembilang k – 1 = 7-1 = 6. Sedangkan derajat penyebut n – k = 36 – 6 = 30, jadi nilai Fkritis dengan tingkat kebebasan df 5% yaitu sebesar 2,42. Langkah selanjutnya bandingkan dengan nilai Fhitung 7,416 , dimana nilai Fhitung > Ftabel. Yaitu : 7,416 > 2,42. Ini berarti bahwa secara keseluruhan semua variabel bebas berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat karena nilai Fhitung (7,416) > nilai Ftabel (2,42). F hitung
Koefisien Korelasi dan Koefisien Determinasi (R2) Perhitungan yang dilakukan dengan tujuan untuk mengukur proporsi atau prosentase dari variasi total variabel dependen yang mampu dijelaskan oleh model regresi. Berdasarkan hasil perhitungan 2 nilai R dalam regresi sebesar 0,6054 ini berarti variabel pengunjung dewasa, pengunjung anak–anak, pengunjung kendaraan roda 2, pengunjung kendaraan roda 4, pengunjung penjaja makanan, pengunjung pemakai bungalau dapat dijelaskan oleh jumlah penerimaan retribusi, sebesar 60,54 persen, dan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Uji Asumsi Klasik Syarat agar dapat menggunakan persamaan regresi berganda adalah terpenuhinya asumsi klasik untuk mendapatkan nilai pemeriksa yang tidak bias dan efisien (Best Linear Unbias Estimator/BLUE) dari suatu persamaan regresi berganda dengan metode kuadrat terkecil (Least Squares). Dengan menggunakan bantuan program Eviews versi 4.1. adapun Persyaratan asumsi klasik yang harus dipenuhi antara lain: 1. Uji Multikolinieritas Multikolinieritas berarti adanya hubungan diantara satu variabel bebas terhadap variabel bebas lainnya. Jika terdapat korelasi yang sempurna diantara variabel–variabel bebas, maka nilai
benchmark ▪ Volume 2 ▪ No 1 ▪ November 2013
101
koefisien korelasi yang sama dengan satu akan menyebabkan koefisien regresi menjadi tak terhingga. Dalam penelitian ini digunakan metode deteksi Klien (Widarjono, 2007:14) yaitu, melakukan regresi auxiliary dengan mendapatkan nilai koefisien determinasi R2X1,X2,X3,X4,X5,X6, adapun untuk melihat ada tidaknya multikolonieritas dalam data dengan cara membandingkan nilai koefisien determinasi auxiliary dengan nilai koefisien determinasi regresi aslinya. Jika nilai R2 auxiliary lebih besar dari nilai R2 maka model mengandung multikolinieritas antar variabel independennya. Untuk lebih jelasnya nilai R2 auxiliary semua variabel independen dapat dilihat pada rangkuman tabel berikut : Tabel 2 Rangkuman Nilai Koefisien Determinasi (R2) Antar Variabel Independen Nilai R2 Variabel Nilai R2 Auxiliary Log(X1) 0.318880 0.605446 Log(X2) 0.295345 Log(X3) 0.622893* Log(X4) 0.595972 Log(X5) 0.446662 Log(X6) 0.333604 Sumber : Hasil Olah Data. Keterangan * = nilai R2 variabel yang terkena Multi. Berdasarkan data tersebut di atas, maka kesimpulannya adalah dari keenam variabel ternyata ada satu variabel yaitu variabel X3 mengandung multikolinieritas karena nilai R2 auxiliary
102
lebih besar dari nilai R2 regresi aslinya (0.622893> 0.605446), sedangkan R2 auxiliary lima variabel yang lain semuanya lebih rendah dari R2 regresi aslinya. Konsekuensi jika model mengandung multikolinieritas maka standar error akan naik atau membesar. Ada beberapa metode atau cara yang dapat digunakan untuk mengobati masalah multikolinieritas yaitu seperti menggunakan informasi a priori, menghilangkan variabel yang terkena multi atau bias spesifikasi, menambah data baru dll. Namun jika tidak dilakukan pengobatan apapun tidak mengapa karena tidak selamanya multikolinieritas itu buruk, tergantung pada tujuan yang dilakukan (Insukindro, 2001:74). 2. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskeastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas terjadi bila varian Y berubah, karena variabel X berubah, sehingga timbul perbedaan, karena adanya gangguan (e) yang timbul dalam fungsi regresi mempunyai varian yang berbeda. Heteroskedastisitas akan mengakibatkan penaksiran koefisienkoefisien regresi menjadi tidak efisien. Hasil penaksiran akan menjadi kurang
Analisis Pengaruh Fasilitas, Sarana dan Prasarana Terhadap Pendapatan Retribusi Sektor Pariwisata (Studi Kasus Objek Wisata Pantai Natsepa Satu Di Kabupaten Maluku Tengah)
dari semestinya. Heteroskedastisitas bertentangan dengan salah satu asumsi dasar regresi linier, yaitu bahwa variasi residual sama untuk semua pengamatan atau disebut homoskedastisitas (Gujarati, 2003:178). Untuk mendeteksi ada tidaknya Heteroskedastisitas dapat digunakan uji White, yaitu dengan membandingkan nilai chi-squares hitung (jumlah observasi dikalikan dengan koefisien determinasi) dengan nilai chisquares tabel (chi-squares hitung < chisquares tabel) seperti pada berikut ini: Dimana nilai chi-squares hitung sebesar 18.778. sedangkan nilai chisquare table sebesar (X2) pada a= 5% dengan df = sebesar 12 = 21.026. karena nilai chi-square hitung (X2) lebih kecil dari nilai chi-squares table (X2) atau 18.7780 < 21.026. Maka berdasarkan nilai tersebut dapat disimpulkan tidak terdapat masalah heteroskedastisitas.. 3. Autokorelasi Penyimpangan asumsi model klasik yang ketiga adalah adanya autokorelasi dalam model regresi. Artinya adanya korelasi antar anggota sampel yang diurutkan berdasarkan waktu. Penyimpangan asumsi ini biasanya muncul pada observasi yang menggunakan date time series. Konsekuensi dari adanya autokorelasi dalam suatu model regresi adalah varians sampel tidak dapat menggambarkan varians populasinya. Lebih jauh lagi, model regresi yang dihasilkan tidak dapat digunakan menaksir nilai variabel dependen pada nilai variabel independen tertentu. Untuk mendiagnosis adanya autokorelasi dalam suatu model regresi
dilakukan melalui pengujian terhadap nilai Uji Durbin Watson-DW, (Winarno, 2007:86). Adapun hasil uji DW pada penelitian ini yaitu sebesar 2.167, yang berarti bahwa data tidak mengandung autokorelasi. PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan analisis data diatas maka disimpulkan bahwa: 1. Perkembangan jumlah kunjungan pada objek wisata pantai Natsepa Satu dari tahun - tahun sebelumnya mengalami kenaikan secara signifikan, namun pada tahun terakhir ini mengalami penurunan disebabkan oleh faktor prasarana. 2. Dari hasil regresi menunjukan bahwa semua nilai penerimaan retribusi dapat berpengaruh secara signifikan terhadap nilai total penerimaan dan ada juga beberapa nilai penerimaan retribusi yang tidak berpegaruh secara signifikan terhadap nilai total penerimaan retribusi, ini terlihat dari : a. Uji t-statistik (uji parsial), didapat nilai peneriman pengunjung anak – anak (X2) sebesar 0,0761 < 1,648 (t-tabel) dan nilai penerimaan pengunjung roda dua (X3) sebesar -0,4174 < 1,648 (t-tabel) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap total penerimaan retribusi (Y). b. Uji F (uji keseluruhan), dimana nilai Fhitung > Ftabel yaitu 7,416 > 2,42, ini berarti bahwa secara keseluruhan semua variabel bebas (X1,X2,X3,X4,X5,X6) berpengaruh
benchmark ▪ Volume 2 ▪ No 1 ▪ November 2013
103
secara signifikan terhadap variable terikat (Y). c. Koefisien korelasi dan koefisien determinasi (R2), berdasarkan hasil perhitungan R2 dalam regresi sebesar 0,6054 ini berarti variable pengunjung dewasa, pengunjung anak – anak, pengunjung roda 2, pengunjung roda 4, penjaja makanan, pengunjung pemakai bungalow dapat dijelaskan oleh jumlah penerimaan retribusi sebesar 60,54 persen, dan sisanya dijelaskan oleh variabel lain diluar model. 3. Perkembangan pendapatan retribusi pada objek wisata pantai Natsepa Satu dari tahun – tahun sebelumnya mengalami kenaikan secara signifikan, namun pada tahun terakhir ini mengalami penurunan disebabkan oleh faktor prasarana. 4. Secara kualitatif ada beberapa factor yang mempengaruhi pendapatan retribusi pada objek wisata yaitu seperti; system administrasi pengelolaan keuangan, faktor keamanan, keterpaduan pengelolaan objek wisata antara pemilik area dan pemerintah daerah baik mulai dari tingkat Desa/Negeri, Kecamatan dan Kabupaten bahkan Provinsi. Saran Adapun saran – saran yang penulis kemukakan sehubungan dengan penulisan ini adalah : 1. Perlu adanya peningkatan pelayanan keamanan pada lokasi objek wisata pantai Natsepa Satu sehingga pengunjung akan merasa lebih
104
2.
3.
4.
5.
nyaman berkunjung ke daerah tersebut. Disarankan agar setiap penjual makanan jajanan yang ada di pantai Natsepa Satu lebih meningkatkan pelayanan, baik itu berupa cita rasa makanan dan minuman atau pelayanan lainnya serta dapat menjaga kebersihan demi kenyamanan pengunjung. Diharapkan juga agar Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah dapat meningkatkan sarana – prasarana rekreasi, serta membuat sarana penunjang lainnya seperti toko cindera mata (souvenir shop) agar dapat menarik perhatian para pengunjung. Diharapkan juga setiap pengunjung dapat mengikuti semua aturan yang dicanangkan oleh Pemerintah Maluku Tengah di dalam menjaga ketertiban serta kenyamanan pada objek wisata pantai Natsepa Satu. Diharapkan juga agar Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah dapat melakukan promosi–promosi, baik itu di media cetak maupun elektronik untuk dapat memperkenalkan objek wisata pantai Natsepa Satu dengan kata lain, harus ada intervensi politik dalam rangka peningkatan retribusi tersebut.
Analisis Pengaruh Fasilitas, Sarana dan Prasarana Terhadap Pendapatan Retribusi Sektor Pariwisata (Studi Kasus Objek Wisata Pantai Natsepa Satu Di Kabupaten Maluku Tengah)
DAFTAR RUJUKAN Alavalapati, R dan Janalni R, 2000. Tourisn Impact Modeling For Resource Extraction Regions, Annals of Tourism Research, Vol 27 No. 1, 188-207. Gujarati Damodar N, 2003, Basic Econometrics, Fourth Edition, International Edition,McGrawHill. Ireland, Michael , 1998. What is Cornishness ? The Implications for Tourism, Tourism, Culture and Communication, Volume 1, 17-26. Insukindro, 2001, Ekonometrika Dasar dan Penyusunan Indikator Unggulan Ekonomi, Modul Lokakarya (workshop) Ekonometrika Dalam Rangka Penjajakan Leading Indikator Export di KTI, (tidak publikasi) Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Kuncoro, M., 2003, Metode Riset untuk Bisnis & Ekonomi: Bagaimana meneliti & menulis tesis, Erlangga Jakarta. Mahi, Raksasa, 2000. Prospek Desentralisasi di Indonesia ditinjau dari segi Pemerataan antar Daerah dan Peningkatan Efisiensi, Analisis CSIS Tahun XXIX/2000 No. 1, 54-56. Purwowibowo, 1998. Pariwisata dan Prospek Ekowisata di Karesidenan Besuki, Makalah Seminar Pariwisata, Unej, Jember. Spillane, J James, 1987. Ekonomi Pariwisata Sejarah dan Prospeknya, Kanisius, Yogyakarta. Spillane, J James, 1994, Pariwisata Indonesia Siasat Ekonomi dan Rekayasa Kebudayaan, Kanisius, Yogyakarta. Wardiyanta, 2006, Metode Penelitian Pariwisata, Yogyakarta: Andi.
Winarno. W.W, 2007, Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan EVIEWS, UPP STIM YKPN Yogyakarta. Widarjono. A, 2007, Ekonometrika Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis, Edisi Kedua, Ekonisia Fakultas Ekonomi UII Yogyakarta
benchmark ▪ Volume 2 ▪ No 1 ▪ November 2013
.
105
106
Analisis Pengaruh Fasilitas, Sarana dan Prasarana Terhadap Pendapatan Retribusi Sektor Pariwisata (Studi Kasus Objek Wisata Pantai Natsepa Satu Di Kabupaten Maluku Tengah)