Optimization of Extraction of Vitamin E from palm oil for production of microcapsules. (Optimasi Ekstraksi Vitamin E Dari CPO Untuk Produksi Mikrokapsul) Agung Hariyanto, Dr. Tri Panji, M.S, M.Pd dan Ir. Suharyanto, M.Si Program Studi Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam e-mai:
[email protected] dan
[email protected] ABSTRACT Vitamin E can be obtained from CPO with saponification followed by solvent extraction process. The purpose of this study was to produce a product of vitamin E in the form of microcapsules from palm oil extraction process followed by microencapsulation. In this study, CPO was saponified and then proceed with the extraction. The extracts of vitamin E resulted was then converted to be microcapsule through microencapsulation process and that carried out by the method of spray drying and freeze drying. The extract of vitamin E resulted was tested by column chromatography and TLC. The stationary phase used was silica gel, while the mobile phase (eluent) was the mixture of petroleum ether: diethyl ether: acetic acid (70:30:0.2, v / v / v). The products of spray drying and freeze drying we also tested the antioxidant activity by DPPH method and the Absorbance measured using UVVIS spectrophotometer at a wavelength of 515 nm. The Results showed that vitamin E can be obtained from CPO by saponification, extraction with methanol and purification by TLC, and then microencapsulated by spray drying and freeze drying process. The DPPH test Results showed that the antioxidant activity of vitamin E was lower than that of vitamin C as comparison. Keywords: CPO, microencapsulated vitamin E, antioxidant activity PENDAHULUAN Indonesia merupakan produsen CPO terbesar di dunia dengan produksi 20 juta ton pada tahun 2010 dan akan terus meningkat karena ditunjang oleh perluasan perkebunan kelapa sawit dan produktivitas lahan. Crude palm oil (CPO) atau minyak sawit mentah merupakan minyak hasil olahan dari buah kelapa sawit. Karena pohon sawit dikenal sebagai tumbuhan paling produktif dalam menghasilkan minyak, maka peningkatan jumlah penanaman sawit ini dilakukan di berbagai Negara, termasuk Indonesia. Minyak sawit memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi produk farmasetikal, diantaranya karena terdapat kandungan vitamin E. Kandungan vitamin E yang terdapat pada kelapa sawit didominasi oleh tokotrienol bahkan jumlahnya lebih tinggi dibanding sumber lain, seperti, minyak kacang, padi, barley, gandum, jagung, kapuk, bunga matahari,
dan kacang-kacangan (Ong, 1993).. Tokotrienol memiliki banyak kegunaan bagi kesehatan manusia selain sebagai komponen vitamin, dapat juga digunakan sebagai senyawa antikanker, mencegah penuaan dini, penyakit kardiovaskuler, dan kegunaan lainnya. Berbagai cara dikembangkan untuk mendapatkan vitamin E dari minyak sawit, tetapi kompleksitas struktur dan variasi yang luas, menyebabkan perlunya teknik analisis untuk isolasi. Salah satu caranya dapat dilakukan dengan saponifikasi dilanjutkan dengan proses Ekstraksi yang diikuti oleh analisis penentuan dengan kromatografi cair. Selain itu tokotrienol juga memiliki sifat yang sangat labil terhadap panas dan reaksi oksidasi. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk melindungi senyawa tersebut dari lingkungan sekitarnya yang dapat menyebabkan terjadinya reaksi oksidasi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan,
yaitu dengan cara melindunginya dalam matriks polimer yang biasanya disebut dengan proses enkapsulasi dan jika matriks yang melindungi merupakan matriks yang berukuran 1 μm sampai beberapa milimeter disebut juga dengan mikroenkapsulasi. Penggunaan teknologi mikroenkapsulasi terhadap komponen bioaktif dapat meningkatkan stabilitas fisik komponen bioaktif tersebut, melindungi dari kerusakan kimiawi, melindunginya dari interaksi dengan bahan tambahan makanan (food ingredient). Mikroenkapsulasi vitamin E minyak sawit akan menghasilkan produk dalam bentuk bubuk yang memiliki kandungan antioksidan dengan stabilitas yang tinggi selama penyimpanan. Produk dalam bentuk bubuk ini memudahkan aplikasi penambahan vitamin E pada bermacammacam produk pangan sehingga bermanfaat sebagai bahan tambahan pangan yang fungsional. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikroba dan Bioproses, Balai Penelitian Bioteknilogi Perkebunan Indonesia, Jalan Taman Kencana No. 1, Bogor Jawa Barat. Waktu penelitian adalah dari bulan mei 2012 sampai dengan bulan november 2012. Saponifikasi Sebanyak 20 mL minyak sawit disaponifikasi selama 45 menit dalam erlenmeyer tertutup dengan penambahan 20 mL etanol (95%), 20 mL NaOH (1%), dan 50 mL BHT (6%) sebagai antioksidan. Erlenmeyer ditempatkan dalam penangas air suhu 700C dan dikocok setiap 5-10 menit selama proses saponifikasi. Setelah proses saponifikasi, Erlenmeyer didinginkan dalam penangas es dan ditambahkan 150 mL NaCl (1%). Suspensi ini kemudian diekstraksi tiga kali dengan 100 mL n-heksana : etil asetat (9:1 v/v).
Fasa organik dipisahakan dan diuapkan sampai kering, kemudian residunya dilarutkan dalam 20 mL isopropil alkohol (1%) dalam n-heksana. Ekstraksi dengan Metanol Sebanyak 10 mL sampel hasil saponifikasi diekstrasi tiga kali dengan 140 mL metanol. Metanol yang digunakan adalah metanol pekat, metanol : air (3:1), metanol : air (3:2), metanol : air (2:3), Fasa organiknya kemudian dilarutkan kembali dalam 40 mL isopropil alkohol (1%) dalam heksana. Pemisahan Senyawa Pemisahan senyawa dilakukan dengan menggunakan kromatografi kolom. dalam kolom tersebut fasa diam yang digunakan adalah silica gel dengan fase gerak petroleum eter : dietil eter : asam asetat (70 : 30: 0,2 ; v/v/v). selain itu digunakan fasa diam lain yang berupa serbuk zeolit yang sudah diaktifkan dengan fasa gerak berupa n-heksana : THF : 2-propanol (1000 : 60 : 4, v/v/v). Pemisahan dilakukan dengan cara, sebanyak 15 mL sampel hasil ekstrak metanol dilewatkan kedalam kolom kromatografi, kemudian sampel dibiarkan mengalir melalui kolom dengan adanya gaya berat atau tekanan dalam kolom. Sampel mulai ditampung saat warnanya kuning, Setelah warnanya kuning Hasil kolom tersebut ditampung per 5 mL hingga warna kuningnya kembali menjadi bening. Fase geraknya ditambahkan sebelum kolom menjadi kering. Analisis Kualitatif vitamin E Hasil tampungan dari kromatografi kolom kemudian ditotolkan pada plat TLC sebanyak 3 µL. dan ditotolkan pula standar vitamin E 100 ppm, pembuatan standar vitamin E 100 ppm dibuat dengan cara ditimbang 0,01 g standar vitamin E dilarutkan dengan n-heksana sampai dengan volume 100 mL pada labu takar 100 mL. plat TLC yang sudah ada
totolannya kemudian dimasukkan kedalam chamber yang berisi eluen petroleum eter : dietil eter : asam asetat (70 : 30 : 0.2, v/v/v), dan eluen lain berupa n-heksana : THF : 2-propanol (1000 : 60 : 4, v/v/v), hingga eluen naik sampai tanda batas. Pewarnaan noda pada plat TLC dilakukan dengan menggunakan serbuk iod, hasil pewarnaan ditandai dengan menggunakan pensil. Mikroenkapsulasi Sebanyak 72 g gum arab dilarutkan ke dalam 3 L etanol lalu distirer. Kemudian 30 mL vitamin E hasil fraksinasi terbaik dari kromatografi kolom ditambahkan ke dalam larutan dan diaduk sampai homogen. Campuran tersebut kemudian dimikroenkapsulasi dengan spray dryer dan freeze dryer. Suhu masukan pada proses spray dryer adalah 2000 C dan suhu keluarannya adalah 800 C, sedangkan pada proses freeze dryer suhu prosesnya pada suhu -50 C. Hasil dari spray dryer dan freeze dryer dilakukan analisis kualitatif vitamin E dengan cara TLC. Analisis Aktifitas Antioksidan Dibuat larutan DPPH 0,01 M dengan cara ditimbang 39,5 mg DPPH dilarutkan kedalam metanol p.a sampai volume 100 mL. Kemudian dibuat larutan kontrol DPPH dengan cara dipipet 0,1 mL larutan DPPH 0,01 M diencerkan dengan metanol p.a sampai 5 mL. Sampel dibuat deret dengan konsentrasi 20, 40, 60, 80, 100, 200 ppm. Kemudian sebagai baku pembanding dibuat larutan vitamin C dengan konsentrasi 1; 2,5 ; 5 ; 7,5 ; 10 ppm. Analisis aktifitas antioksidan dilakukan dengan dengan menambahkan 0,1 mL DPPH 0,01 M kedalam deret sampel dan baku pembanding vitamin C. kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 30 menit. Diukur absorbannya dengan menggunakan Spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 515 nm.
Warna DPPH akan berubah dari ungu menjadi kuning apabila ekstrak mengandung anti oksidan (Ricardo, 2009). Perhitungan inhibisinya sebagai berikut: Persen inhibisi = ( Absorbansikontrol Absorbansisampel )
Absorbansikontrol
x100%
HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi Vitamin E Proses isolasi vitamin E terdiri dari proses saponifikasi dan ektraksi dengan menggunakan metanol. Saponifikasi dilakukan untuk memisahkan komponen minyak dengan vitamin E yang biasanya larut di dalamnya. Komponen minyak akan tersaponifikasi (tersabunkan) karena reaksi basa kuat dengan asam lemak, Yang kemudian diektraksi dengan menggunakan heksana:etil asetat (9:1 v/v). Fasa organiknya dipisahkan dan dikeringkan hingga berbentuk cairan kental. Kemudian ditambahkan isopropil alkohol (1%) dalam n-heksana. Kemudian diektraksi kembali dengan metanol. Ektraksi dengan metanol ini dilakukan untuk memisahkan vitamin E dari pelarut-pelarut yang dapat larut dalam metanol. Hasil ektraksi dengan metanol pekat, metanol : air (3:1), metanol : air (3:2), metanol : air (2:3) yang diuji dengan TLC. Hasil ektrak yang terbaik dari ektraksi menggunakan metanol adalah dengan menggunakan metanol pekat hal ini terbukti dari gambar 6 dan gambar 7. Ektraksi yang menggunakan metanol pekat mampu memisahkan vitamin E dari pelarut-pelarut lain. Hasil dari Ektraksi dengan metanol didapat ekstrak vitamin E kasar. Pemurnian Vitamin E Hasil ekstrak vitamin E kasar yang didapat dari hasil saponifikasi dan ekstraksi dengan metanol dilakukan pemurnian vitamin E. Pemurnian vitamin E dilakukan dengan menggunakan
kromatografi kolom yang kemudian dilanjutkan dengan menggunakan TLC. Pada kromatografi kolom sampel yang dimasukkan kedalam kolom kromatografi ditampung sebanyak 5 mL, proses tampungan dimulai dari cairan yang berwarna kuning pertama itu terlihat sampai warnanya kembali hilang (warna eluennya).Setelah ditampung fraksi-fraksi yang terkumpul diuji dengan menggunakan TLC. fasa diam yang digunakan adalah silica gel dengan fase gerak petroleum eter : dietil eter : asam asetat (70 : 30: 0,2 ; v/v/v). selain itu digunakan fasa diam lain yang berupa serbuk zeolit yang sudah diaktifkan dengan fasa gerak berupa nheksana : THF : 2-propanol (1000 : 60 : 4, v/v/v). Hasil pengujian pada TLC ini
membuktikan fasa diam silica gel dengan fase gerak (eluen) yang baik dalam memisahkan larutan adalah petroleum eter : dietil eter : asam asetat (70:30:0.2,v/v/v) (gambar 6, gambar 7 dan gambar 8). karena eluen ini lebih mampu memisahkan komponen-komponen senyawaan yang ada dalam vitamin E.
1
2
3
4
5
6
7
8
Gambar 1. Hasil TLC dengan eluen petroleum eter : dietil eter : asam asetat (70:30:0.2,v/v/v) 1. 2. 3. 4. 5. 6.
metanol : air (3:1) metanol : air (3:2) metanol : air (2:3) metanol pekat tanpa ekstraksi CPO
7. -tokoferol 8. Β-karoten
1
2
3
4
5
6
7
8
Gambar 2. Hasil TLC dengan eluen. nheksana : THF : 2-propanol (1000 : 60 : 4, v/v/v) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
metanol : air (3:1) metanol : air (3:2) metanol : air (2:3) metanol pekat tanpa ekstraksi CPO -tokoferol β - karoten
Gambar 3. Visualisasi pemurnian tokoferol hasil fraksinasi kolom kromatografi dengan kolom silica gel menggunakan petroleum eter : dietil eter : asam asetat 70:30:0.2,v/v/v). A).Tanpa ekstraksi metanol (Fraksi 1-6), B). Dengan ekstraksi metanol (Fraksi 1-6), T). standar tokoferol dan K) standar beta-karoten. Dari hasil pemisahan pada gambar 3 dengan menggunakan eluen petroleum
eter : dietil eter : asam asetat (70:30:0.2,v/v/v), didapat ektrak vitamin E yang terbaik ada pada fraksi ke 4. Jadi fraksi ke 4 inilah yang digunakan atau diambil dan ditampung untuk proses mikroenkapsulasi. Mikroenkapsulasi Vitamin E Kumpulan fraksi dari vitamin E dikumpulkan untuk dilakukan mikroenkapsulasi dengan formula 72 g gum arab, 3 L etanol teknis, dan 30 mL ekstrak vitamin E hasil fraksinasi. Gum arab merupakan enkapsulan atau penyalut yang sering digunakan karena mempunyai sifat membentuk emulsi yang baik. Penggunaan gum arab pada konsentrasi tinggi akan membentuk emulsi yang viskositasnya tinggi (Sheu dan Rosenberg, 1998). Teknik mikroenkapsulasi dipilih karena senyawa kimia biasanya stabil dalam bentuk serbuk. Proses ini menyalutkan partikel inti yang berbentuk cairan dengan bahan pengisi khusus dengan metode spray dyrer dan freez dryer. Metode spray dryer lebih dipilih karena teknik ini ekonomis, mudah ditangani dan mudah digunakan (Ahza & Slamet, 1997). Dibandingkan dengan metode freez dryer yang prosesnya membutuhkan waktu yang cukup lama dan mahal. Percobaan awal mikroenkapsulasi dilakukan dengan menggunakan ekstrak kasar vitamin E. Ekstrak kasar vitamin E diperoleh dari saponifikasi CPO kemudian diekstraksi dengan metanol pekat. Dari hasil pemurnian ekstrak kasar vitamin E pada fase ke 4, setelah dimikroenkapsulasi dengan metode spray dryer dan freeze dryer, diperoleh serbuk mikrokapsul sebanyak 51 g dari hasil spray dryer dengan penyalut gum arab sebesar 72 g dan dari hasil freeze dryer diperoleh 9,12 g dengan penyalut gum arab sebanyak 12 g (gambar 10). Serbuk yang diperoleh berwarna kuning kecoklatan, bertekstur halus, dan tidak lengket. Terlihatnya warna kuning pada serbuk kemungkinan
disebabkan masih terkandungnya beta karoten dalam sampel.
a
b
Gambar 4. Hasil mikroenkapsulasi vitamin E dari CPO menggunakan bahan penyalut gum arab. Dengan metode spray dryer (a) dan freeze dryer (b) Mikroenkapsulasi sampel yang menggunakan spray dryer itu lebih evisien dan tidak membutuhkan waktu yang lama dibandingkan dengan metode freeze dryer. karena waktu yang dibutuhkan pada proses spray dryer dengan jumlah larutan 4 liter dapat dilakukan dalam kurun waktu 2 jam saja, sedangkan pada proses freeze dryer waktu yang dibutuhkan dengan jumlah larutan yang sama dilakukan selama seharian penuh. Secara umum, gum arab menghasilkan mikrokapsul yang baik yaitu seluruh vitamin E dapat disalut dengan baik, menghasilkan serbuk yang baik, tidak lengket. Uji Aktivitas Antioksidan Sampel vitamin E hasil mikroenkapsulasi diuji akvitas antioksidannya, hal ini dilakukan karena sampel yang memiliki kadar antioksidan (Siahaan dan Maslan, 2006). Uji ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antioksidan vitamin E hasil mikroenkapsulasi yang berperan untuk melindungi tubuh dari radikal bebas. Radikal bebas merupakan atom atau molekul yang sifatnya sangat tidak stabil dan sangat reaktif, serta dapat merusak jaringan tubuh.
% inhibisi
60 50 40 30 20 10 0
0 100 200 y = 0.2838x + 1.5992 ppm R² = 0.9395
300
Gambar 5. Pembacaan sampel hasil mikroenkapsulasi gum arab dengan metode Spray Dryer menggunakan UVVis.
% inhibisi
60 40 20 0
0 100 200 y = 0.2256x + 8.2449 ppm R² = 0.9234
300
Gambar 6. Pembacaan sampel hasil mikroenkapsulasi gum arab dengan metode freeze dryer menggunakan UVVis. % inhibisi
Pengujian aktivitas antioksidan dalam penelitian ini dilakukan dengan berbagai konsentrasi yang digunakan untuk menentukan IC50 (Inhibition Concentration 50) metode yang digunakan adalah metode perendaman terhadap radikal bebas menggunakan DPPH sebagai radikal bebas. Radikal bebas ini bereaksi dengan vitmin E hasil mikroenkapsulasi dan menghasilkan perubahan warna yang dapat ditentukan dengan menggunakan spektrofotometri UV-Vis. Prinsip penentuan dengan DPPH adalah pengukuran besarnya serapan perubahan warna DPPH (persen hambatan) dari warna ungu menjadi kuning yang menunjukkan bahwa radikal bebas telah bereaksi dengan antioksidan (Ricardo, 2009). Reaksi antioksidan dengan DPPH tersebut berlangsung melalui pemberian hidrogen dari antioksidan ke DPPH menjadi bentuk yang lebih stabil DPPHH (Windono dan Soedirman,2001). Aktivitas sebagai antioksidan diuji melalui penentuan nilai IC50. IC50 adalah konsentrasi antioksidan yang mampu meredam 50% radikal bebas. kontrol positif yang digunakan adalah vitamin C. Vitamin C digunakan karena merupakan senyawa antioksidan yang memiliki daya hambat cukup tinggi terhadap radikal bebas (Windono dan Soedirman,2001).
100 50 0
0 5 y = 9.9155x + 5.1866 R² = 0.9648
10
15
ppm
Gambar 7. Pembacaan sampel pembanding vitamin C menggunakan UV-Vis. Tabel 1. Perbandingan sampel IC50 Sampel metode Spray Dryer Metode Freeze Dryer Pembanding Vitamin C vitamin E sebelum mikroenkapsulasi
IC50 (ppm) 171.028 185,582 4,520 < 10
Dari gambar 5, 6, 7 dapat diketahui nilai dari IC50. Nilai IC50 menunjukkan aktivitas antioksidan sampel hasil mikroenkapsulasi dari vitamin E dan pembanding vitamin C (Tabel 1). Nilai IC50 100-1000 ppm menunjukkan bahwa ativitas antioksidannya kurang aktif. Aktivitas antioksidan hasil mikroenkapsulasi lebih rendah dibandingkan dengan aktivitas vitamin C. Hal ini dikarenakan pada proses mikroenkapsulasi vitamin E, vitamin E yang disalutkan dalam penyalut gum arab jumlahnya sedikit sehingga aktivitas antioksidan vitamin E dari hasil mikroenkapsulasi ini lebih rendah. Berbeda dengan vitamin E sebelum
dilakukan proses mikroenkapsulasi, yang memiliki aktivitas antioksidan < 10 ppm. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian yaitu: Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian yaitu: 1.
2.
3.
Vitamin E telah diperoleh dalam bentuk mikrokapsul dari hasil proses pengolahan minyak kelapa sawit dengan Proses saponifikasi, Proses ekstraksi, Proses pemurnian dilakukan menggunakan kromatografi kolom. Dilanjutkan dengan proses mikroenkapsulasi vitamin E dapat dengan metode spray dryer dan `freeze dryer. Proses ekstraksi dilakukan 2 kali dengan n-heksana : etil asetat (9:1 v/v) dan dilakukan dengan menggunakan metanol pekat karena mampu memisahkan vitamin E dari senyawaan lain. Aktivitas antioksidan vitamin E dari hasil mikroenkapsulasi lebih rendah dibandingkan dengan aktivitas vitamin C yang digunakan sebagai pembanding.
Saran Perlu dilakukan pengembangan proses mikroenkapsulasi vitamin E ini agar diperoleh vitamin E dalam bentuk mikrokapsul yang mempunyai antioksidan lebih baik. TERIMAKASIH KEPADA: Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. Bapak Dr. Tri Panji, M.S selaku Pembimbing I dan Bapak Ir. Suharyanto, M.Si selaku Pembimbing II yang telah berkenan membimbing dan memberikan saran
dalam proses penelitian dan pembuatan skripsi Semua pihak yang tidak dapat di sebutkan satu per satu yang membantu dalam penyusunan jurnal ini DAFTAR PUSTAKA Ahza & Slamet. 1997. Mikroenkapsulasi Campuran Ekstrak Kulit dan Buah Jeruk Nipis (Citrus autrantifolia) Serta aplikasinya pada Teh Celup. Buletin Teknologi dan Industri Pangan, Vol 8 (2) Babtsov et al. penemu; Tagra Biotechnologies Ltd. 30 Sept 2002. Method of microencapsulation. US patent 6 932 984. Bintang Maria.2010. Biokimia teknik Penelitian. Jakarta : Erlangga. Birnbaum DT, Brannon-Peppas. 2003. Microparticle Drug Delivery Systems. Drug Delivery Systems in Cancer Therapy. Totowa: Humana Pr. Brown, E., Jacobson, M.F. Cruel Oil. 2005. Center For Science in the Public Interest. Goh, S.H., Y.M. Choo, dan S.H. Ong. 1985. Minor Constituents of Palm Oil. J. Am. Chem. Oil Soc. Vol 62 no 2. Gritter R.J., B. James dan S. Arthur, 1991. Pengantar Kromatografi II. ITB. Bandung. Iswari, R.S., Ari. Y. 2006. Biokimia. Yogyakarta: Graha Ilmu. Jones SD, Pearce KJ. 1994. An investigation of the effect of some process variable on the microcapsulation of propranolol hydrochloride by the solvent evaporation method. Int J Pharma-ceut 118:199-205. Ong A., 1993. Natural Sources of Tocotrienols, in Vitamin E in Health and Disease, F.J.Packer L, Editor., Marcel Dekker Inc: New York. 3-8. Ricardo, S. 2009. Antimicrobial and antioxidant activities of plants. Mexico.
Sastrohamidjojo,H.,1985. Kromatografi, Gajah Mada University, Press, Yogyakarta, 1-74. Sheu TY & Rosenberg M. 1998. Microstructure of microcapsules consisiting of whey proteins and carbohydrates. J Food Sci 63(3): 491-494. Siahaan, D., Maslan, R. 2006. Kajian Produksi Terpadu Karoten, Vitamin E, dan Biodiesel dari Minyak Sawit. Medan: Warta. Skoog DA, West DM, Holler FJ, Crouch SR. 2004. Fundamentals of Analytical Chemistry eighth edition. UK : Thomson Brooks. Sutrisno, R.B. 2000. Reverse Approach A New Idea Pioneering quaLitative and Quantitative Analysis of Indonesian Drug. Univesitas Pancasila Press, Jakarta, 66 pp. Sutriyo, Djajadisastra J, Novitasari A. 2004. Mikroenkapsulasi propranolol hidro-klorida dengan penyalut etil selulosa menggunakan metode penguapan pelarut. Maj Ilmu Kefarmasian 1:93-99. Ul-Ain Q, Sharma S, Khuller GK, Garg SK. 2003. Alginate-based oral drug delivery system for tuberculosis pharmacokinetics and therapeutics effects. J Antimicrob Chemo 51:931938. Windono, T dan soedirman, S. 2001. Uji Peredam Radikal Bebas terhadap DPPH (1,1-difenil-2pikrilhidrazil).http:www.radikalbebas.c om. Yoshizawa H. 2004. Trends in Microencapsulation Reseach. KONA 20. [Terhubung Berkala]. http.//www.kona. or.jp/search/22_023.pdf. [22 Sept 2005].