PENGARUH IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN PADA DINAS PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN PROVINSI JAWA BARAT TERHADAP EFEKTIVITAS PROMOSI DAYA TARIK WISATA PROVINSI JAWA BARAT Oleh: Mochamad Agung Maulana, SE
ABSTRACT In efforts to promote a tourist attraction in West Java Tourism and Culture held in West Java Province is increasing function of the network organization through the promotion of tourism attraction efforts to improve the image of tourism, increase foreign tourist arrivals and foreign exchange earnings, increase domestic tourist visits and spending, with indicators of work to maintain the condition remains a tourist attraction in good accordance with the Seven Charm, which is a condition in which a tourist attraction to maintain security, order, cleanliness, coolness, beauty, hospitality, and memorable by providing socialization of policy, provide the opportunity for employees take part in education and training (training) technical, educational scholarship programs so that every employee can execute organizational change appropriately. But there are some problems that a lack of communication, lack of employee discipline, employee motivation, employee skills, promotion of networking functions tourist attraction is still lacking. One aspect that is considered to have a direct impact on the effectiveness of the promotion of tourist attraction in West Java is through the implementation of the policy. Implementation of the policy actions undertaken by public or private officials who are directed to the achievement of predetermined objectives. This study uses the entire apparatus of the respondents in the Department of Tourism and Culture of West Java Province and determined the sample size of population randomly, using the formula Slovin. The method used is a sampling survey method with the explanatory approach method. Aanalisis data using statistical analysis of correlation test. Calculations with SPSS version 18. The results obtained are the enormous impact that the implementation of administration policy on the effectiveness of the promotion of tourism attraction wista on Culture and Tourism Office show a strong and positive influence and is determined by the implementation of the dimensions of communication, resources, disposition / attitude executive, and bureaucratic structures. Implementation of tourism policy at the Department of Tourism and Culture of West Java Profinsi measured from the dimensions of communication, resource dimension, the dimension of the disposition or attitude of executing, and bureaucracy has dimensional structure quite well. Effectiveness of the implementation of a major tourist attraction on the promotion of Tourism and Culture dimension is measured from the organization, the environment, workers and management policies and practices are good enough. Keyword: Policy Implementation Implementation of Tourism, Tourist Attractions Campaign Effectiveness
Disusun Untuk Memenuhi Sidang Tesis Magister Ilmu Pemerintahan Universitas Langlangbuana Bandung
Page 1
1.
Latar Belakang
Jawa Barat merupakan wilayah yang sangat potensial secara geografis, karema samhat strategis sebagai wilayah penunjang ibukota negara, dan juga kaya dengan sumber daya pariwisata yang dapat dikembangkan sebagai andalan ekonomi untuk mensejahterakan masyarakat. Keanekaragaman lingkungan budaya serta alam hayati dengan prospek kekuatan ekonomi merupakan daya tarik sebagai objek wisata yang dapat ditawarkan untuk melayani kebutuhan wisatawan. Menurut Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 8 Tahun 2008, bahwa kepariwisataan merupakan keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata yang bersifat multi dimensi, multisektoral, multidisiplin, dan multi pemangku kepentingan, yang timbul sebagai kebutuhan orang dan negara diakibatkan oleh interaksi antar wisatawan, masyarakat setempat, pengusaha pariwisata, serta lingkungan hayati, lingkungan non hayati, lingkungan buatan, dan/atau lingkungan sosial. Kepariwisataan melibatkan banyak pemangku kebijakan dengan berbagai kepentingannya masingmasing. Pembangunan kepariwisataan daerah merupakan bagian dari kepariwisataan nasional, berusaha menggerakan seluruh potensi pariwisata yang ada di daerah agar dapat berkembang optimal dan fungsional selaras dengan nilai-nilai, keyakinan, kepercayaan, kebiasaan, tradisi, dan adat istiadat masyarakat setempat. Salah satu instansi pemerintah daerah yang bergerak melaksanakan pembangunan kepariwisataan di Jawa Barat adalah Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat semula bernama Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, namun setelah diundangkannya UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintah Daerah kemudian berubah menjadi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat, dengan alasan karena Jawa Barat ingin menonjolkan bidang Pariwisata terlebih dahulu disusul bidang Kebudayaan. Sebagai organisasi yang bergerak di bidang pelayanan kepariwisataan, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat mempunyai tugas pokok yaitu melaksanakan urusan Pemerintahan Daerah di bidang Pariwisata dan Kebudayaan berdasarkan asas Otonomi, Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat sesuai dengan Rencana Strategis (Renstra) Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat tahun 2008-2013 mempunyai visi dan misi. Visi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat untuk 5 tahun ke depan (2008-2013) di rumuskan: “Mewujudkan Jawa Barat Sebagai Daerah Budaya Dan Tujuan Wisata Andalan” Jawa Barat merupakan wilayah yang sangat potensial secara geografis, karena sangat strategis sebagai wilayah penunjang ibukota negara, dan juga kaya dengan sumber daya pariwisata yang dapat dikembangkan sebagai andalan ekonomi untuk mensejahterakan masyarakat. Keanekaragaman lingkungan budaya serta alam hayati dengan prospek kekuatan ekonomi merupakan daya tarik sebagai objek wisata yang dapat ditawarkan untuk melayani kebutuhan wisatawan. Menurut Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 8 Tahun 2008, bahwa kepariwisataan merupakan keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata yang bersifat multi dimensi, Disusun Untuk Memenuhi Sidang Tesis Magister Ilmu Pemerintahan Universitas Langlangbuana Bandung
Page 2
multisektoral, multidisiplin, dan multi pemangku kepentingan, yang timbul sebagai kebutuhan orang dan negara diakibatkan oleh interaksi antar wisatawan, masyarakat setempat, pengusaha pariwisata, serta lingkungan hayati, lingkungan non hayati, lingkungan buatan, dan/atau lingkungan sosial. Kepariwisataan melibatkan banyak pemangku kebijakan dengan berbagai kepentingannya masing-masing. Pembangunan kepariwisataan daerah merupakan bagian dari kepariwisataan nasional, berusaha menggerakan seluruh potensi pariwisata yang ada di daerah agar dapat berkembang optimal dan fungsional selaras dengan nilai-nilai, keyakinan, kepercayaan, kebiasaan, tradisi, dan adat istiadat masyarakat setempat. Salah satu instansi pemerintah daerah yang bergerak melaksanakan pembangunan kepariwisataan di Jawa Barat adalah Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat semula bernama Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, namun setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintah Daerah kemudian berubah menjadi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat, dengan alasan karena Jawa Barat ingin menonjolkan bidang Pariwisata terlebih dahulu disusul bidang Kebudayaan. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat dalam hal ini sebagai instansi Pemerintahan mempunyai peran penting dalam pengembangan pariwisata salah satunya dengan melakukan promosi Daerah Tujuan Wisata yang terdapat di Jawa Barat baik dalam negeri maupun luar negeri. Dalam pengembangan pariwisata tidak dapat terlepas dari hal yang dinamakan Multi Player Effect dimana Pemerintah tidak dapat berjalan sendiri tanpa bantuan pihak swasta dan peran serta masyarakat dalam melakukan kegiatan pariwisata. Potensi Daya Tarik Wisata yang dapat dikembangkan dan di promosikan di Jawa Barat sangat beraneka ragam baik wisata alam, minat khusus, kuliner, belanja, sejarah dan agama. Dari keanekaragaman potensi Daya Tarik Wisata tersebut, dituntut peran kebijakan pemerintah melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat yang mendukung pengembangan serta promosi Daya Tarik Wisata sebagai bentuk upaya untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan. Provinsi Jawa Barat telah melakukan banyak hal dalam mengembangkan sektor Pariwisata yaitu salah satunya dengan dilakukannya DMO (Destination Management Organitation) yang merupakan pengelolaan Objek dan Daya Tarik Wisata. DMO telah dilaksanakan di Pantai Pangandaran yang berlokasi di Kabupaten Ciamis dengan melakukan penataan Pantai Pangandaran sehingga dapat menjadikan Pantai Pangandaran sebagai Daya Tarik Wisata unggulan Jawa Barat. Promosi yang dilakukan tidak dapat terlepas dari kebijakan yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat. Kebijakan tersebut juga perlu daya dukung yang kuat dari berbagai hal seperti sumber daya manusia yang melaksanakan kebijakan tersebut, anggaran (APBD/APBN) , serta sarana dan prasarana yang tersedia.
2.
Pengertian Kebijakan
Kata kebijakan merupakan terjemahan dari kata policy sedangkan kebijaksanaan terjemahan dari wisdom, dimana kata policy lebih luas artinya dari kata wisdom, maka dengan demikian peneliti lebih banyak menggunakan kata kebijakan. Istilah kebijakan (policy) seringkali penggunannya saling dipertukarkan dengan istilah-istilah lain seperti tujuan, program, keputusan, undang-undang, ketentuan-ketentuan, usulan-usulan, dan Disusun Untuk Memenuhi Sidang Tesis Magister Ilmu Pemerintahan Universitas Langlangbuana Bandung
Page 3
rancangan-rancangan besar. Hal tersebut dikatakan oleh Solichin Abdul Wahab yang menurut istilah tersebut bagi para. pembuat keputusan (policy makes) tidak akan menimbulkan masalah tetapi bagi orang lain hal itu membingungkan. Demikian pula halnya dengan deftnisi kebijakan yang mempunyai arti bermacam-macam. Harold D Laswell ( dalam Riant Nugroho D., 2004 : 4 ) memberi definisi kebijakan “sebagai suatu rpogram yang diproyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu, nilai-nilai tertentu, dan praktek-praktek tertentu.” Sementara Carl I. Friedrick ( dalam Riant Nugroho D., 2004 : 4 ) mendefinisikan kebijakan “sebagai serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman dan peluang yang ada, dimana kebijakan yang diusulkan tersebut ditujukan untuk memanfaatkan potensi sekaligus mengetasi hambatan yang ada dalam rangka mencapai tujuan tertentu.” Eulau dan Prewitt (dalam Wahab,1997;3) bahwa kebijakan adalah a standing decision charactenzed by behavioural consistency and revetitiveness on the part of both those who work make it and who abide by it. Dewasa ini istilah kebijakan lebih sering dan secara luas dikenal penggunaannya dengan tindakan-tindakan atau kegiatankegiatan yang dilakukan oleh pemerintah. Karena itu sangat mudah dipahami kebijakan seringkali juga diberi makna sebagai tindakan politik. Kemudian Anderson merumuskan kebijakan sebagai langkah tindakan yang secara sengaja dilakukan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor berkenaan dengan adanya masalah atau persoalan tertentu yang dihadapi. Konsep yang dikemukakan oleh Anderson tersebut menurut Wahab secara tegas membedakan antara kebijakan (policy) dan keputusan (decision), yang mengandung arti pemilihan diantara sejumlah alternatif yang tersedia (Wahab,1997;3). Penjelasan tersebut menurut Wahab sekaligus, menegaskan bahwa kebijakan adalah suatu tindakan berpola yang mengarah pada tujuan tertentu dan bukan sekedar keputusan untuk melakukan sesuatu. Sedangkan A. Raksasataya dalam Islamy (1997;17) mengemukakan: Kebijakan sebagai suatu taktik dan strategi yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu suatu kebijakan memuat 3 (tiga) elemen yaitu: 1. Identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai. 2. Taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan. 3. Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik atau strategi.
Dalam terminologi kebijakan publik terdapat ribuan definisi tentang kebijakan publik. Dalam mempelajari ilmu kebijakan publik dianjurkan oleh para ahli untuk memilih definisi yang tepat, yang sekiranya tepat cocok dengan persoalan yang sedang dibahas. Definisi kebijakan publik bisa jadi memiliki arti yang sangat luas, seperti definisi yang dikemukakan oleh Jones menjelaskan bahwa kebijakan publik adalah antar hubungan diantara unit pemerintahan tertentu dalam lingkungannya dalam Wahab ( 1997;4). Definisi yang dikemukakan oleh Jones karena terlalu luas menyebabkan Disusun Untuk Memenuhi Sidang Tesis Magister Ilmu Pemerintahan Universitas Langlangbuana Bandung
Page 4
banyak orang tidak mengerti hakekat dari kebijakan publik. Definisi lain dikemukakan oleh Dye, bahwa kebijakan publik adalah pilihan tindakan apapun yang dilakukan oleh pemerintah (Islamy,1997;18). Selanjutnya Dye mengemukakan:"Bila pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu maka harus ada tujuan (obyektifnya) dan kebijakan negara itu harus meliputi sernua “tindakan” pemerintah jadi bukan semata- mata merupakan pernyataan keinginan pemerintah atau pejabat-pajabat pemerintah saja. Disamping itu sesuatu yang telah dilaksanakan oleh pemerintah pun termasuk kebijakan negara. Hal ini disebabkan karena "sesuatu yang dilakukan" pemerintah akan mempunyai pengaruh (dampak) yang sama besarnya dengan sesuatu yang dilakukan oleh pemerintah" (Islamy, 1997; 18). Mencermati pendapat Dye tersebut, Wahab (1997:4) mengemukakan: "Definisi Dye ini sekalipun cukup, akurat, namun sebenarnya tidak cukup memadai untuk mendeskripsikan kebijakan publik, sebab kemungkinan terdapat perbedaan yang cukup besar antara apa yang ingin dilakukan oleh pemerintah dengan apa. yang senyatanya mereka lakukan. Selain itu definisi ini akan memuaskan pula tindakantindakan seperti pengangkatan pegawai, atau pemberian izin, yang biasanya tidaklah dianggap sebagai masalah-masalah kebijakan." Richard Rose (dalam William N. Dunn, 2003 : 109) mengemukakan bahwa kebijakan publik (public policies) merupakan rangkaian pilihan yang kurang lebih saling berhubungan (termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak) yang dibuat oleh badan daan pejabat pemerintah. Sedangkan G Edward III dan I Sharksansky dalam Islamy (1997;18) mengartikan kebijakan publik hampir sama dengan Dye, yaitu sebagai berikut:"... is what government say to do, or not to do.1t is the goals or purpose of government programs ... (adalah apa yang dinyatakan oleh pemerintah. Kebijakan publik itu berupa sasaran atau tujan program-program pemerintah....)" Selanjutnya Edward dan Sharkansky dalam Islami (1997:19) mengemukakan: Kebijakan publik itu dapat ditetapkan secara. jelas dalam peraturan-peraturan perundang-undangan atau dalam bentuk pidato-pidato pejabat teras pemerintah ataupun berupa program-program dan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah". Sedangkan C J Udoji dalam Wahab (1997:5) mendefinisikan kebijakan publik sebagai: An sanctioned course of action addressed to a particular problem or group of related problems that affect society at largel. (Suatu tindakan bersanksi yang mengarah pada suatu tujuan tertentu yang diarahkan pada suatu masalah atau sekelompok masalah tertentu yang saling berkaitan mempengaruhi sebagian besar warga. masyarakat). Kedua pendapat di atas tersebut secara tidak langsung mengikuti pandangan Anderson yang mengemukakan bahwa : public are those policideveloped by govemmental bodies and officials (Kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dilembangkan oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah) (Islamy,1997;19). Selanjutnya Anderson dalam Islamy (1997:19). bahwa implikasi dari pengertian kebijakan publik tersebut adalah:
Disusun Untuk Memenuhi Sidang Tesis Magister Ilmu Pemerintahan Universitas Langlangbuana Bandung
Page 5
1. Menjelaskan Bahwa kebijakan publik itu selalu mempunyai tujuan tertentu atau merupakan tindakan yang berorientasi pada tujuan; 2. Bahwa kebijakan itu berisi tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan pejabatpejabat pemerintah; 3. Bahwa kebijakan itu adalah merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah. Jadi bukan merupakan apa yang pemerintah bermaksud akan melakukan sesuatu atau menyatakan akan melakukan sesuatu; 4. Bahwa kebijakan itu bisa bersifat positif dalam arti merupakan beberapa bentuk tindakan pemerintah mengenai suatu masalah tertentu atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pejabat pemenntah untuk tidak melakukan sesuatu; 5. Bahwa kebijakan pemerintah sefidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan atau selalu dilandaskan pada peraturan perundang-undangan dan bersifat memaksa (otoritatif). 3.
Implementasi Kebijakan
Kebijakan negara diartikan oleh Dye (Islamy, 2000; 18) sebagai apa yang dipilih oleh pemerintah untuk dilaksanakan (public policy is whatever government chooses to do or not to do). Dalam konteks ini sifat kebijakan publik harus imperatif sehingga setiap pilihan akan dilanjutkan dengan penerapannya. Sebagai pilihan pemerintah, maka kebijakan harus dituangkan dalam bentuk peraturan tertulis baik dalam bentuk peraturan, surat keputusan, peraturan daerah, d1l.. Pengertian implementasi kebijakan yang lebih jelas dapat dilihat menurut Pressman dan Wildavsky sebagaimana dikutip oleh Suriadinata (1994,42) menyebutkan bahwa. Implementasi diartikan sebagai interaksi antara penyusunan tujuan dengan sarana-sarana, tindakan dalam mencapai tujuan tersebut atau kemampuan untuk menghubungkan dalam hubungan kausal antara yang diinginkan dengan cara untuk mencapainya. Kemudian Van Meter dan Van Horn dalam Wahab, (I 997;65), merumuskan proses implementasi kebijakan sebagai : Those Action by public or private individuals (or groups) there are directed at the achievment of objectives setforthpriorpolicy decisions" (tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu /pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan). Selain para stakeholder sebagai penentu keberhasilan dalam implementasi kebijakan, Grindle mengemukakan bahwa ada dua kelompok variabel utama lainnya yang dapat mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan yaitu: variabel isi kebijakan (content of policy) dan variabel konteks kebijakan (context of policy), variabel isi sangat berkaitan dengan kepentingan, tujuan yang hendak dicapai, sumber-sumber yang dapat disediakan dan latar belakang yang dimiliki oleh faktor yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan. Variabel konten kebijakan meliputi faktor- faktor : 1. Pihak kepentingan yang dipengaruhi; 2. Jenis manfaat yang dapat diperoleh; 3. Jangkauan perubahan yang diharapkan; Disusun Untuk Memenuhi Sidang Tesis Magister Ilmu Pemerintahan Universitas Langlangbuana Bandung
Page 6
4. Pelaksanaan pengambilan keputusan; 5. Pelaksana-pelaksana program; 6. Sumber daya yang tersedia. Adapun variabel konteks kebijakan meliputi faktor-faktor: 1. Kekuasaan, kepentingan dan strategi dari aktor yang terlibat 2. Ciri kelembagaan dan rezim; 3. Kepatuhan dan daya tanggap. Sementara Donald S. Van Meter and Carl E. Van Horn (dalam H. Obsatar Sinaga, 2010 : 56) menyatakan : Implementation as a liniar process. Pandangan ini melihat implementasi meliputi proses linear yang terdiri atas enam variabel yang mengkaitkan kebijakan dengan performance, yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Standar dan tujuan Sumber daya Komunikasi dan aktivitas antar organisasi Karakteristik agen-agen implementasi Kondisi ekonomi dan politik Sikap dari pelaksana.
Untuk membantu memahami implementasi kebijakan dilakukanpengklasifikasian kebijakan mengingat banyaknya tujuan-tujuan kebijakan dan program pemerintah yang berbeda-beda. Sungkono (1994;71) dengan mengacu pada Anderson menyebutkan tipe-tipe kebijakan publik antara lain: distributive, redistributive, regulatory, and self regulatory: Distributive Policies adalah kebijakan-kebijakan tentang pemberian pelayanan atau keuntungan bagi sejumlah khusus penduduk, individu-individu, kelompok-kelompok, perusahaan-perusahaan atau masyarakat tertentu. Redistributive Policies adalah kebijakan-kebijakan yang sengaja dibuat oleh pemerintah untuk memindahkan pengalokasian kekayaan, pendapatan, pemilikan, atau hak-hak diantara kelas-kelas dan kelompokkelompok penduduk. Regulatory Policies yaitu kebijakan-kebijakan tentang pengenaan pembatasan atau pelanggaran perbuatan atau tindakan bagi seseorang atau sekelompok orang. Self Regulalory Policies merupakan kebijakan-kebijakan tentang pembatasan atau pengawasan pembuatan pada masalah-masalah tertentu bagi sekelompok orang". 4. Pengertian Pemerintahan Pengertian Pemerintahan dapat ditinjau dari dua, segi, yaitu Pemerintahan dalam arti sempit dan Pemerintahan dalam arfi luas. Menurut Osborn (1997:3), pengertian Pemerintahan dalam arti luas adalah "Keseluruhan proses pelaksanaan kegiatan pengelolaan urusan publik yang dilakukan oleh aparatur Negara, yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan Negara yang telah ditentukan sebelumnya.” Berdasarkan definisi tersebut dapat diidentifikasi beberapa ciri pokok Pemerintahan, yaitu : 1. Sekelompok orang; artinya kegiatan Pemerintahan hanya mungkin terjadi jika dilakukan oleh lebih dari satu orang;
Disusun Untuk Memenuhi Sidang Tesis Magister Ilmu Pemerintahan Universitas Langlangbuana Bandung
Page 7
2. Kerjasama; artinya kegiatan Pemerintahan hanya mungkin terjadi jika dua orang atau lebih bekerjasama; 3. Pembagian tugas; artinya kegiatan Pemerintahan bukan sekedar kegiatan keijasama, melainkan kerjasama tersebut harus didasarkan pada pembagian kerja yang jelas; 4. Kegiatan yang runut dalam suatu proses; artinya kegiatan Pemerintahan berlangsung dalam tahapan-tahapan tertentu secara berkesinambungan ; 5. Tujuan; artinya sesuatu yang diinginkan untuk dicapai melalui kegiatan kerjasama. Pemerintahan adalah salah satu bagian dari pada Pemerintahan Umum, yang merupakan salah satu cabang Ilmu Sosial. Waldo dalarn bukunya Public Administration yang dialih bahasakan oleh Soedarmo (1996;17) mengemukakan bahwa Pemerintahan mempunyai dua pengertian yaitu : 1. Pemerintahan adalah organisasi dan manajemen dari manusia dan benda guna mencapai tujuan pemerintah ; 2. Pemerintahan adalah ilmu dan seni mengenai manajemen yang dipergunakan untuk mengatur urusan-urusan Negara. Untuk lebih jelasnya Handayaningrat (1993:5) mengemukakan bahwa Mempelajari Pemerintahan berarti juga mempelajari apa yang dikehendaki rakyat melalui pemerintah dan bagaimana mereka mendapatkannya. Selain itu administrasi menitik beratkan terhadap metode dan prosedur manajemen. Oleh karena itu Pemerintahan berhubungan dengan apa yang dilakukan oleh pemerintah dan bagaimana hal itu dilakukan. hal ini disebabkan karena Pemerintahan berhubungan dengan rakyat, kelembagaan, dan motivasi. Sesuatu yang bersifat dinamis dan beraneka ragam.
5.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Kerja
Mengenai efektivitas kerja banyak faktor yang mempengaruhi, seperti yang dikemukakan oleh Steers (2005: 1) bahwa: Di samping faktor stuktur, teknologi dan lingkungan yang mempengaruhi efektivitas kerja pegawai, barangkali kontribusi paling langsung bagi keberhasilan organisasi datang dari perilaku pekerjanya sendiri, para pekerjalah yang membentuk struktur organisasi dan yang memanfaatkan, teknologi organisasi lagi pula, para pekerjalah yang mengadakan tanggapan terhadap variasi dan tekanan lingkungan. Pada kenyataan mudah dijelaskan bahwa kunci keberhasilan organisasi adalah cara bekerja sama para anggota organisasi bagi pencapaian tujuan. Lebih rinci Richard M. Steers (2005:209) mengidentifikasi empat buah faktor yang mempengaruhi efektivitas kerja yaitu: l. Ciri organisasi 2. Ciri lingkungan 3. Ciri pekerja 4. Kebijakan dan praktek manajemen Ciri Organisasi terdiri dari struktur dan teknologi organisasi. Yang dimaksudkan dengan struktur ialah hubungan yang relatif tetap sifatnya seperti dijumpai dalam organisasi, sehubungan dengan susunan sumber daya manusia. Struktur adalah cara unik suatu organisasi menyusun orang-orangnya untuk menciptakan sebuah organisasi. Disusun Untuk Memenuhi Sidang Tesis Magister Ilmu Pemerintahan Universitas Langlangbuana Bandung
Page 8
Teknologi adalah mekanisme suatu organisasi untuk mengubah masukan mentah menjadi keluaran jadi. Ciri Lingkungan, hal ini mencakup dua aspek, yang walaupun agak berbeda, namun perhubungan kekuatan yang timbul di luar batas-batas organisasi dan mempengaruhi keputusan serta tindakan di dalam organisasi. Iklim organisasi, khususnya atribut-atribut yang diukur pada tingkat individual. Ciri Pekerja, pekerja yang berlainan mempunyai pandangan, tujuan, kebutuhan dan kemampuan yang berbeda satu sama lain, walaupun mereka di tempatkan di suatu lingkungan kerja yang sama. Perbedaan-perbedaan individual ini dapat mempengaruhi langsung serta kongkrit terhadap efektivitas. Kebijakan dan praktek manajemen, kepemimpinan dapat memperhatikan dan merintangi pencapaian tujuan. Secara umum akan diperhatikan bahwa para atasan memainkan peranan sentral dalam keberhasilan yang telah ditetapkan, dan tanggung jawab mereka untuk menetapkan suatu sistem imbalan yang pantas sehingga para pekerja dapat memuaskan kebutuhan dan tujuan pribadinya sambil mengejar sasaran organisasi. 6.
Aspek-Aspek Pengukuran Efektivitas Kerja
Untuk mendapatkan tingkatan-tingkatan efektivitas kerja, diperlukan pengukuran terhadap aspek-aspek dasar yang mengakibatkan dihasilkannya efektivitas kerja. Aspekaspek yang biasa dipergunakan dalam pengukuran efektivitas kerja itu bisa dari beberapa hal, misalnya perencanaan, pelaksanaan atau hasil evaluasi seluruh kegiatan. Pengukuran efektivitas kerja didasarkan pada beberapa hal seperti yang dikemukakan oleh Sondang P. Siagian (2005:32) bahwa: Efektivitas kerja dapat diukur dari beberapa hal yaitu: 1. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai 2. Kejelasan strategi pencapaian tujuan 3. Proses analisa dan perumusan kebijaksanaan yang mantap 4. Perencanaan yang matang 5. Penyusunan program yang tepat 6. Tersedianya sarana dan prasarana kerja 7. Pelaksanaan yang efektif dan efisien 8. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik. Penjelasan dari seluruh aspek-aspek pengukuran efektivitas kerja akan diuraikan sebagai berikut: l. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai Proses pencapaian tujuan organisasi akan lebih lancar, tertib, dan efektif apabila dalam pribadi anggota organisasi, telah tertanam kesadaran dan keyakinan yang mendalam bahwa tercapainya tujuan organisasi pada dasarnya berarti tercapainya pula tujuan mereka secara pribadi. Hal itu salah satu aspek dasar dalam pengukuran efektivitas kerja pegawai. 2. Kejelasan strategi pencapaian tujuan Ada sedikit perbedaan antara kejelasan tujuan dengan kejelasan strategi pencapaian tujuan. Strategi pencapaian tujuan mengarah pada metode, teknik, dan prosedur pencapaian tujuan yang jelas, sedangkan kejelasan tujuan mencakup tujuan itu Disusun Untuk Memenuhi Sidang Tesis Magister Ilmu Pemerintahan Universitas Langlangbuana Bandung
Page 9
mudah dipahami dan logisnya tujuan tersebut. Strategi pencapaian tujuan merupakan langkah kedua dari pimpinan dalam mengelola organisasi secara efektif dan efisien. Pencapaian tujuan secara efektif dan efisien tentunya sangat ditentukan oleh efektivitas kerja pegawai. Sedangkan efektivitas kerja pegawai itu sendiri sangat mengharapkan kejelasan strategi pencapaian tujuan, sehingga hal itu menjadi salah satu aspek dasar pengukuran efektivitas kerja. Bila strategi pencapaian tujuan jelas, dalam arti mampu memudahkan pegawai dalam bekerja, maka efektivitas kerja telah diramalkan berhasil. 3. Proses analisa dan perumusan kebijaksanaan yang mantap Untuk mencapai efektivitas kerja diperlukan deskripsi kerja yang tegas dengan analisa jabatan yang jelas, sehingga proses memanage pegawai dapat dilaksanakan dengan baik dan tepat. Karena manajemen pegawai merupakan modal dasar untuk terjadinya efektivitas kerja pegawai karena dengan pegawai yang tepat tentunya hasil kerjanya pun tepat pula. Kebijakan lain yang perlu tegas dan tidak meragukan adalah peraturan dalam kerja sama dan musyawarah dalam perumusannya. 4. Perencanaan yang matang. Perencanaan merupakan acuan kerja setiap organisasi. Bila perencanannya matang, maka pelaksanaan yang dilakukan memungkinkan lancarnya proses kerja yang efektif dan efisien. Karena perencanaan menjadi acuan untuk kerja, maka rencana dapat dijadikan aspek dasar sebagai acuan pula untuk mengevaluasi hasil kerja. Bila hasil kerja minimal sama dengan target yang direncanakan, maka hal itu menandakan efektivitas kerja tercapai. Jika merumuskan rencana hakekatnya adalah merumuskan sekarang apa yang dikerjakan oleh orang di masa depan. Jelaslah bahwa salah satu aspek efektivitas kerja adalah sampai sejauhmana: a. Memperkirakan keadaan yang dicapai b. Mengambil keputusan dalam menghadapi masa depan c. Meningkatkan orientasi masa depan d. Mengambil resiko yang telah diperhitungkan e. Memperhitungkan faktor-faktor pembatas yang diduga akan dihadapi dalam berbagai segi kehidupan organisasi. f. Memperhitungkan situasi lingkungan yang akan timbul baik yang bersifat politik, ekonomi, nilai-nilai sosial, ilmu pengetahuan dan teknologi. Rencana yang matang akan memperlihatkan tingkatan keberhasilan secara tersirat yang tinggi dari keenam faktor tersebut.
5. Penyusunan program yang tepat Suatu rencana yang baik masih perlu dijabarkan dalam program-program pelaksanaan yang tepat pula, sebab apabila tidak para pelaksana akan kurang atau tidak memiliki, pedoman bertindak dan bekerja. 6. Tersedianya sarana dan prasarana kerja
Disusun Untuk Memenuhi Sidang Tesis Magister Ilmu Pemerintahan Universitas Langlangbuana Bandung
Page 10
Bila sarana kerja temyata tidak lengkap, maka perkataan yang tepat adalah bagaimana mencapai efektivitas kerja yang tinggi dengan sarana dan prasarana yang ada. Pelaksanaan yang efektif dan akan tetapi tentunya jauh berbeda hasil yang akan dicapai, bila perkataan itu diungkapkan oleh seorang pimpinan dalam suatu organisasi yang sarana dan prasarananya lengkap. Sejauhmana sarana dan prasarana dalam suatu organisasi akan menjadi ukuran maka sejauh itu efektivitas kerja yang dicapai. 7. Pelaksanaan yang efektif dan efisien Kejelasan tujuan, tepatnya strategi, efektifnya proses perumusan kebijakan, matangnya rencana, kelengkapan sarana memadai, semua itu akan sangat kurang berarti hila pelaksanaan kerja secara operasionalnya tidak efektif dan tidak efisien. Karena dengan pelaksanaan itulah yang akan mendekatkan suatu rencana atau harapan pada tujuan dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya. 8. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik Mengingat sifat manusia yang memiliki banyak kekurangan maka efektivitas kerja menurut terdapatnya sistem pengawasan dan pengendalian. Banyak faktor yang dapat membentuk pimpinan menjadi seorang pengawas dan pengendali yang mendidik, misalnya dengan mendalami ilmu, pengalaman kerja, sifat bawaan dan lain sebagainya. Pengawasan yang terlalu ketat belum tentu akan efektif. Malahan kadang-kadang pegawai menjadi takut atau frustasi, sehingga kerjanya menjadi serba salah, tetapi dengan pengendalian mendidik akan tumbuh gairah kerja pegawai dengan motivasi kerja dan rasa tanggung jawab yang tinggi. Maka dapat dikatakan bahwa pengawasan dan pengendalian yang mendidik akan dapat meningkatkan efektivitas kerja yang ingin dicapai. 7. Pembahasan Hasil Penelitian Implementasi Kebijakan tentang penyelenggaraan Kepariwisataan terdiri dari 4 (Empat) Dimensi yaitu, (1) Komunikasi, (2) Sumber Daya, (3) Disposisi atau sikap pelaksana dan (4) Struktur Birokrasi. Dalam pelaksanaan kebijakan komunikasi harus disampaikan/diketahui oleh orang-orang yang diserahi tanggung jawab untuk melaksanakannya dengan jelas. Hal ini diperlukan komunikasi yang akurat dan dilaksanakan dengan tepat oleh pelaksana, untuk melaksanakan keputusan tersebut harus tahu apa yang seharusnya dilakukan olehnya, selain itu perintah untuk mengimplementasikan pun harus disampaikan (transmitted) kepada orang yang tepat, isi perintahnya harus jelas (clear) dan konsisten. Hasil penelitian pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan di Profinsi Jawa Barat menunjukkan bahwa rata-rata dimensi komunikasi adalah 3,14. Hal ini menunjukkan bahwa aspek tersebut cukup, aspek komunikasi merupakan aspek yang penting, hal ini sesuai dengan pendapat Djauhari (2008:37) bahwa Komunikasi merupakan bagian terpenting dan efekktif dalam penyampaian atau sosialisasi terhadap berbagai program/kegiatan pemerintah kepada kelompok sasaran atau masyarakat. Sumber daya yang mencakup Pendidikan Aparatur; Bidang keahlian Aparatur; Keteladanan dibidang hukum; Menekan angka penyelewengan; Kontrol publik yang Disusun Untuk Memenuhi Sidang Tesis Magister Ilmu Pemerintahan Universitas Langlangbuana Bandung
Page 11
lemah dan Memiliki komitmen untuk menciptakan bebas KKN. Rata-rata hasil penelitian tentang pernyataan mengenai Pendidikan Aparatur rata-ratanya adalah 2,93 (cukup); Bidang keahlian Aparatur rata-ratanya adalah 2,22 (kurang) ini menunjukan bahwa tingkat pendidikan aparatur dalam bidang kepariwisataan khususnya bidang promosi pariwisata masih kurang; Keteladanan dibidang hukum rata-ratanya adalah 3,57 (baik) ini menunjukan bahwa aparatur telah melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan aturan yang berlaku; Menekan angka penyelewengan rata-ratanya adalah 3,37 (cukup) ini menunjukan tingkat pengelola keuangan sudah cukup efisien; Kontrol publik yang lemah rata-ratanya adalah 3,17 (cukup) ini menunjukan bahwa keterlibatan masyarakat sudah mendukung, dan Memiliki komitmen untuk menciptakan bebas KKN rata-ratanya adalah 2,90 (cukup) ini menunjukan bahwa aparatur sudah menjalankan pakta integritas. Dari ketujuh pernyataan tersebut pernyataan mengenai pendidikan aparatur masih dianggap belum sesuai dengan harapan responden. Dalam mengelola sumber daya sangat diperlukan perencanaan yang matang, hal ini sesuai dengan pendapat Sumaryadi (2005:8) bahwa Perencanaan adalah pemilihan alternative atau pengalokasian berbagai sumber daya yang tersedia. Disposisi atau sikap seorang aparat dalam mengimplementasikan kebijakan selain memeiliki pengetahuan dan kemampuan untuk mengimplementasikan kebijakan, dia pun dituntut untuk memiliki sikap aparat yang sensitif terhadap permasalahan yang ada; sikap aparat yang responsif; Sikap aparat yang reaktif; Pimpinan memegang kuat kode etik aparat; Aparat memegang kuat kode etik. Hasil penelitian diperoleh rata-rata dari kelima pernyataan tersebut adalah Aparat sensitif rata-ratanya adalah 3,63 (baik); Aparat responsif rata-ratanya 4,02 (baik); Aparat Reaktif rata-ratanya 2,4 (kurang); Pimpinan memegang kuat kode etik aparat rata-ratanya adalah 3,63 (baik) dan Aparat memegang kuat kode etik rata-ratanya adalah 3,37 (cukup). Dari kelima pernyataan tersebut yang paling rendah adalah aparat kurang reaktif. Ini menunjukkan bahwa pegawai masih sangat ketergantungan pada instansi di atasnya. Sikap para pelaksana kebijakan, bagaimanapun akan dipengaruhi oleh berbagai hal, sebagaimana yang dikemukakan oleh Edward III seperti yang dikutip oleh Djauhari (2008:29) bahwa sikap pelaksana kebijakan dipengaruhi oleh pandangan pribadinya ihwal kebijakan tersebut serta bagaimana kebijakan itu akan mempengaruhi kepentingan diri dan organisasinya. Struktur Birokrasi, bagaimanapun baiknya ketiga faktor di atas jika tidak dibarengi dengan struktur birokrasi yang baik tetap akan kesulitan untuk dapat mengimplementasikan kebijakan dengan baik. Struktur birokrasi meliputi (1) Pembagian tugas yang jelas; (2) Struktur organisasi dan prosedur kerja yang sederhana dan tidak kaku; (3) Upaya nyata untuk mempermudah prosedur; (4) Tanggung jawab; (5) Kejelasan perintah, dan (6) Terjalinnya koordinasi dan kerjasama. Hasil penelitian mengenai rata-rata dari setiap pernyataan dimensi struktur birokrasi adalah sebagai berikut: (1) Pembagian tugas yang jelas rata-ratanya adalah 3,38 (cukup); (2) Struktur organisasi dan prosedur kerja yang sederhana dan tidak kaku rata-ratanya adalah 2,55 (cukup); (3) Upaya nyata untuk mempermudah prosedur rataratanya adalah 4,4 (baik); (4) Tanggung jawab rata-ratanya adalah 3,7 (baik); (5) Kejelasan perintah rata-ratanya adalah 3,15 (cukup), dan (6) Terjalinnya koordinasi dan kerjasama rata-ratanya 2,97 (cukup). Dari keenam pernyataan tersebut yang paling kecil adalah pernyataan mengenai Struktur organisasi dan prosedur kerja yang sederhana dan Disusun Untuk Memenuhi Sidang Tesis Magister Ilmu Pemerintahan Universitas Langlangbuana Bandung
Page 12
tidak kaku. untuk memudahkan pelaksanaan tugas-tugas rutin dalam organisasi, biasanya disusun SOP (Standar Operating Procedure). Keempat dimensi dalam implementasi kebijakan tersebut menjelaskan bahwa keberhasilan pelaksanaan kebijakan ditentukan oleh kemampuan pelaksana untuk menterjemahkan (mengkomunikasikan) isi kebijakan, adanya pelaksana dan keahliannya serta fasilitas yang ada, sikap dari pelaksana serta kemampuan untuk menyusun struktur birokrasi pelaksanaan yang sesuai dengan program. Ke-empat faktor ini berinteraksi satu sama lain dalam mempenganihi secara langsung pelaksanaan kebijakan, namun juga dapat berpengaruh secara tidak langsung di antara, ke-empat faktor ini melalui dampak satu sama lain. Efektivitas Promosi Daya Tarik Wisata adalah Efektivitas adalah tercapainya sasaran atau tujuan promosi daya tarik wisata yang telah ditetapkan sebelumnya. keberhasilan pelaksanaan promosi tersebut mempunyai dimensi sebagai berikut: Ketepatan target yang dicapai, Organisasi, Lingkungan, Pekerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata (mean) Efektivitas promosi daya tarik wisata dari semua dimensi secara gabungan adalah 3,2832 atau dibulatkan menjadi 3,28 (dua desimal). Hal ini menunjukkan bahwa aspek tersebut cukup. Kemudian jika dilihat nilai maksimum adalah 4,52 dan nilai minimumnya adalah 2,16 hal ini menunjukkan bahwa rata-rata responden antara 2,16 sampai 4,52. Standar deviasinya adalah 0,47298 yang berarti rata-rata penyimpangannya 0,47 (dibulatkan dua desimal) dari rata-rata keseluruhan responden sebesar 3,28. Dengan kata lain Efektivitas promosi daya tarik wisata pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Profinsi Jawa Barat adalah cukup. Pengaruh Implementasi kebijakan penyelenggaraan kepariwisataan terhadap efektivitas promosi daya tarik wista pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat menunjukkan pengaruh yang kuat dan positif sebesar 28,52 %, ini berarti implementasi kebijakan penyelenggaraan kepariwisataan pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat sudah cukup mempengaruhi terhadap efektivitas promosi daya tarik wisata di Jawa Barat.. Kemudian sisanya 71,47 % adalah variabel yang tidak diteliti. Besarnya pengaruh tersebut karena dalam pelaksanaan promosi daya tarik wisata sebelum dilaksanakan terlebih dulu diimplementasikan kebijakan-kebijakan yang harus dilaksanakan. 8. Kesimpulan dan saran Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan bahwa Implementasi kebijakan penyelenggaraan kepariwisataan yang berdasarkan dimensi komunikasi, dimensi sumber daya, dimensi disposisi atau sikap pelaksana, dan dimensi struktur birokrasi ternyata berpengaruh positif terhadap efektivitas promosi daya tarik wisata Jawa Barat. Berdasarkan penelitian tersebut terdapat beberapa masalah yang menjadi penghambat pelaksanaan kebijakan tersebut, antara lain berkaitan dengan kurangnya kemampuan dan pendidikan sumber daya aparatur, sumber daya keuangan, dan masih kurangnya sarana dan prasarana dalam menunjang promosi daya tarik wisata yang dianggap belum sesuai dengan harapan.
Disusun Untuk Memenuhi Sidang Tesis Magister Ilmu Pemerintahan Universitas Langlangbuana Bandung
Page 13
Dari pernyataan yang diberikan mengenai Implementasi kebijakan kepariwisataan dan pelaksanaan promosi daya tarik wisata sebagai berikut: 1. Dimensi komunikasi yang paling rendah pernyataan respondennya adalah Memberikan kesempatan yang sama dalam memberikan informasi. Oleh karena itu seyogianya dalam memberikan informasi harus diberikan kesempatan yang sama sesuai dengan proporsinya masing-masing. 2. Dimensi sumber daya pernyataan responden yang masih rendah adalah pendidikan aparatur masih dianggap belum sesuai dengan harapan responden. Oleh karena itu seyogianya ada peningkatan kemampuan sumber daya manusia melalui pendidikan, misalnya dengan diberikan pelatihan-pelatihan, kursus maupun pendidikan formal pada jenjang yang lebih tinggi. 3. Dimensi disposisi atau sikap pelaksana dalam menjalankan implementasi kebijakan kepariwisataan masih ditemukan pernyataan mengenai aparat kurang reaktif. Ini menunjukkan bahwa pegawai masih sangat ketergantungan pada instansi di atasnya. Oleh karena itu seyogianya pelaksana lebih reaktif apabila ada masalah-masalah yang dihadapi jangan menunggu perintah dari atasan saja. 4. Dimensi struktur birokrasi pernyataan yang paling rendah adalah pernyataan mengenai Struktur organisasi dan prosedur kerja yang sederhana dan tidak kaku.Oleh karena itu struktur birokrasi yang sudah ada hendaknya dikaji ulang apakah sudah memenuhi harapan masyarakat atau belum. 5. Dalam pelaksanaan promosi pernyataan responden yang paling rendah adalah Keamanan yang kondusip di Jawa Barat menunjang terhadap efektivitas promosi daya tarik wisata di Jawa Barat dan akan mengurangi resiko gangguan kunjungan wisata. Oleh karena itu seyogianya semua masyarakat menjaga faktor keamanan dan ketertiban di Jawa Barat, sehingga menjadi daya tarik wisata. 6. Perlunya dukungan anggaran yang memadai disertai kelengkapan sarana dan prasarana dalam peningkatan efektivitas promosi daya tarik wisata.
Disusun Untuk Memenuhi Sidang Tesis Magister Ilmu Pemerintahan Universitas Langlangbuana Bandung
Page 14