Jurnal Agroknow Vol 1 No 1 Tahun 2013
EVALUASI MUTU FISIKOKIMIA ROTI BERSERAT TINGGI BERBAHAN BAKU KULIT BIJI KEDELAI DAN BEKATUL Richardus Widodo & H. Wahyudi UNTAG Surabaya
[email protected]
ABSTRACT Along with increased knowledge and awareness of the health of the food consumed, people now consume safe food is very important. Food products not only work satiate and satisfy any taste but also be safe and healthy. One food trend that is increasingly looking more and more prominent functional food products. Among many functional foods, the more prominent is food that can lower high cholesterol in the blood, ie by increasing consumption of soluble fiber that can not be digested. One source of food fiber product which is popular in the community began to bread wheat, which is bread made from grain (whole wheat bread). Unfortunately, wheat seeds in Indonesia are mostly imported products. It required local products that can replace the function of wheat seeds in the manufacture of fiber-rich bread. Two potential sources of food fiber are removed the seed coat of soybean and rice bran. Research conducted using Completely Randomized Design (CRD) which is repeated as many as 3 (three) times. As the primary treatment is weight ratio of flour and a mixed source of fiber, with the substitution level fiber sources (soy skin or rice bran) at 5%, 10% and 15% and plus one control treatment (C) 100% wheat flour. The parameters tested were: the physical properties of bread (the texture and specific volume), the chemical (proximate test and crude fiber content), and hedonic sensory test Scoring Scale (color, flavor, taste, tenderness, uniformity of pores). The results showed that the substitution of soybean seed coat or bran may affect the quality of bread produced by either physical (volume type and texture), chemical (water content) and organoleptic (flavor and taste). Volume tends to decrease the type of bread, harder texture and distinctive flavor and taste of soy and rice bran that tend to not like by panelists.
Kata kunci : roti tawar, kulit biji kedelai, bekatul, pangan fungsional
PENDAHULUAN Konsumen bahan pangan dari hari ke hari makin memperhatikan aspek keamanan dan kesehatan produk pangan yang dikonsumsinya. Seiring dengan meningkatnya pengetahuan dan kesadaran akan kesehatan terhadap pangan yang dikonsumsi, mengkonsumsi pangan yang aman merupakan hal yang harus diperhatikan oleh produsen. Produk pangan tidak hanya berfungsi
mengenyangkan dan memenuhi selera saja tetapi juga harus aman dan sehat. Salah satu tren pangan yang makin mengemuka adalah makin dicarinya produk pangan fungsional. Pangan fungsional adalah pangan yang secara alamiah maupun telah melalui proses, mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan. Menurut FOSHU (Foods for Specific Health Use) – Jepang, pangan fungsional adalah pangan yang didisain untuk dikonsumsi sebagai bagian dari diet reguler membantu
ISSN 2302-2612
47
Jurnal Agroknow Vol 1 No 1 Tahun 2013
meningkatkan dan memelihara kesehatan tubuh, serta melindungi dari penyakitpenyakit termasuk serangan jantung, tekanan darah tinggi, diabetes dan osteoporosis (Chadwick et al, 2003). Di antara banyak pangan fungsional, yang makin mengemuka adalah bahan pangan yang dapat menekan tingginya kolesterol dalam darah, yaitu dengan meningkatkan konsumsi serat larut yang tidak dapat dicerna. Di dalam saluran pencernaan serat ini dapat mengikat asam empedu dan diekskresikan (Khomsan, 2004). Salah satu produk sumber serat pangan yang mulai memasyarakat adalah roti gandum, yaitu roti yang terbuat dari biji gandum (whole wheat bread). Roti jenis ini mengandung karbohidrat kompleks dan berserat tinggi. Kandungan serat roti gandum diyakini mampu memperpanjang rasa kenyang dan melancarkan proses pembuangan, dan baik untuk diabetesi. Sayangnya biji gandum di Indonesia sebagian besar adalah produk impor. Untuk itu diperlukan produk lokal yang dapat menggantikan fungsi biji gandum pada pembuatan roti tawar kaya serat, agar harga dan ketersediaannya dapat dijangkau masyarakat luas. Namun mungkin kita tidak bisa meninggalkan keunggulan tepung terigu untuk membentuk struktur roti tawar pada umumnya. Dua sumber serat pangan yang potensial diangkat adalah kulit biji kedelai dan bekatul beras. Kedua jenis produk tersebut adalah produk samping pada industri produk kedelai, seperti tempe, tahu dan kecap serta industri beras. Kulit biji kedelai dan bekatul mengandung serat pangan yang cukup tinggi , saat sekarang umumnya hanya digunakan sebagai pakan ternak. Kedua jenis produk samping tersebut dicampurkan pada tepung terigu untuk dibuat menjadi roti tawar kaya serat dan berpotensi sebagai produk pangan fungsional. Hal ini merupakan salah satu upaya pendayagunaan produk samping industri pengolahan hasil pertanian agar memiliki nilai tambah yang lebih tinggi. Roti dengan bahan baku non terigu, maupun substitusi sebagian bahan baku
tepung terigunya dengan komoditi lain lain selalu diikuti dengan kemunduran mutu fisik internal maupun eksternal. Kemunduran mutu yang biasa timbul antara lain adalah turunnya kemampuan pengembangan roti, memburuknya kenampakan eksternal dan internal, juga memburuknya rasa dan aroma. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan menambah bahan tambahan pangan semacam zat pengemulsi yang disebut sebagai dough conditioner roti yaitu SSL (sodium stearoyl 2-laktilat). Di samping itu perlu diketahui berapa jumlah terbesar kulit biji kedelai dan bekatul yang dicampurkan ke dalam adonan agar struktur roti tawar yang terbentuk tidak terlalu jauh lebih rendah mutunya dibandingkan dengan roti tawar konvensional. Serat pangan Saat ini diyakini bahwa banyak penyakit degeneratif timbul karena seseorang kurang mengkonsumsi serat. Penyakit-penyakit yang terkait dengan kekurangan serat pangan adalah obesitas, hipertensi, hiperlipidemia, aterosklerosis, kencing manis, batu empedu, penyakit divertikulosis, wasir, hernia, kanker usus besar, sakit gigi, dan lain-lain. (Anonymous, 2002a). Definisi terbaru tentang serat makanan yang disampaikan oleh the American Association of Cereal Chemist (AACC, 2001) adalah merupakan bagian yang dapat dimakan dari tanaman atau karbohidrat analog yang resisten terhadap pencernaan dan absorpsi pada usus halus dengan fermentasi lengkap atau partial pada usus besar. Serat makanan tersebut meliputi pati, polisakarida, oligosakarida, lignin dan bagian tanaman lainnya. Jika setiap hari kita telah mengkonsumsi serat lebih dari 35 gram, sebenarnya kita sudah tak membutuhkan tambahan lagi. Namun demikian, pergeseran pola konsumsi masyarakat Indonesia saat ini tengah berlangsung secara dramatis, khususnya pada mereka yang tinggal di perkotaan. Sesuai dengan irama hidupnya orang kota cenderung
ISSN 2302-2612
48
Jurnal Agroknow Vol 1 No 1 Tahun 2013
meningggalkan produk-produk pangan konvensional yang umumnya kaya akan serat. Kulit biji kedelai dan bekatul Kulit biji kedelai sampai saat ini masih difungsikan sebagai pakan ternak. Komposisi kimia kulit ari kedelai terdiri dari 37,74% serat kasar, 34,9% protein, 0,23% kalsium, 0,58% fosfor, dan zat-zat lain 26,06% (Direktorat Gizi, 1990). Menurut Richana dan Lestina (2003) limbah hasil pertanian tersebut secara kimiawi banyak mengandung lignin, hemiselulosa, dan selulosa yang sering disebut sebagai limbah lignoselulosik. Dari ketiga komponen fraksi serat tersebut, selulosa merupakan komponen terbesar yang sudah dimanfaatkan untuk industri pertanian. Sedangkan untuk hemiselulosa belum banyak dimanfaatkan atau digali potensinya untuk industri pertanian. Kulit ari kedelai mengandung bobot kering selulosa 42-49%, hemiselulosa 29-34%, dan lignin 1-3%. Di samping itu kulit biji kedelai juga mengandung saponin. Saponin memberikan rasa pahit pada bahan pangan nabati. Sumber utama saponin adalah bijibijian khususnya kedelai. Saponin dapat menghambat pertumbuhan kanker kolon dan membantu kadar kolesterol menjadi normal. Tergantung pada jenis bahan makanan yang dikonsumsi, seharinya dapat mengkonsumsi saponin sebesar 10-200 mg (Anonymous, 2002b). Meskipun bekatul tersedia melimpah di Indonesia, pemanfaatannya untuk konsumsi manusia masih terbatas. Hingga saat ini, pemanfaatannya terbatas sebagai pakan. Padahal, nilai gizi bekatul sangat baik, kaya akan vitamin B, vitamin E, asam lemak esensial, serat pangan, protein, oryzanol, dan asam ferulat. Fraksi tak tersabunkan dari minyak bekatul terdapat sampai 5 persen dari berat minyak, dengan kandungan utamanya sterol. Sterol yang terdapat dalam jumlah banyak adalah b-sitosterol yang jumlahnya 50 persen dari total sterol. Komponen penting lainnya adalah senyawa tokol (tokotrienol dan tokoferol).
Mutu Roti Tawar Mutu roti tawar ditentukan dari sifat bahan penyusun utamanya yaitu tepung gandum. Mutu sensoris roti tawar yang baik dapat dilihat dari sifat bagian luar (eksternal) dan bagian dalam (internal). Sifat-sifat eksternal roti yang bermutu baik adalah : a. Bentuk roti simetris, tidak bersudut tajam. b. Warna kulit permukaan (crust) berwarna coklat kemerahan dan mengkilat, sedangkan bagian bawah serta samping putih kecoklatan. c. Kulit atas mengembang dengan baik dan tidak retak. d. Ukuran volume roti makin besar makin disukai, sejauh tidak merusak kenampakan dalamnya. e. Volume jenis roti yang normal adalah 4 ml/g, sedangkan roti dari tepung komposit dapat turun sampai 2,5 – 3,5 ml/g. Sifat-sifat internal roti yang baik antara lain adalah : a. Warna bagian dalam (crumb) cerah. b. Tekstur roti lembut, lentur dan tidak mudah hancur. c. Pori-pori kecil dan tersebar merata. d. Roti berbau harum khas roti dan tidak berasa adonan roti yang belum matang. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui komposisi optimal tepung terigu dan kulit biji kedelai atau bekatul untuk diolah menjadi roti tawar berserat tinggi. Manfaat dari penelitian adalah peningkatan nilai tambah kulit biji kedelai dan bekatul yang selama ini masih hanya berguna sebagai pakan ternak, serta diperolehnya diversifikasi pangan fungsional dengan bahan baku lokal yang terjangkau baik harga maupun ketersediaan bagi masyarakat luas di Indonesia.
ISSN 2302-2612
49
Jurnal Agroknow Vol 1 No 1 Tahun 2013
MATERI & METODE Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang diulang sebanyak 3 (tiga) kali. Sebagai perlakuan utama adalah rasio berat tepung terigu dan sumber serat yang dicampurkan, dengan perlakuan sebagai berikut: K1 : 95% : 5% (tepung terigu : kulit biji kedelai) K2 : 90% : 10% (tepung terigu : kulit biji kedelai) K3 : 85% : 15% (tepung terigu : kulit biji kedelai) B1 : 95% : 5% (tepung terigu : bekatul) B2 : 90% : 10% (tepung terigu : bekatul) B3 : 85% : 15% (tepung terigu : bekatul) dan ditambah dengan satu perlakuan kontrol (C) 100% tepung terigu Parameter yang diuji adalah : sifat fisik roti (tekstur dan daya kembang), sifat kimiawi (uji proksimat dan kadar serat kasar), serta uji organoleptik Hedonic Scale Scoring (warna, rasa, aroma, keempukan, keseragaman pori) (Larmond, 1978). Pelaksanaan percobaan : Pembuatan tepung kulit biji kedelai dan tepung bekatul. a. Kulit biji kedelai yang berasal dari industri pembuatan tempe dicuci bersih dan direbus selama 20 menit. b. Dikering anginkan dan kemudian dioven pada suhu 70oC selama 24 jam. c. Hasil pengeringan kemudian dihancurkan dengan alat penepung. d. Hasil penepungan selanjutnya diayak. e. Untuk bekatul, bahan langsung ditepungkan dan diayak Pembuatan roti Percobaan kemudian dilanjutkan dengan pembuatan roti tawar dengan urutan proses seperti gambar bagan alir proses di bawah ini.
TEPUNG perbandingan tepung terigu dan tepung kulit biji kedelai atau tepung bekatul sesuai perlakuan
AIR GARAM KHAMIR ROTI GULA dicampur sampai rata
SSL
SHORTENING
pengadukan adonan
FERMENTASI I
penyeragaman bentuk
INTERMEDIATE PROOF
FERMENTASI II (FINAL PROOF)
Pembakaran
ROTI TAWAR Gambar 1. Proses Produksi
HASIL DAN PEMBAHASAN Volume Jenis Menurut Winarno (1996) volume jenis roti yang normal adalah 4 ml/g, sedangkan roti dari tepung komposit dapat turun sampai 3 ml/g. Hal ini disebabkan gluten yang ada pada tepung terigu sebagai pembentuk roti tawar masih belum dapat digantikan peranannya oleh bahan lainnya. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan substitusi baik kulit biji kedelai maupun bekatul menurunkan volume jenis roti. Oleh karena pengaruh antar perlakuan
ISSN 2302-2612
50
Jurnal Agroknow Vol 1 No 1 Tahun 2013
menunjukkan perbedaan pengaruh yang sangat nyata maka penelusuran dilanjutkan melalui uji BNT (Tabel 1). Tabel 1. Uji BNT Nilai BNT 0.05 = 0.313 Matriks selisih nilai tengah B1
K1
4,412 K3 K2 B3 B2 K1 B1
3,7 05 3,8 84 3,9 31 4,3 33 4,4 01 4,4 12
0,707* 0,529* 0,482* 0,079
4,4 01 0,6 96* 0,5 18* 0,4 70* 0,0 68
B2
B3
K2
4,333
3,931
3,884
0,628*
0,226
0,179
0,450*
0,047
K3 3, 70 5
NOTASI
a a
0,403*
a b
0,011
b b
Tanda *) menunjukkan ada perbedaan Huruf sama menunjukkan tidak berbeda Sedangkan hubungan antara volume jenis dengan substitusi tepung kulit biji kedelai dan bekatul disajikan pada Gambar 1. 4,600 4,400
Volume jenis
4,200 4,000 3,800 3,600 3,400
y(K) = 4,6925 - 0,069 x ; R 2 = 0,92
3,200
y(B) = 4,7067 - 0,048 x ; R 2 = 0,87
3,000 5
10
15
Substitusi tepung (%)
Gambar 2. Hubungan antara volume jenis dan substitusi tepung
Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa volume jenis dari roti cenderung menurun secara linier sejalan dengan meningkatnya proporsi tepung substitusi, masing-masing dengan laju penurunan sebesar 6,9 persen untuk kulit kedelai dan 4,8 persen untuk bekatul. Penurunan volume jenis roti seiring dengan bertambahnya kadar tepung substitusi, hal ini disebabkan ikut turunnya kadar gluten dalam tepung. Gluten sangat berpengaruh terhadap daya pengembangan roti, dan hanya terdapat pada tepung gandum sedangkan pada pati ganyong tidak ditemukan. Gluten
berfungsi membentuk kerangka roti karena kemampuannya mengembang dan menahan gas yang dihasilkan selama fermentasi (Buckle dkk, 1995). Tabel 2. Rataan Sebaran Data Analisis Volume Jenis Perlakuan Rataan Volume Jenis (ml/g) K1 : 95% : 5% (tepung terigu : kulit biji kedelai) K2 : 90% : 10% (tepung terigu : kulit biji kedelai) K3 : 85% : 15% (tepung terigu : kulit biji kedelai) B1 : 95% : 5% (tepung terigu : bekatul) B2 : 90% : 10% (tepung terigu : bekatul) B3 : 85% : 15% (tepung terigu : bekatul) C (kontrol - 100% tepung terigu)
4,401 3,884 3,705 4,412 4,333 3,931 4,551
Tabel 2 menunjukkan bahwa sebenarnya volume jenis roti tawar yang dihasilkan dari seluruh perlakuan masih cukup baik dari segi volume jenis karena seluruhnya di atas 3 ml/g. Namun jika angka 4 ml/g jadi patokan volume jenis roti yang baik maka perlakuan K1, B1 dan B2 masuk dalam kategori roti tawar yang baik ditinjau dari segi volume jenis. Jadi roti tawar dengan substitusi kulit biji kedelai sampai dengan 5% masuk dalam kategori roti tawar yang baik, tetapi jika roti tawar disubstitusi dengan bekatul sampai dengan 10% masuk dalam kategori roti tawar yang baik ditinjau dari volume jenisnya. Kadar Air Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan substitusi tepung biji kedelai maupun bekatul memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar air produk, hal ini dapat dilihat bahwa Frasio > F.01 (P<0.01) maka terima H1 yang berarti diantara keenam perlakuan sedikitnya ada dua yang menunjukkan perbedaan pengaruh sangat nyata terhadap kadar air roti. Oleh karena pengaruh yang sangat nyata, maka penelusuran lebih lanjut dilakukan melalui uji BNT (Tabel 3).
ISSN 2302-2612
51
Jurnal Agroknow Vol 1 No 1 Tahun 2013
Tabel 3. Uji BNT Nilai BNT 0.05 = 0.853 Matriks selisih nilai tengah B1
K1
K2
35,50 0
35,20 0
34,050
4,960*
4,660*
3,510*
3,265*
2,965*
1,815* 0,695
K3
30,54 0 32,23 5
B2
33,35 5
2,145*
1,845*
K2
34,05 0
1,450*
1,150*
K1
35,20 0
0,300
B1
35,50 0
B3
B2
K3
33,35 5 2,815 * 1,120 *
32,2 35 1,69 5*
B3 30 ,5 40
NOT ASI
a b c c d d
Tanda *) menunjukkan ada perbedaan. Huruf sama menunjukkan tidak berbeda
Hubungan antara kadar air dengan substitusi tepung kulit kedelai dan bekatul disajikan pada Gambar 3. 38 36 34 Air (%)
32 30 28
y(K) = 36,793 - 0,296 x ; R 2 = 0,98
26
y(B) = 38,092 - 0,496 x ; R 2 = 0,99
24 22 20 5
10
15
Substitusi tepung (%)
Gambar 3. Hubungan antara kadar air dan substitusi tepung
Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa kadar air dari roti cenderung menurun secara linier sejalan dengan meningkatnya proporsi tepung, masing-masing dengan laju penurunan sebesar 2,96 persen untuk kulit biji kedelai dan 4,96 persen untuk bekatul. Menurut Standar Mutu SNI untuk roti tawar, kadar air roti tawar tidak boleh lebih dari 35%. Kecenderungan roti tawar berserat tinggi dalam penelitian ini yang makin tinggi substitusi makin rendah kadar airnya. Jadi dapat dipastikan bahwa substitusi baik kulit kedelai maupun bekatul tidak akan berpengaruh terhadap mutu roti dilihat dari segi kadar airnya.
4.3. Tekstur Tekstur yang baik pada roti tawar adalah lunak, lembut dan tidak meremah. Tekstur juga mempengaruhi penampakan makanan, umur penyimpanan dan penerimaan konsumen (Matz, 1972 dalam Hudaya dkk, 2002). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam terlihat bahwa substitusi baik tepung dari kulit kedelai maupun bekatul menurunkan nilai tekstur roti tawar secara signifikan yang artinya secara fisik tekstur roti makin keras. Menurut Bushuk (1984 dalam Hudaya dkk, 2002), pada taraf substitusi tepung terigu yang besar terjadi pengenceran gluten tinggi yang menyebabkan daya pengembangan dan elastisitas adonan menurun. Hal ini mempengaruhi fisik roti yang dihasilkan menjadi kurang memuaskan. Terbukti bahwa kandungan gluten dalam adonan mempunyai peranan sangat penting sebagai pembentuk struktur adonan. Pada saat pemanggangan gluten akan terkoagulasi sehingga akan menjadi lebih tegar dan mencegah pengempisan roti kembali. Untuk mengetahui perlakuan mana saja yang menunjukkan perbedaan pengaruh dilakukan uji BNT dengan hasil sebagai berikut : Tabel 4. Uji BNT Nilai BNT 0.05 = 0.011 Matriks selisih nilai tengah K1
B1
K2
B2
0,118
0,116
0,107
0,105
B3
0,091
0,028*
0,025*
0,016*
0,015*
K3
0,100
0,019*
0,016*
0,007
0,005
B2
0,105
0,013*
0,011
0,002
K2
0,107
0,012*
0,009
B1
0,116
0,003
K1
0,118
K3
B3
0,10 0 0,00 9
0,09 1
NOT ASI
a ab b c b cd cd d
Tanda *) menunjukkan ada perbedaan. Huruf sama menunjukkan tidak berbeda
Hubungan antara tekstur dengan substitusi tepung kulit kedelai dan bekatul disajikan pada Gambar 4 berikut ini.
ISSN 2302-2612
52
Jurnal Agroknow Vol 1 No 1 Tahun 2013
Hubungan antara serat kasar dengan substitusi tepung kulit kedelai dan bekatul disajikan pada Gambar 5.
0,1 0,1
3,0
0,1
2,5
0,1 0,0
y(K) = 0,1265 - 0,0018 x ; R2 = 0,98
0,0
y(B) = 0,1287 - 0,0025 x ; R 2 = 0,99
Serat kasar (%)
Angka penetro (g/mm/detik)
0,1
0,0 5
10
15
2,0 1,5 1,0
y(K) = 2,4017 + 0,020 x ; R2 = 0,99
0,5
y(B) = 1,4867 + 0,009 x ; R2 = 0,97
Substitusi tepung (%) 0,0 5
Gambar 4. Hubungan antara tekstur dan substitusi tepung
Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa serat kasar dari roti cenderung meningkat secara linier sejalan dengan meningkatnya proporsi tepung, masing-masing dengan laju peningkatan sebesar 2,00 persen untuk kulit kedelai dan 0,90 persen untuk bekatul.
4.4. Serat Kasar Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan substitusi tepung biji kedelai maupun bekatul memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar serat kasar produk, hal ini dapat dilihat bahwa Frasio > F.01 (P<0.01) maka terima H1 yang berarti diantara keenam perlakuan sedikitnya ada dua yang menunjukkan perbedaan pengaruh sangat nyata terhadap kadar serat kasar roti. Oleh karena pengaruh perlakuan menunjukkan perbedaan pengaruh yang sangat nyata, maka penelusuran lebih lanjut dilakukan melalui uji BNT (Tabel 5). Tabel 5. Uji BNT Nilai BNT 0.05 = 0.096 Matriks selisih nilai tengah B1
K3
K2
K1
B3
B2
2,715
2,595
2,510
1,625
1,590
0,035
B2
1,590
1,440*
1,125*
1,005*
0,920*
B3
1,625
1,405*
1,090*
0,970*
0,885*
K1
2,510
0,520*
0,205*
0,085
K2
2,595
0,435*
0,120*
K3
2,715
0,315*
B1
3,030
15
Gambar 5. Hubungan antara serat kasar dan substitusi tepung
Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa tekstur dari roti cenderung menurun secara linier sejalan dengan meningkatnya proporsi tepung, masing-masing dengan laju penurunan sebesar 0,18 persen untuk kulit kedelai dan 0,25 persen untuk bekatul.
3,030
10 Substitusi tepung (%)
NOTASI
4.5. Uji Organoleptik Pada penelitian ini uji organoleptik menggunakan uji tingkat kesukaan (Hedonic Scale Scoring) yang terdiri dari 5 (lima) sub uji yaitu : 1. tekstur 2. warna 3. keseragaman pori 4. aroma 5. rasa Dari analisis data menggunakan anava (analisis sidik ragam) dihasilkan kesimpulan bahwa sub-uji 1 (tekstur), 2 (warna) dan 3 (keseragaman pori) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada semua perlakuan. Hasil analisis data dapat dilihat pada Lampiran III. Sedangkan untuk sub-uji aroma dan rasa terdapat perbedaan yang nyata.
a a b b c d
Tanda *) menunjukkan ada perbedaan. Huruf sama menunjukkan tidak berbeda
4.5.1. Sub-Uji Aroma Hasil analisis sidik ragam pada subuji aroma menunjukkan perbedaan yang sangat nyata, hal ini karena Fhitung > F.01 maka dapat disimpulkan bahwa secara umum panelis memberikan penilaian yang relatif berbeda terhadap aroma masing-
ISSN 2302-2612
53
Jurnal Agroknow Vol 1 No 1 Tahun 2013
masing perlakuan. Atau dengan kata lain masing-masing perlakuan memberikan dampak yang berbeda nyata terhadap aroma. Pada Tabel 6 dapat dilihat Uji BNT dari sub-uji aroma. Roti tawar dengan substitusi kulit kedelai maupun bekatul cenderung makin tidak disukai aromanya sejalan dengan makin tingginya bahan tersebut ditambahkan pada adonan roti. Hal ini bisa menjadi penghambat untuk menjadikan produk roti tawar berserat tinggi ini disukai oleh konsumen.
50 45
frekuensi
35
B3
K1
2,35
2,95 1,00*
K2
3,95
1,60*
2,40 1,55 *
K3
3,25
0,90*
0,85
0,30
B1
3,15
0,80
0,75
0,20
K1
2,95
0,60
0,55
B3
2,40
0,05
B2
2,35
B1 3,1 5 0,8 0 0,1 0
K3 3,2 5 0,7 0
K2 3,9 5
0 STS
Katagori kesukaan
TS
ATS
N
AS
S
SS
Katagori kesukaan panelis
Gambar 6. Histogram frekuensi kesukaan panelis terhadap aroma
4.5.2. Sub-Uji Rasa
ab bc bc bc c
Tabel 7. Histogram Frekuensi Penilaian Panelis terhadap Aroma.
20
5
a
Pada Gambar 6 dapat dilihat histogram frekuensi kesukaan panelis terhadap aroma roti tawar yang dihasilkan.
25
10
NOTA SI
Tanda *) menunjukkan ada perbedaan. Huruf sama menunjukkan tidak berbeda
30
15
Tabel 6. Uji BNT Nilai BNT 0.05 = 0.848. Matriks selisih nilai tengah B2
K1 K2 K3 B1 B2 B3
40
Hasil analisis sidik ragam pada subuji rasa menunjukkan perbedaan yang sangat nyata, hal ini karena Fhitung > F.01 maka dapat disimpulkan bahwa secara umum panelis memberikan penilaian yang relatif berbeda terhadap rasa masingmasing perlakuan. Atau dengan kata lain masing-masing perlakuan memberikan dampak yang berbeda nyata terhadap rasa. Pada Tabel 8 dapat dilihat Uji BNT dari sub-uji rasa. Roti tawar dengan substitusi kulit kedelai maupun bekatul cenderung makin tidak disukai rasanya sejalan dengan makin tingginya bahan tersebut ditambahkan pada adonan roti. Panelis menunjukkan kecenderungan bahwa jika tidak suka dengan aromanya pasti juga tidak suka dengan rasanya.
Frekuensi panelis (%) K1
K2
K3
B1
B2
B3
STS
10
0
5
10
30
20
TS
40
15
40
15
35
45
Tabel 8. Uji BNT Nilai BNT 0.05 = 0.912 Matriks selisih nilai tengah
ATS
15
30
15
45
20
20
B2
K1
B3
B1
K3
K2
N
15
20
20
15
5
10
2,15
4,35
15
5
10
5
0
K2
4,35
2,20*
3,15 1,20 *
3,75
20
3,05 1,30 *
3,55
AS
0,80
0,60
S
0
20
15
5
5
5
K3
3,75
1,60*
0,70
0,60
0,20
SS
0
0
0
0
0
0
B1
3,55
1,40*
0,50
0,40
B3
3,15
1,00*
0,10
K1
3,05
0,90
B2
2,15
NOT ASI
a ab b c b c cd d
Tanda *) menunjukkan ada perbedaan. Huruf sama menunjukkan tidak berbeda
Pada Gambar 7 dapat dilihat histogram frekuensi kesukaan panelis terhadap rasa roti tawar yang dihasilkan.
ISSN 2302-2612
54
Jurnal Agroknow Vol 1 No 1 Tahun 2013
Tabel 9. Histogram Frekuensi Penilaian Panelis terhadap Rasa Katagori kesukaan
Frekuensi panelis (%) K1
K2
K3
B1
B2
B3
STS
10
0
5
5
50
15
TS
30
0
15
15
25
35
ATS
25
25
25
45
10
15
N
15
30
25
5
0
5
AS
20
30
15
15
10
15
S
0
15
15
15
0
15
SS
0
0
0
0
5
0
Substitusi kulit biji kedelai maupun bekatul berpengaruh terhadap tingkat kesukaan panelis. Hal ini karena kulit biji kedelai maupun bekatul pada penelitian ini tidak memperoleh perlakuan untuk mengurangi bau khas dari kedua substituen tersebut. Uji organoleptik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap tekstur, warna dan keseragaman pori. UCAPAN BELASUNGKAWA
60 K1 K2 K3 B1 B2 B3
50
frekuensi
40 30
Pada penyelesaian penelitian ini kami kehilangan anggota peneliti kami Ir. H. Wahyudi, MS yang meninggal dunia pada tanggal 24 Agustus 2010 karena sakit. Semoga arwah beliau diterima disisi-Nya. Amin.
20
UCAPAN TERIMAKASIH
10 0 STS
TS
ATS
N
AS
S
SS
Katagori kesukaan panelis
Gambar 7. Histogram frekuensi kesukaan panelis terhadap rasa
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemdiknas RI dalam hal ini DP2M yang membiayai penelitian ini melalui Hibah Penelitian Dosen Muda 2010
DAFTAR PUSTAKA
KESIMPULAN Dari penelitian ini disimpulkan bahwa substitusi kulit biji kedelai maupun bekatul dapat mempengaruhi mutu roti tawar yang dihasilkan baik fisik (volume jenis dan tekstur), kimia (kadar air dan kadar serat kasar) maupun organoleptik (aroma dan rasa). Substitusi kulit biji kedelai maupun bekatul dapat menurunkan volume jenis roti tawar yang dihasilkan. Namun demikian sampai dengan subtitusi kulit biji kedelai sampai dengan 5% dan substitusi bekatul sampai dengan 10% volume jenis roti tawar yang dihasilkan masih di atas 4 ml/g. Tekstur roti juga mengalami penurunan mutu karena makin banyak substituen ditambahkan makin Substitusi kulit biji kedelai maupun bekatul juga menurunkan kadar air roti tawar yang dihasilkan. Hal ini tidak mempengaruhi mutu roti tawar yang dihasilkan jika dihubungkan dengan standar mutu SNI yang mewajibkan kadar air roti tawar maksimal 35%.
Anonymous. 2002a. Serat Pangan dan Penyakit. http://www.depkes. go.id. Diakses 1 Maret 2008. Anonymous. 2002b. Fito-kimia Komponen Ajaib Cegah PJK, DM dan Kanker. http://www. kimianet.lipi.go.id/utama.cgi?artik el&1100397943&2. Diakses 1 Maret 2008. Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wooton. 1995. Ilmu Pangan. Terj. Hari Purnomo dan Adiono. UI Press. Jakarta. Chadwick, R, S. Henson, B. Moseley, G. Koenen, M. Liakopoulos, C. Midden, A. Palou, G. Rechkemmer, D. Schroder and A. Von Wright. 2003. Functional Foods. Springer. Berlin. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1990. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bharatara Karya Aksara, Jakarta Khomsan, Ali. 2004. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. PT. Rajagrafindo Persada. Jakarta.
ISSN 2302-2612
55
Jurnal Agroknow Vol 1 No 1 Tahun 2013
Larmond, E. 1986. Metoda Pengujian Bahan Pangan Secara Sensoris. Terj. oleh : Susrini Idris. PS Teknologi Hasil Ternak. Fak. Peternakan Unibraw. Malang. Widodo, R. 1999. Pengaruh Penambahan Tepung Kedelai dan Sodium Stearoil-2 Lactilat Terhadap Mutu Roti Tawar. Untag. Surabaya.
Widodo, R dan Wahyudi. 2007. Pengaruh Substitusi Parsial Tepung Terigu dengan Tepung Pati Ganyong dan Penambahan Sodium Stearoyl-2 Lactylat terhadap Mutu Roti Tawar. Penelitian Dosen Muda Ditjen Dikti tahun 2007.
ISSN 2302-2612
56