ABSTRACT ANALYSIS OF NOTIFICATION TYPE AND QUANTITY OF IMPORTED GOODS IN THE CUSTOMS DOCUMENTS INCORRECTLY , STUDI PUTUSAN NO: 757 / PID.B / 2012 / PN.TK by IVAN SAVERO, EKO RAHARJO, RINALDY AMRULLAH (Email:
[email protected] ) The Criminal of notification type and quantity of imported goods in the customs document incorrectly must be accountable for his action according to criminal law, as in verdict No. 757 / Pid.B / 2012 / PN.TK. This criminal acts is listed in Undang-Undang No. 17 Tahun 2006 jo. Undang-Undang No. 10 Tahun 1995, about Customs. The research problems are : What the criminal liability of the perpetrator of the crime of notification types and quantities of imported goods in the customs documents incorrectly is and What the consideration of the judge to give punishment to the perpetrators of criminal acts pursuant baside verdict No. 757 / Pid.B / 2012 / PN.TK. is. The research method which is used are juridical normative and empirical. data were obtained from the primary data and secondary data. The result shows Perpetrator of criminal responsibility by verdict No. 757 / Pid.B / 2012 / PN.TK is proven legally and convincingly guilty of actions in violation of Pasal 102 Undang-Undang No. 17 Tahun 2006 jo. Undang-Undang No. 10 Tahun 1995, about Customs. The Judges sentenced imprisonment for 1 year and 6 months and pay a fine of RP 1,000,000,000 (one billion rupiahs) a subsidiary imprisonment for 2 (two) months. The Factors of the considerations of the judge to convict the accused consists of juridical and non juridical. Suggestions in this study are corporate criminal liability in satisfy the justice and judges criminal sanctions in view of country.
expectation for the judge to consider aspects of order to impose a criminal sanction process to are also expected to consider the imposition of the losses which are not a few suffered by the
Key word : Customs Crime, Criminal Liability
ABSTRAK
ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU PEMBERITAHUAN JENIS DAN JUMLAH BARANG IMPOR DALAM DOKUMEN KEPABEANAN SECARA SALAH STUDI PUTUSAN NO: 757/PID.B/2012/PN.TK Oleh IVAN SAVERO, EKO RAHARJO, RINALDY AMRULLAH (Email:
[email protected] )
Pelaku tindak pidana pemberitahuan jenis dan jumlah barang impor dalam dokumen kepabeanan secara salah harus mempertanggungjawabkan perbuatannya secara pidana, seperti dalam Putusan Nomor : 757/PID.B/2012/PN.TK. Tindak pidana ini tercantum dalam Undang – Undang No. 17 Tahun 2006 jo. Undang– Undang No. 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan. Permasalahan dalam penelitian ini: Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana pelaku terhadap tindak pidana pemberitahuan jenis dan jumlah barang impor dalam dokumen kepabeanan dan Apakah yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana kepada pelaku tindak pidana berdasarkan Putusan Nomor : 757/PID.B/2012/PN.TK. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis yaitu pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pengumpulan data berdasarkan studi kepustakaan dan studi lapangan. Pertanggungjawaban pidana pelaku Putusan Nomor: 757/PID.B/2012/PN.TK terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah karena perbuatannya melanggar Pasal 102 huruf H Undang – Undang RI Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan. Majelis Hakim menjatuhi pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan dan membayar denda sebesar RP 1.000.000.000 (satu milyar rupiah) subsider pidana kurungan selama 2 (dua) bulan. Faktor – faktor yang menjadi dasar pertimbangan hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa terdiri dari aspek yuridis dan nonyuridis Saran dalam penelitian ini diharapkan agar hakim mempertimbangkan aspek pertanggungjawaban pidana korporasi agar dalam proses menjatuhi sanksi pidana memenuhi rasa keadilan dan hakim juga diharapkan mempertimbangkan penjatuhan sanksi pidana mengingat kerugian yang dialami negara tidak sedikit. Kunci : Tindak Pidana Kepabeanan, Pertanggungjawaban Pidana
masyarakat dari upaya-upaya memasukkan barang yang dapat merusak kesehatan dan meresahkan masyarakat, merugikan konsumen, dan membahayakan keamanan negara. Pengawasan juga mengandung makna tugas pemerintah yang dalam hal ini DJBC untuk melindungi industri dalam negeri dari masuknya barang-barang ilegal dan dumping, serta tugas untuk melancarkan ekspor Indonesia, dan mencegah ekspor ilegal baik fisik ataupun hanya dokumen.3 2. Fungsi pemungutan adalah untuk mengoptimalkan penerimaan negara dari Bea Masuk & PDRI (Pajak Dalam Rangka Impor), serta mencegah kebocoran penerimaan negara, agar target yang sudah ditetapkan APBN tercapai. Dengan demikian jelas betapa besar dan berat tugas dan tanggungjawab DJBC, khususnya dalam mencegah dan menindak tegas pelanggaran dan tindak pidana kepabeanan yang dapat menimbulkan kerugian Negara dalam arti luas, yaitu finansial, keamanan, kesehatan, gangguan perdagangan dan industri atau investasi dalam negeri, serta kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
I. PENDAHULUAN Perkembangan perdagangan internasional yang menyangkut kegiatan di bidang impor maupun ekspor akhir- akhir ini mengalami kemajuan yang sangat pesat. Pesatnya kemajuan di bidang tersebut ternyata menuntut diadakannya suatu sistem dan prosedur kepabeanan yang lebih efektif dan efisien serta mampu meningkatkan kelancaran arus barang dan dokumen. Ibarat dua mata uang selain memberi kemudahan dilain sisi juga memberi celah adanya tindak pidana kepabeanan. Tindak pidana kepabeanan di Indonesia masih terbilang tinggi, baik frekuensi maupun nilai kerugian negaranya. Selama tahun 2005, jumlah penangkapan dari hasil pengawasan di kawasan pabean masing- masing 164 dan 118 dengan kerugian Negara masing-masing Rp11,6 Milyar dan Rp20,2 Milyar.1 Badan Pemerintahan yang bergerak di bawah Kementerian Keuangan yaitu Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) bertugas untuk menjamin kelancaran arus barang dan dokumen dengan efisien dan efektif, tidak ada ekonomi biaya tinggi, mendorong peningkatan perdagangan dan daya saing. Ada dua fungsi penting yang diemban oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai2 yaitu : 1.
1
Fungsi pengawasan lalu lintas barang dalam rangka melindungi kepentingan
Data Bea dan Cukai Andrian Sutendi, Aspek Hukum Kepabeanan, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hlm, 24 2
Pada saat ingin melakukan kegiatan impor barang importir dikenakan dengan bea masuk barang sesuai dengan apa yang ada di dokumen impor barang. Kewajiban dari importir barang jika ingin 3
Ibid.
mengimpor barang adalah dengan cara mengajukan pemberitahuan impor barang (PIB) yang dilengkapi dengan invoice, packing list, bill of lading, polis asuransi , dan bukti pembayaran bea masuk.
wilayah pabean terdapat beberapa jalur prioritas diantaranya :4 1. Jalur merah adalah jalur prioritas yang hanya melakukan pemeriksaan fisik dan dokumen. 2. Jalur kuning adalah jalur prioritas yang hanya melakukan pemeriksaan dokumen sebelum pengeluaran barang. 3. Jalur hijau adalah jalur prioritas yang hanya melakukan pemeriksaan dokumen setelah pengeluaran barang. 4. Jalur non prioritas adalah jalur prioritas yang tidak dilakukan cek fisik, hal ini berlaku pada importir yang sudah mendapat rekomendasi Ditjen Bea dan Cukai. 5. Jalur prioritas adalah jalur prioritas yang tidak dilakukan pemeriksaan layaknya jalur merah dan jalur hijau.
Pengenaan bea masuk untuk barang impor bergantung pada jenis barang apa yang akan dimasukan ke suatu wilayah pabean, pengenaan tarif masuk barang impor ini di lakukan dengan standar yang diberikan oleh Kementerian Keuangan selaku pemegang kekuasaan dari proses impor barang. Setiap bea masuk akan dikenakan sesuai dari nilai barang tersebut dan akan ditambahkan dengan nilai pajak barang dan pajak bea masuk dan otomatis hal ini menjadikan bea masuk ke wilayah pabean menjadi sangat mahal. Mahalnya bea masuk barang impor menimbulkan adanya celah bagi importir nakal dalam memasukan barang impor dengan cara memberitahu jenis dan jumlah barang impor dalam dokumen kepabeanan secara salah, sebagaimana tercantum dalam pasal 102 huruf h Undang–Undang No 17 Tahun 2006 jo Undang–Undang No 10 Tahun 1995. Modus ini sering digunakan importir dalam menghindari besarnya atau mahalnya bea masuk barang impor terutama bagi barang mewah dan minuman beralkohol, dimana kedua barang tersebut dikenai bea masuk yang tinggi. Pemberitahuan jenis dan barang impor dalam dokumen kepabeanan secara salah dilakukan karena dalam mengeluarkan barang impor dari
Berdasarkan dari beberapa prioritas diatas para impotir melakukan pemalsuan dokumen pemberitahuan jenis dan barang impor dalam dokumen kepabeanan secara salah dengan cara memilih jalur hijau guna menghindari cek fisik pada barang yang di impor. Sehingga barang yang mereka impor bisa keluar dari tempat penimbunan berikat, dan hal ini lah yang digunakan impotir nakal untuk memasukan barang impor yang berbea masuk tinggi tetapi dapat diakali dengan membayar bea masuk yang murah atau rendah.5 Salah satu pemberitahuan 4
contoh jenis dan
kasus barang
Warta Bea Cukai, Jalur Prioritas Kembali Disosialisasikan, edisi 367 Juni 2005 hlm 23 5 Andrian Sutendi, Op.Cit, hlm 168
impor dalam dokumen kepabeanan secara salah di kawasan Pabeanan Pelabuhan Panjang adalah Putusan Pengadilan No 757/PID.B/2012/PN.TK. Pada tahun 2011 modus memanipulasi data pada dokumen pemberitahuan nilai pabean dengan maksud ia dapat membayar bea masuk dan pajak yang rendah terjadi di kawasan pabean pelabuhan panjang. Importir melakukan manipulasi data dengan cara mengubah uraian barang atau spesifikasi teknis barang sehingga data tersebut tidak sesuai lagi dengan keadaan yang sebenarnya. Dalam hal ini importir memanfaatkan celah dari jalur non prioritas, dimana pemeriksaan fisik dikesampingkan tetapi dalam hal tertentu dapat dilakukan pemeriksaan fisik. 6 Pada bulan September tahun 2011 terjadi kasus yang melibatkan seorang pimpinan dari PT. Alam Tirta Gemilang yang bergerak pada bidang impor. R. Bambang Widagdo selaku pimpinan dari perusahaan tersebut merencanakan melakukan impor barang dari Singapura melalui Pelabuhan Panjang Bandar Lampung. Atas dasar tersebut pegawai Ditjen Bea dan Cukai membuatkan dokumen pemberitahuan barang dan impor. Isi dari dokumen pemberitahuan impor tersebut memuat jika barang yang di impor adalah satu kontainer yang berisi segala macam alat tulis kantor. Tetapi isi dari kontainer tersebut tidak sesuai dengan isi yang tertera pada isi dokumen pemberitahuan impor. Pada saat dilakukan pemeriksaan oleh pegawai 6
Warta Bea Cukai, Op.Cit, hlm 15
penyidik negeri sipil Ditjen Bea dan Cukai, isi dari kontainer tersebut adalah minuman beralkohol yang berkadar diatas (10%) sepuluh persen dan beberapa bales pakaian wanita dan pria. Setelah terjadi perbedaan data pada dokumen impor barang dengan fakta fisik di lapangan, Ditjen Bea dan Cukai melakukan penghitungan, dimana bea yang harus dibayarkan oleh terdakwa atau bapak R Bambang Widagdo sebesar Rp 1.288.123.000 (satu milyar dua ratus delapan puluh delapan juta seratus dua puluh tiga ribu rupiah) bukan sebesar Rp65.627.000 (enam puluh lima juta enam ratus dua puluh tujuh ribu rupiah) seperti yang terdakwa setorkan ke pihak Bea dan Cukai. Melihat dari kasus yang terjadi besar kemungkinan bahwa terdakwa memanfaatkan adanya fasilitas jalur prioritas yang di berikan Ditjen Bea dan Cukai. Melalui jalur prioritas dimana terdakwa pemegang hak jalur ini telah dipercaya Ditjen Bea dan Cukai untuk melakukan impor barang. Tetapi dengan kepercayaan Ditjen Bea dan Cukai ia mencoba untuk mengimpor barang yang tidak sesuai dengan apa yang tertera pada dokumen impor, dan tentunya akibat perbuatannya negara mengalami kerugian yang besar. Berdasarkan dari hal – hal diatas penulis ingin mengkaji mengenai “ Analisis Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Pemberitahuan Jenis dan Jumlah Barang Impor dalam Dokumen Kepabeanan Secara Salah ( Studi Putusan Pengadilan No 757/Pid.B/2012/PN.TK ).” Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini ialah :
1. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana pelaku terhadap tindak pidana pemberitahuan Jenis dan Jumlah Barang Impor dalam Dokumen Kepabeanan. 2. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana kepada pelaku tindak pidana pemberitahuan Jenis dan Jumlah Barang Impor dalam Dokumen Kepabeanan. Pendekatan masalah yang digunakan adalah dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif dan Pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan utama yang dilakukan dengan cara mengkaji dan menelaah bahan – bahan sekunder berupa peraturan yang berlaku dan literatur yang berhubungan dengan kasus terkait. Pendekatan yuridis empiris pendekatan yang dilakukan dengan cara melihat hukum berdasarkan kenyataan melalui sikap, perilaku, pendapat, berdasarkan informasi lapangan tentang tindak pidana pemalsuan dokumen kepabeanan dengan cara memberitahu jenis dan barang secara salah dalam dokumen kepabeanan.
suatu perbuatan yang harus dipertanggungjawabkan secara pidana terhadap seseorang yang melakukan tindak pidana.7 Unsur yang menjadi dasar pertanggungjawaban adalah kesalahan yang terdapat pada jiwa pelaku, dengan kata lain hanya dengan batin inilah maka perbuatan yang dilarang tersebut dapat dipertanggungjawabkan pada pelaku. Kemampuan bertanggung jawab ditentukan oleh 2 (dua) faktor, faktor yang pertama faktor akal yaitu dapat membedakan antara perbuatan yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan. Faktor yang kedua adalah kehendak yaitu sesuai dengan tingkah lakunya dan keinsyafan atas nama yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan. Dasar hukum pidana yang menjadi perhatian adalah perbuatan – perbuatan yang bersifat melawan hukum atau melanggar hukum. Perbuatan inilah yang dilarang dan diancam dengan sanksi pidana. Berdasarkan teori pertanggungjawaban pidana yang disampaikan Sudarto, terdakwa telah memenuhi unsur-unsur kesalahan yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
II. PEMBAHASAN
1.
A. Pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku pemberitahuan jenis dan barang impor dalam dokumen kepabeanan Pemberian sanksi atau hukuman akan memunculkan adanya pertanggungjawaban pidana dari pelaku sebagai orang yang melanggar hukum yang berlaku. Pertanggungjawaban pidana adalah
7
Terdakwa memenuhi unsur melakukan perbuatan pidana bersifat melawan hukum. Unsur pertanggungjawaban pidana dalam bentuk perbuatan melawan hukum sebagai syarat mutlak dari tiap-tiap melakukan perbuatan pidana. Sifat melawan hukum dari tindak
Wijono Projodikoro, Op.Cit, hlm 71
pidana yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, merumuskan delik tersebut secara tertulis telah mengatur ketentuan pidana yang harus ditanggung oleh terdakwa karena dengan sengaja memberitahukan jenis dan jumlah barang impor dalam pemberitahuan pabean secara salah. Perbuatan terdakwa tidak dapat dibenarkan karena bertentangan dengan kewajiban hukum yang telah diatur dalam undang-undang. Terdakwa melanggar Pasal 102 huruf h Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, maka telah memenuhi unsur melawan hukum. 2. Terdakwa memenuhi mampu bertanggungjawab. Kemampuan bertanggungjawab dianggap diam-diam selalu ada karena umumnya setiap orang normal batinnya dan mampu bertanggungjawab kecuali kalau ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa terdakwa mungkin tidak normal jiwanya. Selain itu dalam pemeriksaan oleh penyidik , terdakwa dimintai KTP (kartu Tanda Penduduk) untuk dilihat identitas dimana terdakwa lahir, alamat dan umur. terdakwa berusia 58 tahun terbukti dan telah memenuhi unsur dewasa menurut hukum sehingga mampu bertanggungjawab dan menyadari bahwa perbuatan ini tidak
dibenarkan atau bertentangan dengan hukum. 3.
Terdakwa memenuhi unsur kesalahan. Untuk dapat dipertanggungjawabkan secara pidana maka suatu perbuatan harus mengandung kesalahan. Kesalahan merupakan unsur peristiwa pidana atau perbuatan pidana yang diantara keduanya memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya. Kesalahan tersebut terdiri dari dua jenis yaitu kesengajaan (opzet/dolus) dan kelalaian(culpa/alpa). Jika dicermati dalam kasus ini, terdakwalah yang menganjurkan untuk membuat dokumen pemberitahuan impor barang secara salah dengan cara memberi perintah pada saudara Andi Fahrizal. Perbuatan terdakwa mutlak di sengaja, sebab kegiatan untuk membuat dokumen pemberitahuan impor barang secara salah tidak mungkin bila tanpa adanya perintah dari terdakwa dan pasti didasarkan pada adanya kehendak untuk mewujudkan unsur-unsur delik dalam rumusan undang-undang.
4.
Terdakwa telah memenuhi unsur tidak adanya alasan pemaaf. Tindak pidana yang dilakukan terdakwa Bambang dalam Putusan Pengadilan No: 757/Pid.B/2012/PN.TK, tidak mempunyai alasan
pemaaf, yaitu alasan yang dapat menghapuskan kesalahan terdakwa karena terdakwa tidak cacat jiwanya atau terhambat pertumbuhannya karena penyakit, terdakwa sudah dewasa dimana dalam KUHP dewasa adalah yang berumur 16 tahun sedangkan terdakwa berusia 58 tahun Pentingnya diketahui unsur – unsur kesalahan dalam pemidanaan adalah dilandasi dengan adanya ketentuan Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan (green straf zonder schuld). Asas ini ada dalam hukum yang tidak tertulis dan hidup serta berkembang dalam masyarakat. Seandainya terjadi seseorang yang dipidana tanpa dia merasa melakukan kesalahan maka akan muncul dimana rasa keadilan dari diri terdakwa direnggut secara paksa dan tentu saja hal ini sangat mencoreng rasa keadilan. Sehingga dalam hal ini terdakwa harus diberi tahu mengenai alasan mengapa ia dikenakan sanksi pidana. Pelaku terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar ketentuan pidana yang ada dalam Undang– Undang RI Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang– Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan tepatnya Pasal 102 huruf h tentang tindak pidana dengan sengaja memberitahukan jenis dan jumlah barang impor dalam pemberitahuan pabean secara salah dengan hukuman penjara selama – lamanya 10 (sepuluh) tahun dan denda sebanyak – banyaknya sebesar Rp 5.000.000.000 (lima milyar rupiah). Jika dalam Pasal 102 huruf h diperinci maka unsur – unsur dalam pasal tersebut ialah :
a. Setiap orang. Didalam perkara ini yang dimaksud dengan setiap orang adalah terdakwa yang telah ditanyakan identitasnya secara lengkap sesuai dengan identitas, dan selama persidangan terdakwa mampu menjelaskan secara rinci mengenai segala sesuatu yang ditanyakan kepada terdakwa. Sehingga terdakwa R. Bambang Widagdo adalah subyek hukum yang mampu bertanggung jawab atas perbuatannya. b. Dengan sengaja. Dalam hukum pidana dikenal dua teori untuk menentukan adanya unsur dengan sengaja yaitu teori kehendak dan teori pengetahuan. Dalam hal ini majelis hakim menggunakan teori kehendak dimana terdakwa mengkehendaki sesuatu lebih dahulu dan sudah memiliki pengetahuan tentang hal itu. Sehingga dalam perkara ini majelis hakim telah sepakat dalam menggunakan teori kehendak, hal ini terbukti dari kehendak terdakwa yang memberitahukan jenis dan jumlah barang impor dalam pabean secara salah, terdakwalah yang menganjurkan untuk membuat dokumen pemberitahuan impor barang dengan cara memberi perintah pada saudara Andi Fahrizal. Sehingga kedudukan terdakwa sebagai penganjur memperlihatkan bahwa ia sendiri yang menentukan kehendak yang jahat, sehingga timbullah
perbuatan yang dapat dihukum.8 Kehendak dari terdakwalah yang dijadikan majelis hakim sebagai unsur kesengajaan dalam melakukan perbuatan melanggar hukum tersebut. c. Memberitahukan jenis dan atau jumlah barang impor. Terdakwa R. Bambang Widagdo selaku dari Direktur PT. Alam Tirta Gumilang memerintahkan saksi Andi Fahrizal untuk membuat perjanjian sewa menyewa antara Erlin Ermani dengan terdakwa Bambang Widagdo, dimana isi dari perjanjian tersebut dibuat atas dasar petunjuk dari terdakwa yang salah satu klausul perjanjian menyatakan bahwa pihak pertama yaitu terdakwa selaku Dirut PT. Alam Tirta Gumilang menyewakan perusahan kepada pihak kedua Erlin Ermani dimana pihak pertama tidak bertanggungjawab terhadap kebenaran dari isi barang yang akan diimpor. Adapun maksud terdakwa melakukan perjanjian sewa menyewa dengan tujuan jika dalam pengiriman barang ada perbedaan antara jumlah dan jenis barang dan diketahui terhadap barang – barang tersebut dibatasi impornya dan dilakukan pemeriksaan barang oleh petugas Petugas Bea dan Cukai Pelabuhan Panjang karena PT. Alam Tirta Gumilang adalah importir umum sehingga 8
Soenarto Soebroto, KUHP dan KUHAP yang dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung, PT Raja Grafindo, Jakarta hlm, 54
terhadap barang yang akan diimpornya dilakukan pemeriksaan sesuai dengan jalur pemeriksaannya, sehingga terdakwa tidak bertanggungjawab terhadap adanya perbedaan antara jumlah dan jenis barang yang dikirim. Pada tanggal 30 November 2011 sekitar pukul 15.00 WIB saksi Ridho Ilham datang menemui saksi Andi Fahrizal untuk memberikan fotokopi dokumen kepabeanan sebanyak 3 (tiga) rangkap yang terdiri dari invoice, packing list, sales contract, untuk penghitungan bea masuk dan pajak dalam rangka impor sebagai bahan untuk membuat pemberitahuan impor barang (PIB). Keesokan harinya pada hari kamis tanggal 1 Desember 2011 sekiranya jam 08.00 bertempat di kantor PT. Alam Tirta Gumilang saksi Andi Fahrizal memasukan data ketiga dokumen tersebut pada sistem computer Bea dan Cukai. Pada tanggal 4 Desember 2012 saksi Andi Fahrizal menghubungi terdakwa untuk memberitahukan bahwa dokumen pemberitahuan impor barang telah selesai dibuat dan tinggal ditandatangani oleh terdakwa untuk dilakukannya pembayaran melalui bank. Pada hari senin tanggal 5 Desember 2011 sekitar jam 10.00 WIB terdakwa datang
ke kantor PT. Alam Tirta Gumilang untuk menandatangani dokumen pemberitahuan impor barang dan membubuhkan cap perusahaan, saat terdakwa datang sudah ada saksi Andi Fahrizal dan saksi Ridho datang ke kantor PT. Alam Tirta Gumilang untuk menyerahkan dokumen asli invoice, packing list, sales contract dan bill of lading. Terdakwa kemudian meneliti dokumen pemberitahuan impor barang dengan mencocokkan invoice, packing list, sales contract lalu terdakwa menandatangani dokumen pemberitahuan impor barang padahal terdakwa mengetahui jika jumlah dan jenis barang yang dikirim berbeda dengan yang tertera pada invoice, packing list, sales contract. Setelah ditandatangani dokumen pemberitahuan impor barang diberikan kepada saksi Ridho untuk membayar Bea Masuk dan pajak dalam rangka impor melalui Bank BCA Bandar Lampung. Setelah dilakukan pembayaran oleh saksi Ridho dokumen pemberitahuan impor barang dikembalikan pada saksi Andi Fahrizal, selajanjutnya pada tanggal 7 Desember 2011 dokumen pemberitahuan impor barang tersebut oleh saksi Andi Fahrizal dibawa ke Kanto Bea dan Cukai Panjang untuk dilakukan loading yang
diterima oleh petugas Bea dan Cukai saksi Imron Rosadi, selanjutnya dokumen pemberitahuan impor barang tersebut mendapat nomor pendaftaran dan mendapatkan surat pemberitahuan jalur merah serta instruksi pemeriksaan, kemudian dokumen – dokumen tersebut saksi Andi Fahrizal berikan kepada saksi Ridho untuk diproses lebih lanjut. Barang yang tercantum dalam dokumen impor barang atas nama PT. Alam Tirta Gumilang berdasarkan invoice, packing list, dan bill of lading d. Dalam pemberitahuan pabeanan secara salah. Bahwa setelah dilakukan pemeriksaan dengan keadaan fisik barang ditemukan perbedaan mengenai jenis barang yang akan diimpor dengan bukti fisik dokumen impor barang yang ada. Menurut penulis perbuatan yang dilakukan terdakwa merupakan suatu tindak pidana, oleh sebab itu pertanggungjawaban pidana merupakan hal yang harus dilaksanakan terdakwa akibat perbuatan atau kesalahannya dengan sengaja memberitahukan jenis dan jumlah barang impor dalam pemberitahuan pabean secara salah yang tidak diperbolehkan undangundang. Terdakwa menyadari bahwa perbuatan yang dilakukannya merupakan perbuatan yang bersifat melawan hukum dan dilakukan terdakwa dalam keadaan sadar dan sehat jiwanya. Terdakwa juga mengetahui bahwa perbuatan yang dilakukannya dapat merugikan
negara. Perbuatan terdakwa bermula dengan adanya niat untuk memperoleh keuntungan pribadi guna memenuhi kebutuhan hidupnya. B. Dasar – dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhi putusan terhadap pelaku tindak pidana kepabeanan Tugas utama hakim adalah menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dengan jalan menafsirkan, menggali mencari landasan nilai agar putusannya lebih mencerminkan perasaan keadilan bangsa dan rakyat Indonesia, karena itu putusan hakim tidak boleh menyimpang dari nilai-nilai Pancasila. Hakim sebelum menjatuhkan putusan terlebih dahulu mempertimbangkan salah tidaknya seseorang atau benar atau tidaknya peristiwa dan memberikan dan menetukan hukumnya.9 Pasal 8 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahawa : “Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat baik dan jahat dari terdakwa”. Menurut Arie Kurniawan, jaksa harus mengkaji ulang seluruh penyidikan guna mendapatkan gambaran jelas tentang materi perkara yang dihadapi, agar penuntut umum dapat menetapkan ketentuan pidana yang paling tepat untuk
diterapkan. Dalam membuat tuntutan pidana terhadap terdakwa pada kasus tindak pidana kepabeanan tentang pemberitahuan jenis dan jumlah barang impor dalam dokumen kepabeanan secara salah memperhatikan hal-hal berupa alat bukti yang mendukung dimana ditentukan dalam Pasal 184 KUHAP, yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, alat bukti surat, petunjuk dan keterangan terdakwa menjadi dasar jaksa dalam membuat tuntutannya.10 Menurut Sutaji mengatakan kebebasan hakim untuk menentukan berat ringannya sanksi pidana penjara juga harus berpedoman pada batasan maksimum dan juga minimum, serta kebebasan yang dimiliki juga harus berdasarkan rasa keadilan baik terhadap terdakwa maupun masyarakat dan bertanggung jawab terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Untuk alat bukti yang dihadirkan di dalam persidangan harus saling berkakitan antara satu dengan alat bukti yang lainnya. Gunanya agar hakim dapat membuktikan bahwa terdakwalah yang melakukan tindak pidana tersebut. Namun apabila alat bukti yang dihadirkan di persidangan berbeda tidak berkaitan dengan alat bukti satu dengan alat bukti yang lainnya hal itu dapat menimbulkan ketidakyakinan pada hakim.11 Keputusan hakim itu lahir dari pergulatan nilai yang relatif lama, mulai dari hakim menerima perkara, memeriksa mengadili, sampai menjatuhkan putusan.12
10
9
Soedarto, Hukum Pidana I, Yayasan Fakultas Hukum UNDIP, Semarang, 1990, hlm.74
Wawancara di Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, pada tanggal 9 Desember 2014. 11 Wawancara di Pengadilan Negeri Tanjung Karang, pada tanggal 11 Desember 2014 12 ibid
Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana pelaku pemberitahuan jenis dan jumlah barang impor dalam dokumen kepabeanan secara salah dengan memperhatikan aturan yang berlaku serta pertimbangkan hal - hal yang meringankan dan memberatkan. Selain dari itu hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku pemberitahuan jenis dan jumlah barang impor dalam dokumen kepabeanan secara salah menggunakan pertimbangan yang bersifat yuridis maupun pertimbangan yang bersifat nonyuridis. III. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai analisis pertanggungjawaban pidana pelaku pemberitahuan jenis dan jumlah barang impor dalam dokumen kepabeanan secara salah, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana pemberitahuan jenis dan jumlah barang impor dalam dokumen kepabeanan secara salah berdasarkan putusan nomor: 757/Pid.B/2012/PN.TK merupakan hal yang harus dilaksanakan oleh terdakwa akibat perbuatan ataupun kesalahannya berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku. Terdakwa telah memenuhi unsurunsur kesalahan yaitu dengan sengaja atau alpa dan tidak adanya alasan pemaaf/pembenar. Terdakwa R. Bambang Widagdo Bin Adhyarso dalam perkara ini dapat disimpulkan mampu
bertanggungjawab didasarkan pada perbuatan terdakwa yang merupakan perbuatan melawan hukum, mampu memberikan keterangan di persidangan dalam keadaan sehat jasmani dan rohani, serta tidak adanya alasan pemaaf/alasan pembenar. Kesalahan terdakwa tidak dapat dihapuskan dan tetap bersifat melawan hukum serta tetap merupakan pidana karena terdakwa sehat akalnya.. Terdakwa melakukan tindak pidana pemberitahuan jenis dan jumlah barang impor dalam dokumen kepabeanan secara salah dengan adanya kehendak yang memenuhi unsur kesalahan. Pertanggungjawaban pidana dalam kasus pemberitahuan jenis dan jumlah barang impor dalam dokumen kepabeanan secara salah yang dilakukan oleh terdakawa didasarkan pada ketentuan pidana dalam Pasal 102 huruf h Undang–Undang RI Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan. Pertanggungjawaban pidana harus ditanggung terdakwa adalah pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp.5.000.000.000. Berdasarkan ketentuan ini hakim memutus terdakwa R. Bambang Widagdo Bin Adhyarso dijatuhkan sanksi pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan dan denda sebesar Rp.1.000.000.000,hal ini didasarkan pada terdakwa telah memenuhi unsur-unsur yang ditentukan dalam Pasal 102 huruf h Undang–Undang RI Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan. selain dasar seorang direktur dapat dimintai
pertanggungjawaban secara pribadi jika tindakan yang dilakukan oleh direktur itu dilakukan merupakan perbuatan melanggar hukum, sebagaimana tercantum pada asas identifikasi : a. Tindakan yang dilakukan berada dalam batas tugas atau instruksi pimpinan b. Merupakan penipuan yang dilakukan pada perusahaan lain c. Dimaksudkan untuk mendatangkan keuntungan bagi korporasi Yang jika salah satu unsur diatas tidak terpenuhi maka seorang direktur dapat dikenakan pertanggungjawaban secara pribadi. Seperti dalam kasus diputusan Nomor : 757/PID.B/2012/PN.TK. 2.
Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana dalam putusan Nomor: 757/Pid.B/2012/PN.TK, terdakwa R. Bambang Widagdo Bin Adhyarso yang melakukan tindak pidana pemberitahuan jenis dan jumlah barang impor dalam dokumen kepabeanan secara salah didasarkan pada ketentuan yang terdapat dalam Pasal 183 dan Pasal 184 KUHAP dan pertimbangan - pertimbangan hakim yang bersifat yuridis dan non-yuridis. Dalam putusan ini hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang menggunakan pertimbangan bersifat yuridis dalam menentukan telah terbuktinya terdakwa melakukan tindak pidana pemberitahuan jenis dan jumlah barang impor dalam dokumen kepabeanan secara salah dan menurut Pasal 184 KUHAP hakim meminta alat
bukti yang sah berupa keterangan saksi-saksi, keterangan ahli dan barang bukti. Terdakwa R. Bambang Widagdo Bin Adhyarso terbuktinya semua unsur-unsur deliknya berdasarkan pembuktian faktafakta yang terungkap dipersidangan yang didapat dari alat bukti. Pertimbangan nonyuridis dipergunakan untuk mempertimbangkan berat ringannya pidana yang dijatuhkan yaitu akibat perbuatan terdakwa serta kondisi diri terdakwa. Hakim juga mengacu pada teori keseimbangan dan teori pendekatan keilmuan. Selain itu hakim tidak menemukan hal-hal yang menghapuskan kesalahan terdakwa maupun hal-hal yang dapat meniadakan sifat pidana baik sebagai alasan pemaaf maupun alasan pembenar, sehingga terdakwa harus bertanggung jawab atas kesalahan tersebut dan dijatuhkan hukuman.
DAFTAR PUSTAKA A. Literatur Soebroto, Soenarto, 2007 KUHP dan KUHAP yang dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung, PT Raja Grafindo, Jakarta Soedarto, 1990, Hukum Pidana I, Yayasan Fakultas Hukum UNDIP, Semarang. Sutendi, Andrian, 2012, Aspek Hukum Kepabeanan, Sinar Grafika. Jakarta. Warta bea cukai, jalur prioritas kembali disosialisasikan, edisi 367 Juni 2005 B. Sumber Hukum Undang - Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan. Undang - Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Undang – Undang Nomor 49 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. C. Website http://www.beacukai.go.id http://abdulrohimabdul.blogspot.com