ABORSI DALAM KASUS PEMERKOSAAN ( Perspektif Hukum Islam)
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) dalam Ilmu Syari’ah
Oleh :
FATAH YASIN NIM 2311.07.008
JURUSAN AL-AHWAL ASY-SYAKHSYIYYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PEKALONGAN 2011 i
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: FATAH YASIN
NIM
: 2311 07 008
Jurusan
: Al-Ahwal Asy-Syakhsyiyyah
Menyatakan bahwa karya ilmiah / skripsi yang berjudul : ABORSI DALAM KASUS PEMERKOSAAN (Perspektif Hukum Islam) adalah benarbenar karya sendiri, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah kami sebutkan sumbernya. Demikian pernyataan ini dengan sebenar-benarnya dan apabila tidak benar, bersedia mendapat sanksi akademis dan dicabut gelarnya.
Pekalongan,.....Oktober 2011 Yang menyatakan,
Fatah yasin NIM: 2311 07 008
ii
H. Mubarok, Lc.MSI Jl. Samudra Pasai 65 Panjang Wetan-Pekalongan
Dr. Waryani Fajar Riyanto, S.H.I., M.Ag Dusun Donolayan Desa Donoharjo RT. 05 RW. 22 Ngaglik Sleman-Yogyakarta
NOTA PEMBIMBING Lamp : 3 (Tiga) Ekslempar Hal : Naskah Skripsi Sdr. Fatah Yasin Kepada Yth. Ketua STAIN Pekalongan c/q. Ketua Jurusan Syari‟ah di PEKALONGAN Assalamu’alaikum Wr. Wb. Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini saya kirimkan naskah Skrpsi saudara : Nama
: FATAH YASIN
NIM
: 2311 07 008
Judul
: ABORSI DALAM KASUS PEMERKOSAAN (Perspektif Hukum Islam)
Dengan ini kami mohon agar skripsi saudara tersebut segera dimunaqosahkan. Demikian harap menjadi perhatian dan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr.Wb. Pembimbing I
H. Mubarok, Lc. MSI NIP. 197106092000031001
Pembimbing II
Dr. Waryani Fajar Riyanto, S.H.I., M.Ag NIP. 197906232006041003
iii
KEMENTERIAN AGAMA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PEKALONGAN Alamat: Jl. Kusuma Bangsa No. 9 Telp. (0285) 412575-412572 Fax. 423418 E-mail :
[email protected] -
[email protected] PENGESAHAN Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pekalongan mengesahkan Skripsi Saudara : Nama
: FATAH YASIN
NIM
: 2311 07 008
Judul
: ABORSI DALAM KASUS PEMERKOSAAN ( Perspektif Hukum Islam)
Yang telah diujikan pada hari kamis, tanggal 27 Oktober 2011, dan dinyatakan berhasil serta diterima sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) dalam Ilmu Syari‟ah.
Dewan Penguji, Penguji I
Penguji II
Dra Rita Rahmawati, M.Pd
Ali Trigiyatno, M.Ag
Pekalongan, 27 Oktober 2011 Ketua STAIN Pekalongan
Dr. Ade Dedi Rohayana, M.Ag NIP. 197101151998031005
iv
MOTTO
“Barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S al-Baqarah : 173)
00
v
Persembahan
Skripsi ini ku persembahkan untuk kedua orang tuaku; Ayahanda Suwardi, Ibunda tercinta Kartini, terima kasih atas do’a restumu, kasih sayang serta untaian do’a yang senantiasa mengalir tiada hentinya untuk anak-anakmu Dari lubuk hatiku yang paling dalam tiada kata yang pantas ku ucapkan kecuali, sembah sujud dan rasa terima kasihku atas segala yang telah kau berikan. Skripsi ini sekaligus kupersembahkan sebagai kado pernikahan untuk adikku tercinta Ulvaturrokhmah S.Pd & Ilham Septiono
vi
ABSTRAK Yasin, Fatah. 2011. Aborsi Dalam Kasus Pemerkosaan (Perspektif Hukum Islam). Skripsi, Jurusan Syari‟ah Program Al-Ahwal AsySyakhsyiyyah. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pekalongan.
Perkembangan zaman dimana manusia dihadapkan dengan berbagai kasus yang terjadi di masyarakat, di antaranya adalah kasus aborsi yang terjadi akibat dari pemerkosaan. Kasus pemerkosaan yang berakibat pada kehamilan yang tidak dikehendaki akan menjadi beban yang sangat berat. Dalam hal ini seorang perempuan korban pemerkosaan akan mengalami dua pilihan yang dilematis, menggugurkan kandungan yang berarti dapat membunuh jiwa yang sudah hidup atau membiarkannya sampai dilahirkan dan akan membawa trauma psikologis serta bisa mengakibatkan kematian terhadap ibu yang mengandung. Terkait dengan ini maka diperlukan sekali untuk mendapatkan sebuah kepastian hukum aborsi yang dihalalkan dalam aturan agama Islam. Adapun permasalahan yang akan disampaikan dalam skripsi ini adalah bagaimana aborsi dalam kasus pemerkosaan dilihat dari perspektif hukum Islam. Sedangkan tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pandangan hukum Islam terhadap praktik aborsi yang terjadi akibat dari tindak pemerkosaan. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang menitik beratkan pada studi pustaka (library reaseach) dengan pendekatan secara normatif. Sumber data primer yang digunakan adalah al-Qur‟an dan al-Hadis. Sumber data skunder yang mendukung dalam skripsi ini adalah buku-buku fikih, artikel, jurnal,internet. Sedangkan tehnik analisis data yang digunakan adalah content analisys yang diharapkan bisa memenuhi tiga persyaratan yakni objektivitas, sistematis, dan generalisasi. Hasil penelitian aborsi korban pemerkosaan perspektif hukum Islam menyimpulkan bahwa, aborsi untuk korban pemerkosaan hukumnya boleh. Kebolehan tersebut didasarkan atas pertimbangan sebelum ditiupkannya ruh yakni usia kehamilan belum mencapai 120 hari. Dasar pertimbangan lain adanya sifat darurat yang berarti suatu keadaan dimana apabila tidak melakukan sesuatu yang diharamkan maka akan mati atau hampir mati. Selain itu juga diperlukan sebuah tindakan preventif atau sad ad dzari‟ah yakni mencegah sebagian persoalan mubah (boleh), apabila hal itu akan membuka jalan bagi tindakan yang haram. Tindakan preventif yang dimaksud adalah untuk mencegah aborsi akibat dari tindak pemerkosaan. Sebab tindakan ini mengandung resiko lebih rendah daripada melakukan tindakan aborsi.
vii
KATA PENGANTAR
ٖ تؼسّٜذٔا ِذ ّّذ اٌز١ عٍٝاٌغالَ ػٚ اٌظالجٚ .ٓ١ٌّ اٌذّذ هلل سبّ اٌؼا ّ ٌهللا تا أ ِّا تؼذ.ٓ١طذثٗ أجّؼٚ ٌٗ اٍٝػٚ .ٓ١ٌّ ؼح سدّح ٌٍؼا٠شش Segala puji bagi Allah swt atas segala limpahan Rahmat, Hidayah serta Inayah-NYA dan Shalawat serta Salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan Nabi Agung Muhammad saw. Selanjutnya kami ucapkan Alhamdulillah atas selesainya skripsi ini yang merupakan upaya memenuhi salah satu persyaratan program studi S1 jurusan Syari‟ah. Penulis menyadari betul bahwa, tanpa partisipasi dari berbagai pihak, dengan memberikan support (dorongan) maupun bimbingan, skripsi ini mungkin tidak dapat terwujud sebagaimana mestinya. Karena itu, tanpa mengurangi rasa hormat dan ucapan rasa terima kasih, penulis sampaikan kepada Bapak. Dr. Ade Dedi Rohayana, M.Ag. (terima kasih atas pengayoman kebijaksanaannya), Dr. Makrum Kholil, M.Ag. (terima kasih untuk falsafah hidupnya), Drs. H. Asmuni Hayat (terima kasih untuk fiqh mawarisnya), Drs. H. Misbahul Huda (terima kasih untuk sanjungannya), Dra. Hj. Fatikhah (terima kasih untuk semangatnya), Drs. H. Sudaryo El Kamali, M.A. (terima kasih untuk perwaliannya), Drs. H. M. Muslikh, M.Ag. (terima kasih untuk falaknya), H. Saif Askari (terima kasih untuk nilai mata kuliahnya), Drs. A. Tubagus Surur (terima kasih untuk petunjuknya), H. Mubarok Lc, MSI. (selaku Dosen Pembimbing I yang sangat sabar dalam
viii
memberikan bimbingan), Dr. Waryani Fajar Riyanto, S.H.I., M.Ag. (selaku Dosen Pembimbing II terima kasih atas pertolongannya), Dra. Rita Rahmawati, M.Pd (selaku penguji Munaqosah I terima kasih atas masukannya), Ali Trigiyatno, M.Ag (selaku penguji Munaqosah II Terima kasih atas do‟a semangatnya), Ustadz Hasan Su‟aidi se-keluarga (yang selalu membimbing dan memberikan pencerahan dalam kehidupanku). Dan penulis meminta maaf kepada para dosen yang tidak semuanya disebutkan satu persatu. Kemudian tak lupa penulis ucapkan rasa terima kasih yang sangat tulus, kepada Ayahanda SUWARDI (yang selalu memberikan do‟a dan mengajarkan rasa kesabaran), Ibunda KARTINI (yang selalu memberikan do‟a, sehingga penulis dapat tegak berdiri), Kakanda ZIDNI RIZQON & SUCI ARYANI dan HAHANG ZUBAIR & YUSHEPIN (yang telah mampu memberikan contoh sebagai kakak yang terbaik, semoga kita dapat selalu bersama dalam satu keluarga yang utuh), Adinda ULVATURROKHMAH (semoga kelak dapat menjadi istri yang terbaik untuk orang
yang
dicintai). Keponakanku yang
tercinta THALITA OKTAVANIA, NESYA ARIZA ZUBAIR, AQLEMA AZZAHRA (semoga kelak kalian menjadi anak-anak yang shalihah, benar dalam bertindak dan pintar dalam segala ilmu ) Demikian pula ucapan terima kasih tidak lupa saya sampaikan kepada Simbah MARYAM (yang telah membantu dalam materiil, do‟a sembah sujudku untukmu selalu) dan semoga sehat selalu. Terima kasih pula ku-ucapkan untuk kawan-kawan seperjuangan sependeritaan, Maz Jeger, Maz Syafi‟, Maz Boim, Maz Jeki, Maz syafi‟, Maz Hidayaturrahman, Maz Bowo‟ Utomo, Maz Baehaqi, Maz Husni dan sahabat dari
ix
kecilku Maz Triwigiyanto (dunia menanti kejayaan kita kawan). Rekan-rekan angkatan tahun 2007 (kalian bagian dari sejarah kehidupanku). Penulis sadar atas keterbatasannya sebagai insan yang tidak pernah lepas dari segala kesalahan dan keteledoran serta tidak luput dari kekeliruan, oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif (membangun) sangat diharapkan guna perbaikan selanjutnya. Dan tidak lupa penulis haturkan
jazakumullah ahsanal jaza‟ kepada
rekan-rekan maupun semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Akhirnya, penulis meminta kepada Allah swt, semoga Dia memberikan cahaya-Nya, agar kita dapat berjalan di dalam kegelapan atas Ridlo-Nya. DO‟A-DO‟A…………..
Pekalongan, 27 April 2011
Fatah Yasin
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..............................................................................
i
SURAT PERNYATAAN .......................................................................
ii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING .....................................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................
iv
HALAMAN MOTTO ............................................................................
v
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................
vi
ABSTRAK .............................................................................................
vii
KATA PENGANTAR ...........................................................................
viii
DAFTAR ISI ..........................................................................................
xi
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................
1
B. Rumusan Masalah ..........................................................
5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................
5
D. Kajian Pustaka ................................................................
6
E. Metode Penelitian ...........................................................
11
F. Sistematika Pembahasan ................................................
13
GAMBARAN UMUM TENTANG ABORSI A. Pengertian Aborsi ...........................................................
15
B. Macam-macam Aborsi ...................................................
18
xi
C. Faktor- faktor penyebab terjadinya Aborsi................. ....
20
D. Akibat setelah melakukan Aborsi ...................................
25
BAB III : ABORSI TERHADAP KASUS PERKOSAAN DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM A. Pandangan dari berbagai Ulama Fikih ............................
29
B. Aborsi terhadap wanita yang diperkosa ..........................
39
BAB IV : ANALISIS
ABORSI
TERHADAP
KASUS
PEMERKOSAAN (Perspektif Hukum Islam)........ ..............
47
BAB V : PENUTUP A. Simpulan ........................................................................
65
B. Saran-saran .....................................................................
66
DAFTAR PUSTAKA BIOGRAFI PENULIS
xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Umat Islam dari waktu kewaktu semakin banyak menghadapi berbagai masalah akibat dari perkembangan zaman yang tidak dapat dihindarkan datangnya. Di antaranya adalah di bidang kesehatan yang kaitannya dengan kesehatan perempuan. Dalam hal ini khususnya hak reproduksi perempuan yakni kehamilan yang tidak dikehendaki, baik perzinaan maupun pelecehan seksual. Menurut laporan WHO, di seluruh dunia diperkirakan 15 juta remaja setiap tahunnya hamil, 60% di antaranya tidak dikehendaki. Di Indonesia, 11% dari kematian terjadi akibat aborsi yang tidak aman. Menurut data WHO, pada tahun 2004 menyatakan setiap tahun terjadi dua juta kasus aborsi di Indonesia. Sebuah studi yang dilakukan di beberapa fasilitas kesehatan di Indonesia, 25-60% kejadian aborsi adalah aborsi disengaja (induced abortion).1 Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan dan sebagai batasan kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Menurut WHO batasan aborsi adalah usia kehamilan sebelum 22 minggu.2 Adapun isu adanya praktek aborsi sendiri merupakan suatu hal yang sudah tidak asing lagi dalam kehidupan masyarakat dan sampai sekarang
1
http: // situs.kesrepro.info diakses pada tanggal 28 Oktober 2011.
2
http: // www. Jevuska. Com/ Aborsi+ Akibat+ Perkosaan. html, 5 Mei 2011.
1
merupakan masalah yang kontroversial. Di satu pihak banyak negara-negara termasuk negara kita Indonesia memandang aborsi sebagai tindakan kriminal dan memberlakukan undang-undang pelanggaran terhadap perbuatan tersebut. Hal itu telah dipertegas dalam KUHP pasal 346-349 yang pada intinya menyatakan bahwa tuntutan dikenakan bagi orang-orang yang melakukan aborsi ataupun orang-orang yang membantu melakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Namun di sisi lain muncul usaha-usaha untuk membatalkan undangundang tentang pelarangan aborsi oleh kalangan kaum feminis3 yang menuntut diakuinya hak-hak perempuan untuk menggugurkan kandungannya. Tuntutan seperti itu di antaranya muncul ketika dalam konferensi wanita di Beijing pada bulan september 1995 silam. Dalam konferensi tersebut masalah aborsi dihubungkan dengan persoalan HAM (Hak Asasi Manusia) dan hak wanita untuk mengontrol dirinya sendiri. Tuntutan seperti ini tentunya memberikan sebuah isyarat bahwa kaum wanita menginginkan kebolehan menggugurkan kandungan atas alasan apapun. Namun demikian, sebenarnya kontroversi dalam masalah aborsi tidak akan muncul dan perbuatan yang dilakukan dianggap tidak akan menimbulkan sesuatu yang sangat penting. Anggapan seperti ini tentunya akan berlaku jika setiap orang meyakini dan melakukan pembenaran bahwa perbuatan tersebut tidak 3
Feminisme adalah gerakan wanita yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan pria. Dalam kata pengantar buku Husein Muhammad, Islam agama Ramah Perempuan; Pembelaan kyai pesantren( Yogyakarta: Lkis 2009), Yanti Muhctar mengemukakan adanya tiga pandangan yang cukup signifikan dalam pendefinisian feminisme. Pertama, bahwa feminisme adalah teori-teori yang mempertanyakan pola hubungan kekuasaan laki-laki dan perempuan. Kedua, bahwa seseorang bisa dikatakan sebagai feminis sepanjang pemikiran dan tindakannya dapat dimasukkan kedalam aliran-aliran feminisme, seperti feminisme liberal, sosialis. Ketiga, pandangan yang berada diantara keduanya bahwa feminisme adalah sebuah gerakan yang didasarkan pada adanya kesadaran tentang penindasan perempuan yang kemudian ditindak lanjuti oleh aksi untuk mengatasi penindasan tersebut.
2
melanggar hukum. Akan tetapi pada kenyataannya masalah aborsi tidak berjalan seperti itu, bahkan dari semua agama melarang terhadap adanya praktik aborsi. Di kalangan ahli hukum Islam, hukum aborsi setelah ruh ditiupkan ke dalam janin diharamkan karena didasarkan pada firman Allah SWT sebagai berikut:
Artinya: “ Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.” (Q.S al-Mu‟minuun : 12-14) Didasarkan juga pada hadis sahih yang diriwayatkan secara marfu‟ oleh Ibnu Masud, Rasulullah SAW bersabda:
ْٟ فٛى٠ ُ ش, رٌه ػٍمح ِصً رٌهْٟ فٛى٠ ُ ش,ِاٛ٠ ٓ١ تطٓ أِٗ أستؼٟجّغ خٍمٗ ف٠ ُئْ أدذو ,ٗ تىرة سصل,إِش تأستغ وٍّاخ٠ٚ ,حٚٗ اٌش١ٕفخ ف١شعً اٌٍّه ف٠ ُرٌه ِضغح ِصً رٌه ش ذ١عؼٚ أ,ٟعمٚ ,ٍّٗػٚ ,ٍٗأجٚ ) ٍُاٖ اٌّغٚ(س
3
Artinya : ”Kejadian seseorang itu dikumpulkan di dalam perut ibunya selama empat puluh hari, setelah genap empat puluh hari kedua, terbentuklah segumpal darah beku. Manakala genap empat puluh hari ketiga, berubahlah menjadi segumpal daging. Kemudian Allah swt mengutus seorang malaikat untuk meniupkan ruh serta memerintahkan supaya menulis empat perkara yaitu, ditentukan rezeki, waktu kematian serta nasibnya, baik mendapat kesusahan atau kebahagiaan.”(HR. Muslim).4 Dengan demikian praktik aborsi pada prinsipnya dalam hukum Islam telah diharamkan atas segala bentuk perusakan, pelukaan dan pembunuhan terhadap manusia. Dalam salah satu sabdanya Nabi mengatakan الضشاسٚ الضشس yakni jangan membuat kerusakan atas diri sendiri dan atas orang lain. Namun dalam kehidupan sehari-hari sering kali kita dihadapkan pada pilihan-pilihan yang sulit. Sebagaimana aborsi akibat perilaku pemerkosaan yang menimbulkan perasaan sedih, takut, malu, serta merasa rendah dan hina. Akhirnya memunculkan dua pilihan yang sama-sama berat. Dalam satu sisi menggugurkan janin dalam kandungan berarti membunuh jiwa yang sudah hidup. Akan tetapi dengan terus membiarkan hidup di dalam perutnya karena alasan tertentu boleh jadi mengakibatkan penderitaan besar atau bahkan kematian ibu.5 Terkait tindakan aborsi, pada prinsipnya memang dalam ajaran Islam sangat dilarang, meskipun terdapat kontroversi di kalangan para ahli hukum Islam tentang boleh tidaknya aborsi pada usia kehamilan di bawah 120 hari. Namun demikian para ulama sepakat untuk membolehkan aborsi karena pertimbangan medis. 4
Imam Abi Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawi Ad-Dimasqi, Sahih Muslim jilid XIII ( Libanon, Beirut: Daar al-Fikri, 1415 H), hal. 163. 5
Husein muhammad, Islam Agama Ramah Permpuan; Pembelaan Kyai Pesantren, (Yogyakarta: Lkis, 2009), hal. 272.
4
Kebolehan tersebut juga telah dipertegas dalam pasal 75 ayat (1) dan pasal 75 ayat (2) undang-undang kesehatan nomor 36 tahun 2009. Undangundang tersebut diantaranya menyebutkan bahwa tindakan aborsi hanya diperbolehkan jika ada alasan medis yang kuat, misalnya jika mengancam jiwa ibu hamil dan atau janinnya. Tentu saja hal ini dibolehkan jika kehamilan itu terjadi karena perkawinan yang sah. Sehubungan dengan itu menarik untuk dikaji, bagaimana pandangan hukum Islam jika aborsi atas kehamilan yang terjadi akibat dari pemerkosaan. Sebagaimana hukum Islam yang mengimplikasikan stabilitas, ketenangan dan keabadian. Sementara itu perubahan sosial masyarakat menghendaki hukum Islam menyesuaikan dan meberikan jawaban-jawaban bagi persoalan yang lahir akibat perubahan sosial tersebut. Tuntutan penyesuaian ini sebenarnya telah diantisipasi oleh teori hukum Islam dan telah melahirkan berbagai ketentuan hukum. Akan tetapi antisipasi tersebut sampai sekarang masih menjadi kontroversi dalam penetapan hukum Islam.
B. Rumusan Masalah Dari latar belakang diatas, terdapat permasalahan yang akan penulis teliti, kaitannya dalam penelitian ini adalah : - Bagaimanakah pandangan hukum Islam terhadap aborsi yang terjadi akibat dari pemerkosaan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
5
Bertitik tolak pada permasalahan tersebut di atas, maka dalam skripsi ini mempunyai tujuan dan manfaat yang akan dicapai. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu : - Untuk mengetahui pandangan hukum Islam terhadap praktik aborsi yang terjadi akibat dari tindak pemerkosaan. Manfaat penelitian ini diharapkan bisa memberikan kontribusi baik secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi keilmuan serta ikut mencoba mengembangkan ilmu-ilmu keislaman, khususnya dalam bidang ilmu fikih (ushul fikih). Diharapkan hasil penelitian ini juga memiliki relevansi baik secara teoritik maupun normatif. Secara praktis, penelitian ini diharapkan bisa memberi manfaat bagi sebagian persoalan penting yang dihadapi oleh masyarakat khususnya dalam hal aborsi akibat dari tindak pemerkosaan. Sebab persoalan tersebut disinyalir rawan terjadi di masyarakat baik perkotaan maupun pedesaan. Selain itu juga bermanfaat untuk menjawab dan memberi jalan keluar bagi persoalan mendesak yang dihadapi oleh masyarakat.
D. Kajian Pustaka Kaitannya dalam pembahasan Aborsi terhadap kasus pemerkosaan perspektif hukum Islam terdapat beberapa literatur yang membahas tentang masalah tersebut, diantaranya adalah : 1. Kerangka Teori
6
Dr. Abd al-Qadir Manshur, dalam bukunya Fiqh Wanita: di dalamnya aborsi diartikan sebagai (al-ijhadh) yang berarti menggugurkan kandungan yang masih belum sempurna, baik pelakunya perempuan yang mengandung maupun orang lain. Dalam hal aborsi sendiri para fuqaha berselisih pendapat tentang hukum pengguguran kandungan setelah peniupan ruh, sedangkan faktor yang mendorong adanya aborsi itu diantaranya disebabkan karena menghindari kehamilan baik akibat pernikahan, perzinahan maupun untuk menyelamatkan nyawa si ibu. Para fuqaha sepakat bahwa hukuman atas pengguguran janin adalah memerdekakan budak (al-ghurrah).6 KH. Husein Muhammad, dalam bukunya Fiqh Perempuan: Refleksi Kiai atas Wacana Agama dan Gender diterbitkan oleh LKiS di dalamnya dinyatakan bahwa kasus perkosaan menimbulkan dampak psikologis yang luar biasa bagi korban, bahkan sering sekali menimbulkan trauma dan kepedihan yang sangat mendalam. Pengguguran dalam kasus perkosaan dibenarkan hanya ketika dalam kondisi dilematis, dalam fikih disebut (al-akhdz bi akhaff adh-dhararain), sedang dalam kaidah fikih menyebutkan Idza ta‟aradha al-mafsadataani ru‟iya a‟zhamuhuma dhararan. Buku ini membantu dalam pemetaan terhadap problemproblem aborsi dalam kasus perkosaan terutama kaitannya dengan pandangan hukum Islam.7 Prof. Dr. Zaitunah Subhan, dalam bukunya Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan diterbitkan oleh El-kahfi, buku ini hanya membahas 6
Abdul Qodir Mansur, Fiqh Wanita, (Jakarta: Zaman, 2009), hal. 117.
7
Husein Muhammad, Fiqh Perempuan: Refleksi Kiai atas Wacana Agama dan Gender, (Yogyakarta: Lkis, 2009), hal. 220.
7
tentang motif aborsi dalam kerangka medis, belum membahas kasus aborsi diluar non medis, seperti indikasi ekonomi, sosial, dan psikologis. Selain itu juga terdapat pandangan faqih terhadap aborsi yang tidak diperbolehkan sesudah janin berusia 120 hari, sebab pandangan mereka usia tersebut merupakan wujud manusia hidup dengan segala kelengkapannya, sehingga tindakan ini dinamakan sebagai tindak pembunuhan. Namun sepanjang pembiaran janin sampai kelahirannya dipastikan bisa membahayakan kelangsungan hidup ibu atas dasar pertimbangan medis oleh dokter ahli, maka keselamatan ibu diutamakan atas kematian janin. Motif ini dilakukan karena resiko yang didapatkan lebih ringan dibanding resiko kematian ibu, sebab ibu adalah asal dari janin “jika terjadi dilema, maka korbankanlah yang paling ringan resikonya”. Atau sering dipahami sebagai akhaffu adl-dlarar.8 M. Quraish Shihab, dalam bukunya Menjawab 1001 Soal Keislaman yang patut anda ketahui, diterbitkan oleh Lentera Hati : Dalam buku ini penulis menjawab tentang ketidak bolehannya melakukan tindak aborsi, sebab adanya kekhawatiran tidak bisa mendidik anak yang dilahirkan karena kesibukan orang tuanya. Di dalamnya belum membahas tentang tindak aborsi terhadap kehamilan akibat perkosaan.9 Hussein Muhammad, dalam bukunya Islam Agama Ramah Perempuan Pembelaan Kyai Pesantren. Penulis buku ini membahas tentang perbedaan para
8
Zaitunah Subhan, Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan, (Jakarta: El-Kahfi, 2008), hal. 175. 9
M. Quraish Shihab, Menjawab 1001 Soal KeIslaman; yang patut anda ketahui (Jakarta: Lentera hati, 2008), hal. 703.
8
fuqaha klasik di dalam melakukan ijtihad terhadap masalah aborsi. Para fuqaha di dalam membahas hukum pengguguran kandungan menyebutkan fase-fase pembentukan manusia melalui tiga proses : nuthfah, „alaqah, mudghah, Haskhafi salah satu pengikut madzhab Hanafi mempunyai pendirian yang paling longgar dengan menyatakan bahwa aborsi dapat dilakukan sebelum usia kandungan 120 hari, sedangkan al-Karabisi pengikut madzhab Syafi‟i hanya membenarkan aborsi ketika masih berupa nutfah. Pendirian yang paling ketat dikemukakan oleh al– Ghozali dari madzhab Syafi‟i yang mengharamkan aborsi sejak terjadi pembuahan. Pendapat ini juga dikemukakan oleh mayoritas madzhab Maliki, Ibnu Hazm al-Zhahiri dan sebagian Syiah.10 2. Penelitian yang relevan.
Skripsi yang ditulis oleh Robiatul Andawiyah dengan judul Aborsi Dalam Perspektif Hukum Islam (Analisis Terhadap Fatwa MUI No. 4 Tahun 2005 tentang tindakan aborsi sebagai jalan darurat) dari penelitian ini dapat diketahui bahwa pertimbangan Majlis Ulama‟ Indonesia (MUI) melalui fatwanya yang berisi bahwa, aborsi diperbolehkan apabila ada udzur baik berupa darurat maupun hajat. Keadaan darurat dalam fatwa tersebut adalah suatu keadaan dimana seseorang apabila tidak melakukan sesuatu yang diharamkan maka ia akan mati atau hampir mati. Sedangkan hajat adalah suatu keadaan dimana seseorang
10
Husein muhammad, Islam Agama Ramah Perempuan: Pembelaan Kyai Pesantren, hlm.
272-273.
9
apabila tidak melakukan sesuatu yang diharamkan ia akan mengalami kesulitan yang besar.11 Artikel yang ditulis oleh Dana Pamilih dalam tulisannya yang berjudul “(Wanita Muslimah) Re: MUI Izinkan Aborsi Akibat Perkosaan”, dari artikel ini dapat diketahui bahwa, komisi fatwa MUI menetapkan fatwa baru yang menyangkut masalah aborsi, salah satunya adalah aborsi dapat dilakukan bila kehamilan yang dialami oleh wanita bersangkutan disebabkan oleh kasus perkosaan, dengan syarat usia janin dalam kandungan belum mencapai empat puluh hari, sebab dalam kurun waktu tersebut diyakini bahwa janin dalam kandungan belum memiliki ruh, walaupun sudah dalam bentuk janin. Namun bila janin sudah lebih dari usia empat puluh hari maka ketetapan MUI tersebut sudah tidak berlaku, karena kehidupan pada janin telah ditiupkan. Dengan demikian tindakan aborsi terhadap janin berusia lebih dari empat puluh hari akan membunuh kehidupan dalam rahim sekalipun janin tersebut tumbuh dari hasil perkosaan.12 “Upaya Membangun Kesadaran Gender perspektif Islam “ dalam Religia, Jurnal Vol. 9, No. 2, Oktober 2006. Ditulis oleh Fatikha, M.Ag. dalam tulisan ini gender menurut Islam kebebasan bukan berarti sebebas-bebasnya. Karena tindakan manusia pada akhirnya akan dipertanggung jawabkan. Pemahaman yang benar adalah mengedepankan substansi ajaran al-Qur‟an dan al11
Robiatul Andawiyah, Aborsi dalam Perspektif Hukum Islam( analisis Terhadap Fatwa MUI No. 4 Tahun 2005 Tentang Tindakan Aborsi Sebagai Jalan Darurat), (Pekalongan : STAIN PKL, 2005), Skripsi Program Sarjana, hal. 59. 12
Dana Pamilih,”(Wanita Muslimah) Re: MUI Izinkan Aborsi akibat Perkosaan”, www. Republika . co. Id, 5 Mei 2011.
10
Hadis bahwa manusia mempunyai kedudukan yang sama di sisi Tuhan yang membedakan hanyalah ketakwaannya. Proses kesadaran tersebut membutuhkan jangka waktu yang panjang. Pertama adalah pemahaman bahwa gender berbeda dengan jenis kelamin. Kedua membongkar budaya patriarkhi dan produk hukum yang menyangkut peraturan-peraturan yang mendiskriminasikan perempuan.13 “Pornografi dalam Hukum Islam dan Hukum Positif ” yang ditulis Vivi aviyanti dalam al-manahij, Jurnal Kajian Hukum Islam, vol. 4, N0. 1, Januari-Juni 2010. Dalam tulisan ini dipaparkan bahwa, pornografi membawa dampak negatif bagi masyarakat Indonesia saat ini. Satu hal yang terjadi bersama dengan maraknya pornografi saat ini, yaitu meningkatnya angka kriminalitas dan rusaknya moral, antara lain: Hubungan seks pra nikah, tindakan pemerkosaan, dorongan untuk melakukan seksnya pada tempat-tempat prostitusi.14 Aborsi Ditinjau Dari Perspektif Hukum ditulis oleh Hesti Armiwulan. Dalam tulisan tersebut dipaparkan bahwa aborsi apabila ditinjau dari perspektif hak perempuan terhadap alat reproduksi pada setiap perempuan. Secara normatif hak anak untuk hidup dilindungi oleh undang-undang sehingga konstruksi hukum menggunakan paradigma pro life.Namun bagaimana perlindungan hukum terhadap hak perempuan atas alat reproduksinya. Apakah perempuan tidak berhak
13
Fatikha, Upaya membangun kesadaran gender perspektif Islam, (Religia, 2006), Vol-9, (2), hlm. 263 14
Vivi Aviyanti, Pornografi dalam hukum Islam dan hukum positif, (al-Manahij, 2010), Vol-4, (1), hlm.73.
11
untuk menentukan atau memutuskan hal yang berkaitan dengan fungsi reproduksi yang disebut dengan pro choice.15 Sejauh pengetahuan penulis, beberapa karya yang telah dikemukakan di atas tidak mencoba berangkat dari penelaahan hukum Islam terhadap realitas yang terjadi berupa tingginya angka aborsi di masyarakat sekarang ini. Oleh karenanya kekurangan ini maka permasalahan hukum Islam perlu mendapat penyelesaian yang memadai. Kekurangan inilah yang ingin dilengkapi oleh skripsi ini.
F. Metode Penelitian Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini bersifat kualitatif yang menitik beratkan pada kajian kepustakaan (library reseach). Penelitian kepustakaan ini adalah suatu bentuk pengumpulan dari berbagai data dan informasi dengan melalui berbagai literatur. Baik dengan melakukan telaah terhadap buku-buku materi skripsi maupun materi pustaka yang lainnya dengan berasumsi bahwa dalam penelitian ini segala yang dibutuhkan dalam pembahasan terdapat di dalamnya.16 Adapun jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif, yakni pendekatan penelitian hukum yang mendasarkan hukum sebagai norma.17
15
Hesti Armiwulan, Aborsi ditinjau dari perspektif hukum Islam, http://ceria. Bkkbn.go.id diakses pada tanggal 28 Oktober 2011 16
17
Winarno Surahmud, Pengantar Penelitian Ilmiah, (Bandung: Tarsita, 1982), hlm. 13. Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007), hal. 33.
12
2. Sumber Data a.
Sumber data primer yaitu sumber data yang merujuk pada al-
Qur‟an dan al-Hadis. b.
Sumber data skunder yaitu sumber data yang mendukung dalam
pembahasan skripsi ini, di antaranya adalah buku-buku fikih seperti al-Umm, Ihya‟ „Ulum ad-Diin, Radd al-Muhtar ala ad-daari al muhtar syarh tanwiir alabshor, bidayah al-Mujtahid, al-Asybah Wa al-Nadlair, Nihayah al-Muhtaj, artikel, jurnal, intenet. 3. Tehnik Pengumpulan Data Pengumpulan data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan penelitian pustaka (library reseach) yakni penelitian yang dilakukan dengan tehnik membaca, memahami, mengkaji, dan mengidentifikasi berbagai literature.
4. Teknik Analisis Data Dengan berbagai metode yang telah terkumpul melalui kegiatan pengumpulan data yang telah dianalisa, maka sangat diperlukan sekali untuk mengolah data-data tersebut, baik berupa data primer maupun data skunder. Adapun Analisis data yang digunakan adalah content analisys yang diharapkan bisa memenuhi tiga persyaratan yakni objektivitas, sistematis dan generalisasi. Objektivitas didasarkan pada aturan yang dirumuskan secara eksplisit. Sistematis jika kajian itu menggunakan kriteria tertentu. Sedangkan
13
generalisasi adalah hasil suatu kajian yang bisa memberikan kontribusi secara teoritik.
G. Sistematika Pembahasan Adapun sistemtika penulisan dalam skripsi ini yang akan penulis ketengahkan adalah sebagai berikut: Bab I : Pendahuluan yang isinya memberikan petunjuk dan penjelasan kepada pembaca agar lebih mudah memahami isi dan maksud tulisan skripsi ini, serta menghindarkan dari kemungkinan terjadinya salah faham antara penulis dan pembaca. Dalam hal ini meliputi: Latar belakang masalah, Perumusan masalah, Tujuan dan kegunaan penelitian, Tinjauan pustaka, Metode penelitian dan Sistematika penulisan. Bab II : Berisikan pengetahuan
umum tentang Aborsi : Pengertian
Aborsi dari berbagai istilah, baik dalam istilah kedokteran, hukum Islam dan pengertian aborsi secara umum, Macam-macam aborsi, faktor penyebab tindak aborsi serta akibat setelah melakukan aborsi. Bab III : Selanjutnya dalam bab ini penulis membahas tentang landasan teori yaitu mengenai Aborsi terhadap kasus pemerkosaan dalam pandangan hukum Islam, yakni meliputi pandangan dari berbagai ulama terhadap tindak aborsi dan aborsi terhadap wanita yang diperkosa. Bab IV : Pada bab ini merupakan hasil penelitian dan pembahasan tentang Analisis aborsi dalam kasus pemerkosaan (Perspektif hukum Islam)
14
Bab V : Merupakan bab terakhir yaitu bab penutup yang terdiri dari rangkaian kesimpulan dan saran-saran, yang dilengkapi dengan daftar riwayat hidup.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ABORSI
A. Pengertian Aborsi Sebagaimana yang telah diketahui bersama bahwa praktik aborsi merupakan sebuah fakta riil yang terjadi diseluruh dunia tanpa melihat hak-hak makhluk hidup untuk menikmati kehidupan. Dalam hal ini bermunculan persepsi atau pandangan dari berbagai kalangan, baik kesehatan, hukum, maupun agama yang menempatkan perempuan sebagai obyek seksualitas dan obyek kesalahan terkait dengan persoalan hak-hak reproduksi. Sebagaimana kasus aborsi yang disebabkan akibat hamil di luar nikah atau perzinaan, serta faktor lain yang juga mempunyai madharat yang lebih besar. Di antaranya adalah kasus kehamilan yang tidak dikehendaki karena peristiwa pemerkosaan. Kasus kehamilan yang tidak dikehendaki pada sebagian wanita seringkali memilih untuk mengakhiri kandungannya dengan cara melakukan aborsi setelah diketahui adanya janin di dalam rahimnya.
15
Ada beberapa pengertian aborsi, antara lain sebagai berikut: Dalam kamus besar bahasa Indonesia aborsi adalah pengguguran kandungan (janin), sedangkan abortus adalah guguran janin atau janin yang tidak mempunyai kemungkinan hidup.18 Dalam dunia kedokteran aborsi adalah fetus dengan berat kurang dari 500 gram atau umur kehamilannya kurang dari 20 minggu pada saat dikeluarkan dari uterus, yang tidak mempunyai kemungkinan hidup.19 Ensiklopedi karya Abdul Aziz Dahlan menyebutkan, aborsi atau abortus secara bahasa adalah keguguran kandungan, pengguguran kandungan atau membuang janin. Dalam terminologi kedokteran aborsi adalah terhentinya kehamilan sebelum usia 28 minggu. Sedangkan istilah hukum mengartikan aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi dari dalam rahim sebelum waktunya atau sebelum dapat lahir secara alamiah.20 Dalam bahasa Arab aborsi diartikan sebagai ijhadh yang merupakan bentuk masdar dari lafadz ajhada artinya adalah wanita yang melahirkan anaknya secara paksa dalam keadaan sebelum sempurna penciptaannya, atau secara bahasa juga dikatakan lahirnya janin karena dipaksa atau karena lahir dengan sendirinya.21 Pendapat lain mengatakan bahwa lafad Ijhadh memiliki beberapa sinonim seperti isqath (menjatuhkan), ilqa‟ (membuang), tharah (melempar), dan 18
W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, cetakan I (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), hlm. 2. 19
Dorland, Kamus Kedokteran, cetakan I (Jakarta: Buku Kedokteran, 2002), hlm. 6.
20
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi; Hukum Islam, jilid 1, (Jakarta: Ichtiar baru Van Hoove, 1996), hlm. 8. 21
M. Nu‟aim Yasin, Fiqh Kedokteran, hlm. 193.
16
imlash (menyingkirkan). Dalam hal ini Ijhadh (aborsi) lebih menitik beratkan pada pengertian pengguguran kandungan yang kurang masanya atau kurang kejadiannya atau mengeluarkan janin secara paksa sebelum waktunya, baik aborsi ini dilakukan dengan sengaja atau tidak.22 Sedangkan aborsi secara umum adalah berakhirnya suatu kehamilan oleh akibat-akibat tertentu sebelum buah kehamilan tersebut mampu untuk hidup diluar kandungan. Ensiklopedia Indonesia memberikan pengertian tentang aborsi, yakni pengakhiran kehamilan sebelum masa gestasi 28 minggu atau sebelum janin mencapai berat 1.000 gram. Definisi lain menyatakan, aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi23 pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Kemudian dalam sejarah pemikiran fikih Islam, persoalan aborsi atau pengguguran kandungan (dalam bahasa fikih disebut al Ijhad atau alhaml) telah mendapatkan perhatian yang sangat serius. Ensiklopedi fikih terbitan Kuwait mendefinisikan aborsi sebagai membuang janin dalam kandungan sebelum berbentuk manusia atau sebelum masanya, baik secara spontan atau dengan sengaja.24
22
Abbas Syauman, Hukum Aborsi dalam Islam, (Jakarta: Cendekia Centra Muslim, 2004), hlm. 59. 23
Konsepsi adalah hasil proses pembuahan sel sperma pada telur yang kita kenal dengan istilah fertilisasi. Periode ini adalah awal terjadinya kehamilan pada seorang wanita. Sang calon ibu mungkin tidak menyadari proses ini terjadi dalam tubuhnya, karena tidak ada perubahan atau gangguan yang dirasakan ibu. Akan tetapi, periode ini sampai trimester pertama (tiga pertama) adalah masa yang sangat penting dan kritis bagi perkembangan janin, karena merupakan masa pembentukan awal yang sangat memengaruhi pertumbuhan dan kehidupan janin selanjutnya sampai lahir. 24
Hussein Muhammad, Agama Islam Ramah Perempuan: Pembelaan Kyai Pesantren,
hlm. 276.
17
Istilah lain menyebutkan aborsi dengan menstrual regulation yakni, pengaturan menstruasi, datang bulan atau haid. Dalam praktiknya dilaksanakan pada seorang wanita yang merasa terlambat menstruasi dan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratoris ternyata positif dan mulai mengandung. Oleh karena itu aborsi dan menstrual regulation pada hakikatnya adalah pembunuhan janin yang terselubung.25 Namun pada dasarnya aborsi sendiri dapat juga terjadi secara spontan, misalnya akibat kelainan fisik wanita, akibat biomedis internal atau karena campur tangan manusia. Aborsi dalam bentuk terakhir, yakni adanya campur tangan manusia dapat dilakukan dengan cara meminum obat-obatan atau dengan mengunjungi dokter dan meminta pertolongan untuk mengakhiri kehamilannya, baik dengan cara mengosongkan isi rahim melalui proses penyedotan ataupun dengan cara melebarkan leher rahim dan menguret isinya. Lain halnya dengan aborsi spontan yang terjadi akibat faktor-faktor biomedis internal yang sering disebut dengan keguguran yang terjadi di luar kemampuan manusia. Dengan demikian dari berbagai pengertian di atas dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan aborsi adalah setiap tindakan yang diambil dengan tujuan meniadakan janin dari rahim wanita dan adanya pemaksaan kelahiran sebelum masa alamiah kelahiran.
B. Macam-macam Aborsi. Dalam dunia kedokteran dikenal 3 macam aborsi, yaitu :
25
http:// adipsi. Blogspot.com/ 2010/ 06/ aborsi.html, diakses pada tanggal 5 Mei 2011.
18
1. Aborsi spontan (alamiah) atau Abortus spontaneu, berlangsung tanpa tindakan apapun akibat kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma. 2. Aborsi buatan (sengaja) atau Abortus Provocatus Criminalis, yakni pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram sebagai suatu akibat tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun pelaku aborsi( dukun, dokter, bidan ). 3. Aborsi Terapeutik (Medis) atau Abortus Provocatus Therapeuticum, yakni pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi medik.26 Aborsi spontan (alamiah) atau abortus spontaneu dalam ilmu kedokteran dibagi menjadi 5 jenis aborsi : a. Abortus Minens (terancam) Yaitu terancamnya suatu kehamilan untuk gugur pada keadaan ini terdapat pendarahan pada vagina tetapi janin masih hidup dan mulut rahim masih tertutup. b. Abortus Insipiens (sedang berlangsung) Yaitu gagalnya suatu kehamilan yang ditandai dengan keluarnya darah dan janin sudah mati, biasanya mulut rahim masih tertutup. c. Abortus Inkomplitus (aborsi tidak lengkap) Yaitu keluarnya sebagian jaringan konsepsi (ari-ari janin), sementara sebagian yang lain masih ada di dalam rahim, dan tidak mungkin bertahan di dalam perut ibu karena tidak ada kehidupan di dalamnya. d. Abortus Komplitus (aborsi lengkap)
26
http://kelompok 9-aborsi. Blogspot.com, diakses pada tanggal 6 Juni 2011.
19
Yaitu keluarnya seluruh hasil konsepsi secara sempurna. Aborsi ini dilakukan sebelum dua puluh delapan minggu kehamilan, meskipun janin hidup. e. Missed Abortion (aborsi tersembunyi) Yaitu janin meninggal dan bertahan di dalam rahim. Biasanya belum ada pendarahan.27 Sedangkan aborsi dalam literatur fikih digolongkan menjadi lima macam, diantaranya : a. Al-isqath al-dzaty (aborsi spontan). Yaitu aborsi yang disebabkan janin gugur secara alamiah tanpa adanya pengaruh dari luar, atau gugur dengan sendirinya. b. Al-isqath al-dharury atau al-„ilajiy (aborsi karena darurat atau pengobatan). c. Khata‟ (aborsi karena khilaf atau tidak disengaja). d. Syibh „amd (aborsi yang menyerupai kesengajaan). e. Al-„amd (aborsi sengaja dan terencana).28
C. Faktor-faktor Penyebab Aborsi. Faktor penyebab terjadinya aborsi pada kehamilan dilakukan karena adanya kehamilan tersebut tidak dikehendaki, biasanya terjadi pada perempuan yang hamil dalam perkawinan yang sah, hamil di luar nikah atau karena hamil yang dialami oleh anak remaja. Penyebab kehamilan tersebut dilatarbelakangi 27
Marzuki Umar Sa‟abab, Perilaku Seks Menyimpang dan Seksualitas kontemporer Umat Islam (Yogyakarta: UII Press, 2001), hlm. 80. 28
Maria Ulfah Anshor, Fiqh Aborsi wacana penguatan Hak Reproduksi Perempuan,cet I (Jakarta: Kompas, 2006), hlm. 38- 40.
20
oleh bermacam-macam hal, diantaranya adalah hubungan yang dilakukan secara normal dengan didasari suka sama suka tanpa menggunakan alat pengaman (kontrasepsi) atau menggunakan alat pengaman yang gagal. Penyebab lain adalah karena faktor pemaksaan hubungan seksual diatas ancaman para pelaku perkosaan baik dilakukan oleh kerabat dekatnya yang sedarah (incest) maupun oleh orang lain yang tidak diketahui identitasnya. Adapun berbagai alasan yang menyebabkan seorang wanita melakukan tindak aborsi diantaranya adalah : a. Karena telah mempunyai anak yang cukup banyak. b. Kehamilan yang dialami sangat berbahaya bagi kesehatan
yang
bisa
mengancam jiwanya. c. Tidak adanya pasangan yang bisa membantu didalam membesarkan kehidupan anaknya. d. Karena karier didalam pekerjaan dan pendidikan. e. Hamil yang disebabkan karena perkosaan. f. Adanya paksaan untuk melakukan tindak aborsi. g. Keadaan bayi yang dikandung dimungkinkan lahir dalam keadaan cacat yang berat.29 Sumber lain menyebutkan, faktor yang paling penting adalah: a. Tujuan menggugurkan janin karena takut miskin atau penghasilan yang tidak memadai. b. Sebab ibu khawatir anak yang tengah disusuinya terhenti mendapatkan ASI. 29
Zuhairi Misrawi, Dari Syari‟at Menuju Maqoshid Syariat, cet I, (Jakarta: KKIJ,2003),
hlm. 115.
21
c. Takut janin tertular penyakit yang diderita ibu atau ayahnya. d. Kekhawatiran terhadap kelangsungan
kehamilan yang membahayakan
kesehatan ibu . e. Niat menggugurkan janin pada kandungn kehamilan yang tidak disyariatkan akibat perzinaan.30 Selain itu dapat diketahui juga bahwa perbuatan pengguguran kandungan bisa terjadi atas tiga kemungkinan, yaitu: 1. Dengan perkataan, seperti gertakan, intimidasi yang kemudian bisa mengakibatkan gugurnya kandungan. 2. Dengan perbuatan, seperti memukul atau memberi minuman obat kepada perempuan yang sedang mengandung, atau bahkan memasukkan benda yang aneh kedalam rahim. 3. Dengan sikap yang tidak berbuat, sebagaimana tidak memberi makan dan minum
terhadap perempuan
yang sedang mengandung, sehingga
kandungannya menjadi lemah dan gugur.31 Hal-hal diatas menunjukkan bahwa tindakan aborsi tidak dapat dilihat dari faktor medis saja namun juga karena adanya faktor sosial lain yang melingkupinya, sebagaimana faktor ekonomi yang seringkali mendasari keinginan untuk melakukan aborsi. Faktor ekonomi merupakan faktor yang paling menonjol terutama pada kasus kehamilan yang tidak diinginkan, baik disebabkan karena pernikahan yang sah atau akibat dari perkosaan.
30
31
Abbas Syauman, Hukum Aborsi dalam Islam, hlm. 60. Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm.
221.
22
Sedangkan beberapa faktor lain yang menjadikan seorang dokter melakukan tindak aborsi pada seorang ibu adalah: a. Atas indikasi medis, yakni adanya pandangan dari tim medis bahwa nyawa ibu
yang
mengandung
tidak
dapat
tertolong
bila
kandungannya
dipertahankan, sebab ibu yang mengandung tersebut telah mengidap berbagai penyakit yang berbahaya, diantaranya adalah: - Penyakit paru-paru; - Penyakit jantung; - Penyakit ginjal; - Penyakit Hypertensi dan sebagainya. b. Indikasi sosial, yakni tindakan aborsi yang didasarkan karena didorong oleh faktor finansial. - Karena seorang ibu sudah menghidupi beberapa orang anak, sedangkan ia termasuk hidup dalam kemiskinan. - Wanita yang hamil disebabkan oleh hasil pemerkosaan seorang pria yang tidak mau bertanggung jawab. - Karena malu, sebab dihamili oleh pria yang bukan suaminya.32 Sebuah fakta, telah disebutkan dalam buku karangan Maria Ulfah Anshor, Fiqih Aborsi Wacana Penguatan Hak Reproduksi Perempuan dengan menggunakan variable pasien dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa jumlah terbesar dari mereka adalah perempuan yang telah menikah. Sebagaimana hasil penelitian dari kota Surabaya yang menyebutkan angka di atas 60% adalah 32
Mahjudin, Masailul Fiqh, jilid 1, (Jakarta: Kalam Mulia, 1990), hlm.78.
23
ibu rumah tangga, sedangkan sisanya 40% adalah perempuan usia remaja. Data lain dalam penelitian di Bali menyebutkan pasien aborsi perempuan yang sudah menikah mencapai prosentase 72 %. Sedangkan penelitian dari Population Council terhadap kilnik pemerintah dan swasta di Jakarta pada tahun 1996-1997 menyebutkan 98,9 % klien yang melakukan aborsi adalah perempuan yang telah menikah dan telah mempunyai anak.33 Namun dewasa ini maraknya praktek aborsi ilegal tampaknya disebabkan semakin banyak terjadi kehamilan yang tidak diinginkan. Kehamilan tersebut baik akibat perkosaan atau pergaulan bebas. Di negara-negara Islam melakukan upaya medis untuk mencegah kehamilan pada wanita korban perkosaan merupakan suatu masalah. Tidak mudah bagi mereka untuk melaporkan perkosaan yang menimpanya, sebab mereka takut akan diasingkan dari kehidupan sosial. Meskipun dalam berbagai pendapat banyak pakar yang mengatakan tindakan mengasingkan korban perkosaan merupakan perbuatan yang tidak Islami, tetapi dalam kenyataannya masyarakat cenderung menganggap mereka rendah dan bahkan peluang mereka untuk menikahpun akan terancam. Terjadinya kehamilan karena perkosaan, secara medis memang sangat sedikit sebagaimana yang telah disebutkan dalam buku karangan Maria Ulfah Anshor. Namun kita tidak dapat mengesampingkan begitu saja kemungkinan tersebut. Apalagi kondisi sosial di negara-negara Islam yang tidak memberikan kesempatan kepada korban perkosaan untuk mendapatkan pertolongan medis guna mencegah kehamilan. Dengan sebuah alasan dikarenakan tenaga medis tidak 33
Maria Ulfah Anshor, Wacana Penguatan Hak Reproduksi Perempuan, hlm. 44.
24
mau mengambil resiko melakukan tindakan pelayanan aborsi kecuali atas indikasi medis. Padahal jika tindak pemerkosaan itu mengakibatkan kehamilan, tentu saja kehamilan itu akan berakhir dengan mencari penggugur kandungan karena kehamilan yang tidak diinginkan. Dalam kehidupan sosial, hamil akibat perkosaan merupakan masalah dilematis. Di satu sisi tidak adil jika wanita korban perkosaan meneruskan kehamilannya sampai tiba saatnya melahirkan dan anak-anak yang dilahirkan diberi label anak haram. Sebab pada prinsipnya kehamilan itu seharusnya terjadi karena pilihan bukan karena paksaan. Hal itu berarti memaksanya agar tetap hamil dapat menimbulkan trauma bagi wanita itu sendiri dan juga keluarganya.
D. Akibat yang ditimbulkan setelah tindakan aborsi Beberapa akibat yang dapat timbul setelah tindak aborsi, yaitu: 1. Pendarahan sampai menimbulkan shock dan gangguan neurologis/syaraf dikemudian hari, akibat lanjut dari pendarahan adalah kematian. 2. Infeksi alat reproduksi yang dilakukan secara tidak steriil, akibat dari tindakan ini adalah kemungkinan seorang remaja yang usianya masih dini akan mengalami kemandulan dikemudian hari setelah menikah. 3. Risiko terjadinya ruptur uterus (robek rahim) besar dan penipisan dinding rahim akibat kuretasi. Akibatnya dapat juga menjadikan kemandulan karena rahim yang robek harus diangkat seluruhnya.
25
4. Terjadinya fistual genital traumatis, yaitu timbulnya suatu saluran yang secara normal tidak ada yakni saluran antara genital dan saluran kencing atau saluran pencernaan.34 Adapun resiko lain yang akan dialami oleh wanita yang melakukan aborsi adalah: 1. Resiko kesehatan dan keselamatan secara fisik. 2. Resiko gangguan psikologis. Resiko kesehatan dan keselamatan secara fisik. Pada saat melakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi ada beberapa resiko yang akan dihadapi seorang wanita, seperti yang dijelaskan dalam buku “Facts of Life” yang ditulis oleh Brian Clowes, Phd yaitu: - Kematian mendadak karena pendarahan yang hebat. - Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal. - Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan. - Rahim yang sobek (Uterine Perforation). - Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya. - Kanker payudara karena ketidak seimbangan hormon estrogen pada wanita. - Kanker indung telur (Ovarian Cancer). - Kanker leher rahim (Cervical cancer). - Kanker hati (Liver Cancer).
34
http://www.rajawana.com/artikel.html/227-aborsi.pdf.htm, diakses pada tanggal 11 Mei
2011.
26
- Kelainan pada plasenta/ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya - Menjadi
mandul/tidak
mampu
memiliki
keturunan
lagi
(Ectopic
Pregnancy). - Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease). - Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis). Resiko kesehatan mental/psikologis. Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki resiko tinggi dari segi kesehatan dan keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga memiliki dampak yang sangat hebat terhadap keadaan mental seorang wanita. Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai “post-Aborstion Syndrome” (Sindrom Paska-Aborsi) atau PAS. Gejala-gejala ini dicatat dalam “Psychological Reactions Reported After Abortion” di dalam penerbitan The Post-Abortion Review (1994). Pada dasarnya seorang wanita yang melakukan aborsi akan mengalami hal-hal sebagai berikut: - Kehilangan harga diri (82%) - Berteriak-teriak histeris (51%) - Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi (63%) - Ingin melakukan bunuh diri (28%) - Mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang (41%) - Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual (59%) .35
35
http://aborsi.org.com/resiko htm.tembolok, diakses pada tanggal 15 Mei 2011.
27
Selain itu faktor terpenting yang berpengaruh terhadap resiko kematian akibat aborsi adalah stadium kehamilan pada saat dilakukannya aborsi. Sebuah penelitian terhadap 1890 wanita di Santiago Chili menemukan 47% wanita yang menjalani aborsi pada bulan ketiga dan kelima kehamilan berakhir dengan perawatan di RS dibanding 18% wanita yang menjalani aborsi selama bulan pertama kehamilan.36
36
R. F. Maulany, Pencegahan Kematian Ibu Hamil (Jakarta: Binarupa Aksara , 1994),
hlm. 112.
28
BAB III ABORSI TERHADAP KASUS PERKOSAAN DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM
A. Beberapa Pandangan Ulama’ Mengenai Aborsi. Berdasarkan periodesasi perkembangan janin dalam rahim sebagaimana pendapat para ahli hukum Islam bahwa perubahan janin menjadi manusia terjadi setelah bulan keempat atau 120 hari dari kehamilan. Dalam bahasa Arab istilah janin diartikan dengan sesuatu yang di selubungi atau di tutupi. Atas dasar itu janin berarti sesuatu yang akan terbentuk dalam rahim wanita dari saat pertumbuhan sampai kelahirannya. Sesuai dengan firman Allah swt :
Artinya : ” Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah, kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim), kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.” (Q.S. al-Mu‟minuun: 12-14).
29
Pada ayat di atas telah disebutkan, bahwa tahap reproduksi manusia itu dimulai dari sari pati air mani, darah, daging, hingga dihembuskanya ruh, sampai menjadi manusia sempurna. Walaupun dalam proses reproduksi itu al-Qur‟an tidak menyebutkannya secara rinci. Namun yang jelas al-Qur‟an memuliakan makhluk manusia dengan menetapkan bahwa dalam dirinya terdapat tiupan ruh dari sang pencipta. Peniupan ruh ke dalam janin itu terjadi setelah melewati 3 x 40 hari (120) hari keberadaan janin di dalam rahim. Para ahli tafsir menyebutkan bahwa, mulai tahap ini terjadi perubahan benda dalam rahim dari tidak berkehidupan menjadi berkehidupan. Perubahan ini dalam al-Qur‟an disebut dengan mahkluk yang lain (khalqan akhar). Ini merupakan periode akhir terbentuknya manusia dalam rahim, sebagaimana disabdakan Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas‟ud :
ْٟ فٛى٠ ُ رٌه ػٍمح ِصً رٌه شْٟ فٛى٠ ُ ش,ِاٛ٠ ٓ١ تطٓ أِٗ أستؼٟجّغ خٍمٗ ف٠ ُئْ أدذو ,ٍٗأجٚ,ٗتىرة صل,إِش تأستغ وٍّاخ٠ٚ ,حٚٗ اٌش١ٕفخ ف١شعً اٌٍّه ف٠ ُرٌه ِضغح ِصً رٌه ش .ذ١عؼٚ أ,ٟعمٚ ,ٍّٗػٚ )ٍُاٖ اٌّغٚ(س Artinya : “ Setiap kamu dikumpulkan dalam rahim ibumu selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi segumpal darah dalam masa empat puluh hari, kemudian berubah menjadi gumpalan daging juga dalam masa empat puluh hari, setelah itu Allah mengutus Malaikat untuk melengkapi empat hal yaitu, rezeki, ajal, sengsara dan bahagia dan kemudian meniupkan ruh kedalamnya.” (HR. Muslim).37
37
Imam Abi zakariya Yahya bin Syaraf al Nawawi ad-Dimasqi Syarkh al Nawawi Sahih Muslim, jilid XIII , hlm. 163.
30
Sebagai konsekuensinya, para ahli hukum Islam dengan melalui ijma‟ tidak membolehkan aborsi pada usia kehamilan di atas usia empat bulan. Artinya tindakan aborsi yang dilakukan melebihi batas usia tersebut dihukumi haram. Namun demikian terdapat perbedaan di kalangan para imam madzhab pada usia kehamilan dibawah usia empat bulan diantaranya adalah : Madzhab Hanafi : Madzhab Hanafi membolehkan aborsi sampai habisnya bulan keempat yakni sampai usia kehamilan 120 hari. Dan mereka juga memberikan hak kepada kaum wanita disertai alasan yang jelas untuk apa aborsi itu dilakukan, tentunya hal ini atas seizin suaminya. Dasar pertimbangan dari kalangan madzhab Hanafi tentang kebolehan tersebut adalah sebelum ditiupkannya ruh atau diberi nyawa janin tidak tergolong sebagai manusia.38 Dalam hasyiah ibnu abidin melalui kitab radd al-muhtar „alaa ad-daar al-muhtar syarh tanwir al-abshor menyebutkan :
ٓ٠ػششٚ ْ راٌه االّتؼذ ِائحٛى٠ ٌٓىٚ رخٍّك ِٕٗ شئ٠ ٌُثاح االعماط تؼذاٌذًّ ِا٠ ًرذمك تاٌّشا٘ذج لث٠ ك١ٍغٍظ ألْ ذخٛٙاال فٚ حٚك ٔفخ اٌش١ٍا تاٌرخُٚ اسادٙٔ اٝ٘زالرضٚ ٘زٖ اٌّذج Bahwa perempuan diperboleh melakukan sesuatu hal, dengan mengeluarkan darah selama kehamilan masih dalam tahap mudhghah atau „alaqah yang belum berbentuk. Hal itu tentunya tidak terjadi kecuali setelah janin berusia seratus dua puluh hari, sebab pada saat itu penciptaan telah sempurna dan siap ditiupkan ruh.
38
M. Nu‟aim Yasin, Fiqih Kedokteran, hlm. 202.
31
Jika tidak demikian adalah pendapat yang salah, karena penciptaan benar-benar terjadi dengan disaksikan sebelum fase ini.39 Sedangkan alasan melakukan aborsi yang dimaksud antara lain adalah seperti tiadanya air susu ibu ketika dalam keadaan hamil, padahal ia mempunyai bayi yang memerlukan ASI sedangkan suaminya tidak mampu mempersiapkan susu untuk anaknya. Alasan inilah yang dikhawatirkan akan mengalami kesulitan besar bila bayi yang lahir tidak menyusu.40 Dengan demikian tindakan melakukan aborsi menurut pendapat di atas tidak dilarang, ketika terdapat alasan yang jelas dan dalam keadaan darurat. Dasar pertimbangan tentang kebolehan tersebut adalah sebelum ditiupkan ruh janin tidak tergolong sebagai manusia. Oleh karena itu tidak ada larangan untuk menggugurkannya.
Madzhab Syafi’i : Dalam kitab muhadzdzab disebutkan bahwa :
ّ جٛذ أستغ ٔغٙ فشٟ اٙ١أْ ف ّ ِسجاألدٛا طٙ١ش فٙئْ ضشب تطٓ اِشأج فأٌمد ِضغح ٌُ ذظٚ ّ ّ .ٓ٘ش١غ ذسن٠ذسوٓ ِٓ رٌه ِاال٠ ٓٙٔأل اٌغشج ّ اٙ١جثد فٚ ٟ ّ ِسج األدٛط Apabila perut perempuan dipukul lalu menggugurkan mudhghah yang belum nampak bentuk manusia-nya, namun ada empat perempuan bersaksi bahwa
39
Hasyiyah Ibnu Abidin, Radd Al-Mukhtar, jilid I (Libanon,Bairut : Daar al-Fikri),
hlm.302. 40
M. Quraish Shihab, Perempuan dari Cinta sampai Seks dari Nikah Muth‟ah sampai Nikah Sunah dari Bias Lama sampai Bias Baru (Jakarta: Lentera Hati, 2005), hlm. 235.
32
bentuk manusianya telah nampak, maka wajib dikenakan gharrah41 padanya, karena mereka mengetahui apa yang tidak diketahui oleh selain perempuan.42 Lain halnya dalam kitab Ihya‟ „Ulum add-din karya imam al-Ghozali disebutkan :
افغادٚ اج١ي اٌذٛذغرؼذ ٌمثٚ ذخرٍظ تّاء اٌّشأجٚ ُ اٌشدٟد أْ ذمغ إٌطفح فٛجٌٛي ِشاذة اٚاٚ ّ خٛاعرٚ حٚٗ اٌش١ئْ ٔفخ فٚ ح أفذش٠ػٍمح وأد اٌجٕاٚ ح فاْ طاسخ ِضغح٠راٌه جٕا ا ئأّا لٍٕا ِثذاء١ح تؼذ اإلٔفظاي د٠ اٌجٕاٝ اٌرفادش فِٕٝٙرٚ ح ذفادشا٠اٌخٍمح ئصدادخ اٌجٕا ٌذ الًٌٛ ألْ ا١ٍض ِٓ اإلدٚس اٌخش١ اٌشدُ الِٓ دٟ فٌّٕٝع اٛلٌٛس ا١د ِٓ دٛجٌٛعثة ا ؼا١ّٓ ج١جٚدذٖ تً ِٓ اٌضٚ ً اٌشجِٕٝ ِٓ خٍك٠ Bahwa tingkatan wujud itu terjadi ketika nuthfah di dalam rahim dan bercampur dengan air mani perempuan yang membutuhkan sebuah kehidupan. Merusaknya adalah sebuah kejahatan dan jika sudah menjadi segumpal darah dan daging, maka kejahatan itu lebih keji dan jika telah ditiupkan ruh dan telah menjadi ciptaan yang sempurna, maka kejahatan itu menjadi lebih keji dan kejahatan yang paling keji dalam hal ini adalah jika melakukan pembunuhan anak yang sudah dilahirkan. Menurut saya (al-Ghazali) bahwa, sebab terjadinya awal pembentukan wujud ini adalah karena masuknya air mani ke dalam rahim, bukan karena keluar dari saluran air kencing. Sebab anak tidak tercipta dari air mani laki-laki semata melainkan dari suami istri.43 Namun demikian perlu dipahami
41
Gharrah adalah seorang budak laki-laki atau perempuan pilihan dengan syarat sudah tamziz dan terhindar dari cacat yang permanen baik berkulit putih atau hitam. 42
Syaikh Imam Abi Ishaq Ibrahim, Al Muhadzdzab, jilid II (Semarang : Toha Putra), hlm.
197. 43
Al-Ghozali, Ihya‟ Ulum ad-din, juz II (Semarang: Toha Putra), hlm 53.
33
bahwa pendapat beliau dalam kitab ini tidak menutup kemungkinan pendapatnya berbeda dengan pendapat sebelumnya. Dengan demikian setidaknya dapat dipahami pula bahwa diantara para pengikut madzhab syafi‟i berpendapat, penciptaan itu mulai terjadi pada fase mudhghah, walaupun terkadang berbentuk jelas ketika keguguran terjadi pada akhir fase mudhghah dan terkadang tidak jelas ketika keguguran itu terjadi pada awal fase mudhghah. Madzhab Hambali : Dalam kitab Al Mughni karya Ibnu Qudamah disebutkan bahwa:
ّٗٔٗ ألّٔا الٔؼٍُ أ١ئ ف١ فال شٟ ّ ِسج أدٛٗ ط١ظ ف١ٌش فاْ اعمطد ِاٙظ٠ ٌُجة ضّأٗ ئرا٠ ٌُ ّٗٔذخ أٙئْ شٚ ,غشج ّ ٗ١ّح فف١سج خفٛٗ ط١اتً أْ فٛذ شماخ ِٓ اٌمٙئْ أٌمد ِضغح فشٚ ,ٓ١ٕج جة٠ ٍُس فٛرظ٠ ٌُ ّٗٔٗ أل١ئ ف١ّا الشٙ أطذ:ْاٙجٚ ٗ١س ففٛ تظٟ تمٌٛ ٟ ّ ّ ِِثرذاءاٌخٍك أد غشج ألّٔٗ ِثرذاء خٍك ّ ٗ١ فٝٔاٌصاٚ ا تاٌشهٍٙألّٔٗ أالطً تشاءجاٌزِح فال ٔشغٚ ٗ واٌّؼٍمح١ف .اٌؼٍمحٚ ثطً تإٌطفح٠ ٘زاٚ ,سٛذظٌِٛا ٗ أشثٟ ّ ّ ِأد Tidak wajib menanggung ketika belum adanya kejelasan, sebab dalam hal ini kita tidak mengetahui bentuk janin tersebut. Namun jika menggugurkan mudhghah, kemudian beberapa saksi terpercaya bersaksi bahwa adanya bentuk manusia yang tidak jelas, maka berlaku gharrah padanya. Kemudian jika mereka bersaksi bahwa kondisi tersebut merupakan awal penciptaan manusia maka ada dua pendapat. Pendapat yang paling shohih mengatakan tidak berlakunya gharrah karena belum terbentuk sehingga tidak adanya kewajiban apa pun, sebagaimana pada fase „alaqah.44
44
Syamsu ad-Diin Ibnu Qudamah, Al Mughni, jilid. IX (Libanon, Beirut: Daar al-Fikri),
hlm. 540.
34
Dari teks di atas disebutkan bahwa pembentukan janin menurut para pengikut madzhab Hambali terjadi pada fase mudhghah bukan sebelumnya. Demikian juga pendapat ini senada dengan pendapat dari para pengikut madzhab Hanafi dan madzhab Syafi‟i. Hanya saja terdapat perbedaan di antara mereka dalam menetapkan batasan umur kandungan yang boleh digugurkan. Sebagian mereka membatasi pada umur 40 hari, sebagian yang lain pada usia 80 hari, sementara sebagian yang lain lagi pada usia 120 hari. Madzhab Maliki : Para pengikut madzhab Maliki mereka berpendapat bahwa awal pembentukan janin dimulai dari fase mudhghah hal ini bisa dilihat dari beberapa teks dari para pengikut kalangan Malikiyah diantaranya adalah: Dalam Bidayah al-Mujtahid karya Ibnu Rusyd disebutkan:
ٚجة اٌغشج فماي ِاٌه وً ِاطشدرٗ ِٓ ِضغح اٛ ذٝ اٌخٍمٗ اٌرٟا ِٓ ٘زاٌثاب فٛادرٍفٚ ؼرثش٠ ْد أٛاألجٚ ٓ اٌخٍمح١ ذغرثٝٗ در١ الشئ ف: ٝلاي اٌشافؼٚ اٌغشج ّ ٗ١ٌذ ففٚ ٗٔػٍمح ِّا أ ّ ٍُّاٌغشج ئراػ .ٗ١جذخ فٚ اج لذ وأد١اْ اٌذ ّ ٗ١ْ ذجة فٛى٠ ْ إٔٝٗ أػ١ح فٚٔفخ اٌش
Bahwa para „ulama berselisih pendapat mengenai masalah khalqah yang mengakibatkan hukum gharrah. Imam Malik mengatakan bahwa setiap mudhghah atau „alaqah yang diketahui bakal anak kemudian digugurkan, maka akan berlaku gharrah padanya.45 Landasan hukum yang digunakan sebagai argumentasi bagi ulama-ulama Malikiyah adalah dua hadits Nabi sebagai berikut:
45
Ibnu Rusyd Al-Hafidz, Bidayah Al-Mujtahid, jilid II,(Daar al-kutub al-Islamiyah), hlm.
312.
35
ْٟ فٛى٠ ُ ش, رٌه ػٍمح ِصً رٌهْٟ فٛى٠ ُ ش,ِاٛ٠ ٓ١ تطٓ أِٗ أستؼٟجّغ خٍمٗ ف٠ ُئْ أدذو ,ٗ تىرة سصل,إِش تأستغ وٍّاخ٠ٚ ,حٚٗ اٌش١ٕفخ ف١شعً اٌٍّه ف٠ ُرٌه ِضغح ِصً رٌه ش .ذ١عؼٚ أ,ٟعمٚ ,ٍّٗػٚ ,ٍٗأجٚ )ٍُاٖ اٌّغٚ(س
Artinya : “Dari Abi Abd Rahman Abdillah bin Mas‟ud RA berkata: Rasulullah menceritakan kepada kami bahwa sesungguhnya seseorang dari kamu kejadiannya dikumpulkan dari perut ibumu selama 40 hari berupa nuthfah, kemudian menjadi segumpal darah (alaqah) dalam waktu yang sama, kemudian menjadi segumpal daging (mudhghah) juga dalam waktu yang sama. Sesudah itu malaikat diutus untuk meniupkan roh ke dalamnya dan diutus untuk melakukan pencatatan empat perkara, yaitu mencatat rizkinya, usianya, amal perbuatannya dan celaka atau bahagia” (HR. Muslim).46
ّٝٔ فا,ش ػًّ ؟ فماي ٌٗ اٌشجً أذؼجة ِٓ راٌه١ سجً تغٝشم٠ ف١وٚ :د فمايٛ ِغؼٟػٓ ات ,ا ٍِىاٙ١ٌ تؼس هللا ا,ٍح١ٌ ْٛاستؼٚ ْ اراِش تٕطفح شٕرا,ٍُعٚ ٗ١ٍ هللا ػٍّٝي هللا طٛعّؼد سع ستّهٝمض١ فٟاروش اَ أص ا سب ؟٠ ا شُ لايِٙػضاٚجٍذَ٘اٚ تظش٘اٚ اٙخٍك عّؼٚ س٘اٛفظ ُ ّ ّاسب٠ يٛم٠ ُّ ىرة اٌٍّه ش٠ٚ ي سته ِاشاءٛم١ ف,ٍٗاسبّ اج٠ يٛم٠ ُّ ش,ىرة اٌٍّه٠ٚ ,ِاشاء ٍٝذ ػ٠ض٠ذٖ فال٠ ٟفح ف١خشض اٌٍّه تاٌظذ٠ ُّ ش,ىرة اٌٍّه٠ٚ , ستّه ِاشاءٝمض١ ف,ٗسصل .ٕمض٠ الٚ ِااِش Artinya : “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda bahwa apabila nuthfah telah melewati empat puluh dua hari, Allah mengutus malaikat untuk 46
Imam Abi zakariya Yahya bin Syaraf al Nawawi Ad-Dimasqi, Syarkh al Nawawi Sahih Muslim jilid XIII , hlm. 163.
36
membentuk rupanya, menjadikan pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnyadan tulangnya, kemudian malaikat bertanya: Wahai Tuhanku apakah dijadikan laki-laki atau perempuan? Lalu Allah menentukan apa yang dikehendaki, lalu malaikat itu pun menulisnya”. (HR. Muslim)47 Selain hadits di atas diantara nash syar‟iyyah (ketetapan syari‟at) yang menunjukkan pembentukan janin sebelum fase mudhghah adalah takhrij AthThabrani dari hadits Malik bin Al Huwairits, bahwa Nabi saw bersabda:
فجاِغ,عٍُّ ئرا أساد خٍك ػثذٚ ٗ١ٍ هللا ػٍٟي هللا طٛ لاي سع: شز لاي٠ٛػٓ ِاٌه تٓ د ٌٗ ٌَٝ اٌغاتغ أدضش هللا ذؼاٛ٠ ْ فارا وا,إِٙ ٛػضٚ و ًّ ػشقٝاٌشجً اٌّشأج طاسا ِاؤٖ ف سج ِاشاء س ّوثهٚ صٞ ّ أٝٓ أدَ ش ُّ لشأ ف١تٚ ٕٗ١و ًّ ػشق ت Artinya : “Apabila Allah hendak menciptakan seorang hamba, maka Dia menjadikan laki-laki bersetubuh dengan perempuan, sperma laki-laki memancar di setiap benih dan anggota tubuh perempuan, pada hari ketujuh Allah menghimpunnya dan menghadirkannya disetiap keturunan diantaranya dan diantara Adam dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuhmu.”48
Hal ini tentunya memberi sebuah pemahaman juga bahwa pernyataan madzhab Maliki terhadap pembentukan janin yang dimulai pada fase mughgah berakibat pada pengharaman pengguguran janin, meskipun masih dalam bentuk nuthfah atau „alaqah. Sebagaimana ulama lainnya, mereka juga berpendapat bahwa janin bukanlah manusia sebelum ditiupkan ruh kedalamnya. Meskipun
47
Imam Abi zakariya Yahya bin Syaraf al Nawawi Ad-Dimasqi, Syarkh al Nawawi Sahih Muslim jilid XIII, hlm. 163. 48
Abi al-Qosim Sulaiman bin Ahmad bin Ayub, Al Mu‟jam Ash-Shaghir, Tabrani, jilid I ( Beirut Dar al Fikri al Ilmiyyah), hlm. 41.
37
demikian karena sperma sekali tertuangkan dalam rahim kemudian ditumbuhkan untuk kemudian mendapatkan ruhnya maka ia harus dilindungi sepenuhnya. Demikian juga beberapa pendapat ulama‟ kontemporer sebagaimana Dr. Abdurrahman al-Baghdadi dalam bukunya yang berjudul “Emansipasi Adakah Dalam Islam” beliau juga berpendapat bahwa hukum syara‟ yang lebih kuat (rajih) adalah, jika aborsi dilakukan setelah 40 hari atau 42 hari dari usia kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan janin maka hukumnya haram. Sedangkan pengguguran kandungan yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (jaiz).49 Hal ini sesuai dengan pendapat kalangan Malikiyah, artinya hukumnya sama dengan hukum keharaman aborsi setelah peniupan ruh ke dalam janin. Yusuf Qardhawi juga mengatakan bahwa pada umumnya merujuk pada ketentuan hukum Islam, praktik aborsi adalah dilarang dan merupakan kejahatan terhadap mahluk hidup, oleh sebab itu hukumannya sangat berat bagi mereka yang melakukannya.50 Adapun dasar pembunuhan terhadap mahluk yang sudah bernyawa dalam kategori aborsi keharaman pembunuhannya antara lain didasarkan pada dalil-dalil syar‟i sebagai berikut:
49
Abdurrahman Al- Baghdadi, Adakah Emansipasi dalam Islam, hlm. 129.
50
Yusuf al-Qardhawi, al-Halal wa al-Haram fi al-Islam, (Kairo: Maktabah al-Wabah, 1980), hlm. 169.
38
Artinya : “ Katakanlah "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu Karena takut kemiskinan, kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya)”.( Q.S. al-An‟aam: 151)
Artinya : “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu Karena takut kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.” ( Q.S. al-Isra‟ : 31)
Artinya : ”Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh”, (Q.S. at-Takwiir: 8-9)
39
Berdasarkan dalil-dalil dalam ayat al-Qur‟an di atas maka terlihat jelas adanya keharaman terhadap tindakan pembunuhan, kaitannya dalam hal ini adalah aborsi pada kandungan yang bernyawa atau telah berumur 4 bulan, sebab dalam keadaan demikian berarti aborsi tersebut merupakan suatu tindak kejahatan pembunuhan yang diharamkan oleh hukum Islam.
B. Aborsi atas wanita yang telah diperkosa. Perkosaan merupakan salah satu bentuk perbuatan kejahatan terhadap kesusilaan yang hampir setiap hari berita tersebut menghiasi berbagai lembar surat kabar, baik perkosaan terhadap anak di bawah umur, perkosaan terhadap wanita dewasa maupun perkosaan terhadap wanita lanjut usia. Perkosaan pada dasarnya bisa terjadi karena berbagai macam sebab, baik karena pengaruh rangsangan lingkungan, seperti film atau gambar-gambar porno, dan karena keinginan pelaku untuk menyalurkan dorongan seksualnya. Selain itu juga didukung oleh situasi dan kondisi lingkungan maupun pelaku dan korban yang memungkinkan dilakukan pemerkosaan. Sehingga dalam hal ini kasus perkosaan setidaknya melibatkan
tiga hal yang tidak dapat dilepaskan satu sama lainnya, yakni :
Pelaku, Korban, Situasi serta Kondisi yang mendorong timbulnya suatu tindak perkosaan. Dampak kasus perkosaan itupun pada akhirnya akan mengakibatkan suatu Kehamilan Tidak Dikehendaki (KTD), selain mengalami trauma yang panjang bahkan seumur hidup, tidak dapat melanjutkan pendidikan, dan akan merasa malu ketika bersosialisasi dengan lingkungannya. Akibat yang buruk lagi
40
jika dikemudian hari anaknya lahir, masyarakat tidak akan menerima bahkan akan muncul stigma sebagai anak haram yang tidak boleh bergaul dengan anak-anak lain dilingkungannya. Kasus Kehamilan Tidak Dikehendaki (KTD) pada akhirnya akan berlanjut pada tindakan pengguguran janin (Aborsi), walaupun secara hukum dianggap sebagai tindakan kriminal, pelanggaran norma agama, susila dan sosial. Dengan uraian diatas tentunya
juga akan timbul sebuah pertanyaan,
apakah sebenarnya yang dimaksud dengan pemerkosaan dalam pandangan hukum Islam? Dalam pandangan hukum Islam bahwa setiap tindakan hubungan kelamin yang dilakukan di luar nikah maka disebut sebagai zina dan mengancamnya dengan hukuman, baik pelaku sudah nikah atau belum, dilakukan suka sama suka atau tidak suka. Sebaliknya, hukum positif tidak memandang semua hubungan kelamin di luar perkawinan sebagai zina. Zina dalam pandangan hukum positif hanyalah hubungan kelamin di luar perkawinan, yang dilakukan oleh orang-orang yang berstatus bersuami atau beristri, kecuali terjadi perkosaan atau pelanggaran kehormatan.51 Dalam pengertian lain perkosaan diartikan sebagai suatu usaha melampiaskan nafsu seksual oleh seorang lelaki terhadap seorang perempuan dengan cara yang menurut moral atau hukum yang berlaku adalah melanggar.52 Demikian juga disebutkan dalam kamus besar bahasa Indonesia, pemerkosaan adalah proses, cara, perbuatan memperkosa dan pelanggaran dengan kekerasan.53
51
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam , hlm. 3.
52
Eko Prasetyo, Suparman Marzuki, Perempuan Dalam Wacana Perkosaan (Yogyakarta: PKBI, 1997), hlm. 25. 53
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Jakarta : Balai Pustaka).
41
Pengertian di atas secara tidak langsung tentunya terdapat sebuah perbedaan yang sangat jelas antara wanita yang yang diperkosa, wanita yang melakukan zina, dan seks pergaulan bebas. Perbedaan tersebut disebabkan karena perkosaan melibatkan adanya usaha pemaksaan dan kekerasan. Dimana salah satu pihak, yakni wanita yang diperkosa sama sekali tidak memiliki kemauan untuk melakukannya, berbeda dengan perzinahan ataupun pergaulan bebas yang pada umumnya didorong oleh perasaan suka sama suka. Artinya wanita yang menjadi korban perkosaan tidak memiliki hubungan emosional dengan laki-laki yang memperkosanya sebab hubungan seksual itu terjadi bukan karena atas kemauannya. Atas dasar itu kemungkinan para ahli berpendapat bahwa kehamilan yang terjadi akibat perkosaan sangat kecil. Selain itu akibat dari pemaksaan dalam perkosaan tentunya akan menimbulkan kondisi traumatis. Kondisi tersebut akan lebih menjadi terasa jika wanita yang telah diperkosa mengalami kehamilan yang tidak diinginkan. Haruskah ia menanggung kegelisahan dengan menunggu lahirnya seorang anak dari orang yang telah memperkosanya dengan sebuah pengalaman yang traumatis. Di sisi lain, jika wanita korban pemerkosaan memilih aborsi berarti ia akan menghadapi ancaman hukuman karena melakukan suatu tindakan pidana. Tentunya dalam hal ini menjadi sebuah dilema bagi wanita yang telah menjadi korban pemerkosaan dan beban yang sangat berat jika harus ditanggung sendirian tanpa adanya perhatian dari berbagai aspek hukum. Kaitannya dalam hal ini adalah hukum Islam.
42
Kemudian bagaimanakah hukum Islam memberikan sisi perlindungan atas permasalahan yang demikian. Dalam kondisi traumatis seperti itu tidak menutup kemungkinan bahwa wanita yang hamil akibat perkosaan juga dapat mengalami stress akibat yang ditimbulkan oleh faktor-faktor psikososial, seperti kelainan kepribadian, gangguan kejiwaan yang juga dapat mendorong dirinya untuk menempuh jalan pintas dan mengakhiri kehidupan dengan cara bunuh diri. Dimana membinasakan diri sendiri dalam bahaya adalah sesuatu yang sangat dilarang oleh Islam sebagaimana firman Allah swt:
Artinya :“ Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”(Q.S. al-Baqarah :195)
Dari ayat di atas setidaknya menjelaskan bahwa merusak diri sendiri dalam suatu bahaya adalah sebuah tindakan yang haram, kaitannya dalam hal ini mencelakakan kehidupan ibu demi kelangsungan
janin adalah termasuk
mencelakakan diri sendiri, sehingga hukumnya haram. Walaupun dalam ayat tersebut berkenaan dengan masalah meniggalkan jihad dan perang serta meninggalkan infaq fi sabilillah, tetapi dapat juga ditarik sebuah pemahaman dari hukumnya (istinbath) bahwa menjerumuskan diri kedalam bahaya adalah suatu keharaman.54
54
Abdurrahman Al Baghdadi, Adakah Emansipasi Dalam Wanita, hlm. 135.
43
Selain itu juga disebutkan dalam sebuah hadits qudsi, Rasulullah saw bersabda sebagai berikut:
ّٗٗ ػٓ ست٠ٚش٠ ّا١عٍُ فٚ ٗ١ٍ هللا ػٝ ّ ٝػٓ أت ّ ٍ طٟ ّ هللا ػٕٗ ػٓ إٌّثٟ سضٜرس اٌغفاس ّ .....اٌِّٛذشِا فالذظا ُٕى١ جؼٍرٗ تٚ ٝ ٔفغٍٝ دشِد اٌظٍُ ػّٝٔ اٜاػثاد٠ :ج ًّ أّٗ لايٚػض ّ )ٍُاٖ ِغٚ(س Artinya : “Dari Abu Dzar Al-Ghifari ra. Dari Nabi saw. Bersabda meriwayatkan firman Allah „Azza wajalla, bahwa Dia berfirman, “Wahai hambahamba-Ku, sesungguhnya aku mengharamkan kezhaliman atas diri-Ku dan Aku mengharamkannya atas kalian, maka janganlah kalian berlaku zhalim sesama kalian.” (HR. Muslim).55 Dengan adanya masalah tersebut, maka diperlukan sebuah solusi hukum. Melakukan aborsi atau meneruskan kehamilan dalam kondisi trauma yang akhirnya wanita itu akan terkena gangguan jiwa atau bahkan masalah tersebut harus dibiarkan tanpa solusi hukum. Menurut hemat penulis untuk masalah seperti ini solusi hukum yang paling bijak adalah apabila perempuan tersebut tidak mampu menanggung beban baik secara medis maupun psikis , maka dalam hal ini aborsi dapat dilakukan. Tindakan tersebut tentunya melihat sisi pertumbuhan embrio, masa yang paling aman untuk melakukan aborsi adalah sebelum sampai 42 hari masa kehamilan. Pertimbanagan tersebut karena proses pertumbuhan embrio sebelum 42 hari masih tergolong belum sempurna, yakni masih dalam taraf pembentukan. Secara medis, sebelum 40 hari masih tergolong aman, sedangkan secara syar‟i memiliki dasar hukum yang kuat. Dalam sebuah hadits diterangkan bahwa apabila nutfah telah 55
Al-Imam Yahya bin Syarifuddin An-Nawawi, kitab al-arba‟in an-Nawawiyah, Hadits ke-24, (Semarang : Pustaka Al-alawiyyah, 676 H), hlm. 15.
44
melewati masa 42 hari, Allah akan mengutus malaikat untuk membentuk rupa, penglihatan, daging, dan lain sebagainya.56 Selain itu ajaran Islam juga telah memberikan beberapa ketentuan yang dapat digunakan di dalam mencari penyelesaian hukum terhadap berbagai persoalan yang muncul. Sebagaimana kaidah yang menyebutkan bahwa:
ّاّٙا ضشسا تاسذىاب أخفٙ أػظٟػٚئراذؼاسع ِفغذذاْ س “ jika terdapat dua kesulitan (kemadharatan) maka harus diambil yang lebih ringan ancaman (mudharat) nya.”57 Melalui kaidah fikih di atas, jika aborsi tersebut diterapkan terhadap kasus perkosaan maka akan menjadi sebuah alternatif pilihan karena memiliki ancaman yang lebih ringan dari pada meneruskan kehamilan akibat tindak pemerkosaan. Selain itu wanita yang hamil akibat perkosaan akan terhindar dari pengalaman traumatis yang berkepanjangan yang bisa dikatakan bagian dari darurat. Sedangkan jika kehamilannya diteruskan maka ia akan menanggung beban sosial yang sangat berat karena harus berhadapan dengan keterasingan sosial. Keadaan yang demikian tanpa melihat usia kehamilan tindakan aborsi dapat dibenarkan, sejauh keberadaan janin di dalam perut ibu sampai kelahirannya dapat membahayakan kondisi kehidupan ibu yang mengandung. Kepastian ini tentunya harus didasarkan atas pertimbangan dari tim medis atau dokter spesialis
56
57
Husein Muhammad, Islam agama ramah perempuan, hlm 279. Al-Suyuti, Al-Asybah Wa Al-Nadza‟ir (Jeddah: Al-Haramain), hlm. 62.
45
kandungan. Dengan demikian aborsi atas janin yang bersangkutan dapat dibenarkan oleh agama dan dapat dikategorikan sebagai pengguguran darurat. Namun demikian kondisi ini tentunya juga harus melihat perilaku dari wanita itu sendiri, jika wanita itu telah menjual harga dirinya tanpa adanya unsur darurat dan tidak merasa malu melakukan hubungan seksual yang sangat dilarang oleh agama, maka tindakan aborsi tetap berlaku hukum haram. Dalam sebuah hadits diceritakan bahwa, pernah pada suatu hari dibawakan kepada Umar seorang wanita yang telah berzina dan diakui kesalahannya, kemudian Umar menyuruh agar wanita itu dirajam. Ketika itu Ali berkata mungkin ada keudzuran bagi wanita itu yang menyebabkan dia berzina. Maka bertanyalah Ali kepadanya: apa yang menyebabkan engkau berzina? Si wanita itu menjawab: saya mempunyai seorang teman yang sama-sama mengembala unta. Padanya ada air dan susu, sedang padaku tidak ada air dan susu. Kemudian ketika haus, saya meminta diberikan sedikit susu untuk saya minum. Dia tidak mau memberikan susu kepadaku sebelum aku memberikan diriku kepadanya. Tiga kali aku menampik. Tapi setelah aku merasa sangat haus hampir-hampir terbang jiwaku, terpaksalah aku memberikan kepadanya apa yang dia kehendaki. Sesudah itu barulah dia memberikan minum. Mendengar itu berkatalah Ali: Allahu Akbar, lalu Ali membacakan ayat 173 surat al-Baqarah.58 Hikmah yang dapat diambil sebuah pemahaman hadis diatas adalah bahwa apabila seseorang dalam keadaan darurat yakni keadaan yang bisa mengancam eksistensi kehidupannya maka diperbolehkan untuk melakukan hal58
TM. Hasbi Ash Shiddiqiey, Falsafah Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975),
hlm. 457.
46
hal yang semula diharamkan. Walaupun tindakan yang dilakukan telah melanggar aturan-aturan agama, yakni memberikan harga dirinya demi menjaga eksistensi keberlangsungan kehidupan.
BAB IV ANALISIS HUKUM ABORSI TERHADAP KASUS PEMERKOSAAN DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM
Hingga saat ini pandangan masyarakat tentang aborsi masih terdapat anggapan yang mendua. Ada yang beranggapan menerima terhadap aborsi dan ada juga yang menolak terhadap aborsi. Sebagian masyarakat menerima aborsi karena terjadinya kehamilan yang tidak dikehendaki akibat perkosaan atau dengan alasan medis-psikologis yang kuat. Sedangkan sebagian masyarakat
lainnya
menolak aborsi dengan alasan moral, serta kaidah agama yang harus tetap ada untuk mengatur kehidupan manusia. Menurut pandangan ulama ahli fikih terkait dengan tindakan aborsi mereka tidak berselisih pendapat jika aborsi dilakukan sesudah ditiupkannya ruh,
47
dan menganggapnya sebagai tindakan kejahatan. Namun demikian mereka berselisih pendapat jika aborsi dilakukan sebelum ditiupkannya ruh yang mengakibatkan terjadinya suatu hukuman. Perselisihan yang muncul diantaranya adalah berakibat pada produk hukum yang berbeda-beda sebagaimana satu golongan yang membolehkan aborsi dengan alasan tertentu, dan ada juga yang mengharamkannya secara mutlak. Adapun diantara ulama fikih yang membolehkan aborsi secara mutlak adalah Ibnu Rusyd dari madzhab Maliki yang menyatakan bahwa, “Ulama berselisih dalam masalah ini mengenai penciptaan janin yang mengakibatkan gharrah. Sedangkan pendapat yang paling shahih adalah peniupan ruh ke dalam janin dijadikan sebuah pertimbangan, artinya wajib diberlakukan gharrah apabila diketahui jika ada kehidupan di dalam janin.59 Ibnu Abidin dari Madzhab Hanafi juga menyebutkan bahwa perempuan yang hamil boleh melakukan suatu hal yakni menggugurkan kandungan selama kehamilan masih dalam tahap yang belum berbentuk mahluk. Akan tetapi semua itu tidak akan terjadi kecuali setelah janin berusia seratus dua puluh hari, sebab pada saat itu penciptaan telah sempurna dan siap ditupkan ruh.60 Dari pernyataan ini dapat dipahami bahwa bolehnya melakukan tindak aborsi sebab janin belum dikatakan sebagai mahluk hidup. Pendapat lain yang membolehkan aborsi sebelum usia empat puluh hari pertama adalah kitab Al Mughni karya Ibnu Qudamah yang menyebutkan bahwa
59
Ibnu Rusyd al-Hafidz, Bidayah al-Mujtahid, jilid II, hlm. 312.
60
Ibnu Abidin, Hasyiah Radd al-Muhtar, jilid I. hlm, 302.
48
ئْ أٌمد ِضغحٚ ٓ١ٕؼٍُ أٔٗ ج٠ٗ ألٔٗ ال١ئ ف١ فال شِٟسج أدٛٗ ط١ظ ف١ٌ فاْ أعمطد ِا ّ ًاتٛذ شماخ ِٓ اٌمٙفش ٟ تمٌٛ ٟ ّ ٗ١ّحفف١سج خفٛٗ ط١أْ ف ّ ِذ أّٔٗ ِثذاء خٍك أدٙئْ شٚغشج ّ ْألٚ ٗئ وٍّؼٍم١ٗ ش١جة ف٠ ٍُس فٛرظ٠ ٌُ ٗٔٗ أل١ئ ف١ّا) الشٙاْ( أطذٙجٚ ٗ١س ففٛذظ ّ ّ ّ ٌا تاٍٙاألطً تشاءج اٌز ِّح فال ٔغغ سٛذظٌِٛا ٗ أشثٟ ّ ّ ِٗ غشج ألٔٗ ِثذاء خٍك أد١) فٟٔشه(اٌصا اٌؼٍمحٚ ثطً تاٌّضغح٠ ٘زاٚ apabila perempuan menggugurkan mudhghah, kemudian beberapa bidan terpercaya
bersaksi adanya bentuk manusia yang samar, maka dikenakan
gharrah. Dan seandainya mereka bersaksi bahwa mudhghah tersebut merupakan permulaan penciptaan manusia yang seandainya tetap dikandung maka ia akan terbentuk. Dalam hal ini ada dua pendapat, pendapat pertama yang paling shahih adalah hukumnya tidak haram, karena janin tersebut belum berbentuk sehingga tidak wajib gharrah sebagaimana alaqah. Pendapat kedua mewajibkan gharrah karena merupakan permulaan anak Adam yang lebih mirip seandainya berbentuk, hal ini tidak berlaku pada nuthfah dan alaqah.61 Dari pendapat ini jelas tidak dianggap sebagai aborsi terhadap kandungan sebelum fase mudhghah, sehingga tidak dianggap dalam kategori jinayah (tindak kejahatan). Oleh karena itu dalam hal ini tidak ada kewajiban apapun sebagaimana alaqah, artinya bahwa aborsi sebelum memasuki usia empat puluh hari pertama yaitu dalam tahap alaqah maka hukumnya adalah boleh. Kebolehan aborsi juga berlaku sebelum ditiupkannya ruh yakni usia janin belum mencapai seratus dua puluh hari, tentunya hal ini harus disertai dengan 61
Syaikh Abi Muhammad Abdullah bin Ahmad bin Mahmud bin Qudamah, Al-Mughni juz IX (Darul Kutub al-Araby), hlm. 532.
49
alasan yang jelas. Sebagaimana alasan yang disampaikan oleh madzhab Hanafi seperti terhentinya susu ibu setelah jelas kehamilannya, sedangkan ia masih mempunyai anak yang sedang disusui dan ayahnya sendiri tidak mampu memberikan upah murdhiah (perempuan yang bekerja menyusui).62 Alasan lain juga disampaikan oleh pengikut Asy-Syafi‟i yang menyebutkan:
ٗا الذض ّّٓ تغثثٙٔ اٟ وّا لاي اٌضسواعٟٕثغ١اء فٚ ششب دٌٟسج اٚا ضشٙ دػرٌٛ jika seorang perempuan terpaksa oleh dharurah untuk minum obat mubah yang mengakibatkan keguguran maka sebaiknya ia tidak dikenai tanggung jawab sebab perbuatannya.63 Berbagai pendapat di atas yang disampaikan oleh ulama fikih terhadap tindak aborsi disebabkan karena adanya alasan yang jelas yakni karena usia kandungan belum memasuki usia seratus dua puluh hari atau sebelum peniupan ruh ke dalam janin serta adanya dharurah. Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa tindakan aborsi sebelum ditupkannya ruh hukumnya adalah makruh, sebagaimana disampaikan dalam
62
M. Quraish Shihab, Perempuan dari Cinta sampai Seks dari Nikah Muth‟ah sampai Nikah Sunah dari Bias Lama sampai Bias Baru , hlm. 235. 63
As-syaikh Sulaiman bin Muhammad bin Umar al-Bujairimi as-Syafi‟i, Al-iqna‟ fii halli al-fadz Abi Syuja‟ (Add-darr al-kutub Bairut Libanon, 1996), hlm. 548.
50
hasyiyah Ibnu Abidin, apakah boleh seandainya perempuan ingin menggugurkan kandungan sebelum lewat masa peniupan ruh? Ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Al Faqih Ali bin Musa mengatakan hukumnya makruh, karena setelah sperma berada di dalam rahim, maka ia akan hidup sehingga dihukumi hidup, sebagaiman membunuh telur binatang buruan al-Haram.64 Pendapat yang terakhir adalah pendapat dari golongan madzhab Malikiyah, yang menyatakan bahwa aborsi hukumnya haram secara mutlak. Disebutkan dalam kitab Bidayatul Mujtahid karya Ibnu Rusyd al-Hafidz bahwa:
ٚجة اٌغشج فماي ِاٌه وً ِاطشدرٗ ِٓ ِضغح اٛ ذٝ اٌخٍمٗ اٌرٟا ِٓ ٘زاٌثاب فٛادرٍفٚ ؼرثش٠ ْد أٛاألجٚ ٗٓ اٌخٍم١ ذغرثٝٗ در١ الشئ ف: ٝلاي اٌشافؼٚ اٌغشج ّ ٗ١ٌذ ففٚ ٗٔػٍمح ِّا أ ّ ٍُّاٌغشج ئراػ .ٗ١جذخ فٚ اج لذ وأد١اْ اٌذ ّ ٗ١ْ ذجة فٛى٠ ْ إٔٝٗ أػ١ح فٚٔفخ اٌش Para ahli fikih berbeda pendapat dalam masalah aborsi mengenai penciptaan yang mengakibatkan gharrah. Malik mengatakan bahwa tahap mudhghah atau alaqah yang diidentifikasi sebagai anak maka diberlakukan gharrah .65 Artinya tindakan aborsi dalam masa apapun tetap tidak diperbolehkan dan dihukumi haram. Perlu diketahui bahwa aborsi sebelum usia 120 hari para ahli hukum Islam mempunyai pandangan yang beragam. Pandangan tersebut lebih disebabkan oleh perbedaan mereka dalam memahami teks al-Qur‟an dalam surat al-
64
Hasyiyah Ibnu Abidin, Radd al-Muhtar jilid III, hlm. 176.
65
Ibnu Rusyd al-Hafidz, Bidayatul Mujtahid wa an-nihayah al-muqtasidah, jilid II, hlm.
312.
51
Mu‟minuun ayat 12-14. Ayat ini menyebutkan fase-fase pertumbuhan dan pembentukan manusia dalam kandungan. Yakni fase nutfah, „alaqah dan mudghah. Dari berbagai pendapat ulama‟ fikih secara umum dapat disimpulkan bahwa: Imam Hanafi membolehkan pengguguran kandungan sebelum usia empat bulan, dengan pertimbangan sebelum usia janin disebut sebagai manusia hidup. Imam Malik tergolong ketat dalam berpendapat, yakni dengan mengharamkan pengguguran kandungan sejak pembuahan bertemunya sperma dan ovum. Ulama Syafi‟i beragam pendapat, ada yang membolehkan aborsi sebelum usia 120 hari. Pendapat imam lain sebagaimana Imam al-Ghazali pengikut madzhab syafi‟i mengharamkan aborsi sejak bertemunya sel telur seperti pendapat Imam Malik.66 Pendapat madzhab Hambali secara umum membolehkan pengguguran kandungan pada fase perkembangan pertama sejak terbentuknya janin yaitu fase zigot yang usianya maksimal empat puluh hari dan setelahnya tidak boleh digugurkan.67 Dengan demikian terhadap aborsi sebelum usia kandungan seratus dua puluh hari terdapat sebuah keunggulan pendapat dari mayoritas ulama‟ madzhab Hanafi dan ulama‟ madzhab Syafi‟i. Keunggulan pendapat mereka dengan memperbolehkan aborsi sebelum ditiupkannya ruh, baik dalam fase nutfah, „alaqah atau mudhgah bila adanya faktor darurat untuk menggugurkan janin. Menurut pendapat penulis terkait dengan aborsi terhadap kasus pemerkosaan , penulis cenderung terhadap pendapat mayoritas ulama madzhab
66
Masdar F Mas‟udi, Islam dan Hak-Hak Reproduksi Perempuan, (Bandung: Mizan, 2000), hlm. 155-156 67
M. Nu‟aim Yasin, Fiqih Kedokteran, hlm. 209
52
Hanafiyah dan ulama madzhab Syafi‟iyyah. Kecenderungan ini didasarkan pada tahap pertumbuhan janin. Tahap pertumbuhan janin berawal dari sperma (nutfah) yang bertemu dengan ovum sehingga terjadi pembuahan. Setelah melewati masa 40 hari ovum yang telah dibuahi berkembang menjadi „alaqah, yaitu zat yang melekat pada dinding rahim. „Alaqah kemudian berkembang menjadi mughgah, dan perubahn ini terjadi setelah melewati masa 40 hari. Perubahan „alaqah ke mughgah terjadi ketika sesuatu yang melekat berubah menjadi darah beku yang bercampur. Sebagaiman telah disebutkan Allah SWT dalam firman-Nya:
Artinya:” Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.” (Q.S alMu‟minuun: 14)
Setelah tahap mudhgah, janin ditiupkan ruh ke dalamnya sehingga berubah menjadi mahluk yang lain. Dengan demikian istilah mahluk yang lain yang disebutkan dalam al-Qur‟an mengindikasikan adanya perubahn kualitatif kemahlukan antara tahap-tahap usia janin di bawah 120 hari. Hal ini berrti tahaptahap terbentuknya janin sebelum masa 120 hari belum menghasilkan manusia, sehingga dengan ini penulis berpendapat bahwa aborsi pada masa ini diperbolehkan.
53
Indikasi lain adalah adanya pertimbangan sifat darurat yang berarti suatu keadaan apabila tidak melakukan sesuatu yang diharamkan maka akan mati atau hampir mati. Sebagaimana yang telah disebutkan Allah SWT dalam firman-Nya:
Artinya : “Barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S al-Baqarah :173)
Argumen lain adalah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Baihaqi dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW telah bersabda:
َّ ٓ ػٓ اتٟمٙ١اٖ اٌثٚٗ (س١ٍا ػِٛ٘ا اعرىشٚ َْا١إٌّغٚ اٌخطأٟضغ ػٓ أ ِّرٚ ٌٟئْ هللا ذؼا )ػثاط Artinya :“Sesungguhnya Allah mengampuni umatku atas perbuatan yang dilakukan karena kekeliruan, lupa, dan apa yang dipaksakan atasnya.” (hadits diriwayatkan oleh Baihaqi dan Ibnu Abbas).68
Dalam hadis qudsi juga telah disebutkan Rasullah SAW telah bersabda:
ّٗٗ ػٓ ست٠ٚش٠ ّا١عٍُّ فٚ ٗ١ٍ هللا ػٝ ّ ٝػٓ أت ّ ٍ طٟ ّ هللا ػٕٗ ػٓ إٌّثٟ سضٜرس اٌغفاس ّ ِذشِا ُٕى١ جؼٍرٗ تٚ ٝ ٔفغٍٝ دشِد اٌظٍُ ػّٝٔ اٜاػثاد٠ :ج ًّ أّٗ لايٚػض ّ .....اٌّٛفالذظا )ٍُاٖ ِغٚ(س Artinya :“Dari Abu Dzar Al-Ghifari ra. Dari Nabi saw. Bersabda meriwayatkan firman Allah „Azza wajalla, bahwa Dia berfirman, “Wahai hamba68
Jalal ad-diin As-Syuyuti, Al-jami‟ Ash-shaghir, juz I (Beirut: Dar Al-Fikr), hlm. 73.
54
hamba-Ku, sesungguhnya aku mengharamkan kezhaliman atas diriKu dan Aku mengharamkannya atas kalian, maka janganlah kalian berlaku zhalim sesama kalian.” (HR. Muslim). Menjadi sebuah persoalan tersendiri, apakah aborsi atas wanita yang telah diperkosa dapat dibenarkan? tentunya dalam hal ini, bukanlah merupakan persoalan yang sederhana, bahkan persoalan tersebut memiliki dimensi sosial yang sangat menyeluruh baik secara fisik, psikis bagi yang bersangkutan maupun psiko-sosial bagi lingkungannya. Disebutkan dalam buku karangan K.H. Sahal Mahfudz yang berjudul “fikih sosial”, bahwasannya fikih terkait hal ini harus berorientasi pada etika sosial yang produk hukumnya tidak hanya sekedar halal dan haram, boleh dan tidak boleh, tetapi harus memberikan jawaban berupa solusi hukum terhadap persoalan-persoalan sosial yang dihadapi perempuan.69 Persoalan lain terhadap tindakan aborsi akibat perkosaan selain mengacu pada kondisi fisik maupun psikis serta lingkungan, perdebatan juga masih sering terjadi terkait dengan batasan-batasan darurat. Dari sini seringkali kita terjebak pemahaman terhadap batasan dharurat dalam hal aborsi yang hanya berorientasi pada ukuran-ukuran fisik saja. Padahal dalam konteks manusia sendiri antara fisik dan psikis tidak dapat dipisahkan. Sebab terkadang seseorang yang kondisi fisiknya sehat belum tentu secara psikis sehat, begitu juga sebaliknya. Pendapat ini dapat diperkuat dengan merujuk pada pengertian kesehatan yang diberikan oleh WHO pada tahun 1984 bahwa, seseorang dikatakan sehat jika ia sehat secara fisik, psikologi, sosial, dan juga spiritual (bio-psiko-sosio-spiritual).
69
Sahal Mahfudz, Fikih Sosial : Upaya Pengembangan Madzhab Qauli dan Madzhab Manhaji (Yogyakarta : Lkis, 2003), hlm. 18.
55
Termasuk di dalamnya adalah seluruh situasi dan kondisi yang menjadi latar belakang perantara atau penyebab yang mengantarkan terjadinya kondisi darurat. Sehingga kondisi dan situasi juga harus dianalisa dalam menetapkan hukum. Sebab pertimbangan-pertimbangan tersebut sebagai dasar pembentukan hukum yang tidak dapat dipisahkan dengan tujuan untuk mewujudkan kemaslahatan. Dengan demikian akan terlihat bahwa fikih bersifat relatif, memiliki fleksibilitas, sangat tergantung pada situasi dan kondisi bahkan niat yang melatar belakangi. Sebagaimana kaidah yang menyebutkan bahwa hukum sangat tergantung pada „illat dan tidak adanya „illat (al-hukm yaduuru ma‟a al-„illah wujuudan wa-„adaaman). Kemudian
terkait
batasan-batasan
darurat
agama
(syar‟i)
telah
memberikan sebuah pengertian yang sangat jelas yaitu segala macam yang mengancam terhadap kebinasaan agama, jiwa, akal, keturunan dan harta (addlaruriyyat al-Khamsah) dapat dilakukan meskipun harus bertentangan dengan masalah yang dalam situasi normal dilarang. Keadaan terpaksa atau darurat menurut pengertian yang diberikan ulama‟ ushul fikih ialah sesuatu yang berkenaan dengan keharusan dan kepentingan orang untuk menjaga agamanya, jiwanya, hak miliknya ataupun keluarganya daripada kesukaran. Sedang yang dimaksud dengan kepentingan ialah sesuatu yang menjadi kelaziman bagi kebaikan atau kelayakan hidup.70 Dalam hal ini Islam juga telah menawarkan sebuah jalan keluar dengan berdasarkan prinsip keadilan dan kemaslahatan yakni berupa pengecualian70
Sobhi Mahmassami, Filsafat Hukum Islam, (Bandung: Al maarif, 1997), hlm. 219.
56
pengecualian yang membuat hal-hal yang diharamkan menjadi mubah(boleh) atau halal sehingga mempermudah umat manusia untuk melaksanakan kewajiban agamanya. Prof. Dr. Wahbah Azzuhaili dalam bukunya yang berjudul Konsep Darurat dalam Hukum Islam Studi Banding dengan Hukum Positif , menyebutkan bahwa al-Jurjani di dalam kitabnya Al-Ta‟rifat mengatakan bahwa kata aldlarurat dibentuk dari al-dlarar, yaitu suatu musibah yang tidak dapat dihindari. Darurat adalah datangnya kondisi bahaya atau kesulitan yang amat berat kepada diri manusia, yang membuat dia kuatir akan terjadi kerusakan atau sesuatu yang menyakiti jiwa, anggota tubuh, kehormatan, akal, harta dan yang berhubungan dengannya guna menghindari kemudaratan yang diperkirakan dapat menimpa dirinya selama tidak keluar dari syarat-syarat yang ditentukan oleh syara‟.71 Bertolak dari prinsip ini, maka tindakan apa pun yang mengancam kehidupan mendapat hukuman haram oleh Islam. Dalam sebuah kaidah disebutkan
ضاي٠ “ اٌضشسsetiap bahaya harus dihindarkan” bahkan dengan
melanggar sesuatu yang semula dilarang oleh agama. Demikian halnya dengan jiwa seorang perempuan yang mengandung akibat tindak pemerkosaan. Melindungi jiwanya adalah prinsip Islam yang tidak dapat ditawar, namun bagaimaa jika keselamatan jiwa seorang ibu harus dihadapkan dengan keselamatan jiwa anak hasil pemerkosaan yang masih dalam kandungan. Dalam hal ini hukum Islam melalui (kaidah ushul fikih) menyebutkan bahwa : 71
Wahbah Azzuhaili, Konsep Darurat dalam Hukum Islam Studi Banding dengan Hukum Positif, ( Jakarta : Gaya Media Pratama, 1997), hlm. 71-72.
57
ّاّّٙا ضشسا تاسذىاب أخفٙ أػظٟػٚئراذؼاسع ِفغذذاْ س
72
“apabila berhadapan dengan dua kemadaratan, maka madarat yang lebih besar harus dihindarkan untuk memberi jalan keluar yang lebih kecil resikonya”. 73
ٓ إلذماع أشذّّ٘ا٠أخف اٌضشس شذىة٠ ّ
“ Mengerjakan yang lebih ringan diantara dua bahaya bisa dilakukan demi menjaga yang lebih membahayakan.”
74
ساخٛخ اٌّذض١سج ذثٚاٌضش
“kemudaratan-kemudaratan itu dapat memperbolehkan hal-hal yang terlarang (haram)”. Menilik kaidah diatas, tentunya tidak semua keterpaksaan itu memperbolehkan yang haram, namun keterpaksaan itu dibatasi dengan keterpaksaan yang benar-benar tidak ada jalan lain kecuali hanya melakukan hal itu(darurat). Dalam kondisi ini maka semua yang haram dapat diperbolehkan. Sebagaimana batasan kemudaratan adalah suatu hal yang mengancam eksistensi manusia, yang terkait dengan panca tujuan, yakni: 1. ٓ٠ّ( دفظ اٌذmemelihara agama) 2. ( دفظ إٌفظmemelihara jiwa)
72
As-Suyuti, Al-Asybah Wa Al-Nadza‟ir , hlm. 62.
73
Abdul wahab khalaf, Ilmu Ushul Fikih, hlm. 166.
74
A. Djazuli, Kaidah-kaidah Fikih; Kaidah-kaidah Hukum Islam Dalam Menyelesaikan Masalah-masalah yang Praktis, cetakan I (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), hlm.72.
58
3. ً( دفظ اٌؼمmemelihara akal) 4. ً( دفظ إٌغmemelihara keturunan) 5. ( دفظ اٌّايmemelihara harta)75 Berkenaan dengan masalah ini maka yang harus didahulukan adalah keselamatan
jiwa ibu dari pada janin yang masih dalam kandungan. Sebab
kematian bayi memiliki resiko yang lebih ringan karena eksistensi kehidupan ibu sudah pasti. Selain itu ibu juga sudah memiliki kewajiban serta hak yang tidak boleh dikorbankan demi menyelamatkan bayi yang eksistensinya belum pasti. Adapun batasan-batasan keadaan darurat yang dapat digolongkan ke dalam al-dharuriyah al-khams, diantaranya: a. Darurat yang dimaksud harus ada, artinya bahwa kekhawatiran akan kebinasaan atau hilangnya jiwa itu benar-benar ada dalam kenyataan. b. Orang yang terpaksa tidak mempunyaai pilihan lain kecuali melanggar peintahpeintah atau larangan-larangan syara‟, atau tidak ada cara lain yang dibenarkan untuk menghindari kemadlaratan selain melanggar hukum. c. Kemadlaratan itu memang memaksa dimana ia betul-betul khawatir akan kehilangan jiwa.76 Kemudian perlu diketahui juga bahwa, yang dijadikan tolak ukur untuk menentukan baik buruknya (manfaat dan mafsadatnya) sesuatu yang dilakukan
75
Mukhlish Usman, Kaidah-kaidah Ushul Fiqih dan fiqhiyyah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 134. 76 Wahbah az-Zuhaili, Konsep Darurat Dalam Hukum Islam; Studi Banding dengan Hukum Positif, hlm. 73-74.
59
dan yang menjadi tujuan pokok pembinaan hukum itu adalah apa yang menjadi kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia, yang mana hal itu akan terwujud jika terjamin kebutuhan pokoknya (dharuriyah), kebutuhan skunder (hajiyah), maupun kebutuhan pelengkapnya (tahsiniyah). Pembagian syara‟ pada tiga hal tersebut, sekaligus menunjukkan peringkat kepentingan. Adanya peringkat dan urutan kepentingan itu akan tampak disaat terjadi perbenturan antar masing-masing kepentingan itu dan salah satu diantaranya harus didahulukan. Untuk membenarkan tindakan mengambil resiko buruk dan mempertahankan kepentingan yang lebih tinggi dalam hal ini ulama menggunakan kaidah:
سجٚخ ٌٍضّش١ِادشَ ٌزاذٗ أت ّ “Sesuatu yang diharamkan secara dzati dibolehkan karena dharurat”77 Kaidah diatas setidaknya menguatkan bahwa kasus perkosaan yang mengakibatkan kehamilan tidak dikehendaki dengan melakukan tindakan aborsi dapat dibenarkan. Sebab adanya sebuah kepentingan yang lebih tinggi untuk dipertahankan. Dengan demikian setidaknya dapat dipahami juga bahwa tujuan utama hukum Islam atau maqasid al-tasyri‟ tidak lain adalah untuk memberikan kesejahteraan atau kemaslahatan umum (al-mashalih al-„ammah). Dan tidak benar jika agama dikesankan hanya memposisikan tugas-tugas reproduksi kaum
77
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih, jilid II (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 2001), hlm.
216.
60
perempuan sebagai kewajiban dan tidak menyinggung hak-hak yang melekat pada tugas-tugas reproduksi itu. Dalam hal ini dapat dibuktikan dengan sejumlah firman Allah SWT sebagai berikut:
Artinya :”Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar”.(Q.S al-Isra‟ :31)
Artinya :”Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar dan barangsiapa dibunuh secara zalim, Maka Sesungguhnya kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan”.(Q.S al-Isra‟ : 33)
Ayat di atas tentunya memberi sebuah pemahaman yang dapat dianalisa bahwa di dalamnya terdapat sebuah larangan untuk melakukan sebuah pembunuhan. Hal ini dapat dibuktikan pada setiap lafadz yang didahului oleh ال nahi yang diikuti oleh fiil mudlarik yaitu lafadz ً ذفؼatau yang sewazan (setimbang) dengan kata lain. Sedangkan hakikat atau asal dari nahi itu sendiri
61
adalah untuk keharaman yang mana bisa berubah menjadi sesuatu yang bukan haram bila ada dalil lain yang menunjukkan hukum lain. Dalam hal ini jumhur ulama menggunakan sebuah kaidah:
ُ٠ ٌٍرّذشٌّٟٕٙ اٟأألطً ف “Asal dari larangan adalah untuk hukum haram” Kaidah tersebut secara tidak langsung menunjukkan terhadap ayat diatas bahwa setiap pembunuhan adalah sesuatu yang diharamkan, atinya bahwa setiap yang dilarang maka hukum asalnya adalah haram.78 Terkait dengan ini jelas bahwa tindakan aborsi adalah haram, sebelum adanya dalil lain yang menunjukkan terhadap hukum lain yang membolehkan. Namun
perlu
diketahui
bahwa
dasar
pertimbangan
di
dalam
pembentukan hukum tidak dapat dipisahkan dengan tujuan hukum tersebut yakni untuk mewujudkan kemaslahatan bagi ummat. Dengan (mengambil kemanfaatan dan menolak bahaya) دفغ اٌضشاسٚ جٍة إٌّفؼحterhadap korban perkosaan yang merupakan induk (al-ashl) dari janin sehingga harus dipertahankan dan dilindungi. Dengan demikian menjadi dasar bahwa aborsi dalam kasus pemerkosaan diperbolehkan sebab adanya „illat yang jelas yakni madarat yang ditimbulkan akan lebih besar jika tidak melakukan sesuatu yang dilarang. Kemaslahatan tersebut jika diteliti ketika adanya sebuah suruhan dan larangan akan terlihat bahwa semuanya mempunyai tujuan tertentu yakni sebuah hikmah yang mendalam sebagai rahmat bagi umat manusia. Sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah SWT : 78
Satria Effendi, M. Zein, Ushul Fiqh (Jakarta: Kencana, 2005), hlm. 192.
62
Artinya :“ Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”( Q.S. al-Anbiya‟:107)
Kaitannya dalam hal ini aborsi yang terjadi akibat perkosaan juga dapat dilihat dengan melalui methodologi ushul fikih, dimana Islam juga telah mengatur seluruh tindakan manusia baik hubungan yang sifatnya vertikal maupun yang bersifat horisontal. Ketentuan tersebut secara umum telah diatur di dalam alQur‟an dalam bentuk teks (nash) yang menjadi dasar utama pembentukan hukum Islam, dan pedoman hidup bagi umat Islam. Namun demikian tidak serta merta bahwa seluruh teks al-Qur‟an menjelaskan secara tegas dan gamblang, tetapi diperlukan pula sebuah penjelasan untuk memahami isinya yang sebagian ada dalam hadits Rasulullah dan sebagian lain membutuhkan sebuah penafsiran oleh ahli tafsir. Adapun nash al-Qur‟an sendiri di dalamnya terdapat dua sifat yang sangat melekat: pertama, bersifat pasti (qath‟iy) yakni dikemukakan dengan tegas, memiliki arti yang jelas, tidak mempunyai makna lain kecuali apa yang tersurat dan tidak membutuhkan sebuah penafsiran lain, atau sering disebut dengan ayatayat muhkamat. Kedua, bersifat menduga-duga (dzanny) yakni dikemukakan dengan tidak tegas, memiliki banyak arti yang memungkinkan untuk ditafsirkan dengan makna lain, atau sering disebut dengan ayat-ayat mutasyabihat.79 Ketidak jelasan inilah yang menjadi sebuah problem hukum yang tentunya membutuhkan
79
Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fikih, hlm. 26.
63
sebuah penyelesaian yang tidak ditemukan
jawabannya di dalam al-Qur‟an
maupun hadits. Dalam konteks ini sesuai dengan perubahan zaman tentunya hukum Islam melalui manhaj ushul fikihnya sangat dibutuhkan untuk berperan dalam menentukan dan menjelaskan terhadap masalah-masalah yang telah terjadi melalui dalil-dalil yang sesuai dengan syar‟iyyah. Sebagaimana dalam kaidah fikih disebutkan:
ايٛاألدٚ األِىٕحٚ ّش األصِٕح١ّش األدىاَ ترغ١ذغ “Perubahan hukum itu disebabkan karena adanya perubahan zaman, tempat dan keadaan”80 Adapun dalil-dalil syar‟iyyah secara umum sebagaimana yang telah disebutkan oleh Abdul Wahhab Khalaf melalui kitab ushul fikihnya beliau menyebutkan bahwa:
ّ ٌأْ األدٌّح ا ّ شثد تاإلعرمشاء ْ اٌمشآ: أستؼحٌٝح ذشجغ ئ١ٍّا األدىاَ اٌؼِٕٙ ذغرفادّٝح اٌر١ششػ ,اٙ اإلعرذالي تٍٝٓ ػ١ٍّس اٌّغّٛٙ٘زٖ األدٌّح األستؼح ئذفك جٚ ,اط١اٌمٚ اإلجّاعٚ اٌغٕحٚ , فاإلجّاع, فاٌغّٕح,ْ اٌمشآ:
ة١ا ٘زا اٌرشذٙ اإلعرذالي تٟا ِشذثح فّٙٔ أٍٝضا ػ٠ا أٛاذفمٚ .اط١فاٌم
Dari redaksi diatas jelas bahwa penetapan dalil syari‟yyah yang digunakan dalam hukum-hukum amaliah bersumber pada empat landasan pokok, yakni: al-Qur‟an, hadits, kesepakatan para ulama (ijma‟) dan analogi hukum 80
As-Suyuti, Al-Asybah Wan Nadhoir, (Indonesia : Darul Ihyail Kutub al-Arabiyah), hlm.
74.
64
(qiyas). Dalam hal ini jumhur ulama atau mayoritas ulama muslim sepakat landasan tersebut dijadikan sebagai dalil. Kemudian jumhur ulama juga sepakat bahwa metode penggunaan dalil tersebut sesuai dengan urutan sebagaimana yang telah disebutkan.81
Hal ini juga berlandaskan firman Allah SWT, sebagai berikut :
Artinya :” Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S. an-Nisa‟: 59)
Dari sudut pandang ini terlihat bahwa karakter fikih pada prinsipnya adalah dapat diterapkan, menawarkan solusi terhadap persoalan-persoalan kehidupan yang dialami manusia dan menghantarkan pada kesejahteraan dan kemaslahatan umum. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam kaidah pembentukan 81
Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul fikih, hlm, 15.
65
hukum Islam bahwa tujuan utama pembentukan hukum Islam adalah kemaslahatan bagi kehidupan manusia dengan mendatangkan kesejahteraan dan menjauhkan bahaya dalam kehidupan mereka.
BAB V PENUTUP A. SIMPULAN Berdasarkan pembahasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Aborsi Terhadap Kasus Perkosaan (Perspektif Hukum Islam) adalah sebagai berikut: Dalam syari‟at Islam wanita yang telah diperkosa dan mengalami kehamilan yang tidak dikehendaki boleh melakukan tindak aborsi. Kebolehan tersebut harus memenuhi ketentuan syar‟i, yakni disyaratkan usia kehamilan yang terjadi akibat pemerkosaan tidak melebihi 120 hari dan adanya sifat darurat. Sebab dalam pandangan hukum Islam usia di bawah 120 hari belum ditiupkan ruh. Selain itu keadaan darurat juga menjadi alasan dalam melakukan tindakan
66
aborsi. Namun jika aborsi dilakukan melebihi batas usia 120 hari, maka tindakan aborsi termasuk dalam tindak pembunuhan.
B. SARAN-SARAN 1. Menciptakan sebuah masyarakat yang lebih mengedepankan perilaku Islami yang bersih dari segala bentuk godaan pengeksposan tubuh untuk menjamin terhindarnya dari tindak pemerkosaan. 2. Demi
menjaga
pemeliharaan
terhadap
al-masalih
al-khamsah,
yaitu
pemeliharaan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta maka diperlukan sebuah tindakan preventif atau sad ad dzari‟ah yakni mencegah sebagian persoalan yang mubah (boleh), apabila hal itu akan membuka jalan bagi tindakan yang haram. Tindakan preventif yang dimaksud untuk menghindari tindakan aborsi bagi wanita yang mengalami pemerkosaan dengan melakukan upaya medis guna mencegah terjadinya kehamilan. Sebab tindakan ini mengandung resiko lebih rendah daripada melakukan tindakan aborsi. 3. Hendaknya masyarakat lebih menyadari betapa pentingnya pengetahuan tentang aborsi yang dihalalkan oleh hukum Islam. khususnya dalam kasus tindak pemerkosaan agar tidak melakukan sesuatu yang dilarang.
67
DAFTAR PUSTAKA Al-Qur‟an. Al- baghdadi, Abdurrahman. 1997. Emansipasi Adakah Dalam Islam, Jakarta: Gema insan press. Abdullah, Sulaiman. 2007. Sumber Hukum Hukum Islam Permasalahan dan Fleksibilitas, Jakarta: Sinar Grafika. Abidin, Ibnu, Radd Al-Mukhtar, jilid I, Libanon, Beirut : Daar al-Fikr. Al-Ghozali, Ihya‟ Ulum ad-din, juz II, Semarang: Toha Putra. As-Syuyuti, Jalal ad-diin, Al-jami‟ Ash-shaghir, juz I, Libanon, Beirut: Daar alFikr. Az-zuhaili, Wahbah. 1997. Konsep Darurat dalam Hukum Islam Studi Banding dengan Hukum Positif, Jakarta : Gaya Media Pratama.
68
Aviyanti, Vivi. 2010. Pornografi Dalam Hukum Islam dan Hukum Positif, alManahij, Vol-4 (1). Armiwulan, Hesti. Aborsi ditinjau dari perspektif hukum Islam, http://ceria. Bkkbn.go.id diakses pada tanggal 28 Oktober 2011. Ashshofa, Burhan. 2007. Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT Rinnek a Cipta. Dahlan, Abdul Aziz. 2003. Ensiklopedi; Hukum Islam, jilid 1, Jakarta: Ichtiar baru Van Hoove. Djazuli, A. 2005. Ilmu Fiqh Penggalian, Perkembangan dan Penerapan Hukum Islam, Jakarta: Kencana. Djazuli, A. 2006. Kaidah-kaidah Fikih; Kaidah-kaidah Hukum Islam Dalam Menyelesaikan Masalah-masalah yang Praktis, cetakan I, Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Dana Pamilih. 2011.”(Wanita Muslimah) Re: MUI Izinkan Aborsi akibat Perkosaan”. Jakarta: www. republika.co.id. Dorland.2002. Kamus Kedokteran, cetakan I, Jakarta: Buku Kedokteran. Effendi, Satria, M. Zein. 2005. Ushul Fiqh, Jakarta: Kencana. Fatikha. 2006. Upaya membangun kesadaran gender perspektif Islam, Religia, Vol-9, (2). http: //www.Jevuska.com/topic/Aborsi+ Akibat+ Perkosaan. html, diakses pada tanggal 20 Mei 2011. http:// adipsi. Blogspot.com/ 2010/ 06/ aborsi.html, diakses pada tanggal 5 Mei 2011. http://kelompok 9-aborsi. Blogspot.com, diakses pada tanggal 6 Juni 2011.
69
http://www.rajawana.com/artikel.html/227-aborsi.pdf.htm, diakses pada tanggal 11 Mei 2011. http://aborsi.org.com/resiko htm.tembolok, diakses pada tanggal 15 Mei 2011. http: // situs.kesrepro.info diakses pada tanggal 28 Oktober 2011. Ishaq, Abi Ibrahim, Al Muhadzdzab, jilid II, Semarang : Toha Putra. Jamhari, Ismatu Ropi. 2003. Citra Perempuan Dalam Islam Pandangan Ormas Keagamaan, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka, 2003. Muhammad, Husein. 2009. Islam Agama Ramah Perempuan Pembelaan Kiai Pesantren, Yogyakarta: LkiS Muhammad, Husein. 2009. Fiqh Perempuan; Refleksi Kiai atas Wacana Agama dan Gender, Yogyakarta: LkiS. Manan, Abdul. 2005. Aspek- Aspek Perubahan Hukum, Jakarta: Kencana. Misrawi, Zuhairi. 2003. Dari Syari‟at Menuju Maqoshid Syariat, cet I, Jakarta: KKIJ. Maulany. 1994. Pencegahan Kematian Ibu Hamil, Jakarta: Binarupa Aksara. Mahjudin. 1990. Masailul Fiqh, jilid 1, Jakarta: Kalam Mulia. Muhammad, Abi Abdullah bin Ahmad bin Mahmud bin Qudamah, Al-Mughni juz IX, Darul Kutub al-Araby. Mahfudz, Sahal M.A., 2003. Fikih Sosial : Upaya Pengembangan Madzhab Qauli dan Madzhab Manhaji, Yogyakarta : Lkis. Qordhowi, Yusuf. 2002. Fiqh Praktis Bagi Kehidupan Modern, Jakarta: Gema Insani Press.
70
Qardhowi, Yusuf.1980. al-Halal wa al-Haram fi al-Islam, Kairo: Maktabah alWabah. Qodir, Mansur Abdul. 2009. Fiqh Wanita, Jakarta: Zaman. Qosim, Abi Sulaiman bin Ahmad bin Ayub, Al Mu‟jam Ash-Shaghir tabrani, jilid I, Libanon, Beirut: Dar Al Fikri Al Ilmiyyah. Rusyd, Ibnu al-Hafidz, Bidayah Al-Mujtahid, jilid II, Daar al-Kutub al-Islamiyah. Subhan, Zaitunah. 2008. Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan, jakarta: ElKahfi. Syauman, Abbas. 2004, Hukum Aborsi Dalam Islam, Jakarta: Cendekia Centra Muslim. Shihab, Quraish. 2008. Menjawab 1001 Soal Keislaman; yang Patut Anda Ketahui, Jakarta: Lentera Hati. Shihab, Quraish. 2005. Peremuan : dari cinta sampai seks dari nikah mut‟ah sampai nikah sunah dari bias lama sampai bias baru, Jakarta: Lentera Hati. Shihab, Quraish. 2005. Perempuan dari Cinta sampai Seks dari Nikah Muth‟ah sampai Nikah Sunah dari Bias Lama sampai Bias Baru, Jakarta: Lentera Hati. Surahmud, Winarno. 1982. Pengantar Penelitian Ilmiah, Bandung: Tarsita. Syamsu ad-Diin Ibnu Qudamah, Al Mughni, jilid. IX , Libanon, Beirut: Daar alFikri. Sulaiman bin Muhammad bin Umar al-Bujairimi as-Syafi‟i, 1996, Al-iqna‟ fii halli al-fadz Abi Syuja‟, Libanon, Beirut: Add-darr al-kutub.
71
Ulfah, Maria Anshor. 2006. Fikih Aborsi Wacana Penguatan Hak Reproduksi Perempuan,cetakan I, Jakarta: Kompas. Umar, Marzuki Sa‟abab. 2001. Perilaku Seks Menyimpang dan Seksualitas kontemporer Umat Islam, Yogyakarta: UII Press. Wahab, Khalaf Abdul. 2008. Ilmu Ushul Fiqh, Lebanon: Dar- Al Kotob alIlmiyah W.J.S Poerwadarminta. 2003. Kamus Umum Bahasa Indonesia, cetakan I, Jakarta: Balai Pustaka. Wardi, Ahmad Muslich. 2005. Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika. Yasin, Nu‟aim Muhammad. 2001.Fikih Kedokteran, cet I, Jakarta: Pustaka alKausar. Zakariya, Abi Yahya bin Syaraf al Nawawi Ad-Dimasqi Syarkh al Nawawi Shohih Muslim jilid XIII
72
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Data pribadi Nama
: Fatah Yasin
Tempat dan Tanggal Lahir
: Batang, 17 April 1984
NIM
: 2311 07 008
Alamat
: Kedungmiri Kasepuhan Rt 01/ Rw 02 Batang
B. Data Orang Tua Nama Ayah
: Suwardi
Nama Ayah
: Kartini
Pekerjaan
: Wiraswasta
Alamat
: Kedungmiri Kasepuhan Rt 01/ Rw 02 Batang
C. Data Pendidikan SD
: Kasepuhan 01 Batang
lulus tahun 1996
SLTP
: SLTP 01 Batang
lulus tahun 1999
73
Mts TREMAS
: Mts Tremas
lulus tahun 2003
MAN
: MAN 01 Pacitan
lulus tahun 2006
PP Tremas
: Pacitan-Jatim
lulus tahun 2006
Perguruan Tinggi
: STAIN Pekalongan
angkatan 2007
Demikian daftar riwayat hidup ini dibuat dengan sebenar-benarnya untuk menjadi periksa dan dipergunakan seperlunya. Pekalongan,
Fatah Yasin 231107008
74