A.7. Pembuatan slow release fertilizer dengan menggunakan …
(Afri Yenni, dkk.)
PEMBUATAN SLOW RELEASE FERTILIZER DENGAN MENGGUNAKAN POLIMER AMILUM DAN ASAM AKRILAT SERTA POLIVINIL ALKOHOL SEBAGAI PELAPIS DENGAN MENGGUNAKAN METODA FLUIDIZEDBED Afri Yenni, Suherman, Aprilina Purbasari Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Jl. Prof. Soedharto, SH.,Tembalang, Semarang, Indonesia, 50275, Telp. 024-7460058 Email:
[email protected] Abstrak Pembuatan Slow release fertilizer bertujuan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk terhadap laju pelepasan unsur-unsur nutrisi pupuk pada tanaman. Dalam studi ini dilakukan pembuatan slow release fertilizer dengan menggunakan asam akrilik dan polivinil alkohol (PVA) yang masing-masing dicampur dengan amilum dan Polietilen glikol (PEG) sebagai bahan tambahan pelapis dengan menggunakan metoda fluidized bed spraying coating (FBSC). Variable yang dipelajari konsentrasi polimer akrilik/amilum (18 %/0-2 %) dan PVA/amilum (3 %/0-2 %) sedangkan berat PEG yang ditambahkan pada masing-masing campuran adalah 1 gram dan suhu udara bed (pengeringan) (35-55 oC) terhadap kualitas produk urea yang terlapisi yakni efisiensi pelapisan, dissolution rate, persen dustiness, dan Scanning Electron Microscopy (SEM). Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa efisiensi pelapisan urea dengan akrilik/amilum (18/2 %) pada suhu 40 oC adalah 14,4 % sedangkan PVA/amilum (3/2 %) adalah 5,2 %. Efisiensi pelapisan meningkat dengan meningkatnya konsentrasi pelapis dan berkurang jika terjadi peningkatan suhu bed. Hal yang sama terjadi pada dissolution rate, dimana jika konsentrasi pelapis meningkat maka dissolution rate akan meningkat kebalikan terhadap suhu bed, suhu bed meningkat maka dissolution rate menurun. Dustiness produk meningkat dengan meningkatnya suhu bed serta konsentrasi pelapis. Pada analisa SEM pelapis urea dengan menggunakan akrilik morfologi lebih bagus dibandingkan dengan PVA. Kata Kunci: Slow Release Fertilizer, akrilik, PVA, amilum, urea, Fluidized Bed Spray
PENDAHULUAN Pupuk merupakan nutrisi yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman, sekitar 2070 % dari pupuk yang digunakan akan hilang ke lingkungan. Kehilangan ini disebabkan karena leaching ke tanah, dekomposisi dan volatilisasi ammonium ditanah (Shaviv dan Mikkelsen, 1993). Oleh karena itu pada akhir-akhir ini telah banyak dikembangkan teknologi slow release dengan cara pelapisan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk. Slow release fertilizer (SRF) merupakan pupuk lepas lambat yang mampu mengendalikan kecepatan pelepasan unsur-unsur nitrogen pupuk yang mudah hilang akibat larut dalam air, mudah menguap maupun terjadinya proses denitrifikasi (Trenkel, 1997). Penggunaan slow release fertilizer menjadi popular untuk menghemat konsumsi pupuk dan meminimalkan pencemaran lingkungan. Teknologi SRF ini telah banyak dikembangkan oleh peneliti sebelumnya dengan berbeda metoda (rotating drum, fluidized bed, spouted bed, microwave) dan berbeda material pelapis yang digunakan seperti resin, polimer dan sulfur. Teknologi fluidized bed untuk proses pelapisan partikulat memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan teknologi lainnya. Fluidized bed memiliki laju perpindahan panas dan massa yang tinggi, sehingga distribusi suhu lebih seragam dan proses relatif singkat. Pembuatan komposit wheat straw-g-poly(acrylic acid)(WS/PAA) superabsorban dan release urea, pelepasan urea dengan WS/PAA sangat cepat dalam air dengan koefisien difusi 6,2 x 10-5 cm2/s, tetapi pelepasan nutrisi urea bisa berlangsung lama 50 hari (Liang,dkk., 2009). Pelapisan urea dengan menggunakan suspensi polimer dalam spouted bed dua dimensi, menghasilkan pelapisan urea dengan menggunakan polimer suspensi eudragit meningkatkan empat kali holding kapasiti dari urea terlapisi terhadap urea konvensional. (Donida, Marta W dan Rocha, Sandra C.S., 2002). Pada tahun terakhir ini telah banyak dikembangkan pelapisan polimer dengan penambahan amilum sebagai material pelapis. Amilum merupakan salah satu polimer polisakarida yang melimpah yang dapat dicampur dengan polimer sintetik polivinil alkohol (PVA) yang juga telah dipelajari sebagai polimer potensial biodegradable. (Chiellini, E, dkk., 1999; Tudorachi, N, dkk., ISBN 978-602-99334-1-3
A.34
2000; Hanna, X, dkk., 2009; Li, Cheng, dkk., 2008). Pada penelitian ini akan dilakukan studi tentang pembuatan pelapisan urea dengan menggunakan polimer campuran akrilik/amilum/PEG serta PVA/amilum/PEG. PEG yang ditambahkan konstan 1 gram bertujuan untuk membentuk dan mengontrol ukuran dan struktur pori partikel yang terlapisi sehingga tidak terbentuk agregat pada urea yang terlapisi. Penelitian pembuatan urea dengan menggunakan polimer campuran amilum/akrilik/PEG dan amilum/PVA/PEG diharapkan dapat melihat bagaimana proses perubahan partikel urea dan pembentukkan pelapis urea dengan menggunakan metoda Fluidized Bed Spray Coating. METODOLOGI Bahan Granular urea (PT. Petrokimia Gresik, Indonesia) diameter 2 mm, Acrylic Acid, Polivinil Alkohol, Amilum (Cas no. 9005-25-8) dan Polyethylene Glikol (PEG)-6000 Persiapan larutan pelapis Larutan pelapis masing-masing 30 ml amilum/akrilik dan amilum/PVA dibuat sebagai berikut. Sejumlah amilum(0-2%), asam akrilik (18 %) dan 1 gram PEG di campurkan dengan aquadest secara perlahan-lahan pada suhu kamar sambil di aduk dengan magnetic stirrer. Sejumlah amilum(0-2%), PVA (3%) dan 1 gram PEG dicampuran dengan aquadestcdi aduk secara perlahan pada suhu 50oC sampai homogen. Alat Urea granular ditimbang 100 gram ditempatkan pada bagian dalam fluidized bed. Suhu bed divariasikan 35-55 oC. Udara dialirkan dengan kecepatan superficial 2 m/det. Setelah udara terfluidisasi disemprotkan cairan pelapis dengan laju alir 4 ml/menit. Proses pelapisan ini berlangsung selama 35 menit. Setelah itu produk urea yang terlapisi dikeluarkan, selanjutnya dilakukan analisa laju dissolusi, efisiensi pelapisan dan dustiness. Gambar 1. Menunjukkan skema alat percobaan.
1 3
2
1. 2. 3. 4. 5.
Keterangan: Coating solution Pompa Top spray Heater Blower
4
5
Gambar 1. Skema rangkaian Peralatan Dustiness 10 gram urea terlapisi dimasukkan kedalam bunker funnel, udara tekan dimasukkan dari bagian bawah funnel dengan tekanan 10 psi. Setelah 5 menit sample dikeluarkan dari bunker funnel dan di timbang. Berat yang hilang di hitung sebagai debu (Vashishtha, 2010). Dissolution rate (Laju Disolusi) 5 gram sample dimasukkan kedalam beaker yang mengandung 50 ml aquadest, di aduk dengan magnetic stirrer pada kecepatan konstan. Waktu yang diperlukan sample untuk larut sempurna di catat (Vashishtha, 2010).
Prosiding SNST ke-3 Tahun 2012 Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang
A.35
A.7. Pembuatan slow release fertilizer dengan menggunakan …
(Afri Yenni, dkk.)
Efisiensi Pelapisan (persen pelapisan) 10 g sample urea yang dilapisi dicampurkan kedalam 100 ml air. Setelah di aduk pelapis yang ada akan terlepas dari urea. Pelapis yang dihasilkan disaring setelah disaring diuapkan dan di timbang (Mulder,dkk., 2011)
(1) mi = berat pelapis (gram); Mo = berat urea (gram) Sifat (karakteristik sample) SEM di analisa pada JSM-6360 SEM instrument dengan akselerasi 15 kV. HASIL DAN PEMBAHASAN Dissolution rate
Disolusi Rate (gr/menit)
0.2 0.15 0.1 Akrilik
0.05
PVA 0 0
0.5
1
Amilum (%)
1.5
2
2.5
Gambar 2. Pengaruh amilum terhadap PVA dan Akrilik Pada gambar 2 dibawah masing-masing menjelaskan pengaruh berat polimer PVA, akrilik dan amilum terhadap dissolution rate urea yang telah terlapisi. Dissolution rate menurun jika terjadi penambahan berat dari polimer. Pada gambar 2, dimana terjadi penurunan dissolution rate dengan variasi berat amilum (0-2%), 0 % amilum dengan akrilik 18% menunjukkan laju dissolution rate urea 0,1562 g/menit sedangkan untuk 2% amilum dengan 18% akrilik, laju dissolution urea 0,1 g/menit. Pada pelapisan dengan menggunakan 3% PVA, untuk 0% amilum dissolution rate nya 0,16666 g/menit dan 2% amilum 0,1135 g/menit. Berdasarkan grafik diatas, pengaruh PVA, akrilik dan amilum dapat membentuk lapisan pelindung pada urea sehingga memberikan penghalang fisik yang dapat mempercepat dissolution urea yang sangat tidak diinginkan. Hal ini juga telah dijelaskan dalam penelitian peningkatan urea dengan menggunakan pelapis phospogypsum dimana phosphogypsum dapat memberikan penghalang fsik urea yang menyebabkan dissolution rate urea akan semakin lama (Vashishtha,2010). Semakin banyak lapisan polimer yang berada di permukaan urea semakian lama waktu yang dibutuhkan nutrient urea untuk lepas ke lingkungan dan dissolution rate (release rate) akan semakin kecil. Mekanisme release urea bisa dijelaskan seperti berikut: (1) amilum/akrilik maupun amilum/PVA pelan-pelan mengembang oleh air dalam tanah dan kemudian membentuk hidrogel dan urea larut. (2) urea secara pelan terlepas melalui perubahan dinamik dari air bebas antara tanah dengan amilum/akrilik maupun amilum/PVA (David dan Mark, 1994). Gambar 3. Menunjukkan pengaruh temperatur bed terhadap dissolution rate. Semakin tinggi temperature bed maka dissolution rate akan semakin tinggi. Hal ini dikarenakan oleh tingkat pengeringan dari proses pelapisan semakin cepat yang menyebabkan ikatan lapisan permukaan urea dengan polimer pelapis akan semakin berkurang (tidak terbentuk). Hasil ini juga telah diperkuat oleh penelitian urea dengan menggunakan pelapis polimer untuk mengurangi dissolution rate urea (Salman, 1989) dan peningkatan sifat urea dengan pelapisan menggunakan phospogysum (Vashishtha, 2010) dimana pada penelitian mereka, semakin besar suhu, ikatan pelapisan urea dengan polimer akan semakin berkurang yang dapat menyebabkan semakin cepatnya dissolution rate urea terjadi. ISBN 978-602-99334-1-3
A.36
Disolusi Rate (gr/menit)
0.25 0.2 0.15 0.1 PVA
0.05
Akrilik 0 35
40
45 50o temperatur bed ( C)
55
60
Gambar 3. Pengaruh temperature bed pada dissolution rate Dustiness Dustiness merupakan hal yang sangat tidak diinginkan pada proses pelapisan urea, dustiness menyebabkan sejumlah material yang hilang selama proses pelapisan, penyimpanan maupun pada saat digunakan. Debu terjadi dikarenakan material pelapis tidak bisa berikatan kuat dengan permukaan urea.
Dustines (%)
1 0.8 0.6 0.4 PVA
0.2
Akrilik 0 35
40
45 Suhu (C)
50
55
Gambar 4. Pengaruh suhu bed terhadap persen dustiness Pada gambar 4. Menunjukkan pengaruh suhu bed terhadap persen dustiness. Berdasarkan gambar dibawah, terlihat bahwa semakin tinggi suhu bed maka persen dustiness akan semakin tinggi. Hal tersebut disebabkan karena semakin tinggi suhu pengeringan maka permukaan lapisan yang terbentuk akan semakin kering. Penelitian ini dapat diperkuat dari penelitian sebelumnya yang telah membandingkan fertilizer coated wet dan dry, dimana dari hasil penelitiannya menjelaskan bahwa sejumlah debu terbentuk lebih besar pada partikel urea terlapisi kering dengan urea yang terlapisi basah. Pembentukkan debu akan banyak ketika partikel pelapis kering karena material pelapis tidak bisa berikatan kuat dengan permukaan urea. Penelitian ini juga diperkuat oleh penelitian sebelumnya yang telah melapisi urea dengan menggunakan polimer phospogypsum dimana pembentukkan debu akan banyak terjadi suhu yang digunakan terlalu kering (Vashishtha, 2010). Efisiensi Pelapisan Semakin besar massa dari polimer dalam larutan pelapis maka akan semakin baik efisiensi pelapisannya. Konsentrasi larutan sangat berpengaruh pada pengoperasian alat dan mekanisme pertumbuhan pelapis pada permukaan urea. Semakin besar massa pelapis akan berpengaruh pada operasi dan mekanisme pertumbuhan (penempelan) polimer pada urea. Semakin besar massa pelapis maka pada saat operasi tingkat kejenuhan selama pengeringan dapat mencapai maksimal. Hal ini menyebabkan terjadi peningkatan pembentukkan kritstalisasi pada pemukaan urea. Semakin besar massa pelapis maka semakin banyak pelapis yang berikatan pada permukaan urea. Hal ini diperkuat oleh pelapisan urea dengan menggunakan polimer (Salman, 1989).
Prosiding SNST ke-3 Tahun 2012 Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang
A.37
A.7. Pembuatan slow release fertilizer dengan menggunakan …
(Afri Yenni, dkk.)
efisiensi pelapisan (η)
14 12 10 8 6 4
PVA
2
Akrilik
0 0
0.5
1
1.5
2
2.5
Amilum (%)
Gambar 5. Pengaruh amilum terhadap efisiensi pelapisan Pada gambar 5 terlihat bahwa efisiensi pelapisan akrilik lebih baik dibandingkan dengan penambahan PVA pada 2% amilum. Efisiensi Pelapisan (η)
16 14 12 10 8 6 4 PVA
2
Akrilik
0 35
40
45 Suhu (C)
50
55
Gambar 6. Pengaruh suhu terhadap efisiensi pelapisan Pada gambar 6. Menunjukkan pengurangan efisiensi pelapisan terhadap kenaikan temperature bed. Pada massa akrilik/amilum (18/2 %) dengan suhu 35 oC efisiensi pelapisan pada 14,4 % dan terjadi penurunan efisiensi pelapisan pada suhu 55 oC 4,4 % sedangkan pada pelapis PVA/amilum (3/2 %) penurunan terjadi dari 5,2 % sampai 2,2 % terhadap kenaikan suhu. Berdasarkan analisa penelitian yang berhubungan terhadap pengaruh suhu dan mekanisme pertumbuhan menghasilkan dua jenis perubahan dalam ukuran menurut kisaran suhu. Pada suhu lebih rendah dari 100oC maka ukuran partikel akan menurun dengan menurunnya suhu (Salman, 1989). Pengurangan yang terjadi selama proses pengeringan akan mempengaruhi ikatan cairan dan dapat mempengaruhi efisiensi pelapisan. Scanning Electron Microscopy (SEM) Pada gambar 7, dapat dilihat struktur morfologi urea murni yang belum terlapisi dalam pembesaran 50x. Sedangkan pada gambar 8 dan 9 memperlihatkan struktur morfologi urea terlapisi oleh akrilik dan PVA dengan pembesaran 50x. permukaan urea yang dilapisi polimer terlihat lebih halus meskipun masih terdapat rongga yang menyebabkan laju disolusi semakin cepat sehingga dapat melarutkan kandungan nitrogen didalamnya. Pelapisan urea dengan menggunakan akrilik terlihat lebih seragam dibandingkan dengan PVA.
Gambar 7. Analisa SEM pada urea tanpa pelapisan ISBN 978-602-99334-1-3
A.38
Gambar 8. Analisa SEM pada 3% PVA
Gambar 9. Analisa SEM pada 18% akrilik
KESIMPULAN Slow release fertilizer telah dihasilkan dari metoda fluidized bed dengan menggunakan polimer campuran amilum/akrilik/PEG dan amilum/PVA/PEG. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa efisiensi pelapisan urea dengan akrilik/amilum (18/2 %) pada suhu 40oC adalah 14,4 % sedangkan PVA/amilum (3/2 %) adalah 5,2 %. Efisiensi pelapisan meningkat dengan meningkatnya konsentrasi pelapis dan berkurang jika terjadi peningkatan suhu bed. Hal yang sama terjadi pada dissolution rate, dimana jika konsentrasi pelapis meningkat maka dissolution rate akan meningkat kebalikan terhadap suhu bed, suhu bed meningkat maka dissolution rate menurun. Dustiness produk meningkat dengan meningkatnya suhu bed serta konsentrasi pelapis. Uji release N-NH3 menggunakan Spektrofotometri DR 2800 menunjukkan bahwa pelapis dengan menggunakan akrilik/amilum/PEG lebih lambat release nya dibandingkan dengan menggunakan PVA/amilum/PEG. Pada analisa SEM dan TGA pelapis urea dengan menggunakan akrilik morfologi terlihat lebih bagus dibandingkan dengan PVA.
DAFTAR PUSTAKA Chen,Li, Zhigang Xie, Xiuli Zhuang, Xuesi Chen, Xiabin Jing, 2008, Controlled release of urea encapsulated by starch-g-poly(L-lactide), Carbohydrate Polymers, 72, 343-348. Chiellini, E, A. Corti dan R. Solaro, 1999, Biodegradation of poly (vinyl alcohol) based blown films under different environmental conditions, Polym. Degrad. Stability, 64 (2), 305-312. Choi, M.M.S., A. Meisen, 1997, Sulfur coating of urea in shallow spouted beds, Chemical Engineering Science, 52 (7) 1073–1086. Donida, Marta W. and Rocha, Sandra C. S., 2002, Coating of urea with an aqueous polymeric suspension in a two-dimensional spouted bed, Drying Technology, 20: 3, 685 — 704. Hana X, S. Chena, X. Hub, 2009, Controlled-release fertilizer encapsulated by starch/polyvinyl alcohol coating, Desalination, 240, 21-26. Mörl, L, S. Heinrich, and M. Peglow, 2007, Fluidized bed spray granulation, in Salman, A.D., M.J. Hounslow, J-P-K. Seville, Handbook of Powder Technology , Vol. 11, Granulation, Elsevier, UK. Salman, O.A, 1988, Polymer Coating on Urea Prills to Reduce Dissolution Rate, Journal Agricultural Food Chemistry, 36, 616–621. Salman, O.A, 1989, Polyethylene-Coated Urea. 1. Improved Storage and Handling Properties, Industrial Engineering Chemical Research, 28, 630–632. Shaviv, A.; Mikkelsen, R.L., 1993, Controlled-release fertilizers to increase efficiency of nutrient use and minimize environmental degradation—a review, Fertilizer Research, 35, 1–12. Tudorachi, N, C.N. Cascaval and M. Rusu, 2000, Testing of polyvinyl alcohol and starch mixtures as biodegradable polymeric materials, Polym.Testing, 19 (7), 785-799. Vashishtha, M., P. Dongara , D. Singh., 2010, Improvement in properties of urea by phosphogypsum coating, Int. J. of ChemTech Research, Vol.2, No.1, 36-44.
Prosiding SNST ke-3 Tahun 2012 Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang
A.39