PROGRAM PENGEMBANGAN PROFESIONALISME GURU PAI SD DI SUKOHARJO (FOKUS PENDAMPINGAN LESSON STUDY DAN PTK KEPADA KONSORSIUM GURU PAI SD DI KABUPATEN SUKOHARJO) Imam Makruf, Abdul Ghofur, dan Maslamah Email:
[email protected] / Dosen IAIN Surakarta
ABSTRAK
Kemajuan zaman yang ditandai dengan perkembangan teknologi informasi dan kemunikasi dewasa ini telah memberikan berbagai konsekuensi, termasuk di dalamnya tuntutan kompetensi bagi para guru yang lebih tinggi dan adaptable terhadap perkembangan. Empat kompetensi utama guru perlu terus dijadikan fokus dalam pembinaan karier guru. Untuk itu guru tidak hanya dituntut untuk melakukan tugas mengajar secara baik, tetapi juga melakukan penelitian dan pengembangan diri. Keberadaan KKG adalah salah satu wadah yang mestinya dapat digunakan sebagai sentral sharing pengetahuan dan keterampilan dari para guru serumpun. Namun demikian faktanya masih belum dapat dioptimalkan fungsinya. Untuk itulah program pengabdian masyarakat ini dilakukan, yaitu untuk lebih memberdayakan KKG PAI SD di Kabupaten Sukoharjo khususnya untuk meningkatkan kerjasama dan kekompakan antar guru PAI dalam rangka meningkatkan kompetensi mereka di bidang pembelajaran melalui Penelitian Tindakan Kelas dan Lesson Study. Program pengabdian masyarakat ini dilakukan pada KKG PAI SD Kabupaten Sukoharjo dengan melibatkan semua KKG PAI Tingkat Kecamatan di wilayah Kabupaten Sukoharjo. Kegiatan ini dilaksanakan mulai bulan OktoberDesember 2015. Kegiatan ini melibatkan para pengelola KKG PAI SD Kabupaten, Kasi PAIS Kemenag Kabupaten Sukoharjo, dan Team Teaching (narasumber) dari FITK IAIN Surakarta. Strategi program yang dilakukan diawali dengan assessment kebutuhan dan permasalahan, kemudian dilanjutkan dengan pelatihan PTK dan Lesson Study, serta pendampingan implementasinya. Dari serangkaian kegiatan program pengabdian masyarakat ini dapat disimpulkan bahwa; (1) KKG merupakan salah satu organisasi profesi guru perlu mendapatkan perhatian dan pemberdayaan agar kinerja dan profesionalisme guru dapat terus ditingkatkan; (2) Pemberdayaan KKG cukup efektif digunakan untuk peningkatan kompetensi guru dikarenakan forum ini telah memiliki agenda pertemuan rutin; (3) Rutinitas pertemuan KKG jika tidak dikelola secara baik dapat menyebabkan kebosanan dan kurangnya antusias para guru; (4) Peningkatan kekompakan dan saling berbagi antara para guru menjadi kunci kesuksesan KKG dalam memberikan pembinaan kepada para guru; dan (5) PTK dan Lesson Study terbukti cukup efektif untuk meningkatkan kekompakan dan kebersamaan antar guru karena bersifat kolaboratif dan fleksibel dalam berbagai kebutuhan. Kata Kunci : PTK, Lesson Study, KKG PAI
1
A. Pendahuluan Abad 21 dikenal sebagai abad global. Kehidupan masyarakat berubah dengan cepat karena dunia semakin menyatu apalagi ditopang oleh kemajuan teknologi informasi dan komunikasi sehingga batas-batas masyarakat dan negara menjadi kabur. Kejadian atau peristiwa di dunia manapun akan segera tersebar dengan cepat. Termasuk di dalam perubahan global ialah profesi guru. Sesuai dengan tuntutan perubahan masyarakat, profesi guru juga menuntut profesionalisme. Guru yang profesional bukan hanya sekadar alat untuk transmisi kebudayaan tetapi mentransformasikan kebudayaan itu ke arah budaya yang dinamis yang menuntut penguasaan ilmu pengetahuan, produktivitas yang tinggi, dan kualitas karya yang dapat bersaing. Dalam era globalisasi, profesionalisme guru dalam pengertian pendidikan secara luas, seorang guru yang ideal seyogyanya dapat berperan sebagai; (1) Konservator (pemelihara) sistem nilai yang merupakan sumber norma kedewasaan; (2) Inovator (pengembang) sistem nilai ilmu pengetahuan; (3) Transmitor (penerus) sistem-sistem nilai tersebut kepada peserta didik; (4) Transformator (penterjemah) sistem-sistem nilai tersebut melalui penjelmaan dalam pribadinya dan perilakunya, dalam proses interaksi dengan sasaran didik; (5) Organisator (penyelenggara) terciptanya proses edukatif yang dapat dipertanggungjawabkan, baik secara formal (kepada pihak yang mengangkat dan menugaskannya) maupun secara moral (kepada sasaran didik, serta Tuhan yang menciptakannya). Profesionalisme guru, tentu harus terkait dan dibangun melalui penguasaan kompetensi-kompetensi yang secara nyata dalam menjalankan dan menyelesaikan tugas-tugas dan pekerjaannya sebagai guru, dengan demikian guru dapat menghadapi globalisasi. Kompetensi-kompetensi penting jabatan guru tersebut adalah kompotensi professional, kompetensi sosial, kompetensi personal dan kompetensi pedagogic. Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang akan semakin
2
kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian kemampuan profesionalnya Rendahnya kualitas guru pada era globalisasi saat ini merupakan masalah pokok yang dihadapi pendidikan di Indonesia. Katakan saja sebagai contoh, motivasi menjadi tenaga pendidik (guru) di kebanyakan sekolahsekolah selama ini dikarenakan dan hanya dilandasi oleh faktor pengabdian dan keikhlasan, sedangkan dari sisi kemampuan, kecakapan dan disiplin ilmu dikatakan masih rendah. Hal ini, menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan dan tentu mengalami kesulitan untuk memiliki keunggulan kompetitif. Maka, masalah pokok dalam pendidikan di Indonesia pada dasarnya adalah masalah yang terkait dengan faktor kualitas tenaga guru Rendahnya kualitas guru dialami oleh guru-guru PAI SD. Khusus guruguru PAI SD di Kabupaten Sukoharjo perlu mengidentifikasi kelemahan dan kekurangan yang dimiliki oleh para guru PAI SD. Menurut ketua Kelompok Kerja Guru (KKG) PAI SD Kabupaten Sukoharjo, salah satu kelemahan guruguru PAI SD di Kabupaten Sukoharjo adalah yang berkaitan dengan kerjasama antara para guru PAI SD (Hasil wawancara dengan bapak Suwarto, selaku ketua KKG PAI SD Kabupaten Sukoharjo, pada tanggal 31 Maret 2015). Kurangnya kerjasama antar guru ini mengakibatkan kompetensi guru kurang merata. Salah satunya adalah dengan implementasi kurikulum 2013 yang masih menyisakan banyak persoalan mulai dari pemahaman konseptual tentang kurikulum 2013 sampai dengan penerapan pendekatan dan strategi pembelajaran yang masih belum merata antar guru. Meskipun sebagian guru sudah mengikuti Pelatihan/Sosialisasi Kurikulum 2013, tetapi karena tidak semua guru aktif dalam KKG, maka sharing antar guru belum berjalan secara baik. Pelatihan kurikulum 2013 masih belum optimal sehingga masih dirasakan banyak hal yang harus dilakukan guru baik secara mandiri maupun melalui intervensi dari pihak-pihak lain untuk mengembangkannya. Apabila hal ini tidak dilakukan dikhawatirkan dapat menghambat peningkatan mutu pembelajaran agama Islam di SD yang pada gilirannya menghambat peningkatan mutu output dan outcomenya.
3
Jurusan PAI IAIN Surakarta pada tahun 2014 telah melakukan dampingan pada guru-guru PAI di beberapa sekolah di Kabupaten Sukoharjo. Beberapa temuan penting yang dihasilkan adalah, masih banyaknya guru belum memiliki kompetensi paedagogik yang cukup untuk mengimplementasikan kurikulum 2013. Sementara keaktifan dalam mengikuti kegiatan KKG juga berpengaruh terhadap lambannya pengembangan kompetensi guru secara keseluruhan. Di sisi lain guru juga dituntut untuk terus mengembangan kariernya dengan melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini tidak hanya dituntut untuk dilakukan guru dalam upaya untuk meningkatkan karier saja tetapi juga untuk meningkatkan mutu kinerjanya dalam pembelajaran. Berbagai pendekatan, strategi, media, bahan ajar, dan lainnya dapat dikembangkan sendiri oleh guru dengan cara melakukan PTK. Para guru PAI perlu mendapatkan pelatihan yang tujuannya untuk merangsang kerjasama dan kolaborasi antar guru. Bentuk pelatihan yang bisa dilakukan adalah pelatihan dan pendampingan model pembelajaran Lesson Study dan Penelitian Tindakan Kelas. Kedua pola tersebut memiliki relevansi yang kuat dengan pengembangan kompetensi guru dalam berbagai aspeknya. Problem inilah yang menjadi kegelisahan akademik sekaligus mengetuk hati untuk melakukan pengabdian di konsorsium guru-guru PAI SD di kabupaten Sukoharjo. Atau dengan kata lain, pengabdian ini akan bekerjasama dengan pengelola Kelompok Kerja Guru (KKG) PAI SD di tiap kecamatan di Kabupaten Sukaharjo. Menurut pengakuan ketua KKG PAI SD Kabupaten Sukoharjo, Bapak Suwarto, bahwa guru PAI SD di Kabupaten Sukoharjo mencapai 471 orang. Mereka tersebar di 12 Kecamatan yang ada di kabupaten Sukoharjo, yakni Kecamatan Baki, Kecamatan Bendosari, Kecamatan Bulu, Kecamatan Gatak, Kecamatan Grogol, Kecamatan Kartasura, Kecamatan Mojolaban, Kecamatan Nguter, Kecamatan Polokarto, Kecamatan Sukoharjo, Kecamatan Tawangsari, dan Kecamatan Weru. Sehingga tiap kecamatan rata-rata guru PAI SD berjumlah 30-50 orang.
4
Realita guru PAI SD yang tersebar di tiap kecamatan di atas tidak didukung adanya keikutsertaan secara intensif dari beberapa guru PAI SD dalam kegiatan-kegiatan di KKG PAI SD di tiap kecamatan. Masih ada beberapa guru PAI SD yang hanya melakukan rutinitas mengajar tanpa berkomunikasi dan bekerjasama dengan guru PAI yang lain. Di sinilah diperlukan stimulus pelatihan yang bisa membangkitkan kerjasama antar guru PAI SD. Sehingga pelatihan model pembelajaran Lesson Study dan penelitian tindakan kelas diharapkan dapat membangkitkan kesadaran adanya kolaborasi dan kerjasama antar guru PAI. Secara umum, kondisi dampingan yang diharapkan akan dapat dicapai adalah adanya peningatan kesadaran kerjasama antar guru PAI SD serta peningkatan profesionalisme guru PAI SD di Kabupaten Sukoharjo, yaitu pada 12 (dua belas) kecamatan yang terdiri dari; Kecamatan Baki, Bendosari, Bulu, Gatak, Grogol, Kartasura, Mojolaban, Nguter, Polokarto, Sukoharjo, Tawangsari, dan Weru. Secara khusus, kondisi dampingan yang diharapkan adalah sebagai berikut: 1. Adanya peningkatan kesadaran kerjasama antar para guru PAI SD di Kabupaten Sukoharjo dalam melakukan assessment bersama untuk mengenali kekurangan-kekurangan mereka dan menyusun berbagai program untuk mengatasi masalah mereka sendiri. 2. Adanya peningkatan profesionalisme para guru PAI SD di Kabupaten Sukoharjo dalam bidang strategi pembelajaran. 3. Adanya peningkatan profesionalisme para guru PAI SD di Kabupaten Sukoharjo dalam bidang penelitian tindakan kelas.
B. Pembahasan Untuk menentukan strategi dan program pendampingan yang digunakan didasarkan atas berbagai hasil assessment awal yang dilakukan. Sebagaimana telah dijelaskan dalama bab sebelumnya, bahwa permasalahan utama yang dihadapi oleh KKG PAI Kabupaten Sukoharjo adalah lemahnya kesadaran kerjasama antar guru PAI yang tergabung dalam KKG PAI Kabupaten
5
Sukoharjo. Lemahnya kerjasama antar guru tersebut disebabkan karena beberapa hal, diantaranya adalah guru masih cenderung bersikap individual dan persaingan antar guru masih lebih kuat, sehingga ketika salah satu orang mendapatkan ilmu yang baru tidak langsung dishare kepada yang lain. Hal ini berakibat pada lambannya proses peningkatan profesionalisme guru PAI khususnya yang terkait dengan implementasi kurikulum 2013. Problem yang dihadapi KKG tersebut jika dibiarkan maka akan berakibat pada tidak adanya pemerataan profesionalisme guru PAI dan lambannya guru dalam mengikuti perkembangan dalam dunia pendidikan. Oleh karena itu fokus utama yang perlu ditangani adalah dalam hal pengembangan kerjasama tim yang solid antara guru PAI yang didukung dengan keterampilan metodologi berupa Lesson Study dan PTK. Dengan demikian dirumuskan strategi sebagai berikut: 1. Mengadakan assessment tentang aspek-aspek profesionalisme guru yang perlu ditingkatkan melalui Focus Group Discusssion (FGD). 2. Mengadakan pelatihan Lesson Study ke KKG PAI SD Kabupaten Sukoharjo yang pesertanya merupakan perwakilan dari semua Kecamatan yang ada di Kabupaten Sukoharjo sebanyak 40 orang. 3. Mengadakan pelatihan PTK ke KKG PAI SD Kabupaten Sukoharjo yang pesertanya merupakan perwakilan dari semua Kecamatan yang ada di Kabupaten Sukoharjo sebanyak 40 orang. 4. Mengadakan pendampingan Lesson Study ke KKG PAI SD Kabupaten Sukoharjo yang pesertanya merupakan perwakilan dari semua Kecamatan yang ada di Kabupaten Sukoharjo sebanyak 40 orang. 5. Mengadakan pendampingan PTK ke KKG PAI SD Kabupaten Sukoharjo yang pesertanya merupakan perwakilan dari semua Kecamatan yang ada di Kabupaten Sukoharjo sebanyak 40 orang. Penetapan fokus pengabdian pada Lesson Study dan PTK tidak lepas dari kebutuhan pengembangan kompetensi guru yang menjadi tuntutan utama profesi tersebut. PTK sebagai salah satu metodologi riset yang relevan digunakan dalam bidang pendidikan tidak hanya penting dikenal dan diterapkan
6
oleh para guru, tetapi juga sudah menjadi keharusan untuk dilakukan para guru dan menjadi salah satu persyaratan penilaian kenaikan jabatan. Menurut Suharsimi Arikunto, pada intinya Penelitian Tindakan Kelas bertujuan untuk memperbaiki berbagai persoalan nyata dan praktis dalam peningkatan mutu pembelajaran di kelas yang dialami langsung dalam interaksi antara guru dengan siswa yang sedang belajar. (Suharsimi A., dkk : 2006, h. 60) Penelitian pendidikan pada umumnya ditujukan untuk memperoleh landasan dalam mempertimbangkan prosedur pembelajaran, menjamin cara kerja dalam pendidikan yang efektif dan efisien, memperoleh fakta-fakta tentang berbagai masalah pendidikan, serta meningkatkan kompetensi guru dalam mengembangkan pembelajaran. Berdasarkan pemahaman tersebut secara umum PTK bertujuan untuk: 1. Perbaikan dan atau peningkatan praktek pembelajaran; 2. Membantu guru dan tenaga kependidikan lainnya mengatasi masalah pembelajaran dan pendidikan di dalam dan luar kelas, 3. Meningkatkan sikap profesional pendidik dan tenaga kependidikan, dan 4. Menumbuh kembangkan budaya akademik di lingkungan sekolah sehingga tercipta sikap proaktif di dalam melakukan perbaikan mutu pendidikan dan pembelajaran secara berkelanjutan (sustainable). 5. Membiasakan guru mengembangkan sikap ilmiah, terbuka, dan jujur dalam pembelajaran.(Mulyasa: 2011, 89-90) Adapun secara lebih rinci, Suharsimi Arikunto menyebutkan tujuan Penelitian Tindakan Kelas antara lain sebagai berikut : 1. Meningkatkan mutu isi, masukan, proses, serta hasil pendidikan da pembelajaran di sekolah. 2. Membantu guru dan tenaga kependidikan lainnya mengatasi masalah pembelajaran dan pendidikan di dalam dan di luar kelas. 3. Meningkatkan sikap profesional pendidik dan tenaga kependidikan. 4. Menumbuhkembangkan budaya akademik di lingkungan sekolah sehingga tercipta sikap proaktif di dalam melakukan perbaikan mutu pendidikan dan
7
pembelajaran secara berkelanjutan (sustainable). (Suharsimi A, dkk : 2006, h.61). Pelaksanaan penelitian tindakan kelas dapat memberikan pengalaman pada guru tentang praktik pembalajaran secara efektif. Dengan demikian PTK bermanfaat dalam meningkatkan pemahaman guru terhadap pembelajaran yang menjadi tugas utamanya. Beberapa manfaat PTK antara lain sebagi berikut : 1. Meningkatkan Inovasi pembelajaran. 2. Meningkatkan profesionalisme guru. 3. Dapat dijadikan sumber masukan dalam rangka melakukan pengembangan kurikulum. PTK memiliki beberapa desain, yaitu sesuai dengan beberapa pendapat pakar yang mengembangkannya. Desain-desain tersebut di antaranya adalah (1) Model Kurt Lewin, (2) Model Kemmis McTaggart, (3) Model John Elliot, (4) Model McKernan. Dalam hal ini, program pendampingan KKG dilakukan dengan bentuk PTK menggunakan model Kemmis dan Mc.Taggart. Model Kemmis dan McTaggart merupakan pengembangan dari konsep dasar yang diperkenalkan oleh Kurt Lewin. Perbedaannya, komponen acting (tindakan) dengan observing (pengamatan) dijadikan sebagai satu kesatuan. Disatukannya kedua komponen tersebut disebabkan oleh adanya kenyataan bahwa antara implementasi acting dan observing merupakan dua kegiatan yang tidak terpisahkan. Maksudnya kedua kegiatan haruslah dilakukan dalam satu kesatuan waktu, begitu berlangsungnya suatu tindakan begitu pula observasi juga harus dilaksanakan. Apabila dicermati, model yang dikemukakan oleh Kemmis dan McTaggart pada hakikatnya berupa perangkat-perangkat atau untaian-untaian dengan satu perangkat terdiri atas empat komponen, yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Keempat komponen yang berupa untaian tersebut dipandang sebagai satu siklus. Oleh karena itu, pengertian siklus pada kesempatan ini adalah suatu putaran kegiatan yang terdiri atas perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi (Uno, dkk; 2009; 111).
8
Secara garis besar prosedur penelitian tindakan mencakup empat daur: perencaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting). Menurut Kemmis
(1982) dan Burns (1999) langkah-langkah
pelaksanaan PTK meliputi (1) menyusun rencana tindakan bersama-sama, (2) bertindak dan (3) mengamati secara individual dan bersama-sama dan (4) melakukan refleksi
bersama-sama pula.
Untuk melakukan PTK secara baik, diperlukan pijakan teori yang kuat terkait dengan pembelajaran. Hal ini dikarenakan bahwa PTK dimaksudkan untuk meningkatkan mutu pembelajaran, baik dari aspek proses maupun hasilnya. Untuk itu kajian teori terkait dengan bagaimana pengembangan proses pembelajaran yang bermutu penting untuk dilakukan. Berikut ini disajikan beberapa hal yang mendasar terkait dengan pengembangan mutu pembelajaran. Pembelajaran merupakan interaksi antara guru (pengajar) dan siswa (peserta didik) yang memiliki tujuan tertentu. Apabila dicermati proses interaksi, peserta didik dapat dibina dan merupakan bagian dari proses pembelajaran, seperti yang dikemukan oleh Corey (1986) dalam Syaiful Sagala (2003 : 61) dikatakan bahwa: “Pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut
9
serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi- kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu.” Selanjutnya
Syaiful
Sagala
menyatakan
bahwa
pembelajaran
mempunyai dua karakteristik, yaitu: “Pertama, dalam proses pembelajaran melibatkan proses berfikir. Kedua, dalam proses pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses Tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berfikir siswa, yang pada gilirannya kemampuan berfikir itu dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri “ (Syaiful Sagala, 2003: 63). Paradigma metodologi pendidikan saat ini disadari atau tidak telah mengalami suatu pergeseran dari behaviorisme ke konstruktivisme yang menuntut para pengajar harus mempunyai syarat dan kompetensi untuk dapat melakukan suatu perubahan dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas. Pengajar dituntut lebih kreatif, inovatif, tidak merasa sebagai teacher center, menempatkan siswa tidak hanya sebagai objek belajar tetapi juga sebagai subjek belajar dan pada akhirnya bermuara pada proses pembelajaran yang menyenangkan, bergembira, dan demokratis yang menghargai setiap pendapat sehingga pada akhirnya substansi pembelajaran benar-benar dihayati. Sejalan dengan pendapat diatas, pembelajaran menurut pandangan konstruktivisme adalah: “Pembelajaran dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong. Pembelajaran bukanlah seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi Pembelajaran itu dan membentuk makna melalui pengalaman nyata (Depdiknas,2003:11). Implementasi
pendekatan
konstruktivisme
dalam
pembelajaran
diwujudkan dalam bentuk pembelajaran yang berpusat pada siswa (Student Center). Dalam pembelajaran di sekolah, pengajar dituntut untuk menciptakan suasana belajar sedemikian rupa, sehingga para pelajar bekerja sama secara gotong royong (cooperative learning). Menurut Slamet (1987: 92) sebagaimana
10
dikutip Mustakim (2008), untuk menciptakan situasi yang demokratis dan menyenangkan dalam proses pembelajaran, maka di antaranya dapat dilakukan dengan cara pengajar harus lebih banyak menggunakan berbagai metode pada waktu mengajar, dan menumbuhkan motivasi, hal ini sangat berperan pada kemajuan, perkembangan siswa. Dalam konteks pembelajaran dalam arti sempit, yaitu proses pembelajaran di kelas, maka berbagai strategi peningkatan mutunya dapat dilakukan dengan berbagai cara. Di antaranya adalah dengan: (a) Meningkatkan mutu guru yang mengajar, (b) Meningkatkan mutu sistem pembelajaran yang diterapkan, (c) Meningkatkan mutu sarana prasarana dan media yang digunakan, (d) Meningkatkan mutu bahan ajar yang digunakan. Dalam kaitannya dengan peningkatan mutu pengajar, Helmut R. Lang dan David N. Evans (2006: 3) menggambarkan berbagai hal yang harus dipenuhi oleh seorang pengajar yang efektif. Salah satunya adalah bahwa pengajar yang efektif itu memiliki karakteristik sebagai berikut: (a) Memiliki pemikiran yang positif, (b) Penuh perhatian, (c) Memberi motivasi, (d) Menguasai teknik, strategi/metode/skills, (e) Keterlibatan dengan peserta didik tinggi, (f) Menjadi manajer kelas yang baik, (g) Memiliki kemampuan akademik yang baik, (h) Memilih materi yang otentik, (i) Memiliki standar yang tinggi, (j) Merefleksikan dirinya sebagai seorang peneliti. Dalam konteks implementasi kurikulum 2013, para guru PAI dituntut untuk menerapkan pendekatan saintifik dalam pembelajaran dan penilaian autentik dalam mengevaluasi peserta didiknya. Pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengkonstruksi pengetahuan, ketrampilan, dan lainnya melalui tahapan mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan membentuk jejaring untuk semua mapel (Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan). Adapun tujuan dasar dari pendekatan ini adalah: a. Untuk meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.
11
b. Untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secara sistematik. c. Terciptanya kondisi pembelajaran di mana siswa merasa bahwa belajar itu merupakan suatu kebutuhan. d. Diperolehnya hasil belajar yang tinggi. e. Untuk melatih siswa dalam mengkomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis artikel ilmiah. f. Untuk mengembangkan karakter siswa. Prinsip-prinsip pembelajaran dengan pendekatan Saintifik (Pusat Pengembangan Tenaga kependidikan) antara lain: a. Pembelajaran berpusat pada siswa b. Pembelajaran membentuk students’ self concept. c. Pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk mempelajari, mengnalisis, menyimpulkan konsep, pengetahuan, dan prinsip. d. Pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berpikir siswa. e. Pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan motivasi mengajar guru. f. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan dalam komunikasi. Dikenal ada 5 (lima) langkah pendekatan pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik, yaitu: Observing (mengamati); Questioning (Menanya); Associating (menalar); Experimenting (mencoba); Networking (membentuk jejaring).
Kelima
langkah
tersebut
kemudian
oleh
pemerintah
(PERMENDIKBUD 81A) diadopt menjadi lima pengalaman belajar pokok berikut, yaitu: Mengamati; Menanya; Mengumpulkan informasi; Mengasosiasi, dan Mengkomunikasikan. Dalam konteks pengembangan model pembelajaran sesuai dengan kurikulum 2013, dimungkinkan untuk menggunakan beberapa model pembelajaran. Di antara model pembelajaran tersebut adalah; model problem based learning, model project based learning, model cooperative learning,
12
model contextual teaching and learning, model discovery learning, dan model inquiry learning. Dalam program pengabdian masyarakat ini melibatkan beberapa pihak, antara lain: 1. Para pengurus KKG PAI SD Kecamatan Baki, Bendosari, Bulu, Gatak, Grogol, Kartasura, Mojolaban, Nguter, Polokarto, Sukoharjo, Tawangsari, dan Weru yang mendukung terlaksananya pelatihan dan pendampingan model pembelajaran Lesson Study dan penelitian tindakan kelas pada kecamatan masing-masing. Para pengurus KKG kecamatan ini juga membantu tim dan bekerjasama dengan pengurus KKG tingkat kabupaten dalam menentukan dan mengirim peserta sebagai perwakilan dari para guru PAI di kecamatan masing-masing. Pemilihan peserta ini didasarkan pada pertimbangan bahwa mereka nantinya akan dapat menjadi pioneer dan mampu menularkan ilmu yang diperolehnya kepada para peserta lain di masing-masing kecamatan. 2. Para pengurus KKG PAI SD Kabupaten Sukoharjo yang mengawasi dan mengontrol kegiatan pelatihan dan pendampingan model pembelajaran Lesson Study dan penelitian tindakan kelas. Keterlibatan pengurus KKG PAI Kabupaten ini sudah dimulai sejak proses assessment awal sebagai bahan penyusunan proposal kegiatan. Pengurus KKG Kabupaten ini pula yang menjadi penghubung antara tim pengabdian dengan para pengurus KKG tingkat kecamatan dalam proses penjaringan calon peserta pelatihan. Kemudian pada saat proses pelatihan dan pendampingan dilaksanakan, pengurus inti dari KKG Kabupaten juga dilibatkan sebagai pelaksana kegiatan. Dengan demikian mereka juga ikut terlibat dalam menyiapkan tempat pelatihan, perijinan, dan sekaligus ikut memonitor pelaksanaan program pelatihan dan pendampingan yang dilakukan. 3. Kasi PAIS Kementerian Agama Kabupaten Sukoharjo yang memberikan dukungan dan memonitor kegiatan pelatihan dan pendampingan model pembelajaran Lesson Study dan penelitian tindakan kelas di wilayah Kabupaten Sukoharjo. Pelibatan kasi PAIS ini tidak secara langsung, artinya
13
tidak langsung dihadirkan pada saat kegiatan, tetapi secara informal mengetahui program pengabdian masyarakat ini sekaligus memonitornya. 4. Para narasumber dari Tim Teaching Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Surakarta yang memberikan materi dalam berbagai pelatihan. Tim ini kebetulan termasuk di dalamnya ketua tim pengabdian masyarakat, sehingga pada kegiatan pelatihan yang memberikan materi termasuk ketua tim pengabdian. Para narasumber ini adalah para dosen yang telah memiliki pengalaman dalam bidang pelatihan dan pengembangan kompetensi guru melalui PLPG, PKG, dan kegiatan lainnya. Berdasarkan
program
yang
telah
dilaksanakan,
maka
dapat
dideskripsikan hasil kegiatan pengabdian masyarakat yang telah dilakukan yang meliputi kegiatan assessment menggunakan FGD, kegiatna pelatihan, dan kegiatan pendampingan PTK dan Lesson Study. Pertama-tama program assessment dilakukan melibatkan pengurus KKG PAI SD Kabupaten Sukoharjo. Dari kegiatan ini tergambarkan beberapa data awal tentang profil KKG PAI Kabupaten Sukoharjo. Pada kabupaten ini terdapat 12 (dua belas) kecamatan, sehingga program pendampingan ini dimaksudkan untuk memberdayakan KKG PAI tidak hanya di tingkat kabupaten tetapi juga di tingkat kecamatan. Meskipun demikian, karena keterbatasan anggaran dan waktu pelaksanaan, maka program ini dilaksanakan dengan menghadirkan para guru PAI yang merupakan wakil dari kedua belas kecamatan yang ada di Kabupaten Sukoharjo. Berdasarkan deskripsi singkat dari profil masing-masing KKG kecamatan tersebut, secara ringkas dapat digambarkan dalam tabel berikut:
NO 1 2 3 4 5 6
KECAMATAN
SEKOLAH 31 38 34 29 43 46
Baki Bendosari Bulu Gatak Grogol Kartasura
14
GURU PAI 30 37 39 29 44 51
7 8 9 10 11 12
Mojolaban Nguter Polokarto Sukoharjo Tawangsari Weru Total
48 34 45 46 31 37 462
50 32 45 50 31 33 471
Dari tabel tersebut dapat dilihat perimbangan antara jumlah sekolah dengan jumlah guru PAI di Kabupaten Sukoharjo. Secara kuantitas, antara jumlah SD dengan jumlah guru dapat dikatakan sudah mencukupi, yaitu jumlah guru sudah lebih banyak dari pada jumlah SD. Hal ini dikarenakan ada SD yang memiliki lebih dari satu guru agama karena memiliki kelas yang banyak. Namun demikian dilihat dari perimbangan pada masing-masing kecamatan, terdapat beberapa kecamatan yang jumlah gurunya tidak sebanding dengan jumlah sekolahnya. Misalnya yang terjadi pada kecamatan Baki, Bendosari, Nguter, dan Weru. Dengan demikian dapat dikatakan pada empat kecamatan tersebut masih kekurangan guru PAI, sehingga ada beberapa guru yang merangkap mengajar di dua sekolah. Kegiatan assessment ini dilaksanakan sebelum penyusunan proposal dengan melibatkan pengurus KKG PAI SD Kabupaten Sukoharjo antara lain Bapak Suwarto (Ketua), Bapak Joko Susilo (Sekretaris 1), dan Bapak Waluyo (Sekretaris 2). Kegiatan ini menghasilkan beberapa temuan dasar yang terkait dengan problematika yang sedang dihadapi KKG PAI SD Kabupaten Sukoharjo. Temuan tersebut antara lain; adanya gejala keikutsertaan yang kurang intensif dari beberapa guru PAI SD dalam kegiatan-kegiatan di KKG PAI SD di tiap kecamatan maupun di KKG Kabupaten. Pertemuan KKG yang dilakukan secara rutin di masing-masing kecamatan belum benar-benar menjadi ajang sharing pengalaman dan kompetensi dari para guru. Masih banyak guru yang tidak secara rutin mengikuti kegiatan, meskipun penentuan waktu kegiatan sudah menjadi kesepakatan bersama. Banyak alasan yang mereka sampaikan,
15
misalnya karena rumahnya jauh, karena acaranya kurang menarik, dan sebagainya. Problem lain adalah masih adanya beberapa guru PAI SD yang hanya melakukan rutinitas mengajar tanpa berkomunikasi dan bekerjasama dengan guru PAI yang lain. Tugas mengajar seolah menjadi tugas individu dan kadang justru lebih berorientasi pada persaingan antar sekolah. Akibatnya inovasi pembelajaran tidak dapat secara cepat menyebar, dan hanya menjadi milik pribadi seorang guru. Padahal kemajuan pendidikan dibutuhkan adanya kerjasama yang kompak antara para guru, terutama untuk saling memberikan masukan, memberikan perbaikan satu sama lain sehingga problematika pembelajaran dapat segera dicarikan solusi bersama-sama. Di sinilah diperlukan stimulus pelatihan yang bisa membangkitkan kerjasama antar guru PAI SD. Dari proses inilah kemudian muncul gagasan untuk melakukan pendampingan dalam bentuk penguatan team work, penguatan kerjasama antar para guru PAI dan terjadinya sharing pengetahuan dan pengalaman untuk memajukan pendidikan Agama Islam di sekolah masingmasing. Model pengembangan kerjasama dan sharing inilah yang kemudian menjadi missi utama dari pendampingan ini, disamping adanya masalah lain yaitu masih perlunya dilakukan penguatan pemahaman guru terhadap implementasi kurikulum 2013 terutama dalam bidang proses pembelajaran dan penilaiannya. Akhirnya disimpulkan untuk melakukan pendampingan dalam bidang PTK dan Lesson Study. Dari hasil assessment kemudian dilakukan tindakan aksi dengan mengadakan
pelatihan
dan
pendampingan.
Kegiatan
pelatihan
PTK
dilaksanakan selama satu hari yaitu pada tanggal 7 Nopember 2015 bertempat di Aula IPA Gedung PGRI Kabupaten Sukoharjo mulai dari jam 08:00-16:00 WIB. Kegiatan ini diikuti oleh 40 orang peserta yang merupakan perwakilan atau utusan dari 12 kecamatan di Kabupaten Sukoharjo. Proses pemilihan peserta ini dilakukan dengan melibatkan pengurus KKG PAI Kabupaten Sukoharjo. Pada awalnya tim pengabdian melakukan komunikasi dan pemetaan peserta dengan pengurus KKG PAI Kabupaten Sukoharjo, yaitu dengan Bapak
16
Suwarto dan Bapak Joko Santoso selaku ketua dan sekretaris KKG PAI Kabupaten Sukoharjo. Hasil dari koordinasi tersebut disepakati untuk mengirimkan undangan kepada para KKG PAI Kecamatan di wilayah Kabupaten Sukoharjo untuk memilih perwakilan atau utusan calon peserta yang terdiri dari 3-4 orang guru PAI. Hasil dari proses tersebut kemudian diperoleh peserta pelatihan sebanyak 40 orang dengan komposisi peserta terdiri dari guru PAI yang berstatus PNS dan Non PNS dengan data sebagai berikut: NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
KECAMATAN Baki Bendosari Bulu Gatak Grogol Kartasura Mojolaban Nguter Polokarto Sukoharjo Tawangsari Weru Total
PNS 3 4 3 1 3 0 3 4 3 4 4 2 34
NON PNS 0 0 0 2 0 3 0 0 0 0 0 1 6
JUMLAH 3 4 3 3 3 3 3 4 3 4 4 3 40
Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa mayoritas guru PAI yang menjadi peserta dalam kegiatan ini adalah guru-guru yang berstatus PNS yaitu sebanyak 34 (tiga puluh empat) orang, sedangkan yang Non PNS hanya 6 (enam) orang.
Dari keempat puluh peserta tersebut jika dilihat perbandingan berdasarkan jenis kelaminnya, maka dapat digambarkan dalam tabel sebagai berikut: NO 1 2
Kecamatan Baki Bendosari
Laki-laki 1 0
17
Perempuan 2 4
Jumlah 3 4
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulu Gatak Grogol Kartasura Mojolaban Nguter Polokarto Sukoharjo Tawangsari Weru Total
0 1 2 0 2 1 2 3 1 2 15
3 2 1 3 1 3 1 1 3 1 25
3 3 3 3 3 4 3 4 4 3 40
Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa perbandingan antara guru lakilaki dan perempuan yang mengikuti kegiatan pelatihan ini adalah 37,5% peserta laki-laki, dan 62,5% peserta perempuan. Dari tabel tersebut dapat ditampilkan dalam bentuk grafik sebagai berikut:
DATA PESERTA BERDASARKAN JENIS KELAMIN 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
Laki-laki
Perempuan
Kegiatan pelatihan PTK ini terdiri dari sessi teori dan praktik. Dalam hal ini teori diberikan selama 4 (empat) JPL. Kemudian pada sessi siang dilakukan FGD dan workshop dengan bentuk kerja kelompok yang difokuskan pada penyusunan desain PTK yang dikerjakan secara berkelompok. Pembentukan kelompok ini dilakukan dengan mempertimbangkan kedekatan lokasi tempat tugas guru, sehingga diharapkan dapat dipraktikkan dengan lebih efektif dan efisien. Target dari kegiatan pelatihan ini adalah menghasilkan desain penelitian
18
tindakan kelas yang dapat diterapkan pada sekolah yang ditentukan bersama oleh anggota kelompok. Sistem kerja kelompok ini dipilih agar terjadi sharing pengalaman dan keterampilan antara peserta serta memberikan hasil yang lebih optimal terutama dalam pengembangan gagasan dan desain dengan cara berdiskusi. Praktik dari kegiatan pelatihan PTK ini dalam bentuk pelaksanaan PTK secara berkelompok. Memang jika dilihat dari teori, PTK adalah proses riset tindakan yang tidak dapat dilakukan seorang guru secara individual, tetapi harus berkolaborasi dengan guru lain atau rekan sejawat sebagai observer dan mitra dalam berdiskusi untuk refleksi dan penyempurnaan hasilnya. Namun demikian dalam praktik PTK ini proses pendampingan tidak sampai pada proses penyusunan laporan hasil penelitian. Hal ini dikarenakan kesibukan para guru yang menghadapi ujian akhir semester kemudian dilanjutkan dengan libur sekolah. Meskipun demikian proses pendampingan tetap dilanjutkan dengan cara komunikasi via email dengan tim pendampingan setelah para guru kembali ke sekolah masing-masing dan mencobakan di tempat kerja masing-masing. Pada awalnya proses kerja kelompok ini akan dilakukan dengan membagi peserta menjadi empat kelompok. Namun demikian berdasarkan usulan dari para peserta, dengan mempertimbangkan asal tempat tugas mereka, agar kerja kelompok dapat lebih optimal, maka disepakati untuk dibuat menjadi 6 (enam) kelompok. Dengan demikian setiap kelompok terdiri dari dua kecamatan yang berdekatan lokasinya. Keenam kelompok tersebut adalah: NO 1 2 3 4 5 6
KELOMPOK Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 Kelompok 5 Kelompok 6
KECAMATAN Baki dan Gatak Kartasura dan Grogol Nguter dan Bendosari Polokarto dan Mojolaban Sukoharjo dan Tawangsari Weru dan Bulu
ANGGOTA 6 orang 6 orang 8 orang 6 orang 8 orang 6 orang
Masing-masing kelompok bertugas merumuskan draff desain Penelitian Tindakan Kelas. Rumusan ini dimulai dengan brainstorming di antara mereka
19
untuk menemukan permasalahan bersama yang mereka hadapi sehingga ada manfaat bersama yang dapat mereka ambil. Proses perumusan draff proposal PTK ini dilakukan selama setengah hari, sehingga dari aspek alokasi waktu dapat dikatakan kurang mencukupi. Meskipun demikian di akhir sessi workshop ini sudah dapat diperoleh naskah kasar dari masing-masing kelompok dan akan mereka sempurnakan pada proses pendampingan selanjutnya. Pelatihan
Lesson
Study
merupakan
kelanjutan
dari
pelatihan
sebelumnya, yaitu PTK. Kegiatan ini dilaksanakan pada hari ke dua, yaitu tanggal 8 Nopember 2015 dengan tempat dan waktu yang sama sebagaimana dalam jadwal di atas. Kegiatan ini juga diikuti oleh peserta yang sama, yaitu sebanyak 40 orang guru PAI dari 12 kecamatan di Kabupaten Sukoharjo. Pelaksanaan pelatihan Lesson Study menggunakan pola yang sama dengan PTK, yaitu diawali dengan sessi teori pada pagi hari dan dilanjutkan dengan Workshop atau FGD pada siang harinya. Kegiatan ini dipraktikkan secara berkelompok, sebagaimana konsep dari Lesson Study tersebut, yaitu belajar bersama untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Dengan demikian para peserta terbagi menjadi 4 kelompok besar, yang masing-masing kelompok merumuskan rancangan Lesson Study yang akan mereka terapkan pada saat praktik lapangan. Dalam perjalanannya, para peserta lebih memilih untuk lebih menekuni dan mendalami tentang PTK, dikarenakan hal ini lebih mereka butuhkan sesuai dengan tuntutan guru untuk melakukan penelitian dalam kaitannya dengan pengembangan karir dan kepangkatan guru. Dengan demikian dalam proses pendampingan yang dilakukan tim pengabdian masyarakat pada kali ini lebih menguatkan pada teori dan praktik PTK dibandingkan dengan Lessson Study. Hal ini tidak mengurangi makna dari pelatihan yang dilaksanakan, karena mereka menyepakati untuk tetap mencoba menerapkan Lesson Study pada saat proses pembelajaran berjalan kembali pada semester mendatang. Berdasarkan kesepakatan peserta tersebut, maka pada saat workshop lesson study, fokus pembahasan peserta adalah pada penyempurnaan dan penguatan tahapan
20
pembelajaran yang didesain pada proposal PTK, kemudian dituangkan dalam bentuk rancangan pembelajaran. Proses pendampingan dilaksanakan secara berkala setiap hari Sabtu dan dilakukan selama 3 (tiga) kali yaitu pada Bulan Nopember dan Desember 2015. Proses pendampingan ini dimaksudkan untuk melakukan monitoring terhadap progress implementasi dari teori yang sudah diberikan saat pelatihan. Dalam hal ini, fokus pendampingannya adalah pada penyempurnaan desain praktik PTK. Pendampingan tahap pertama, fokusnya adalah mengecek progress dari setiap peserta/kelompok terhadap rencana aksi yang sudah dirumuskan pada saat pelatihan. Secara teknis, kegiatan ini dilakukan berbasis kelompok tetapi juga terjadi sharing antar kelompok. Dengan demikian masing-masing kelompok diberi kesempatan untuk melakukan presentasi terhadap hasil kerja kelompok mereka dan kemudian dilanjutkan dengan pemberian masukan, saran, komentar dan identifikasi alternatif perbaikannya yang kemudian sessi berikutnya masing-masing kelompok menyempurnakan rumusan desain yang sudah mereka buat dan praktikkan sebelumnya untuk ditindak lanjuti pada praktik berikutnya. Berdasarkan hasil evaluasi dari pelaksanaan pendampingan tahap satu tersebut diketahui beberapa kelemahan dari para guru dalam menyusun proposal PTK. Diantaranya adalah; 1. Masih kurangnya referansi yang dimiliki para guru khususnya terkait dengan berbagai teori tentang pengembangan model dan strategi pembelajaran. Dengan demikian para guru masih terbatas dalam memberikan kajian teoritis tentang berbagai model dan strategi pembelajaran yang akan digunakan dalam tindakan. Hal ini akan berpengaruh
terhadap
ketepatan
pemilihan
model
dan
strategi
pembelajaran, ketepatan tahapan pembelajaran, dan juga ketelitian dalam menganalisis kelehaman dari proses pembelajaran yang dilakukan. 2. Masih terbatasnya pemahaman para guru tentang kurikulum 2013 yang menuntut pembelajaran dengan pendekatan saintifik. Hal ini berakibat pada pemilihan strategi yang akan dikembangkan untuk penelitian tindakan kelas
21
belum semuanya selaras dengan tuntutan kurikulum 2013 tentang standar proses pembelajaran. 3. Masih terbatasnya pengalaman para guru dalam melakukan penelitian tindakan kelas, sehingga mereka masih terkesan mengalami beberapa keraguan dalam menyusun perencanaan dan kurang memiliki ketelitian dalam merumuskan hal-hal yang bersifat spesifik dan mungkin kadang dianggap terlaku sepele sehingga tidak dituliskan. Padahal, hal-hal tersebut sangat penting artinya untuk dituliskan agar dapat dipastikan terlaksana pada saat tindakan dilakukan. Dari temuan-temuan tersebut, kemudian tim pendampingan memberikan beberapa masukan, saran, dan tambahan penjelasan kepada para peserta agar proses pelaksanaan PTK dapat dilakukan secara lebih baik. Di antara masukan yang diberikan adalah, dengan menunjukkan beberapa literatur pokok terkait dengan pengembangan model dan strategi pembelajaran agama Islam. Tim pendamping juga memberikan penjelasan terkait dengan implementasi kurikulum 2013 dalam pembelajaran agama Islam. Penjelasan ini secara khusus diberikan terkait dengan tahapan pembelajaran saintifik, yaitu mulai dengan berbagai alternative aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan pada tahap mengamati, menanya, mencoba/mengeksplorasi, menalar/mengasosiasi, dan mengkomunikasikan. Pendampingan tahap ke dua dimaksudkan untuk mengecek hasil dari praktik tahap pertama dari PTK yang telah mereka rencanakan. Dengan demikian proses pendampingan ini juga diawali dengan presentasi hasil praktik siklus pertama dari PTK yang mereka rencanakan. Kemudian hasil presentasi tersebut dikaji secara lebih mendalam oleh anggota tim setelah mendapatkan masukan dan saran-saran dari para peserta lain maupun tim pendamping. Hasil dari rumusan pendampingan tahap kedua ini digunakan untuk melakukan praktik siklus ke dua. Pada tahap pendampingan yang kedua ini para peserta menyampaikan beberapa kesulitan dalam hal implementasi PTK di kelas. Kemudian persoalan
22
tersebut didiskusikan bersama anggota tim dan antar tim atau kelompok untuk dicarikan solusi bersama. Diantara catatan penting dalam tahap ini adalah: 1. Para guru masih agak kesulitan dalam menentukan factor-faktor apa saja yang sebenarnya masih terasa perlu diperbaiki. Hal ini berarti dalam melakukan tindakan yang diobservasi oleh kolaboratornya, belum mampu menangkap secara sesungguhnya kelemahan-kelemahan dari proses pembelajaran yang dilakukan. Oleh karena itu, untuk merumuskan perbaikan belum bisa dirumuskan secara optimal. 2. Ketika dilakukan proses pemberian tindakan yang dihadiri oleh seorang kolaborator atau lebih, ternyata memberikan dampak psikologis kepada para peserta didik. Mereka bersikap secara lebih baik dalam mengikuti pembelajaran, tidak seperti hari-hari biasanya. Hal ini mungkin disebabkan karena mereka tahun bahwa sedang diawasi dan dinilai. Oleh karena itu proses pemberian tindakan ini dapat dikatakan belum benar-benar mampu mengukur hasilnya secara nyata. Bisa jadi para peserta didik yang lebih baik pemahamannya itu bukan karena strateginya yang digunakan guru secara tepat, tetapi karena mereka sejak awal pembelajaran memang lebih fokus dan konsentrasi karena diobservasi. Pendampingan tahap ke tiga dimaksudkan untuk membantu para peserta dalam menyusun pelaporan hasil PTK. Proses ini memang cukup sulit dilakukan terutama terkendala oleh kesibukan para guru yang menghadapi ujian akhir semester dan persiapan libur semester. Dengan demikian dari aspek hasil dapat dikatakan kurang optiman. Namun demikian proses pendampingan ini secara umum dilakukan secara cukup baik dan didukung dengan proses pendampingan via e-mail dengan tim pendamping.
Sampai
kegiatan
ini
berakhir,
sebenarnya
proses
pendampingan masing dapat terus dilakukan dengan mengikuti kebutuhan peserta. Artinya, ketika ada peserta yang dalam hal ini guru PAI di Kabupaten Sukoharjo yang ingin berkonsultasi terkait dengan pelaksanaan PTK dan Lesson Study, masih akan terus dapat dilayani baik melalui e-mail maupun konsultasi langsung. Meskipun demikian dalam hal ini tim
23
pendamping memposisikan diri secara lebih pasif, sesuai dengan permintaan dan inisiatif para guru yang ada.
C. Penutup Berdasarkan serangkaian kegiatan pengabdian masyarakat yang telah dilaksanakan mulai dari assessment awal, pelatihan, dan pendampingan selama praktik, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. KKG merupakan salah satu organisasi profesi guru yang perlu mendapatkan perhatian dan pemberdayaan agar kinerja dan profesionalisme guru dapat terus ditingkatkan. 2. Pemberdayaan KKG secara cukup efektif digunakan untuk peningkatan kompetensi guru dikarenakan forum ini telah memiliki agenda pertemuan rutin, sehingga dapat lebih cepat terjadinya proses diseminasi dan sharing antar peserta/guru. 3. Rutinitas pertemuan KKG jika tidak dikelola secara baik dapat menyebabkan kebosanan dan kurangnya antusias para guru, tetapi jika dimanaj secara baik dan dirancang program berkesinambungan dengan berorientasi pada konteks kebutuhan para guru, maka akan menjadi sangat menarik. 4. Peningkatan kekompakan dan saling berbagi antara para guru menjadi kunci kesuksesan KKG dalam memberikan pembinaan kepada para guru, sehingga tidak terjadi persaingan antar guru yang tidak sehat dan justru menjadikan KKG tidak produktif. 5. PTK dan Lesson Study terbukti cukup efektif untuk meningkatkan kekompakan dan kebersamaan antar guru karena bersifat kolaboratif dan fleksibel dapat digunakan dalam berbagai kebutuhan. Dengan demikian program ini dapat dijadikan salah satu agenda rutin KKG, yaitu untuk forum sharing hasil-hasil PTK dan pengembangan lesson study. Berdasarkan hasil program pengabdian masyarakat yang telah dilakukan, maka dapat disampaikan beberapa rekomendasi sebagai berikut:
24
1. KKG PAI perlu mendapatkan perhatian dan pembinaan secara intensif dari Kemenag khususnya Seksi PAIS agar forum ini menjadi pusat pembelajaran dan pelatihan bagi para guru sehingga mereka dapat terus mengembangkan kompetensi dan selalu mengikuti perkembangan pendidikan. 2. Perlunya dukungan kebijakan dan anggaran dari Kemenag agar forum KKG tidak hanya menjadi rutinitas yang terkadang kurang produktif, sebaliknya harus menjadi forum yang menarik dan sangat dibutuhkan oleh para guru. 3. Para pengurus KKG hendaknya memiliki semangat yang tinggi untuk mengembangkan kompetensi guru dengan memberdayakan semua anggota yang memiliki pengalaman dan keterampilan dalam bidang pembelajaran.
DAFTAR REFERENSI Grundy, S., & Kemmis, S. (1982). Educational Action Research in Australia: The State of The Art (an Overview), dalam The Action Research Reader, Geelong, Victoria, Australia: Deakin University. Imam Makruf, dkk, (2011). Penelitian Tindakan Kelas, Panduan Praktis Bagi Guru Profesional, Surakarta: Tarbiyah IAIN Surakarta. Mulyasa, (2009). Praktik Penelitian Tindakan Kelas, Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaann Nomor 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Menengah. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaann Nomor 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum. Suharsimi Arikunto, Suhardjono, Supardi, (2006). Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Bumi Aksara. Suroso, (2007), Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research), Yogyakarta: eLMATERA Publishing. Tim Penulis, (2010). Modul Pendidikan dan Latihan Profesi Guru, Semarang: LPTK Rayon 06 IAIN Walisongo Semarang. Uno, Hamzah; Koni Satria; Lamatenggo Nina, (2009). Penelitian Tindakan Kelas, Bandung: MQS Publishing.
25