Laporan Resmi Praktikum Kimia Analitik III
“Penentuan Kadar Fe pada Air Sumur”
A. JUDUL PERCOBAAN B. TANGGAL PERCOBAAN Mulai Percobaan Selesai Percobaan C. TUJUAN
: Penentuan Kadar Fe pada Air Sumur dengan Instrumen AAS : Selasa, 5 Mei 2015 pukul 09.00 WIB : Selasa, 5 Mei 2015 pukul 10.30 WIB : Menentukan trace konsentrasi Fe dari sampel (air sumur)
D. KAJIAN PUSTAKA Pengertian AAS Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) adalah suatu alat yang digunakan pada metode analisis untuk penentuan unsur-unsur logam dan metaloid yang berdasarkan pada penyerapan absorbsi radiasi oleh atom bebas. Teknik ini mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan metode spektroskopi emisi konvensional. Pada metode konvensional, emisi tergantung pada sumber eksitasi. Bila eksitasi dilakukan secara termal, maka ia bergantung pada temperatur sumber. Selain itu eksitasi termal tidak selalu spesifik, dan eksitasi secara serentak pada berbagai spesies dalam suatu campuran dapat saja terjadi. Sedangkan dengan nyala, eksitasi unsure-unsur dengan tingkat eksitasi yang rendah dapat dimungkinkan. Tentu saja perbandingan banyaknya atom yang tereksitasi terhadap atom yang berada pada tingkat dasar harus cukup besar, karena metode serapan atom hanya tergantung pada perbandinganini dan tidak bergantung pada temperatur. Logam-logam yang membentuk campuran kompleks dapat dianalisis dan selain itu tidak selalu diperlukan sumber energi yang besar. Prinsip AAS Metode ini berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Dengan absorpsi energi, berarti memperoleh lebih banyak energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikan tingkat energinya ke tingkat eksitasi. Keberhasilan analisis ini tergantung pada proses eksitasi dan memperoleh garis resonansi yang tepat. Setiap alat spektroskopi serapan atom terdiri atas tiga komponen, yaitu unit atomisasi, sumber radiasi, dan system pengukur fotometrik. Atomisasi dapat dilakukan dengan baik dengan nyala maupun dengan tungku. Untuk mengubah unsur metalik menjadi uap atau hasil disosiasi diperlukan energi panas. Temperatur harus benar-benar terkendali dengan sangat hati-hati agar proses atomisasinya sempurna. Biasanya temperatur dinaikkan secara bertahap, untuk menguapkan dan sekaligus mendisosiasikan senyawa yang dianalisis. Bila ditinjau dari sumber radiasi, haruslah bersifat sumber yang
Laporan Resmi Praktikum Kimia Analitik III
“Penentuan Kadar Fe pada Air Sumur”
kontinyu. Di samping itu sistem dengan penguraian optis yang sempurna diperlukan untuk memperoleh sumber sinar dengan garis absorpsi yang semonokromator mungkin. Seperangkat
sumber
yang
dapat
memberikan garis emisi yang tajam dari suatu unsur yang spesifik tertentu dikenal sebagai lampu pijar hallow cathode. Dengan pemberiaan tegangan pada arus tertentu, logam mulai memijar, dan atom-atom logam katodenya akan teruapkan dengan pemercikkan. Atom akan tereksitasi kemudian mengemisikan radiasi pada panjang gelombang tertentu. Bagian-bagian AAS adalah sebagai berikut (Day, 1986). a. Lampu katoda Lampu katoda merupakan sumber cahaya pada AAS. Lampu katoda memiliki masa pakai atau umur pemakaian selama 1000 jam. Lampu katoda pada setiap unsur yang akan diuji berbeda-beda tergantung unsur yang akan diuji, seperti lampu katoda Cu, hanya bisa digunakan untuk pengukuran unsur Cu. Lampu katoda terbagi menjadi dua macam, yaitu : Lampu Katoda Monologam
: Digunakan untuk mengukur 1 unsur.
Lampu Katoda Multilogam
: Digunakan untuk pengukuran beberapa logam sekaligus.
b. Tabung gas Tabung gas pada AAS yang digunakan merupakan tabung gas yang berisi gas asetilen. Gas asetilen pada AAS memiliki kisaran suhu ± 20000 K, dan ada juga tabung gas yang berisi gas N2O yang lebih panas dari gas asetilen, dengan kisaran suhu ± 30000 K. Regulator pada tabung gas asetilen berfungsi untuk pengaturan banyaknya gas yang akan dikeluarkan, dan gas yang berada di dalam tabung. Spedometer pada bagian kanan regulator merupakan pengatur tekanan yang berada di dalam tabung. Gas ini merupakan bahan bakar dalam Spektrofotometri Serapan Atom c. Burner Burner merupakan bagian paling terpenting di dalam main unit, karena burner berfungsi sebagai tempat pancampuran gas asetilen, dan aquabides, agar tercampur
Laporan Resmi Praktikum Kimia Analitik III
“Penentuan Kadar Fe pada Air Sumur”
merata, dan dapat terbakar pada pemantik api secara baik dan merata. Lobang yang berada pada burner, merupakan lobang pemantik api. d. Monokromator Berkas cahaya dari lampu katoda berongga akan dilewatkan melalui celah sempit dan difokuskan menggunakan cermin menuju monokromator. Monokromator dalam alat SSA akan memisahkan, mengisolasi dan mengontrol intensitas energi yang diteruskan ke detektor. Monokromator yang biasa digunakan ialah monokromator difraksi grating. e. Detektor Detektor merupakan alat yang mengubah energi cahaya menjadi energi listrik, yang memberikan suatu isyarat listrik berhubungan dengan daya radiasi yang diserap oleh permukaan yang peka. Fungsi detektor adalah mengubah energi sinar menjadi energi listrik, dimana energi listrik yang dihasilkan digunakan untuk mendapatkan data. Detektor AAS tergantung pada jenis monokromatornya, jika monokromatornya sederhana yang biasa dipakai untuk analisa alkali, detektor yang digunakan adalah barier layer cell. Tetapi pada umumnya yang digunakan adalah detektor photomultiplier tube. Photomultiplier tube terdiri dari katoda yang dilapisi senyawa yang bersifat peka cahaya dan suatu anoda yang mampu mengumpulkan elektron. Ketika foton menumbuk katoda maka elektron akan dipancarkan, dan bergerak menuju anoda. Antara katoda dan anoda terdapat dinoda-dinoda yang mampu menggandakan elektron. Sehingga intensitas elektron yang sampai menuju anoda besar dan akhirnya dapat dibaca sebagai sinyal listrik. Untuk menambah kinerja alat maka digunakan suatu mikroprosesor, baik pada instrumen utama maupun pada alat bantu lain seperti autosampler. f. Sistem pembacaan Sistem pembacaan merupakan bagian yang menampilkan suatu angka atau gambar yang dapat dibaca oleh mata. g. Ducting Ducting merupakan bagian cerobong asap untuk menyedot asap atau sisa pembakaran pada AAS, yang langsung dihubungkan pada cerobong asap bagian luar pada atap bangunan, agar asap yang dihasilkan oleh AAS, tidak berbahaya bagi lingkungan sekitar. Asap yang dihasilkan dari pembakaran pada spektrofotometry serapan atom (AAS), diolah sedemikian rupa di dalam ducting, agar asap yang dihasilkan tidak berbahaya.
Laporan Resmi Praktikum Kimia Analitik III
“Penentuan Kadar Fe pada Air Sumur”
Keuntungan danKelemahan Metode AAS Keuntungan metode AAS dibandingkan dengan spektrofotometer biasa yaitu spesifik, batas deteksi yang rendah dari larutan yang sama bisa mengukur unsur-unsur yang berlainan, pengukurannya langsung terhadap contoh, output dapat langsung dibaca, cukup ekonomis, dapat diaplikasikan pada banyak jenis unsur, batas kadar penentuan luas (dari ppm sampai %). Sedangkan kelemahannya yaitu pengaruh kimia dimana AAS tidak mampu menguraikan zat menjadi atom misalnya pengaruh fosfat terhadap Ca, pengaruh ionisasi yaitu bila atom tereksitasi (tidak hanya disosiasi) sehingga menimbulkan emisi pada panjang gelombang yang sama, serta pengaruh matriks misalnya pelarut. Gangguan-gangguan dalam metode AAS a. Ganguan kimia Gangguan kimia terjadi apabila unsur yang dianailsis mengalami reaksi kimia dengan anion atau kation tertentu dengan senyawa yang refraktori, sehingga tidak semua analiti dapat teratomisasi. Untuk mengatasi gangguan ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: 1) penggunaan suhu nyala yang lebih tinggi, 2) penambahan zat kimia lain yang dapatmelepaskan kation atau anion pengganggu dari ikatannya dengan analit. Zat kimia lai yang ditambahkan disebut zat pembebas (Releasing Agent) atau zat pelindung (Protective Agent). b. Gangguang Matrik Gangguan ini terjadi apabila sampel mengandung banyak garam atau asam, atau bila pelarut yang digunakan tidak menggunakan pelarut zat standar, atau bila suhu nyala untuk larutan sampel dan standar berbeda. Gangguan ini dalam analisis kualitatif tidak terlalu bermasalah, tetapi sangat mengganggu dalam analisis kuantitatif. Untuk mengatasi gangguan ini dalam analisis kuantitatif dapat digunakan cara analisis penambahan standar (Standar Adisi).
c. Gangguan Ionisasi Gangguan ionisasi terjadi bila suhu nyala api cukup tinggi sehingga mampu melepaskan electron dari atom netral dan membentuk ion positif. Pembentukan ion ini mengurangi jumlah atom netral, sehingga isyarat absorpsi akan berkurang juga. Untuk
Laporan Resmi Praktikum Kimia Analitik III
“Penentuan Kadar Fe pada Air Sumur”
mengatasi masalah ini dapat dilakukan dengan penambahan larutan unsur yang mudah diionkan atau atom yang lebih elektropositif dari atom yang dianalisis, misalnya Cs, Rb, K dan Na. penambahan ini dapat mencapai 100-2000 ppm. d. Absorpsi Latar Belakang (Back Ground) Absorbsi Latar Belakang (Back Ground) merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan adanya berbagai pengaruh, yaitu dari absorpsi oleh nyala api, absorpsi molecular, dan penghamburan cahaya. Hukum Lambert – Beer: A=−log Dengan
I =a . b . c Io
( )
A = absorban Io = intensitas sinar datang I = intensitas sinar yang diteruskan a = tetapan absorptivitas b = panjang jalan sinar c = konsentrasi
Pada lebar nyala api yang tetap, hukum Lambert-Beer dapat disederhanakan menjadi A = k . c dengan k = a . b. Konsentrasi sampel dapat diukur dengan mengekstrapolasikan nilai absorbansi pada kurva standar yaitu kurva antara absorbansi dengan konsentrasi Fe. Kandungan Fe (Besi) dalam Air Sumur Air tanah sering mengandung zat besi (Fe) dan Mangan (Mn) cukup besar. Adanya kandungan Fe dan Mn dalam air menyebabkan warna air tersebut berubah menjadi kuning-coklat setelah beberapa saat kontak dengan udara. Disamping dapat mengganggu kesehatan juga menimbulkan bau yang kurang enak serta menyebabkan warna kuning pada diding bak serta bercak-bercak kuning pada pakaian. Oleh karena itu menurut PP No.20 Tahun 1990 tersebut, kadar (Fe) dalam air minum maksimum yang dibolehkan adalah 0,3 mg/lt, dan kadar Mangan (Mn) dalam air minum yang dibolehkan adalah 0,1 mg/lt.
Penyebab utama tingginya kadar zat besi dalam air :
Kadar kesadahan (pH) air rendah.
Laporan Resmi Praktikum Kimia Analitik III
“Penentuan Kadar Fe pada Air Sumur”
Kadar kesadahan (pH) air normal yang tidak menyebabkan masalah adalah 7 (6,8 – 7,2). Air yang berkadar kesadahan normal (pH 7 atau antara 6,8 – 7,2) dapat melarutkan semua jenis mineral termasuk zat besi.
Ada gas yang ikut terlarut. Jenis-jenis gas dimaksud adalah CO2 dan H2S. Beberapa gas terlarut dalam air tersebut akan bersifat korosif.
Mengandung bakteri. Bakteri-bakteri zat besi (crenotrik, leptotrik, callitonella, siderocapsa dan Iain-Iain) yang membutuhkan makanan dengan mengoksidasi besi sehingga larut dalam air, secara biologis amat mempengaruhi tinggi-rendahnya kadar zat besi pada air. Bakteribakteri tersebut membutuhkan oksigen dan besi untuk mempertahankan hidupnya.
E. ALAT DAN BAHAN Alat : a. Labu ukur 100 ml
1 buah
b. Pipet volume 10 ml
1 buah
c. Gelas ukur 100 ml
1 buah
d. Pipet tetes
5 buah
e. Vial
5 buah
Bahan: a. b. c. d.
Larutan baku Fe 50 ppm Sampel air sumur daerah ketintang baru Aquades Larutan HNO3 1%
Laporan Resmi Praktikum Kimia Analitik III “Penentuan Kadar Fe pada Air Sumur”
F. HASIL PENGAMATAN G.
H. Prosedur Percobaan
I. Hasil
N
J. Dugaan/ Reaksi
K. Kesimpulan
Pengamatan
L.
M.
AH.
1
N. Larutan baku Fe 50 ppm Dibuat larutan Fe 0.5, 2, 6, 10, 18 ppm larutan standar Fe 0.5, 2, 6, 10, 18 ppm Dibaca absorbansinya dengan AAS pada 248,3 nm Absorbansi larutan
O. P. Q. R. S.
standar Dibuat kurva standar Fe Dihitung konsentrasi sampel Kurva standar Fe Larutan blanko Diukur menggunakan AAS pada panjang gelombang = 248, 3 nm
-
-
-
Sebelum
Air sumur daerah ketintang baru = tidak berwarna Larutan Standar Fe 50 ppm = tidak berwarna Standar Fe 0,5, 2, 6, 10, 18 ppm = tidak berwarna
AI.
Sesudah:
AJ.
Air sumur + HNO3
1% = tidak berwarna AK.
-
-
-
-
Absorbansi
Standar -
0.5 ppm = 0,0143 2 ppm = 0.0676 6 ppm = 0.2043 10 ppm = 0.3258 18 ppm = 0.5224
kadar Fe dalam air minum maksimum yang dibolehkan adalah 0,3 mg/L larutan standar Fe digunakan untuk menghitung konsentrasi Fe yang terkandung dalam sampel dengan menggunakan persamaan garis lurus dengan rumus umum y = mx + c penambahan HNO3 1% untuk mencegah terjadinya endapan Fe(OH)3 reaksi: AV. Fe3+ (aq) + H2O (l) HN O 3 Fe3+ (aq) + →
-
H2O (l) larutan blanko digunakan sebagai faktor koreksi dari absorbansi sampel dan
-
-
persamaan garis yang diperoleh adalah: y = 0.0291x + 0.0147 Regresi sebesar 0.9932. Kadar Fe dalam air sumur berdasarkan analisis AAS adalah sebesar -0,358 mg/L. air sumur tidak mengandung Fe sehingga aman diminum.
Laporan Resmi Praktikum Kimia Analitik III “Penentuan Kadar Fe pada Air Sumur”
T.
AL.
U.
blanko = 0
V.Absorbansi blanko W.
Z. AA. AB.
sumur Ditambah HNO3 1% Diukur menggunakan AAS pada panjang gelombang = 248, 3 nm
Absorbansi sampel AC.
AD.
AW. AX.
AM.
Konsentrasi
sampel
X.Larutan sampel air Y.
Absorbansi
AN.
-0,358
AO. AP. AQ.
Persamaan
kurva (A vs C) AR.
Y= 0.0291x +
0.0147
Dihitung konsentrasi AE. sampel Konsentrasi sampel AF.
AS.
AG.
AU.
AT.
R2 = 0.9932
larutan standar.
Laporan Resmi Praktikum Kimia Analitik III “Penentuan Kadar Fe pada Air Sumur”
AY.
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN AZ. Pada Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui kadar Fe yang terdapat dalam
air sumur (Ketintang Baru) dengan menggunakan instrumen AAS atau spektroskopi serapan atom (AAS). Dalam percobaan ini digunakan Hollow katoda Fe. Prinsip penembakan sinar oleh Hollow Cathode Lamp (HCL) dalah dalam katoda akan dipilih energi yang cocok untuk menembakkan suatu atom menjadi suatu atom yang tereksitasi. Sinar yang keluar dalam katoda dipilih hanya sinar dari eksitasi Fe, yaitu dengan cara memprogram panjang gelombangnya yang sesuai dengan panjang gelombang Fe (248,3 nm). BA. Pengukuran kadar Fe dengan menggunakan AAS dilakukan pada kondisi atom berbentuk gas, sehingga larutan Fe yang encer mengalami pembakaran pada ruang pengkabutan oleh O2 dan asetilena sehingga berbentuk gas. Hasil atomisasi di tembak oleh sinar dari HCL, atom logam yang di tembak tersebut mengalami eksitasi menuju tingkat energi yang lebih tinggi karena mendapatkan tambahan energi dari tembakan HCL. Setelah itu atom logam kembali ke keadaan dasar dengan melepaskan energi yang diamati berupa warna nyala, dalam hal ini warna nyala atom Fe berarna biru tua. Sedangkan atom yang tidak diserap oleh HCL di teruskan kedetector untuk dibaca dalam bentuk angka absorbansi. BB. Percobaan ini dilakukan dengan cara menyiapkan larutan standar Fe dengan konsentrasi 1,2,4,6 dan 8 ppm yang diperoleh dari pengenceran larutan kerja 50 ppm. Tujuan pembuatan larutan standar ini adalah untuk membuat kurva kalibrasi yang nantinya akan digunakan untuk menghitung kadar Fe dalam sampel air sumur. BC. Dari larutan standar yang telah dibuat, diukur absorbansinya dan diperoleh data sebagai berikut : BD. K onsentr asi (ppm) BF.0.5 BH. 2 BJ.6 BL. 0 BN.
1 1
BE.
A bsorba nsi
BG.
0
.0143 BI. 0.0676 BK. 0 .2043 BM. 0 .3258 BO. 0
Laporan Resmi Praktikum Kimia Analitik III “Penentuan Kadar Fe pada Air Sumur”
8 BP. BQ.
.5224
Laporan Resmi Praktikum Kimia Analitik III “Penentuan Kadar Fe pada Air Sumur”
BR. Dari data yang diperoleh kurva kalibrasi sebagai berikut: BS.
Kurva Kalibrasi Standar 0.6 0.5
f(x) = 0.03x + 0.01 R² = 0.99
0.4 Absorbansi
absorbansi
0.3
Linear (absorbansi)
0.2 0.1 0 0 2 4 6 8 101214161820 Konsentrasi
BT. Setelah dibuat kurva larutan standar, diperoleh persamaan garis lurus yaitu y= 0.0291x + 0.0147 dengan regresi sebesar 0.9932. BU. Kemudian setelah larutan standar tersedia, dilakukan pembuatan larutan blanko, yaitu larutan yang tidak mengandung sampel atau hanya terdiri dari pelarut saja. Larutan blanko digunakan untuk mengetahui besarnya serapan oleh zat yang bukan analat atau sampel. Selanjutnya menyiapkan larutan sampel air sumur yang akan diuji dengan menggunakan SSA pada panjang gelombang 248,3 nm. Larutan air sumur ditambah HNO3 1%, tujuannya untuk mencegah terjadinya endapan dalam air, karena ion besi dapat mengalami hidrolisis dan membentuk Fe(OH)3 yang berwujud padatan. Dengan pemberian HNO3 akan memberikan suasana asam sehingga hidrolisis tidak dapat terjadi dan ion besi tetap larut dalam air. Reaksi:
Laporan Resmi Praktikum Kimia Analitik III “Penentuan Kadar Fe pada Air Sumur”
BV.
Fe3+ (aq) + H2O (l)
HN O3 →
Fe3+ (aq) + H2O (l)
BW.Pengendapan ion besi dalam air dapat menyebabkan ketidakakuratan pengukuran. Selanjutnya larutan sampel air sumur diuji dengan menggunakan AAS pada panjang gelombang 248,3 nm dan diperoleh konsentrasi sebesar -0.358 mg/L. BX. Konsentrasi yang diperoleh bernilai negatif (-) diindikasikan karena air sumur tidak mengandung kadar Fe. Menurut PP No.20 Tahun 1990 tersebut, kadar (Fe) dalam air minum maksimum yang dibolehkan adalah 0,3 mg/lt. Karena konsentrasi Fe dalam air sumur bernilai negatif artinya air sumur aman untuk diminum. BY. BZ. CA.
KESIMPULAN CB.
Berdasarkan uji kadar Fe dalam air sumur dengan menggunakan instrumen
AAS, diperoleh kandungan Fe dalam air sumur adalah sebesar -0.358 mg/L. Konsentrasi bernilai negatif karena air sumur tidak mengandung Fe (ion besi). Persamaan garis lurus yang diperoleh dari larutan standar adalah y = 0,0291x + 0,0147 dengan regresi 0,9932. CC.
DAFTAR PUSTAKA
CD.BBPT. Tanpa Tahun. Cara Pengolahan Air Sumur Untuk Kebutuhan Air Minum (Online). http://www.kelair.bppt.go.id/Sitpa/Artikel/Akua/akua.html, diakses pada Minggu, 25 Mei 2015. CE. Day, R. A Jr dan A. L. Underwood. 2002. Analisis Kualitatif Edisi ke Enam. Jakarta: Penerbit Erlangga CF. Setiarso, Pirim, dkk. 2015. Panduan Praktikum Kimia Analitik III (MSA). Surabaya: Jurusan Kimia, UNESA. CG.Skoog, Douglas A. et. al. 1996. Fundamental of Quantitative Chemical Analytical Chemsitry. Orlando: Saunders College Publishing. CH.Webmaster. 2013. Masalah Air Tanah yang Mengandung Zat Besi (Online). http://mesinlaundry.com/masalah-air-tanah-yang-mengandung-zat-besi-fe/, diakses pada Minggu, 25 Mei 2015. CI. LAMPIRAN FOTO CJ. CK. CL. CM.
Laporan Resmi Praktikum Kimia Analitik III “Penentuan Kadar Fe pada Air Sumur”
CN. CO. CP. CQ. CR. CS. CT. CU.
Pengujian kadar Fe dalam air sumur dengan menggunakan instrumen SSA
Pengujian kadar Fe dalam air sumur dengan menggunakan