FORMULASI SEDIAAN KRIM TIPE M/A DARI MINYAK ATSIRI (Pogostemon cablin B.) DAN UJI AKTIVITAS REPELAN
NASKAH PUBLIKASI
Oleh :
SEKAR PUJI UTAMI K 100 110 051
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2015 1
2
FORMULASI SEDIAAN KRIM TIPE M/A DARI MINYAK ATSIRI (Pogostemon cablin B.) DAN UJI AKTIVITAS REPELAN CREAM FORMULATION TYPE O/W OF PATCHOULI (Pogostemon cablin B.) AND TEST REPELLENT ACTIVITY Sekar Puji Utami*, T.N. Saifullah Sulaiman** dan Erindyah R. W.* *Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta **Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada Email :
[email protected] ABSTRAK Tanaman nilam (Pogostemon cablin B.) merupakan tanaman yang dapat menghasilkan minyak atsiri beraroma wangi sehingga dapat dimanfaatkan sebagai penolak nyamuk Aedes aegypti. Minyak atsiri nilam agar nyaman digunakan pada kulit maka pada penelitian ini diformulasikan menjadi bentuk sediaan krim tipe M/A. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh peningkatan konsentrasi minyak atsiri nilam terhadap aktivitas repelan, sifat fisik dan stabilitas fisik sediaan krim tipe M/A serta mengetahui formula dengan sifat fisik dan aktivitas repelan yang paling baik. Krim dibuat dengan 5 formula yaitu formula 1 sebagai kontrol basis, formula 2-5 dengan konsentrasi minyak nilam 2%, 4%, 6% dan 8%. Evaluasi sifat fisik sediaan krim meliputi organoleptis, daya sebar, daya lekat, pH, dan viskositas, selanjutnya uji stabilitas fisik krim dilakukan selama 2 bulan pada suhu kamar dan pengujian aktivitas repelan dilakukan selama 3 jam. Semakin tinggi konsentrasi minyak atsiri nilam dalam krim maka daya sebar dan aktivitas repelan krim yang dihasilkan semakin besar sedangkan viskositas dan daya lekat krim semakin menurun. Krim minyak atsiri nilam dengan sifat fisik dan aktivitas repelan paling baik adalah formula 4, dan kelima sediaan krim tidak mengalami pemisahan fase namun terjadi perubahan sifat fisik pada minggu ke 4. Kata kunci : krim anti nyamuk, minyak atsiri nilam (Pogostemon cablin B.), Aedes aegypti ABSTRACT Pogostemon cablin is a plant that can produce essential oils that can be used as Aedes aegypti mosquito repellent. For comfortable to use on the skin pogostemon cablin formulated into vanishing cream. This research aim to determine the effect of increasing concentration of the essential oils of patchouli repellent activity, physical properties, and the physical stability of the cream preparation and than knowing the formula with the physical properties and activities ofteh most well repellent. Cream was made into 5 formula, formula 1 as a control base, the formula 2-5 with patchouli oil consentration 2% , 4%, 6% dan 8%. evaluation of physical properties of the cream preparations include organoleptic, dispersive power, adhesion, pH, and viscosity, then the physical stability test performed for 2 months at room temperature, and testing activity repellent carried out for 3 hours. The higher concentration of essential oils od patchouli in the cream of the spread and activity repellent cream produced greater while the viscosity and stickiness of the cream decreases. Cream patchouli with the best physical properties and activity is formula 4 and fifth cream preparations not undergo phase separation but the physical properties change at week 4. Keyword : cream repellent, patchouli (Pogostemon cablin B.), Aedes aegypti 1
PENDAHULUAN Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue yang mekanisme penularannya hanya melalui gigitan vektor nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi virus sehingga menyebabkan penyebaran penyakit semakin meluas (Kemenkes RI, 2010). Oleh karena itu pencegahan diri sendiri diperlukan seperti menggunakan repelan agar terhindar dari gigitan nyamuk. Repelan sudah banyak digunakan oleh masyarakat, namun dalam pembuatannya mengandung bahan kimia berbahaya yaitu DEET (N,N-diethyl-mtoluamide) yang sulit untuk didegradasikan sehingga menyebabkan iritasi dan toksik bagi manusia (Patel et al, 2012). Pengembangan produk baru berbahan dasar alam yang lebih aman dan ramah lingkungan perlu dikembangkan (Sitrabutra dan Soonwera, 2013). Beberapa tanaman telah dilaporkan memiliki efek penolak nyamuk salah satunya adalah tanaman nilam yang akan dibahas pada penelitian ini. Tanaman nilam mampu menghasilkan minyak atsiri yang mengandung patchouli alcohol sebesar 22,62% mampu memberikan perlindungan pada kulit hingga 100% selama 280 menit terhadap nyamuk Aedes aegypti (Gokulakrishnan et al., 2013). Minyak atsiri nilam agar nyaman digunakan pada kulit maka pada penelitian ini diformulasikan menjadi bentuk sediaan krim tipe M/A karena dapat memberikan hasil yang lembut, mudah tercuci, dan tidak meninggalkan bekas pada kulit setelah penggunaan krim (Voigt, 1994; Idson dan Lazarus, 1990). Permasalahan dari pembuatan krim adalah adanya fase minyak dan fase air yang tidak bisa bercampur menyebabkan krim tidak stabil (Voigt, 1994). Sifat fisik dan stabilitas krim dapat dipengaruhi oleh penambahan salah satu fase seperti penambahan konsentrasi minyak atsiri dalam sediaan krim (Depkes RI, 1979). Semakin banyak kandungan minyak pada sediaan krim menyebabkan konsistensi bahan pembawanya encer sehingga mempengaruhi kecepatan pelepasan bahan aktif dari basis, sedangkan apabila konsistensi sediaan krim tinggi maka krim sulit untuk digunakan. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh peningkatan konsentrasi minyak atsiri terhadap sifat fisik dan aktivitas anti nyamuk krim tipe M/A dari minyak atsiri nilam serta mendapatkan sediaan krim yang stabil dengan konsentrasi minyak atsiri nilam yang optimum. METODE PENELITIAN Alat : Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Viskosimeter (Rion VT-04), piknometer, alat-alat gelas (pyrex), stopwatch, mortir, gelas objek, pH meter (HANA Instruments), neraca analitik (AdventurerTM OHAUS). 2
Bahan : Bahan yang digunakan adalah minyak atsiri nilam (UD. Sedah Sari Boyolali), metil paraben, gliserin, asam stearat, setil alkohol, stearil alkohol, trietanolamin, dan akuades dari Laboratorium Fakultas Farmasi UMS bagian Formulasi, nyamuk Aedes aegypti (B2P2VRP Salatiga). Jalannya Penelitian Tanaman nilam didapatkan dari UD. Sedah Sari, Boyolali. Minyak atsiri nilam didestilasi dengan cara penyulingan air dan uap (water and steam distillation) menggunakan alat ketel stainless kemudian dilakukan pengujian sifat fisik minyak atsiri yang meliputi Pengukuran bobot jenis dengan menggunakan piknometer sedangkan penetapan indeks bias dengan menggunakan refraktometer dan untuk melihat kandungan senyawa tertinggi dari minyak atsiri nilam dengan menggunakan kromatografi gas. Formula krim dibuat dengan mengacu pada formula vanishing cream dari The Theory and Practice of Industrial Pharmacy (Idson dan Lazarus, 2008) yang kemudian dimodifikasi. Penelitian ini dibuat 5 formula krim repelan dengan konsentrasi minyak atsiri nilam 0%, 2%, 4%, 6%, dan 8%, sedangkan bahan-bahan yang digunakan pada formula dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Rancangan formula krim repelan tipe M/A yang dimodifikasi Bagian
Bahan (g)
A
Minyak Nilam Asam Stearat Setil alcohol Stearil alcohol
F1 0 24 3 2
F2 4 24 3 2
B
Metil paraben Gliserin TEA Akuades ad
0,4 28 2 200
0,4 28 2 200
Formula F3 8 24 3 2 0,4 28 2 200
F4 12 24 3 2
F5 16 24 3 2
0,4 28 2 200
0,4 28 2 200
Formula terdiri dari dua bagian yaitu bagian A dan B. Bagian A asam stearat, setil alkohol, dan stearil alkohol dilelehkan pada suhu 70ºC, sedangkan bagian B trietanolamin, gliserin, metil paraben, akuades ditempatkan pada wadah yang berbeda dan dipanaskan pada suhu 70ºC. Minyak nilam dicampurkan dalam fase minyak yang telah dilelehkan. Fase air ditambahkan pada fase minyak perlahan-lahan sembari diaduk. Pencampuran kedua fase menggunakan mortir panas hingga homogen dan terbentuk masa krim yang baik. Krim dimasukkan dalam wadah dan ditutup rapat. Evaluasi Sediaan Krim Repelan Evaluasi sediaan kim repelan yang dilakukan yaitu uji organoleptis, uji daya sebar krim, daya lekat, viskositas, dan pH krim. Uji organoleptis dilakukan dengan pengamatan 3
secara visual terhadap warna, bau, dan bentuk dari kelima formula krim. Uji viskositas krim dilakukan dengan menggunakan alat viskometer (Rion Rotor VT-04). Viskometer dihidupkan maka rotor akan berputar dan jarum bergerak ke kanan ditunggu hingga stabil. Uji derajat keasaman pH dilakukan menggunakan pH meter. Sebelum digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu menggunakan larutan dapar pH 7 dan pH 4. Elektroda dimasukkan dalam wadah berisi krim. Angka yang tertera pada pH meter menunjukkan pH sediaan krim. Uji daya sebar dengan cara krim ditimbang 0,5 gram pada cawan petri yang telah diberi skala, kemudian cawan petri yang lain ditimbang bobotnya dan ditempatkan diatas olesan krim, dicatat diameternya. Beban seberat 50, 100, 150, 200, 250, 300, 350 dan 400 g ditambahkan di atas cawan petri. Tiap penambahan beban didiamkan 1 menit dan dicatat diameter penyebaran krim. Uji daya lekat krim dilakukan dengan menimbang krim 0,25 gram dan diletakkan pada gelas objek. Gelas obyek lain ditambahkan diatas krim. Beban seberat 1 kg ditambahkan diatas gelas obyek dan didiamkan 5 menit. Gelas obyek dipasangkan pada alat pengujian daya lekat. Beban seberat 80 g dilepaskan dan dicatat waktu pelepasan kedua gelas objek. Uji Aktivitas Anti nyamuk Pengujian aktivitas nyamuk dilakukan menggunakan kedua tangan probandus. Tangan kiri probandus dioleskan krim percobaan 1 gram dan tangan kanan probandus sebagai kontrol tidak dioleskan krim. Nyamuk betina sejumlah 50 ekor dalam kondisi lapar ditempatkan pada kandang Suhu kandang diatur yaitu 24 - 32ºC dan kelembaban kandang yaitu 60-70% (Buwono dan Busri, 2009). Tangan probandus dimasukkan pada lubang kandang nyamuk. Uji dilakukan pada jam pertama hingga jam ketiga dengan waktu pemaparan 5 menit/periode (Fradin dan Day, 2002). Jumlah gigitan nyamuk pada kulit dihitung selama 5 menit baik kontrol maupun perlakuan, kemudian dikonversikan dalam rumus daya proteksi: DP =
x 100 % …………………………………………………………. (1) Keterangan : A = jumlah nyamuk yang hinggap pada tangan kiri dan B = jumlah
nyamuk yang hinggap pada tangan yang diberi krim repelan.
4
Uji Stabilitas Krim Uji stabilitas krim dilakukan dengan mendiamkan krim selama 2 bulan pada suhu ruang. Pengamatan sifat fisik dilakukan tiap minggu dengan memperhatikan organoleptis, pH, viskositas, daya lekat, dan daya sebar sediaan krim. Teknik Analisis Evaluasi sifat fisik dan stabilitas fisik krim yang meliputi daya sebar, daya lekat, dan pH serta aktivitas repelan dianalisis menggunakan anova satu jalan yang kemudian dilanjutkan dengan uji t-LSD dengan taraf kepercayaan 95 %. Pengujian viskositas krim menggunakan analisis non parametrik yaitu kruskal-wallis test dan kemudian dilanjutkan dengan Mann Whitney test. Analisis akan memberikan hasil yang signifikan apabila p < 0,05. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Sifat Fisik Minyak Atsiri Pengujian sifat fisik minyak atsiri nilam bertujuan untuk mengetahui kemurnian dari minyak atsiri melalui
pengukuran berat jenis dan penetapan indeks bias. Hasil
percobaan diperoleh indeks bias minyak atsiri nilam dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Hasil pengujian Sifat Fisik Minyak Atsiri Nilam Parameter uji Indeks Bias Berat Jenis Patchouli alcohol
Satuan nD g/mL %
Hasil 1,5105 0,9595 29,20
SNI 1,507 – 1,515 0,950 – 0,975 Min. 30
Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa indeks bias dan berat jenis minyak atsiri nilam masuk dalam rentang nilai standar, namun kandungan patchouli alkohol kurang dari standar. Evaluasi Fisik Sediaan Krim Repelan Uji organoleptis bertujuan untuk mengetahui bentuk, warna, bau serta homogenitas sediaan krim terkait dengan parameter kenyamanan pemakai sediaan krim. Dari hasil yang diperoleh kelima formula membentuk sediaan krim yang lembut dan homogen. Sediaan dapat dikatakan homogen secara makroskopis karena tampak bahwa fase minyak terdistribusi merata pada tiap bagian krim. Seiring dengan peningkatan konsentrasi minyak atsiri nilam warna yang dihasilkan semakin kuning dan bau yang dihasilkan semakin menyengat. Hal ini berarti adanya peningkatan konsentrasi minyak atsiri dapat mempengaruhi warna dan bau sediaan krim namun tidak mempengaruhi bentuk krim yang
5
dihasilkan karena sediaan krim memiliki penampakan yang baik dalam artian stabil karena tidak menimbulkan pemisahan antara fase minyak dan fase air. Evaluasi sifat fisik sediaan krim bertujuan untuk mengetahui pengaruh peningkatan minyak atsiri nilam terhadap sifat fisik sediaan krim. Selain melihat organoleptis krim repelan minyak atsiri nilam dilakukan pula pengujian daya sebar, daya lekat, viskositas dan pH sediaan. Pengujian daya sebar bertujuan untuk mengetahui kemampuan menyebar sediaan krim pada kulit. Hasil pengujian daya sebar dapat dilihat pada gambar 1. Secara umum terjadi peningkatan diameter daya sebar dari formula 1 ke formula 5 seiring dengan penambahan minyak atsiri nilam kedalam krim.
Gambar 1. Grafik Hubungan formula dengan luas penyebaran krim (cm2) Keterangan : FI : Formula krim tanpa penambahan minyak atsiri nilam FII : Formula krim dengan konsentrasi minyak atsiri nilam 2% FIII : Formula krim dengan konsentrasi minyak atsiri nilam 4% FIV : Formula krim dengan konsentrasi minyak atsiri nilam 6% FV : Formula krim dengan konsentrasi minyak atsiri nilam 8%
Hal ini disebabkan karena penambahan minyak atsiri dengan konsentrasi yang tinggi menyebabkan krim semakin encer. Daya sebar krim berkaitan dengan viskositas krim (Kranthi et al, 2011). Semakin rendah viskositas krim maka kemampuan krim untuk mengalir lebih tinggi sehingga memungkinkan krim untuk menyebar dengan mudah dan terdistribusi merata. Krim formula 1 dengan tanpa penambahan minyak atsiri memiliki konsistensi lebih padat, sehingga krim menumpuk dan menghasilkan penyebaran yang kecil. Penambahan minyak atsiri nilam kedalam krim menyebabkan peningkatan yang signifikan terhadap daya sebar krim, karena nilai P-value yang didapatkan adalah 0,000. Pengujian daya lekat bertujuan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan krim untuk melekat pada kulit. Pengujian daya lekat ditunjukkan pada gambar 2. Dari hasil percobaan berdasarkan penambahan minyak atsiri nilam pada sediaan krim menunjukkan tren yang cenderung menurun dari formula 1-5.
6
Gambar 2. Grafik Hubungan Formula dengan Daya Lekat (detik) Keterangan : FI : Formula krim tanpa penambahan minyak atsiri nilam FII : Formula krim dengan konsentrasi minyak atsiri nilam 2% FIII : Formula krim dengan konsentrasi minyak atsiri nilam 4% FIV : Formula krim dengan konsentrasi minyak atsiri nilam 6% FV : Formula krim dengan konsentrasi minyak atsiri nilam 8%
Penurunan daya lekat pada sediaan krim disebabkan oleh minyak atsiri yang digunakan berbentuk cair sehingga apabila ditambahkan pada sediaan krim dalam jumlah yang banyak krim semakin sulit melekat. Hal ini terkait pula dengan viskositas yang dihasilkan rendah sehingga daya lekatnya pun semakin rendah. Penurunan daya lekat krim signifikan akibat adanya penambahan minyak atsiri pada formula yang ditunjukkan dengan nilai P-value 0,000. Pengujian viskositas bertujuan untuk mengetahui mudah atau tidaknya suatu sediaan untuk diaplikasikan yang ditunjukkan dari kemampuannya dalam mengalir. Viskositas dapat digunakan sebagai parameter kestabilan dan dapat mempengaruhi daya lekat serta daya sebar suatu sediaan. Hasil pengujian viskositas ditampilkan pada gambar 3.
Gambar 3. Grafik Hubungan Formula dengan viskositas krim (dPa.s) Keterangan : FI : Formula krim tanpa penambahan minyak atsiri nilam FII : Formula krim dengan konsentrasi minyak atsiri nilam 2% FIII : Formula krim dengan konsentrasi minyak atsiri nilam 4% FIV : Formula krim dengan konsentrasi minyak atsiri nilam 6% FV : Formula krim dengan konsentrasi minyak atsiri nilam 8%
Dari hasil percobaan diperoleh tiap formula memiliki kecenderungan mengalami penurunan viskositas seiring dengan penambahan minyak atsiri. Hal ini disebabkan oleh kandungan cairan dalam sediaan semakin banyak sehingga mempengaruhi konsistensi krim yang akan semakin berkurang. Besarnya viskositas formula 1 dipengaruhi oleh bahan-bahan yang terkandung pada sediaan membentuk konsistensi padat pada suhu ruang 7
(Rahmanto, 2011). Semakin rendah viskositas krim maka lebih mudah diaplikasikan karena kemampuan mengalirnya besar, namun jika viskositas krim tinggi maka lebih sulit menggunakannya. Penurunan viskositas krim signifikan terhadap penambahan minyak atsiri nilam karena hasil analisis menunjukkan nilai P-value 0,009, serta penurunan viskositas tiap-tiap formula signifikan dengan P-value yang didapatkan < 0,05. Evaluasi pengujian pH krim dilakukan untuk mengetahui kesesuaian derajat keasamaan sediaan krim dengan kulit agar sediaan dapat diaplikasikan pada kulit. Krim yang baik seharusnya memiliki rentang pH 4,5 - 8 untuk bisa diterima dengan baik oleh kulit yang memiliki pH normal 4,5 – 6,5 (SNI, 1996). Hasil uji pH krim dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 4. Grafik Hubungan Formula dengan pH krim Keterangan : FI : Formula krim tanpa penambahan minyak atsiri nilam FII : Formula krim dengan konsentrasi minyak atsiri nilam 2% FIII : Formula krim dengan konsentrasi minyak atsiri nilam 4% FIV : Formula krim dengan konsentrasi minyak atsiri nilam 6% FV : Formula krim dengan konsentrasi minyak atsiri nilam 8%
Dari hasil yang diperoleh tren cenderung menurun pada formula 4 dan 5. Hal ini disebabkan oleh pH minyak atsiri menurut literatur termasuk dalam rentang pH asam sehingga apabila ditambahkan pada sediaan krim dengan konsentrasi tinggi menghasilkan pH campuran yang lebih rendah. Formula 1, 2, dan 3 cenderung memiliki pH yang hampir sama, hal ini disebabkan pH sediaan masih didominasi oleh bahan-bahan penyusun krim lainnya seperti TEA yang bersifat basa. Secara keseluruhan rentang pH yang didapatkan adalah 7,48 – 7,603 yang berarti pH krim masuk dalam rentang pH normal sediaan menurut SNI yang dapat diterima oleh kulit. Penurunan pH yang terjadi tidak signifikan (P-value = 0,160), sehingga dapat dikatakan bahwa adanya penambahan minyak atsiri nilam pada sediaan tidak berpengaruh signifikan terhadap pH sediaan krim. Pengujian Aktivitas Repelan Krim Pengujian aktivitas repelan bertujuan untuk mengetahui aktivitas minyak atsiri nilam yang terdapat pada krim sebagai zat aktif penolak nyamuk. Nyamuk yang digunakan Aedes aegypti betina. Krim minyak atsiri nilam memiliki aktivitas penolak nyamuk yang 8
ditunjukkan dengan daya proteksi terhadap nyamuk Aedes aegypti. Aktivitas penolak nyamuk dari minyak atrisi nilam disebabkan oleh adanya kandungan patchouli alcohol didalamnya. Hasil pengujian aktivitas repelan krim
(Gambar 5) menunjukkan daya
proteksi formula 1-5 cenderung meningkat seiring dengan penambahan minyak atsiri nilam.
Gambar 5. Grafik Hubungan waktu dengan daya proteksi krim (%) Keterangan : FI : Formula krim tanpa penambahan minyak atsiri nilam FII : Formula krim dengan konsentrasi minyak atsiri nilam 2% FIII : Formula krim dengan konsentrasi minyak atsiri nilam 4% FIV : Formula krim dengan konsentrasi minyak atsiri nilam 6% FV : Formula krim dengan konsentrasi minyak atsiri nilam 8%
Semakin banyak minyak nilam yang terkandung dalam krim maka semakin besar kemampuannya dalam menolak nyamuk. Hal ini dikarenakan formula 5 memiliki aroma yang lebih menyengat dari minyak nilam sehingga aroma tersebut mampu menolak nyamuk hampir 90%. Hal ini dapat dikaitkan dengan pengujian viskositas krim (Gambar 3) Semakin rendah viskositas maka zat aktif akan lebih mudah keluar dari basis dan semakin besar pula aktivitasnya. Sediaan repelan dapat dikatakan baik apabila memiliki daya proteksi > 90% selama 6 jam. Dari hasil yang diperoleh kelima formula sediaan krim minyak atsiri nilam memiliki aktivitas < 90%. Merujuk pada penelitian sebelumnya yaitu Gokulakrishnan (2013) menyatakan minyak atsiri nilam mampu memberikan perlindungan 100% selama 280 menit, selain itu penelitian Ridwan (2012) menyatakan ekstrak limbah tanaman nilam yang telah diformulasikan dalam bentuk lotio dengan konsentrasi 7% memiliki daya proteksi lebih baik dibandingkan DEET sehingga dapat dikatakan aktivitas repelan sediaan krim dari minyak atsiri nilam kurang efektif dibandingkan penelitian sebelumnya. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kondisi pengeringan tanaman nilam yang berdampak pada aroma minyak atsiri nilam, perbedaan destilasi tanaman nilam, bentuk sediaan yang dihasilkan dimana sediaan losio memiliki viskositas lebih rendah dibandingkan krim, sehingga kemampuan pelepasan zat aktif lebih cepat dan aktivitasnya 9
lebih besar, selain itu faktor manusia (probandus) secara kodratnya dapat mengeluarkan keringat sehingga kemungkinan keringan mempengaruhi kompen zat aktif sediaan repelan. Percobaan ini dibandingkan pula dengan sediaan repelan dari produk dagang. Produk dagang yang digunakan mengandung senyawa aktif DEET dengan konsentrasi 13% dalam bentuk lotion. Didapatkan hasil pengujian aktivitas penolak nyamuk dari produk dagang memiliki daya proteksi > 90% hingga jam ke 3. Hal ini berarti produk repelan sintetik memiliki aktivitas repelan lebih besar dibandingkan sediaan krim repelan dari minyak atsiri nilam. Semakin tinggi konsentrasi DEET maka perlindungan terhadap nyamuk semakin lama, namun penggunaan DEET lebih dari 10% - 30% berbahaya bagi anak (Koren et al., 2003 ) serta penggunaan DEET secara terus menerus dapat menyebabkan iritasi pada kulit manusia (Patel et al, 2012). Krim repelan dari minyak atsiri nilam walaupun memiliki aktivitas lebih rendah dari produk dagang, dalam penggunaannya lebih aman dan ramah lingkungan. Pengujian Stabilitas Fisik Krim Pengujian stabilitas krim bertujuan untuk mengetahui pengaruh penyimpanan terhadap kestabilan sediaan krim. Kestabilan sediaan krim dapat diketahui dari pengujian organoleptis, daya sebar, daya lekat, viskositas dan pH sediaan yang dilihat tiap minggu selama 2 bulan. Apabila suatu sediaan tidak stabil maka akan mengurangi estetika dan minat konsumen untuk menggunakan sediaan tersebut. Indikasi suatu sediaan dikatakan tidak stabil apabila terjadi pemisahan fase air dan minyak. Oleh sebab itu stabilitas sediaan krim menjadi parameter penting pada evaluasi krim karena dapat memperlihatkan daya tahan krim terhadap kondisi penyimpanan dan waktu penyimpanan dalam jangka panjang (Rahmanto, 2011). Dari hasil pengujian organoleptis yang diamati tiap minggu selama 2 bulan menunjukkan kelima krim tidak mengalami perubahan yang berarti baik dari segi bentuk, warna, dan baunya. Bentuk sediaan krim tetap konsisten dan tidak mengalami pemisahan fase. Dari segi warna masing-masing formula krim sama seperti awal pembuatan. Pada pengujian viskositas minggu ke-0 semakin tinggi konsentrasi minyak atsiri yang ditambahkan kedalam krim maka viskositas krim cenderung menurun, sama halnya dengan penyimpanan krim hingga minggu ke-8 viskositas yang dihasilkan pun cenderung menurun kecuali formula 1 yang justru meningkat. Gambar 6 menampilkan hasil pengujian viskositas krim pada minggu ke-0 hingga minggu ke-8.
10
Gambar 6. Grafik Hubungan lama penyimpanan dengan viskositas krim Keterangan : FI : Formula krim tanpa penambahan minyak atsiri nilam FII : Formula krim dengan konsentrasi minyak atsiri nilam 2% FIII : Formula krim dengan konsentrasi minyak atsiri nilam 4% FIV : Formula krim dengan konsentrasi minyak atsiri nilam 6% FV : Formula krim dengan konsentrasi minyak atsiri nilam 8%
Hal ini disebabkan karena formula 1 mengalami penguapan air pada saat penyimpanan sehingga krim menjadi lebih kental dan viskositasnya meningkat, sedangkan formula 2-5 penurunan viskositas terjadi karena adanya kandungan minyak atsiri nilam menyebabkan kerenggangan partikel penyusun krim sehingga kecenderungan partikel untuk bergerak bebas meningkat, akibatnya tahanan aliran semakin rendah dan viskositas krim menurun (Swastika et al., 2013). Peningkatan viskositas formula 1 signifikan mulai minggu ke-4 (P-value = 0,003) sedangkan penurunan viskositas formula 3, 5 signifikan pada minggu ke-4 (P-value < 0,05) namun pada formula 2 penurunan signifikan mulai pada minggu ke 2 (P-value = 0,023). Dari kelima sediaan krim repelan, formula 4 dapat dikatakan memiliki stabilitas viskositas lebih baik dibandingkan dengan formula lain karena grafik kemiringannya lebih landai dan penurunan viskositas signifikan baru terjadi pada minggu ke-8 (P-value = 0,004). Hasil pengujian daya sebar krim dari minggu ke-0 sampai ke-8 dapat dilihat pada Gambar 7. Semakin tinggi konsentrasi minyak atsiri pada krim dapat mempengaruhi daya sebar krim selama penyimpanan
Gambar 7 . Grafik Hubungan lama penyimpanan dengan luas penyebaran krim Keterangan : FI : Formula krim tanpa penambahan minyak atsiri nilam FII : Formula krim dengan konsentrasi minyak atsiri nilam 2% FIII : Formula krim dengan konsentrasi minyak atsiri nilam 4% FIV : Formula krim dengan konsentrasi minyak atsiri nilam 6% FV : Formula krim dengan konsentrasi minyak atsiri nilam 8%
11
Semakin lama penyimpanan krim maka daya sebarnya cenderung meningkat. Hal ini disebabkan oleh adanya penurunan konsistensi krim selama penyimpanan sehingga mempengaruhi daya sebar krim yang semakin meningkat, namun peningkatan daya sebar tidak terjadi pada formula 1 karena minggu ke-8 justru mengalami penurunan daya sebar yang signifikan dengan nilai P-value = 0,013. Peningkatan daya sebar formula 2 dan 3 terjadi pada minggu ke-8 sedangkan formula 4 dan 5 terjadi pada minggu ke-4 (P-value < 0,05). Peningkatan konsentrasi minyak atsiri tidak hanya mempengaruhi daya sebar namun juga mempengaruhi daya lekat krim selama penyimpanan. Pengaruh yang ditimbulkan adalah formula 1-5 cenderung mengalami penurunan daya lekat, hanya saja pada formula 1 penurunan daya lekat hanya terjadi pada minggu pertama, dan mulai minggu ke 4 mengalami peningkatan. Gambar 8 menunjukkan hasil pengujian daya lekat selama 8 minggu. Parameter uji daya lekat mengalami penurunan yang disebabkan oleh perubahan viskositas krim. Adanya tahanan atau viskositas yang semakin meningkat menyebabkan penyebaran krim menurun dan daya lekat krim meningkat sedangkan viskositas yang semakin menurun menyebabkan daya lekat semakin menurun. Formula 1 mengalami peningkatan daya lekat yang signifikan (P-value = 0,001) pada minggu ke 4, formula 2, 4, dan 5 mengalami penurunan waktu lekat yang signifikan pada minggu ke 4 (P-value < 0,05), sedangkan formula 3 peningkatan daya lekat signifikan pada minggu ke 3 (P-value < 0,05).
Gambar 8. Grafik Hubungan lama penyimpanan dengan daya lekat krim Keterangan : FI : Formula krim tanpa penambahan minyak atsiri nilam FII : Formula krim dengan konsentrasi minyak atsiri nilam 2% FIII : Formula krim dengan konsentrasi minyak atsiri nilam 4% FIV : Formula krim dengan konsentrasi minyak atsiri nilam 6% FV : Formula krim dengan konsentrasi minyak atsiri nilam 8%
Pada pengujian pH krim didapatkan tren dari kelima formula mengalami peningkatan pH akibat penyimpanan krim selama 8 minggu. Hasil pengujian pH dapat dilihat pada 12
gambar 9. Dikaitkan dengan pengujian pH sediaan pada minggu ke-0 bahwa penambahan minyak atsiri pada sediaan menyebabkan pH formula 4 dan 5 menjadi lebih rendah akibat pH minyak atsiri nilam yang rendah, namun setelah penyimpanan justru formula 4 dan 5 memiliki pH lebih tinggi dari formula lain.
Gambar 9. Grafik Hubungan lama penyimpanan dengan pH krim Keterangan : FI : Formula krim tanpa penambahan minyak atsiri nilam FII : Formula krim dengan konsentrasi minyak atsiri nilam 2% FIII : Formula krim dengan konsentrasi minyak atsiri nilam 4% FIV : Formula krim dengan konsentrasi minyak atsiri nilam 6% FV : Formula krim dengan konsentrasi minyak atsiri nilam 8%
Peningkatan pH ini disebabkan oleh semakin tinggi kandungan minyak atsiri maka semakin mudah sediaan mengalami oksidasi dan penguapan sehingga pH sediaan meningkat. Peningkatan dan penurunan pH selama penyimpanan yang terjadi fluktuatif dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kondisi lingkungan penyimpanan, pengadukan sediaan pada awal pembuatan dan bahan-bahan yang terkandung dalam sediaan seperti penambahan minyak atsiri. Secara umum kisaran pH dari kelima formula ini walaupun mengalami peningkatan dan penurunan masih memenuhi rentang pH normal sediaan menurut SNI yang dapat diterima oleh kulit. Peningkatan pH yang terjadi pada formula 1 dan 2 tidak signifikan karena P-value > 0,05. Hal ini berarti penyimpanan krim hingga minggu ke-8 pada formula 1 dan 2 stabil. Formula 3, 4, dan 5 terjadi peningkatan pH yang signifikan karena P-value < 0,05. Dari hasil secara keseluruhan dari kelima formula krim aktivitas repelan formula 4 lebih baik karena pada jam ke 3 formula 4 memiliki daya proteksi paling tinggi dibandingkan formula lain. Hal ini terkait dengan viskositas dari formula 4 yang rendah maka zat aktif mudah keluar dari basisnya, namun basis mampu melepaskan zat aktifnya yaitu minyak atsiri nilam dengan konsentrasi 6% secara perlahan-lahan sehingga aktivitas repelan formula 4 pada jam ke 3 masih lebih tinggi dibandingkan formula lain. Apabila dilihat dari stabilitas fisik keseluruhan formula mengalami perubahan sifat fisik rata-rata pada minggu ke 4 namun pada formula 4 jika dibandingkan dengan minggu ke 0 13
mengalami penurunan viskositas yang signifikan pada minggu ke 8, sedangkan formula lain penurunan viskositas dimulai pada minggu ke 2 dan 4. Kekurangan dari kelima formula adalah bau yang dihasilkan terlalu menyengat akibat aroma minyak nilam yang menyengat dan kadar patchouli alcohol < 30%. Sediaan krim repelan yang mengandung konsentrasi minyak atsiri nilam paling tinggi memiliki aktivitas lebih rendah dibandingkan dengan produk dagang, hal ini disebabkan karena basis krim yang digunakan kurang mampu menahan difusi minyak atsiri akibatnya minyak nilam mudah menguap pada saat digunakan dan kurang efektif pada penggunaan jam ke-2 dan ke-3. Kurang optimalnya kondisi penyimpanan, lingkungan dan basis yang digunakan kemungkinan berpengaruh pula pada stabilitas krim dimana hal tersebut menjadi faktor terjadinya perubahan sifat fisik pada saat penyimpanan.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan : Kenaikan konsentrasi minyak atsiri nilam yang ditambahkan dapat meningkatkan aktivitas repelan sediaan krim terhadap nyamuk Aedes aegypti. Semakin tinggi konsentrasi minyak atsiri nilam maka daya sebar krim meningkatkan namun daya lekat, viskositas krim menurun. Kelima formula krim secara umum tetap stabil hingga minggu ke 8, namun terjadi perubahan sifat fisik yang signifikan pada minggu ke 4. Krim dengan konsentrasi 6% yaitu formula 4 merupakan krim dengan aktivitas repelan paling baik karena memiliki aktivitas repelan paling tinggi pada jam ke 3 dan viskositasnya mengalami penurunan pada minggu ke 8. Saran : Menggunakan minyak atsiri nilam dengan kualitas yang lebih baik dimana kandungan patchouli alcohol > 30%. Perlu dilakukan optimasi asam stearat dan setil alkohol pada sediaan krim agar mampu menghambat penguapan minyak atsiri yang terlalu cepat serta mengatur suhu penyimpanan yaitu pada suhu 4ºC dan 27ºC pada saat pengujian stabilitas fisik sediaan.
DAFTAR ACUAN Departemen Kesehatan RI, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, 8, Jakarta, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Gokulakrishnan, J., Kuppusamy, E., Shanmugam, D., Appavu, A. & Kaliyamoorthi, K., 2013, Pupicidal and repellent activities of Pogostemon cablin essential oil chemical compounds against medically important human vector mosquitoes, Asian Pac J Trop Dis, 3(1), 26-31. 14
Idson, B. & Lazarus, J., 1990, Semisolids. In: Lachman, L., Lieberman, H.A. & Kanig, J.L., The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, Third Edition, 545-560, USA, Lea & Febiger. Kranthi, K.K., Sasikanth, K., Sabareesh, K. & Dorababu, N., 2011, Formulation and Evaluation of Diacerein Cream, Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research, 4(2), 93-98. Kemenkes RI, 2010, Demam Berdarah Dengue, Buletin Jendela Epidemiologi, 2, 15-17. Maia, M.F. & Moore, S.J., 2011, Plant-based insect repellents: a review of their efficacy, development and testing, Malaria Journal, 10(1),1-15. Patel, E.K., Gupta, A. & Oswal, R.J., 2012, A Review on: Mosquito Repellent Methods, International Journal of Pharmaceutical, Chemical and Biological Sciences, 2(3), 310-317. Rahmanto, Andi, 2011, Pemanfaatan Minyak Jarak Pagar (Jatropha curcas, Linn) sebagai Komponen Sediaan dalam Formulasi Produk Hand and Body Cream, tesis, Sekolah Pasca Srjana Institut Pertanian Bogor. Sitrabutra, D. & Soonwera, M., 2013, Repellent activity of herbal essential oils against Aedes aegypti (Linn.) and Culex quinquefasciatus (Say.), Asian Pasific Journal of Tropical Disease, 3(4), 271-276. Swastika, A.N.S.P., Mufrod & Purwanto, 2013, Aktivitas Antioksidan Krim Ekstrak Sari Tomat (Solanum lycopersicum L.), Traditional Medicine Journal, 18(3), 132-140. Voigt, R., 1984, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, diterjemahkan oleh Soewandi, S. N., 416, 512-513, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press.
15