64 Media Bina Ilmiah
ISSN No. 1978-3787
PRE-ELIMINASI PARASIT GASTROINTESTINAL PADA BABI DARI DESA SURANADI KECAMATAN NARMADA LOMBOK BARAT Oleh: Supriadi , A. Muslihin B. Roesmanto Dosen pada Fakultas Kedokteran Hewan-UNTB Abstrak: Babi merupakan reservoir berbagai agen penyakit parasit, salah satunya infeksi berbagai gastrointestinal parasit. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kehadiran organisme parasit pada babi yang dipelihara pada kandang tradisional di desa Suranadi Lombok Barat. Jenis penelitian ini adalah Epidemiologi deskriptif yang termasuk Cross Sectional study. Adapun sampling dilakukan dengan metode purposif sampling. Sebanyak 23 sampel feses babi telah diperiksa di laboratorium UPTD Puskeswan Kota Mataram. Pemeriksaan sampel dilakukan dengan menggunakan metode pengapungan. Hasil penelitian ini berhasil menemukan 5 spesies parasit dari golongan Protozoa dan Helminth. Golongan Protozoa yang ditemukan adalah Balantidium sp., sedangkan golongan Helminth terdiri atas 4 spesies yaitu Ascaris suum, Trycostrongylus sp., Metastrongylys sp. dan Taenia sp. Dari hasil penelitian ini perlu dilakukan perbaikan manajemen pemeliharaan dan perbaikan sanitasi lingkungan, khususnya di sekitar kandang babi yang ada di Desa Suranadi. Kata Kunci : Gastrointestinal parasit, Babi, desa Suranadi. PENDAHULUAN Babi merupakan hewan yang dipelihara untuk tujuan tertentu, salah satunya untuk memenuhi kebutuhan akan daging atau protein hewani bagi manusia. Ditinjau dari pola makannya, babi termasuk hewan omnivora, yaitu hewan pemakan segala jenis pakan, baik yang berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan. Menurut Parakkasi (2006), babi merupakan salah satu hewan monogastrik yang memiliki lambung tunggal. Usaha peternakan babi memiliki beberapa keuntungan bagi peternak diantaranya adalah siklus reproduksi yang relatif pendek, banyak anak dalam satu kelahiran, tingkat pertumbuhan cepat, efisien dalam penggunaan ransum, dan dapat memanfaatkan sisa makanan yang tidak digunakan oleh manusia. Kegiatan usaha peternakan babi dilakukan secara komersial (industri peternakan), dan sebagian besar masih merupakan peternakan rakyat. Selain sebagai cabang usaha utama, peternakan babi dapat dijadikan sebagai usaha sampingan ataupun komplementer bagi masyarakat (Aritonang, 1998). Menurut Ardana (2008), babi mempunyai toleransi yang tinggi terhadap kondisi iklim yang beragam. Ternak babi dapat dipelihara di berbagai _____________________________________________ Volume 8, No. 5, Agustus 2014
tipe iklim, mulai dari daerah yang beriklim dingin (temperate zone) sampai ke daerah tropis (topical zone). Daerah tropis seperti di Indonesia pada umumnya, babi dipelihara dan dapat berproduksi dengan baik mulai dari daerah pegunungan sampai ke daerah pesisir. Ditinjau dari segi produktivitas, babi merupakan hewan peridi (profilic), yang mampu menghasilkan banyak anak dalam setahun. Dengan demikian, dalam waktu yang relatif singkat, peternak akan biasa memperoleh keuntungan dari hasil usaha ternak babinya. Keuntungan lainnya dari peternakan babi adalah daging babi merupakan salah satu komoditas penting ditinjau dari aspek gizi, sosial budaya, dan ekonomi. Industri karkas babi mempunyai prospek ekonomi yang cukup cerah, karena usaha peternakan babi relatif mudah dikembangkan, daya reproduksi tinggi dan cepat menghasilkan. Untuk memenuhi permintaan pasar, maka selain kuantitas, produsen diharapkan dapat menyediakandaging babi yang berkualitas (Tobing, 2012). Secara ekonomis, ternak babi merupakan salah satu sumber daging dan pemenuhan gizi yang http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787
sangat terjangkau bagi sebagian kalangan masyarakat pengkonsumsinya karena (1) presentase karkas babi cukup tinggi yaitu mencapai 65-80%, sedangkan presentase karkas sapi hanya 50-60%, domba dan kambing 45-55% serta kerbau 38%; (2) daging babi memiliki kandungan lemak yang lebih tinggi dengan kadar air lebih rendah; dan (3) adaptif terhadap sistem pemakaian peralatan otomatis sehingga menghemat biaya dan tenaga kerja (Aritonang, 1998). Lebih lanjut dijelaskan oleh Prasetyo (2013) bahwa dalam usaha beternak babi, ada beberapa kendala yang sering dihadapi peternak, salah satunya adalah penyakit parasitik yang dapat menyerang ternak babi. Ada berbagai macam parasit yang dapat mengancam produktivitas peternakan, apalagi bila babi yang terserang penyakit parasitik tersebut tidak segera diobati maka akan menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar. Pemeliharaan babi di Desa Suranadi masih tradisional, seperti makanannya masih tergantung pada sisa-sisa dari dapur dan ubi-ubian, kadangkadang babi dikandangkan pada malam hari dan dilepas pada pagi hari di pekarangan untuk mencari makan. Menurut Levine (1995), sistem pemeliharaan babi yang masih bersifat tradisional akan menyebabkan babi mudah terkena penyakit. Matsubayasi et al (2009) melaporkan 3 spesies organisme parasit pada babi beberapa daerah di Jepang. Spesies parasit tersebut antara lain Eimeria spp., (40,3%), Thricuris suis (24,8%), Ascaris suum (14,7%) dan Metastrongylus sp.(2,3%). Lebih lanjut dijelaskan oleh Dewi dan Nugroho (2007) bahwa hasil hasil pemeriksaan feses babi di beberapa daerah di Surabaya menunjukkan adanya kehadiran kista Eimeria sp dan Balantidium coli pada feses babi kutil. Hasil penelitian lainnya juga menyebutkan bahwa dari 60 feses babi di Jawa Tengah yang diperiksa 5 feses (8,3%) ditemukan protozoa usus yang patogen bagi manusia yaitu Balantidium coli (Sulistiningari, 2003). Yasa et al. (2010), melaporkan bahwa hasil pemeriksaan feses babi di Bali menunjukkan Eimeria (60%), Entamoeba (38%), dan Balantidium (62%). Hasil ini ini juga diperkuat oleh hasil penelitian Yuliari et al., (2013) yang melakukan pemeriksaan terhadap 22 sampel feses babi dan menemukan bahwa 72,7% babi
Media Bina Ilmiah65
yang berasal dari Lembah Baliem dan Pegunungan Arfak Papua terinfeksi Eimeria (68,2%), Isospora (27,3%), Entamoeba (27,3%), dan Balantidium(36,4%) (Yuliari et al. 2013). Scuster and Ramirez-Avila (2008) menyebutkan bahwa beberapa spesies protozoa parasit yang ditemukan pada babi bersifat zoonosis dan menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia. Salah satu daerah yang memiliki populasi babi yang cukup tinggi di Pulau Lombok adalah daerah Suranadi. Hal ini sangat didukung oleh kondisi ekologis yang memungkinkan babi dapat berkembang pesat di daerah ini. Mengingat sifat babi sebagai reservoir berbagai organisme parasitik dan belum pernah dilakukan penelitian infeksi parasit gastrointestinal pada babi di daerah ini, maka penelitian ini sangat perlu dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kehadiran organisme parasit pada babi yang dipelihara pada kandang tradisional di desa Suranadi Lombok Barat. METODE PENELITIAN Sebanyak 23 sampel feses babi telah dikoleksi selama bulan Juli 2014. Sampel tersebut dikoleksi dari dusun Pemunut Desa Suranadi Kecamatan Narmada Lombok Barat. Sampel-sampel tersebut telah diperiksa di laboratorium UPTD Puskeswan Kota Mataram. Sampel yang dikoleksi selama di lapangan disimpan dalam botol sampel dan dilarutankan dengan etanol absolut untuk menghindari kerusakan jaringan parasit yang ada di dalam sampel feses. Sampel kemudian dibawa ke Laboratorium untuk diperiksa. Jenis penelitian ini adalah Epidemiologi deskriptif yang termasuk Cross Sectional study yaitu studi epidemiologi yang mempelajari prevalensi, distribusi, maupun hubungan penyakit dan paparan (faktor penelitian) dengan cara mengambil status paparan, penyakit, atau karakteristik terkait kesehatan lainnya, secara serentak pada individu-individu dari suatu populasi pada suatu waktu (Murti, 2011). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ternak babi yang di pelihara pada kandang tradisional di Dusun Pemunut Desa Suranadi Kecamatan Narmada Lombok Barat dengan perkiraan jumlah populasi target sebanyak 400
_____________________________________ http://www.lpsdimataram.com
Volume 8, No. 5, Agugstus 2014
66 Media Bina Ilmiah
ekor babi. Adapun besaran sampel yaitu 23 ekor yang dihitung menurut rumus : Besaran sampel yang di peroleh dari populasi ternak babi berjumlah 400 ekor adalah 23 ekor, diperoleh berdasarkan rumus. Rumus : n = [1-(1-a)1/D] [N-(D-1)/2] D = 10% x 400 = 40 n = [1-(1-a)1/D] [N-(D-1)/ 2] n = [1-(1-0,90)1/40] [400-(40-1)/2] = [1-0,1]0,025 [400-19,5] = [1-0,94] [400-19,5] = 0, 06 x 360,5 = 22,83 = 23 Dimana : n = Jumlah sampel a = Tingkat kepercayaan N = Jumlah populasi D = perkiraan jumlah hewan sakit dalam populasi (Murti, 2011). Pengambilan sampel dilakukan dalam penelitian ini adalah metode purposive sampling denganpengambilan lansung dari peternakan masyarakat. Pengambilan sampel feses sebanyak 23 ekor. Feses dimasukkan kedalam kantong plastik dan dibawa ke Laboratorium. Sampel feses babi yang telah dikoleksi dari lapangan diperiksa dengan menggunakan metode pengapungan (Flotation Method). Sebanyak 2 gram sampel digerus dengan mortar dan ditambahkan aquades sampai ¾ tabung reaksi. Sampel kemudian disentrifus selama 5 menit dengan kecepatan 3000 rpm, cairan jernih di atas endapan dibuang. Larutan gula jenuh kemudian dituangkan di atas endapan sampai ¾ tabung dan diaduk sampai homogen. Sampel kemudian disentrifus kembali selama 5 menit dengan kecepatan 2500 rpm. Tabung kemudian diletakkan di atas rak dengan posisi tegak lurus, kemudian gula jenuh diteteskan sampai permukaan cairan menjadi cembung. Setelah itu cover glass ditempelkan pada permukaan tabung reaksi dan ditunggu selama 3 menit, hal ini dilakukan untuk memberikan kesempatan telur cacing untuk naik ke permukaan cairan. Kaca penutup kemudian _____________________________________________ Volume 8, No. 5, Agustus 2014
ISSN No. 1978-3787
dipindahkan ke object glass dan diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 10 dan 10 x 40 serta didokumentasikan. Hasil pengamatan yang didapat diidentifikasi berdasarkan morfologi dan ukuran protozoa dengan mencocokkan hasil pengamatan langsung dengan literature (Buku Penuntun Praktis Parasitologi Kedokteran Edisi 2 oleh Ideham, B., Pusarawati, S. 2009). Data yang didapat dianalisa secara deskriptif dengan menghubungkan data dan fakta dilapangan serta interpretasi data disajikan dalam bentuk tabel dan gambar. Kesimpulan ditarik secara deduktif dengan memaparkan hal-hal yang bersifat umum ke khusus. HASIL PENELITIAN Hasil pemeriksaan 23 sampel feses babi yang diambil dari dusun Pemunut masing-masing 8 sampel dari RT. 02, 8 sampel dari RT. 03 dan 7 sampel dari RT. 04 dengan menggunakan Metode pengapungan ditemukan 5 spesies parasit yaitu Balantidium sp. Ascaris suum, Metastongylus sp, Trycostrongylus sp, dan Taenia sp. kelima spesies parasit tersebut dapat digolongkan ke dalam Protozoa (1 jenis) dan Helminth (4 jenis). Tabel 1. Prevalensi Infeksi Parasit Gastrointestinal pada babi di Dusun Pemunut Desa Suranadi. Gastrointestinal Parasit Protozoa Balantidium sp.
Parasit Teridentifikasi Protozoa
Helminth
√
Helminth Ascaris suum Taenia sp. Metastrongylus sp. Trichostrongylus sp.
√ √ √ √
Secara morfologi Balantidium sp. memiliki bentuk oval dan memiliki makronukleus yang besar dan mudah teramati. Ascaris suum secara morfologi memiliki telur dengan lapisan kapsul yang tebal dan kasar. Metastrongylus sp. http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787
dan Trycostrongylus sp. merupakan golongan cacing yang memiliki dinding telur yang tipis. Akan tetapi, secara morfologi, Trycostrongylus sp. memiliki bentuk yang lonjong dengan ujung bundar, sedangkan Metastrongylus sp. memiliki ujung anterior yang lebih lancip. Hal inilah yang membedakan karakteristik morfologi telur kedua spesies tersebut.
Gambar 1. Gastro intestinal parasit yang teridentifikasi menginfeksi babi di daerah Suranadi. PEMBAHASAN Hasil penelitian pre-eliminasi sampel feses babi yang diperiksa dengan metode pengapungan diperoleh bahwa parasit gastrointestinal yang mengifeksi babi di desa Suranadi terdiri dari 2 golongan. golongan pertama adalah Protozoa dan golongan kedua adalah Helminth (cacing). Adapun golongan protozoa parasit yang teridentifikasi pada sampel feses babi adalah spesies Balantidium sp. sedangkan beberapa Helminth gastrointestinal parasit adalah Ascaris suum, Metastongylus sp, Trycostrongylus sp, dan Taenia sp. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa populasi babi yang dipelihara pada kandang tradisional dengan kandang tanah sangat rentan terhadap infeksi berbagai gastrointestinal parasit, baik dari golongan Protozoa maupun Helminth. Hasil penelitian ini diperkuat oleh hasil penelitianpenelitian sebelumnya, seperti Dewi dan Nugroho (2007) yang mengidentifikasi Balantidium sp. pada babi kutil di daerah Surabaya. Hasil penelitian
Media Bina Ilmiah67
Yasa et al. (2010) yang juga menemukan infeksi Balantidium sp. pada ternak babi. Kedua penelitian ini memperkuat hasil penelitian ini dan memberikan gambaran yang jelas bahwa Balantidium sp. merupakan parasit yang khas pada babi, meskipun indentifikasi sampai level spesies sangat perlu dilakukan. Hal ini disebabkan karena babi merupakan reservoir dari berbagai penyakit parasit (Scuster and Ramirez-Avila, 2008). Lebih lanjut dijelaskan bahwa Protozoa parasit ini bersifat zoonosis ke manusia. Oleh karena itu, adanya infeksi pada babi di daerah Suranadi perlu terus diwaspadai. Selain parasit dari golongan Protozoa, pada penelitian ini juga menemukan adanya infeksi beberapa golongan Helminth yaitu Ascaris suum, Metastrongylus sp., Trycostrongylus sp dan Taenia sp. menurut Matsubayasi et al (2009) Ascaris suum umum ditemukan pada babi. Spesies cacing Nematoda merupakan spesies yang khas pada ternak babi maupun babi liar. Hal ini diperkuat dari hasil penelitiannya yang menemukan prevalensi infeksi A. suum sebesar 14,7%. Selain A. suum, spesies Metastrongylus sp. dan Trycostrongylus sp. juga sering dijumpai menginfeksi ternak babi, meskipun dalam intensitas yang rendah. Lebih lanjut Matsubayasi et al (2009) menjelaskan bahwa kedua spesies cacing Nematoda tersebut pada musim tertentu ditemukan dalam jumlah yang tinggi. Selain cacing Nematoda, pada penelitian ini juga ditemukan Helminth Trematoda yaitu Taenis sp. Cacing ini merupakan golongan cacing zoonosis yang sangat patogen. Kehadiran cacing ini sangat perlu mendapatkan perhatin dan penelitian lebih lanjut, karena dapat mengganggu kesehatan ternak babi. Selain itu, infeksi cacing ini sangat berbahaya bagi manusia yang mengkonsumsi daging babi, khsusnya pada anak-anak. Tingginya infeksi gastrointestinal parasit pada babi di desa Suranadi mungkin disebabkan oleh rendahnya tingkat manajemen pemeliharan babi. Selain itu, buruknya sanitasi kandang menjadi faktor yang meningkatkan resiko infeksi gastrointestinal parasit pada babi dan tidak menutup kemungkinan dapat menginfeksi manusia (pemilik babi). Dugaan ini diperkuat dengan hasil pengamatan di lokasi sampling yang menemukan
_____________________________________ http://www.lpsdimataram.com
Volume 8, No. 5, Agugstus 2014
68 Media Bina Ilmiah
bahwa penduduk sangat dekat dengan kehidupan babi, bahka dapur dan peralatan makan penduduk sangat dekat dengan aktivitas babi. Mengingat tingginya infeksi gastrointestinal parasit pada babi di daerah ini, maka perlu dilakukan sosialisasi yang intensif kepada warga, khsusnya yang memiliki ternak babi untuk lebih menjaga kebersihan kandang dan meningkatkan sanitasi lingkungan sekitar tempat tinggal. Selain itu, penelitian lebih lanjut untuk melihat prevalensi dan identifikasi molekuler sangat perlu dilakukan untuk mengetahui mortalitas infeksi gastrointestinal parasit pada babi di daerah ini. PENUTUP Dari hasil peneliatian ini dapat disimpulkan bahwa babiyang dipelihara di Desa Suranaditelah terinfeksi oleh beberapa spesies gastrointestinal parasit. Adapun spesies parasit yang menginfeksi populasi babi tersebut adalah dari golongan Protozoa yaitu Balantidium sp. ; dan golongan Helmint yaitu Ascaris suum, Trycostrongylus sp, Metastrongylus sp dan Taenia sp. DAFTAR PUSTAKA Ardana, I.B.K dan Putra D.K. Harya. 2008. Ternak Babi (Manajemen Reproduksi, Produksi dan Penyakit. Udayana University Press. Bali. Aritonang, D. 1998. Produktivitas Babi Impor di Indonesia. Seminar Ekspor Ternak Potong, Jakarta. Diunduh 21 Mei 2014. Dewi, K & R.T.P Nugraha. 2007. Endoparasit Pada Feses Babi Kutil (Sus verrucosus) Dan Prevalensinya Yang Berada Di Kebun Binatang Surabaya. Zoo Indonesia. 16(1): 13-19 http://bioeducation10.blogspot.co m/2012/11/protozoa_11.html. Diunduh tanggal : 6 Mei 2014. Hamton, J., P. B. S. Spencer, A. d. Elliot, and R. C. A. Thompson. 2006. Prevalence of Zoonotic Pathogens from Feral Pigs in Major Public Drinking Water _____________________________________________ Volume 8, No. 5, Agustus 2014
ISSN No. 1978-3787
Cathments in Western Australia. J Eco Health. pp: 1-6 Levine,
N.D. 1995. Protozoologi Veteriner. Penerjemah : Soekardono, S. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Matsubayashi, M., T. Kita, T. Narushima, I. Kimata, H Tani), K Sasai and E. Baba. 2009. Coprological Survey of Parasitic Infections in Pigs and Cattle in Slaughterhouse in Osaka, Japan. J. Vet. Med. Sci. 71(8): 1079–1083. Murti, B. 2011. Desain Studi. Yogyakarta: Gadjah Mada University.Press. Parakkasi, A. 2006. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Monogastrik, Vol.1B.UI Press. Jakarta. http://peternakan.co.id/ ternak-monogastrik-2. Diunduh tanggal: 17 Mei 2014. Payne, J., C.M. Francis, K. Phillipps, dan S.N. Kartikasari. 2000. Panduan lapangan : Mamalia di Kalimantan, Sabah, Serawak, dan Brunei Darussalam. Prima Centra. Jakarta. Prasetyo, H., ARDANA, I B. K., BUDIASA, M. K. 2013. Studi Penampilan Reproduksi (Litter Size, Jumlah Sapih, Kematian) Induk Babi pada Peternakan Himalaya, Kupang. Indonesia Medicus Veterinus: 2(3) : 261 - 268. Schuster FL, Avila LR. Current World Status of Balantidium coli. Clinical microbiol review 21:626-638. doi:10.1128/CMR.00021-08. Sulistiningari. 2003. Pemeriksaan Protozoa Usus Patogen Bagi Manusia Dalam Tinja Babi di Peternakan Dusun Kanten Desa Sroyo Kecamatan Jaten KabupatenKaranganyar.http://www.f km.undip.ac.id/data/index.php?actio n=4&idx=608. Diunduh tanggal: 06 Mei 2014.
http://www.lpsdimataram.com