PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2011 TENTANG PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
: a. bahwa
bangunan
merupakan
gedung
negara
barang milik negara/daerah
untuk keperluan dinas sebagai tempat berlangsungnya
kegiatan
aparatur
pemerintah sehingga harus fungsional dan memenuhi keselamatan bangunan; b.
bahwa pembangunan bangunan gedung negara
sebagai
bagian
dari
proses
penyelenggaraan bangunan gedung negara harus dilaksanakan secara tertib, efektif, efisien, hemat, tidak berlebihan, dan ramah lingkungan; c. bahwa untuk mewujudkan bangunan gedung ...
-1-
gedung negara sebagaimana dimaksud pada
huruf
pengaturan
b
perlu
meningkatkan
pembangunan
bangunan
gedung negara oleh Pemerintah; d. bahwa
berdasarkan
pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Pembangunan Bangunan Gedung Negara; Mengingat
: 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3833); 3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran
Negara ...
-2-
Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247); 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia
Nomor
4437)
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun
2008
Nomor
59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan
Negara
(Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
6. Undang-Undang ... -3-
6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaha-raan
Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005
tentang
Peraturan
Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan
Gedung
(Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4532); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan
Negara/Daerah
Barang
(Lembaran
Milik Negara
Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4609) sebagaimana telah diubah
dengan
Peraturan
Pemerintah
Nomor 38 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik ... -4-
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4885); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
tentang
Pemerintahan
Pembagian antara
Pemerintahan
Daerah
Pemerintahan
Daerah
Urusan
Pemerintah, Provinsi,
dan
Kabupaten/Kota
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007
Lembaran
Nomor
Negara
82,
Tambahan
Republik
Indonesia
Nomor 4737); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4817). MEMUTUSKAN ... -5-
MEMUTUSKAN: Menetapkan
:
PERATURAN
PRESIDEN
PEMBANGUNAN
TENTANG BANGUNAN
GEDUNG NEGARA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Presiden ini, yang dimaksud dengan: 1.
Bangunan gedung negara adalah bangunan gedung untuk keperluan dinas yang menjadi barang
milik
negara/daerah
dan
diadakan
dengan sumber pembiayaan yang berasal dari dana APBN, dan/atau APBD, atau perolehan lainnya yang sah. 2.
Pembangunan bangunan gedung negara adalah kegiatan mendirikan bangunan gedung negara yang ... -6-
yang diselenggarakan melalui tahap perencanaan teknis,
pelaksanaan
konstruksi,
dan
pengawasannya, baik merupakan pembangunan baru, perawatan bangunan gedung, maupun perluasan bangunan gedung yang sudah ada, dan/atau
lanjutan
pembangunan
bangunan
gedung. 3.
Satuan Kerja Perangkat Daerah, selanjutnya disebut SKPD, adalah perangkat daerah pada pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota selaku pengguna anggaran/barang.
4.
Pengelolaan teknis bangunan gedung negara adalah pemberian bantuan teknis oleh Menteri kepada
kementerian/lembaga/SKPD
dalam
pembangunan bangunan gedung negara. 5.
Tenaga pengelola teknis adalah tenaga teknis Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang pekerjaan umum/SKPD yang ...
-7-
yang bertanggung jawab dalam pembinaan bangunan gedung negara, yang ditugaskan untuk membantu kementerian/lembaga/SKPD dalam pembangunan bangunan gedung negara. 6.
Klasifikasi bangunan gedung negara adalah penggolongan kelas bangunan gedung negara berdasarkan tingkat kompleksitas.
7.
Standar luas bangunan gedung negara adalah standar luasan yang digunakan untuk bangunan gedung negara yang meliputi gedung kantor, rumah negara, dan bangunan gedung negara lainnya.
8.
Standar harga satuan tertinggi adalah biaya paling banyak per meter persegi pelaksanaan konstruksi
pekerjaan
standar
untuk
pembangunan bangunan gedung negara. 9.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang pekerjaan umum. BAB II ...
-8-
BAB II PERSYARATAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA Bagian Kesatu Umum Pasal 2 Bangunan gedung negara harus memenuhi: a. persyaratan administratif; dan b. persyaratan teknis. Bagian Kedua Persyaratan Administratif Pasal 3 (1) Persyaratan administratif bangunan gedung negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a meliputi: a. status hak atas tanah dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah; b. status kepemilikan bangunan gedung; dan c. izin mendirikan bangunan gedung, termasuk dokumen ...
-9-
dokumen analisis dampak lingkungan sesuai dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
administratif
sebagaimana
undangan. (2) Selain
persyaratan
dimaksud pada ayat (1), bangunan gedung negara dilengkapi dengan: a. dokumen pendanaan; b. dokumen perencanaan; c. dokumen pembangunan; dan d. dokumen pendaftaran. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Ketiga Persyaratan Teknis Pasal 4 (1) Persyaratan
teknis
bangunan
gedung
negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, meliputi: a. tata ... - 10 -
a. tata bangunan; dan b. keandalan bangunan. (2) Selain persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bangunan gedung negara harus memenuhi ketentuan: a. klasifikasi; b. standar luas; dan c. standar jumlah lantai. (3) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Keempat Klasifikasi Pasal 5 (1) Klasifikasi bangunan gedung negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a didasarkan pada kompleksitas. (2) Klasifikasi bangunan gedung negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi bangunan sederhana .... - 11 -
sederhana,
bangunan
tidak
sederhana,
dan
bangunan khusus. (3) Bangunan sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan bangunan gedung negara dengan teknologi dan spesifikasi sederhana. (4) Bangunan tidak sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan bangunan gedung negara dengan teknologi dan spesifikasi tidak sederhana. (5) Bangunan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan bangunan gedung negara dengan fungsi, teknologi, dan spesifikasi khusus. (6) Ketentuan
lebih
lanjut
mengenai
klasifikasi
bangunan gedung negara diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Kelima Standar Luas Pasal 6 Standar luas bangunan gedung negara sebagaimana dimaksud ... - 12 -
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b dikelompokkan menjadi: a. standar luas gedung kantor; b. standar luas rumah negara; dan c. standar luas bangunan gedung negara lainnya. Pasal 7 (1) Standar luas ruang gedung kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a rata-rata 10 (sepuluh) meter persegi per personel. (2) Rincian
standar
luas
ruang
gedung
kantor
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini. (3) Bangunan gedung kantor yang memerlukan ruang pelayanan,
luasnya
dihitung
secara
tersendiri
berdasarkan analisis kebutuhan ruang, di luar standar luas sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar luas ruang gedung ... - 13 -
gedung kantor diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 8 (1) Standar
luas
rumah
negara
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 huruf b beserta standar luas tanahnya ditetapkan sesuai dengan tipe rumah negara yang didasarkan pada tingkat jabatan dan golongan kepangkatan penghuni. (2) Rincian standar luas rumah negara dan luas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini. Pasal 9 Standar
luas
bangunan
gedung
negara
lainnyasebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c mengikuti ketentuan luas ruang yang ditetapkan oleh menteri yang bersangkutan. Bagian ... - 14 -
Bagian Keenam Standar Jumlah Lantai Pasal 10 (1) Jumlah
lantai
bangunan
gedung
negara
ditetapkan paling banyak 8 (delapan) lantai. (2) Jumlah lantai rumah negara yang tidak berupa rumah susun ditetapkan paling banyak 2 (dua) lantai. (3) Bangunan gedung negara yang dibangun lebih dari
8
(delapan)
lantai
harus
mendapat
persetujuan terlebih dahulu dari Menteri. BAB III PROSEDUR PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA Bagian Kesatu Pengelolaan Teknis
Pasal 11 ... - 15 -
Pasal 11 (1) Setiap pembangunan bangunan gedung negara yang
dilaksanakan
oleh
kementerian/lembaga/SKPD harus mendapat bantuan teknis dalam bentuk pengelolaan teknis. (2) Pengelolaan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tenaga pengelola teknis yang bersertifikat. (3) Tenaga pengelola teknis bertugas membantu dalam
pengelolaan
kegiatan
pembangunan
bangunan gedung negara di bidang teknis administratif. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan teknis diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Kedua Tahapan Pembangunan Pasal 12 ...
- 16 -
Pasal 12 (1) Tahapan
pembangunan
bangunan
gedung
negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), meliputi: a. perencanaan teknis; b. pelaksanaan konstruksi; dan c. pengawasan teknis. (2) Perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, dan pengawasan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Tahapan
pembangunan
bangunan
gedung
negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diawali dengan kegiatan persiapan dan diikuti dengan kegiatan pasca konstruksi. (4) Persiapan
pembangunan
bangunan
gedung
negara sebagaimana dimaksud pada ayat (3), meliputi: a. penyusunan rencana kebutuhan; b. penyusunan ... - 17 -
b. penyusunan rencana pendanaan; dan c. penyusunan rencana penyediaan dana. (5) Penyusunan rencana kebutuhan sebagaimana dimaksud
pada
ayat
(4)
huruf
a
untuk
pembangunan bangunan gedung negara yang pendanaannya bersumber dari APBN harus mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan. (6) Penyusunan rencana pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b harus mendapat rekomendasi dari : a.
Menteri gedung
untuk negara
pembangunan yang
bangunan
pendanaannya
bersumber dari APBN; b.
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang dalam negeri untuk pembangunan bangunan gedung negara yang pendanaannya bersumber dari APBD Provinsi; atau
c.
Gubernur untuk pembangunan bangunan gedung negara yang pendanaannya bersumber ... - 18 -
bersumber dari APBD Kabupaten/Kota. (7) Penyusunan
rencana
penyediaan
dana
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c disusun dalam: a. rencana
kerja
dan
anggaran
kementerian/lembaga untuk pembangunan bangunan gedung negara yang pendanaannya bersumber dari APBN; atau b. rencana kerja dan anggaran SKPD untuk pembangunan bangunan gedung negara yang pendanaannya bersumber dari APBD. (8) Rencana kebutuhan dan rencana pendanaan pembangunan
bangunan
gedung
negara
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan huruf b yang pendanaannya bersumber dari APBD Provinsi atau APBD Kabupaten/Kota, terlebih
dahulu
harus
diprogramkan
dan
ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Pasal (9)... - 19 -
(9) Pasca konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), meliputi kegiatan persiapan untuk mendapatkan status barang milik negara dari pengelola barang, sertifikat laik fungsi, dan pendaftaran sebagai bangunan gedung negara. (10) Pendaftaran sebagai bangunan gedung negara sebagaimana dimaksud pada ayat (9) untuk bangunan gedung negara yang dibangun oleh kementerian/lembaga,
dilakukan
dengan
melaporkan bangunan gedung negara yang telah selesai dibangun kepada Menteri. (11) Pendaftaran sebagai bangunan gedung negara sebagaimana dimaksud pada ayat (9) untuk bangunan gedung negara yang dibangun oleh SKPD, dilakukan dengan melaporkan bangunan gedung negara yang telah selesai dibangun kepada
gubernur/bupati/walikota
sesuai
kewenangannya.
Pasal (12)... - 20 -
(12) Pendaftaran sebagai bangunan gedung negara sebagaimana dimaksud pada ayat (9) untuk bangunan gedung negara yang dibangun oleh Provinsi
DKI
Jakarta,
dilakukan
dengan
melaporkan bangunan gedung negara yang telah selesai dibangun kepada Gubernur DKI Jakarta. (13)Ketentuan
lebih
pembangunan
lanjut bangunan
mengenai
tahapan
gedung
negara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 13 Menteri
Dalam
Negeri
menetapkan
pedoman
penyusunan rencana kebutuhan, rencana pendanaan, dan
rencana
bangunan
penyediaan
gedung
negara
dana
pembangunan
yang
pendanaannya
bersumber dari APBD.
BAB IV...
- 21 -
BAB IV BIAYA PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA Bagian Kesatu Umum Pasal 14 (1) Biaya pembangunan bangunan gedung negara terdiri atas biaya standar dan biaya nonstandar. (2) Biaya standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digunakan
untuk
biaya
pelaksanaan
konstruksi: a.
pekerjaan struktur;
b.
pekerjaan arsitektur;
c.
pekerjaan perampungan (finishing); dan
d.
pekerjaan utilitas.
(3) Biaya ...
- 22 -
(3) Biaya standar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk biaya izin mendirikan bangunan (IMB). (4) Biaya standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan: a.
standar harga satuan tertinggi berdasarkan klasifikasi bangunan gedung negara;
b.
koefisien/faktor
pengali
jumlah
lantai
bangunan; dan c.
luas bangunan.
(5) Koefisien/faktor pengali jumlah lantai bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b ditetapkan oleh Menteri. Bagian Kedua Standar Harga Satuan Tertinggi Pasal 15 (1) Standar harga satuan tertinggi bangunan gedung negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4)... - 23 -
ayat (4) huruf a ditetapkan secara berkala oleh Bupati/Walikota. (2) Standar harga satuan tertinggi bangunan gedung negara untuk Provinsi DKI Jakarta ditetapkan oleh Gubernur. (3) Standar harga satuan tertinggi bangunan gedung negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2)
dihitung
berdasarkan
formula
perhitungan standar harga satuan tertinggi yang ditetapkan oleh Menteri. Bagian Ketiga Biaya Nonstandar Pasal 16 (1) Biaya nonstandar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) digunakan untuk: a.
perizinan selain IMB;
b.
penyiapan dan pematangan lahan;
c.
peningkatan arsitektur dan/atau struktur bangunan; d. pekerjaan... - 24 -
d.
pekerjaan khusus kelengkapan bangunan;
e.
pekerjaan khusus bangunan gedung ramah lingkungan (green building); dan/atau
f.
penyambungan utilitas.
(2) Biaya nonstandar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan kebutuhan nyata dan harga pasar yang wajar. (3) Total biaya nonstandar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan paling banyak sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari total biaya standar
bangunan
gedung
negara
yang
mengenai
biaya
bersangkutan. (4) Ketentuan
lebih
lanjut
nonstandar diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Keempat Komponen Biaya Pembangunan Pasal 17 (1) Biaya pembangunan bangunan gedung negara sebagaimana ... - 25 -
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) meliputi
komponen
biaya
pelaksanaan
konstruksi, biaya perencanaan teknis, biaya pengawasan
teknis,
dan
biaya
pengelolaan
kegiatan. (2) Biaya perencanaan teknis, biaya pengawasan teknis, dan biaya pengelolaan kegiatan dihitung berdasarkan
biaya
pelaksanaan
konstruksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2). (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai komponen biaya pembangunan bangunan gedung negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Kelima Biaya Perawatan Pasal 18 (1) Biaya perawatan bangunan gedung negara dihitung ... - 26 -
dihitung berdasarkan tingkat kerusakan pada bangunan, yaitu: a.
kerusakan ringan;
b.
kerusakan sedang; dan
c.
kerusakan berat.
(2) Biaya perawatan
bangunan gedung negara
dengan tingkat kerusakan ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, ditetapkan paling banyak sebesar 30% (tiga puluh persen) dari biaya pembangunan tahun berjalan. (3) Biaya perawatan
bangunan gedung negara
dengan tingkat kerusakan sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, ditetapkan paling banyak sebesar 45% (empat puluh lima persen) dari biaya pembangunan tahun berjalan. (4) Biaya perawatan
bangunan gedung negara
dengan tingkat kerusakan berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, ditetapkan
paling ... - 27 -
paling banyak sebesar 65% (enam puluh lima persen) dari biaya pembangunan tahun berjalan. (5) Biaya perawatan bangunan gedung negara yang termasuk kategori bangunan cagar budaya, besarnya
biaya
perawatan
dihitung
sesuai
dengan kebutuhan nyata. (6) Ketentuan
lebih
lanjut
mengenai
tingkat
kerusakan dan biaya perawatan diatur dengan Peraturan Menteri. BAB V PEMBINAAN Pasal 19 (1) Pembinaan
teknis
pembangunan
bangunan
gedung negara dilaksanakan oleh Menteri. (2) Pembinaan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)
dilaksanakan
melalui
pengaturan,
pemberdayaan, dan pengawasan. (3) Pengaturan ... - 28 -
(3) Pengaturan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan
dengan
penyusunan
dan
penyebarluasan peraturan perundang-undangan, pedoman,
petunjuk,
dan
standar
teknis
bangunan gedung negara. (4) Pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui sosialisasi, diseminasi, dan pelatihan kepada pemerintah daerah dan penyelenggara bangunan gedung negara. (5) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui pemantauan terhadap pelaksanaan penerapan peraturan perundangundangan bidang bangunan gedung negara dan upaya penegakan hukum. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 20 (1) Pembinaan dan pengawasan umum pelaksanaan pembangunan ... - 29 -
pembangunan bangunan gedung negara yang pendanaannya bersumber dari APBD Propinsi dilaksanakan oleh menteri yang membidangi urusan pemerintahan dalam negeri. (2) Pembinaan dan pengawasan umum pelaksanaan pembangunan bangunan gedung negara yang pendanaannya
bersumber
dari
APBD
Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh Gubernur. (3) Pembinaan dan pengawasan umum sebagaimana dimaksud
pada
dilaksanakan
ayat
(1)
dan
melalui koordinasi,
ayat
(2)
konsultasi,
arahan, perencanaan, pemantauan, dan evaluasi. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan umum pelaksanaan pembangunan bangunan gedung negara yang pendanaannya bersumber dari APBD diatur dengan peraturan menteri yang membidangi urusan pemerintahan dalam negeri.
BAB VI ... - 30 -
BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 21 Peraturan Menteri yang merupakan pelaksanaan dari Peraturan Presiden ini harus diterbitkan paling lama 6
(enam)
bulan
sejak
Peraturan
Presiden
ini
ditetapkan. Pasal 22 Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 11 Oktober 2011 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
- 31 -
LAMPIRAN II PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2011 TANGGAL 11 OKTOBER 2011 STANDAR LUAS RUMAH NEGARA TIPE
KHUS US A
PENGGUNA
Menteri Pimpinan Lembaga Tinggi Negara Sekretaris Jenderal/Direktur Jenderal/Inspektur Jenderal
LUAS (m2) BANG UNA N
TANA H
400
1.000
250
600
120
350
70
200
50
120
36
100
Pejabat yang setingkat Anggota Lembaga Tinggi Negara/Dewan B
C
Direktur/Kepala Pusat/Kepala Biro Pejabat yang setingkat Pegawai Negeri Sipil Golongan IV/d dan IV/e Kepala Sub Direktorat/Kepala Bagian/Kepala Bidang Pejabat yang setingkat Pegawai Negeri Sipil Gol. IV/a dan IV/c
D
Kepala Seksi/Kepala Sub Bagian/Kepala Sub Bidang Pejabat yang setingkat Pegawai Negeri Sipil Gol. III
E
Pegawai Negeri Sipil Gol I dan Gol II
Keterangan: 1. Untuk: - Rumah Jabatan Gubernur disetarakan dengan Rumah Tipe Khusus, kecuali luas tanah 2000m2. - Rumah Jabatan Bupati/Walikota disetarakan dengan Rumah Negara Tipe A, kecuali luas tanah 1000m2. - Rumah Jabatan Gubernur/Bupati/Walikota dapat ditambahkan luas ruang untuk Ruang Tamu Besar/Pendopo yang dihitung sesuai kebutuhan dan kewajaran. 2. Sepanjang tidak bertentangan dengan luasan persil yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah, toleransi kelebihan tanah yang diizinkan untuk: - DKI Jakarta : 20 % - Ibukota Provinsi : 30 % - Ibukota Kabupaten/Kota : 40 % - Pedesaan : 50 % 3. Untuk rumah susun negara yang dibangun dalam wujud rumah susun, luas per unit bangunannya diperhitungkan dengan mengurangi luas garasi mobil (untuk tipe Khusus, A, dan B). Kebutuhan garasi mobil disatukan dalam luas parkir basemen dan/atau halaman. PRESIDEN INDONESIA,
REPUBLIK
ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
LAMPIRAN I PERATURAN PRESIDEN INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2011 TANGGAL 11 OKTOBER 2011
REPUBLIK
STANDAR LUAS BANGUNAN GEDUNG KANTOR A. RUANG UTAMA LUAS RUANG (m2) JABATAN
R. PENUNJANG JABATAN R. KERJA
R. PELAYANAN JABATAN R. R. SIMPA TOILET N
KETERANGAN JML
R. TAMU
R. RAPAT
R. TUNG GU
R. ISTIRA HAT
R. SEKRET
28.00
40.00
40.00
60.00
20.00
15.00
24.00
14.00
6.00
247.00
8
16.00
14.00
20.00
18.00
10.00
10.00
15.00
10.00
4.00
117.00
5
16.00
14.00
20.00
18.00
10.00
10.00
15.00
10.00
4.00
117.00
5
16.00
14.00
20.00
9.00
5.00
7.00
4.40
5.00
3.00
83.40
2
R. STAF
JML STAF
4
Menteri/Ketua Lembaga Wakil Menteri K/L Eselon IA/Anggota Dewan Eselon IB
5
Eselon IIA
14.00
12.00
14.00
12.00
5.00
7.00
4.40
3.00
3.00
74.40
2
6
Eselon IIB
14.00
12.00
10.00
6.00
5.00
5.00
4.40
3.00
3.00
62.40
2
7
Eselon IIIA
12.00
6.00
24.00
0
8
Eselon IIIB
12.00
6.00
21.00
0
9
Eselon IV
8.00
18.80
4
1 2 3
3.00
3.00 8.80
R. Toilet 3.00 bersama 2.00
CATATAN
R.Staf pada setiap jabatan diperhitungkan berdasarkan jumlah personel @ 2,2 3 m2/ personel, sesuai dengan tingkat jabatan dan kebutuhan dari masingmasing K/L
Keterangan :
Untuk ruang kantor Gubernur disetarakan dengan ruang kantor Menteri.
Untuk ruang kantor Walikota/Bupati disetarakan dengan ruang kantor eselon IA.
Untuk ruang kantor DPRD disetarakan dengan ruang kantor eselon IIA.
B. RUANG PENUNJANG ...
B. RUANG PENUNJANG JENIS RUANG
LUAS
KETERANGAN
1
Ruang Rapat Utama Kementerian
140 m2
Kapasitas 100 orang
2
Ruang Rapat Utama Eselon I
90 m2
Kapasitas 75 orang
3
Ruang Rapat Utama Eselon II
40 m2
Kapasitas 30 orang
4
m2/orang
4
Ruang Studio
5
Ruang Arsip
0.4 m2/orang
6
WC/Toilet
2 m2/25 orang
7
Musholla
0.8 m2/orang
Pemakai 10% dari staf Pemakai seluruh staf Pemakai Pejabat Eselon V sd Eselon III dan seluruh staf Pemakai 20% dari jumlah personel
Keterangan :
Untuk ruang penunjang Gubernur disetarakan dengan ruang penunjang Menteri. Untuk ruang penunjang Walikota/Bupati disetarakan dengan ruang penunjang Eselon I. Untuk ruang penunjang DPRD disetarakan dengan ruang penunjang Eselon II.
C. SIRKULASI …
C.
SIRKULASI
25% X (JUMLAH A + B)
Keterangan: Standar luas ruang tersebut di atas merupakan acuan dasar yang dapat disesuaikan berdasarkan fungsi/sifat tiap eselon/jabatan. Luas ruang kerja untuk Satuan Kerja dan Jabatan Fungsional dihitung tersendiri sesuai dengan kebutuhan di luar standar luas tersebut di atas. Untuk bangunan gedung kantor yang memerlukan ruang-ruang khusus atau ruang pelayanan masyarakat, seperti Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara, kebutuhannya dihitung tersendiri, dan di luar standar luas tersebut di atas.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO