6 Media Bina Ilmiah
ISSN No. 1978-3787
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS KUNJUNGAN WANITA USIA SUBUR KE KLINIK VCT RSUDP NTB TAHUN 2014
Oleh: Irmayani, Syajaratuddur Faiqah
Abstract: Globally , AIDS-related illness is the leading cause of death among women of reproductive age. Women's vulnerability to HIV caused more gender inequality that result in women's inability to control sexual behavior or inject drugs from the husband or regular partner and lack of access to HIV-AIDS treatment services. Biologically, women are more likely to be infected with HIV through unprotected heterosexual intercourse than men. The purpose of this study was to determine the factors that influence the Status of Eligible Women visits to VCT clinics RSUDP 2014. This research was conducted at the Clinic VCT department of NTB in October 2015 with the design of the study is observational analytic and in terms of time kind of cross sectional study. The population is all coming womans chilbearing age (WUS) to have HIV testing in VCT clinic RSUDP NTB 2014, amounting to 462 people. Sampling technique with a total sampling is all WUS utilizing VCT Clinic RSUDP NTB period from January to December 2014 was recorded in the Register as many as 462 people.Statistic test used is a multivariate logistic regression. The result showed the highest status WUS visit with mobile VCT (63.0%) aged 15-24 years (42.6%), have a secondary education (60.6%), does not work (48.1%), married (60.8%), received information from health workers (87.2%), had a 78.8% risk partner. Variables related to the status of the visit WUS utilizing VCT services are age (p = 0.001), education (p = 0.009), occupation (p = 0.000), marital status (P = 0.000), resources (p value = 0,000), the type of risk (p = 0.017). Variable resources is the factor most affecting the status of the visit WUS utilizing VCT services RSUDP NTB with p = 0.000 and estimation 25.87.
PENDAHULUAN Kejadian HIV di seluruh dunia pada tahun 2013 sebanyak 35 juta orang dengan 16 juta orang diantaranya adalah perempuan. Secara global, penyakit terkait AIDS adalah penyebab utama kematian di kalangan wanita usia reproduksi. Pada akhir tahun 2012 diperkirakan bahwa 52 persen dari orang yang hidup dengan HIV dan AIDS di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah adalah perempuan. Setiap menit seorang wanita muda terinfeksi HIV, dengan sub-Sahara Afrika melaporkan persentase perempuan muda berusia 15-24 tahun yang hidup dengan HIV menjadi dua kali lipat dari laki-laki muda. Hasil studi menunjukkan bahwa perempuan dan remaja putri lebih rentan tertular HIV, karena kemungkinan perempuan dan remaja putri tertular HIV 2,5 kali dibandingkan laki-laki dan remaja putra (UNAIDS 2004). Di Asia, rute penularan HIV utama adalah hubungan seks heteroseksual, menyebabkan peningkatan infeksi HIV di kalangan perempuan. Indonesia, Vietnam dan Pakistan penularan HIV terutama melalui penggunaan narkoba suntikan (baik sebagai akibat dari suntik pribadi, dan dari terinfeksi oleh mitra Penasun laki-laki).
Perempuan sering dianggap sebagai risiko rendah infeksi HIV karena tidak umum untuk memiliki lebih dari satu pasangan seks seumur hidup. Suami berhubungan seks tanpa kondom di luar nikah atau menyuntikkan obat menempatkan istri mereka pada risiko infeksi HIV. 90 persen perempuan yang hidup dengan HIVdi Asia terinfeksi oleh suami mereka atau mitra jangka panjang. Status ekonomi dan sosial yang lebih rendah dari perempuan adalah penghalang untuk mencegah infeksi baru (Kemmeneg PP, 2008) Kerentanan perempuan terhadap HIV lebih banyak disebabkan ketimpangan gender yang berakibat pada ketidakmampuan perempuan untuk mengontrol perilaku seksual atau menyuntik narkoba dari suami atau pasangan tetapnya dan kurangnya akses untuk mendapatkan pelayanan pengobatan HIV-AIDS. Secara biologis, perempuan lebih mungkin untuk terinfeksi HIV melalui hubungan heteroseksual tanpa kondom dibandingkan laki-laki. Selain itu, masih ada stigma di masyarakat yang menganggap bahwa HIV dan AIDS hanya dialami perempuan penjaja seks atau perempuan penjaja seks komersial adalah sumber penularan HIV, namun kenyataannya
_____________________________________________ Volume 10, No. 6, Juni 2016
http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787 perempuan yang tidak melakukan perilaku beresiko telah ada yang terinfeksi HIV dari pasangan tetapnya (suaminya).Kerentanan perempuan dan remaja putri untuk tertular umumnya karena kurangnya pengetahuan dan informasi mereka tentang HIV-AIDS ataupun kurangnya akses untuk mendapatkan layanan pencegahan HIV (Kemmeneg PP, 2008). Prevalensi secara nasional kasus HIV di Indonesia pada tahun 2014 sebesar 23,95 per 100.000 penduduk. Provinsi dengan prevalensi tertinggi adalah Provinsi DKI Jakarta (32.782), disusul Jawa Timur (19.249), Papua (16.051), Jawa Barat (13.507), dan Bali (9.637), sedangkan Prevalensi di Nusa Tenggara Barat sebesar 10,89 per 100.000 penduduk, dengan jumlah komulatif kasus (1.751). Di Indonesia hingga September 2014 terdapat 150.296 Kasus dan AIDS 55.799 kasus 9.796 kasus di antaranya telah meninggal dunia. Jumlah tersebut terdiri dari 30,001 laki-laki dan 16.149 perempuan, dengan faktor resiko tertinggi adalah Heteroseksual (54%) (Ditjen PPM & PL Kemkes RI, 2014). Propinsi NTB memiliki 7 klinik VCT salah satunya di Kota Mataram yaitu Klinik VCT RSUDP NTB yang berfungsi sebagai pusat konseling HIV dan juga merupakan pusat rujukan pasien HIV dari klinik VCT lainnya di NTB. Menurut data Klinik VCT RSUDP NTB, pada tahun 2012 jumah layanan pemeriksaan HIV/AIDS sebanyak 716 orang dengan positif HIV sebanyak 9,07% kemudian pada tahun 2013 4,02%. Sedangkan data pada bulan Januari-Desember 2014 menunjukkan jumlah kunjungan sebanyak 1023orang meliputikunjungan perempuan 47,4% dan laki-laki sebanyak 52,6% dengan positif HIV sebanyak 36 orang(3,51%). Menurut data Klinik VCT RSUDP NTB, data kunjungan dari tahun ke tahun terus meningkat yang menunjukkankan bahwa ancaman infeksi HIV kecenderungannya terus meningkat.Laju epidemi HIV pada 2010-2014 berhasil ditekan, terutama pada kelompok resiko. Namun, laju epidemi pada kelompok perempuan tetap tinggi yang umumnya adalah ibu rumah tangga yang terinfeksi dari suaminya atau perempuan yang tertular dari pasangannya.Sehingga yang terpenting pada penanggulangan HIV/AIDS adalah memperluas cakupan pemeriksaan, pengobatan, dan perlindungan/pencegahan penularan( Laporan tahunan Klinik VCT RSUDP NTB Tahun 2014). METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Klinik VCT RSUDP NTB pada bulan Oktober tahun 2015 dengan desain penelitian yang digunakan adalah
Media Bina Ilmiah 7 observasional analitik dan dari segi waktu jenis penelitian Cross Sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh WUS yang datang tes HIV di Klinik VCT RSUDP NTB Tahun 2014 yang berjumlah 462 orang. Sampel pada penelitian ini adalah semua populasi WUS yang memanfaatkan layanan klinik tes HIV RSUP NTB tahun 2014 yang tercatat di Register sebanyak 462 Orang. Teknik Pengambilan Sampel dengan Total Sampling yaitu semua WUS yang memanfaatkan Klinik VCT RSUDP NTB periode Januari-Desember 2014 yang tercatat di Register sebanyak 462 Orang. Data tentang kunjungan tes HIV yang dikumpulkan adalah data sekunder dengan menelusuri data di buku register Klinik VCT RSUDP NTB meliputi data umur, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, sumber infomasi, jenis kelompok resiko dan status kunjungan wanita usia subur yang memanfaatkan layanan VCT RSUDP NTB tahun 2014. Uji statistic yang digunakan adalah regresi logistic multivariate. HASIL PENELITIAN 1.
Analisis Univariat Tabel 1. Analisis Univariat
Variabel Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Status Perkawinan Sumber Informasi
Jenis Resiko
Status Kunjungan
Kategori 15-24 tahun 25-34 tahun 35-44 tahun >45 tahun Dasar Menengah Tinggi Bekerja Tidak Bekerja Mahasiswa Kawin Tidak Kawin Tenaga Kesehatan Teman Keluarga Konselor Pasangan Resiko WPS/Pelanggan PS Lain-Lain Datang Sendiri Rujukan Mobile VCT
N 197 147 92 26 113 280 69 108 222 132 281 181 403 33 23 3 364 20 78 66 105 291
% 42,6 31,8 19,9 5,6 24,5 60,6 14,9 23,4 48,1 28,6 60,8 39,2 87,2 7,1 5,0 0,6 78,8 4,3 16,9 14,3 22,7 63,0
Tabel 1 menunjukkan bahwa terdapat 42,6% dengan usia 15-24 tahun, memiliki pendidikan menengah (60,6%), tidak bekerja (48,1%), kawin (60,8%), mendapat informasi dari tenaga kesehatan (87,2%), memiliki pasangan resiko 78,8%, dan dengan status kunjungan mobile VCT (63,0%).
_____________________________________ http://www.lpsdimataram.com
Volume 10, No. 6, Juni 2016
8 Media Bina Ilmiah 2.
Analisis Bivariat Tabel 2. Analisis Bivariat
Tabel 2 menunjukkan hubungan variabel umur, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, sumber informasi dan jenis resiko dengan status kunjungan WUS yang memanfaatkan layanan VCT di RSUP NTB. Status kunjungan WUS dengan Mobile VCT merupakan persentase tertinggi pada semua kategori umur dengan umur 15-24 tahun (67,5%), 25-34 tahun (59,2%), umur 35-44 tahun (63,0%) dan umur ≥45 tahun (50,0%). Sedangkan rujukan terbanyak pada umur ≥45 tahun (42,3%) dan paling sedikit pada umur 15-24 tahun (14,2%). Berdasarkan uji analisis didapatkan adanya hubungan antara umur dengan status kunjungan WUS yang memanfaatkan layanan VCT dengan p value 0,001(p<0,05). Sampel berdasarkan pendidikan menunjukkan bahwa yang terbanyak dengan status kunjungan mobile VCT adalah berpendidikan tinggi (73,9%) dibandingkan pendidikan menengah (63,9%) dan dasar (54,0%). Berdasarkan uji analisis didapatkan adanya hubungan antara umur dengan status kunjungan WUS yang memanfaatkan layanan VCT dengan p value 0,009 (p<0,05). Pekerjaan sampel berdasarkan status kunjungan mobile VCT terbanyak adalah mahasiswa (78,8%) dibandingkan dengan bekerja (67,6%) dan tidak bekerja (51,45%). Berdasarkan uji analisis didapatkan adanya hubungan antara pekerjaan dengan status kunjungan WUS yang memanfaatkan layanan VCT dengan p value 0,000 (p<0,05). Kategori status perkawinan berdasarkan status kunjungan mobile VCT terbanyak adalah tidak kawin (70,7%) dibandingkan dengan yang kawin (58,0%). Hasil uji analisis didapatkan adanya hubungan antara status perkawinan dengan status kunjungan WUS yang memanfaatkan layanan VCT dengan p value 0,000 (p<0,05). _____________________________________________ Volume 10, No. 6, Juni 2016
ISSN No. 1978-3787 Sumber informasi keluarga dan konselor masing-masing 100% dengan status kunjungan datang sendiri, sedangkan sumber informasi dari tenaga kesehatan terbanyak dengan mobile VCT (72,0%). Hasil uji analisis didapatkan adanya hubungan antara sumber informasi dengan status kunjungan WUS yang memanfaatkan layanan VCT dengan p value 0,000 (p<0,05). Status kunjungan mobile VCT terbanyak pada jenis resiko lain-lain (IDU’s) sebanyak 75,6% dibandingkan jenis resiko WPS/PPS (75,0%) dan pasangan resiko (59,6%). Hasil uji analisis didapatkan adanya hubungan antara jenis resiko dengan status kunjungan WUS yang memanfaatkan layanan VCT dengan p value 0,017 (p<0,05). c.
Analisis Multivariat Tabel 3. Analisis Multivariat
Tabel 3 menunjukkan bahwa semua variabel berpengaruh secara multivariat dan memenuhi syarat untuk masuk persamaan regresi serta memberikan kontribusi 60,7% mempengaruhi kunjungan. Hasil uji multivariat Regresi Ordinal pada variabel pekerjaan dan sumber informasi memiliki nilai signifikan (p < 0,05) . Hasil analisis didapatkan bahwa sumber informasi dari tenaga kesehatan memiliki nilai estimasi lebih besar dibandingkan pekerjaan yaitu 25,87. Hal ini ada pengaruh yang sangat bermakna secara bersamasama terhadap variable pekerjaan, dimana didapatkan bahwa factor sumber informasi merupakan factor paling mempengaruhi status kunjungan WUS yang memanfaatkan layanan VCT RSUP NTB dengan estimasi 25,87 artinya WUS yang sumber informasinya dari tenaga kesehatan mempunyai kemungkinan 25,87 kali untuk datang sendiri dalam memanfaatkan layanan
http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787 VCT dibandingkan sumber informasi dari teman, keluarga dan konselor. PEMBAHASAN Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor yang paling mempengaruhi status kunjungan WUS yang memanfaatkan layanan VCT adalah sumber informasi. Sumber informasi terbanyak dari sampel penelitian ini adalah tenaga kesehatan (87,2%). Menurut data Klinik VCT RSUD Provinsi NTB Tahun 2015, program Sosialisasi/Penyuluhan HIV dan Mobile VCT dilaksanakan setiap minggu, 4 kali dalam sebulan di berbagai tempat di Mataram seperti di tempattempat beresiko (tempat PSK), di kampus, dan juga di kantor pemerintahan sehingga masyarakat mendapat cukup informasi mengenai HIV/AIDS (Buku Program Klinik VCT RSUDP NTB, 2015).Penelitian ini menunjukkan layanan VCT yang terbanyak digunakan adalah mobile VCT (63,0%). Mobile VCT merupakan alternatif yang dapat digunakan untuk membuat VCT dapat diakses oleh sasaran lainnya ddibandingkan dengan fasilitas kesehatan utama. Alternatif layanan mobile VCT ini terutama bagi remaja lebih rahasia dan privasi dibandingkan fasilitas kesehatan dan rumah sakit (Sebbudo & Nangendo,2009) Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Purwaningsih tahun 2010 yaitu responden mendapat informasi VCT dari petugas kesehatan. Seluruh responden menyatakan belum pernah mendapat informasi VCT dari media massa seperti majalah, radio, televisi atau koran. Sedangkan hasil penelitian Ireri AM et al tahun 2011, pada remaja yang paling umum sumber informasi pertama VCT di antara peserta Media (31%) dan Teman (27%). Orang tua, saudara, guru dan Internet juga dikutip sebagai sumber informasi pertama VCT sebanyak 32% dari responden. Sumber informasi lain VCT terutama termasuk seminar, lokakarya, poster dan gereja-gereja sebanyak 10% dari responden. Hambatan dalam pemanfaatan VCT menurut USAID (2009), salah satu di antaranya disebabkan oleh kurangnya publikasi tentang VCT di masyarakat. Fakta di atas menunjukkan bahwa faktor pendorong lain terhadap responden yang melakukan VCT selain petugas kesehatan masih lemah. Padahal indikator yang dapat menjadi faktor pendorong responden dalam melakukan VCT di antaranya adalah informasi dari media massa (seperti radio, majalah, televisi), nasihat dari teman atau anggota keluarga, serta petugas kesehatan. Orang risiko tinggi yang memiliki faktor pendorong yang sangat kuat mungkin akan
Media Bina Ilmiah 9 lebih mudah bagi dirinya untuk melakukan VCT daripada orang risiko tinggi yang tidak memiliki faktor pendorong. Semakin banyak motivasi dan informasi yang didapatkan oleh orang risiko tinggi tentang VCT kemungkinan akan membuat orang risiko tinggi tersebut semakin terdorong untuk melakukan VCT (Purwaningsih,2010) Hasil penelitian korelasi menunjukkan adanaya hubungan antara umur dengan status kunjungan kunjungan WUS yang memanfaatkan layanan VCT. Umur terbanyak sampel adalah umur 15-24 tahun dengan status kunjungan terbanyak mobile VCT. HIV/AIDS masih menjadi masalah kesehatan global dimensi belum pernah terjadi sebelumnya. Remaja (15-24 tahun) mencapai lebih dari 50 persen dari semua infeksi HIV baru di seluruh dunia. Remaja memiliki tingkat prevalensi tertinggi sekitar 5,6% [1] orang .Remaja sangat rentan terhadap infeksi HIV karena awal aktifitas seksual, faktor emosional dan perkembangan, penggunaan kondom yang rendah, kerentanan biologis dan sosial, infeksi menular seksual, perilaku mencari pelayanan kesehatan yang buruk , dan penyalahgunaan zat dan alkohol [2] (Dirar et al). Di antara siswa berpartisipasi 416 (52,8%) dari mereka memiliki dites HIV, alasan utama yang diberikan oleh responden untuk diuji HIV, mayoritas 374 (89,9%) dari mereka memanfaatkan layanan VCT karena mengetahui sendiri, 16 (3,8%) karena akan menikah(Dirar et al, 2010). Penelitian ini juga mempunyai hasil yang sama dengan penelitian Mugo et al tahun 2010, perempuan berusia 15 sampai 24 tahun dua kali lebih mungkin untuk melaporkan menggunakan layanan VCT dibandingkan dengan yang lebih tua perempuan (OR 2,2; 95% CI 0,95-5,3). Studi kami menunjukkan bahwa wanita yang lebih muda memiliki kecenderungan meskipun tidak signifikan secara statistik untuk mendapatkan layanan VCT menggunakan lebih sering. Hasil ini mendorong seperti di Kenya, sebuah Wanita berusia 15 sampai 24 tahun diperkirakan empat kali lebih mungkin untuk menjadi positif HIV dibandingkan dengan laki-laki dalam kelompok usia yang sama (Nascop 2008). Dalam komunitas belajar, orang-orang muda yang terdiri 27,1% dari populasi, 14% wanita. Wanita dengan tingkat pendidikan sekunder atau lebih tinggi lebih mungkin untuk melaporkan menggunakan VCT dibandingkan dengan wanita dengan hanya pendidikan tingkat SD (OR 1,3 95% CI 0,89-1,7). Wanita menikah lebih mungkin didapatkan menggunakan VCT dibandingkan dengan yang belum menikah, janda atau wanita bercerai (OR 1,2 95% CI 0,88-1,6). Status perkawinan juga berdampak sedikit tetapi tidak signifikan pada pemanfaatan layanan
_____________________________________ http://www.lpsdimataram.com
Volume 10, No. 6, Juni 2016
10 Media Bina Ilmiah VCT. Hal ini mendorong Status perkawinan sebagai faktor risiko untuk infeksi HIV (Glynn, 2001). Norma sosial lebih mungkin untuk menerima aktivitas seksual dalam pernikahan, membuat kunjungan ke pusat VCT kurang memalukan. Perempuan yang janda, belum menikah atau berpisah cenderung jarang memanfaatkan Layanan VCT. Namun, pada wanita Kenya di Kelompok ini memiliki prevalensi HIV yang tinggi berkisar antara 17% dan 21% (Nascop 2008). Status pernikahan juga dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap kondisi rentan yang dialami. Kranzer et al(2008) dalam Bock (2009), menyatakan rendahnya pemanfaatan VCT di Malawi pada umumnya terjadi di kalangan individu yang telah menikah. Seseorang yang telah menikah dan telah hidup lama bersama pasangannya, akan berpikir dirinya tidak memiliki risiko terinfeksi HIV karena ia percaya terhadap pasangannya sehingga individu tersebut tidak akan memiliki inisiatif untuk melakukan VCT. Teori tersebut sesuai dengan fakta dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sebagian besar responden dalam penelitian ini berstatus janda/duda. Dengan demikian, status pernikahan orang risiko tinggi dapat mempengaruhi perilaku pemanfaatan VCT di Puskesmas Dupak. Orang risiko tinggi yang berstatus janda/duda kemungkinan akan lebih terdorong untuk memanfaatkan VCT di Puskesmas Dupak dibandingkan dengan orang risiko tinggi yang telah memiliki pasangan atau telah menikah Pendidikan juga memiliki dampak positif meskipun tidak signifikan pada pemanfaatan VCT. Studi sebelumnya telah menunjukkan peningkatan VCT dengan meningkatnya tingkat pendidikan (Wringe, 2008; Sherr, 2007). Bisa dikatakan orang dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi pada umumnya lebih mampu mengakses dan memahami kampanye.promosi kesehatan. Seseorang kemungkinan dapat dinyatakan memiliki kerentanan yang sangat kuat terhadap HIV/AIDS apabila ia memiliki keyakinan bahwa dirinya berisiko menderita HIV/AIDS, memiliki teman atau pasangan yang terinfeksi HIV/AIDS, atau memiliki riwayat perilaku yang berisiko untuk tertular HIV/AIDS. Orang risiko tinggi yang memiliki kerentanan yang sangat kuat untuk terkena HIV/AIDS kemungkinan akan terdorong untuk memanfaatkan VCT. Maulana (2009), menyatakan bahwa variabel struktural yang salah satu di antaranya merupakan pengalaman yang dimiliki individu, termasuk pengalaman pekerjaan (riwayat pekerjaan) dapat mempengaruhi persepsi individu terhadap kesehatannya. Individu yang memiliki riwayat pekerjaan yang jelas berisiko terinfeksi HIV/AIDS mungkin akan lebih mudah _____________________________________________ Volume 10, No. 6, Juni 2016
ISSN No. 1978-3787 memotivasi dirinya untuk memanfaatkan VCT karena ia menyadari bahaya yang akan dialami sedangkan individu yang beranggapan bahwa dirinya tidak berisiko, kemungkinan tidak akan melakukan VCT. Hal ini secara tidak langsung dapat memperluas penularan HIV/AIDS karena individu yang menganggap bahwa dirinya tidak memiliki pekerjaan yang berisiko cenderung untuk tidak melakukan VCT. Adanya anggapan tersebut dapat menyebabkan individu tidak menyadari bahwa dirinya telah tertular atau dapat menulari HIV/AIDS. (Purwaningsih,2010) PENUTUP a. 1.
2.
3.
Simpulan Status kunjungan WUS terbanyak dengan mobile VCT (63,0%) dengan usia 15-24 tahun (42,6%), memiliki pendidikan menengah (60,6%), tidak bekerja (48,1%), kawin (60,8%), mendapat informasi dari tenaga kesehatan (87,2%), memiliki pasangan resiko 78,8%. Variabel yang berhubungan dengan status kunjungan WUS yang memanfaatkan layanan VCT adalah umur (nilai p=0,001), pendidikan (nilai p=0,009), pekerjaan (nilai p=0,000), status perkawinan (nilai P=0,000), sumber informasi (nilai p=0,000), jenis resiko (nilai p=0,017). Variabel sumber informasi merupakan factor paling mempengaruhi status kunjungan WUS yang memanfaatkan layanan VCT RSUDP NTB dengan nilai p=0,000 dan estimasi 25,87.
2)
Saran
1.
Bagi tenaga kesehatan agar lebih banyak memberikan akses informasi kepada masyarakat tentang layanan VCT dengan memanfaatkan partisipasi masyarakat seperti teman sebaya untuk remaja dan media massa.. Bagi pemerintah daerah agar melakukan program penjangkauan secara berkelanjutan untuk kelompok sasaran yang beresiko tinggi HIV/AIDS. Promosi intensif pemanfaatan mobile VCT oleh pemerintah dan masyarakat sebagai layanan yang banyak disukai oleh semua lapisan masyarakat.
2.
3.
DAFTAR PUSTAKA Buku Register Klinik VCT RSU Provinsi, 2014. RSU Provinsi NTB.
http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787 Depkes RI, Dirjen PP dan PL., 2006. Pedoman Pelayanan Konseling Dan Testing Secara Sukarela (Voluntary Counseling And Testing). http://www.aidsina.org/files/publikasi/panduanvct.pdf Depkes
RI., 2007. Komisi Penanggulangan AIDS – Statistik Kasus sampai dengan September 2007. http://wwwaidsindonesia.or.id/
Ditjen
PP & PL DepKes RI, 2014. LaporanTriwulanSituasi Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia s/d Juni 2014. Jakarta.
Dirar A et al, 2010, Factors contributing to voluntary counselling and testing uptake among youth in colleges of Harar, Ethiopia, Science Journal of Public Health 2013; 1(2): 91-96 Ireri Anthony M. et al, 2012, Sources of VCT Information and Reasons for Use or Non Use of VCT Services by Young People in Selected Rural Locations in Kenya, International Journal of Social Science Tomorrow Vol. 1 No. 2, ISSN:2277-6168, Kenya.2277 Kemenkes R.I (2011). Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi. Jakarta: kementrian kesehatan RI Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan (2008). Peran Perempuan Dalam Pencegahan Penyebaran HIV AIDS. Jakarta : kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan
Media Bina Ilmiah 11 Lina, S. 2013. Pengalaman Hidup Perempuan Dengan HIV/AIDS Di Kota Cimahi (Study Fenomenologi). Skripsi STIKES Jenderal Achmad Yani, Cimahi Mugo M, Kibachio C, Njuguna J, 2010, Utilization Of Voluntary Counselling And Testing Services By Women In A Kenyan Village, Journal of Rural and Tropical Public Health 2010, VOL 9, p. 36 ‐ 39. Niniek, L .P dan Hari, B. 2011. Hubungan Karakteristik Remaja Terkait Risiko Penularan HIV-AIDS. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Surabaya. Sebbudo
S, Nangendo F, 2009, Voluntary Counseling and Testing Services: Breaking Resistance to Acces and Utilization Among The Youth In Rakai District of Uganda, Academic Journal ISSN 1990-3839, Uganda
Purwaningsih, Misutarno, Siti Nur Imamah, 2010, Analisis Faktor Pemanfaatan VCT Pada Orang Risiko Tinggi HIV/AIDS, JurnalNers Vol. 6 No. 1April 2011 :5867, Surabaya UNAIDS, 2010. Global repport On Global AIDS Epidemic. WHO Library Cataloguing Yuli, L. 2012. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Terhadap Perilaku Berisiko HIV/AIDS Pada Pekerja Bangunan Di Proyek World Class University. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok
_____________________________________ http://www.lpsdimataram.com
Volume 10, No. 6, Juni 2016