58 Media Bina Ilmiah
ISSN No. 1978-3787
FAKTOR-FAKTOR RISIKO KEJADIAN KANKER SERVIK DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROPINSI NTB TAHUN 2013 – 2014 Oleh : Siti Halimatusyaadiah Dosen pada Jurusan Kebidanan
Abstrak : Kanker Serviks merupakan penyebab kematian perempuan yang kedua di Indonesia setelah kanker payudara. Kanker Serviks merupakan salah satu penyakit yang paling banyak terjadi pada kaum wanita. Tidak hanya di negara maju, tetapi juga di negara berkembang seperti Indonesia, termasuk di NTB. Berdasarkan data yang didapatkan di RSUDP NTB jumlah penderita kanker leher rahim pada tahun 2013 penderita kanker leher rahim sebanyak 37 orang, meninggal 2 orang dan pada tahun 2014 penderita kanker leher rahim sebanyak 27 orang, meninggal sebanyak 2 orang.Meskipun mengalami penurunan namun prevalensi kejadian kanker serviks di Indonesia menduduki urutan kedua dengan angka kejadian 5.345 orang (12,8%) setelah kanker payudara. Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan dari kasus ginekologi yang terdiagnosa menderita kanker serviks yang ada di poli KB RSUDP NTB tahun 2013-2014 yang berjumlah 64 orang dan pengambilan sampel dilakukan dengan teknik total sampling yaitu dengan meneliti keseluruhan dari populasi yang ada. Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh kejadian kanker servik terbanyak dengan stadium III sejumlah 33 orang (51,6%), pada rentang usia >35 tahun sejumlah 55 orang (85,9%), paritas grandemultipara sejumlah 40 orang (62,5%), dan riwayat alat kontrasepsi KB suntik sejumlah 44 orang (68,8%). Diharapkan bagi masyarakat untuk menambah pengetahuan mengenai kanker serviks. Khususnya bagi wanita yang memiliki risiko tinggi terjangkit kanker serviks seperti wanita >35 tahun dan wanita pengguna KB suntik untuk memeriksakan diri ke tenaga kesehatan yang menyediakan fasilitas deteksi dini kanker serviks. Kata Kunci : Faktor-faktor Risiko Kanker Serviks PENDAHULUAN Kanker serviks merupakan penyebab kematian perempuan yang kedua di Indonesia. (WHO 2010). Setiap tahun di indonesia terdeteksi lebih dari 15.000 kasus kanker serviks dan sekitar 8000 kasus diantaranya berakhir dengan kematian. Setiap harinya diperkirakan menjadi 41 kasus baru kanker serviks dan 20 perempuan meninggal dunia karena penyakit tersebut. Pada tahun 2009, kasus baru kanker serviks berjumlah 2429 atau sekitar 25,91% dari seluruh kanker yang ditemukan di Indonesia. Dengan angka kejadian ini kanker serviks menduduki urutan kedua setelah kanker payudara. (Wijaya 2010). Kanker serviks merupakan salah satu penyakit kanker yang paling banyak terjadi pada kaum wanita. Kanker serviks menduduki urutan tertinggi di negara berkembang dan urutan ke 10 di negara maju atau urutan ke 5 secara global (Nuranna, 2010). Kanker serviks menjadi momok yang menakutkan bagi kaum perempuan di Indonesia karena selain belum ada obatnya, kanker jenis ini masih menjadi pembunuh nomor satu perempuan pengidap kanker tersebut. Kanker serviks hingga sekarang belum ada obatnya dan sangat ditakuti _____________________________________________ Volume 10, No. 1, Januari 2016
kaum perempuan tapi hal ini bisa dihindari dengan menerapkan pola hidup bersih dan sehat (Dalimartha, S., 2004.). Data Badan Kesehatan Dunia (WHO), sebanyak 630 juta perempuan terjangkit penyakit ini. Setiap 600 perempuan di dunia terenggut olehnya (Soebachman, 2011). Data Globocan 2008, terdapat 529.409 kasus baru kanker serviks dengan sekitar 274.883 kematian di dunia. Hampir 65% kasus terdapat pada negara-negara berkembang (Nuranna, 2010). Asia Tenggara, terdapat 188.000 kasus baru kanker serviks dengan sekitar 102.000 kematian (Nuranna, 2010). Sebuah survei terbaru mengenai penyakit kanker serviks menunjukkan adanya 40.000 kasus baru kanker serviks di Asia Tenggara dan 22.000 di antaranya meninggal dunia (Rasjidi, 2010). Tingginya kematian yang disebabkan oleh kanker serviks pada wanita di Indonesia terjadi karena umumnya kanker tersebut baru diketahui setelah memasuki stadium lanjut (Setiati, 2009). Lebih dari 90% penyebab Kanker leher rahim saat ini akibat Human Papiloma Virus (HPV) yang ditularkan melalui hubungan seksual. Selain HPV, http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787 ada beberapa faktor resiko terjadinya kanker leher rahim yaitu (1) insidens lebih tinggi pada yang kawin dari yang tidak kawin, (2) perempuan kawin usia muda atau koitus pertama kurang dari 16 tahun, (3) insidens meningkat dengan tingginya paritas, (4) golongan sosial ekonomi rendah yang berkaitan dengan pendidikan yang rendah, hygiene seksual jelek, (6) aktivitas seksual sering berganti pasangan, serta kebiasaan merokok baik pasif maupun aktif (Edianto, 2006) Data Yayasan Kanker Indonesia angka prevelensi wanita pengidap kanker serviks di Indonesia tergolong besar. Setiap hari ditemukan 40-45 kasus baru dengan jumlah kematian mencapai 20-25 orang. Adapun jumlah wanita beresiko mengidapnya mencapai 48 juta orang. Oleh sebab itu, WHO menyatakan bahwa Indonesia termasuk negara dengan insiden kanker serviks tertinggi di dunia, dengan 66% meninggal dunia (Soebachman, 2011) Berdasarkan data yang didapatkan di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB jumlah penderita kanker leher rahim pada 2012 sebanyak 29 orang, meninggal 2 orang. Sedangkan pada tahun 2013 penderita kanker leher rahim sebanyak 37 orang, meninggal 2 orang dan pada tahun 2014 penderita kanker leher rahim sebanyak 27 orang, meninggal sebanyak 2 orang. (Register Ruang Nifas dan ruang Poli KB, Kandungan dan Ginekologi RSUDP NTB). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sarwenda Abdullah (2013), menunjukkan bahwa pemakaian alat kontrasepsi hormonal merupakan faktor penyebab terjadinya kanker serviks di ruang inap D atas BLU, Prof. dr.R.D.Kandou Manado, dari pengumpulan data tersebut dari 20 responden penderita kanker serviks, terdapat sebanyak 18 responden penderita kanker servik yang menggunakan kontrasepsi hormonal dan terdapat 2 responden menggunakan kontrasepsi non hormonal, yang relevan denganteori yang dikemukakan oleh Ali (2002),bahwa pada penggunaan kontrasepsihormonal tidak jarang pula ditemukandisplasia serviks. (Sarwenda, 2013) Data yang telah diperoleh di Poli KB dan kandungan tahun 2012 diperoleh bahwa pasein yang menggunakan alat Kontrasepsi hormonal sebanyak 84 (17,20%) Akseptor, meninggkat pada tahun 2013 sebanyak 229 (25,70%) Akseptor, dan pada tahun 2014 sebanyak 188 (22,16%) Akseptor. (Register KB di poli KB dan Kandungan RSUDP NTB, 2012-2014). Berdasarkan Sistem Informasi RS (SIRS), jumlah pasien rawat jalan maupun rawat inap pada kanker payudara terbanyak yaitu 12.014 orang (28,7%) dan kanker serviks 5.349 orang (12,8%). Kemudian disusul kanker leukimia sebanyak 4.342
Media Bina Ilmiah 59 orang (10,4%, lymphoma 3.486 orang (8,3%) dan kanker paru 3.244 orang (7,8%). Sementara berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2013, prevalensi kanker di Indonesia sendiri sudah mencapai 1,4 per 1000 penduduk, dan merupakan penyebab kematian nomor tujuh. METODE PENELITIAN Jenis yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan secara crossectional. Penelitian ini telah dilaksanakan di RSUDP NTB ruang Poli KB pada tahun 2015. Populasi dan sampel pada penelitian ini sejumlah 64 orang yaitu keseluruhan dari kasus ginekologi yang terdiagnosa menderita kaker serviks yang ada di poli Kandungan dan KB RSUP NTB tahun 2013-2014. HASIL PENELITIAN a.
Stadium kanker serviks
Stadium kanker dalam penelitian ini adalah : pengkategorian Kanker yang terjadi pada serviks uterus yang disebabkan oleh adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol yang merupakan kelanjutan dari lesi prakanker serviks uteri. Stadium kanker serviks dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi empat yaitu : Stadium I, II, III dan IV Gambar 1 : Stadium Kanker Serviks pada kejadian kanker serviks di RSUDP NTB Tahun 2013-2014 15.6
3.1 Stadium I 29.7 Stadium II
51.6
Stadium III Stadium IV
Berdasarkan gambar 1 di atas dapat dilihat bahwa bahwa pasien yang datang ke RSUDP NTB dan terdiagnosa kanker serviks yang paling banyak terdapat pada kategori kanker serviks pada stadium III yaitu sebanyak 33 orang (51,5%). Menurut Sarwono (2011) perkembangan kanker serviks meliputi displasia ringan (5 tahun), displasia sedang (3 tahun), displasia berat (1 tahun) sampai menjadi kanker stadium 0. Tahap pra kanker ini sering tidak menimbulkan gejala (92%), selanjutnya masuk tahap kanker invasif berupa kanker stadium I sampai stadium IV. Ini dikarenakan pada stadium lanjut atau stadium III biasanya gejala yang ditujukan seperti cairan keluar dari liang vagina berbau tidak sedap, nyeri
_____________________________________ http://www.lpsdimataram.com
Volume 10, No. 1, Januari 2016
60 Media Bina Ilmiah
ISSN No. 1978-3787
(panggul, pinggang dan tungkai), gangguan berkemih, nyeri dikandung kemih dan rectum/anus. Keluhan ini muncul karena pertumbuhan kanker serviks tersebut menekan/mendesak ataupun menginvasi organ sekitarnya. Oleh karena itu seorang wanita yang mengalami kanker serviks akan mendapatkan keluhan ketika telah masuk dalam stadium lanjut yaitu stadium III dan IV b.
Usia ibu yang mengalami kanker serviks Usia yang dimaksudkan dalam penelitian ini dalah usia ibu ketika di lakukan penelitian. Usia ibu yang mengalami kanker serviks di kelompokkan menjadi 3 yaitu : < 20 tahun, 20-35 tahun dan > 35 tahun . Gambar 2 : faktor usia ibu pada kejadian kanker serviks di RSUDP NTB tahun 2013-2014
100 80 <20 60 85.9
40
20-35 >35
20 0
1.6 <20
12.5 20-35
>35
Hasil yang diperoleh pada Gambar 2 di atas menunjukkan bahwa umur ibu yang datang dengan diagnosa kanker serviks ke RSUDP NTB yang paling banyak berada pada rentang usia >35 tahun yaitu sebanyak 55 orang (85,9%). Menurut Sarwono (2009) mengatakan bahwa pada wanita muda squamo colmunar jucntion (SCJ) berada diluar ostium uteri eksternum, sedang pada wanita berumur >35 tahun, SCJ berada didalam kanalis serviks. Karsinoma serviks timbul dibatas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis yang disebut sebagai squamo colmunar junction(SCJ). Semakin muda usia pertama kali kawin, maka risiko kanker serviks antara 30-50 tahun. Mempertimbangakan keterbatasan yang ada, disepakati secara nasional untuk mendeteksi dini setiap wanita setelah melewati usia 30 tahun sampai dengan usia 50 tahun dan menyediakan sarana penanganannya. Sebagai pertimbangan juga bahwa pada usia 30-50 tahun wanita mempunyai potensi terkena kanker serviks karena pada usia tersebut wanita cenderung aktif melakukan hubungan seksual. Pada wanita yang melakukan hubungan seksual akan lebih _____________________________________________ Volume 10, No. 1, Januari 2016
rentan terpapar infeksi. Infeksi yang invasif akan dapat menyebabkan terjadinya kanker serviks. Menurut Setyarini (2009) umur menjadi faktor resiko penting dalam perkembangan kanker serviks. Kanker serviks marak ditemui pada wanita dengan usia dekade ke empat dan lebih. Insiden kanker serviks meningkat sejak usia 26-35 tahun dan menunjukkan puncaknya pada kelompok umur 35-45 tahun. Selain itu usia >35 tahun mempunyai resiko tinggi terhadap kanker servks dibanding yang berusia ≤35 tahun. Pada penelitian ini, umumnya penyakit kanker serviks terjadi pada wanita dengan umur > 35 tahun dikarenakan pada umur tersebut, telah banyak mengalami perubahan secara fisik, mental, terutama kesehatan reproduksinya karena pada umur tersebut perubahan hormonal yang semakin menurun sehingga memudahakan timbulnya lesi / perlukaan sehingga memudahkan virus HPV penyebab kanker serviks masuk dengan mudah, selain itu skrining secara dini kurang dilakukan atau pun malu melakukan pemeriksaan dari awal ada keluhan, sehingga kanker serviks lama terdeteksi (HeruPrianto, 2011). Semakin tua usia seseorang, maka semakin meningkat risiko terjadinya kanker serviks. Hal ini terjadi karena saat mulai terjadinya infeksi HPV sampai menjadi kanker invasif membutuhkan waktu rata-rata 10-20 tahun. Pada umumnya displasia derajat tinggi dapat terdeteksi 5-10 tahun sebelum terjadinya kanker (WHO, 2013. Nubia M et al,2003). Menurut teori berhubungan seksual yang dilakukan terlalu dini dapat berpengaruh pada kerusakan jaringan epitel serviks atau dinding rongga vagina. Kondisi tersebut dapat bertambah buruk mengarah kepada kelainan sel dan pertumbuhan abnormal wanita yang melakukan hubungan seksual secara aktif sebelum usia 17 tahun memiliki potensi tiga kali lebih besar untuk mengidap kanker serviks dibanding wanita yang tidak melakukan hubungan seksual pada usia tersebut (Rasjidi,2008). Umur 20- 35 tahun merupakan umur aman untuk kehamilan dan persalinan, namun tidak menutup kemungkinan kanker serviks bisa terjadi pada umur 20 – 35 tahun yang disebabkan oleh faktor lain penyebab terjadinya kanker serviks seperti sosial ekonomi, gizi, kekebalan tubuh yang lemah dan infeksi virus (Imam Rasiji, 2002). Penelitian sejenis pernah juga dilakukan oleh Dian Mega Sastriwi (2010) dengan judul hubungan umur terhadap kejadian kanker serviks di RS Urip Sumoharja Bandar Lampung tahun 2010. dari 68 kejadian kanker serviks, frekuensi terbanyak pada ibu yang berumur 20-35 tahun sebanyak 29 orang
http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787
Media Bina Ilmiah 61
(42,6%) dan >35 tahun sebanyak 39 orang (57,4%).
c.
Paritas Pada ibu yang mengalami kanker servik Paritas adalah Jumlah kali ibu melahirkan anak hidup. Dalam penelitian ini paritas dikategorikan menjadi 3 yaitu : primipara. Multipara dan grandemultipara. Tabel 1. Distribusi paritas ibu pada kejadian kanker serviks di RSUDP NTB tahun 2013-2014 No Paritas 1 Primipara 2 Multipara 3 Grandemultipara Total
Jumlah 1 23 40 64
% 1,6 35,9 62,5 100
Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa paritas sebagai faktor resiko kanker serviks dimana jumlah paritas yang paling banyak adalah paritas dengan grandemultipara yaitu sebanyak 40 orang (62,5%). Menurut Ova Emilia (2013) Seorang perempuan yang sering melahirkan (banyak anak) termasuk golongan resiko tinggi untuk terkena penyakit kanker leher rahim. Dengan seringnya seorang ibu melahirkan, maka akan berdampak pada seringnya terjadi perlukaan di organ reproduksinya yang akhirnya dampak dari luka tersebut akan memudahkan timbulnya virus HPV sebagai penyebab terjadinya penyakit kanker leher rahim. Hubungan antara tingginya paritas dengan kanker serviks dapat juga diakibatkan karena menurunnya kemampuan serviks dalam mempertahankan zona transformasi pada ekoserviks terhadap infeksi HPV, selain kemungkinan faktor hormonal yang berperan (Ova Emilia ,2013) Paritas yang tinggi (melahirkan lebih dari 3 kali atau lebih) meningkatkan insidensi kanker serviks karena selama kehamilan, terjadi imunosupresi dan perubahan hormonal yang mempengaruhi epitel mukosa serviks ditambah terjadinya trauma epitel pada saat persalinan per vaginam, diduga berhubungan dengan perkembangan neoplasia servikal. Aktivitas seksual tinggi dengan orang yang terinfeksi HPV (Joeharno, 2008). Begitu pula dengan paritas multipara dan primipara yang melahirkan cepat, ibu dengan kehamilan pertamanya yang beresiko, dan ibu yang
melahirkan pertamanya terlamat beresiko menderita kanker serviks hal ini di karenakan keseimbangan hormonal dalam tubuh terganggu sehingga rentan masuk infeksi, terutama virus HPV, penyebab kanker serviks (HeruPriyanto, 2011). Penelitian serupa pernah juga dilakukan oleh Amalia Ahmad dengan judul hubungan umur dan paritas terhadap penderita kanker serviks di RSUD Cipto Mangunkusumo tahun 2011, bahwaibu yang mengalami kanker serviks sebanyak 21 orang, penderita kanker serviks sebagianbesarpadaibu yang berumur 20-35 tahun sebanyak 7 ibu (33,33%) dan ibu yang berumur >35 sebanyak 14 ibu (66,67%). Sedangkan pada paritas terbanyak >3 sebanyak 11 ibu (52,38%), d.
Alat Kontrasepsi yang di gunakan pada ibu yang mengalami kanker serviks Alat kontrasepsi yang digunakan ibu yang menderita kanker serviks merupakan alat/ metode kontrasepsi yang pernah di gunakan oleh ibu. Adapun pengkategorian dalam penelitian ini adalah : MOW, IUD, Implan, Suntik, dan pil Tabel 2. Distribusi faktor penggunaan alat kontrasepsi pada kejadian kanker serviks di RSUDP NTB tahun 2013-2014 No 1 2 3 4 5
Alat Kontasepsi MOW IUD Implant Suntik Pil Total
Jumlah 1 4 4 44 11 64
% 1,6 6,2 6,2 68,8 17,2 100
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa penggunaan alat kontrasepsi sebagai faktor resiko terjadinya kanker serviks dimana penggunaan alat kontrasepsi terbanyak adalah penggunaan KB Suntik yaitu sebanyak 44 orang (68,8%). Menurut Guven at al (2010) kekentalan lendir pada serviks akbat penggunaan KB hormonal oral ataupun suntikkan menyokong terjadinya kanker serviks. Hal ini dikarenakan kekentalan lendir ini kan memperlama keberadaan suatu agen karsinogenik (penyebab kAnker) di serviks yang terbawa melalui hubungan seksual termasuk adanya virus HPV yang menjadi penyebab dari kanker serviks. Menurut Andrijono (2007) Kontrasepsi Hormonal diduga akan menyebabkan defisiensi asam folat, yang mengurangi metabolisme mutagen sedangkan estrogen kemungkinan menjadi salah satu ko-faktor yang dapat membuat replikasi DNA HPV yang menjadi faktor pencetus
_____________________________________ http://www.lpsdimataram.com
Volume 10, No. 1, Januari 2016
62 Media Bina Ilmiah terjadinya kanker serviks dan meningkatkan risiko menderita kanker leher rahim. Penggunaan kontrasepsi hormonal 10 tahun meningkatkan risiko sampai 2 kali. Menurut Sukaca (2009), penggunaan kontrasepsi pil dalam jangka waktu lama (5 tahun atau lebih) meningkatkan resiko kanker leher rahim sebanyak dua kali. Pil ko trasepsi dapat memberikan efek negatif pada kanker leher rahim sebab tugas pil KB adlah mencegah kehamilan dengan cara menghentikan ovulasi dan menjaga kekentalan lendir servik sehingga tidak dilalui sperma. WHO melaporkan resiko relatif pada pemakaian kontrasepsi oral sebesar sebesar 1,19 kali dan meningkat sesuai dengan lamanya pemakaian. Kondom dan diafragma dapat memberikan perlindungan. Kontrasepsi hormon dan IUD yang dipakai dalam jangka panjang yaitu lebih dari 4 tahun dapat meningkatkan risiko 1,5-2,5 kali. Karena penggunaan pil KB dalam jangka panjang akan memicu kanker serviks karena KB pil mengandung hormon wanita sehingga dapat mengubah kerentanan sel serviks terhadap infeksi HPV yang membuat HPV lebih mudah berkembang dalam sel serviks yang kemudia bisa berkembang dalam sel kanker. Lama pemakaian kontrasepsi biasanya sangat mempengaruhi terjadinya penyakit- penyakit yang ditimbulkan oleh efek samping dari lamanya pemasangan alat kontrasepsi karena peningkatan hormon estrogen dan menurunnya kadar progesteron khususnya pada KB Hormonal. Pada penelitian yang telah dilakukan bahwa pemakai alat kontrasepsi selama 3 tahun atau lebih dari 3 tahun akan menyebabkan terjadinya infeksi yang disebabkan oleh pengaruh hormonal yang dapat menyebabkan perubahan struktur epitel vagina dan serviks serta adanya bercak dan perdarahan yang tidak teratur, sehingga beberapa jenis kuman dapat menjalar keatas dan berkembang biak. (Martini dkk. 2006). Pada pemakai kontrasepsi lebih sering di dapatkan pertumbuhan kandida dan bakteri daripada bukan pemakai kontrasepsi. Pada pengguna oral kontrasepsi maupun AKDR terjadi peningkatan pembawa (carrier) bakteri maupun jamur di vagina. Karena beberapa penelitian menunjukkan pada pengguna kontrasepsi terjadi peningkatan kolonisasi kandida, bakterial, dan tricomonas di vagina karena adanya peningkatan kadar hormon estrogen menyebabkan epitel vagina menebal dan permukaan dilapisi oleh glikoprotein sehingga jamur, bakteri, dan tricomonas dapat tumbuh subur. (Sarwono, 2010). Penelitian sejenis pernah juga dilakukan oleh Satya Ariza Suryapratama dengan judul _____________________________________________ Volume 10, No. 1, Januari 2016
ISSN No. 1978-3787 Karakteristik Penderita Kanker Serviks DiRSUP Dr. Kariadi Semarang tahun 2010 dari 137 kejadian kanker serviks frekuensi terbanyak terjadi pada pasien kanker serviks dengan pengguna alat kontrasepsi suntik KB yaitu sebanyak 78 orang (56,9%), PENUTUP a.
Simpulan Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa beberapa faktor penyebab terjadinya kanker serviks adalah Umur ibu yang > 35 tahun, dengan paritas grandemultipara dan menggunakan alat kontrasepsi suntik. Adapun faktor dominan yang menyebabkan terjadinya kanker serviks pada penelitian ini adalah : factor usia > 35 tahun. b.
Saran Diharapkan dengan hasil penelitian ini menggambarkan bahwa seorang wanita diharapkan untuk membatasi jumlah anak dengan menggunakan alat kontrasepsi jangka panjang (MKJP) dan apabila telah menikah dan mencapai usia > 35 tahun maka disarankan untuk secara rutin melakukan pemeriksaan deteksi dini kanker serviks dengan metoda IVA ataupun pap smear. Selanjutnya untuk peneliti lain agar melaksanakan penelitian lanjutan dengan tema yang sama dan jumlah sampel yang lebih banyak dan metode analitik. DAFTAR PUSTAKA Amalia, L. 2009. Kanker Serviks dan 32 jenis kanker lainnya. Yogyakarta :Landscape Andrijono. (2007). Kanker Serviks, divisi onkologi Departemen Obstetri dan Gynecolog. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Arikunto, S., 2010, Metodologi Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta Aziz, MF., 2005. Skrining Dan Deteksi Dini Kanker Serviks. Jakarta Canavan TP, Doshi NR. Cervical Cancer. Am Fam Physician 2000; 61: 1369-76. Dalimartha, S., 2004, Deteksi Dini Kanker & Simplisia Antikanker. Jakarta: Penebar Swadaya. Depkes RI, 2010, BukuAcuan Pencegahan Kanker Payudara dan KankerLeher Rahim,Jakarta, Depkes RI.
http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787
Media Bina Ilmiah 63
Dra.Ch.Erni Kartika wati,M.Pd, 2013, Awas Bahaya Kanker Payudara danKanker Serviks,Buku Baru.
Nurwijaya, H., et al. 2010. Cegah dan Deteksi Kanker Serviks. Jakarta : PT. Gramedia.
Edianto, D. 2006. Kanker serviks, Buku Acuan Nasional Onkologi Ginekologi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
RSUP NTB, 2012, 2013, 2014, Register Ruang KB Penderita Kanker Serviks.
Emilia, Ova, dkk, 2010. Bebas Ancaman Kanker Serviks. MedPress, Yogyakarta. Heru, Priyanto S. 2011. Cegah kanker pada wanita. EGC: Jakarta. Joeharno. 2008.Analisis Faktor Resiko Kejadian Kanker Serviks di RSWahidinSoediro Makasar.available from URLhttp://www.scribs.com.//analisis faktor kejadian kanker serviks Manuaba, I. B. G. 2008. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC Martini, F. H. 2006. Fundamental Of Anatomy & Phisiology. Seventh Edition. San Francisco: Pearson. Notoatmojo, Soekidjo. (2005). Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Citra Nubia M, Xavier B, Silvia DS, Ronaldo H, Xavier C, Keerti VS, et al ; international Agenccy for Research on Cancer Multicenter Cervical Cancer Study Group. Epidemiologie classification of HPV types associated with cervical cancer, N Engl 3 Med 2003, Feb 6; 348;518-27. Nursalam, 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Ilmiah Keperawatan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Rasjidi, I. Irwanto, Y. Wicaksono, B., 2008. Kanker Serviks. Jakarta: Sagung Seto.
RSUP NTB, 2012, 2013, 2014, Register Ruang Nifas Penderita Kanker Serviks. Samadi Priyanto .H. 2010. Yes, I Know Everything Abaut KANKER SERVIK. Yogyakarta : Tiga Kelana Setyarini,
2009, Faktror – faktor yang berhubungan dengan kejadian leher rahim.
Soebachman, Agustina.,2011. Awas 7 Kanker Paling Mematikan, Syura Media Utama, Cetakan Pertama,Yogyakarta. Sukaca,
Bertiani E. (2009). Cara Cerdas Menghadapi Kanker Serviks. Yogyakarta: Penerbit Genius.
Suryapratama, Satya Ariza. 2012. “Karakteristik Penderita Kanker Serviks Di RSUP Dr. Kariadi Semarang Tahun 2010”, Jurnal Media Medika Muda, Fakultas Kedokteran UNDIP Semarang. Syaifuddn AB. Buku Acuan Nasional Pelayanan Keluarga Berencana. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Praworhardjo: 154. 2008. Varney,
Helen. 2002. Buku Ajar Kebidanan. Jakarta.EGC
asuhan
Wijaya, D. (2010). Pembunuh Ganas Itu Bernama Kanker Serviks. Sinar Kejora, Yogyakarta. Winkjosastro H, Saifudin AB, Rachimhadi. Tahun 2002. Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi 3, Jakarta ; YBP-SP
_____________________________________ http://www.lpsdimataram.com
Volume 10, No. 1, Januari 2016