32
5 PEMBUATAN NANOPROPOLIS DENGAN CARA INKLUSI PADA β-SIKLODEKSTRIN
5.1 Pendahuluan Menurut Geissman (1962), senyawa flavonoid dapat memperlihatkan aktivitas sebagai antifungi, diuretik, antihistamin, antihipertensi, insektisida, bakterisida dan antivirus. Hasil penelitian Hasan et al. (2011) dan Hegazi (2002) menunjukkan bahwa propolis mengandung senyawa flavonoid. Dalam penelitian terhadap propolis asal Pandeglang dan Mesir tersebut mengandung semua komponen senyawa fitokimia seperti alkaloid, minyak atsiri, triterpenoid, saponin dan tanin serta flavonoid. Dengan adanya komponen senyawa flavonoid tersebut, maka propolis dapat dikembangkan sebagai kandidat obat. Sesuai dengan pendapat Ratnam et al. (2006) bahwa flavonoid dapat dijadikan komponen utama obat. Komponen senyawa lain dalam propolis juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan antikanker misalnya asam kafeat, asam firulat, tektokrisin serta senyawa flavonoid lainnya. Karena sifat senyawa flavonoid seperti tektokrisin dalam propolis ini tidak dapat larut dalam air maka diperlukan upaya yang dapat meningkatkan daya larut terhadap air. Penggunaan senyawa organik tertentu dapat melarutkan propolis, seperti propilen glikol dan etanol. Namun keberadaan pelarut organik harus memperhatikan peraturan yang berlaku. Salah satu upaya untuk meningkatkan kelarutan propolis dalam air adalah dengan menambahkan bahan penyalut dan dapat dibarengi dengan proses mengecilkan ukuran partikel. Penginklusi yang berperan sebagai bahan yang dapat meningkatkan daya larut tersebut adalah siklodekstrin. Siklodekstrin ini dibedakan antara α, β dan γ-siklodekstrin yang dibedakan atas jumlah monomer glukosanya. Berdasarkan bentuknya, siklodekstrin memungkinkan menjerap bahan aktif dari luar dan berikatan dengan gugus molekul yang terdapat dapam siklodekstrin, terutama pada sisi bagian dalam senyawa sikliknya. Berdasarkan kelarutan dalam air dan kemudahan memperoleh siklodekstrin ini maka β-siklodekstrin merupakan bentuk siklodekstrin yang banyak digunakan untuk berbagai tujuan terutama bidang kesehatan (Kalogeropoulos et al. 2009). Hal ini karena sifat invert-nya dan tidak berpengaruh terhadap komponen bahan aktif yang terinklusi. Pemanfaatan β-siklodekstrin sebagai penginklusi senyawa aktif sudah banyak digunakan, misalnya sebagai penginklusi bahan mudah menguap (Fourmentin et al. 2013), benzena (Kohler dan Grczlschak-Mick 2013), ferrocene (Harada dan Takahashi 1984), fosinopril (Bratu et al. 2009), galangin (Jullian 2009), kuersetin (Zheng et al. 2004), para-chlorobenzonitrile (Patil et al. 2012), pewarna azo (Maatz et al. 2012), piroxicom (Naseri et al. 2007), propiconazole (Fifere et al. 2012), propolis (Coneac et al. 2008, Kalogeropoulos et al. 2009 dan Nafady et al. 2003), minyak zaitun (Mourtzinos et al. 2007), oxatomide (Hashem et al. 2012), triton (Kemnitz dan Ritter 2012), vanili (Karathanos et al. 2007), 4tetra-butylphenol dan 4-ferrocenylphenol serta turunannya (Mondrzyk et al. 2012). Dengan upaya menginkulis propolis pada β-siklodekstrin diharapkan bersifat larut dalam air, efektif dan dapat meningkatkan bioaviabilitasnya untuk dapat digunakan sebagai antikanker.
33
Menurut Meghana et al. (2012), homogenisasi dengan kecepatan tinggi dapat digabungkan atau dapat menggantikan sonikasi untuk membuat partikel nano. Dalam pemanfataannya diperlukan pengaturan suhu secara akurat untuk menghindari rusaknya komponen bahan aktif. Penelitian Hasan et al. (2011), telah menggunakan proses pengecilan ukuran propolis dengan mencampur maltodekstrin dan menambahkan senyawa surfaktan sehingga menghasilkan nanopropolis berukuran 100-322 nm. Dalam proses pembuatan nanopropolis tersebut digunakan ekstrak propolis dan maltodekstrin masing-masing sebanyak 20 dan 80 mg, dengan dua tahap homogenisasi kecepatan 22000 rpm masingmasing lama waktu proses 30 menit dan dilanjutkan dengan pengeringan. Kabri et al. (2011) membuat partikel nano minyak salmon dengan menggabungkan sonikasi (120 detik dengan cara satu detik on dan 1 detik off) dan homogenisasi lima kali dengan tekanan tinggi (22.000 psi) menghasilkan ukuran 143 nm. Teo et al. (2010) membuat partikel nano tokoferol asetat dengan homogenisasi 250-350 rpm selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan homogenisasi kecepatan 10000 rpm selama 5 menit, hasilnya adalah partikel dengan ukuran 80 hingga 200 nm. Nafady et al. (2003) telah membuat propolis Brasil diinklusi pada β-siklodekstrin dengan menggunakan sonikasi selama empat jam. Aimi (2009) membuat nanokasein dengan penambahan bahan aktif kecuali propolis menghasilkan nanopartikel sekitar 60 nm hingga 400 nm dengan cara pengadukan menggunakan stirer ditambah dengan sonikasi. Dengan demikian pembuatan partikel nano terdiri dari tiga tahap yaitu tahap pencampuran, tahap pengecilan ukuran dan tahap pembentukan partikel. Tujuan penelitian ini adalah 1) menentukan waktu yang dapat menghasilkan kondisi terbaik dari tiga tahap pembuatan nanopropolis dalam ukuran partikel dan aktivitas sitotoksik nanopropolis terhadap sel kanker lestari MCF-7, dan 2) menentukan jumlah propolis dan β-siklodekstrin yang terbaik dalam pembuatan nanopropolis yang mempunyai kemampuan terbaik sebagai antisitotoksik sel kanker lestari MCF-7.
5.2
Bahan dan Metode
5.2.1 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan adalah propolis Trigona spp. asal Pandeglang, Banten hasil ekstraksi kondisi terbaik, etanol 70%, β-siklodekstrin, larutan penyangga fosfat pH 5 dan pH 10. Alat-alat yang digunakan adalah homogenizer kecepatan tinggi dan pengering vakum. Secara lengkap bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian disertasi ini dapat disajikan pada Subbab 2.2. 5.2.2 Metode 5.2.2.1 Pembuatan Nanopropolis. Pembuatan nanopropolis dimodifikasi dari Aimi et al. (2009), Bhaskar et al. (2009), Hasan et al. (2011), Chen et al. (2006), dan Kim et al. (2008). Pada pembuatan nanopropolis ini menggunakan cara inklusi pada β-siklodekstrin dengan tiga tahap proses yaitu inklusi, setelah penguapan etanol dan air dilakukan pelarutan kembali (re-solubilisasi) dan
34
stabilisasi produk nanopropolis dalam suasana alkali. Pada setiap tahap dilakukan pengadukan menggunakan homogenizer kecepatan tinggi (22000 rpm) dengan peubah waktu (waktu 1, 2 dan 3). Jumlah percobaan yang diperoleh sebanyak 20 contoh nanopropolis yang berasal dari 6 titik pusat dan 6 titik bintang pada taraf puncak. Peubah tahap inklusi dilakukan selama 20, 30 dan 40 menit, taraf resolubilisasi adalah 20, 30 dan 40 menit serta taraf stabilisasi adalah 10, 20 dan 30 menit. Jumlah propolis dan β-siklodekstrin yang digunakan adalah sebanyak 50 mg dan 250 mg. Perbandingan komponen bahan yang digunakan dalam pembuatan nanopropolis ini hasil modifikasi penelitian Hasan et al. (2012) yang merubah maltodekstrin dengan β-siklodekstrin. Respon yang dilihat pada pembuatan nanopropolis tahap pertama ini terdiri dari distribusi ukuran partikel nanopropolis dan persentase jumlah sel lestari kanker MCF-7 yang mengalami kematian akibat pemberian nanopropolis. Diagram alir proses pembuatan nanopropolis tahap pertama disajikan pada Gambar 5.1. Setelah diperoleh kondisi terbaik waktu pengadukan pada inklusi dalam pembuatan nanopropolis tahap pertama, dilanjutkan dengan kajian pembuatan nanopropolis tahap kedua menggunakan peubah nisbah jumlah ekstrak etanol propolis dengan β-siklodekstrin. Peubah pertama yang digunakan adalah jumlah propolis sebanyak 30, 50 dan 70 mg, sedangkan peubah kedua adalah βsiklodekstrin sebanyak 150, 250 dan 350 mg. Respon yang dilihat pada proses pembuatan nanopropolis tahap kedua ini adalah persentase jumlah sel lestari kanker MCF-7 yang mengalami kematian akibat pemberian nanopropolis. 5.2.2.3 Analisis Distribusi Ukuran Partikel. Distribusi ukuran nanopropolis diukur menggunakan alat pengukur partikel (Delsa Nano C, Particle Analyzer, Beckman Coulter). Nanopropolis hasil perlakuan inklusi EEP pada βsiklodekstrin diukur distribusi sebaran partikel yang terbentuk (dalam satuan nm). Sebanyak 3.5 ml larutan hasil pembuatan nanopropolis dimasukkan kedalam kuvet, kemudian dimasukkan kedalam alat dan diukur distribusi partikelnya. Sebaran distribusi ukuran partikel dipetakan dalam bentuk grafik. 5.2.2.4 Uji antisitotoksik sel lestari kanker MCF-7. Uji antisitotoksik sel lestari kanker payudara MCF-7 dilakukan dengan metoda MTT-assay dapat dilihat pada subbab 2.3.1.2.5. Konsentrasi pengujian antisitotoksik nanopropolis yang digunakan adalah sebesar 8 µg ml-1. 5.2.2.5 Rancangan percobaan Rancangan percobaan pembuatan nanopropolis tahap pertama tentang pengaruh waktu inklusi, re-solubilisasi dan stabilisasi terhadap distribusi ukuran partikel dan efektivitas antisitotoksik terhadap sel lestari kanker MCF-7 menggunakan metode dalam Montgomery (1997). Data distribusi ukuran partikel dan jumlah persentase sel MCF-7 yang mengalami kematian dianalisis dengan menggunakan rancangan percobaan dengan model persamaan : Y = βo+β1X1 +β2X2+β3X3+β4X12+β5X22+β6X32+β7X1X2+ ij(Montgomery1997), dengan Y: respon (ukuran partikel atau persentase sel lestari kanker MCF-7 yang mati), 0 : tetapan, i, ii, ij : koefesien dari peubah bebas (X), X adalah peubah bebas dengan tanpa sandi (waktu = X1 dan X2 taraf 20, 30 dan 40 menit; X3 taraf 10, 15 dan 20 menit), dan adalah galat. Sedangkan rancangan percobaan pembuatan
35
nanopropolis tahap kedua tentang jumlah propolis dan jumlah β-siklodekstrin yang digunakan dalam proses pembuatan nanopropolis menggunakan metode Response Surface. Model persamaan yang dibuat adalah Y = 2 βo+β1X1+β2X2+β3X1 +β4X22+β5X1X2+ ij. Analisis statistika dilakukan dengan menggunakan bantuan Design Expert 7.0.0 (free trial) terhadap parameter ukuran partikel dan persentase jumlah sel lestari kanker MCF-7 yang mengalami kematian. Kondisi terbaik proses pembuatan nanopropolis ditentukan dari persamaan model yang diperoleh, kemudian dilakukan validasi proses pembuatan nanopropolis pada kondisi terbaik. Etanol 70%
Ekstrak Propolis Kering
β-siklodekstrin
Inklusi (T=45OC, t=20’, 30’, 40’)
Larutan
Pengeringan
Etanol+Air
EEP-β-siklodekstrin Larutan Penyangga Fosfat, pH 5
Re-solubilisasi (T=45o, t=20’, 30’, 40’) Larutan pH 5
Larutan Penyangga Fosfat, pH 10
Stabilisasi (T=45oC, t=10’, 20’, 30’)
Larutan pH 10 Pengeringan
Air
Nanopartikel Gambar 5.1 Diagram alir pembuatan nanopropolis tahap pertama
36
5.3 Hasil dan Pembahasan Hasil pembuatan nanopropolis dengan tiga tahap pembuatan nanopropolis disajikan pada Tabel 5.1 dan Lampiran 6. Pada Tabel 5.1 terlihat bahwa rata-rata ukuran partikel yang diperoleh dari penelitian ini berkisar antara 78.9 hingga 403.8 nm. Data tersebut menunjukkan bahwa pengaruh waktu tahap pembauatn 1, 2 dan 3 terhadap ukuran partikel tidak menghasilkan nilai besaran yang tidak teratur dengan korelasi yang kecil yaitu sebesar 0.13. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh waktu tahap pembuatan baik yang positif maupun yang negatif tidak mempengaruhi kecilnya ukuran partikel atau menghasilkan partikel nano yang sangat beragam (Kabri et al. 2011; Teo et al. 2010). Hasil analisis data distribusi ukuran partikel pengaruh waktu inklusi, resolubilisasi dan stabilisasi menggunakan RSM, diperoleh persamaan sebagai berikut : Y = 732.7+ 2.74X1-25.62X2-15.24X3+0.21X12+0.35X22-0.17X320.36X1X2-0.16X1X3+0.79X2X3. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa waktu tahap pembuatan nanopropolis 2 (X2) dan waktu tahap pembuatan nanopropolis 3 (X3) berpengaruh secara nyata terhadap perubahan menjadi kecil ukuran partikel, sedangkan waktu inklusi (X1) berpengaruh terhadap menaikkan besarnya ukuran partikel. Hal ini terlihat dari nilai koefisien X2 dan X3 bernilai negatif yang relatif besar dan nilai koefisien X1 yang bernilai positif walaupun nilainya kecil dibandingkan dengan nilai koefisien X2 maupun X3. Hasil analisa sidik ragam model persamaan matematika pengaruh perlakuan terhadap ukuran partikel nanopropolis disajikan pada Lampiran 7. Pengaruh perlakuan waktu inklusi dan re-solubilisasi diperlihatkan oleh Gambar 5.1. Pada Gambar 5.1 nampak bahwa ukuran partikel dapat mencapai optimum di titik sekitar 22.5 menit waktu inklusi dan re-solubilisasi pada 25 menit dengan waktu stabilisasi sekitar 20 menit. Posisi titik optimum ukuran partikel dengan memperkirakan waktu stabilisasi masih terus meningkat, kemudian mencapai kondisi terbaik pada waktu stabilisasi 30 menit. Dan mempengaruhi titik waktu inklusi dan re-solubilisasi yang mencapai optimum pada waktu stabilisasi 20 menit. Hal ini berhubungan dengan proses yang dilakukan untuk memperoleh ukuran partikel pada tahap ke tiga proses pembuatan nanopartikel, biasanya dengan waktu yang relatif lama dan dengan proses penetesan bahan pada larutan tertentu dibarengi dengan pengadukan stirer. Pada tahap ketiga ini merupakan proses pembentukan droplet partikel nano yang diperlukan dengan waktu yang sangat lama. Proses pembentukan droplet ini memerlukan waktu hingga 30 hari (Teo et al. 2010). Hasil sidik ragam yang diperoleh dari P-value pada X1 dan X3 masingmasing menghasilkan 0.62>P-value (0.05) dan 3.61˃P-value (0.05), dengan demikian bahwa waktu inklusi dan stabilisasi tidak berpengaruh pada hasil distribusi ukuran partikel, tapi nilai P-value pada X2 (waktu re-solubilisasi) menghasilkan 0.8< P-value (0.05) sangat berpengaruh terhadap pengecilan ukuran partikel. Sedangkan hasil pengujian untuk kecocokan model dapat dilihat pada nilai P value lack-of-fit lebih besar dari 0.05 yaitu 0.97˃0.05, hal ini berarti bahwa ada kecocokkan model respon dengan data yang diperoleh. Kesesuaian model respon dengan data yang diperoleh dapat terlihat dalam Gambar 5.3.
37
Gambar 5.2 Pemetaan respon rata-rata ukuran partikel nanopropolis akibat pengaruh waktu pengadukan pada tahap inklusi dan waktu resolubilisasi
Tabel 5.1. Hasil rata-rata ukuran partikel nanopropolis dan pengaruhnya terhadap kematian sel lestari kanker MCF-7 Waktu pengadukan pada tahap Satuan percobaan Inklusi, Re-solubilisasi, Stabilisasi, menit menit menit 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
30 30 30 40 40 46.82 20 30 30 20 30 30 30 13.18 20 40 20 30 40 30
13.18 30 30 20 20 30 40 30 30 40 30 30 46.82 30 20 40 20 30 40 30
20 20 20 30 10 20 30 20 20 10 3.18 20 20 20 10 10 30 36.82 30 20
Rata-rata ukuran partikel, nm 340.1 222.1 205,6 182 403.8 359.4 353.4 264.2 314.8 194.9 248.5 244.2 388.6 288.9 333.6 216.6 78.9 183 216.6 131.7
Jumlah sel MCF-7 mati, % 72.3 37.19 82,77 0 80.04 9.82 81.24 64.34 28.35 82.01 84.52 26.39 59.54 68.27 40.57 81.13 84.08 72.74 81.13 43.84
38
Hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa R2=0.74, nilai ini menunjukkan bahwa besarnya pengaruh faktor lamanya waktu tahap pertama, kedua dan ketiga hanya sebanyak 74% sedangkan sisanya yaitu 26% merupakan pengaruh dari faktor-faktor di luar perlakuan yang diamati dalam penelitian ini. Analisis RSM ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh Box dan Wilson (1951), RSM merupakan cara yang efektif untuk mencari kondisi optimum dengan melihat sistem respon ketika taraf dari peubah yang terlibat berubah.
Gambar 5.3
Pemetaan normalitas data rata-rata ukuran partikel nanopropolis (warna kotak menunjukkan satuan percobaan)
Berdasarkan persamaan matematika yang diperoleh tersebut diprediksi kondisi terbaik untuk mencapai distribusi rata-rata ukuran partikel yang terkecil dicapai pada waktu inklusi, re-solubilisasi dan stabilisasiasi masing-masing selama 20, 20 dan 30 menit dengan nilai prediksi rata-rata ukuran sebesar 121.88 nm. Pada proses pembuatan nanopropolis dalam rangka validasi nilai prediksi diperoleh hasil rata-rata ukuran partikel nanopropolis sebesar 165.4±44.1 nm (Gambar 5.3). Hasil ini masuk kedalam kisaran ukuran partikel nano untuk pengobatan yang berasal dari herbal tradisional yaitu sekitar 10 hingga 1000 nm sebagaimana dinyatakan oleh Nagavarma et al. (2012) dan Swami et al. (2012). Hasil analisis data kematian sel lestari kanker payudara MCF-7 akibat pemberian nanopropolis yang dibuat dengan tiga tahap proses pembuatan nanopropolis dapat dilihat pada Tabel 5.1 dan Lampiran 8. Pada Tabel 5.1 terlihat bahwa nilai persentase jumlah kematian sel lestari MCF-7 berkisar antara 0 hingga 84.52%. Secara umum menunjukkan bahwa perlakuan waktu proses pembuatan nanopropolis tidak berpengaruh terhadap keefektifan nanopropolis yang terbentuk. Tapi secara keseluruhan data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa nanopropolis yang dihasilkan banyak menyebabkan kematian sel lestari MCF-7, dengan konsentrasi 8 µg ml-1 ternyata dapat mematikan sel sebanyak lebih dari 50% dari sel kanker yang ada.
39
25 20 15 10 5 0 20.0
143.2
1025.5
Gambar 5.4 Distribusi ukuran partikel nanopropolis hasil pembuatan nanopropolis pada kondisi terbaik tahap pertama Berdasarkan analisis RSM dari data Tabel 5.1 tentang pengaruh waktu inklusi, re-solubilisasi dan stablisiasi terhadap kematian sel lestari kanker payudara MCF-7 diperoleh persamaan matematika sebagai berikut : Y = 147.01+1.56X1̶-6.32X2-1.96X3-0.02X12+0.08X22+0.12X32+0.05X1X20.15X1X3+0.05X2X3 dengan nilai R2 sebesar 0.56. Dari nilai koefisien pada persamaan tersebut menunjukkan bahwa waktu re-solubilisasi dan stabilisasi (X2 dan X3) berpengaruh secara nyata terhadap keaktifan nanopropolis dalam perubahan jumlah kematian sel, sedangkan waktu inklusi (X1) berpengaruh terhadap keaktifan nanopropolis dalam menaikkan besarnya jumlah kematian sel. Hal ini terlihat dari nilai koefisien X2 dan X3 bernilai negatif yang relatif besar dan nilai koefisien X1 yang bernilai positif walaupun nilainya kecil dibandingkan dengan nilai koefisien X2 maupun X3. Hasil analisis sidik ragam model persamaan matematika pengaruh inklusi, re-solubilisasi dan stabilisasi terhadap jumlah sel lestari kanker payudara MCF-7 yang mati disajikan pada Lampiran 9. Nilai R2 tersebut persamaan matematika persentase jumlah kematian sel lestari kanker MCF-7 adalah sebesar 0.56 atau 56%. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat 56% dari peubah dapat mempengaruhi respon kematian sel lestari kanker MCF-7, sedangkan sisanya adalah faktor lain yang mempengaruhi respon. Makin besar nilai R2 (mendekati satu), makin besar pengaruh peubah terhadap respon yang dilihat dalam penelitian tersebut. Hasil analisis sidik ragam diperoleh dari P value pada X1, X2 dan X3 masing-masing menghasilkan 2.49˃Pvalue (0.05), 1.19˃Pvalue (0.05) dan 0.39˃Pvalue (0.05), dengan hasil tersebut ternyata bahwa waktu inklusi, re-solubilisasi dan stabilisasi tidak berpengaruh pada hasil jumlah kematian sel lestari kanker payudara MCF-7. Namun demikian, hasil pengujian untuk kecocokan model dapat dilihat pada nilai P lack-of-fit lebih besar dari 0.05 yaitu 1.48˃0.05, ternyata bahwa ada kecocokkan model respon dengan data yang diperoleh. Kesesuaian model respon dengan data yang diperoleh dapat terlihat dalam Gambar 5.5.
40
Berdasarkan Gambar 5.5 tersebut terlihat bahwa data yang diperoleh dalam penelitian menunjukkan kenormalan yang tinggi karena semua data terpusat pada satu garis dengan perbedaan yang relatif kecil. Berdasarkan persamaan matematika dapat diprediksi bahwa kondisi terbaik proses pembuatan nanopropolis yang dapat menyebabkan kematian sel lestari MCF-7 tertinggi adalah pada waktu pengadukan pada tahap inklusi, tahap resolubilisasi dan tahap stabilisasi masing-masing selama 20, 20 dan 30 menit dengan prediksi persentase jumlah sel mati sebanyak 80.00%. Hasil validasi kondisi terbaik tersebut diperoleh jumlah sel mati sebanyak 83.45%. Hasil ini menunjukkan bahwa ada pengaruh nanopropolis yang dihasilkan terhadap kemampuan mematikan sel lestari kanker payudara MCF-7 yang sangat tinggi karena dengan konsentrasi nanopropolis sebesar 8 µg ml-1 dapat menyebabkan kematian lebih dari 50% sel kanker yang ada.
Gambar 5.5 Pemetaan normalitas data jumlah kematian sel lestari MCF-7 akibat pemberian nanopropolis (warna kotak menunjukkan satuan percobaan) Pada kondisi terbaik dari proses pembuatan nanopropolis menggunakan waktu inklusi, re-solubilisasi dan stabilisasi tersebut mempunyai nilai desirabilty mendekati angka 1 yaitu 0.91 artinya adalah kondisi terbaik ini mendekati kondisi optimum yang seharusnya dicapai oleh penelitian (Gambar 5.6). Sesuai dengan pernyataan Anonim (2007) bahwa penentuan kondisi terbaik dapat dilihat dari nilai desirability yang mencapai maksimumn dan nilai kondisi terbaik ditunjukkan dengan nilai desirability yang mendekati satu dari selang 0 hingga 1. Pada kondisi terbaik pembuatan nanopropolis tahap pertama dilakukan pembuatan nanopropolis tahap kedua dengan menggunakan propolis dan βsiklodekstrin sebagai peubah. Diagram alir proses pembuatan nanopropolis tahap kedua disajikan pada Gambar 5.7. Hasil pembuatan nanopropolis dan pengujian nanopropolis pada konsentrasi 8 μg ml-1 terhadap sel MCF-7 disajikan pada Tabel 5.2 dan Lampiran 10. Dari Tabel 5.2 tersebut nampak bahwa nilai tertinggi kematian sel lestari kanker MCF-7 sebesar 59.8% akibat perlakuan nanopropolis hasil satuan percobaan nomor 11 yang menggunakan propolis sebanyak 30 mg dengan β-siklodekstrin sebanyak 350 mg, sedangkan nilai terendah (11.1%)
41
kematian sel akibat pemberian nanopropolis hasil satuan percobaan nomor 9 yang menggunakan propolis sebanyak 70 mg dengan β-siklodekstrin sebanyak 150 mg. Dari hasil tersebut ternyata bahwa pengaruh jumlah β-siklodekstrin dalam pembuatan nanopropolis dapat menambah keaktifan nanopropolis yang dihasilkan. Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan β-siklodekstrin dapat mengurangi kerusakan komponen propolis akibat pengadukan dengan kecepatan tinggi, selain itu β-siklodekstrin yang tinggi dapat memberi kesempatan pada semua komponen bahan aktif dalam propolis terinklusi kedalam gugus fungsional β-siklodekstrin.
Gambar 5.6 Hubungan antara waktu pengadukan pada tahap inklusi dan waktu pengadukan pada tahap re-solubilisasi terhadap nilai desirability pada kondisi terbaik Tabel 5.2 Kondisi pembuatan nanopropolis tahap kedua dan pengaruh nanopropolis terhadap kematian sel MCF-7 Satuan Percobaan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Propolis (mg) 50 50 50 50 50 70 30 50 70 50 30 21.7 78.3
β-Siklodekstrin (mg) 250 250 250 250 250 350 150 391.42 150 108.58 350 250 250
Jumlah sel MCF-7 mati (%) 24.4 23.7 29.5 27.6 30.2 23.1 25.6 24.3 11.1 20.0 59.8 40.9 18.5
42
Etanol 70% Ekstrak Propolis Kering
β-siklodekstrin
Inklusi ( T=45OC, t=20’ )
Larutan
Pengeringan
Etanol+Air
EEP-β-siklodekstrin Larutan Penyangga Fosfat, pH 5
Re-solubilisasi (T=45o, t=20’ ) Larutan pH 5
Larutan Penyangga Fosfat, pH 10
Stabilisasi (T=45oC, t=30’ )
Larutan pH 10 Pengeringan
Air
Nanopartikel Gambar 5.7 Diagram alir pembuatan nanopropolis tahap kedua Berdasarkan analisis statistik RSM dari jumlah sel MCF-7 yang mati akibat pemberian nanopropolis diperoleh persamaan sebagai berikut : Y = 27.08–7.94X1 + 1.52X2+2.29X12-1.47X22-5.55X1X2+10.03X12X2-4.86X1X22, dengan Y= Jumlah sel MCF-7 mati, X1= Jumlah propolis, dan X2= Jumlah β-siklodekstrin. Analisis sidik ragam model persamaan matematika pengaruh jumlah nanopropolis terhadap jumlah sel lestari kanker payudara MCF-7 yang mati disajikan pada Lampiran 11. Adapun nilai R2 persamaan model matematika adalah 0.96. Data kematian sel MCF-7 akibat pemberian nanopropolis sangat beragam, antara 11,1% hingga
43
59,8%. Walaupun demikian, data yang dihasilkan relatif baik karena berada disekitar rata-rata (Gambar 5.8). Dari persamaan jumlah sel mati diduga bahwa kondisi terbaik yang dapat menyebabkan kematian sel MCF-7 terbanyak akibat pemberian nanopropolis adalah hasil nanopropolis yang dibuat dengan 30 mg propolis dengan 350 mg β-siklodekstrin. Hal ini terlihat bahwa makin besar jumlah β-siklodekstrin yang digunakan makin besar jumlah kematian sel kanker MCF-7, dengan jumlah propolis yang makin kecil. Pada kondisi terbaik tersebut mempunyai nilai desirability sebesar 0.96, artinya adalah kelayakkannya bernilai baik karena mempunyai nilai mendekati 1. Menurut Anonim (2007), nilai desirability menentukkan suatu penilaian kondisi yang diperoleh dari hasil penelitian. Nilai desirability mendekati 1 merupakan hasil yang relatif baik dan yang terbaik ada pada angka 1 (Gambar 5.9). Hasil validasi proses pembuatan nanopropolis pada kondisi terbaik menunjukkan bahwa pada konsentrasi nanopropolis 8 µg ml-1 dapat mematikan sel MCF-7 sebanyak 48.61%. Nilai jumlah kematian sel MCF-7 pada konsentrasi ini masih terdapat nilai bias antara prediksi persamaan RSM dengan hasil pembuatan nanopropolis pada kondisi terbaik yaitu sebesar 15.91%. Dengan nilai ini berarti proses pembuatan nanopropolis pada kondisi optimum dianggap masih baik, karena nilai bias cukup realistis serta sesuai dengan yang diharapkan.
Gambar 5.8
Pemetaan kemungkinan normalitas data jumlah kematian sel MCF-7 (warna kotak menunjukkan satuan percobaan)
Peran β-siklodekstrin dalam menginklusi bahan aktif telah dilakukan oleh Bilensoy et al. (2007), Isadiartuti dan Suwaldi (2005), Jullian (2009), Nafady et al. (2003) dan Zheng et al. (2004). Pada penelitian Bilensoy et al. (2007) bahan paclitaxel diinklusi pada β-siklodekstrin menghasilkan nanopartikel yang berukuran 157 hingga 639 nm dan dapat dijadikan bahan sediaan injeksi. Kompleks antara flavonoid dan β-siklodekstrin akan membentuk senyawa baru dengan adanya ikatan yang terjadi antara gugus OH pada β-siklodekstrin dengan gugus aktif flavonoid yang terbukti dari hasil penelitian Jullian (2009) dan Zheng et al. (2004). Jullian (2009) meneliti dengan flavonoid galangin dan Zheng et al. (2004) menggunakan flavonoid kuersetin. Komponen OH pada β-siklodekstrin memegang peran dalam mengikat bahan aktif yang berasal dari propolis dan dengan perubahan pH membuat gugus fungsional dari propolis maupun β-
44
siklodekstrin siap untuk saling berikatan. Dengan demikian kompleks inklusi propolis terjadi antara bahan aktif propolis dengan β-siklodekstrin berjalan dengan cepat dan banyak komponen aktif yang berikatan dengan gugus fungsional βsiklodekstrin.
Gambar 5.9 Pemetaan desirability jumlah kematian sel MCF-7 akibat pemberian nanopropolis yang dibuat dari propolis dan βsiklodekstrin 5.4 Kesimpulan dan Saran 5.4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa waktu inklusi dan re-solubilisasi sangat berpengaruh terdapat pengecilan ukuran partikel nanopropolis sedangkan waktu stabilisasi masih relatif kecil untuk mencapai kondisi optimum sebenarnya. Prediksi ukuran partikel dan jumlah kematian sel lestari kanker MCF-7 tertinggi diperoleh dari proses pembuatan nanopropolis dengan waktu inklusi, waktu re-solubilisasi dan waktu stabilisasi masing-masing selama 20, 20 dan 30 menit dengan prediksi ukuran partikel sebesar 122.00 nm dan rata-rata jumlah sel mati sebanyak 80.00%. Hasil validasi kondisi terbaik diperoleh ukuran rata-rata nanopropolis sebesar 165.4 ± 44,1 nm dengan kemampuan antisitotoksik sel lestari kanker MCF-7 sebanyak 83.45% sel mati. Pada pembuatan nanopropolis tahap kedua jumlah propolis dan βsiklodekstrin yang digunakan untuk mencapai kondisi terbaik dalam mencapai jumlah kematian sel lestari kanker MCF-7 sebesar 57.81% adalah pada komposisi 30 mg propolis dan 350 mg β-siklodekstrin. Hasil validasi proses pembuatan nanopropolis pada kondisi terbaik menunjukkan bahwa jumlah sel lestari kanker MCF-7 yang mengalami kematian adalah sebanyak 48.61% akibat pemberian nanopropolis dengan konsentrasi 8 µg ml-1.
45
6.4.2 Saran Perlu dilakukan penelitian tentang karakterisasi nanopropolis hasil proses pembuatan pada kondisi terbaik.