5. Peluang Diskrit Pengantar Semua yang telah dipelajari di dalam teori pencacahan (counting) akan menjadi dasar dalam perhitungan peluang terjadinya suatu peristiwa. Dalam pembahasan berikut, istilah percobaan dipakai untuk menyatakan prosedur yang menghasilkan satu dari sekumpulan kejadian yang mungkin. Himpunan kejadian yang mungkin ini disebut sebagai ruang sampel (sample space) dari percobaan. Suatu peristiwa adalah himpunan bagian dari ruang sampel ini. Jika semua peristiwa di ruang sampel memiliki kemungkinan yang sama untuk terjadi, maka berlakulah definisi berikut.
Definisi. Besarnya peluang suatu peristiwa E terjadi, yang merupakan himpunan bagian dari ruang sampel S dimana setiap peristiwa didalamnya memiliki peluang yang sama untuk terjadi diberikan oleh p(E) = |E|/|S|.
Dalam definsisi ini, baik E maupun S adalah himpunan, dengan demikian tanda |⋅| melambangkan kardinalitas atau banyaknya anggota dari himpunan. Nilai peluang mempunyai rentang dari 0 (berkaitan dengan peristiwa yang tidak pernah terjadi) sampai dengan 1 (untuk peristiwa yang selalu terjadi).
Contoh 4.1: Sebuah kotak berisi empat bola biru dan lima bola merah. Berapakah peluang sebuah bola berwarna biru terpilih jika diambil sebarang bola dari kotak tersebut?
Jawaban: Ada sembilan kemungkinan hasil yang muncul, dan empat diantaranya adalah peristiwa “bola biru terpilih”. Maka, peluang peristiwa ini adalah 4/9 atau sekitar 44.44%.
Contoh 4.2: Berapakah peluang seseorang memenangkan undian 6/49, yaitu pengambilan 6 bilangan (tanpa menghiraukan urutannya) dari kumpulan 49 bilangan secara benar.
Jawaban: Sesuai pelajaran mengenai kombinasi pada bab terdahulu, maka akan terdapat C(49,6) kemungkinan hasil yang muncul. Hanya satu dari hasil ini yang dapat memenangkan undian. Dengan demikian, besarnya peluang adalah
5. Peluang Diskrit - 1
p(E) = 1/C(49, 6) = 1/13.983.816
Peristiwa Komplementer Misalkan E peristiwa dalam ruang sampel S. Peluang dari peristiwa E , atau peristiwa komplementer, diberikan oleh
p ( E ) = 1− p ( E )
Hal ini dapat ditunjukkan dengan cara:
p(E) =
S−E S
= 1−
E S
= 1− p ( E )
Kaidah ini berguna jika penentuan peluang peristiwa komplementer lebih mudah dari peristiwa itu sendiri.
Contoh 4.3: Deretan 10 bit dibangkitkan secara acak. Berapakah peluang satu diantaranya adalah bit nol ? Jawaban: Terdapat 210 = 1024 kemungkinan membangkitkan deretan 10 bit. Peristiwa komplementer E menyatakan “tidak ada satupun bit nol”, hanya terjadi sekali yaitu pada deretan 1111111111. Maka:
p( E ) = 1/1024.
Sekarang p(E) dapat dihitung dengan mudah, yaitu
p(E) = 1 – p( E ) = 1 – 1/1024 = 1023/1024.
Contoh 4.4: Berapakah nilai peluang bahwa sedikitnya dua dari 36 orang memiliki hari ulang tahun (yakni, dilahirkan pada tanggal dan bulan) yang sama ?
5. Peluang Diskrit - 2
Jawaban: Ruang sampel S berisikan semua kemungkinan hari ulang tahun ke 36 orang tersebut, jadi |S| = 36536. Tinjau peristiwa komplementer E (“tidak ada dua dari 36 orang itu yang memiliki hari ulang tahun yang sama”). Maka, E akan mengandung sejumlah C(365,36) kejadian:
p( E ) = C(365, 36)/36536 = 0.168
Sehingga p(E) = 0.832 or 83.2%
Misalkan E1 dan E2 dua peristiwa yang terjadil didalam ruang sampel S. Maka: p(E1 ∪ E2) = p(E1) + p(E2) - p(E1 ∩ E2)
Ini mengingatkan kita pada topik yang sudah kita pelajari terdahulu, yakni prinsip inklusieksklusi.
Teori Peluang Diskrit Contoh 4.5: Berapakah peluang suatu bilangan positif terpilih secara acak dari sekumpulan bilangan bulat positif yang tidak lebih dari 100 dan dapat dibagi 2 atau 5 tetapi tidak sekaligus keduanya?
Jawaban: E2: “bilangan bulat yang dapat dibagi 2”, dan E5: “bilangan bulat yang dapat dibagi 5”. Dengan demikian E2 = {2, 4, 6, …, 100}
⇒
|E2| = 50, dan didapatkan p(E2) = 0.5.
E5 = {5, 10, 15, …, 100}
⇒
|E5| = 20 dan diperoleh p(E5) = 0.2
E2 ∩ E5 = {10, 20, 30, …, 100} ⇒
|E2 ∩ E5| = 10, dan p(E2 ∩ E5) = 0.1. Maka
p(E2 ∪ E5) = p(E2) + p(E5) – p(E2 ∩ E5 ) p(E2 ∪ E5) = 0.5 + 0.2 – 0.1 = 0.6
5. Peluang Diskrit - 3
Apa yang terjadi seandainya hasil dari percobaan tidak berpeluang sama? Dalam kasus tersebut kita hitung peluang p(s) untuk setiap hasil s∈S, dimana S ruang sampel. Dua kondisi harus dipenuhi: (1): 0 ≤ p(s) ≤ 1 untuk setiap s∈S, dan (2):
∑ p (s) = 1 s∈S
Ini berarti, seperti yang telah kita ketahui, bahwa (1) setiap peluang harus bernilai antara 0 dan 1, dan (2) jumlah seluruh probabilitas sama dengan 1, karena satu dari hasil dijamin akan muncul.
Peluang p(s) dari hasil s sama dengan limit banyaknya muncul s dibagi dengan banyaknya percobaan dilakukan. Sekali kita tahu peluang p(s), kita dapat menghitung peluang peristiwa E, yakni p ( E ) = ∑ p (s) s∈E
Contoh 4.6: Suatu dadu bersifat bias sehingga angka 3 muncul dua kali lebih sering dibandingkan angka lainnya. Berapakah nilai peluang dari masing-masing mata dadu?
Jawaban: Ada 6 kemungkinan hasil s1, …, s6 p(s1) = p(s2) = p(s4) = p(s5) = p(s6) p(s3) = 2p(s1) Karena jumlah seluruh peluang harus bernilai 1, maka: 5 p(s1) + 2 p(s1) = 1 7 p(s1) = 1 p(s1) = p(s2) = p(s4) = p(s5) = p(s6) = 1/7, dan p(s3) = 2/7 Contoh 4.7: Berapakah peluang munculnya angka ganjil dari pelemparan dadu bias pada Contoh 4.6 ?
5. Peluang Diskrit - 4
Jawaban: Eganjil = {s1, s3, s5}. Dengan mengingat rumus p ( E ) = ∑ p ( s ) , maka s∈E
Eganjil = p ( E ) =
∑ p ( s ) = p(s1) + p(s3) + p(s5)
s∈E ganjil
p(Eganjil) = 1/7 + 2/7 + 1/7 = 4/7 = 57.14%
Peluang Bersyarat Suatu uang logam memiliki dua sisi (muka), sebut sebagai sisi depan (H) dan sisi belakang (T). Jika uang logam tsb dilempar tiga kali, berapakah peluang munculnya T dalam jumlah ganjil (peristiwa E), jika diketahui bahwa lemparan pertama menghasilkan T (peristiwa F)?
Jika lemparan pertama menghasilkan T, maka deretan yang mungkin muncul adalah TTT, TTH, THT, and THH. Dua diantara empat kasus memiliki T ganjil. Maka, peluang E, dengan syarat bahwa F muncul adalah is 0.5. Kita menyebut hal yang demikian ini sebagai peluang bersyarat.
Untuk menghitung peluang bersyarat E jika diberikan F, kita pakai F sebagai ruang sampel. Peristiwa munculnya E dengan syarat F juga muncul harus berada didalam E ∩ F.
Definisi. Misalkan E dan F peristiwa dimana p(F) > 0. Peluang bersyarat dari E jika diberikan F, ditulis sebagai p(E | F), didefinisikan sebagai p(E | F) = p(E ∩ F)/p(F)
Contoh 4.7: Berapakah peluang bit string acak dengan panjang empat mengandung sedikitnya dua nol berurutan, jika bit pertamanya nol?
Jawaban:
E: “bit string dengan sedikitnya dua nol berurutan”, sedangkan F: “bit pertama dari string adalah 0”
Kita tahu rumus p (E | F) = p (E ∩ F)/ p (F). Karena E∩F= {0000, 0001, 0010, 0011, 0100} maka p(E ∩ F) = 5/16, sedangkan p(F) = 8/16 = ½. Dengan demikian p(E | F) = (5/16)/(1/2) = 10/16 = 5/8 = 0.625
5. Peluang Diskrit - 5
Peristiwa Yang Saling Bebas Tinjau kembali percobaan pelantunan uang logam tiga kali. Apakah peluang peristiwa E (jumlah T ganjil) bergantung pada munculnya peristiwa F (lemparan pertama T)? Dengan kata lain, apakah berlaku p(E | F) ≠ p(E) ? Sesungguhnya kita dapatkan p(E|F) = 0.5 dan p(E)=0.5. Dikatakan bahwa E dan F adalah peristiwa yang saling bebas (independent events). Karena definisi peluang bersyarat p(E|F) = p(E ∩ F)/p(F), maka p(E|F) = p(E) jika dan hanya jika p(E ∩ F) = p(E)p(F). Hal ini dinyatakan kedalam definisi peristiwa yang saling bebas sebagai berikut.
Definisi. Peristiwa E dan F disebut saling bebas jika dan hanya jika p(E∩F) = p(E)p(F).
Jelas bahwa definisi ini bersifat setangkup (symmetrical) untuk peristiwa E dan peristiwa F. Jika p(E∩F)= p(E)p(F), maka p(F|E) = p(F) juga berlaku.
Contoh 4.8: Andaikan E adalah peristiwa bahwa bit string yang dibangkitkan dengan panjang 4 akan berawal dengan bit 1, sedangkan F adalah peristiwa bahwa bit string yang dibangkitkan mengandung bit 0 dengan jumlah genap (termasuk nol). Apakah E dan F saling bebas ?
Jawab: Jelas (seperti pada contoh terdahulu), bahwa p(E) = p(F) = 0.5. E ∩ F = {1111, 1001, 1010, 1100} p(E ∩ F) = 0.25 p(E ∩ F) = p(E)p(F)
Kesimpulan: E dan F adalah pristiwa-peristiwa yang saling bebas.
Percobaan Bernoulli Andaikan dilakukan suatu percobaan dengan dua kemungkinan hasil, misalnya pelantunan suatu uang logam. Percobaan yang demikian disebut juga dengan percobaan Bernoulli (Bernoulli trial). Keluaran dari percobaan Bernoulli disebut sebagai:
5. Peluang Diskrit - 6
•
berhasil (success)
•
gagal (failure).
atau
Jika p adalah peluang berhasil , sedangkan q adalah peluang gagal, maka p + q = 1. Seringkali kita berkepentingan untuk menghitung peluang keberhasilan tepat k kali untuk percobaan yang terdiri dari n buah percobaan Bernoulli yang saling bebas.
Contoh 4.9: Suatu uang logam bersifat bias, sehingga bagian muka (H) memiliki peluang 2/3. Jika uang tsb dilempar tujuh kali, berapa peluang munculnya bagian muka tepat empat kali ? Jawab: Banyaknya hasil yang mungkin adalah 27 = 128. Munculnya H empat kali dari tujuh kali percobaan adalah C(7,4). Ketujuh buah percobaan bersifat saling bebas, sehingga masing-masing keluaran memiliki peluang = (2/3)4(1/3)3. Dengan demikian, peluang tepat empat kali H muncul adalah C(7, 4)(2/3)4(1/3)3 = 560/2187 = 25.61%
Teorema. Peluang k kali keberhasilan dalam n kali percobaan Bernoulli yang saling bebas, dengan peluang berhasil p dan peluang gagal q=1-p adalah C ( n, k ) p k q n − k .
Besarnya peluang ini dituliskan sebagai b(k;n,p) Karena b(k;n,p) bisa dianggap sebagai fungsi dari k, kita menyebut b sebagai (fungsi) distribusi binomial. Perhatikan ilustrasi berikut ini.
Illustrasi: Misalkan keberhasilan suatu percobaan dilambangkan dengan ‘S’ dan kegagalan dengan ‘F’. Seperti dijelaskan terdahulu, peluang keberhasilan adalah p sedangkan peluang gagal adalah q = 1-p. Berapakah peluang dua keberhasilan dalam lima kali percobaan Bernoulli yang saling bebas? Salah kemungkinan hasil percobaan adalah “SSFFF“. Berapakah peluang munculnya deretan semacam ini (dng urutan yg berbeda)?
Deretan:
SSFFF
Peluang:
p⋅p⋅q⋅q⋅q = p2q3,
Deretan:
FSFSF
Peluang:
q⋅p⋅q⋅p⋅q = p2q3
dan bisa jadi muncul deretan lain
5. Peluang Diskrit - 7
Setiap deretan dengan dua keberhasilan dalam empat percobaan muncul dengan peluang p2q3. Ada berapa banyak kemungkinan deretan tsb? Dengan kata lain, untuk mengambil dua dari lima buah objek, ada berapa banyak cara? Kita tahu ada C(5,2)=10 cara untuk melakukannya, jadi ada 10 kemungkinan deretan yang masing-masing akan muncul dengan peluang p2q3. Oleh karena itu, peluang munculnya sebarang deretan demikian ketika suatu percobaan Bernoulli dilakukan adalah C(5,2) p2q3. Pada umumnya, peluang untuk k keberhasilan dalam n kali percobaan Bernoulli adalah C ( n, k ) p k q n − k .
Peubah Acak Dalam beberapa jenis percobaan, kita ingin memberikan nilai numerik untuk setiap hasil yang mungkin muncul untuk kepentingan analisa matematika dari percobaan. Untuk inilah diperkenalkan peubah acak.
Definisi. Peubah acak adalah suatu fungsi dari ruang sampel suatu percobaan ke himpunan bilangan riil. Jadi, suatu peubah acak memberikan nilai bilangan riil ke setiap hasil yang mungkin.
Catatan: “peubah acak” adalah suatu fungsi, bukan peubah, dan juga tidak acak, melainkan memetakan hasil acak suatu percobaan ke bilangan riil dengan cara yang terdefinisi secara jelas.
Contoh 4.10: Misalkan X adalah hasil dari permainan batu-kertas-gunting (rock-paperscissors). Aturan mainnya adalah : batu > gunting,
batu < kertas,
kertas > batu,
kertas
gunting>kertas,
gunting
Jika pemain A memilih lambang a dan pemain B memilih lambang b, maka
X(a,b) = 1, jika pemain A menang, = 0, jika A dan B memilih lambang yg sama, = -1, jika pemain B menang.
5. Peluang Diskrit - 8
Dengan demikian: X(batu, batu) = 0
X(batu, kertas) = -1
X(batu, gunting) = 1
X(kertas,batu) = 1
X(kertas,kertas) = 0
X(kertas,gunting) = -1
X(gunting, batu) = -1
X(gunting,kertas) = 1
X(gunting,gunting) = 0
Nilai Harap Setelah peubah acak didefinisikan, kita bisa menganalisa hasil percobaaan secara statistik. Contohnya, kita dapat mengajukan pertanyaan berikut: Berapakah nilai rata-rata (disebut sebagai nilai harap/ expectation) jika suatu percobaan dilakukan sangat sering? Dapatkah kita menghitung rata-rata aritmetik terhadap semua harga peubah acak yang mungkin?
Ini tidak bisa dilakukan karena mungkin ada suatu hasil percobaan yang lebih sering muncul dibandingkan dengan yang lain. Misalnya, anggap bahwa hasil yang mungkin dari suatu percobaan adalah 1 dan 2 dengan peluang masing-masing 0.1 dan 0.9. Apakah nilai rataratanya 1.5? Tentu tidak demikian karena 2 lebih sering muncul dibandingkan 1, peluangnya harus lebih besar daripada 1.5. Melainkan, kita harus menghitung jumlah terboboti dari semua kejadian (hasil) yang mungkin, yaitu, setiap nilai dari peubah acak harus dikalikan dengan peluangnya sebelum dijumlahkan. Dalam contoh tersebut, nilai rata-rata diberikan oleh: 0.1⋅1 + 0.9⋅2 = 0.1 + 1.8 = 1.9.
Definisi. Nilai harap (nilai ekspektas) dari peubah acak X(s) dalam ruang sampel S sama dengan E ( x ) = ∑ p ( s ) X ( s ) . s∈S
Contoh 4.11: Misalkan X peubah acak yang sama dengan jumlahan dari dua mata dadu yang dilemparkan. Ada 36 kemungkinan hasil (= jumlah pasangan bilangan dari 1 ke 6). Jangkauan dari X adalah {2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12}. •
Apakah ke 36 hasil ini sama mungkinnya? Ya, jika dadu tidak bias.
•
Apakah ke 11 harga X ini sama mungkinnya ? Tidak, peluangnya bervariasi di setiap harga X.
5. Peluang Diskrit - 9
p(X=2) = 1/36, p(X=3) = 2/36 = 1/18 p(X=4 = 3/36=1/12, p(X=5) = 4/36 = 1/9 p(X=6) = 5/36, p(X=7) = 6/36 = 1/6 p(X=8) = 5/36, p(X=9) = 4/36 = 1/9 p(X=10) = 3/36=1/12, p(X=11) = 2/36 = 1/18 p(X=12) = 1/36
+ 1 2 3 4 5 6
1 2 3 4 5 6 7
2 3 4 5 6 7 8
3 4 5 6 7 8 9
4 5 6 7 8 9 10
5 6 7 8 9 10 11
6 7 8 9 10 11 12
E(X) = 2⋅(1/36) + 3⋅(1/18) + 4⋅(1/12) + 5⋅(1/9) + 6⋅(5/36) + 7⋅(1/6) + 8⋅(5/36) + 9⋅(1/9) + 10⋅(1/12) + 11⋅(1/18) + 12⋅(1/36) E(X) = 7
Hal ini berarti bahwa, jika kita melempar kedua dadu itu berkali-kali, lalu bilangan yang muncul dijumlahkan dan kemudian hasil keseluruhan dibagi dengan banyaknya percobaan, kita bisa berharap akan memperoleh angka 7.
Teorema. Jika X dan Y adalah peubah acak pada ruang sampel S, maka E(X+Y) = E(X) + E(Y). Selanjutnya, jika Xi, i = 1, 2, …, n dengan n bilangan bulat positif, adalah peubah acak pada S, maka E(X1 + X2 + … + Xn) = E(X1) + E(X2) + … + E(Xn). Lebih lanjut lagi, jika a dan b adalah bilangan riil, maka E(aX + b) = aE(X) + b.
Dengan adanya teorema ini kita bisa memecahkan soal terdahulu dengan lebih mudah. Misalkan X1 dan X2 angka yang muncul pada dadu pertama dan kedua. Untuk masing-masing dadu, ke enam angka muncul dengan peluang yang sama. Maka
E(X1) = E(X2) = (1 + 2 + 3 + 4 + 5 + 6)/6 = 7/2. Kita tahu E(X1 + X2) = E(X1) + E(X2) = 7. Nilai harap dapat dipakai untuk menghitung kompleksitas kasus-rata-rata (average-case complexity) dari suatu algoritma. Andaikan ruang sampel berupa himpunan semua masukan yang mungkin a1, a2, …, an, dan peubah acak X memberikan banyaknya operasi yang dijalankan oleh algoritma itu untuk setiap masukan aj. Kompleksitas kasus-rata-rata dari algoritma tsb adalah E ( X ) = ∑ p ( a j ) X ( a j ) . n
j =1
5. Peluang Diskrit - 10
Namun demikian, untuk melakukan analisa kasus-rata-rata, perlu diketahui: banyaknya langkah yang dijalankan algoritma tsb untuk setiap (!) masukan yang mungkin, dan peluang munculnya masukan itu. Pekerjaan ini terlalu rumit untuk kebanyakan algoritma, jadi kita hanya akan meninjau analisa kasus-terburuk.
Peubah Acak yang Saling Bebas Definisi. Peubah acak X dan Y pada ruang sampel S disebut saling bebas jika p(X(s)= r1 ∧Y(s)= r2) = p(X(s) = r1) ⋅ p(Y(s)=r2). Dengan kata lain, X dan Y saling bebas jika peluang X(s) = r1∧Y(s)=r2 sama dengan perkalian antara peluang X(s) = r1 dan peluang Y(s) = r2 untuk semua bilangan riil r1 dan r2. Contoh 4.12: Apakah peubah acak X1 dan X2 dari “sepasang dadu” pada contoh sebelumnya bersifat saling bebas ?
Jawab: p(X1 = i) = 1/6 p(X2 = j) = 1/6 p(X1 = i ∧ X2 = j) = 1/36
Karena p(X1= i∧X2= j) = p(X1 = i)⋅p(X2 = j),maka peubah acak X1 dan X2 saling bebas.
Teorema. Jika X dan Y peubah acak yang saling bebas pada ruang sampel S, maka E(XY) = E(X)E(Y).
Catatan: E(X +Y) = E(X) + E(Y) untuk sebarang X dan Y tetapi E(XY) = E(X)E(Y) hanya berlaku untuk X dan Y yang saling bebas. Mengapa? Contoh berikut menjelaskan hal ini.
Contoh: Misalkan X dan Y peubah acak pada ruang sampel dan masing-masing berharga 1 dan 3 dengan peluang yang sama. Maka E(X) = E(Y) = 2 Jika X dan Y saling bebas, maka: E(X +Y) = 1/4·(1 + 1) + 1/4·(1 + 3) +1/4·(3 + 1) + 1/4·(3 + 3)
5. Peluang Diskrit - 11
= 4 = E(X) + E(Y) E(XY)= 1/4·(1·1) + 1/4·(1·3) + 1/4·(3·1) + 1/4·(3·3) = 4 = E(X)·E(Y)
Sekarang kita asumsikan X dan Y berkorelasi sedemikian hingga Y=1 jika X=1 dan Y=3 jika X=3. E(X + Y) = 1/2·(1 + 1) + 1/2·(3 + 3) = 4 = E(X) + E(Y) E(XY) = 1/2·(1·1) + 1/2·(3·3) = 5 ≠ E(X)·E(Y)
Variansi Nilai harap dari peubah acak adalah parameter penting untuk menggambarkan suatu distribusi acak. Meski demikian, nilai harap tidak menyebutkan lebar disribusi tersebut. Hal ini digambarkan oleh variansi dari distribusi acak.
Definisi. Misalkan X peubah acak pada ruang sampel S. Variansi X, dituliskan sebagai V(X) adalah V ( X ) = ∑ ( X ( s ) − E ( X ) ) p ( s ) . 2
s∈S
Simpangan baku (standard deviation) dari X, dituliskan sebagai σ(X), adalah akar kuadrat dari V(X). Beberapa aturan yang perlu diingat: o Jika X peubah acak pada ruang sampel S, maka V(X) = E(X2) – E(X)2.
o Jika X dan Y dua peubah acak pada ruang sampel S, maka V(X+Y)=V(X)+V(Y).
o Terlebih lagi, jika Xi, i = 1, 2, …, n, dengan n bilagan bulat positif, adalah peubah acak saling bebas pada S, maka V(X1 + X2 + … + Xn) = V(X1) + V(X2) + … + V(Xn)
5. Peluang Diskrit - 12