i. i g. {{"/ r.1
u
ii
1
.. '-'
.,.'!. " i
kr
+:',
tL
itr' !i
cp/4r 12ort '
/
*3//q7y167ftcV/ut
LAPORAN PENELITIAN KEPEKAANULATJA,NTUNGKUBISCTocidolomia b i n ota t is ZeII TE RHADAP M etarrhiziu m an isoliae Soroki n Oleh
:
lr. Nadrawati, M.Sc.
Bengkulu Dibiayai oleh Dana Rutin (DIK) Universitas Norno, : Q84t23't2000, Tanggal I April 2Q00 Penelitian Berdasarkan Surat Perjanj ian Petaksanaan No*o, : 1068/J30ltrpiZO00, Tanggal I Agustus 2000
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS BENGKULU BENGKULU
2000
Gsa' dV*
Vr> LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN DANA RUTIN TAHUN ANGGARAN 2OOO 1r_
r.,,{,,1 Juuul
Biciang
Kepekaan Ulat Jantung Kubis Crocidolomia b i n o t a I i s Z ell terhadap jamur lv{ e t a r h i z i ut it anisopliae Sorokiir PertanianlPengendalian Hayati
ilmu
Kategori Penelitian
I
a) b)
Ketua Tim Nama Jenis Kelamin c) Golongan Pangkat dan Nip d) Jabatan ftingsional e) Jabatan struktural 0 Fakultas/Juflrsan g) Pusat Pene'litian
Ir. Nadrawati, MP Perempuan III d dan 131601664 Leklor Madya Penafc TK I PertanianBudidaya Pertani an Lemb aga P en el i ti an LINIB
Susunan Tim Peneliti Nama Anggota Peneliti
I orang Nadrawati
4.
Lokasi Penelitian Penelitian Ini Merupakan Kerja Sama Dengan Instansi Iain 6. Lama Penelitian
: Laboratorium IHPT
Faperta UNIB
: 6 b-ulan
7. BiayaPenelitian Bengkulu 2 Mei 2001,
MP
Nip. 131
fuio ffir ?i+i
gJuo
orr,et
601 664
ABSTRAK
KEPEKAAN ULAT JANTUNG KI'BIS CROCIDOLOA{]A RINOTALIS ZELL TERI{ADAP JAMUR METARRHIZIUM ANISopLl,4E soRoKIN; (Nadrawati, 11 halaman).
C. binotalis dikenal dengan nama ulat jantung kubis merupakan salah satu harna yang berbahaya pada tanaman kubis di Indonesia. Ulat tersebut memakan daun kubis dan akibat kerusakannya sering menyebabkan tanaman tidak dapat membentuk l
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ulat instar 1,2 dan 3 lebih peka dari pada ulat instar 4, dan 5 terhadap M. anisopliae. LC 50 M. anisopliae pada ulat instar 3 adalah sebesar 6,0 x l0 o spora/ml. Pada konsentrasi ini LT 50 M. anisopliae sekitar 8,5 hari setelah perlakuan, Dan LC 90 nya adalah 3 x 10 10 spora/ml, iedangkan LT 90 sekitar 10 hari. Semakin meningkat junrlah spora maka semakin tinggi dan cepat kematian ulat.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis p4oJatkan kehadirat Allah Subhanawataa'la karena
dengan
rahmat dan karuniaNya jualah [Eporan penelitian yang berjudul "Kepekaan ulat jantung kubis C. binotalisZell terhadaB jaapr M. anisopllae Sorokin" ini dapat diselesaikanPada kesempatan
ini penulis flrcnyampaikan
rasa terima kasih kepada Pimpinan
p2T, yang telah menyediakan dana untuk penelitian ini dan semua pihak ygBg telah mernbantu dalam pelaksanaan penelitian sampai penyusunan laporan ini.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga laporan ini bermanfaat bagi yang memerlukannya" Annin.
Bengkulu, Mei 2001,
Penulis
DAFTAR ISI Halaman
ABSTRAK
i
KATAPENGANTAR
ii
DAFTAR
ISI ...
iii
DAFTAR
TABEL
lV
L .. J
I
TINJAUAN PUSTAKA
M.
METODE PENELITIAN
IV.
}IASIL DAN PEMBAHASAN
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5
.
...
":........."J.
7 10 11
lll
]I
DAFTARTABET
Tabel 1. LC 50 dan
tC
g:fr
M. anisopliae pada instar
1 ulat
jantung kubis
Tabel z.LC 50 dan LC q0 NI anisopliae padainstar 2 ulat jantrng kubis
Tabel 3. LC 50 dan LC 90; LT 50 dan LT g0 M. anisopliae pada 8
instar 3 ulat jantuug kubis Tabel 4.LC 50 dan LC 90 M. anisopliaepadainstar 4 ulat jantung kubis
8
Tabel 5. LC 50 dan LC 90 M. anisopliae padainstar 5 ulatjantung kubis
9
IY
PBNDATULUAN Crocidolomia binotalis Zell yang dikenal dengan ulat jantung kubis merupakan hama penting pada tanaman kubis. Serangan hama
ini akan menyebabkan kualitas dan
kuantitas hasil menjadi rendah, pada serangan berat tanaman tidak membentuk lrop (Kalshoven, 1981).
Akhir-akhir besar. Hal
ini pengendalian hama secara hayati rnendapat
ini ariara lain disebabkan
perhatian yang cukup
oleh kesadaran masyarakat yang semakin tinggi
akan bahaya pengaruh samping penggunaan inseklisida kimia terhadap kesehatan manuSia mauprlh lingkungan. Dhmpak penggunaan pestisida yang kurang bijaksana akan
menyebabkan timbtrlnya resistensi hama, resurensi, terbunuhnya musuh alami dan pencemaran lingkurtgdn (Utrtung, 198?). Kecendrungan rhasyat'akat untuk menikmati
hasil-hasil pertanian yang bebas residu pestisida semakin meningkat. Disamping itu kebdaksanaan pemerintah dalam pengendalian hama dengan sistim pengdndalian hama
terpadu sesuai dengan rrndartg-undang
N0. 12 Tahun 1992 jtuga mendorong untuk
memberikan kesempatan peran yang besar pada pengendalian (Anonim, 1992).
Telah diketahui lebih dari 750 spesies jamur yang potensial untuk digunakan dalam pengendalian hama (Anonim, 1981. Dan banyak usaha yang telah dilakukan untuk
memanfaatkan potensi
ini. Bebarapa diantaranya telah dapat memberikan hasil yang
memuaskan, bahkan di beberapa negara yang sudah maju entomopatogen telah digunakan secara luas, sebagai contoh Bacillus thuringiensls dalam bentuk iirsektisida mikroba telah
terdaftar di Amerika Serikat untuk mengendalikan tidak kurang dun 23 spesies serangga hama pada 20 jenis tanaman pertanian (Falcon,
lgTl).
Metarrhizium anisopliae merupakan salah satu jamur yang dapat menginfeksi beberapa
jenis serangga hama di lapangan yang terbukti merniliki daya bunuh tinggi
terhadap hama-harrra ordo Lepidoptera dan Coleoptera. Dan di Indonesia jamur ini telah dimanfaatkan unfuk mengendalikan hama Oryctes rhinoceros pada tanaman kelapa. pada
umumnya isolat yang diperoleh dari serangga yang terinfeksi akan bersifat patogenik terhadap serangga tersebut dengan mortalitas yang tinggi. Hasil survey di kebun petani
Curup Kabupaten Rejdng Lebong Propinsi Bengkulu ditemukan hama C. binotalis vang
terilifeksi jamur
M. anisopliae. Dengan tdrbukahya
jantung kubis dengan jamur
M
kemungkinan pengendalian ulat
anisopliae, perlu dilakukan penelitian yang
mengungkapkan kepel,iaatr berbagai instat ulat jantung kubis terhadao
M. anisopliae
melalui penetapan LC50 dan LC90 serta LT50 dah LT90 M. anisopliae tersebut untuk mengantikan insektisida sintetik yang kini dipandang ntembawa dampak negatif yang harus dihindarkan.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
dipertimbangkan Berbagai spesies jamur fungi imperfect yang telah teruji dan
untuk pengendalian serangga hama, salah satu diantaranya adalah
M' anisopliae
konidia (Moniiiales: Moniliaceae). Jamur ini memiliki konidiofor tegak sering bercabang, 1949)' berbentuk bulat dan hifa bersepta berwarna hijau (Steinhaus, pada bagian diantara Jamur patogen umumnya mengadakan penetrasi integumen
Mekanisme penetrasi kapsul kepala dengan torak dan diantara n#N-nyts anggota badan' patogen
dimulai dengan pertumbuhan spora pada kutikula serangga dan pembentukan
jamur tersebut badan seperti apresoria (vey dan Fergues, lg77). Selanjutnya Beru 1963) dan toksin berupa mengeluarkan enzym khitinase, lipase, (Huber 1958 dalam destruksin A dan
B; Cytochalasan
yang berlansung
iZ
-
Zq Jam.
(Rober, 1981) serta mengadakan penetrasi kutikula
Di dalam epidermis miselia jamur tumbuh secara radial
dalam 1 sampai zhan' dimulai dari pusat infeksi, akhirn-va hifa dapat mencapai hemocoel
Di
dalam darah' dalam hemocoel badan hifa petogen tersebar dan berkembang
menjadi lebih kental dan Selanjutnya hemocit dirusak patogen sehinga darah serangga menjadi lebih pucat. Pada saat yang sama peredaran darah serangga yang terinfeksi sehingga terjadi lambat dan akhirnya berhenti. ph darah serangga kemudian meningkat paralisis dan akhimya serangga mati (Steinhaus, 1949)' patogen' Kematian host merupakan akhir fase parasitik dari. perkernbangan semua jaringai' rfitik menembus sen Setelah host mati'rttiselia tumbuh saprotttik
t'oti'
jamur ditunjukkan dengan fandi-tandadan gejala serangan host yang terinfeksi
biokimia' Gejala perubahan prrilaku, perubahan eksternal dan intsrnal, dan perubahan
T
,g
$ il 6
perilaku yang paling awal yaitu kehilangan nafsu makan dengan gerakan yang tidak terkendali. Tanda eksternal umufirnya berupa perubahan wama host yang mati dengan
tubuh memucat dan mengeras, seluruh permukaan tubuh penuh dengan spora dan miselium yang berwarna hijau. Dan infeksi jamur tersebut dapat meyebabkan disfungsi sistim endokrin (Ferron, 1931). Berdasarkan penelitian tuturraar, dan Abbas (1986) pemakaian ItL aniso?liae dapat
mematikan O. rhinocheros 85-92 persen. Mengingat M. anisopliae mempunyai strain
yang relatif banyak dengan kepekaan yang berbeda-beda, maka perlu dilakukan pengUjian terhadap serangga hama tq,4rlama pada host aslinya, karerta umumnya suatu
mikroorganisme yang ditemukan pada host asli memiliki kepekaan yang relatif rendah apabila..dipqrlakukan pada serangga tersebut'
m. Penelitian
METODE PENELITIAN
ini dilakukan di Laboratorium llmu Hama dan Penyakit
Tumbuhan
f'akultas Pgganian Univerditas Bengkulu sejak bulln Oktober 2000 sampai akhir Maret 24A.1.
Pelaksanaan Penelitian.
1.
Isolasi jamar M. anisopliae
Jamur diisolasi dari ulat yang mati yang dikoleksi di alam dengan e.ara mengambil miselium jamur yang tumbuh dipermukaan bangkai sgrangga, kemudian ditumbuhkan pada media PDA untuk dimurnikan.
2. Perbanyakan serangga uji ulatja4tung kUbib.
:
Ulat jantung kubis untuk bahan penelitian ini 61$Orct'eh dengan mengumpulkan ulat dari kebun petani di Curup, kemudian dipelihara ddn diperbanyak di Laboratorium.
Untuk memperoleh ulflt dalam jumlah yang cukup, maka perbanyakan dilakukan dengan menggunakan daun kubis segar sebagai pakannya. Ulat yang dikumpulkan di
ldparrgan dipelihara
di dalam stoples yang ditutupi kain kasa. Penggantian
pakan
dilakukan setiap hari sampai ulat menjadi kepompong. Telur-telur yang dihasilkan setiap hari dipindahkan ke dalam stoples lain tempat penetasan. Ulat yang baru ditetaskan dipindahkan ke stoples lain dan diberi pakan daun kubis. Masing-masing
instar diseleksi untuk mendapatkan ulat dengan berbagai instar yang sama umur dan ukuran tubuhnya sebagai larva uji.
I I
L
r E
fi $
3.
Perbanyakan Jamw
$
f
i
Perbanyakan jamur
M. anisopliae yang murni dengan media PDA dalam jumlah
i
:
banyak adalah sebagai bahan untuk uji ulatjantung kubis. 4. Penyiapan suspensi spora jamur.
Biakan jamur yang berumur
lebih
kurang
2! hari dalam media PDA digojok
kemudiasn dibuat pengenceran. Kerapan spora dihitung dengan menggunakan haemocytometer. 5.
Uji kepekaan jamur. Ulat jantung kubis masing-masing instar yang di uji disemprot dengan suspensi spora dengan berbagai konsentrasi. Setelah itu ulat dipindahkan ke dalam petridis dan diberi
rtrakan daun kubis segar (masing-mdsing ulat digrurakarr
uji
15 ekor/instar). Sebagai kontrol
air steril. Setiap hari dibatat batryaknya ulat yang mati, selanjutnya
diterrtukan LC50 dan LC90; LT50 aah I,fqO M. anisopliae yatg dihitung dengan metode Finney (1971). Khusus untuk LT50 dan LT90 dilakukan hanya untuk instar 3 saja.
IE !,
z :..
Iv. EASIL PBNELITIAN Hasil kepekaan berbagai instar ulat jantung kubis C. binotalis dengan berbagai konsentrasi spora M. anisopliae pada ulat instar 1 menuqjukkan LC 50 nya adalah 1,8
x
10
7
dengan
dengan LC 90 adalah 4,5
x
10
e;
ulat instar 2, LC 50 nya adalah 7,3 x 107
LC 90 adalah 5,5 x 10 e; ulat instar 3, LC 50 nya adalah 6,0 x 10 * dengan
LC 90 adalah 3,0 x 10 'o dan LT 50nya adalah 8,5 , LT 90 nya 10 hari; ulat instar 4,
LC 50 nya adalah;4,2
x
10 'o dongan LC 90 edalah 6,5
x 10 12; serte ulat instar
-{,
LC 50 nya adalah 7,0 x 10 " dergar, LC 90 adalah 9,0 x 10 1a spora/ml (Tabel 1,2,3, 4, dan 5).
Adanya respon berbagai instar ulat
C. binotalis
terhadap
M-
anisopliae
kemungkinan disebabkan oleh adanya perbedaan ketahanan instar ulat tersebut. Ulat instar tua umumnya memiliki kutikula yang lebih keras dan daya tahan tubuh yang
lebih kuat dibandingkan dengan instar rnuda, sehingga untuk bisa mematikan ulat mati 50 persen maupun 90 persen membutuhkan jumlah spora lebih banyak.
T abel l. LC50 dan LC90 M. ani iae Instar ulat Konsentrasi spora/ml I
2x10" 2x 106 2xlA7 2x108
2xl}e
instar 1 ulat iantuns kubis LC 50 (soora/ml) LC 90 (spora/ml) 4,5 x 7A' 1,8x 10'
a
Tabel2. LC50 dan LC90 M. anisopliae padainstar 2 ulatjantungkubis lnstar ulat
Konsentrasi spora/ml
LC 50 (spora/ml)
2x10'
LC 90 (spora/ml)
7,3x10'
5,5
x 10'
2x106 2x101
2x l0B
2xl}e
Tabel3. LC50 dan LC90; LT 50 dan LT 90 M. anisopliae pada instar 3 ulat jantung kubis Instar
Konsentrasi.
ulat
spora/ml
J
2x10'
LC 50
LC 90
(spora/ml)
(spora/ml)
6,0 x 10
3,0 x
LT 90 (han)
i,T 90 (hari)
8,5
10
i0
2x106
2xl0' 2x108
2x'l0e
Tabel 4. LC50 dan LC90 M. anisopliae padainstar 4 ulat jantung ktrbis Instar ulat
Konsentrasi spora/ml
5x10' 5x108 5x10e
5x10io
5x10tl
LC 50 (spora/ml)
3)xl0'"
LC 90 (spora/ml) 6,5 x10
"
Tabel 5. LC50 dan LC90 M. anisopliae padainstar 5 ulat jantung kubis Konsentrasi spora/ml
Instar ulat
5x10'
LC 50 (spora/ml)
7,0x7A"
LC 90 (spora/ml) 9,0 x 10 '*
5x108 5x10e 5
x l010
5x1011
Pada Tabel 3. Waktu yang dibutuhkan untuk mematikan ulat 50 persen setelah
diperlakukan dengan jamur M anisoplide adalah sekitar 8,5 hari, sedangkan untuk mematikan 90 persen ulat uji adalah l0 hari. Lamanya waktu yang diperlukan untuk menimbulkan kematian tersebut disebabkan karena jamur memerlukam waktu untuk berkecambah dan rnelalcukan penetasi melalui kutikula sampai dapat menimbulkan I
irtfeksi dan kematian. Sesuai dengan hasil penelitian Robert (1981), perlakuan destruksin A dan B (toksin
lul
anisopliae) membutuhkan waktu 5 hari untuk dapat
mematikan 50 persen nyamuk Anopheles stephensi, Aedes ae.gtpti, Aedes epac:tius; dan nyamuk Culex pipiens.
V. KESIMPTTLAN DAN SARAN
Dari hasi penelitian ini dapat diambil kesimpulan ulat instar 1,2 dan3 lebih peka terhadap
M. anisopliae
dari pada ulat
instar 4,
dan
5. Ulat instar S ffrJnunjukkan
ketahanan 1000 kali lebih besar dari pada ulat instar 3 dan ulat instar 4 adalah 100 kali lebih besar ketahannya dari pada ulat instar 3.
LC 50 M. anisopliae pada ulat instar 3 adalah sebesar 6,0 x 10 8 sporaiml. Pada konsentrasi ini LT 50 M. adalah 3
x
10
10
anisopliae sekitar 8,5 hari setelah perlakuan. Dan LC 90nya
sporalml, sedangkan LT 90 sekitar 10 harj. Semakin meningkat jumlah
spora maka semakin tinggl dan cepat kematian ulat-
Diperkirakan bahwa pengendalian ulat jantung kubis di lapang ditujukan untuk menurunkan populasi 50 sampai 90 persen, dan mengingat bahwa semakin parrjang umur
ulat semakin efektifitasnya
bertambah tingkat kerusakan tanaman, disarankan unfuk menguji
di
lapang dengan menggunakan konsentrasi sekitar 10 l0 sampai 10
spora/ml.
t0
12
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1981. Vticrobial processes promissing technoiogies for developing countries. Nat. Ac. Of Sciences. Washington. Halaman 8 - 101. Benz, G. 1963. Physiopathology and histochernistry. Dalam E.A. Steinhaus (Ed): Insect pathology an advanced treatiee Vol. I. Academic Press. London. Falcon, L. A. 1971. Use of bacteria for microbial control of insects. Dalam H. D, Burges (Ed): Microbial control of insect and mites. Halaman 67 -98. Academic Press. New York. Ferron, D. 1981. Pest control by fungi Beauveria bassiana and Metarrhizium anisopliae. Dalam H.D. Burges and N.W. llussey (Ed): Microbial control of pest and plant diseases 7970 1980. Halaman 465 9z.Acadernic Press. London
-
-
Finney, D. J. 1971. Probit Analysis. Cambridgr Univercity Press. London. 328 halarnan.
Kalshoven, 1981 . The pest of crop in Indonesia. PT Ichtiar Baru Jakarta. 70 t halaman. Munaan, A dan A.W. Abbas, 1986. Towards the biological control of Coconut insect pest in Indonesia, Biological control in tropics. Balitri Bogor. Halaman I49 157.
-
Rober, D.W. 1981. Toxin of entomopathogenic Fungi. Dalant H.D. Burges andN.W. Hussey (Ed): Microbial control of pest and plant diseases 1970 - 1980. Halaman 441- 464. Academic Press. London Steinhaus, E.A. 1949. Principle of insect pathology. halaman.
Mc Graw Hill. Ney York.757
Untung K. 1987. Masalah resurgensi hama setelah penggunaan insektisida. Simposium Pengelolaan Pestisida Psrtanian. Y o gy al<ara. 1 5 halaman.
Vey dan J. Fargus. 1977. Histological and ultra structural studies of Beauveria bassiana infection in Leptinotarsa decemliniata larva during ecdysis. Journal Invert. Path. (30). Halaman2}T -215.
11