4.Local Tuning dari beberapa Daerah tertentu Sekarang kita mulai membahas beberapa dari sistim tala yang telah dibuat oleh beberapa
Bangsa atau Suku tertentu. Hal ini juga akan dapat membantu kita untuk memahami dan mengenali beberapa contoh yang sudah ada walaupun data ini hanyalah terbatas dan sangat sedikit. Berdasarkan pengamatan saya memang dibutuhkan waktu yang panjang dengan jumlah kelompok yang besar untuk memetakan seluruh sistim tala yang ada diseluruh dunia, dan ini salah satu tugas dari para Ethnomusicolog untuk melakukan pendataan tersebut. Disini saya hanya mencoba untuk mengenal beberapa sistim tala (Local Tuning) yang telah dibuat oleh Bangsa-Bangsa ataupun suku-suku tertentu yang kebetulan berhubungan dengan keterlibatan saya pada kegiatan-kegiatan yang kebetulan berkaitan dengan suku atau Bangsa tersebut. Dan sayapun sadar dengan segala keterbatasan yang saya miliki bahwa tidak mungkin saya melakukan perjalanan dan mencatat seumur hidup saya untuk sekedar memuaskan keingin tahuan saya saja, dan saya fikir ini tugas dari sebuah kelompok yang terdiri Ethnogaph, Ethnomusicolog dan musisi yang memiliki kecenderungan terhadap Microtonal Music untuk mendata dan merumuskan sikap dan perilaku dari Bangsa atau suku tersebut. Mungkin kita masih cenderung berfikir bahwa hal ini terlalu berlebihan, dan saya juga masih bisa memakluminya karena masyarakat kita masih menggunakan kacamata kuda yang telah ditinggalkan oleh para bekas majikan Barat kita atau dengan kata lain kita masih memelihara mental budak untuk bangsa kita sendiri. Dan hal ini akan menciptakan konflik yang berkesinambungan antara tendensi lokal dengan budaya-budaya yang datang dari luar. Apalagi ditambah dengan budaya Pop yang cenderung memuja para Artis atau Seniman Pop sebagai Ikon. Dengan sendirinya telah mengakibatkan bangsa ini telah kehilangan Budaya Berfikir dan selalu mengikuti kecenderungan para majikan, baik itu majikan Barat ataupun majikan Arab(1). Padahal jika kita kaji bagaimana terjadinya pergantian agama tadi yang silih berganti, mulai dari Hindu, Buhda, Islam dan Kristen , semuanya adalah agama import. Mungkin masih ada beberapa agama lokal disini seperti Sunda Wiwitan di Baduy, Jawa Barat, Parmalim di Sumatra Utara, Kaharingan di Kalimantan dan lain lain, dengan jumlah mereka yang sudah semakin terbatas. Saya fikir hal ini adalah hak si individu dengan pilihan agamanya masing-masing. Hanya saja dari apa yang sudah saya ketahui dari sejarah bahwa salah satu praktek kolonialisme adalah mempromosikan agama mereka dengan mendiskreditkan agama-agama yang telah dianut oleh para penduduk lokal . Sedangkan agama itu sendiri sama sekali tidak ada hubungannya dengan praktek kolonialisme tadi . Dan kitab suci Al-Quran adalah bukan produk budaya bangsa Arab, tapi kitab suci yang terakhir yang telah diturunkan Allah swt untuk ummat manusia setelah beberapa kitab suci yang lain telah diubah dan diselewengkan oleh tangan-tangan jahil.
Sekarang kita kembali lagi ke persoalan tentang musik. Seperti yang pernah saya dengar dulu bahwa konon musik Keroncong itu dibawa oleh orang-orang Portugis. Dan pada akhirnya sayapun mengetahui bahwa yang membawa musik Keroncong tadi adalah orang-orang Moor yang telah menjadi budak pendayung kapal portugis tadi. Lalu musik keroncong tadi telah diadopsi oleh orang Maluku dan orang Jawa. Pada waktu saya memperhatikan beberapa jenis musik dari Afrika Utara yang ternyata adalah sebagian dari orang-orang Moor tadi, saya mengenali Ritme itu sebagai Ritme Musik Keroncong, hanya saja kita telah kehilangan Kendangan khas Jawa ataupun karakter Pasifik yang khas seperti pada Musik Keroncong yang ada di Maluku. Setelah mengalami hal ini, sayapun mulai berfikir bahwa
setiap daerah memiliki karakter musikal yang khas, baik itu Ritme maupun Sistim Penalaan nya. Apalagi saya lahir, tumbuh dan besar di Jakarta , sebagai salah satu kota besar di pulau Jawa.
(1) karena Islam adalah agama yang paling dominan di Indonesia. Maka kebanyakan kaum Pseudo Intellctual tadi cenderung berfikir bahwa agama Islam tersebut adalah bentuk penjajahan halus dari para kaum peranakan Arab tadi.
Musik Arab Pertama-tama saya sengaja memilih sistim penalaan yang terdapat pada Bangsa Arab, karena saya mempunyai beberapa alasan untuk itu. Alasan yang pertama adalah berhubungan dengan lokasi geografisnya yang berdekatan dengan benua Eropa, atau dengan kata lain Bangsa Arab adalah salah satu dari Bangsa-Bangsa lainnya yang berinteraksi secara langsung dengan BangsaBangsa di Benua Eropa. Alasan yang kedua adalah Bangsa Arab juga termasuk salah satu dari Bangsa yang memiliki budaya berfikir, hampir sama seperti Bangsa yang serumpun yaitu Bangsa Yahudi. Sedangkan alasan yang ketiga adalah dikarenakan saya sendiri sebagai peranakan Arab masih lebih
mengenal karakter Bangsa ini, juga termasuk cara berfikirnya.
Dan sekarang ini saya mencoba menterjemahkan sebagian artikel dari Wikipedia sebagai salah satu reference : Periode pra-Islam
Musik Arab pra-Islam adalah mirip dengan musik kuno Timur Tengah. Kebanyakan sejarawan setuju bahwa terdapat bentuk-bentuk yang berbeda dari musik di Semenanjung Arab pada periode pra-Islam antara abad ke 5 dan 7. Penyair Arab waktu-disebut bahwa shu`ara 'alJahiliyah (penyair ketidaktahuan) atau "penyair jahiliyah", yang berarti "penyair periode kebodohan" – yang selalu membacakan puisi dengan nada tinggi. Mereka percaya bahwa jin mengungkapkan puisi untuk penyair dan musik untuk musisi. Paduan suara pada saat itu menjabat sebagai fasilitas pedagogik yang mana penyair berpendidikan akan membacakan puisi mereka. Menyanyi tidak pernah dianggap sebagai karya intelektual dan tidak mempercayakan pada wanita dengan suara yang indah yang akan belajar bagaimana memainkan beberapa instrumen yang digunakan pada waktu itu seperti drum, oud atau rebab, dan mereka menggunakan lagu-lagu yang selalu berpegang teguh pada metrum puisi. Komposisi sangat sederhana dan setiap penyanyi akan bernyanyi dalam maqam tunggal. Di antara lagu-lagu terkenal dari periode adalah huda, NASB, sanad, dan rukbani. Periode awal Islam
Kedua komposisi dan improvisasi dalam musik tradisional Arab didasarkan pada sistem maqam yang dapat direalisasikan dengan baik untuk musik vokal atau instrumental, dan hal ini tidak termasuk komponen ritmis.
Al-Kindi (801-873 M) adalah teoritikus besar pertama musik Arab. Ia string kelima pada oud dan membahas konotasi kosmologis musik.
mengusulkan menambahkan Ia membangun dan mengamati pencapaian musisi Yunani yang sudah menggunakan angka satu sampai delapan. Ia menerbitkan lima belas risalah tentang teori musik, tapi hanya lima yang bertahan. Di salah satu risalah yang berjudul Musiqa kata yang mulai digunakan untuk pertama kalinya dalam bahasa Arab. Abulfaraj (897-967) menulis sebuah buku tentang musik. Kitab al-Aghani adalah koleksi dari ensiklopedi puisi dan lagu-lagu yang berjalan hingga lebih dari 20 volume dalam edisi modern. Al-Farabi (872-950) menulis sebuah buku penting pada musik berjudul Kitab al-musiqi al-Kabir (The Great Book of Music). Sistem nada Arab murni nya masih digunakan dalam musik Arab. Al-Ghazali (1059-1111) menulis sebuah risalah pada musik di Persia yang berarti keadaan pribadi yang berasal dari mendengarkan musik".
menyatakan, "Ekstasi
Pada 1252, Safi al-Din mengembangkan bentuk yang unik pada notasi musik, di mana irama diwakili oleh bentuk geometris. Sebuah bentuk geometris serupa tidak akan muncul di dunia Barat sampai tahun 1987, hingga Kjell Gustafson menerbitkan metode untuk mewakili irama sebagai grafik dua dimensi. Al-Andalus
Pada abad ke-11, Iberia Islam telah menjadi pusat pembuatan instrumen. Barang-barang ini menyebar secara bertahap di seluruh Perancis, mempengaruhi trobador Perancis, dan akhirnya mencapai seluruh Eropa termasuk Inggris .Kata mandolin, rebec, dan naker berasal dari bahasa Arab oud, rabab, dan nagqara. Lihat juga: kontribusi Islam ke Eropa di Abad Pertengahan Sejumlah alat musik yang digunakan dalam musik klasik diyakini telah diturunkan dari alat musik Arab: Mandolin berasal dari Oud, rebec (nenek moyang biola) dari rebab, gitar dari qitara, yang pada gilirannya berasal dari Persia Tar, naker dari naqareh, adufe dari al-duff, alboka dari alBUQ, anafil dari al-nafir, exabeba dari al-shabbaba (flute), Atabal (bass drum) dari al-tabl, atambal dari al-Tinbal dan lain-lain.
Sistim Tala Bangsa Arab Seperti yang telah kita ketahui bahwa Bangsa Arab telah menggunakan quarter note sebagai salah satu elemen dari tangga nadanya. Saya pernah mendengar cerita tentang ini dari almarhum pamannya ibu saya Ahmad Sumeyt, Beliau banyak menerangkan tentang maqam-maqam (Scale) di Arab pada saat saya masih kuliah di LPKJ /IKJ, karena beliau memang pernah belajar Piano di Alexandria Mesir. Dan yang paling menarik pada saat beliau menerangkan bagaimana caranya orangorang Saudi membaca Al-Quran, bahkan terkadang secara tidak sadar menggunakan beberapa jenis maqam yang mereka miliki. Bahkan beliau mengatakan bahwa maqam al-ajam berarti scale non Arab.
Mungkin disini kita dapat melihat beberapa jenis maqam yang telah saya temukan di Wikipedia : `Ajam ( )عجمtrichord, starting Bayati ( )بياتيtetrachord, on B♭ starting on D
Hijaz ( )حجازtetrachord, starting on D
Kurd ( )كردtetrachord, starting Nahawand ( )نهاوندtetrachord, on D starting on C
Nikriz ( )نكريزpentachord, starting on C
Rast ( )راستtetrachord, starting on C
Sikah ( )سيكاهtrichord, starting on E
Saba ( )صباtetrachord, starting on D
Namun sekalipun mereka sudah mampu untuk melakukan pergantian kunci, Bangsa Arab ini tidak pernah melakukan tehnik Modulasi, karena hal itu bukanlah cara dari budaya mereka. Dengan demikian Bangsa Arab masih tetap berjalan pada akar budayanya sendiri sekalipun lokasi tempat tinggal mereka hanya berbatasan dengan Laut Tengah dari daratan Eropa.
Musik India Musik India mencakup beberapa jenis musik rakyat, pop, dan musik klasik India. Tradisi musik klasik India, termasuk musik Hindustan dan Carnatic, memiliki sejarah yang membentang ribuan tahun dan
dikembangkan selama beberapa era. Musik di India dimulai sebagai bagian integral dari kehidupan sosial-religius.
musik klasik India Dua tradisi utama musik klasik adalah musik Carnatic, ditemukan terutama di daerah Semenanjung, dan musik Hindustan, yang ditemukan di daerah utara, timur dan tengah. Konsep dasar dari musik ini
termasuk shruti (microtones), swara (nada), alankar (ornamen), raga (melodi improvisasi dari tata bahasa dasar), dan tala (pola ritmik yang digunakan dalam perkusi). Sistem tonal yang membagi Octave menjadi 22 segmen yang disebut shrutis, tidak semua sama tetapi masing-masing kurang lebih sama dengan seperempat nada pada seluruh musik Barat.
Musik Carnatic Bentuk ini musik Carnatic berdasarkan pada perkembangan sejarah yang dapat ditelusuri dari 15 - 16 abad AD sesudahnya. Hal ini dikatakan berasal di negara bagian India Selatan Karnataka. Seperti musik Hindustan, musik Carnatic mempumyai melodi dengan variasi seadanya, namun cenderung memiliki komposisi yang lebih tetap. Ini terdiri dari komposisi dengan hiasan improvisasi ditambahkan ke bagian dalam bentuk Raga Alapana, Kalpanaswaram, Neraval dan Ragam Tanam Pallavi (Raga, Tala, Pallavi). Penekanan utama adalah pada vokal karena kebanyakan komposisi yang ditulis untuk dinyanyikan, dan bahkan ketika dimainkan pada instrumen, mereka dimaksudkan untuk dilakukan dalam gaya bernyanyi (dikenal sebagai gāyaki). Ada sekitar 7,2 juta ragas (atau Scale) di Musik Carnatic, Dengan sekitar 300 masih digunakan sampai sekarang. Purandara Dasa dianggap sebagai bapak musik Carnatic, sementara Tyagaraja, Shyama Shastry dan Muthuswami Dikshitar dianggap trinitas musik Carnatic. Musik Carnatic sangat dikenal sebagai dasar untuk sebagian besar musik di India Selatan, termasuk musik rakyat, musik festival dan juga telah memperluas pengaruhnya terhadap musik film dalam 100150 tahun atau lebih.
Musik Hindustan Musik tradisi Hindustani menyimpang dari musik Carnatic sekitar abad ke 13 - -14 Masehi. Praktek bernyanyi berdasarkan catatan yang populer bahkan dari zaman Veda dimana himne di Sama Veda, teks agama kuno, yang dilagukan sebagai Samagana tidak dinyanyikan. Mengembangkan tradisi yang kuat dan beragam selama beberapa abad, ia memiliki tradisi kontemporer yang terbentuk terutama di India tetapi juga di Pakistan dan Bangladesh. Berbeda dengan musik Carnatic, tradisi musik klasik India utama yang lainnya yang berasal dari musik Selatan, Hindustan tidak hanya dipengaruhi oleh musik tradisi kuno Hindu, sejarah filsafat Veda dan suara asli music India, akan tetapi juga diperkaya dengan praktek kinerja Mughal Persia. Genre klasik yang terdiri dari dhrupad, Dhamar, khyal, tarana dan Sadra, dan ada juga yang beberapa bentuk semi-klasik.
Raga Setiap raga memiliki susunan yang pasti yang sesuai dengan hirarki swaras (nada dasar). Didalam musik India, ada 7 nada dasar yang memiliki 16 varietas. Ketujuh nada dasar musik India adalah : Sa, Ri, Ga, Ma, Pa, Dha, Ni.
The chart below assumes Sa to be at C.
Full form (Carnatic) Shadja Shuddha Madhyama Prati Madhyama Panchama
Abbreviated form (Carnatic) Sa Shuddha Ma Prati Ma Pa
Full form (Hindustani) Shadja Shuddha Madhyama Tivra Madhyama Panchama
Abbreviated form (Hindustani)
Western
Sa
C
Ma
F
M'a Pa
F# G
Swaras in Carnatic music The swaras in Carnatic music are slightly different in the twelve-note system. There are three types each of Rishabha, Gandhara, Dhaivata and Nishada. There are two types of Madhyama, while Panchama and Shadja are invariant. Position 1 2 3 3 4 4 5 6 7 8 9 10 10 11 11 12
Short name Sa Ri
S R1
sa ra
Western note(Sa = C) C D♭
Ri
R2
ri
D
Ga
G1
ga
D
Ri
R3
ru
E♭
Ga
G2
gi
E♭
Ga
G3
gu
E
Ma
M1
ma
F
Ma Pa Dha
M2 P D1
mi pa dha
F♯ G A♭
Dha
D2
dhi
A
Ni
N1
na
A
Dha
D3
dhu
B♭
Ni Ni
N2 N3
ni nu
B♭ B
Swara (सवर) Shadja (षडड ज) Shuddha Rishabha (शश धध ऋषभ) Chatushruti Rishabha (चतश शडरतत ऋषभ) Shuddha Gandhara (शश धध गगनधगरगर) Shatshruti Rishabha (षटड शरड तत ऋषभ) Sadharana Gandhara (सगधगरण गगनधगरग) Antara Gandhara (अनतर गगनधगरगर) Shuddha Madhyama (शश धध मधयम) Prati Madhyama (पडरतत मधयम) Panchama (पञचम) Shuddha Dhaivata (शश धध धध वतग) Chatushruti Dhaivata (चतश शडरतत धध वत) Shuddha Nishada (शश धध तनषगद) Shatshruti Dhaivata (षटड शर ड तत धध वत) Kaisiki Nishada (कधतशकक तनषगद) Kakali Nishada (कगकलक तनषगद)
Notation Mnemonic
Jika kita melihat susunan nada pada musik India sepertinya hampir mirip dengan musik Barat, seolah-olah hanya cara pengucapan notasinya saja yang berbeda.
1 Do Sa
2 R e Ri
3 Mi
4 Fa
G a
Ma
5 So l Pa
6 La
7 Si
1 Do
Dha
Ni
Sa
Sedangkan susunan Microtuning yang terdapat dalam Shruti pada musik India tidaklah demikian sederhana, karena selain satu nada Sa dan Pa masih ada empat (4) nada Ri, Ga, Ma, Dha dan Ni. Sa
Ri 1
Ri 2
Ri 3
Ri 4
Ga 1
Ga 2
Ga 3
Ga 4
Ma 1
Ma 2
Ma 3
Ma 4
0 0 C 0
90 90 C# -10
22 112
70 182 D -8
22 204
90 294 Eb -6
22 316
70 386 E -14
22 408
90 498 F -2
22 520
70 590 F# -10
22 612
Dha 4 22 906
Ni 1 90 996 Bb -4
Ni 2 22 1018
Ni 3 70 1088 B -12
Ni 4 22 1110
Sa 90 1200 C 0
Pa 90 702 G +2
+12
Dha 1 90 792 G# -8
Dha 2 22 814 +14
+4
Dha 3 70 884 A -16
+6
+16
+18
+8
+10
+20
+12
Sekarang kita sudah mulai melihat bagaimana tingkat kerumitan berfikir dari masyarakat India yang telah di presentasikan dalam sistim tala yang dibuat oleh mereka. Disamping itu masih ada lagi aturan gerak naik dan gerak turun pada Raga- Raga tertentu yang menjadi perekat yang kuat dalam musik tradisinya. Bahkan saya berfikir untuk memahaminya lebih terperinci lagi, kita harus duduk di salah satu Ashram di India dan belajar pada guru musik tradisi yang benar.
Musik China Pada suatu hari saya berdiskusi dengan seorang teman tentang salah satu ide yang akan saya tuliskan dalam buku ini, dan teman saya ini mengingatkan bahwa menuliskan tentang Musik China
adalah salah satu hal yang terpenting selain Musik Arab dan Musik India. Dan hal ini langsung telah mengingatkan saya pada awal Bab ke 2 tentang Perjalanan Sejarah sistim Tala. Tokoh yang pertama kali saya tulis adalah Ling Lun, adalah seorang ahli musik dari China. Dan disamping itu terdapat
begitu banyaknya kesenian tradisi di Indonesia yang telah mendapatkan pengaruh dari kesenian China. Maka saya berfikir bahwa akan sangat tidak sepantasnya jika saya tidak melibatkan kontribusi yang telah diberikan China dalam sistim penalaan alat musik tradisi nya. Dan salah satu kontribusi China dalam penalaan musik tradisinya adalah yang telah dibuat okeh Ling Lun, yaitu :
C 0
C# 114
D 204
Eb 318
E 408
F 522
F# 612
G 702
G# 816
A 906
Bb 1006
B 1120
C 1200
Dan selain itu kita juga telah nelihat tentang sejarah perjalanan sistim penalaan yang terjadi di China pada awal Bab ke 2
Maka sekarang saya mencoba untuk nelihat musik dari sudut pandang para filsuf China. Filsuf Cina mengambil berbagai pendekatan musik. Untuk Konfusius, bentuk yang benar musik itu penting untuk budidaya dan perbaikan individu, dan sistem Konfusianisme menganggap Yayue musik formal untuk moral semangat dan simbol penguasa yang baik dan pemerintahan Mozi yang stabil . namun mengutuk musik dan berpendapat dalam Against Musik (非 樂 ) untuk musik yang merupakan pemborosan dan kepuasan yang tidak melayani tujuan yang berguna dan mungkin berbahaya. Menurut Mencius, seorang pemimpin yang kuat pernah bertanya kepadanya apakah itu moral jika ia
lebih suka musik populer dibandingkan dengan musik klasik ? Jawabannya adalah bahwa hal itu hanya penting bahwa penguasa dicintai rakyatnya. The Imperial Music Biro, pertama kali didirikan pada Dinasti Qin (221-207 SM), sangat diperluas di bawah Kaisar Han Wu Di 武帝 (140-87 SM) dan mendakwa dengan pengawasan pengadilan musik dan musik militer dan menentukan apa musik rakyat akan diakui secara resmi . Pada dinasti selanjutnya, perkembangan musik China sangat dipengaruhi oleh tradisi musik dari Asia Tengah . Musik tertua yang masih ada ditulis musik China adalah "Youlan" (幽蘭 ) atau Solitary Orchid, yang dikaitkan dengan Konfusius. Alat musik China yang pertama berkembang dan terdokumentasi dengan
baik selama Dinasti Tang (618-907AD) adalah qin, meskipun qin sudah diketahui telah dimainkan sejak masa sebelum Dinasti Han. Di Cina kuno status sosial seorang musisi masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan pelukis, meskipun musik dipandang sebagai pusat harmoni dan umur panjang negara. Hampir setiap kaisar mengambil lagu-lagu rakyat yang serius, dan mereka mengirim petugas untuk mengumpulkan lagu untuk memeriksa kehendak rakyat. Salah satunya adalah Confucianist Classics, Shi Jing 詩經 (The Shi Jing), selain itu masih terdapat banyak lagu-lagu rakyat yang berasal dari 800 SM sampai sekitar 400 SM. Melalui berhasil dinasti selama ribuan tahun, para musisi Cina mengembangkan bermacam-macam instrumen yang berbeda dengan gaya permainannya. Berbagai macam instrumen ini, seperti Guzheng dan dizi yang asli, meskipun banyak alat musik tradisional yang populer diperkenalkan dari Asia Tengah, seperti erhu dan pipa. Sedangkan Kehadiran musik Eropa di China muncul pada awal 1601 ketika imam Yesuit Matteo Ricci menyajikan Harpsichord ke istana kekaisaran Ming, dan dia melatih empat kasim untuk memainkannya. Dan pada akhir era Dinasti Qing, pengaruh musik Barat mulai terasa.
Musik Indonesia
Dari seluruh Bangsa di Asia, Negara Kepulauan yang bernama Indonesia ini termasuk Bangsa yang memiliki keunikannya tersendiri. Karena Bangsa yang telah mendiami tanah Nusantara ini terdiri dari begitu banyak Suku dengan pola Tuning yang khas untuk setiap masing-masing Suku nya. Pada dasarnya Bangsa ini memiliki tingkat toleransi yang sangat tinggi dan bukti ini juga tercermin pada Dasar Negara yang telah menjadi landasan berfikir bagi Bangsa ini yaitu Pancasila. Hal ini dapat kita lihat dari begitu banyaknya Budaya nya yang pada akhirnya mengerucut menjadi kesenian dan juga termasuk bermacam-macam musik yang tumbuh pada Bangsa ini, baik itu musik lokalnya maupun musik yang dibawa oleh para pendatang dari luar Bangsa ini. Sebagai salah satu contohnya adalah musik kerocong yang dibawa oleh orang-orang Moor yang telah menjadi pendayung kapal-kapal Portugis. Musik tersebut mempunyai karakter Pasifik pada waktu diadaptasi oleh orang-orang Maluku dan mempunyai karakter kendangan pada waktu diadaptasi oleh orang-orang Jawa. Contoh lainnya lagi adalah Instrumen Gambus yang dibawa oleh orang-orang Arab pada masa penyebaran agama Islam di Indonesia dan pergeseran musik Melayu yang pada akhirnya berkembang menjadi musik Dangdut, hal ini dikarenakan pengaruh dari Musik Film India atau Bollywood. Pada dasarnya memang masih jauh lebih menarik Langgam Melayu tadi jika kita bandingkan dengan Musik Dangdut. Sebab pada Langgam Melayu masih sangat terasa warna lokal nya jika dibandingkan dengan Musik Dangdut yang memang sudah menjadi fotocopy dari Musik Bollywood tadi. Mungkin sebagian dari para pemusik kita hanya meneruskan semangat plagiarism dari para musisi senior yang telah belajar dari pendidikan musik Barat pada masa pemerintahan Hindia Belanda dulu. Dan kebanyakan dari mereka terkadang melupakan bahwa masih banyak pula para seniman tradisi kita yang memperlakukan Biola sebagai Rebab dan tetap bertahan memainkan musik tradisi nya beserta Tuning Lokal nya. Terkadang pada masyarakat Melayu masih memperlakukan Biola seperti Biola pada umumnya, akan tetapi mereka masih tetap memainkan Tradisi mereka sendiri. Jadi untuk apa mereka mau melakukan plagiarism ? Hanya untuk mendapat pengakuan kah ? Atau demi Industri Musik Kah ? Atau atas nama apapun alasannya semangat plagiarism adalah semangat para pecundang.
Mungkin bagi kebanyakan orang yang sudah terbiasa dengan mengenyam pendidikan Barat ini cenderung menganggap Pola Tuning pada seniman musik tradisi adalah fals atau sumbang dan perlu dilakukan standarisasi ala Barat. Mungkin para medioker ini berfikir bahwa para seniman musik tradisi ini bodoh dan tidak mengenal cara berfikir ala Barat. Jika saya mau bertanya pada para medioker tadi : Bagaimana caranya para seniman musik tradisi dapat menentukan sumbang (fals) atau tidaknya sebuah nada ? Apakah para seniman musik tradisi tadi hanya mampu main tebaktebakan saja dalam menentukan urutan nada tersebut ? Dan satu lagi pertanyaan yang terakhir adalah : Bagaimana kita bisa memastikan bahwa ini kesenian dari daerah tertentu pada saat kita mendengar Instrumen dan juga termasuk Pola Tuning dari sebuah musik lokal tersebut ? Mungkin saya juga akan menambahkan dengan satu pertanyaan lagi : Jadi siapa yang TOLOL ? para seniman musik tradisi tadi atau Anda ??? Seperti yang telah kita ketahui bahwa Kesenian itu selalu berhubungan dengan rasa, tetapi disamping itu juga berhubungan dengan ukuran-ukuran tertentu. Sengaja saya akan mengambil bentuk yang lain sebagai salah satu model, yaitu Kuliner atau seni masak memasak. Pada saat kita ingin membuat masakan Barat seperti Steak maka kita akan berhadapan dengan ukuran yang pasti seperti Daging sekian gram, air sekian liter, garam sekian milligram dan seterusnya. Tapi pada saat kita ingin membuat masakan China seperti Bubur Ayam, maka kita akan berhadapan dengan Air secukupnya, Beras secukupnya, Kaldu Ayam secukupnya, Garam secukupnya dan seterusnya. Maka akan terasa primanya hasil makanan tadi pada saat kita merasakan Steak yang dibuat oleh orang Eropa ataupun Bubur Ayam buatan orang China. Atau dengan kata lain hanya Bangsa atau Suku tersebut yang mengenali jati dirinya, baik itu dengan ukuran yang pasti maupun dengan ukuran yang tidak terlalu pasti. Dengan demikian biarkanlah setiap Bangsa menjadi Bangsa itu sendiri dan biarkanlah setiap Suku menjadi Suku itu sendiri. Dan kita pun masih akan tetap mampu berjalan dengan memelihara semangat kesatuan dan persatuan selama kita masih mempunyai Pancasila sebagai alat perekat nya. Dan hal ini berlaku pula pada dunia musik. Untuk saya pribadi biarkanlah para seniman musik tradisi untuk menentukan ukuran jarak dari satu nada ke nada lainnya , supaya kita juga dapat membuat pemetaan dan dapat melakukan perbandingan terhadap sistim tuning yang dianggap telah menjadi standard umum tadi.
Beberapa sistim penalaan yang ada di Indonesia Mungkin pada saat ini saya sedang berhadapan dengan keterbatasan yang saya miliki, karena begitu terbatas dan sedikitnya data Tuning Local yang ada pada saya. Pernah pada beberapa kesempatan saya mempertunjukan musik yang pernah saya buat pada beberapa teman-teman yang ada di daerah-daerah seperti Solo, Pekan Baru, Padang Panjang dan Makassar yang pada akhirnya ternyata untuk mereka sendiri lebih menarik dengan fenomena musik electronic dibandingkan dengan pemetaan Tuning pada alat-alat tradisi mereka. Padahal pada saat saya memperkenalkan pada mereka tentang Keyboard Roland – XP 50 yang pernah saya miliki itu karena terdapat Microtuner didalam salah satu program menu nya, dan saya juga yakin bahwa program menu ini juga terdapat pada keyboard dari jenis Workstation segenerasinya ataupun di generasi yang lebih baru lagi. Setelah itu saya juga pernah melakukan Workshop music Electronic untuk memperkenalkan Komputer sebagai salah satu media pemrograman dan media perekaman, yang pada akhirnya saya juga mengetahui bahwa mereka lebih tertarik membuat Studio nya hanya untuk merekam lagu-lagu Pop yang mereka miliki. Hal ini membuat saya seperti berjalan sendirian dan tanpa teman-teman yang memiliki pemahaman yang sama. Hanya
kebetulan saja masih ada sedikit kawan yang kebetulan mengenali fungsi Microtuner yang dapat dipergunakan pada Keyboard Workstation tersebut, dan hal ini tidak pernah berhubungan sama sekali dengan pola industri yang pernah mereka kerjakan, atau dengan kata lain Bangsa ini merasa sedang melangkah maju padahal mereka sedang menuju keterbelakangan. Hal ini dapat kita lihat bagaimana masyarakat kita menganggap dirinya Modern dengan musik Pop kelas fotocopy yang mereka miliki sedangkan bangsa-bangsa lainnya sudah mulai mengenal Microtonal Music sebagai fenomena baru. Karena itu begitu banyaknya seniman asing yang tertarik pada musik tradisi Indonesia, sedangkan para medioker tadi menganggap musik tradisi adalah sesuatu yang sudah kuno dan patut ditinggalkan, bisa kita bayangkan jika kita berhadapan sekumpulan manusia-manusia TOLOL yang merasa dirinya adalah manusia paling modern di seluruh dunia, dan mereka cenderung selalu merasa kalah jika berhadapan dengan bangsa-bangsa lain yang lebih maju, atau terkadang mereka berlindung dibalik budayanya yang konon katanya “Adiluhung”. Tapi pada kenyataannya mereka sendiri tidak pernah berhadapan secara langsung dengan budaya berfikir ala Barat tadi. Ok….lebih baik kita tinggalkan dulu gerombolan orang-orang TOLOL yang menganggap dirinya modern tadi. Dan sekarang saya hanya memiliki dua buah Pola Tuning, yang pertama saya dapatkan pada seperangkat Gamelan yang berada di Taman Budaya Solo. Keyboard Gender (Slendo) Gender (Pelog) Gender (Slendro) Gender (Pelog) Slendro (Madenda)
C II (+ 22)
Keyboard Gender (Slendo) Gender (Pelog) Gender (Slendro) Gender (Pelog) Slendro (Madenda)
G
C#
D
D# III (-5)
I (-35)
II (-11)
II (+ 55)
E
F V(+46)
III (-58) III (-16)
I (-57) (+60)
II (+ 55)
G# VI (+2)
V (+56)
A
Bb I (+32)
VI (-26) VI (-26)
V (+62)
IV (+46) V(+20)
II (-16) III (-16)
(-14)
V(+20)
B
IV (+40) (-56)
C II (+22)
VII (-61) I (+20)
VI (-32) VI (-26)
F#
II (+ 55) VII (-64)
I (+20)
II (+ 55)
Dan selain Data Tuning yang saya dapatkan di Taman Budaya Solo tadi, masih ada Data Tuning dari gsmelan Semar Pegulingan yang saya dapatkan pada saat saya bekerja sama dengan Swarsana, salah seorang teman dari Bali pada saat proses untuk persiapan Pekan Komponis 1998. Keyboard Semar Pegulingan
C (-52)
C# (+32)
D
D# (+30)
E (+42)
F
F# (+39)
G
G# (+30)
A Bb (+33)
B (+50)