46 Media Bina Ilmiah
ISSN No. 1978-3787 KONSEP ALUN-ALUN UTARA SURAKARTA BERDASARKAN PERSEPSI MASYARAKAT
Oleh :
Eliza Ruwaidah Dosen Yayasan pada Universitas Nusa Tenggara Barat Intisari: Penelitian ini bertujuan merumuskan konsep alun-alun utara Surakarta berdasarkan persepsi masyarakat tentang elemen setting yang dianalisis dan diintepretasikan dalam simbol arsitektur. Persepsi masyarakat dikelompokkan dalam dua tema persepsi yang berbeda yaitu 1). Alun-alun utara sebagai ruang milik Keraton Surakarta dan, 2). Alun-alun utara sebagai ruang milik Kota Solo. Subjek penelitian ini adalah masyarakat pengguna kawasan yang diambil sebagai purposive sampling yang terdiri dari 26 orang dibagi menjadu dua kelompok yaitu 13 orang mewakili kelompok asli dan 13 orang mewakili kelompok pengunjung dalam spektrum kelompok usia yang berbeda untuk mendapatkan variasi persepsi yang ada. Metode pengumpulan datanya menggunakan place center map untuk memahami setting dan mental mapping untuk memahami persepsi masyarakat. Penelitian menggunakan metode deduktif, kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Hasil penelitian ini, terdapat tiga kriteria dasar mengenai konsep alun-alun utara Surakarta yaitu, 1). Alun-alun utara Surakarta memiliki konsep kawasan yang mencakup tiga atau trifungsi (triple mixed used area), 2). Alun-alun utara memiliki dualisme wajah kawasan yang saling bertentangan dan, 3). Alun-alun utara merupakan lapangan pusat kota (central square) dengan tingkat kebebasan (democraticity) rendah karena adanya batasan tertentu (restriction) dari pihak keraton tentang akses dan penggunaan alun-alun utara di waktu-waktu tertentu. Kata-kata Kunci: Konsep, Persepsi, Alun-alun PENDAHULUAN Kota Surakarta memiliki potensi peninggalan sejarah yang sangat menonjol berupa artefak bangunan dan kawasan Keraton yang sangat mempengaruhi pola perancangan kotanya. Alun-alun Utara Keraton Surakarta dahulu merupakan kesatuan dari komplek bangunan keraton dan memiliki makna simbolis dan sakral dalam bentukan fisik. Sebagai wadah kegiatan yang bersifat publik, kegiatan alunalun masih selalu berkaitan erat dengan Keraton Surakarta seperti untuk latihan perang prajurit keraton, kegiatan ’pepe’ masyarakat dalam upaya meminta keadilan kepada raja, kegiatan ritual sekaten dan ritual budaya lainnya, rapat koordinasi raja dengan para bupati di pagelaran, sampai pada kegiatan rekreasi para putri raja. Saat ini alun-alun sebagai ruang publik kota berfungsi sebagai wadah berbagai kegiatan masyarakat, baik itu kegiatan ekonomi, sosial dan budaya. Kegiatan ekonomi mendominasi kawasan ini. Hal ini merupakan indikasi telah terjadi pergeseran fungsi yang berdampak pada pergeseran fisik kawasan alun-alun utara Surakarta. Menurut Hariyono (2007: 19), aspek sosial (urban) dan fisik kota (city) merupakan dua hal yang saling mempengaruhi dan tidak dapat saling mengabaikan. Ruang kota perlu mendapatkan perhatian dan sense of belonging dari masyarakatnya, pada pembentukan fisik ruang kota perlu proses yang tidak
menimbulkan konflik sehingga masyarakat mampu menumbuhkan perasaan memiliki dan hubungan yang harmonis dengan ruang kota tersebut. Kawasan Alun-alun utara Keraton Kasunanan Surakarta menurut Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surakarta seharusnya merupakan kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya. Adanya bangunan-bangunan bersejarah, kegiatan tradisi dan nilai-nilai sejarah religius-kultural telah menjadikan kawasan keraton sebagai acuan utama kebudayaan sekaligus sebagai konsep sentral pengembangan tata ruang kotanya. Dalam studi pemanfaatan potensi keraton Kasunanan Surakarta oleh PPPPN-UGM pada Tahun 1989 dinyatakan bahwa kesentralan Keraton Kasunanan Surakarta terhadap Kota Surakarta secara keseluruhan bukan hanya tercermin melalui wadah fisiknya saja tetapi juga jiwa sosial-budaya, yang berarti memiliki aspek religiositas, aspek pribadi berjati diri adiluhung yang berarti pula mampu beradaptasi terhadap perkembangan masyarakat, hirarkis sekaligus manunggal dengan rakyat. Alun-alun utara secara filosofis memiliki makna yang sangat berbeda dengan alun-alun selatan. Alun-alun selatan lebih bersifat privat karena secara fisik tertutup oleh dinding-dinding masif dan bermakna sebagai tempat kontemplasi raja dan berhubungan secara spiritual dengan pantai laut
_____________________________________ Volume 6, No. 3, Mei 2012
http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787 Media Bina Ilmiah 47 ………………………………………………………………………………………………………… selatan. Secara fungsi alun-alun selatan sering digunakan sebagai tempat awal pemakaman saat keluarga keraton sedang berkabung, tempat prajurit keraton latihan kanuragan dan kandang binatang piaraan keraton seperti gadjah, badak dan kerbau. Alun-alun utara lebih bersifat publik karena terbuka untuk akses masyarakat luas. Dahulu secara fisik alun-alun utara ini berupa hamparan pasir luas yang menyatu dengan bangunan keraton. Hamparan pasir ini memiliki makna simbolis bahwa rakyat yang akan menghadap raja harus mensucikan diri dengan mencuci kakinya di pasir alun-alun utara. Pada penelitian sebelumnya mengenai kawasan alun-alun utara Keraton Kasunanan Surakarta (Didik, 2002) didapatkan hasil bahwa telah terjadi disintegrasi ruang yang diakibatkan oleh faktor perubahan setting fisik akibat kegiatan ekonomi yang terjadi di kawasan ini. Kondisi disintegrasi ini ditegaskan lagi dengan lemahnya linkage visual ruang alun-alun itu sendiri dengan bagian pinggir alun-alun. Faktor lain adalah tidak terjaganya image kawasan sebagai tempat sakral untuk melakukan kegiatan-kegiatan besar. Yang menarik untuk ditelaah lebih lanjut adalah bagaimana hal itu bisa terjadi, separah apakah kondisi yang ada dan apakah kondisi yang ada sekarang masih mungkin untuk diperbaiki? Menurut Bambowo (1987: 98), pandangan masyarakat mengenai ruang publik sangat dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, status sosial dan perannya dalam masyarakat. Ketiga faktor ini menunjukkan adanya pelapisan sosial dalam masyarakat. Kelas dalam masyarakat inilah yang menimbulkan perbedaan wawasan tentang suatu hal, termasuk fungsi estetika dan fungsi sosial sebuah ruang publik kota. Pemahaman akan pandangan masyarakat pengguna ruang ini akan memberikan dasar berpikir dan merancang bagi para penentu kebijakan dan arsitek/ planolog tentang perancangan ruang kota yang berpihak pada warga/ masyarakat kota. Dari uraian tentang latar belakang diatas, peneliti menfokuskan pada pemahaman konsep alunalun utara Surakarta berdasarkan persepsi masyarakat pengguna tentang elemen setting yang diintepretasikan dalam simbol arsitektur. Dengan memahami persepsi masyarakat pengguna alun-alun ini diharapkan mampu memahami konsep kawasan yang terbangun oleh persepsi masyarakat tersebut dan memprediksikan arah perkembangan kawasan. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh data dan gambaran yang jelas tentang konsep kawasan alun-alun utara Surakarta yang dibangun berdasarkan persepsi masyarakat penggunanya mengenai elemen setting kawasan yang dituangkan dalam bentuk simbolisasi arsitektur, penelitian ini bertujuan:
Menjabarkan persepsi masyarakat tentang elemen setting alun-alun utara Surakarta dan merumuskan konsep alun-alun utara Surakarta berdasar persepsi masyarakat yang dituangkan dalam bentuk simbol arsitektur ALUN-ALUN UTARA SEBAGAI MILIK KERATON DAN MILIK KOTA SOLO Dari hasil penelitian lapangan dihasilkan bahwa terdapat dua kelompok kategori mengenai persepsi masyarakat tentang alun-alun utara surakarta yaitu aggapan bahwa alun-alun utara adalah ruang milik keraton dan anggapan bahwa alun-alun utara adalah ruang milik Kota Solo yang menciptakan persepsi yang berbeda dan seringkali bertolak belakang walaupun persepsi tersebut dapat muncul secara bersamaan. a.
Alun-alun Utara sebagai ruang milik Keraton Surakarta
Alun-alun utara sebagai ruang milik Keraton Surakarta didasari pada anggapan bahwa alun-alun utara tidak dapat dipisahkan dari keraton.
Gambar 1. Alun-alun utara sebagai ruang milik keraton Sebagai ruang milik Keraton Surakarta batasan alun-alun sangat jelas terutama dengan adanya elemen pagar keliling alun-alun yang mempertegas teritori ruang milik keraton. Selain sebatas lapangan berpagar saja, alun-alun utara dapat dilihat sebagai sebuah kawasan yang secara teritori dibatasi oleh beberapa elemen fisik yang menyimbolkan bahwa area tersebut adalah milik Keraton Surakarta. Elemen-elemen penanda tersebut adalah: 1. Pagar keliling alun-alun utara 2. Bunderan Gladag 3. Gapura a. Gapura Pamurakan (orang sering menyebut Gapura Gladhag) Gapura ini merupakan entry point utama dari arah utara.
_____________________________________ http://www.lpsdimataram.com
Volume 6, No. 3, Mei 2012
48 Media Bina Ilmiah b.
4. 5. 6. 7.
Gapura Batangan merupakan entry point dari arah Timur. c. Gapura Slompretan atau orang sering mengenalnya sebagai Gapura Klewer, merupakan entry point dari arah Barat. Beringin kembar Masjid Ageng Pagelaran Jalan Supit urang
ISSN No. 1978-3787 Keterkaitan Fungsi dengan Keraton 1. Fungsi Wisata Fungsi wisata sangat kental di kawasan ini dengan adanya artefak bangunan keraton pada titik 1) sebagai peninggalan bersejarah. Seluruh kegiatan wisata di kawasan ini berpusat di komplek keraton, dengan alun-alun dimanfaatkan sebagai halaman masuk dan tempat parkir bus wisata, tepatnya dijalan tengah alun-alun di titik (5). Namun keberadaan fasilitas lain sebagai penunjang kegiatan wisata tidak sedikit perannya dalam menghidupkan kegiatan wisata di kawasan ini. Seperti Pasar klewer di titik (2) dan fasilitas belanja wisata lain seperti di PGSBTC, kios kacamata – souvenir dan Pasar Cinderamata di di titik (3) merupakan fasilitas belanja wisata yang memiliki magnet bagi pengunjung. Tak kalah penting adanya Masjid Ageng di titik (4) sebagai salah satu artefak milik keraton juga merupakan tujuan wisata sebagian besar pengunjung sebagai tempat ibadah sekaligus sebagai tempat istirahat dan membersihkan diri (Mandi,Cuci,Kakus) bagi pengunjung dari luar kota. Dari semua fasilitas wisata yang ada, komplek keraton merupakan pusat kegiatan/ fungsi wisata di kawasan ini.
Gambar 2. Elemen penanda batas teritori Sebelum masuk ke belokan Jalan Supit Urang, pengunjung disambut oleh pengalaman visual berupa bangunan milik keraton yaitu Kantor Boendho Lumaksoe yang berada di kanan jalan sedangkan disisi kiri jalan adalah tembok tinggi miliki keraton (tembok njero beteng). Selanjutnya pengalaman visual pengunjung adalah tembok keraton di kiri kanan sepanjang Jalan Supit Urang yang akhirnya mengarah ke alun-alun. Pengalaman visual sepanjang Jalan Supit Urang memperkuat persepsi pengunjung tentang kawasan keraton. Keuntungan dari Jalan Supit Urang ini adalah karena tidak memungkinkannya dibangun elemen atau objek bangunan lain disepanjang jalan ini, sehingga persepsi mengenai keraton dari sisi ini diprediksikan akan tetap terjaga. Keberadaan jalan ini penting untuk menjaga persepsi tentang keraton, apalagi kognisi masyarakat tentang Jalan Supit Urang sangat kuat. Kognisi yang kuat ini juga karena bentuk fisik dan sirkulasi jalan yang khas . Posisi alun-alun menurut anggapan masyarakat, ada dua yaitu berada di bagian depan dan berada di bagian belakang keraton. Kedua anggapan ini menunjukkan bahwa alun-alun adalah ruang milik keraton karena dianggap sebagai halaman depan atau halaman belakang keraton.
Gambar 3. Fungsi wisata 2.
Fungsi Budaya Beberapa elemen di kawasan ini merupakan hal yang berhubungan dengan pelestarian budaya karena merupakan bagian yang tidak dapat terpisah dari budaya Keraton Surakarta. Sebagai pusat budaya jawa di titik (1) Keraton Surakarta sangat mempengaruhi budaya masyarakat sekitarnya. Masih banyaknya ritual dan mitos yang dilakukan masyarakat merupakan bukti bahwa Keraton Surakarta membawa fungsi budaya di kawasan ini. Pada titik (2) mitos tentang kekuatan dinamisme yang ada pada pohon beringin merupakan wujud pengaruh budaya Hindu yang merupakan cikal bakal kerajaan Jawa.
_____________________________________ Volume 6, No. 3, Mei 2012
http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787 Media Bina Ilmiah 49 …………………………………………………………………………………………………………
2)
Gambar 4. Fungsi budaya Pada titik (3) kios kacamata dan souvenir, merupakan pusat penjualan dan pembuatan souvenir yang kebanyakan produknya berupa barang-barang untuk adat jawa seperti keris, akik, blangkon, payung dan asesoris adat jawa lainnya. Pada titik (4) Pasar Klewer merupakan pusat tekstil yang awalnya berupa batik tulis dan tekstil batik yang merupakan hasil budaya Jawa yaitu budaya batik keraton. Sedangkan di titik (5) budaya keraton berpengaruh terhadap kehidupan religi dan budaya di Masjid Ageng yang terbukti dengan adanya tabuhan gamelan setiap ritual sekaten. Beberapa kegiatan di alun-alun utara yang terkait erat dengan Keraton Surakarta terutama adalah Sekaten dan beberapa ritual budaya lainnya. Kegiatan lain yang berhubungan dengan keraton adalah perdagangan utama yang ada di sekitar alunalun (Pasar Klewer dan area perdagangan lain) menggunakan batik sebagai komoditas utama dimana batik adalah hasil budaya keraton. Dalam hal ini keraton memberikan aura kekhasan komoditas perdagangan yang disekitar alun-alun utara. Inti dari kegiatan-kegiatan tersebut adalah pelestarian budaya (konservasi) baik dalam bentuk menjaga keberadaan artefak komplek keraton, melestarikan ritual budaya dan melestarikan hasil karya budaya keraton yaitu batik. Identitas kawasan terbentuk dari elemen setting penyusun kawasan dan kegiatan-kegiatan yang ada didalam kawasan. Dari dua hal itu, identitas yang berhubungan dengan alun-alun sebagai ruang milik keraton adalah Kawasan Keraton dan Kawasan Wisata. 1) Kawasan Keraton Simbol-simbol arsitektur yang memperkuat identitas sebagai kawasan keraton adalah; 1). Gapura-gapura (Pamurakan, Batangan, Slompretan) sebagai pembatas teritori kawasan) mengandung makna sebagai titik-titik masuk ke dalam kawasan keraton., 2). Beringin kembar sebagai point of interest alun-alun utara yang
memiliki makna filosofis khusus, 3). Bangunan Pagelaran dan Masjid Ageng sebagai simbol keberadaan keraton di kawasan alun-alun utara. Kawasan Wisata Simbol arsitektur yang memperkuat identitas kawasan wisata adalah 1). Bangunan Pagelaran dan Sitinggil sebagai entry point menuju komplek keraton sebagai artefak objek wisata, 2). Kegiatan ritual budaya sekaten yang identik dengan alun-alun utara merupakan objek wisata tahunan, 3). Keberadaan bangunan penunjang wisata seperti pasar souvenir dan batik.
Suasana kawasan disebutkan rapi dan teratur karena masyarakat melihat bagian komplek Pagelaran dan sepanjang Jalan Supit Urang yang lengang dan terawat, bagian dalam lapangan alunalun yang terlindungi oleh pagar keliling serta bagian dalam komplek Masjid Ageng yang terhindar dari hiruk-pikuk kegiatan ekonomi. b.
Alun-alun Utara sebagai ruang milik Kota Solo
Alun-alun utara sebagai ruang milik Kota Solo,didasari oleh anggapan bahwa alun-alun merupakan salah satu ruang terbuka kota yang boleh diakses oleh masyarakat dan dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat umum. Sebagai ruang terbuka kota, teritori alun-alun utara adalah sebatas lapangan alun-alun dan memandang pagar keliling lapangan sebagai alat pengaman untuk mendapatkan kenyamanan dalam menggunakan ruang terbuka tersebut karena alunalun dikelilingi oleh jalan raya yang cukup padat. Namun tujuan untuk melindungi alun-alun dari masuknya PKL sebenarnya merupakan tujuan utama yang menyebabkan berkurangnya akses ke dalam alun-alun sehingga fungsinya sebagai ruang terbuka menjadi berkurang.
Gambar 5. Alun-alun sebagai ruang milik Kota Solo
_____________________________________ http://www.lpsdimataram.com
Volume 6, No. 3, Mei 2012
50 Media Bina Ilmiah Apabila dilihat sebagai sebuah kawasan , maka beberapa fasilitas perdagangan yang dibangun setelah masa kerajaan mendominasi dan mempengaruhi kegiatan di kawasan ini. Elemen penanda teritori kawasan yang memperkuat anggapan bahwa alun-alun merupakan ruang terbuka milik kota adalah:
ISSN No. 1978-3787 barang Jawa seperti blangkon, keris, sanggul dan selop. Pengunjung yang datang untuk kegiatan perdagangan di kawasan ini berasal dari dalam dan luar kota. Pengunjung yang datang dari luar kota biasanya bertujuan untuk ’kulakan’ atau mengirim barang dagangan ke Pasar Klewer. Perdagangan di kawasan ini sudah bertaraf nasional bahkan sebagian barang dikirim keluar negeri.
Gambar 6. Elemen penanda batas teritori Keterangan : 1. Pasar Klewer 2. Patung Slamet Riyadi 3. Beteng Trade Center (BTC)/ Pusat Grosir Solo (PGS) 4. Kios Kacamata 5. Kantor Polisi 6. Pedagang Kaki Lima (PKL) Posisi alun-alun utara lebih dekat dengan pusat pemerintahan kota daripada alun-alun selatan. Kondisi fisik ruang yang lebih terbuka membuat alunmudah alun utara lebih akrab dengan masyarakat dan udah diakses. Anggapan bahwa posisi alun-alun utara adalah bagian depan disebabkan oleh beberapa faktor yaitu; 1). Kegiatan kawasan lebih ramai dibanding alun-alun selatan, 2). Sifat ruang salun-alun utara yang lebih terbuka sehingga lebih mudah diakses dan dikenal oleh masyarakat dan 3). Kedekatan dengan pusat pemerintahan Kota Solo membuat alun-alun utara menjadi bagian depan komplek kawasan keraton terutama untuk tujuan wisata. Keterkaitan Fungsi dengan Kota Solo 1. Fungsi ekonomi – perdagangan Kegiatan perdagangan di kawasan ini berawal dari kegiatan perdagangan di Pasar Klewer di titik (1). Namun sebenarnya kegiatan perdagangan ini tidak lepas dari tradisi dan budaya Jawa yang berasal dari keraton, karena barang perdagangan inti adalah kerajinan batik baik dalam bentuk tekstil, batik tulis maupun konveksi (pakaian jadi) dan kerajinan
Gambar 7. Posisi alun-alun terhadap kota Sedangkan titik lain area perdagangan seperti di depan Masjid Ageng, Pasar Cinderamata PGS, BTC dan kios kacamata memiliki kaitan dengan Pasar Klewer. Pada gambar dibahwa ini menunjukkan titik (2) dan (4) berhubungan dengan Pasar Klewer karena barang dagangan berasal dari Pasar Klewer atau serupa. Terdapat pula dagangan yang mendukung kegiatan perdagangan di Pasar Klewer seperti manekin, plastik, pengepakan, karung plastik dan penjual makanan.
Gambar 8. Fungsi perdagangan Pada titik (3) barang dagangan juga mirip dengan yang di Pasar Klewer. Sedangkan pada titik (4) walaupun dagangan kacamata tidak berhubungan
_____________________________________ Volume 6, No. 3, Mei 2012
http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787 Media Bina Ilmiah 51 ………………………………………………………………………………………………………… langsung dengn Pasar Kliwon, tapi souvenir etnik adat jawa ang diproduksi di area itu juga berhubungan dengan Pasar Klewer. Dapat dilihat dari uraian diatas bagaimana pola hubungan yang terjadi akibat kegiatan perdagangan di kawasan ini selalu berawal atau berkaitan dengan Pasar Klewer. 2.
Fungsi Sosial Sebagai pusat pemerintahan tradisional di masa lalu, keraton masih memiliki sisa-sisa kejayaan dan pengaruh sosial terhadap masyarakat sekitarnya. Hal ini jelas terlihat bahwa bagian dari komplek keraton seperti alun-alun (titik 2) dan Masjid Ageng (titik 3) merupakan ruang yang dipergunakan sebagai wadah kegiatan sosial yang cukup banyak seperti olahraga, silaturahmi, panggung gembira, sekaten, ritual budaya dan agama. Sedangkan di titik (4) adalah area yang dipergunakan PKL untuk mendirikan kios dagangan, walaupun dilihat dari sudut pandang keindahan dianggap sebagai sumber kesumpekan dan keruwetan kawasan ini, namun dari sisi sosial pihak keraton mengijinkan mereka berdagang dengan pertimbangan kemanusiaan. Pada beberapa kegiatan, pihak keraton melarang mereka berdagang dengan alasan demi kesopanan dan kelayakan.
a) Kawasan perdagangan Simbol arsitektur yang membentuk identitas kawasan perdagangan adalah; 1). Pasar Klewer, 2). PGS, 3). BTC, 4). Kios kacamata, 5). Pasar cinderaata, 6). PKL dan 7). Terminal bayangan. Seluruh simbol arsitektur tersebut mencerminkan kegiatan perdagangan dan fasilitas perbelanjaan grosir dan eceran. b) Kawasan olahraga Simbol arsitektur yang membentuk identitas kawasan perdagangan adalah; 1). Lapangan alunalun itu sendiri dan, 2). Trotoar yang lebih digunakan sebagai jogging track karena berada didalam pagar keliling. Alun-alun utara sebagai ruang milik kota yang dibentuk oleh elemen penanda baru, kegiatan pengembangan dan ruang terbuka dengan posisi yang berdekatan dengan pusat pemerintahan, suasana yang ditangkap tentang kawasan ini adalah sumpek dan semrawut. KONSEP ALUN-ALUN UTARA SURAKARTA a.
Kawasan publik trifungsi (triple mixed used area) Dari pembahasan sebelumnya, dapat dinyatakan bahwa area alun-alun utara dapat dilihat sebagai dua anggapan yaitu: 1.
Alun-alun utara sebagai sebuah kawasan Pada wujud ini, alun-alun utara sebagai sebuah kawasan terpadu yang terdiri dari beberapa fasilitas dengan fungsi yang beragam yaitu; 1). Sebagai ruang sosial (kegiatan keagamaan, olahraga, eventevent umum), 2). Sebagai ruang penampung kegiatan perdagangan (sekaten sering dianggap sebagai sebuah kegiatan perdagangan temporer juga), 3). Sebagai ruang penampung kegiatan wisata (baik wisata keraton maupun wisata belanja), 4). Sebagai ruang penampung kegiatan budaya (pelestarian, ritual dan ibadah).
Gambar 9. Fungsi sosial Kegiatan yang mencerminkan bahwa alun-alun utara adalah ruang milik kota (ruang terbuka kota) adalah kegiatan-kegiatan yang bersifat sosial – ekonomi seperti perdagangan, olahraga, kegiatan agama di Masjid Ageng dan event-event umum yang menggunakan fasilitas alun-alun utara dan Pagelaran. Kegiatan yang terjadi di kawasan yang dianggap sebagai ruang milik kota adalah kegiatan pengembangan yang bersifat aktif, tumbuh, mengikuti perkembangan jaman dan dinamis. Identitas yang terbentuk dari anggapan sebagai ruang milik kota adalah identitas kawasan perdagangan dan olahraga.
Fungsi sosial
Fungsi ekonomi
Fungsi budaya
Gambar 10. Kawasan trifungsi dengan pembagian zonasi
_____________________________________ http://www.lpsdimataram.com
Volume 6, No. 3, Mei 2012
52 Media Bina Ilmiah
ISSN No. 1978-3787
2.
Alun-alun utara sebagai sebuah ruang (sebatas lapangan) Pada wujud ini, alun-alun utara sebagai ruang terbuka memiliki fungsi yang beragam yaitu: 1). Sebagai halaman Keraton Surakarta, 2). Sebagai area ritual budaya sekaten, 3). Sebagai lapangan parkir kegiatan wisata, 4). Sebagai lapangan olaraga. Dari uraian diatas dapat dinyatakan bahwa alun-alun memiliki konsep kawasan publik kota yang memiliki tiga fungsi campuran yaitu fungsi sosial, fungsi ekonomi, dan fungsi budaya. Komponen yang ada pada kawasan alun-alun utara masih sama seperti yang tertuang dalam konsep catur tunggal, namun sedikit perbedaan pada komponen pasar yang tumbuh menyebar melingkupi area lapangan alun-alun utara itu sendiri sehingga terdapat perubahan komposisi.
keraton misalnya; tidak sembarang orang boleh masuk ke area beringin kembar, tidak semua kegiatan publik dapat dilaksanakan di alun-alun ini, semua harus atas ijin keraton dan pihak pemerintah kota pun harus mendapat persetujuan keraton dalam melakukan penataan kawasan kota ini sepanjang berhubungan langsung dengan area keraton seperti lapangan alun-alun utara. 2.
Kegiatan konservasi dan pengembangan berjalan bersamaan Kegiatan kawasan yang telah dijelaskan yang meliputi tiga fungsi campuran, ketiga-tiganya mengandung muatan kegiatan konservasi dan pengembangan. Uraian tentang hal ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
Tabel 1. Tiga fungsi dalam dualisme sifat kegiatan
Fungsi ekonomi
Fungsi Sosial
Fungsi sosial
Fungsi budaya Gambar 11. Ruang trifungsi dengan sistem shifting Dualisme wajah kawasan Kawasan alun-alun utara ini menjadi unik dan berbeda dengan kawasan lainnya karena ada dua pihak yang berwenang mengatur di kawasan ini yaitu pihak pemerintah Kota Solo dan pihak Keraton Surakarta. Hal ini mengakibatkan beberapa kebijakan, anggapan masyarakat dan kegiatan yang muncul karenanya terhadap kawasan dapat berbeda dan berjalan bersamaan. Sehingga dapat dinyatakan bahwa kawasan alun-alun utara memiliki dualisme wajah kawasan dengan beberapa hal yang mendukung pernyataan ini yaitu:
Ekonomi
Budaya
b.
1.
Kawasan sebagai ruang terbuka kota dan sebagai halaman keraton diterima oleh masyarakat secara bersamaan. Masyarakat menganggap alun-alun utara adalah ruang publik kota (terutama pada lapangan alun-alun dianggap sebagai ruang terbuka kota) sehingga mereka berhak mengakses dengan bebas ke dalam area ini. Namun disisi lain masyarakat juga menganggap bahwa alun-alun utara sebagai satu kesatuan dengan komplek keraton sehingga ada beberapa hal yang masyarakat harus patuhi kebijakan pihak
3.
4.
5.
Kegiatan Konservasi Pengembangan Pelestarian Penerimaan pihak nilai-nilai Jawa keraton terhadap dan kebijakan kegiatan sosial sosial keraton Pelestarian batik Perdagangan batik dan souvenir dan souvenir kebudayaan kebudayaan Jawa Jawa Ritual Budaya Wisata budaya Peninggalan Budaya
Adanya elemen-elemen penanda kawasan yang berbeda yaitu elemen lama (dibuat oleh pihak keraton) dan elemen baru (dibuat oleh pihak peerintah Kota) yang saling berdampingan posisi dan membentuk komposisi ruang kawasan baru. Posisi alun-alun utara terhadap keraton yaitu sebagai halaman depan dan halaman belakang sebagai posisi yang bertentangan namun masing-masing anggapan memiliki alasan logis yaitu; 1). Yang menyatakan bagian belakang memahami bahwa keraton (dalem Prabasuyasa) menghadap ke selatan sehingga utara adalah bagian belakang dan, 2). Yang menyatakan bagian depan menganggap bahwa alun-alun utara lebih besar, lebih terbuka dan lebih ramai. Bagian depan keraton juga dinyatakan dengan alasan adanya Gapura pamurakan dan Bunderan Gladag. Suasana rapi dan suasana tidak rapi (saling bertentangan) dapat dipahami dan ditangkap secara bersamaan oleh masyarakat
_____________________________________ Volume 6, No. 3, Mei 2012
http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787 Media Bina Ilmiah 53 ………………………………………………………………………………………………………… c.
Alun-alun utara sebagai lapangan pusat kota (central square) dengan tingkat kebebasan rendah (democraticity) akibat adanya batasan dari pihak keraton.
Menurut Stephen Carr (1992), tipologi ruang publik alun-alun utara Surakarta termasuk tipe ruang publik lapangan pusat kota (central square) karena alun-alun utara Surakarta sebagai bagian dari pengembangan sejarah yang berlokasi di pusat kota dan mampu mempengaruhi tatanan dan perancangan kota pada area sekitarnya. Dalam uraiannya dinyatakan bahwa alun-alun utara sebagai sebuah ruang publik memiliki tingkat kebebasan (democraticity) yang rendah akibat adanya batasanbatasan tertentu yang dibuat oleh pihak keraton. Batasan-batasan ini dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Adanya pagar keliling memberikan batasan yang jelas tentang teritori ruang alun-alun utara. Beberapa ruang terbuka kota juga memiliki pagar keliling, namun perbedaannya adalah bahwa pagar keliling di alun-alun utara memiliki makna teritori oleh pihak keraton. 2. Kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan di kawasan ini harus atas persetujuan keraton karena beberapa area merupakan lahan milik keraton sehingga walaupun terlihat kawasan ini adalah kawasan kota namun sebenarnya sebagian besar adalah ruang privat keraton. Namun karena keraton adalah pusat pemerintahan masa lalu maka masyarakat diperbolehkan menggunakan area ini sebagai ruang publik dengan batasan jenis kegiatan yang dilakukan tidak boleh melanggar atau bertentangan dengan budaya Jawa (keraton). 3. Pihak yang melakukan kegiatan perdagangan dikelola oleh pemerintah namun atas ijin keraton sehingga kepatuhan mereka terhadap kebijakan keraton merupakan syarat utama diperolehkannya berdagang di area ini terutama yang berada di Pasar cinderamata, kios kacamata dan PKL. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian mengenai ‘Konsep kawasan alun-alun utara Surakarta berdasarkan persepsi masyarakat’ dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut: 1. Persepsi masyarakat tentang elemen setting dikategorikan dalam dua kelompok yaitu; 1). Alun-alun sebagai ruang milik Keraton Surakarta dan, 2). Alun-alun sebagai ruang milik kota Surakarta. Dari kedua kategori tersebut elemen setting alun-alun utara dilihat melalui aspek ruang, fungsi dan citra. Simbol arsitektur dari persepsi masyarakat pengguna tentang elemen setting kawasan meliputi dua
2.
kategori elemen yaitu elemen fixed dan non fixed diklasifikasikan dalam beberapa kategori simbol arsitektur. Konsep yang terbangun atas dasar persepsi masyarakat tentang Alun-alun utara Surakarta adalah: a) Alun-alun utara Surakarta adalah kawasan dengan trifungsi (triple mixed used area) yang meliputi fungsi sosial, fungsi ekonomi dan fungsi budaya yang saling berkaitan. Ketiga fungsi ini dapat dilihat dari dua sudut pandang yaitu: 1) Alun-alun sebagai sebuah kawasan trifungsi dengan sistem pembagian zonasi yang saling bersinggungan. 2) Alun-alun sebagai sebuah ruang trifungsi dengan sistem shifting atau pergantian waktu penggunaan ruang. b) Alun-alun utara Surakarta memiliki dualisme wajah kawasan yang saling bertentangan yang dapat diterima oleh masyarakat secara bersamaan. Dualisme ini meliputi; 1). Kawasan sebagai ruang terbuka kota dan sebagai halaman keraton diterima oleh masyarakat secara bersamaan, 2). Kegiatan konservasi dan pengembangan berjalan bersamaan, 3). Adanya elemenelemen penanda kawasan yang berbeda yaitu elemen lama (dibuat oleh pihak keraton) dan elemen baru (dibuat oleh pihak peerintah Kota) yang saling berdampingan posisi dan membentuk komposisi ruang kawasan baru, 4). Posisi alun-alun utara terhadap keraton yaitu sebagai halaman depan dan halaman belakang sebagai posisi yang bertentangan dan, 5). Suasana rapi dan suasana tidak rapi dapat dipahami dan ditangkap secara bersamaan c) Alun-alun utara sebagai lapangan pusat kota (central square) dengan tingkat kebebasan rendah (democraticity) akibat adanya batasan dari pihak keraton. Alun-alun utara Surakarta termasuk tipe ruang publik lapangan pusat kota (central square) karena alun-alun utara Surakarta sebagai bagian dari pengembangan sejarah yang berlokasi di pusat kota dan mampu mempengaruhi tatanan dan perancangan kota pada area sekitarnya. Alun-alun utara sebagai sebuah ruang publik memiliki tingkat kebebasan (democraticity) yang rendah akibat adanya batasan-batasan tertentu yang dibuat oleh pihak keraton yaitu; 1). Akses yang terbatas dengan adanya pagar keliling, 2). Kegiatankegiatan yang akan dilakukan di kawasan
_____________________________________ http://www.lpsdimataram.com
Volume 6, No. 3, Mei 2012
54 Media Bina Ilmiah ini harus atas persetujuan keraton dan, 3). Pihak yang melakukan kegiatan perdagangan dikelola oleh pemerintah namun atas ijin keraton sehingga kepatuhan mereka terhadap kebijakan keraton merupakan syarat utama. DAFTAR PUSTAKA Bambowo, Laiya, 1983, Solidaritas Keluarga dalam Salah Satu Desa di Nias Indonesia, Gadjah Mada Press, Yogyakarta. Carr Stephen-Mark Francis-Leanne G. RivlinAndrew M. Stone, 1992, Public Space, Cambride University Press, USA. Didik Nopianto A. Nugradi dan Eko Budi Santoso, 2002, Disintegrasi Ruang Kawasan Alunalun Utara Keraton Surakarta, Pasca Sarjana universitas Diponegoro, Semarang. Darmawan, Edy Ir. M.Eng, 2006, Teori dan Kajian Ruang Publik Kota, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang
ISSN No. 1978-3787 Koentjaraningrat, 1984, Kebudayaan Jawa, Balai Pustaka, Jakarta Lang Jon, 1994, Urban Design The American Experience, VNR, New York. Jenks Charles, Burnt Richard, Broadbent Geoffrey, 1980, Sign, symbol and architecture, john wiley & Sons, New York PPPPN-UGM, 1989, Studi Pemanfaatan Potensi Keraton Kasunanan Surakarta, Ditjen Pariwisata Bagian Proyek Studi Pengembangan Wisata. Qomarun & Budi Prayitno, 2007, Morfologi Kota Solo (1500-2000), Dimensi Teknik Arsitektur Vol.35. Rapoport Amos, 1977, Human Aspect of Urban Form, Pergamon Press. Suharnan, 2005, Psikologi Srikandi, Surabaya
Kognitif,
Penerbit
Hariyono, Paulus, Drs. MT, 2007, Sosiologi Kota Untuk Arsitek, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta
_____________________________________ Volume 6, No. 3, Mei 2012
http://www.lpsdimataram.com