Sehingga:
F=
. D2 . P -
42175,6
=
D2 = D2 = 995,64 D = D = 31,55 mm Dari perencanaan diatas didapat diameter minimal silinder pneumatik sebesar 31,55 mm. Maka untuk perencanaan ini dipilih silinder dengan diameter 100 mm dengan tipe Double Akting Silinder. 4.2.2 Perencanaan Diameter Pipa Saluran Diameter pipa saluran dapat dicari persamaan kerugian tekanan : Pf = Dimana:
(Esposito, hal 508)
Pf = Kerugian tekanan maksimum yang diijinkan sebesar 3 Psi (Krist, 1993 hal 132) L = Panjang pipa yang direncanakan L = 3m = 3m x
= 9,84 ft
CR = CR =
= 7,8mm 8mm
Tetapi perlu dihitung dahulu kecepatan aliran silinder dengan : Dimana: S -V = ; dengan: S = 0,1m = stroke silinder t t = 4s = waktu tempuh silinder V=
= 0,025
43
Maka:
Q = (0,1m)2 x
x8
= 0,002 = 0,002
x
= 0,07 Sehingga diameter pipa minimum untuk silinder pneumatik 100 mm dapat dicari dengan persamaan :
Pf =
3 = 24d5,31 = 0,1025 x 3 x 0,0049 d5,31 = d5,31 = 0,000062 in d = 0,161 in = 4,096 mm Dari perhitungan diatas didapat diameter pipa minimum untuk silinder pneumatik 100 mm adalah 4,096 mm. Untuk perencanaan ini dipilih pipa dengan diameter dalam pipa 8 mm dan diameter luarpipa 12 mm dengan jenis polyurethane supaya mudah diatur tata letaknya. 4.2.3 Pemilihan Kompressor Dengan data tekanan dan kapasitas silinder diatas maka compressor yang dipilih adalah tipe displacement kompresor (kompresor perpindahan) yaitu tipe recyprocating kompresor karena tipe ini pada sistem pneumatik kompresor sering digunakan dan memiliki tekanan yang stabil sehingga cocok sekali untuk digunakan pada sistem pneumatik selain itu kompresor jenis ini mempunyai tekanan yang rendah sampai tinggi. Perhitungan Tekanan Udara Yang Keluar Dari Air receiver Dicari dengan persamaan sebagai berikut : ΔP = P1 – P2. Dimana :ΔP = Kerugian total sistem pneumatik P1 = Tekanan Udara yang keluar Air receiver. P2 = Tekanan operasi sistem pneumatik. 44
1,12.10-5 bar = P1 – 6 bar P1 = 6.0000112 bar. Jadi tekanan udara yang keluar dari air receiver adalah sebesar 6.0000112 bar. Dari data tekanan udara keluar air receiver sebesar 6.000 012 bar serta kapasitasnya sebesar 3,14.10-5 m3/s (0.113 m3/Hour) maka menurut grafik dipilihlah kompresor Recyprocating double stage.
Gambar 4.1 Grafik Pemilihan Kompresor
Tabel 4.1 Pemilihan Kompresor. Maka jenis Kompresornya Diambil yang mempunyai tekanan dan kapasitas diatas teknan dan kapasitas keluar Air receiver. kompresor reciprocating dengan spesifikasi sebagai berikut : model : PE 30T kapasitas : 12.64 dicharg presure : 10,34 bar
45
4.3. Perencanaan Sirkuit Pneumatik 4.3.1 Diagram Sirkuit Pneumatik Setelah didapatkan hasil perhitungan mengenai komponen-komponen pneumatik, maka perlu direncanakan juga sistem pneumatik ataupun peralatan pendukungnya. Agar didapatkan hasil yang optimum sesuai dengan kebutuhan. Adapun skematis dari perencanaan sistem pneumatik yang digunakan adalah sebagai berikut :
Gambar 4.3 Rangkaian Sistem Pneumatik Keterangan : 1.0 Silinder Pneumatik Double Acting 1.1 5/2-way Valve via pedal 0.2 Service unit / FRL (Filter, Regulator, Lubrikator) 0.1 Pressure Source (Kompresor) Fungsi dari masing-masing koponen pneumatik diatas adalah sebagai berikut : 1. Silinder Pneumatik Double Acting Berfungsi meneruskan udara bertekanan untuk diubah menjadi gaya yang diperlukan dalam melakukan langkah kerja. 2. 5/2 Way Valve Via Pedal Berfungsi untuk mengatur mekanisme arah maju dan mundur dari silinder pneumatik dengan sistim Tuas. 3. Service Unit (Filter, Regulator, Lubrikator) Terdiri dari filter yang berfungsi untuk menyaring udara dari debu dan partikel lainnya. Pressure regulator untuk menjaga agar tekanan udara operasi selalu dalam keadaan konstan. Serta lubrikator yang berfungsi untuk melumasi bagian yang bergesekan seperti silinder pneumatik. 4. kompressor Merupakan alat yang berfungsi sebagai penghasil udara bertekanan.
46
4.4.
Hasil Uji Pemotongan
4.4.1. Hasil Uji Pemotongan Dengan Perbedaan Tekanan Tabel 4.2 Benda Kerja 1
Gambar 4.2 Benda Kerja 1
Gambar 4.3 Sket Benda Kerja 1 Dari hasil uji pemotongan didapat pada P1 = 10 Psi P2 = 10 Psi hasil pemotonggannya tidak sempurna, kemudian juga diketahui pada P 1 = 10 Psi P2 = 20 Psi hasil pemotonggannya juga tidak sempurna, baru pada P 1 = 10 Psi P2 = 30 Psi begitu juga sampai pada P1 = 10 Psi P2 = 60 Psi hasil yang didapatkan dari pemotongan spon baru sempurna. Pada hasil pemotongan P1 = 10 Psi P2 = 10 Psi dan P1 = 10 Psi P2 = 20 Psi didapatkan kurang sempurna, hal ini disebabkan karena tekanan yang diberikan terlalu kecil sehingga tidak mampu untuk melakukan pemotongan dengan sempurna, selain itu juga disebabkan karena spon mempunyai sifat elastisitas yang tinggi, dan juga disebabkan kepresisian dan ketajaman pada pisau potong. Sedangkan pada hasil pemotongan P1 = 10 Psi P2 = 30 Psi sampai P1 = 10 Psi P2 = 60 Psi baru bisa dilakukan pemotongan yang sempurna, hal ini disebabkan tekanan yang diberikan lebih besar dan waktu pemotongannya lebih lama. Sedangkan pada P1 = 10 Psi P2 = 30 Psi sampai P1 = 10 Psi P2 = 40 Psi terdapat sisa dari proses pemotongan, meskipun menyisakan sisa pemotongan hal ini tidak memerlukan proses pemotongan lagi (proses ulang).
47
Tabel 4.3 Benda Kerja 2
Gambar 4.3 Benda Kerja 2
Gambar 4.4 Sket Benda Kerja 2 Dari tabel diatas didapatkan hasil uji pemotongan pada P 1 = 20 Psi P2 = 10 Psi hasil pemotonggannya tidak sempurna, kemudian juga diketahui pada P 1 = 20 Psi P2 = 20 Psi hasil pemotonggannya juga tidak sempurna, kemudian pemotongan spon baru sempurna pada P1 = 20 Psi P2 = 30 Psi begitu juga sampai pada P1 = 20 Psi P2 = 60 Psi. Pada hasil pemotongan P1 = 20 Psi P2 = 10 Psi dan P1 = 20 Psi P2 = 20 Psi didapatkan kurang sempurna, hal ini disebabkan karena spon mempunyai sifat elastisitas yang tinggi, juga disebabkan kepresisian dan ketajaman pada pisau potong, dan tekanan yang diberikan terlalu kecil sehingga tidak mampu untuk melakukan pemotongan dengan sempurna. Sedangkan pada hasil pemotongan P1 = 20 Psi P2 = 30 Psi sampai dengan P1 = 20 Psi P2 = 60 Psi baru bisa dilakukan pemotongan yang sempurna, hal ini disebabkan tekanan yang diberikan lebih besar dan waktu pemotongannya lebih lama. Sedangkan pada P 1 = 20 Psi P2 = 30 Psi sampai dengan P1 = 20 Psi P2 = 50 Psi terdapat sisa dari hasil pemotongan, tetapi sisa tersebut tidak memerlukan proses pemotongan ulang, cukup dengan ditarik maka pemotongan sisa itu sudah lepas. Tabel 4.4 Benda Kerja 3
Gambar 4.5 Benda Kerja 3 48
Gambar 4.6 Sket Benda Kerja 3 Dilihat dari tabel diatas didapatkan hasil uji pemotongan tidak sempurna pada P1 = 30 Psi P2 = 10 Psi sampai dengan P1 = 30 Psi P2 = 30 Psi hasil pemotonggannya juga tidak sempurna, kemudian pemotongan spon baru sempurna pada P1 = 30 Psi P2 = 40 Psi begitu juga sampai pada P1 = 30 Psi P2 = 60 Psi. Dari tabel diatas secara keseluruan dapat di simpulkan proses pemotongan yang kurang sempurna disebabkan oleh tekanan yang diberikan berbeda-beda, semakin besar tekanan yang diberikan maka hasil pemotongan spon yang didapatkan semakin bagus (sempurna). Karena semakin besar tekanan yang diberikan semakin besar pula gaya tekan yang didapatkan oleh spon, oleh sebab itu spon semakin tertekan dan mengakibatkan spon terpotong. Sedangkan pada P1 = 30 Psi P2 = 30 Psi sampai dengan P1 = 30 Psi P2 = 50 Psi terdapat sisa dari hasil pemotongan, tetapi sisa tersebut tidak memerlukan proses pemotongan ulang, cukup dengan ditarik maka pemotongan sisa itu sudah lepas. Tabel 4.5 Benda Kerja 4
Gambar 4.7Benda Kerja 4
Gambar 4.8 Sket Benda Kerja 4 Dari tabel diatas didapatkan hasil uji pemotongan pada P 1 = 40 Psi P2 = 10 Psi hasil pemotonggannya tidak sempurna, kemudian juga diketahui pada P 1 = 40 Psi P2 = 30 Psi hasil pemotonggannya juga tidak sempurna, kemudian pemotongan spon baru sempurna pada P1 = 40 Psi P2 = 40 Psi begitu juga sampai pada P1 = 40 Psi P2 = 60 Psi hasilnya pemotongannya juga sempurna. 49
Dari tabel diatas secara keseluruan dapat di simpulkan proses pemotongan yang kurang sempurna disebabkan oleh tekanan yang diberikan berbeda-beda, semakin besar tekanan yang diberikan maka hasil pemotongan spon yang didapatkan semakin bagus (sempurna). Sedangkan dalam P1 = 40 Psi P2 = 40 Psi hasil pemotongan spon masih menyisakan flas tapi hal itu tidak memerlukan proses lagi cukup dengan menarik hasil pemotongan spon, maka spon sudah lepas. Sedangkan pada P1 = 40 Psi P2 = 30 Psi sampai dengan P1 = 40 Psi P2 = 50 Psi terdapat sisa dari hasil pemotongan, tetapi sisa tersebut tidak memerlukan proses pemotongan ulang, cukup dengan ditarik maka pemotongan sisa itu sudah lepas. Tabel 4.6 Benda Kerja 5
Gambar 4.9 Benda Kerja 5
Gambar 4.10 Sket Benda Kerja 5 Dari tabel diatas didapatkan hasil uji pemotongan spon yang kurang sempurna pada P1=50 Psi P2=10 Psi sampai pada P1=50 Psi P2=30 Psi hasil pemotonggannya juga tidak sempurna, kemudian pemotongan spon baru sempurna pada P1=50 Psi P2=40 Psi sampai pada P1=20 Psi P2=60 Psi. Pada hasil pemotongan P1=50 Psi P2=10 Psi sampai dengan P1=50 Psi P2=30 Psi didapatkan kurang sempurna, hal ini disebabkan karena spon mempunyai sifat elastisitas yang tinggi, juga disebabkan kepresisian dan ketajaman pada pisau potong, dan tekanan yang diberikan terlalu kecil sehingga tidak mampu untuk melakukan pemotongan dengan sempurna. Sedangkan pada hasil pemotongan sempurna pada P1 = 50 Psi P2 = 40 Psi sampai dengan P1 = 50 Psi P2 = 60 Psi hasil pemotongan juga yang sempurna, hal ini disebabkan tekanan yang diberikan lebih besar dan waktu pemotongannya lebih lama. Sedangkan pada P1 = 50 Psi P2 = 40 Psi sampai pada P1 = 50 Psi P2 = 60 Psi masih terdapat sisa, meskipun terdapat sisa hal ini tidak memerlukan proses pemotongan ulang hanya dengan menarik spon-nya saja sisa potongan tadi sudah lepas, baru pada P1 = 50 Psi P2 = 60 Psi hasil pemotongan spon-nya sangat sempuna karena tidak terdapat sisa pemotongan. 50
Tabel 4.7 Benda Kerja 6
Gambar 4.11 Benda Kerja 6
Gambar 4.12 Sket Benda Kerja 6 Dari tabel diatas didapatkan hasil uji pemotongan spon yang kurang sempurna pada P1 = 60 Psi P2 = 10 Psi sampai pada P1 = 60 Psi P2 = 30 Psi hasil pemotonggannya juga tidak sempurna, kemudian pemotongan spon baru sempurna pada P1 = 60 Psi P2 = 40 Psi sampai pada P1 = 60 Psi P2 = 60 Psi. Pada hasil pemotongan P1=60 Psi P2=10 Psi sampai dengan P1=60 Psi P2=30 Psi didapatkan kurang sempurna, hal ini disebabkan karena spon mempunyai sifat elastisitas yang tinggi, juga disebabkan kepresisian dan ketajaman pada pisau potong, dan tekanan yang diberikan terlalu kecil sehingga tidak mampu untuk melakukan pemotongan dengan sempurna. Sedangkan pada hasil pemotongan sempurna pada P1 = 60 Psi P2 = 40 Psi sampai dengan P1 = 60 Psi P2 = 60 Psi hasil pemotongannya juga sempurna, hal ini disebabkan tekanan yang diberikan lebih besar dan waktu pemotongannya lebih lama. Sedangkan pada P 1 = 60 Psi P2 = 40 Psi sampai pada P1 = 60 Psi P2 = 50 Psi masih terdapat sisa, meskipun terdapat sisa hal ini tidak memerlukan proses pemotongan ulang hanya dengan menarik spon-nya saja sisa potongan tadi sudah lepas, baru pada P1 = 60 Psi P2 = 60 Psi hasil pemotongan spon-nya sangat sempuna karena tidak terdapat sisa pemotongan.
51
Tabel 4.8 Hasil Pemotongan Spon Dengan perbedaan Tekanan Awal dan Tekanan Akhir Dari seluruh hasil uji pemotongan dapat disimpulkan bahwa tekanan yang diberikan untuk mencapai pemotongan yang maksimal yaitu pada benda kerja yang diberikan tekanan P1 = 10 Psi P2 = 30 Psi, P1 = 10 Psi P2 = 40 Psi, P1 = 10 Psi P2 = 50 Psi, P1 = 10 Psi P2 = 60 Psi, P1 = 20 Psi P2 = 30 Psi, P1 = 20 Psi P2 = 40 Psi, P1 = 20 Psi P2 = 40 Psi, P1 = 20 Psi P2 = 50 Psi, P1 = 20 Psi P2 = 60 Psi, P1 = 30 Psi P2 = 40 Psi, P1 = 30 Psi P2 = 50 Psi, P1 = 30 Psi P2 = 60 Psi, P1 = 40 Psi P2 = 40 Psi, P1 = 40 Psi P2 = 50 Psi, P1 = 40 Psi P2 = 60 Psi, P1 = 50 Psi P2 = 40 Psi, P1 = 50 Psi P2 = 50 Psi, P1 = 50 Psi P2 = 60 Psi, P1 = 60 Psi P2 = 40 Psi, P1 = 60 Psi P2 = 50 Psi, dan P1 = 60 Psi P2 = 60 Psi, hal ini disebabkan karena beban tekanan yang diberikan lebih besar sehingga meghasilkan pemotongan yang maksimal atau sempurna. Sedangkan pada tekanan pada pemotongan yang kurang sempurna yaitu pada benda kerja yang diberikan tekanan P1 = 10 Psi P2 = 10 Psi, P1 = 10 Psi P2 = 20 Psi, P1 = 20 Psi P2 = 10 Psi, P1 = 20 Psi P2 = 20 Psi, P1 = 30 Psi P2 = 10 Psi, P1 = 30 Psi P2 = 20 Psi, P1 = 30 Psi P2 = 30 Psi, P1 = 40 Psi P2 = 10 Psi, P1 = 40 Psi P2 = 20 Psi, P1 = 40 Psi P2 = 30 Psi, P1 = 40 Psi P2 = 10 Psi, P1 = 40 Psi P2 = 20 Psi, P1 = 40 Psi P2 = 30 Psi, P1 = 50 Psi P2 = 10 Psi, P1 = 50 Psi P2 = 20 Psi, P1 = 50 Psi P2 = 30 Psi, P1 = 60 Psi P2 = 10 Psi, P1 = 60 Psi P2 = 20 Psi, dan P1 = 60 Psi P2 = 30 Psi. Hal ini disebabkan karena beban tekanan yang diberikan lebih kecil dari pada tekanan yang diatas tersebut. 4.4.2. Hasil Uji Pemotongan Dengan Perbedaan Tekanan dan Waktu Tabel 4.9 Benda Kerja 7
Gambar 4.13 Benda Kerja 7
52
Gambar 4.14 Sket Benda Kerja 7 Dari tabel diatas didapatkan pada P = 10 Psi dengan waktu 0.3 detik hasil pemotongannya kurang sempurna dan pada P = 10 Psi dengan waktu 0.4 detik hasil pemotongannya juga kurang sempurna, kemudian hasil pemotongan spon yang sempurna pada P = 10 Psi dengan waktu 0.5 detik dan pada P = 10 Psi dengan waktu 0,6 detik hasil yang didapatkan juga sempurna. Pada hasil pemotongan P = 10 Psi t = 0.3 detik dan P = 10 Psi t = 0,4 detik tidak sempurna karena tekanan dan waktu lebih sedikit sehingga hasilnya tidak maksimal, karena spon sendiri mempunyai sifat elastisitas yang tinggi juga disebabkan ketidak presisian dan pisau potong kurang tajam. Sedangkan pada P = 10 Psi t = 0,5 detik dan P = 10 Psi t = 0,6 detik hasil pemotongannya sempurna, tapi pada P = 10 Psi t = 0,5 detik menyisakan flas, meskipun menyisakan flas hasil ini tidak memerlukan proses ulang atau pemotongan ulang. Tabel 4.10 Benda Kerja 7
Gambar 4.15 Benda Kerja 8
Gambar 4.16 Sket Benda Kerja 8 Dari hasil tabel diatas didapatkan pada P = 20 Psi t = 0,3 detik hasil pemotongannya kurang sempurna, sedangkan pada P = 20 Psi t = 0,4 detik sampai dengan P = 20 Psi t = 0,6 detik hasil pemotongannya sempurna. Pada hasil pemotongan P = 20 Psi t = 0,3 detik kurang sempurna karena tekanan dan waktu yang diberikan lebih sedikit, sedangkan pada P = 20 Psi t = 0,4 detik sampai dengan P = 20 Psi t = 0,6 detik hasil pemotongannya sempurna karena tekanan dan waktu yang diberikan lebih banyak (lama). Tapi pada P = 20 Psi t= 0,4 detik menyisakan flas, meskipun menyisakan flas hasil ini tidak memerlukan proses ulang atau pemotongan ulang. 53