4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1
Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
analisis yang dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang keadaan-keadaan nyata sekarang (sementara berlangsung). Tujuan utama penggunaan metode ini untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu (Travers 1978 in Sevilla et al. 1993). Ada beberapa alasan menggunakan metode deskriptif. Salah satu diantaranya adalah bahwa metode ini telah digunakan secara luas dan dapat meliputi lebih banyak segi dibanding dengan metode- metode penyelidikan lain. Metode ini banyak memberikan sumbangan kepada ilmu pengetahuan melalui pemberian informasi keadaan mutakhir dan dapat membantu peneliti dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang berguna untuk pelaksanaan percobaan. 4.2
Je nis dan Sumbe r Data Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data
primer dikumpulkan melalui survei lapang dan wawancara di lokasi penelitian. Sedangkan data sekunder diperoleh dari penelusuran pustaka dari Dinas/ Instansi/ Lembaga terkait seperti : Coremap Pangkep, Dinas Pariwisata Provinsi/ Kabupaten, Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi/ Kabupaten, Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi/ Kabupaten, Bappeda Propinsi/ Kabupaten, PPI serta data dari Balai TNKT, BKSDA, Bakosurtanal, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan Perguruan Tinggi. Selain itu digunakan pula data-data dasar berupa : 1. Peta RBI, Peta Batimetri derah Pulau-pulau Pangkajene Kepulauan (Pangkep) dari Bakosurtanal. 2. Data Spasial dan Data non-spasial tematik pe ndukung lainnya dari Bappeda Provinsi Sulawesi Selatan dan Coremap II Kabupaten Pangkep. Berdasarkan pengumpulan data primer dan sekunder yang diperoleh, pengumpulan data dikelompokkan terkait dengan variabel- variabel kerentanan
62 pulau-pulau kecil meliputi kerentanan pantai yang mengacu pada Gornitz (1997). Indeks kerentanan dibangun dari beberapa variabel lingkungan dan ekonomi yang berpengaruh secara eksternal pada suatu pulau kecil dan didasarkan pada penilaian terhadap berbagai aspek, yang meliputi aspek ekologis, antropogenik, dan biologi. Tabe l 5 Jenis dan Sumber Data Jenis Data
Sumber Data
I. Data Prime r : 1. Ekologi/ Geofisik sumberdaya alam
In situ
2. Sos ial eko nomi budaya dan kelembagaan masyarakat
In situ
3. Kerentanan sumberdaya alam
In situ
4. Pemanfaatan sumberdaya alam
In situ
5. Identifikasi faktor- faktor strategis sistem dinamik
Respo nde n (expert/ pakar)
II. Data Skunde r : 1. Citra satelit Tahun 2001 – 2010
LAPAN, BPPT, Biotrop, Coremap II
2. Peta Alur Laut Kepulauan Indonesia Skala = 1 : 200.000
Dishidros TNI-AL
3. Data Oseanografis (Batimetri, pasang-sur ut, Gelombang, arus laut dan angin)
Dishidros TNI-AL, Coremap II
4. Peta Rupa Bumi dan Lingkungan Pantai Indo nesia Skala = 1 : 50.000
Bakos urtanal
5. Peta Lingk ungan Laut Nasional Skala = 1 : 500.000
Bakos urtanal
6. Data sosial ekonomi budaya dan kelembagaan
BPS Kabupa ten Pangkep, Coremap II
7. Rencana Pemanfaatan Ruang Kabupaten Pangkep
Dinas Tata Ruang dan Permukiman Provinsi Sulawesi Selatan
8. Rencana Strategis Kabupaten Pangkep
Bapeda Provinsi Sulawesi Selatan, Bapeda Kabupaten Pangkep
63 4.3
Metode Penga mbilan Contoh Secara umum, keberhasilan teknik survei yang dilakuka n pada penelitian
tergantung pada teknik pe ngambilan contoh (sampling techniques). Ada dua pilar yang harus diperhatika n da lam pengambilan contoh yaitu (1) jumlah contoh dan (2) teknik pengambilan contoh. Pilar pertama menitikberatkan pada asumsi keterwakilan data (data representativeness). Nasution (2007), mengenai jumlah sampel yang sesuai sering disebut aturan sepersepuluh, jadi 10% dari jumlah populasi. Dalam penelitian ini, digunakan pengambilan sampel strata (stratified random sampling), dengan dasar penentuan strata secara geografis, berupa pulau dan meliputi beberapa karakteristik antara lain pendapatan, pekerjaan, umur, pendidikan, lama tinggal dan sebagainya. Strategi ini memungkinkan untuk menentukan sejauh mana setiap strata dalam populasi terwakili dalam sampel. Dalam pengambilan sampel, formulasi yang digunakan sebagai berikut (Adrianto 2007) : Ζ n ≥ pq 1 / 2α b
2
……………………………………………. (2)
Dimana n = p = q = Z = b
jumlah contoh yang aka n diuk ur proporsi kelompok yang akan diambil contohnya proporsi sisa dalam populasi contoh nilai tabel Z dari ½ α dimana jika α = 0,05 maka Z = 1,96 atau jika α= 0,01 maka Z = 2,58 (bisa dilihat pada Tabel Z) = persentase perkiraan kemungkinan kesalahan dalam menentukan ukuran contoh.
Pengambilan populasi sampel pada bagian unit populasi yang ada (sample enumeration) dengan desain cluster random sampling, merupakan teknik sampling yang mengelompokkan unit-unit elementer dalam kelompok kecil, dimana unit elementer dalam kelompok masih heterogen (Nazir 1988). Pengambilan populasi sampel digunakan untuk mengetahui tingkat komponenkomponen kerentanan pada pulau yang dikaji. Kerangka pengambilan contoh dapat dilihat pada Gambar 10.
64
Populasi Penduduk Pulau-Pulau Kecil Tahap I Purposive Sampling I N P U T
Pop. P A
Pop. PB
Pop. PC Tahap II Cluster Purposive Sampling
O U T P U T
P. NA
P. LA
P. W A
P. NB
P. LB
P. W B
P. NC
P. LC
P. W C
Tahap III Jumlah Sampling
n NA
n LA
n WA
n NB
n LB
n WB
n NC
n LC
n WC
Keterangan : Pop. P A Pop P B Pop P C
: Populasi Pulau A Populasi Pulau B : : Populasi Pulau C
P N : Populasi Nelayan P L : Populasi Penduduk Lokal di Pulau selama 10 tahun P W : Populasi Wisatawan
PNA
: Populasi Nelayan Pulau A
PNB
: Populasi Nelayan Pulau B
PNC
: Populasi Nelayan Pulau C
PL A : Populasi Penduduk Lokal yang bermukim di pulau >10 tahun di Pulau A PL B : Populasi Penduduk Lokal yang bermukim di pulau >10 tahun di Pulau B PL C : Populasi Penduduk Lokal yang bermukim di pulau >10 tahun di Pulau C
Gambar 10 Desain Cluster Sampling Pengambilan Respo nde n Pengumpulan data dengan teknik wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai kondisi wilayah penelitian dan persepsi stakeholders yang terlibat langsung, sebagai pengguna lahan maupun responden yang dianggap mempunyai kemampuan dan mengerti permasalahan yang terkait dengan pemanfaatan sumberdaya di kawasan tersebut dan opsi pengelolaan pulau terkait faktor- faktor kerentanan yang ada dan telah terjadi dikawasan tersebut. Pengumpulan data ekologi, sosial, ekonomi, budaya dan kelembagaan dilakukan dengan menggunakan survei yang melibatkan stakeholders dan masyarakat di lok asi kajian de ngan teknik wawancara. Pengambilan contoh untuk melihat aspek
65 ekologi,
sosial, budaya dan kelembagaan dilakukan pada pemanfaatan
sumberdaya yang terdapat di pulau-pulau kecil di Kecamatan Liukang Tupabbriring, Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Pangkep) (Gambar 11). Sedangkan pengambilan sampel untuk penentuan kebijakan dilakukan pada stakeholders terkait yang mengerti dan mengetahui kondisi wilayah pulau-pulau kecil, khus usnya wilayah yang dikaji. Pulau-pulau yang dikaji merupakan pulaupulau yang dianggap pemanfaatan sumberdayanya sangat tinggi dan memiliki banyak faktor- faktor kerentanan. Pulau-pulau tersebut mewakili pembagian zona wilayah pulau-pulau kecil (Moka 1995) yaitu ; zona 1, zona 2 da n zona 3 seperti pada Gambar 12.
Basis Data Indikator Kerentanan
Data Primer + Data Sekunder
Karakteristik Pulau-Pulau Kecil
Pemanfaatan Sumber Daya
Ko mposit Data
Analisis Kerentanan
Kerentanan PulauPulau Kecil
Gambar 11 Kerangka Pemilihan Indikator Kerentanan Pulau-Pulau
66
Gambar 12. Peta Lokasi Penelitian 4.4
Tahapan Penelitian Tahapan penelitian yang dilakukan meliputi tahap deskriptif, kondisi
pembatas, kolaborasi dan Implementasi. Tahapan ini secara rinci terdapat pada Gambar 13 yang menunjukkan tahapan penelitian yang dilakukan, dimulai dengan identifikasi potensi berdasarkan hasil wawancara dengan responden pulau dan interpretasi peta wilayah yang dijadikan lokasi penelitian (dipe roleh dari data-data sekunder). Wawancara yang dilakukan berdasarkan kuisioner yang meliputi pertanyaan tentang fakta, pendapat dan persepsi diri responden sampel tentang daerah studi. Hasil rumusan kuisioner yang diperoleh, diharapkan dapat memberi informasi sistem sosial ekologi masyarakat dan peruntuka n lahan yang eksisting sesuai dengan keinginan masyarakat pengguna dan sesuai dengan karakteristik sumberdaya, faktor-faktor yang memicu kerusakan ekosistem dan pulau sebagai kerentanan wilayah di kajian studi. Data yang diperoleh disesuaikan dengan data kerentanan yang ada di wilayah studi berdasarkan kondisi eksisting dan kondisi di masa lampau. Selanjutnya data kerentanan (kerentanan lingkungan dan
67 kerentanan eko nomi) dibobotkan untuk memperoleh informasi peta kerentanan yang selanjutnya dilakuka n pe rumusan verifikasi data kesesuaian ruang. Data kerentanan lingkungan dan kerentanan ekonomi yang diperoleh menghasilkan skoring kerentanan lingkungan da n eko nomi yang dikompilasi dengan analisis kesesuaian ruang untuk peruntukan kegiatan penangkapan ikan, dan kegiatan ecotourism (pariwisata bahari) dan pemukiman. Hasil kompilasi yang diperoleh dari skoring kerentanan dan kesesuaian ruang pemanfaatan sumberdaya memberikan output daya dukung wilayah berdasarkan aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Selanjutnya untuk memperoleh strategi pengelolaan pulaupulau kecil berdasarkan tingkat daya dukung pemanfaatan sumberdaya
yang
diperoleh, dan untuk implementasi kebijakan pengembangan pulau-pulau kecil berdasarkan faktor-faktor kerentanan lingkungan, kerentanan ekonomi, kesesuaian lahan da n da ya dukung wilayah khususnya di Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten
Pangkajene
Kepulauan
dilakukan
verifikasi
sistem
dengan
menggunakan analisis stakeholders yaitu analisis Prospektif. 4.5
Metode Analisis Data
4.5.1 Analisis Kerentanan Kerentanan pulau-pulau kecil dalam penelitian ini dilakukan dengan melihat beberapa aspek lingkungan, ekologi da n ekonomi yang terdapat di pulau-pulau kecil. Indeks kerentanan lingkungan yang diacu
meliputi indeks rata-rata
tunggang pasang surut, naiknya permuka an laut (sea level rise), gelombang, elevasi, dan geomorfologi pulau. Indeks ekonomi meliputi keterpencilan pulau, keterbukaan ekonomi dan dampak ekonomi kenaikan muka laut. Faktor kapasitas adaptif untuk kerentanan lingkungan pulau menggunakan persentase tutupa n karang, kelimpahan jenis lamun serta jenis karang dan lamun yang mendominasi. Kapasitas adaptif untuk kerentanan ekonomi digunakan indeks tekanan penduduk dan indeks degradasi lahan. Penentuan tingkat kerentanan pada penelitian ini menggunakan tingkat kerentanan yang dikembangkan oleh Gornitz et al. (1997), Kaly et al. (2004) dengan rujukan yang dikembangkan Briguglio (1995); Adrianto and Matsuda
68 (2002; 2004) and EVI-SOPAC (2004), yang membagi tingkat kerentanan dalam 5 tingkatan dari yang tertinggi hingga yang paling rendah dengan warna pada pemetaan yang berbeda. Tingkat kerentanan yang paling tinggi (extremely vulnerable) disimbolkan dengan warna orange dengan jumlah nilai data kerentanan > 365, tingkat kerentanan yang menunjukkan suda h sangat berba haya (highly vulnerable) dengan jumlah nilai data kerentanan > 315 dan dipetakan dengan warna coklat, tingkat kerentanan yang sudah berbahaya (vulnerable) dengan jumlah nilai data > 265 disimbolkan dengan warna kuning, tingkat kerentanan yang menunjukkan kondisi sifat sistem lingkungan yang sedang menghadapi bahaya (low vulnerable) dengan jumlah nilai data > 215 dan disimbolkan dengan warna putih dan yang terakhir adalah kondisi lingkungan tidak menghadapi bahaya (non vulnerable) dengan jumlah nilai data < 215 dan disimbolkan dengan warna hijau. Tingkat kerentanan tersebut dikolaborasi dengan tingkat kerentanan yang digunakan oleh Briguglio (1995), Adrianto and Matsuda (2002;2004) yang menunjukkan tingkat kerentanan secara kuantitatif dan kualitatif berdasarkan hasil standarisasi variabel (SV)
atau komposit indeks
kerentanan (CVI) yang memiliki kisaran dari 0 hingga 1 (0≤CVI≤1). Kerentanan yang dikembangkan pada penelitian ini meliputi kerentanan fisik (Gornitz et al. 1997), kerentanan ekonomi (Adrianto and Matsuda 2002;2004) serta kerentanan sos ial (EVI-SOPAC 2004).
69 Mulai Tahap I: Deskriptif
Identifikasi Potensi Sumberdaya (Expert)
Identifikasi Kerentanan Su mberdaya PPK - Lingkungan - Ekonomi Tahap II: Kondisi Pembatas
Analisis Kesesuaian Lahan dengan memasukkan Kerentanan Lingkungan (exposure, sensitivity, adaptif capacity), Kerentanan Ekonomi (exposure, sensitivity, adaptif capacity)
Daya Dukung Su mberdaya PulauPulau Kecil
Kerentanan PPK
I N P U T
Skoring Kesesuaian , berdasarkan Kerentanan
Daya Dukung Pemanfaatan Pulau
P R O S
E S
Tahap III: Kolaborasi
Peru musan Strategi Pengembangan Pulau-Pulau
Tahap IV: Implementasi
Peru musan Model Pengembangan Pulau-pulau Pangkep
Selesai
Gambar 13 Tahapan Penelitian
4.5.2 Kerentanan Lingk ungan Kerentanan lingkungan terdiri dari 3 (tiga) variabel pengukur yaitu Exposure (Keterbukaan), Sensitifity (kepekaan) dan kapasitas adaptif. Variabelvariabel tersebut dijelaskan sebagai berikut :
O U T P U T
70 A Exposure (Keterterbukaan) 1 Kenaikan Muka Laut (Sea Level Rise) Data kenaikan muka laut ini diperoleh melalui satelit altimeter seperti Topex/ Poseidon. Jason 1 dan Jason 2 yang dapat diunduh melalui situs http://www.aviso.oceanobs.com/en/news/ocean-indicators/meansealevel/index.html. Data yang dihasilkan berformat NetCDF (Network Common Data Form) menggunakan sistem grid dengan ukuran 0.25o x 0.25o atau kurang lebih 27.8 km x 27.8 km dan tersedia dari Oktober 1992 hingga Desember 2010 dengan cakupan seluruh dunia (Hartanto and Maulana 2010). Kenaikan permukaan laut Global Measure Sea Level (GMSL) sekitar 3,2 mm/tahun (Gambar 14) dihitung setelah menghilangkan sinyal tahunan dan semitahunan meliputi penapisan pola musiman, tekanan atmosfir, proses baroklinik laut da n pengaruh angin. Filter 2 bulanan diterapkan pada titik-titik biru, sementara filter 6 bulanan digunakan pada kurva merah dan menerapkan koreksi postglacial rebound (-0,3 mm/tahun). Dalam perhitungan kenaikan permukaan laut globa l dilakukan analisis ketidakpastian dari setiap koreksi altimetri serta perbandingan dengan hasil tide gauge yang memberikan kesalahan pada trend sekitar 0,6 mm/tahun pada selang kepercayaan 90%. Pengolahan data trend kenaikan muka laut diawali dengan mengekstrak data berformat netcdf (*.nc) dengan menggunakan ODV (Ocean Data View) menjadi data berformat teks (*.txt) pada area yang berkoordinat batas 0,5o LS – 12,5o LS dan 101,5o BT – 118,5o BT. Untuk keperluan informasi yang lebih detail sebagai masukan dalam sel di pantai maka dilakukan interpolasi hingga ukuran spasial grid menjadi 1 km x 1 km. Selanjutnya hasil interpolasi tersebut dicari yang posisinya terdekat dengan posisi sel yang ada di pantai.
71
Gambar 14. Trend Kenaikan Muka Laut Global dari AVISO (Oktober 1992 Desember 2010) Tahapan proses pengolahan data yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Pemilihan periode waktu dan pemilahan domain data kedalam domain lokasi pengamatan. 2. Data spasial dari masing- masing domain lokasi setiap jamnya dilakukan proses analisis spasial dengan menggunakan metode Optimal Interpolation (OI) dengan luaran yang memiliki resolusi spasial sebesar 1 km x 1 k m. 3. Pemilihan dan pemilahan data grid dari hasil OI yang terdekat dengan sel-sel dari tiap lokasi. 4. Perhitungan data rata-rata tahunan (annual mean) dari grid-grid yang telah terpilih. 5. Perhitungan perubahan kenaikan muka laut relatif dari masing- masing grid rata-rata tahunan dengan menghitung slope (trend) dari persamaan linier antara tahun dengan kenaikan muka laut relatif. Perhitungan tersebut menggunakan persamaan sebagai berikut: atau Dimana: RTMLR s t c
……………………………...………(3)
= Rata-rata tinggi muka laut relatif (mm) = slope (perubahan rata-rata tinggi muka laut terhadap waktu) (mm/tahun) = waktu (tahun) = konstanta linier
72 6. Identifikasi dan relasi ke dalam sel pada spatial database. 2 Pasang Surut Data prediksi pasang surut diperoleh dengan menggunakan data konstituen (komponen pasang surut) dari data satelit Tope x/ Poseidon dan Jason yang tersedia pada perangkat lunak MIKE 21 dengan menggunakan modul Analisis dan Prediksi pasang sur ut. Data ko nstituen pasang surut tersebut dibangun dengan metode IOS yang menggunakan kriteria Rayleight yang dikemba ngka n oleh G. Foreman dimana nilai-nilai konstituen diperoleh dari hasil analisis dengan menggunakan data reanalisis dari merged dataset citra satelit Tope x/ Poseidon. Jason da n ERS-1/ERS-2. Jumlah konstituen pasang surut yang digunakan yaitu dari hasil perhitungan Doodson’s tidal potential yaitu dengan menghitung amplitudo dan fase dengan metode least squares dan frekuensi. Faktor nodal dan argumen astronomik diperoleh dengan metode Doodson’s (Saputra and Hartanto 2010). Untuk menyeleksi konstanta dari paket data standar yang disusun oleh 69 konstanta. Konstanta standar terdiri atas 45 konstanta astronomi utama dan 24 konstanta perairan dangkal. Konstanta tersebut hanya terdiri dari ko nstanta utama M 2 , S2 , N2 , K2 , K 1 dan O1 yang menggunakan tipe terendah dari interaksi yang memungkinkan. Tambahan 77 untuk konstanta perairan dangkal yang dimasukkan pada modulasi deret waktu pasang surut yang berasal dari sisa konstanta utama dengan mempertimbangkan tipe tertinggi pada interaksi. Amplitudo dan fase dihitung melalui metode least square. Untuk perhitungan frekuensi, nodal faktor dan argumen astronomi. Program referensi asal waktu pada 1 januari 1976 untuk perhitungan dari variabel astronomi. Representasi umum dari deret waktu pasang surut dibuat sesuai dengan pengembangan harmonik.
73 Dimana : a j . g j adalah amplitudo dan lag fase Greenwich, f j (t), u j (t) adalah nodal modulasi amplitudo dan faktor koreksi fase dan V j (t) ada lah argumen astronomi untuk konstanta j. Argument astronomi V j (t) dihitung dengan persamaan dibawah ini, dimana t 0 adalah referensi asal waktu. ……………………………………...……(5) Langkah pertama pada analisis pasang surut telah dilakuka n de ngan metod e least square untuk perhitungan dari amplitudo A j dan fase f j mewakili da ri efek gabungan pada konstanta utama dan masing- masing satelit.
Untuk menganalisis deret waktu harus direka m de ngan interval 1 jam dan secara otomatis dihitung berdasarkan
program yang sudah tersedia. Untuk
mengurangi waktu perhitungan, asal waktu diambil pada pusat jam rekaman itu. Untuk tujuan peramalan, nilai amplitudo da n fase lag Greenwich pada konstanta utama serta sesuai dengan faktor koreksi waktu untuk interaksi satelit dihitung melalui nodal modulation dan t o merupakan pusat waktu dari perekaman pasut. …………………………………….....… (7) ………………………………………..… (8) Program ini menghitung faktor koreksi untuk semua satelit yang memiliki tiga angka Doodson pertama, yang berarti modulasi hanya sepenuhnya efektif untuk perekaman selama satu tahun. Pengolahan data pasang surut dilakukan dengan meramal tinggi pasang surut tiap jam pada perairan di depan (laut) sel-sel setiap lokasi. Selanjutnya data pasang surut per jam tersebut dicari selisih minimum dan maksimum pasang surutnya (tunggang) tiap tahun dan hasilnya berupa tunggang pasang surut tahunan selama 10 tahun (2001-2010) untuk masing- masing sel. Interval data luaran model yang digunakan adalah data setiap satu jam pada domain lokasi dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2010. Tahapan proses pengolahan data untuk menghitung rata-rata kisaran pasang surut dari hasil mode l pasang surut ada lah seba gai berikut :
74 1. Penentuan titik lokasi model pasang surut 2. Indentifikasi titik lokasi model pasang surut dengan sel-sel yang digunaka n di setiap lokasi 3. Proses pemodelan pasang surut dengan data luaran setiap jam 4. Verifikasi dan validasi mode l pasang surut 5. Peruba ha n waktu pasang surut ke waktu lokal di lokasi masing- masing 6. Perhitungan nilai maksimum tinggi muka laut 7. Perhitungan nilai minimum tinggi muka laut 8. Perhitungan kisaran pasang surut dengan persamaan sebagai berikut: …….………………………………..…… (9) dimana: KP = Kisaran pasut Maks.L = Nilai maksimum tinggi muka laut Min.L = Nilai minimum tinggi muka laut Perhitungan rata-rata tahunan kisaran pasang surut. 9. Identifikasi dan relasi ke dalam sel pada spatial database. 3 Tinggi Gelombang Signifikan Data gelombang dari ECMWF (European Centre for Medium-Range Weather
Forecasts)
ini
dapat
diunduh
dari
http://data
portal.ecmwf.int/data/d/interim_da ily/. Metode pemrosesan data yang digunakan adalah reanalisis, mode l dan asimilasi (numerical weather prediction) data satelit serta data insitu. Contohnya ocean wave forecast model yang dibangun dari gabungan model atmosfer dan model gelombang yang digerakkan oleh angin pada lapisan atmosfer rendah. ECMWF juga merupakan hasil pengembangan meteorologi secara sinoptik lebih dari 100 tahun dan lebih dari 50 tahun pengembangan prediksi cuaca secara numerik (Numerical Weather Prediction). Sistem peramalan ECMWF terdiri dari mode l sirkulasi umum, mode l gelombang laut, sistem asimilasi data dan sistem peramalan musiman. Pada tahun 1998 sistem peramalan musiman mulai beroperasi dan pada tahun 2002 diperkenalkan sistem peramalan bulanan (Maulana and Hartanto 2010). Data berformat netcdf (Network Common Data Form) ini dibaca dan diolah dengan menggunakan ODV (Ocean Data View versi 4). Data yang
75 disediakan pada Demeter Project memiliki resolusi spasial mengguna kan sistem grid berukuran 1,5° x 1,5° atau sekitar 166,8 km x 166,8 km dengan cakupan area glob al. Secara temporal tersedia selama 32 tahun (1979-2011) dalam kajian ini data yang digunakan hanya 10 tahun (2001-2010) dengan interval 6 jam, yaitu : Pukul 00:00, 06:00, 12:00, dan 18:00. Pengolahan data rata-rata tinggi gelombang signifikan diawali dengan mengekstrak data berformat netcdf (*.nc) dengan menggunakan ODV (Ocean Data View) menjadi data berformat teks (*.txt) pada area yang berkoordinat batas 0,5o LS – 12,5o LS dan 101,5o BT – 118,5o BT. Untuk keperluan informasi yang lebih detail sebagai masukan dalam sel di pantai maka dilakukan interpolasi hingga ukuran spasial grid menjadi 1 km x 1 km. Selanjutnya data dengan interval 6 jam-an tersebut dirata-ratakan tiap tahun dan hasilnya berupa rata-rata tinggi gelombang signifikan per tahun dan dicari yang posisinya terdekat dengan posisi sel yang ada di pantai setiap tahunnya selama 10 tahun (2001-2010). Tahapan proses pengolahan data yang digunakan sebagai berikut: 1. Pemilihan periode waktu dan pe milahan domain data kedalam domain lokasi di ke lima lokasi. 2. Data spasial dari masing- masing domain lokasi setiap 6 jam dilakukan proses analisis spasial dengan menggunakan metode Optimal Interpolation (OI). dengan luaran yang memiliki resolusi spasial sebesar 1 km x 1 km. 3. Pemilihan dan pemilahan data grid dari hasil OI yang terdekat de ngan sel-sel dari tiap lokasi 4. Perhitungan data rata-rata tahunan (annual mean) dari grid-grid yang telah terpilih. 5. Identifikasi dan relasi ke dalam sel pada spatial database. B Sensitivity (Kepekaan) 1 Geomorfologi Komponen geomorfologi merupakan salah satu variabel yang perlu dikaji dalam penentuan indeks kerentanan pulau. Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari mengenai bentang alam (landscape), meliputi sifat dan karakteristik
76 dari bentuk morfologi, klasifikasi dan pembedanya serta proses yang berpengaruh terhadap pembentukan morfologi tersebut.
Data yang digunakan untuk
mengidentifikasi kelas geomorfologi dapat diperoleh dari Rupa Bumi Indonesia (RBI) BAKOSURTANAL. Jenis data Rupa Bumi Indonesia yang digunakan adalah data land used dengan parameter yang diperoleh adalah air tawar, hutan rawa, belukar/ semak, rawa, pemukiman, empang, tegalan dan sawah irigasi. Parameter-parameter tersebut kemudian dikelaskan berdasarkan kelas indikator yang dikemukakan oleh Gornitz (1997). Kelompok-kelompok jenis tutupan lahan tersebut sebagai berikut: 1. Daratan aluvial, meliputi : empang, penggaraman, sawah irigasi, sawah tadah hujan, tegalan/ ladang. 2. Rawa payau, meliputi : belukar/ semak dan rawa. 3. Hutan baka u, meliputi : hutan rawa. 4. Bangunan pantai, meliputi : gedung dan pemukiman. 5. Estuari, lagun dan delta, meliputi : air tawar dan garis pantai. 6. Pantai berpasir, meliputi : pasir pantai dan pasir darat. Parameter terakhir dari kelas morfologi yaitu pantai bertebing rendah, pantai bertebing sedang dan pantai bertebing tinggi dihitung dengan menggunakan pendekatan kemiringa n dataran dekat pantai dari data elevasi citra satelit Quick Bird atau Google Earth. Penyusunan data geomorfologi yang diperoleh dikelompokan ke dalam kelas-kelas dalam modifikasi sistem USGS dari Thieler and Hammar-Klose 2000) (Tabe l 6). Data geomorfologi merupakan data kualitatif sehingga dalam penentuan indeks kerentanan pantai data tersebut perlu diubah menjadi data kuantitatif (Sakka and Muzaki 2010). Tabe l 6 Kelas Geomorfologi Kelas Parameter Geomorfologi
Sangat Rendah Tebing tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
Tebing sedang
Tebing rendah, dataran aluvial
Bangunan, estuaria, laguna
Struktur bangunan pantai, pantai berpasir, rawa payau, paparan lumpur, delta, mangrove, karang
77 Nilai bobot pada masing- masing kelas adalah sebagai berikut 1. Kelas Sangat rendah adalah nilai 1 2. Kelas Rendah adalah nilai 2 3. Kelas Sedang adalah nilai 3 4. Kelas Tinggi adalah nilai 4 5. Kelas Sangat tinggi adalah nilai 5 Setelah semua nilai variabel geomorfologi diperoleh, setiap sel dimasukka n dalam sel dengan menggunakan Arc-GIS. 2 Kemiringan Pe rmukaa n Lahan (elevasi) Pentingnya informasi data elevasi pada wilayah pulau berkaitan dengan pendugaan area genangan akibat paras muka laut yang naik. Dengan mengetahui infor masi elevasi suatu wilayah maka dapat diperkiraka n juga jangka uan da n luas daratan yang akan tergenang akibat dari kenaikan paras muka laut pada tiap kenaikan tertentu, sehingga dapat diketahui daerah rawan genangan. Kemiringan atau kelerengan pantai dapat merepresentasikan dua kondisi yaitu sebagai bagian dari geomorfologi pantai dan menunjukkan seberapa jauh/ luas penggenangan air laut di pantai akibat kenaikan muka air laut dan prosesproses dinamika laut lainnya. Data dan informasi kelerengan pantai diperoleh dari data batimetri. Metoda yang digunakan adalah pemetaan dan interpolasi titik batimetri menjadi kontur dengan interval dengan luaran yang memiliki resolusi spasial sebesar 1 km x 1 km. Pemilihan dan pemilahan data grid dari hasil interpolasi yang terdekat dengan sel-sel dari tiap lokasi. Kemudian dari data hasil interpolasi diturunkan lagi menjadi slope atau kemiringan pantai. Setelah data kemiringan pantai didapatkan Identifikasi dan relasi ke dalam sel pada spatial database (Santoso 2010). C Kalkulasi Komponen Exposure dan Sensitivity Berdasarkan data analisis ysng diperoleh selama 10 tahun antara tahun 2001-2010. Parameter konstan berasal dari data-data referensi baik nasional maupun internasional. Parameter-parameter konstan terdiri dari geomorfologi, kenaikan muka laut relatif dan elevasi. Sebelum mendapatkan nilai Indeks
78 kerentanan pulau, nilai-nilai dari kelima parameter tersebut harus dikelaskan terlebih dahulu. Nilai kelima parameter tersebut dikelaskan menjadi lima kelas yaitu ke las sangat renda h, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi (Adisaputra and Surbakti 2010). Dalam pengelasan ini ada empat kasus yang akan mempengaruhi range kelas dari kelima parameter tersebut. Hasil dari perhitungan indeks kerentanan pantai akan memperlihatkan perubahan indeks terhadap waktu tiap tahunnya selama 10 tahun dari tahun 2001-2010. Teknik visualisasi simulasi model kerentanan pulau diterapkan di sepanjang pantai di ke delapan pulau dengan membagi masing- masing lokasi dengan 4 sel tiap pulau. Sel ini akan digunakan untuk memvisualisasikan hasil pemodelan indeks kerentanan komponen exposure dan sentitifity dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: a *b*c *d *e IK = 5 dimana: IK a b c d e
= = = = = =
……………………………………….………(10)
Indeks Kerentanan Exposure da n Sensitivity Nilai Kelas Parameter Kenaikan Muka Laut Relatif (mm/tahun) Nilai Kelas Parameter Rata-rata Selang Pasang-surut (m) Nilai Kelas Parameter Rata-rata Tinggi Gelombang (m) Nilai Kelas Parameter Geomorfologi Nilai Kelas Parameter Elevasi (m)
Masing- masing nilai parameter divisualisasikan dengan cara membuat sel baru sebanyak 5 sel ke arah laut lepas dengan masing- masing sel berukuran sepanjang 1 km sejajar pantai dan 50 m ke arah laut lepas. Masing- masing sel indeks kerentanan pulau maupun tiap parameter yang bersifat dinamis akan berubah setiap tahunnya, sedangkan parameter konstan akan bernilai tetap pada sel di garis pantai tersebut dan akan berbeda antar sel pada garis pantai lainnya. Tahapan persiapan sel-sel di sepanjang garis pantai di setiap lokasi adalah sebagai berikut: 1. Pembagian jarak di sepanjang garis pantai sebanyak empat di setiap pulau yaitu barat, selatan timur dan utara. 2. Buffer 50 m ke arah laut sebanyak 32 sel.
79 3. Re-check sel dan penyesuaian sel. 4. Tagging (penomoran) sel pada setiap sel dari ke delapan lokasi. 5. Disain spatial database. 6. Overlay. D Kapas itas Adaptif Kapasitas adaptif sebagai komponen pembagi faktor lingkungan yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada Indeks Kepekaan Lingkungan yang dimodifikasi (Yulianda, 2008) dan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabe l 7 Tingkat Kapasitas Adaptif berdasarkan Kepadatan Lamun dan Penutupan Terumbu Karang dan Jenis Ekosistem Skor
Tingkat Kapasitas Adaptif
Kepadatan Lamun (ind/ m2 )
1
Sangat Tinggi
2
Tinggi
81-100
3
Sedang
61-80
4 5
Rendah Sangat Rendah
41-60 <40
>100
Jenis Lamun
Enhalus sp
Tutupan Teru mbu Karang (%) 0-20
Thalassia sp
21-40
Cymodocea sp, Halodule sp Syrongidium sp Halophila sp
41-60 61-80 > 80
Jenis Lifeform
Abiotik Karang Cabang, Acropora Masif, Sub-masif Encrusting, Sponge Karang Lunak, Lili, sea anemon
E Indeks Kerentanan Pulau-Pulau Kecil Dengan me masukkan faktor- faktor kapasitas adaptif seperti pada Tabel 7 yang
diko mpositkan dengan me mbagi komponen indeks
Kepekaan pantai yang terdir i dar i sea lev el rise, rata- rata tinggi gelomba ng, tinggi pasang surut, kemiringan pantai dan geomorfologi pantai dengan faktor kapasitas adaptif, maka diperoleh nilai Indeks Kerentanan Lingkungan PulauPulau Kecil. Nilai- nilai yang diperoleh dimasukkan dalam sel kajian, dan dipetakan dengan menggunakan software Arc-GIS 9.03 sehingga diperoleh peta kerentanan lingkungan pulau-pulau kecil di Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Provinsi Sulawesi Selatan.
80 4.5.3 Ke re ntanan Ekonomi A Exposure (Keterbukaa n) Tingkat keterbukaan ekonomi (Economic Exposure Index, EEI) merupakan parameter untuk mengetahui tingkat perkembangan pulau yang ditentukan oleh kondisi-kondisi eksternal. Semakin tinggi nilai Economic Exposure Index, maka semakin besar pengaruh-pengaruh eksternal terhadap pulau kecil. Pengukuran Economic Exposure Index menggunakan (1) rasio aktivitas perda gangan eks ternal (external trading,ET) yang mencerminkan tingkat keterbukaan pulau dan (2) rasio keuangan eksternal (external finance, EF) yang menggambarkan tingkat ketergantungan suatu pulau pada institusi eksternal seperti pemerintah daerah (Briguglio 2003). Dalam mengukur ETi , digunakan rasio rata-rata perdagangan masuk (inflow) da n perda gangan keluar (outflow) dari pulau kecil i terhadap jumlah keseluruhan dari GDP atau Gross island Product (GIP) pulau I pada waktu t, dengan menggunakan formulasi Adrianto and Matsuda 2004 sebagai berikut: M + X it ETI i = it 2GIPit
x100 ...……………………………………….......... (11)
Dimana; ETI i M it Xit GIP it
: tingkat ketergantungan perdagangan eksternal pulau-pulau kecil i pada tahun t : total nilai perdagangan inflow pulau-pulau kecil i pada tahun t : total perdagangan outflow pulau-pulau kecil i pada tahun t : GIP dari pulau-pulau kecil i pada tahun t
EFi dihitung dengan menguji kekenyalan atau tingkat elastisitas GIP kepada perubahan-perubahan di EF (nilai bantuan/ tunjangan). Model regresi yang digunakan mengacu pada Katz 1982 in Adrianto and Matsuda 2004) sebagai berikut : ln (GIP )it = α + β ln (EF )it + ε it ............................................................. (12)
Dimana; α β GIP it EF it
: ln ρ , suatu ko nstanta : elastisitas/ kekenyalan : produk domestik bruto dari pulau-pulau kecil i pada tahun t : jumlah tunjangan yang diterima pulau-pulau kecil i
81 pada tahun t : tingkat kesalahan (error)
ε it
B Sensitivity (Sensitifitas) 1 Indeks Keterpencilan Ekonomi (Economic Remoteness Index, ERI) Economic Remoteness Index dijadikan sebagai suatu parameter karena dikaitkan dengan keterlambatan dan biaya di dalam kegiatan perdagangan eksternal (Briguglio 1995). Metode yang digunakan adalah dengan menghitung biaya-biaya transportasi total dari daratan ke masing- masing pulau kecil. Formulasi yang digunakan mengacu pada (Adrianto and Matsuda 2004) sebagai berikut : 2
TTCi = ∑ TCmi
m = 1,2 ……………………………………..…..(13)
m =1
Dimana; TTC i TC mi 1 2
: : : :
total biaya transportasi pulau-pulau kecil i (Rp/unit moda l) biaya transportasi barang modal m pada pulau-pulau kecil i mewakili modal manusia (Rp/unit moda l manus ia) mewakili modal produk (Rp/unit modal produk secara fisik)
Tingkat keterpencilan pulau diukur sebagai rasio TTC terhadap GIP yang sumbernya dari sektor transportasi untuk masing- masing tahun pada pulau kecil i atau : TTCit ERI it = GIP tr , it
Dimana; ERI it TTC it GIP tr,it
x100 .............................................................................(14)
indeks keterpe ncilan eko nomi untuk Pulau-Pulau Kecil i pada tahun t : total biaya transportasi untuk Pulau-Pulau Kecil i pada tahun t, : GIP sektor transportasi untuk Pulau-Pulau Kecil i pada tahun t
:
2 Indeks Ekonomi Dampak Kenaikan Muka Laut (Sea Level Rise, SLR) Dampak potensial pengaruh kenaikan muka laut (SLR) perlu dievaluasi karena terkait dengan potensi ekologi, ekosistem, populasi dan kegiatan ekonomi yang seluruhnya berada di pantai (Adrianto and Matsuda 2004). Dampak SLR dievaluasi dengan memanfaatkan penilaian terhadap model GIP-based (gross
82 island product) yang diusulkan oleh Edwards (1987) in Adrianto and Matsuda (2004). Formulasinya sebagai berikut :
t T
t RV ( SLR ) it = ( ) xGit x(1 + gi ) …………………………………............(15)
Dimana : RV (SLR) it : nilai riil dampak SLR terhadap pulau kecil i pada tahun t t : tahun ke-t (1,2,3,.....,T) t=1 untuk tahun dasar 1900 T : estimasi waktu yang dibutuhkan untuk SLR mencapai 0,49m (T=110), dihitung dari tahun 1990-2100 sesuai proyeksi Sterr 2001) Git : nilai estimasi GIP yang terkena dampak SLR pada tahun t di pulau kecil i (digunakan estimasi Edwards 1987; Adrianto and Matsuda 2002, dimana 11.88 % untuk aktivitas ekonomi berbasis bidang, 2,96 % untuk aktivitas berbasis populasi dan 2,37 % untuk aktivitas berbasis industri) gi : laju pertumbuhan ekonomi pulau kecil i Untuk mengetahui pengaruh SLR di masa mendatang, digunakan nilai dampak saat ini (present value, PV) dengan formulasi Adrianto and Matsuda 2004) : PV ( SLR )it = RVit x(1 + r ) − t ..................................................................... (16)
Dimana; PV (SLR) it : nilai estimasi dampak SLR dimasa mendatang terhadap pulau i pada tahun t : nilai riil dampak SLR terhadap pulau kecil i pada tahun t RVit t : tahun ke-t (1,2,3,....,T) t = 1 untuk tahun dasar 1990 r : reel interest rate Untuk menghitung nilai indeks SLR terhadap total GIP, digunakan formulasi Adrianto and Matsuda 2002;2004 sebagai berikut : SLRI it =
PV ( SLR )it x100 ........................................................................(17) GIPit
Dimana ; SLRI it : indeks sea level rise (SLR) pada PPK i tahun t PV (SLR) it : nilai estimasi dampak SLR mendatang terhadap PPK i pada tahun t GIP it : total GIP dasar pulau i pada tahun t
83 C Kapas itas Adaptif (Adaptif Capacity) 1 Indeks Karakteristik Lahan (Caracteristic Land Index, CLI) Indeks karakteristik fisik lahan pulau yang digunakan untuk menilai tingkat kerentanan pulau-pulau kecil meliputi ukuran pulau dan keterisolasiannya. Indeks karakteristik lahan pulau (Hein 1990) meliputi : a Indeks Pantai (Coastal Index, CI) Indeks pa ntai (CI) merupakan rasio panjang garis pantai dengan luas daratan pulau (Dahl 1986 in UNEP 2003). Indeks ini menunjukkan karakteristik sifat fisik (smallness) pulau. CI diformulasikan Dahl 1986 in UNEP 2003 sebagai berikut : CI t =
Li x1000km 2 ………………………………….......………… (18) Ai
Dimana; CI i Li Ai
Coastal index pulau i : panjang garis pantai i (km) : luas pulau i (km2 )
:
b Indeks Keterisolasian Pulau (insularity Index, II) Keterisolasian pulau merupakan fungsi jarak antara keduduka n suatu pulau terhadap pulau terdekat seukuran atau lebih besar dan daratan induk (mainland). Besarnya nilai keterisolasian pulau dapat diketahui dengan formulasi Dahl 1986 in UNEP 2003 sebagai berikut : 3
II it = ∑ Sij
j = 1,2,3 ……...………………………….…… (19)
j =1
Dimana ; II i S ij 1 2 3
: Insularity Index (indeks keterisolasian) pulau i : jarak antara pulau-pulau kecil i de ngan pulau-pulau kecil/ mainland j : mewakili jarak pulau-pulau kecil i de ngan pulau-pulau kecil lainnya yang seukuran atau lebih besar terdekat j : mewakili jarak pulau-pulau kecil i de ngan mainland -1 j : mewakili jarak pulau-pulau kecil i de ngan mainland-2 j
84 2 Indeks Tekanan Penduduk (Human Index = HI) Pada indeks ini diukur total tekanan atau dampak kehadiran manusia terhadap pulau dan ekosistemnya. Variabel yang digunakan adalah indeks populasi (Pop I) dan indeks degradasi lahan (DL) a Index Populas i (Population Index, PopI) Indeks ini merupakan usuran tekanan keberadaan populasi penduduk terhadap lingkungan dalam waktu tertentu. Formulasi yang digunakan Dahl 1986 in UNEP 2003, sebagai berikut :
NA Trend i ,t −1 …………………….....…...……… (20) PopI it = it x 50 2 Dimana ; : Indeks populasi pulau i pada tahun t : rata-rata populasi per km2 Pulau-Pulau Kecil i pada tahun t Trend i,t-1 : pertumbuhan populasi per tahun pada Pulau-Pulau Kecil i 50,2 : konstanta Pop i NAit
b Indeks Degradas i Lahan (Degraded Land Index, D LI) DLI merupakan ukuran dampak tekanan dari aktivitas populasi manusia terhadap tingkat kerusakan lingkungan dan sumberdaya alam di Pulau-Pulau Kecil dalam kurun waktu tertentu. DLI yang diukur hanya berupa degradasi lahan oleh lahan terbangun dan menggunakan formulasi Dahl 1986 in UNEP 2003 sebagai berikut : LT LTI it = it x100 ………………………......…………........…… (21) Ai
Dimana; LTI it LTit Ai
: Indeks degradasi lahan oleh lahan terbangun pulau-pulaukecil i pada tahun t : luas lahan terbangun pulau-pulau kecil i pada tahun t (km2 ) : luas pulau-pulau kecil i (km2 )
85 D Standarisas i dan Kompos it Indeks Kerentanan Standarisasi dilakukan karena variable-variabel yang digunakan memiliki unit yang berbeda dalam pengukuran. Formulasi standarisasi mengacu pada (Adrianto and Matsuda 2002, 2004) sebagai berikut : SVij =
X ij − MinX j MaxX j − MinX j
, 0 ≤ SVij ≤ 1 ..................................................... (22)
j = Cii,Iii,PopIi,LTIi,TKIi,SLRi, ETIi, EFIi, ERIi dimana : SVij Xij Min Xj Max X j
: standarisasi variabel j untuk pulau-pulau kecil i : nilai dari variabel j untuk pulau-pulau kecil i : nilai minimum dari variabel j untuk semua pulau-pulau kecil dalam indeks : nilai maksimum dari variabel j untuk semua pulau-pulau kecil da lam Indeks
4.5.4 Kompos it Kerentanan Lingkunga n dan Ekonomi Karena kerentanan lingkungan dan kerentanan ekonomi memiliki unit yang berbeda, maka kerentanan lingkungan dan kerentanan ekonomi dikompositkan lagi untuk memperoleh kerentanan aktual pulau-pulau kecil di Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkajene Kepulauan. Komposit yang dilakukan memberikan porsi yang sama antara kerentanan lingkungan dan kerentanan ekonomi masing- masing dengan nilai 0,5. Fomulasi komposit kerentanan yang digunakan sebagai berikut : SVij =
X ij − MinX j MaxX j − MinX j
0 ≤ SVij ≤ 1 ...................................................... (23)
j = Kerentanan Lingkunga n, Kerentanan Eko nomi dimana : SVij Xij Min Xj Max X j
: standarisasi variabel j untuk pulau-pulau kecil i : nilai dari variabel j untuk pulau-pulau kecil i : nilai minimum dari variabel j untuk semua pulau-pulau kecil dalam indeks : nilai maksimum dari variabel j untuk semua pulau-pulau kecil da lam Indeks
86 4.5.5 Analisis Kesesuaian Spas ial A Analisis Kesesuaian Spasial Pulau-Pulau Kecil Berdasarkan Karakteristik Sumberdaya Analisis dibatasi pada kegiatan yang tedapat di loka si studi sekitar pulau kajian yang meliputi kegiatan penangkapan ikan karang dengan menggunakan pancing, kegiatan wisata pantai (wisata snorkling, diving, berjemur dan memancing) dan pemukiman penduduk. Data yang dianalisis menggunakan citra Landsat 7 TM dengan tahapan kegiatan pengolahan citra awal, transformasi citra, survey lapangan, klasifikasi citra dan pengolahan akhir. Pengolahan data citra menggunakan software ArcGis 9.03. Penentuan alokasi pemanfaatan ruang pulau-pulau kecil di Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkep dianalisis dengan pendekatan Sistem Informasi Geografis (SIG). Analisis dilakukan dengan cara : (1) mendeliniasi batas ka jian yang mencakup lahan daratan dan perairan di lokasi penelitian, (2) menganalisis secara spasial titik-titik lokasi yang diperoleh saat survei menjadi area (polygon) untuk membuat tema-tema yang aka n dioverlay berdasarkan kriteria kesesuaian pada peruntukan yang ada, (3) Data tabular (atribut) dan spasial yang diperoleh dari data sekunder dikumpulkan dalam satu basis data, (4) Peta tematik yang dihasilkan dari interpolasi, selanjutnya diberi skor dan bobot yang selanjutnya dioverlay untuk memperoleh lokasi yang sesuai. Pembobotan pada setiap parameter ditentukan berdasarkan pada dominannya parameter tersebut terhadap suatu peruntukan. Besarnya pembobotan ditunjukkan pada suatu parameter untuk selur uh evaluasi laha n. Pemberian bobot didasari pada tingkat kepentingan masing- masing parameter. Sedangkan pemberian nilai (scoring) didasari oleh tingkat masing- masing kriteria (Tabel 8). Kriteria yang digunakan telah memasukkan parameter kerentanan ekologi sesuai peruntukannya. Dalam penelitian ini, kesesuaian ruang yang ada diklasifikasikan menjadi tiga kelas kesesuaian, yaitu sangat sesuai, sesuai, dan tidak sesuai yang didefinisikan sebagai berikut: 1. Kelas S1 : Sangat Sesuai (Higly Suitable), yaitu lahan tidak mempunyai pembatas yang berat untuk suatu penggun aan tertentu secara lestari atau hanya
87 mempunyai pembatas yang kurang berarti dan tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi lahan tersebut serta tidak aka n menamba h masuka n (input) dari biasa yang dilakuka n da lam pe ngusahaan lahan tersebut. 2. Kelas S2 : Sesuai (Suitable), yaitu lahan yang mempunyai pembatas agak berat untuk suatu penggunaan tertentu secara lestari. Pembatas tersebut akan mengurangi produktivitas lahan dan keuntungan yang diperoleh serta meningka tka n masukan (input) unt uk mengusahaka n lahan tersebut. 3. Kelas N : Tidak Sesuai (Not Suitable), yaitu lahan yang mempunyai pe mbatas sangat berat/ permanen, sehingga tidak mungkin untuk dipergunakan terhadap suatu penggun aan tertentu yang lestari. Selanjutnya dilakukan metode tumpang susun yang dalam hal ini adalah mod el union, yaitu dengan menumpangtindihkan feature-feature dari coverage yang berbeda untuk menghasilkan feature baru. Feature baru yang dihasilka n mengandung informasi baik data spasial maupun atributnya dari masing- masing feature yang ditumpa ngsusunka n. Proses tumpang susun dilakukan secara bertahap sampai hasil akhirnya membentuk basis data secara keseluruhan. Langkah selanjutnya adalah menghitung nilai index overlay model (Bonham and Carter 1998) menyatakan bahwa setiap coverage memiliki bobot dan setiap kelas memiliki nilai sesuai tingkat kepentingan. Dalam mode l ini setiap coverage memiliki urutan kepentinga n dimana coverage yang memiliki pengaruh yang paling besar diberikan penilaian yang lebih tinggi dari yang lainnya. Begitu juga urutan operasi tumpang susun harus berdasarkan urutan tingkat kepentingan atau pengaruh yang paling besar ke pengaruh yang paling kecil. Nilai indeks tumpang susun menggambarkan tingkat kesesuaian lahan ya ng terbe ntuk. Nilai indeks tumpang susun yang dihasilkan berada pada selang kisaran 1 sampai 3. Arti dari nilai kisaran tersebut adalah jika bernilai 3 atau mendekati nilai 3 artinya nilai itu memiliki kriteria sangat sesuai. Nilai 2 berarti lahan tersebut memiliki kriteria sesuai dan nilai 1 berarti tidak sesuai. Selanjutnya dilakukan pene ntuan kesesuaian pe manfaatan ruang pulau da n perairan pulau-pulau kecil untuk kegiatan penangkapan ikan, ekowisata bahari kategori selam, kesesuaian lahan untuk ekowisata bahari kategori wisata
88 snorkling, kesesuaian lahan untuk wisata pantai kategori rekreasi dan pemukiman. Matriks kesesuaian yang d ibuat terinci pada Tabel 8, Tabel 9, Tabe l 10, Tabe l 11, dan Tabel 12. Tabe l 8 Kriteria dan Matriks Kesesuaian Lahan untuk Eko wisata bahari Kategori Selam No. I 1 2 3 4 5 6
Kriteria/ Parameter Bioteknis Kedalaman teru mbu karang (m) Jenis life form Kecepatan arus (cm/det) Kecerahan perairan (%) Tutupan komunitas karang (%) Jenis ikan karang (Sp)
Bobot
Sangat Sesuai
Skor
10
6-15
3
>15-30
2
15 10
>12 0-15
3 3
4-12 >15-50
20
> 80
3
20
>75
15
>100
Sesuai
Tidak Sesuai
Skor
Skor 1
2 2
<6 dan >30 <4 >50
20-80
2
<20
1
3
25-75
2
<25
1
3
20-100
2
<20
1
1 1
Sumbe r: Yulianda (2007) Tabe l 9 Kriteria da n Matriks Kesesuaian Lahan untuk Eko wisata ba hari Kategori Wisata Snorkling
No. I 1
2 3 4 5
6 7
Kriteria/ Parameter Bioteknis kedalaman terumbu karang (m) Jenis life form Kecepatan arus (cm/det) Kecerahan perairan (%) Tutupan ko munitas karang (%) Jenis ikan karang (Sp) Lebar hamparan datar karang (m)
Bobot
Sangat Sesuai
Skor
Sesuai
Skor
10
6-15
3
>15-30
2
<6 dan >30
1
15 10
>12 0-15
3 3
4-12 >15-50
2 2
<4 >50
1 1
20
100
3
25-<100
2
<25
1
20
>75
3
25-75
2
<25
1
15
>50
3
10-50
2
<10
1
10
>500
3
50-500
2
<50
1
Sumber: Yulianda (2007)
Tidak Sesuai
Skor
89
Tabe l 10 Kriteria dan Matriks Kesesuaian Lahan untuk Wisata Pantai Kategori Berjemur No. I 1
Kriteria/ Parameter
2
Bioteknis Kedalaman Perairan (%) Tipe Pantai
3
Bobot
Sangat Sesuai
Skor
Sesuai
Skor
Tidak Sesuai
Skor
20
0-3
3
>3-10
2
>10
1
Pasir Putih, Sedikit Karang, sedikit Terjal 3-15
2
Lumpur, berbatu, terjal
1
2
<3
1
2
lumpur
1
2
>0,51
1
2
>45
1
20
Pasir Putih
3
Lebar Pantai (m)
20
> 15
3
4
M aterial Dasar Perairan
15
Pasir
3
5
Kecepatan Arus (m/det) Kemiringan Pantai (o) Kecerahan p erairan (m) Penut upan Lahan Pantai
15
0-0,17
3
Karang, Berpasir, pasir berlumpur 0,17-0,51
15
<10
3
10-45
10
Kelapa, Lahan terbuka
3
9
Biota Berbahaya
10
Tidak ada
10
Ketersediaan Air Tawar (Jarak/km)
10
<0,5
6 7 8
10
>10
3
3-10
2
<3
1
Semak, belukar, savana
2
1
3
Bulu babi, ikan pari
2
3
>0,5-2
2
Hutan bakau, pemukiman, pelabuhan Bulu babi, ikan pari, lepu, hiu >2
1
1
Sumber : Yulianda (2007) Tabe l 11 Kriteria dan Matriks Kesesuaian Lahan untuk Ekowisata bahari Kategori Wisata Memancing No. I 1
2 3 4
5 6 7 8
Kriteria/ Parameter Bioteknis Kedalaman Terumbu Karang (m) Kecepatan arus (cm/det) Kecerahan perairan (%) Tutupan Komunitas Karang (%) Jenis Ikan Karang (Sp) Jumlah Khlorofil (npu) Jarak dari pantai (km) Kepadatan Ikan (ek/100 m2)
Bobot
Sangat Sesuai
Skor
Sesuai
Skor
Tidak Sesuai
Skor
10
6-15
3
>15-30
2
<6 dan >30
1
10
0-15
3
>15-50
2
>50
1
20
100
3
25-<100
2
<25
1
20
>75
3
25-75
2
<25
1
15
>50
3
10-50
2
<10
1
15
> 14
3
7-14
2
<7
1
10
0-10
3
10-20
2
>20
1
10
>50
3
20-50
2
<20
1
Sumbe r: Yulianda (2007), Mutmainnah (2004)
90 Tabe l 12 Matriks Kesesuaian Lahan Pemukiman No. 1.
2.
3.
4.
5.
Kriteri a Jarak dari pantai (m) S1 (>200) S2 ( 100-200) S3 ( < 100) Jarak dari Su mber air Tawar (m) S1 (< 500) S2 (500 – 1000) S3 (> 1000 ) Aksesibilitas (dermaga) (m) S1 (< 500) S2 (500 – 1000) S3 (> 1000) Jarak dari Kawasan Konservasi (m) S1 (> 2000) S2 (1000 – 2000) S3 (< 1000) Drainase S1(tidak tergenang) S2(tergenang periodik) S3(tergenang)
Bobot 20
Skor 3 2 1
20 3 2 1 10 3 2 1 10 3 2 1 10 3 2 1
Sumber : Sugiarti (2000), Mutmainnah (2004) B Analisis Kesesuaian Spasial Pulau-Pulau Kecil berdas arkan Kerentanan Pulau-Pulau Kecil Berdasarkan faktor-faktor kerentanan yang diperoleh dan dioverlay dengan kesesuaian
lahan berdasarkan karakteristik
sumberdaya,
maka diperoleh
kesesuaian lahan berdasarkan faktor-faktor kerentanan sebagai pereduksi kawasan yang sesuai untuk dimanfaatka n. Faktor- faktor pereduksi yang digunakan berdasarkan hasil identifikasi Yulianda (2012) seperti pada Tabel 13. Tabe l 13 Kriteria Faktor Reduksi Kawasan berdasarkan Kerentanan PulauPulau Kecil No 1 2 3 4 5
Tingkat Kerentanan Rentan sangat rendah Rentan rendah Rentan sedang Rentan Tinggi Rentan sangat tinggi
Skor 1 2 3 4 5
Penggun aan Lahan (%) 81-100 61-80 41-60 21-40 0 - 20
91
Tabe l 14 Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Wisata Pantai Kategori Berjemur setelah Diinternalisasi dengan Faktor Kerentanan Rekreasi No. I 1 2
Kriteria/ Parameter Bioteknis Kedalaman Perairan (%) Tipe Pantai
Bobot
Sangat Sesuai
Skor
Sesuai
Skor
Tidak Sesuai
Skor
20
0-3
3
>3-10
2
>10
1
20
Pasir Putih
3
2
Lumpur, berbatu, terjal
1
2 2
<3 lumpur
1 1
2
>0,51
1
3 4
Lebar Pantai (m) M aterial Dasar Perairan
20 15
> 15 Pasir
3 3
5
Kecepatan Arus (m/det) Kemiringan Pantai (o) Kecerahan perairan (m) Penut upan Lahan Pantai
15
0-0,17
3
Pasir Putih, Sedikit Karang, sedikit Terjal 3-15 Karang, Berpasir, pasir berlumpur 0,17-0,51
15
<10
3
10-45
2
>45
1
10
>10
3
3-10
2
<3
1
10
3
10
10
Ketersediaan Air Tawar (Jarak/km) Kerentanan Lingkun gan
10
<0,5
3
>0,5-2
2
Hutan bakau, pemukiman, pelabuhan Bulu babi, ikan pari, lepu, hiu >2
1
Biota Berbahaya
Semak, belukar, savana Bulu babi, ikan pari
2
9
Kelapa, Lahan terbuka Tidak ada
20
3
Kerentanan Sedang (nilai 0,33-0,36)
2
Kerentanan Tinggi (nilai 0,37-0,58)
1
Kerentanan Ekonomi
20
Kerentanan rendah (nilai 0,200,32) Kerentanan rendah (nilai 0,000,05)
3
Kerentanan Sedang (nilai 0,06-0,36)
2
Kerentanan Tinggi(nilai 0,37-0,64)
1
6 7 8
11
12
3
2
1
1
Berdasarkan kajian kerentanan yang dilakuka n yaitu kerentanan lingkunga n dan kerentanan ekonomi, saat diinternalisasi dalam parameter kesesuaian lahan akan menjadi kriteria kesesuaian lahan berdasarkan kerentanan seperti pada Tabel 14 dan Tabel 15.
92 Tabel 15 Kriteria Kesesuaian Lahan Pemukiman setelah Diinternalisasi dengan Faktor Kerentanan No. 1.
2.
3.
4.
5.
6
7
Kriteria Jarak dari pantai (m) S1 (>200) S2 ( 100-200) S3 ( < 100) Jarak dari Sumber air Tawar (m) S1 (< 500) S2 (500 – 1000) S3 (> 1000 ) Aksesibilitas (dermaga) (m) S1 (< 500) S2 (500 – 1000) S3 (> 1000) Jarak dari Kawasan Konservasi (m) S1 (> 2000) S2 (1000 – 2000) S3 (< 1000) Drainase S1(tidak tergenang) S2(tergenang periodik) S3(tergenang) Kerentanan Lingkun gan S1 (Rendah, dengan nilai kerentanan 0,20-0,32) S2 (Sedang, dengan nilai kerentanan 0,33-0,36) N (Tinggi, dengan nilai kerentanan 0,37-0,58) Kerentanan Ekonomi S1 (Rendah, dengan nilai kerentanan 0,0 - 0,05) S2 (Sedang, dengan nilai kerentanan 0,06-0,36) N (Tinggi, dengan nilai kerentanan 0,37-0,64)
Bobot 20
Skor 3 2 1
20 3 2 1 10 3 2 1 10 3 2 1 10 3 2 1 20 3 2 1 20 1 2 3
4.5.6 Optimas i Penangkapan Ikan Optimasi penangkapan ikan dilakukan untuk mengetahui jumlah ikan dan jumlah alat tangkap yang masih dapat digunakan di wilayah studi terkait pemanfaatan sumberdaya ikan dengan menggunakan alat pancing sebagai alat yang distandarisasi. Pertimbangan alat tangkap pancing dijadikan sebagai standarisasi alat adalah (1) dominan digunakan nelayan di pulau studi, (2) berwawasan lingkungan dan bersifat statis, (3) kegiatan penangkapan ikan adalah pemanfaatan sumberdaya yang bisa dikombinasikan dengan aktifitas wisata. Mengingat beragamnya alat tangkap yang beroperasi di wilayah penelitian, maka untuk mengukur dengan satuan yang setara, dilakukan standarisasi effort antar alat dengan teknik standarisasi (Riana 2006). Dalam penelitian ini, untuk menganalisis stok ikan akan digunakan model surplus produksi.
93 Model ini mengasumsikan stok ikan sebagai penjumlahan biomass dengan persamaan : …………………………………………… (24) Dimana : F(Xt ) = Pertumbuhan alami stok ikan = Penangkapan ikan Xt = Stok Ikan Ada dua bentuk model untuk fungsional untuk menggambarkan stok biomass, yaitu be ntuk logistic da n be ntuk Gompertz, yaitu : Bentuk Logistik :
X ∂χ t = rX 1 1 − t - h t ……………………. K ∂t
(25)
Bentuk Gompe rtz :
K ∂X t =rX t In ∂t Xt
(26)
- h t ……………………..
Dimana r adalah laju pertumbuhan intrinsik, K adalah daya dukung lingkungan. Bentuk fungsional logistik adalah simetris, sementara Gompertz tidak. Fungsi Gompertz dapat menggambarkan tingkat eksploitasi sumber daya perikanan dalam jangka panjang. Jika stok sumber daya perikanan mulai di eksploitasi oleh nelayan, maka laju eksploitasi sumber daya perikanan dalam satuan waktu tertentu diasumsika n merupaka n fungsi dari effort yang digunakan dalam menangkap ikan dan stok sumber daya yang tersedia. Dalam bentuk fungsional hubungan itu dapat dituliskan sebagai berikut : H(t) = H(E(t),X(t)) .............................................................................(27) Selanjutnya diasumsikan bahwa laju penangkapan linear terhadap biomass dan effort sebagaimana ditulis berikut : h t = qE t X t .................................................................................
(28)
Dimana q adalah koefisien kemampuan penangkapan (catchability coefficient) dan E t adalah upaya penangkapan. Dengan mengasumsikan kondisi keseimbangan (equilibrium) maka kurva tangkapan- upaya lestari (yield-effort curve) dari kedua fungsi diatas dapat ditulis sebagai berikut :
94
Logistik
q2K 2 E ............................................. (29) : h t = qKE t - r
Gompertz : h t = qKE t exp
− qE r
..................................................... (30)
Estimasi parameter r,K, dan q untuk persamaan yield-effort dari kedua model diatas (Logistik dan Gompertz) melibatkan teknik non- linear. Namun demikian dengan menuliskan U t = h t / E t persamaan (32 dan 33) dapat ditransformasikan menjadi persamaan linear sehingga metode regresi biasa dapat digunakan untuk mengestimasi parameter biologi dari fungsi di atas. Teknik estimasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik estimasi parameter yang dikembangkan oleh Clarke, Yoshimoto dan Pooley (1992) atau sering dikenal sebagai metode CYP dengan persamaan : In(U t +1 ) =
2r q 2−r In(qK)+ (E + E ) .......... (31) In (U t ) (2 + r ) (2 + r ) t t +1 2+r
Dengan meregresikan hasil tangkap per unit input (effort), yang disimbo lkan dengan U pada periode t+1, dan dengan U pada periode t, serta penjumlahan input pada periode t dan t+1, akan diperoleh koefisien r,q, dan K secara terpisah. Selanjutnya setelah disederhanakan persamaan (34) dapat diestimasikan dengan OLS melalui : L n (U n +1 ) = C 1 + C 2 In (U n ) + C 3 (E n +E n +1 ) ...............................
(32)
Sehingga nilai parameter r,q, dan K pada persamaan (34) dapat diperoleh melalui persamaan berikut : R = 2(1-C 2 ) / (1+C 2 ) q = -C3 (2+r) K = e c1
(2+ r ) / (2 r )
................................................................................... (33) /q
Sehingga nilai parameter r,q, dan K kemudian disubtitusikan ke dalam persamaan 32 (fungsi logistik) dan ke dalam persamaan 33 (fungsi Gompertz) untuk memperoleh tingkat pemanfaatan lestari antar waktu. Dengan mengetahui koefisien ini, manfaat ekonomi dari ekstraksi sumber daya ikan ditulis menjadi :
95 q π = pqKE 1 − E - cE .......................................................... r
(34)
Memaksimalkan persamaan di atas terhadap effort (E) akan menghasilkan: E* =
r 2q
c 1 − ................................................................ pqK
(35)
Dengan tingkat panen optimal sebesar : h*=
rK 4
c c 1 + 1 − .................................................. pqK pqK
(36)
Dengan mensubtitusikan kedua hasil perhitungan optimasi tersebut ke dalam persamaan (34), akan diperoleh manfaat ekonomi yang optimal. 4.5.7 Analisis Daya Dukung (Ecological Footprint Analysis) Daya dukung pemanfaatan sumberdaya pulau-pulau kecil untuk kawasan perikanan tangkap, dan wisata bahari dilakukan dengan menggunakan pendekatan Ecological Footprint Analysis (EFA). Secara teoritis, EFA bertujuan
untuk
mengekspresikan kesesuaian area yang produktif secara ekologi terhadap kebutuhan penduduk atau tingkat ekonomi tertentu melalui indeks keruangan (Haberl et al. 2001; Adrianto 2006). A Daya D ukung Kegiatan Penangkapan Ikan Pendeka tan ecological footprint/EF secara statis (Moffat 2000) dengan memperhitungkan
kebutuhan
produktivitas primer
(Primary Productivity
Requirements/ PPR) (Pauly and Christensen 1995; Wada 1999 in Adrianto and Matsuda 2004). Secara teoritik, sistem perairan dibagi menjadi 6 yaitu : (1) sistem perairan terbuka (Open Oceanic System), (2) Sistem Upwelling, (3) Tropical Shelves, (4) Non Tropical Shelves, (5) Coastal and Coral System dan (6) Freshwater System (sungai dan danau) (Pauly and Christensen 1995). Produktivitas primer (PP/ primary productivity) untuk masing- masing sistem tersebut adalah : (1) 103, (2) 973, (3) 310, (4) 310, (5) 890 dan (6) 290g C/m2 /th. Kebutuhan produktivitas primer tiap jenis ikan dihitung berdasarkan tabel
96 referensi tiap kelompok ikan berdasarkan rata-rata trophic level (TL) dari sistem perairan. Tabe l 16 Trophic Level Berbagai Jenis Ikan untuk Pulau-Pulau Kecil Sistem Perairan Tropical shelves
Kelompok Spesies Small Pelagics Misc. teleosteans Jack, Mackerel Tuna, bonitos, bilifishes Squids, cuttlefish, octopuses Shrimps, prawn Lobster, crabs, other Sharks, rays, and chimaeras Coastal and Coral System Bivalves and other mollusca Misc. Marine fishes Herrings, sardines and anchovies Seaweeds Jack, Mackerel Diadromous Fishes Shrimps, prawn Turtles Sumber : Pauly and Christensen (1995) in Adrianto (2007).
Tropic Level 2.8 3.5 3.3 4.0 3.2 2.7 2.6 3.6 2.1 2.8 3.2 1.0 3.3 2.8 2.6 2.4
PPR spesies ikan dihitung berdasarkan Pauly and Chr istensen (199 5) yaitu :
PPRi =
Ci × 10 (TLi +1) ………..………………………..…….……… (37) 9
di mana : PPRi = kebutuhan produksivitas primer spesies ikan ke-i; C = hasil tangkapan spesies ikan ke-i, C dibagi 9 sebagai konversi berat atom C (Wada 1999 in Adrianto and Matsuda 2004); TL-i = rata-rata jumlah transfer tropic level produktivitas primer hasil tangkapan ke-i. Jika rata-rata efisiensi transfer adalah 10% (Pauly and Christensen 1995) maka ruang ekologis sistem perairan pulau-pulau kecil dapat dihitung dengan formula (Wada 1999 in Adrianto and Matsuda 2004) sebagai berikut: n
EFa =
∑ PPR
ia
i =1
PPa
……..……………………………………....…… (38)
di mana : EF a
= ruang ekologis sistem perairan a;
97 PPRia = kebutuhan produktivitas primer spesies i di sistem perairan a; PP a = produktivitas primer sistem perairan a; n = jumlah ika n Ekstraksi sumberdaya perikanan di pulau-pulau kecil dapat diketahui dari kebutuhan produktifitas primer (Primary Productivity Requirements/ PPR). Untuk menilai dampak manusia terhadap fungsi ekosistem berupa tekanan tata guna lahan dan jasa ekosistem, digunakanlah HANPP (Human Appropriation of Net Primary Production). Formulasi HANPP sebagai berikut : HANPP = PPRo − PPRh
........................................................................... (39)
di mana : HANPP = Kebutuhan produktivitas primer untuk perikanan (kJ); PPRO = potensial kebutuhan produktivitas primer (kJ) diperoleh dari PPR spesies ikan dihitung berdasarkan Pauly and Christensen (1995) dikalikan energi spesies ikan (kJ/100 g); PPRh = produksi tiap spesies ikan (volume of landing, kg) dikalikan energi spesies ikan (kJ/100 g) (Adrianto and Matsuda 2004). B Daya Dukung Wisata Daya dukung wisata yang digunakan adalah menggabungkan semua aktifitas yang ada di wilayah kajian dengan menggunakan Ecological Footprint. EFA untuk aktivitas wisata atau Touristic Ecological Footprint (TEF) :
TEF = TEFb + TEFe + TEFc + TEFp + TEF f + TEFs …….....…… (40) di mana : TEF= total footprint wisatawan ke pulau-pulau Spermonde (ha/orang/th) TEF b = jumlah agregat ko mpo nen built-up land TEF e = agregat fossil energy land; TEF c = agregat konsumsi food and fibre dari arable land/crop land; TEF p = agregat ko nsumsi food and fibre dari pasture land; TEF f = agregat ko nsumsi food and fibre dari forest land; TEF s = agregat konsumsi food and fibre da ri sea space. TEF dari perjalanan wisatawan dengan memanfaatkan sumberdaya dan lahan. Built-up land pulau-pulau kecil dibagi beberapa komponen yaitu transportasi, akomodasi, dan aktivitas (Gossling et al. 2002; Li Peng and Guihua 2007, Sulistiawati 2010).
98
TEFb = TEFt + TEFa + TEFea …………..……………………… (41) di mana : TEF b = footprint built-up land (ha/orang/tahun) TEF t = footprint transportasi (ha/orang/tahun) TEF a = footprint akomodasi (ha/orang/tahun) TEF ea = footprint energi untuk akomodasi (ha/orang/tahun) Kompo nen built-up land untuk transportasi adalah semua perjalanan yang berhubungan dengan wisata yang menuju dan kembali dari tempat wisata di pulau-pulau kecil dengan mempertimbangkan kebutuhan infrastruktur (jalan dan pe labuhan). Total area perjalanan wisata ada lah total area yang dibutuhka n untuk infrastruktur dalam proses perjalanan. Area yang dibutuhkan tiap wisatawan disebut Built-up land dari komponen transportasi, dihitung dengan membagi total area perjalanan dengan jumlah kedatangan wisatawan (domestik, mancanegara). t TEFt = j x di mana :i TEF t = tj = tp = = xi
+
tp
……………………....…...……………..…... (42)
xi
ecological footprint wisata ko mpo nen transpo rtasi (ha/orang/th); luasan area untuk infrastruktur jalan (ha) luasan area untuk infrastruktur pe labuhan) (ha) jumlah wisatawan tahun ke-i (orang/th)
Footprint untuk akomodasi terdiri dari area yang diperlukan untuk akomodasi (guesthouse) da n fossil energy land. Total area akomodasi wisata ada lah total area yang dibutuhkan unt uk infrastruktur (guesthouse, homestay, dll). Total area diperoleh dengan mengalikan luas area setiap jenis infrastruktur dengan jumlah infrastruktur yang tersedia. Footprint dari built-up land dari akomodasi dihitung dengan membagi total area kebutuhan akomodasi dengan jumlah kedatangan wisatawan pada tahun 2009. n
TEFa =
∑a n =1
n
….......…………….……….………….……
(43)
xi
di mana : TEF a = ecological footprint wisata komponen akomodasi (ha/orang/th); an = luasan area infrastruktur akomodasi (guesthouse, homestay) (ha), xi = jumlah wisatawan tahun ke-i (orang/th)
99 Footprint energi dari komponen akomodasi dihitung dengan mengalikan penggunaan energi (penerangan) tiap guesthouse dengan jumlah guesthouse kemudian dibagi dengan jumlah wisatawan. Aktivitas meliputi kunjungan ke lokasi yang spesifik untuk tujuan wisata bawah laut, rekreasi pantai, olah raga dan lain- lain. Dalam hal ini, Footprint aktivitas wisatawan yang be rhubungan de ngan ruang laut (luas yang dibutuhka n wisatawan untuk selam/ diving dan snorkeling, aktifitas berjemur dianggap merupakan bagian dari built-up land). Fossil energy land dihitung berdasarkan ketersediaan energi pe neranga n (listrik, baik listrik PLN ataupun listrik tenaga surya yang telah tersedia di Pulau Pajenekang. Konsumsi sandang dan pangan untuk wisata merupakan footprint berdasarkan lahan pertanian (crop land), hutan (forest land), produktivitas ruang laut (sea space) dan padang rumput (pasture land) dihitung degan asumsi bahwa kualitas da n jumlah maka nan yang diko nsumsi seharian di rumah (Li Peng and Guihua 2007), sehingga footprint sandang pangan dalam Living Planet Report 2008 (WWF 2008) dapat digunakan untuk menghitung data footprint nasional yang dominan mengunjungi lokasi ini (Perancis, Belanda dan Indonesia). Kategori ruang yang berbeda terhadap total footprint dijumlahkan dengan cara mengalikan area yang ada (hasil GIS) dengan equivalent factors, yang menggambarkan produktivitas relatif rata-rata dunia (ha) dalam tipe lahan yang berbeda. Equivalent factors dapat digunakan dalam perhitungan biocapacity, dinyatakan dalam satuan global hektar (gha) (Gossling et al. 2002; WWF 2008, Sulistiawati 2010). Dalam konteks ini, pemanfaatan sumberdaya secara optimal tercapai apabila nilai EF sama dengan nilai kapasitas biologis (biocapacity) dari sumberdaya alam yang dianalisis. Sementara itu biocapacity (BC) dapat dihitung dengan menggunakan rumus BC (Lenzen and Murray 2001) : BCi = AiYF ......................................…………………………… di mana : BC i = biocapacity ruang ke-i yang diperlukan untuk wisata A i = luas land cover ruang ke-i (ha);
(44)
100 YF = yield factor land cover. Yield factor land cover yang digunakan dalam perhitungan biocapacity pada pendekatan ecological footprint disini, didasarkan pada setiap tipe land use (Lenzen and Murray 2001; WWF 2008). Selanjutnya daya dukung lingkungan (CC/ carrying capacity) dihitung dengan rumus :
CC i = di mana CC i = BCi = EFi =
BCi EFi
…………....………..………………………..…… (45)
: carrying capacity ke-i untuk wisata (orang) biocapacity ruang ke-i untuk wisata (ha) ecological footprint wisata ke-i (ha/orang)
C Daya Dukung Air Tawar Sebagai kawasan pulau-pulau kecil, salah satu pembatas kehidupan yang sangat dominan adalah ketersediaan air tawar. Untuk itu pada kajian ini, dilakukan analisis ketersediaan air tawar di pulau-pulau kajian. Analisis yang digunakan adalah dengan pendekatan analisis neraca air, dengan mengetahui jumlah ketersediaan air. Ketersediaan air dalam pengertian sumberdaya air pada dasarnya berasal dari air hujan (atmosferik), air permukaan dan air tanah. Hujan yang jatuh di atas pe rmukaan pada suatu daerah sebagian akan menguap kembali sesuai dengan proses iklimnya, sebagian akan mengalir melalui permukaan dan sub permukaan masuk ke dalam saluran, sungai atau danau dan sebagian lagi akan meresap jatuh ke tanah sebagai imbuhan (recharge) pada kandungan air tanah yang ada. Ketersediaan air yang merupakan bagian dari fenomena alam, sering sulit untuk diatur dan diprediksi dengan akurat. Hal ini karena ketersediaan air mengandung unsur variabilitas ruang (spatial variability) dan variabilitas waktu (temporal variability) yang sangat tinggi. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode Mock
(BAPENAS 2006). Pada prinsipnya, Metoda Mock
memperhitungkan volume air yang masuk, keluar da n yang disimpan dalam tanah (soil storage). Volume air yang masuk adalah hujan. Air yang keluar adalah infiltrasi, perkolasi dan yang dominan adalah akibat evapotranspirasi. Perhitungan evapotranspirasi menggunakan Metoda Penmann. Sementara soil storage adalah
101 volume air yang disimpan dalam pori-por i tanah, hingga kondisi tanah menjadi jenuh. Secara keseluruhan perhitungan debit dengan Metoda Mock ini mengacu pada water balance , dimana volume air total yang ada di bumi adalah tetap, hanya sirkulasi dan distribus inya yang bervariasi. A. Water Balance Dalam siklus hidrologi, penjelasan mengenai hubungan antara aliran ke dalam (inflow) dan aliran ke luar (outflow) di suatu daerah untuk suatu periode tertentu disebut neraca air atau keseimbangan air (water balance). Bentuk umum persamaan water balance adalah: P = Ea + ΔGS + TRO ……………………………………………….(46) Dengan : P = presipitasi. Ea = evapotranspirasi. ΔGS = perubahan groundwater storage . TRO = total run off. Water balance merupaka n siklus tertutup yang terjadi untuk suatu kurun waktu pe ngamatan tahunan tertentu, dimana tidak terjadi perubahan groundwater storage atau ΔGS = 0. Artinya awal penentuan groundwater storage adalah berdasarkan bulan terakhir dalam tinjauan kurun waktu tahunan tersebut. Sehingga persamaan water balance menjadi: P = Ea + TRO ………………………………………………………(47) Beberapa hal yang dijadikan acuan dalam prediksi debit dengan Metoda Mock sehubungan dengan water balance untuk kurun waktu (misalnya 1 tahun) adalah seba gai berikut: a. Dalam satu tahun, peruba han groundwater storage (ΔGS) harus sama dengan nol. b. Jumlah total evapotranspirasi dan total run off selama satu tahun harus sama dengan total presipitasi yang terjadi dalam tahun itu.
102 B. Data Iklim Data iklim yang digunakan dalam Metoda Mock adalah presipitasi, temperatur, penyinaran matahari, kelembaban relatif dan data kecepatan angin. Secara umum data-data ini digunakan untuk menghitung evapotranspirasi. Dalam metoda Mock, data-data iklim yang dipakai adalah data bulanan rata-rata, kecuali untuk presipitasi yang digunakan adalah jumlah data dalam satu bulan. C. Evapotrans pirasi Evapotranspirasi aktual adalah evapotranspirasi yang terjadi pada kondisi air yang tersedia terbatas. Evapotranspirasi aktual dipengaruhi oleh proporsi permukaan luar yang tidak tertutupi tumbuhan hijau (exposed surface) pada musim kemarau. Besarnya exposed surface (m) untuk tiap daerah berbeda-beda. Untuk pulau kecil dengan kriteria daerah tererosi, evapotranspirasi sebesar 10-40 % (Penelitian ini menggunakan evapotranspirasi 20 %), dengan nilai SMC (Soil Moisture Capacity) 50 mm (kriteria pasir halus, dengan jenis tanaman berakar pendek dengan zona akar 0,50 m). Untuk mengetahui kebutuhan air di pulaupulau kecil, digunakan proyeksi kebutuhan air untuk kegiatan domestik rumah tangga (minum, memasak, MCK, dan lain- lain) sebesar 60 liter/hari/orang (kriteria penduduk perdesaan). 4.5.8 Analisis Multi Kriteria Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Dari identifikasi sistem di atas, terlihat faktor- faktor yang mempengaruhi kegiatan-kegiatan pemanfaatan ekosistem yang terdapat di pulau-pulau kecil yang meliput i kerentanan lingkungan dan kerentanan eko nomi. Kerentanan lingkungan meliputi faktor sea level rise (SLR), tinggi pasang surut, rata-rata tinggi gelombang, kemiringan dan geomorfologi pulau, persentase tutupan karang, jenis lifeform, jumlah lamun/m2 dan jenis lamun. Kerentanan ekonomi meliputi indeks keterbukaan ekonomi, indeks keterpencilan ekonomi, indeks ekonomi karena kenaikan muka laut, indeks pantai, indeks keterisolasian pulau, indeks tekanan penduduk, indeks populasi, dan indeks degradasi lahan
103 Berdasarkan subsistem-subsistem tersebut, pe milihan prioritas pemanfaatan dengan bantuan ekxpert (ahli) yang berkecimpung dalam pemanfaatan sumberdaya di pulau-pulau kecil digunakan analisis Multi Criteria Decision Making (MCDM), yang dike nal de ngan Criterium Plus. Pada analisis MCDM (Critplus) ini, pe mbobo tan suatu alternatif dan kriteria yang diambil, disusun berdasarkan matrik seperti yang disajikan pada Tabel 17 berikut : Tabe l 17 Matrik Pembobo tan Kriteria dalam Penentuan Prioritas Kerentanan Pulau-Pulau Kecil KRITERIA C1
C2
…..
Cn
Alternatif
W1
W2
…..
Wn
A1
A 11
A 21
……
A1 n
A2
A 12
A 22
…..
…..
…..
…..
…..
…..
…..
Am
A m1
A m2
…..
A mn
Dimana : A (i = 1,2, m) Cj (j = 1,2,n) Aij (i=1..m, j = 1 ..n)
= menunjukkan pilihan alternatif yang ada = merujuk pada criteria dengan bobot Wj = pengukuran keragaan da n satu alternatif Ai Berdasarkan kriteria Cj.5
Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik SMART (Simple Multi Attribute Rating Technique). Teknik SMART merupakan keseluruhan proses dari perantinga n alternatif-alternatif dan pembobotan dari atribut yang ada. Tahap yang dilakukan adalah 1) mengurutkan kriteria yang menjadi faktor pembatas dari pemanfaatan sumberdaya yang ada dan 2) melakukan estimasi rasio kepentingan relatif dari setiap atribut yang ada. Selanjutnya analisis yang ada, digabung menjadi satu dengan mengagregasi (dengan cara membuat rata-rata geometrik) faktor-faktor yang menjadi pembatas setiap pemanfaatan sumberdaya dengan formulasi : γ=
π Si 1/n
104 Dimana : γ = Rata-rata geometrik, dimana n = 2 ….......sehingga persamaan menjadi γ = √ S1 x S2 Faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam penentuan prioritas pemanfaatan sumberdaya dilakukan dengan menggunakan metode scoring dan pembobotan yang merupaka n pe nyatuan da ri berbagai parameter terkait. Nilai pada kolom score besarnya disesuaikan dengan nilai pada kriteria : 1) Score 1 : Nilai hasil pengamatan termasuk atau sesuai dengan kriteria rendah. 2) Score 2 : Nilai hasil pengamatan termasuk atau sesuai dengan kriteria sedang. 3) Score 3 : Nilai hasil pengamatan termasuk atau sesuai dengan kriteria tinggi. Parameter-parameter yang menjadi indikator untuk diberi nilai berdasarkan score yang diinginkan adalah parameter-parameter kerentanan lingkungan dan kerentanan eko nomi 4.5.9 Analisis Penge mbanga n Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil Kajian pemanfaatan sumberdaya yang prioritas dengan menggunakan analisis MCDM/ Citerium Plus, dilanjutkan dengan analisis prospektif, untuk mengetahui faktor- faktor yang paling dominan yang paling berpengaruh terhadap kerentanan pulau-pulau kecil. Tahap yang dilakuka n ada lah : 1. Berdasarka n tujuan studi yang ingin dicapa i, respo nden dimohon untuk memberikan faktor/ kriteria/ variabel yang mempengaruhi pencapaian tujuan studi seperti yang dikemukakan di atas. 2. Dari hasil identifikasi kriteria, diperoleh beberapa faktor yang akan dilihat hubungannya secara timbal balik (mutual), berdasar tabel matriks analisis pengaruh antar faktor yang akan diisikan dengan skor antara 0 – 3. Pedoman penilaian dapat dilihat pada Tabel 18. Tabe l 18 Pedoman Penilaian Analisis Prospektif Skor 0 1 2 3
Keterangan Tidak ada Pengaruh Berpengaruh Kecil Berpengaruh Sedang Berpe ngaruh sangat kuat
105 3. Jika faktor yang diberikan oleh responden lebih dari 1, sebanyak N; dilakukan analisis matriks gabungan dengan cara : 1) Apabila pengaruh antar satu faktor dengan faktor lainnya (sel) mempunyai nilai 0 dengan jumlah > ½ N, maka nilai sel tersebut 0. 2) Jika nilai 1,2, 3 bersama-sama berjumlah > ½ N, maka nilai sel tersebut ditentukan berdasarka n yang paling banyak dipilih antara nilai 1, 2 dan 3 3) Jika jumlah faktor (N) adalah genap dan diperoleh dalam satu sel jumlah nilai 0 sama banyak dengan jumlah nilai 1, 2 dan 3, maka dilakukan diskusi lebih lanjut kepada stakeholders, untuk menentuka n nilai sel tersebut. 4. Nilai-nilai sel yang telah disepakati oleh responden
dimasukkan kembali
dalam program seleksi faktor dalam bentuk : 1) Pengaruh langsung global 2) Ketergantungan global 3) Kekuatan global 4) Kekuatan global tertimbang 5) Gambar
hubungan antar
faktor
berdasarkan total pengaruh dan
ketergantungan. 6) Berdasarkan keadaan/ state kriteria (tahap 3), seleksi dilakukan berdasarkan kekuatan global tertimbang dan posisi faktor dalam gambar hubungan antar faktor, yaitu pada kuadran kiri atas untuk membangun skenario. 7) Membuat keadaan (state) suatu faktor berdasarkan pemanfaatan yang telah menjadi prioritas di pulau Tanakeke. Untuk setiap faktor dapat dibuat satu atau lebih keadaan dengan ketentuan sebagai berikut : a. Keadaan harus memiliki peluang sangat besar untuk terjadi (buka n hayalan) da lam suatu waktu di masa ya ng aka n datang. b. Keadaan buka n merupaka n tingka tan atau ukuran suatu faktor (sepe rti besar, sedang, kecil atau baik/ buruk tetapi merupakan deskripsi tentang situasi dari sebuah faktor. 8) Keadaan yang ada diidentifikasi dari keadaan yang paling optimis sampai paling pesimis.
106 9) Dari kombinasi beberapa faktor dibuat skenario-skenario yang mungkin terjadi di masa yang akan datang untuk kemudian dipilih skenario yang mungkin terjadi berdasarkan hasil identifikasi dari respo nde n. Tabe l 19 Matriks Pengaruh dan Ketergantungan Faktor pada Analisis Prospektif. DARI A
B
C
D
E
F
G
THDP
H
I
J
Total Pengaruh
A B C D E F G H I J 4.6
Batasan Defenisi Operasional
Pulau Pulau merupakan massa daratan yang terbe ntuk secara alami, yang dikelilingi oleh air dan selalau berada/ muncul diatas air pasang (KLH and PIK IPB 2003). Pulau Kecil Pulau yang mempunyai luas area kurang dari atau sama dengan 2.000 km2 beserta kesatuan ekosistemnya (UU RI Nomor 27/2007)
107 Kerentanan (Vulnerability) Karakteristik dan kondisi masyarakat, sistem atau modal yang menyebabkan sifat rawan untuk mengalami kerusakan dari keadaan yang membahayakan (UNISDR 2009) Kerentanan Fisik (Physical Vulnerability) Kondisi sumberdaya alam yang rentan terhadap dampak yang merugikan dari kejadian bencana (Szlafsztein 2005) Kerentanan Pesisir (Coastal Vulnerability) Potensi gangguan pada sistem pesisir oleh banjir dan/atau erosi yang disebabkan oleh badai ataupun sumber lainnya yang membutuhkan usaha dalam mencegah, menghadapi, ataupun menghalangi konsekuensi-ko nsekue nsi yang dapat ditimbulkannya (Quintana 2008) Kerentanan Sos ial – Ekonomi (Socio-Economic Vulnerability) Kondisi manusia secara individu, ke lompok atau masyarakat baik dalam hal ke mampuan mereka secara fisik maupun emosional, maupun kemampuan dalam usaha antisipasi, mengatasi, melawan dan membangun kembali dari dampak bencana atau perubahan yang tidak dikehendaki dalam hal penghidupan dan kegiatannya (Szlafsztein 2005) Daya Dukung Daya dukung ada lah suatu ukuran jumlah individu dari suatu spesies ya ng dapat didukung oleh lingkungan tertentu (KLH and FPIK IPB (2003)), dengan tingkatan : 1. Daya dukung absolut atau maksimun, yaitu jumlah maksimum individu yang dapat didukung oleh sumberdaya lingkungan pada tingkat sekedar hidup (tingkat ini dapat disebut kepadatan subsistem untuk spesies tertentu). 2. Daya dukung dengan jumlah individu dalam keadaan kepadatan keamanan atau ambang batas keamanan. Kepadatan keamanan lebih rendah daripada kepadatan subsistem.
108 3. Daya dukung dengan jumlah individu dalam keadaan kepadatan optimum. Pada kepadatan optimum ini, individu- individu dalam populasi akan mendapatkan segala keperluan hidupnya dengan cukup, serta menunjukkan pertumbuhan dan kesehatan individu yang baik. Kepadatan opt imum hanya dapat dipertahankan oleh pembatasan yang kuat terhadap pertumbuhan, yang diatur oleh tingkah laku spesies yang bersangkutan (pembatasan diri). Indeks Kerentanan Pesisir (Coastal Vulnerability Index) Pendekatan yang dikembangkan untuk mengevaluasi dampak dari potensi perubahan ko ndisi wilayah pesisir (Gutierrez et al. 2009) Kapasitas (Capacity) Gabungan antara seluruh kekuatan, sifat dan sumberdaya dengan kelompok, masyarakat atau organisasi yang dapat digunakan dalam mencapai tujuan yang telah disepakati. Kapasitas dapat mencakup infrastruktur dan bentuk-bentuk fisik, institusi, kemampuan sosial yang dapat berupa pengetahuan manusia, ketrampilan dan sifat-sifat kolektif seperti hubungan sosial, kepemimpinan dan manajemen (UN-ISDR 2009) Kedudukan Muka Laut (Sea Level) Sebuah fungsi dari permukaan lautan yang dipengaruhi oleh volume air laut, volume badan lautan dan distribusi air laut terhadap permukaan bumi yang dipengaruhi oleh pembentukan benua dan pembekuan sedimen (Fitz Gerald et al. 2008) Kenaikan Muka Laut (Sea Level Rise) Perubahan permukaan laut menjadi lebih tinggi dari keadaan sebelumnya yang dapat disebabkan oleh aliran air dari darat ke laut akibat penyebaran panas yang terjadi di sebagian besar permukaan bumi (NSW Coastline Management Manual 1990, IPCC 2007).
109 Perubahan Iklim (Climate Change) Perubahan kondisi iklim yang dapat dikenali melalui teknik tertentu (misalnya uji statistik) dalam hal keanekaragaman sifat-sifatnya dan berlangsung dalam waktu yang berkepanjangan, baik dekadal maupun waktu yang lebih lama. Perubahan iklim dapat mengacu pada proses internal alam maupun gangguan proses dari luar proses alam, atau perubahan antropogenik yang terus menerus pada komposisi atmosfer ataupun pe nggun aan lahan (IPCC 2007; UNISDR 2009) Pesisir (Coastal) Daerah pertemuan darat dan laut, dengan batas darat dapat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih mendapat pengaruh sifatsifat laut, seperti angin laut, pasang surut, dan intrusi air laut. Ke arah laut, perairan pesisir mencakup bagian batas terluar dari daerah paparan benua yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat, seperti sedimentasi dan aliran air tawar (Dahuri et al. 1996) Keterbukaan (Exposure) Keterbukaan merupakan salah satu konsep dari kerentanan yang memiliki pengertian umum dalam hal tingka tan da n jangka waktu da ri suatu sistem berinteraksi dengan gangguan. Keterbukaan ini pada sebagian besar formulasi merupakan salah satu elemen pengembangan kerentanan. Keterbukaan merupakan sebuah atribut dari hubungan antara sistem dan gangguan (system and perturbation). Kepekaan (Sensitivity) Kepekaan adalah tingkatan dari suatu sistem yang dipengaruhi atau berhubungan dengan stimulus karena perubahan iklim Kepekaan merefleksikan respon dari suatu sistem terhadap pengaruh iklim (kenaikan muka laut) dan tingkat peruba han yang diakiba tka n oleh peruba han tersebut.
110 Kapas itas Adaptif (Adaptif Capacity) Adaptasi adalah penyesuaian oleh sistem alam atau manusia dalam merespon kondisi aktual dan iklim atau dampak dari perubahan iklim. Daya adaptasi adalah kemampuan dari sistem untuk menyesuaikan terhadap perubahan iklim (termasuk iklim yang berubah- uba h da n ekstrim) yang membuat po tensi dampak lebih moderat, mengambil manfaat atau untuk menga tasi ko nsekuensi dari perubahan tersebut.