4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe Purata kadar air (% ± SE) tempe dengan penambahan tepung belut dan variasi usar tempe berkisar antara 60,37 ± 1,74 % sampai dengan 62,64 ± 4,52 %. Hasil Uji BNJ 5% ternyata menunjukkan bahwa kadar airnya tidak berbeda secara bermakna. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Data Kadar Air Tempe (% ± SE) Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe Kontrol
1:2
1:3
1:4
Purata
60,85
60,37
61,57
62,64
±
±
±
±
±
SE
2,17
1,74
4,94
4,52
w = 1,80
a
a
a
a
Keterangan: * W = BNJ 5 % *Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukan antar perlakuan tidak berbeda secara bermakna, sedangkan angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan antar perlakuan berbeda bermakna. *Keterangan untuk perbandingan tersebut : Kontrol : tanpa tepung belut, usar tempe 0,2 gr 1 : 2 : tepung belut 0,2gr : usar tempe 0,4 gr 1 : 3 : tepung belut 0,2gr : usar tempe 0,6 gr 1 : 4 : tepung belut 0,2gr : usar tempe 0,8 gr (Keterangan di atas juga berlaku untuk Tabel 3, Tabel 4, Tabel 5, Tabel 6)
Kadar air pada semua perlakuan dikatakan sama, disebabkan pengukusan yang dilakukan sama semua, hanya 1 kali. Menurut Septania (2010), semakin banyak pengukusan yang dilakukan maka uap air yang dihasilkan akan semakin banyak dan semakin melunakkan kedelai, dan tentunya hal tersebut berimbas pada semakin tingginya kadar air tempe tersebut.
11
Gambar 1 Diagram Batang Kadar Air Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe Nilai kadar air yang didapat semuanya masih sesuai standar yang tertuang dalam SNI 3144:2009, yaitu kadar air maksimal dalam tempe adalah 65%, sehingga dapat dikatakan produk tempe ini baik, karena kadar air yang terlalu tinggi pada tempe dapat mempercepat ketengikan. Pada pembuatan tempe, yang turut mempengaruhi besarnya kadar air adalah proses pengukusannya. 4.2
Kadar Abu (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe Purata kadar abu (% ± SE) tempe dengan berbagai perbandingan antara tepung belut dan usar tempe berkisar antara 3,97 ± 0,02 % sampai dengan 5,36 ± 0,03 %. Hasil Uji BNJ 5% menunjukkan bahwa kadar abu dengan penambahan tepung belut dan variasi konsentrasi usar tempe ternyata berbeda secara bermakna. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Data Kadar Abu Tempe (% ± SE) Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe Kontrol
1:2
1:3
1:4
Purata
3,97
4,90
5,36
4,27
±
±
±
±
±
SE
0,02
0,01
0,03
0,03
w = 0.03
a
c
d
b
12
Dari Tabel 3 terlihat bahwa peningkatan kadar abu tempe tidak berbanding lurus dengan semakin banyaknya usar tempe yang digunakan, karena ternyata kadar abu yang tertinggi terdapat pada perbandingan 1 : 3 (tepung belut : usar tempe), yaitu sebesar 5,36 ± 0,03 %.
Gambar 2
Diagram Batang Kadar Abu Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe
Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa antara kontrol dengan perlakuan 1:4, terdapat peningkatan, antara perlakuan 1:4 dengan perlakuan 1:3 juga terdapat peningkatan, namun antara perlakuan 1:3 dengan 1:2 justru mengalami penurunan. Tempe mengandung mineral makro dan mikro dalam jumlah yang cukup. Jumlah mineral besi, tembaga, dan zink berturut-turut adalah 9,39; 2,87; dan 8,05 mg setiap 100 g tempe (Anonim1, 2011). Zat besi yang terdapat dalam tempe sebagia besar merupakan zat besi organik, yang terikat dengan protein dan zat organik lainnya. Menurut Astuti (2000), selama proses fermentasi protein terpecah menjadi asam amino bebas, peptida dan protein lainnya yang lebih sederhana, sehingga zat besi yang tadinya terikat pada protein terbebas. Hal itu diduga yang menyebabkan pada perbandingan 1:3 mengalami peningkatan kadar abu / mineral tertinggi dibanding perlakuan lainnya. Peningkatan kandungan mineral pada semua perlakuan (1:2 ; 1:3; & 1;4) disebabkan karena belut sendiri juga mengandung mineral yang beragam dan cukup tinggi, salah satunya adalah zat besi yaitu sebesar 20 mg/100 g (Astawan, 2008).
13
4.3
Kadar Protein (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe Purata kadar protein (% ± SE) tempe belut dengan penambahan tepung belut dan variasi konsentrasi usar tempe berkisar antara 11,72 ± 1,08 % sampai dengan 18,27 ± 0,90 %. Hasil Uji BNJ 5% dapat menunjukkan bahwa kadar protein dengan penambahan tepung belut dan variasi konsentrasi usar tempe ternyata berbeda secara bermakna. Dari Tabel 4 terlihat bahwa kadar protein tempe yang telah diberi tepung belut meningkat jika dibandingkan dengan kontrol (tempe yang hanya diberi usar tempe). Nilai kandungan protein yang terbesar terdapat pada perlakuan 1:3, yaitu 18,27 ± 0,90 %. Tabel 4 Data Kadar Protein Tempe (% ± SE) Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe Kontrol
1:2
1:3
1:4
Purata
11,72
16,51
18,27
15,187
±
±
±
±
±
SE
1,08
0,26
0,90
0,49
w = 0,70
a
c
d
b
Peningkatan nilai protein ini sesuai yang diharapkan, karena nilai kadar protein perbandingan 1:2 (16,51%) dan 1:3 (18,27%) ternyata telah sesuai standar yang telah ditetapkan dalam SNI 3144:2009, yaitu minimal 16%.
14
Gambar 3
Diagram Batang Kadar Protein Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe
Menurut Anglemier & Montgomery (1976), besarnya kadar air mengakibatkan lepasnya ikatan struktur protein, sehingga komponen protein terlarut dalam air. Selain itu, diduga karena saat proses pembuatan tempe, Rhizopus (usar tempe) menggunakan protein untuk metabolisme, sehingga nilai protein total yang terukur menurun, sedangkan asam amino bebasnya meningkat (Astuti, 2000). Peningkatan kadar protein yang tinggi pada tempe dikarenakan tepung belut yang ditambahkan saat proses pembuatan tempe memiliki kadar protein yang tinggi. Untuk belut mentah, nilai protein yang terkandung sangat tinggi yaitu sebesar 18,4 g/100 g, dimana nilai itu setara dengan nilai protein daging sapi (18,8 g/100g), dan lebih tinggi dari protein telur (Astawan, 2008). Dengan adanya penambahan tepung belut ini, diharapkan protein yang terkandung dalam tepung belut dapat menggantikan protein yang terdegradasi saat pembuatan tempe. Menurut Fellow (2000 lihat Suhendri, 2010) perlakuan pemanasan tempe saat pembuatan tempe dapat mendegradasi kandungan protein dan pati didalamnya. Tempe dengan penambahan tepung belut ini juga diharapkan dapat menggantikan peran daging bagi masyarakat ekonomi bawah dalam kehidupan sehari-hari.
15
4.4
Kadar Karbohidrat Total (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe Purata kadar karbohidrat total (% ± SE) tempe belut dengan penambahan tepung belut dan variasi konsentrasi usar tempe berkisar antara 1,87 ± 0,12 % sampai dengan 2,87 ± 0,03 %. Hasil Uji BNJ 5% dapat menunjukkan bahwa kadar karbohidrat dengan penambahan tepung belut dan variasi konsentrasi usar tempe ternyata berbeda secara bermakna (lihat Tabel 5). Tabel 5 Data Kadar Karbohidrat Tempe (% ± SE) Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe Kontrol
1:2
1:3
1:4
Purata
1,87
2,70
2,87
2,59
±
±
±
±
±
SE
0,12
0,06
0,03
0,02
w = 0,004
a
c
d
b
Desrosier (1988) menyebutkan bahwa ketika masa fermentasi, mikrobia pertama-tama menyerang karbohidrat. Hal tersebut diduga berdampak pada peningkatan kadar karbohidrat yang tidak begitu tinggi antara tempe komposisi perbandingan 1:4 jika dibandingkan dengan kontrol (lihat Gambar 4), karena pada komposisi perbandingan tersebut, usar tempe yang digunakan jumlahnya berlebih. Tampak juga bahwa kandungan karbohidrat total yang paling tinggi terdapat pada tempe dengan perbandingan 1:3 (tepung belut : usar tempe), dimana hal ini sama seperti pada 2 pengukuran sebelumnya (kadar abu & kadar protein). Dalam SNI 3144:2009 tidak terdapat standar untuk kadar karbohidrat tempe, tetapi pengukuran kadar karbohidrat tetap penting dlakukan karena pada makanan, karbohidrat turut menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur, dan lain - lain. Sedangkan dalam tubuh karbohidrat bermanfaat untuk mencegah timbulnya ketosis, kehilangan mineral, dan berguna untuk membantu metabolisme lemak dan protein (Winarno, 1992).
16
Gambar 4
4.5
Diagram Batang Kadar Karbohidrat Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe
Kadar Lemak (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe Purata kadar lemak (% ± SE) tempe dengan penambahan tepung belut dan variasi konsentrasi usar tempe tempe berkisar antara 5,30± 0,26 % sampai dengan 7,43 ± 0,17 %. Hasil Uji BNJ 5% dapat menunjukkan bahwa kadar lemak dengan adanya penambahan tepung belut dan variasi konsentrasi usar tempe ternyata berbeda secara bermakna (Tabel 6). Tabel 6. Data Kadar Lemak Tempe (% ± SE) Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe Purata ± SE w = 0,19
Kontrol
1;2
1;3
1;4
5,30 ± 0,26 5,49
6,12 ± 0,20 6,31
7,43 ± 0,17 7,62
6,83 ± 0,21 7,02
a
b
d
c
Dari Gambar 5, tampak bahwa peningkatan paling tinggi terjadi pada tempe dengan perbandingan 1:3 (tepung belut : usar tempe). Saat proses fermentasi, enzim lipase menghidrolisis triacylglycerol menjadi asam lemak bebas. Asam lemak tersebut kemudian digunakan sebagai sumber energi bagi Rhizopus. Hal ini yang diduga menyebabkan kadar lemak pada perbandingan 1:4 (tepung belut : usar tempe) lebih kecil jika dibandingkan perbandingan 1:3, karena jumlah ragi yang digunakan lebih banyak.
17
Gambar 5.
Diagram Batang Kadar Lemak Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe
Secara keseluruhan, peningkatan kadar lemak disebabkan karena kadar lemak yang terdapat dalam belut itu sendiri sudah tinggi, yaitu mencapai 27 g per 100 g. Namun, tidak semua lemak yang terkandung dalam belut merupakan lemak yang ‘jahat’, karena salah satunya ialah asam lemak tak jenuh omega 3. Omega 3 memiliki banyak sekali kegunaan dalam tubuh. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sukarsa (2004), asam lemak omega 3 yang diberikan ke mencit terbukti dapat menurunkan atau menstabilkan komponen – komponen serum darah. Tidak hanya itu, asam lemak omega 3 berpotensi untuk pencegahan dan pengobatan asma, artritis, migrain, dan beberapa jenis kanker yaitu prospat, payudara dan kolon (Koswara, 2010).
4.6
Organoleptik Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe 4.6.1 Tekstur Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe Hasil uji organoleptik terhadap tekstur tempe dengan penambahan tepung belut dan variasi konsentrasi usar tempe terhadap 25 panelis disajikan dalam Tabel 7.
18
Tabel 7
Analisa Tekstur Pada Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe Kontrol
1:2
1:3
1:4
Purata
3,76
3,08
2,92
3,04
±
±
±
±
±
SE
0,04
0,04
0,05
0,07
w = 0,04
c
b
a
b
*
Nilai: 1=amat sangat suka, 2= sangat suka, 3=agak suka , 4=biasa, 5=tidak suka, 6=amat tidak suka
Tekstur makanan adalah hasil atau rupa akhir dari makanan, mencakup warna tampilan luar, warna tampilan dalam, kelembutan makanan, bentuk permukaan pada makanan, keadaan makanan (kering, basah, lembab). Tekstur bahan akan mempengaruhi cita rasa suatu bahan makanan (Rizky dkk, 2011). Dari hasil penelitian, didapatkan nilai 3,76 untuk kontrol, dan nilai 3 untuk perbandingan 1:2, 1:3, dan 1:4 (Gambar 6).
Gambar 6. Diagram Batang Tekstur Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe Ternyata dengan adanya penambahan tepung belut pada tempe mengakibatkan peningkatan minat panelis terhadap tempe yang dihasilkan, terbukti dari penilaian 3 pada semua perbandingan yang bermakna ‘agak suka’. Perbedaan tingkat tekstur pada semua perbandingan juga kecil, dimana hal ini menandakan perbedaan jumlah usar tempe yang digunakan dalam proses pembuatan tidak banyak mempengaruhi tekstur tempe yang
19
dihasilkan. Tingkat tekstur tertinggi yang disukai panelis berada pada perbandingan 1:2 (tepung belut : usar tempe).
4.6.2. Aroma Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe Hasil uji organoleptik terhadap aroma tempe dengan penambahan tepung belut dan variasi konsentrasi usar tempe terhadap 25 panelis disajikan dalam Tabel 8. Tabel 8
*
Analisa Aroma Pada Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe Kontrol
1:2
1:3
1:4
Purata
3,56
3,16
2,80
3,20
± SE
± 0,05
± 0,04
± 0,05
± 0,06
w = 0,05
c
b
a
b
Nilai: 1=amat sangat suka, 2= sangat suka, 3=agak suka , 4=biasa, 5=tidak suka, 6=amat tidak
suka
Aroma merupakan salah satu faktor penting untuk menentukan mutu bahan makanan. Aroma yang kurang pada produk makanan menurunkan tingkat kesukaan konsumen (Munarso dan Jumali, 1998). Dari Tabel 8 juga dapat kita lihat bahwa tingkat kesukaan para panelis meningkat dengan adanya penambahan tepung belut dalam pembuatan tempe, dan mencapai puncak kesukaan pada perbandingan 1:3 (Gambar 7).
Gambar 7 Diagram Batang Aroma Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe
20
Hal ini menegaskan bahwa walaupun belut memiliki aroma yang cukup amis, ketika ditambahkan dalam membuat tempe, aroma amis itu hilang karena tertutup oleh aroma tempe itu sendiri, walaupun tidak sepenuhnya dan masih tersisa sedikit.
4.6.3 Rasa Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe Hasil uji organoleptik terhadap rasa tempe dengan penambahan tepung belut dan variasi konsentrasi usar tempe terhadap 25 panelis disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Analisa Rasa Pada Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe Purata
*
Kontrol
1:2
1:3
1:4
2,88
4,24
2,12
3,52
±
±
±
±
±
SE
0,04
0,05
0,03
0,06
w = 0,04
b
d
a
c
Nilai: 1=amat sangat suka, 2= sangat suka, 3=agak suka , 4=biasa, 5=tidak suka, 6=amat tidak
suka
Dari Tabel 9 dapat kita lihat bahwa tingkat kesukaan rasa para panelis berubah dengan adanya penambahan tepung belut pada tempe (Gambar 8)
Gambar 8 Diagram Batang Rasa Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe
21
Tingkat kesukaan rasa tertinggi berada pada komposisi perbandingan 1:3. Pada perbandingan 1:2, panelis menilai kesan yang muncul ‘biasa’. Hal ini diduga disebabkan karena penggunaan usar tempe yang jumlahnya sedang (lebih banyak dibanding kontrol, tetapi lebih sedikit dibandingkan komposisi perbandingan 1:3 & 1:4) sehingga tidak dapat menutup rasa asli belut itu sendiri. Bagi panelis yang menyukai belut tentunya juga suka dengan tempe ini, tetapi bagi panelis yang pada dasarnya tidak menyukai belut tentu hal tersebut menyebabkan berkurangnya tingkat kesukaan karena menurut Zainal (2005) individu mempunyai penilaian yang berlainan tehadap suatu rasa sehingga sulit untuk menyimpulkan secara objektif. Pada komposisi perbandingan 1:4, tingkat kesukaan panelis juga tidak tinggi. Hal ini diduga disebabkan pemakaian usar tempe yang banyak, sehingga mengakibatkan muncul rasa sedikit getir atau pahit pada tempe, tetapi sebagian panelis yang menyukai tempe pada komposisi perbandingan ini mengatakan tempe ini memiliki rasa yang ‘liat’ dan cukup nikmat untuk dimakan. 4.6.4 Warna Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe Hasil uji organoleptik terhadap warna/kenampakan tempe dengan penambahan tepung belut dan variasi konsentrasi usar tempe terhadap 25 panelis disajikan dalam Tabel 10. Tabel 10 Analisa Warna Pada Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe Kontrol
1:2
1:3
1:4
Purata
3.16
3.04
3.04
3.76
±
±
±
±
±
SE
0.0584
0.0444
0.0444
0.0439
b
a
a
c
w = 0,04 *
Nilai: 1=amat sangat suka, 2= sangat suka, 3=agak suka , 4=biasa, 5=tidak suka, 6=amat tidak suka
Penilaian pada suatu bahan makanan tentu tidak terlepas dari kenampakan bahan makanan itu sendiri. Menurut Winarno (1992),dalam penentuan mutu bahan makanan, sebelum faktor-faktor lain (cita rasa,
22
tekstur, dan nilai gizinya) dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan. Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan menyimpang dari warna yang seharusnya. Warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan. Dari grafik (Gambar 9), dapat dilihat bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap warna tempe dengan komposisi perbandingan 1:2 & 1:3 sama, dan berbeda tipis dengan kontrol. Untuk komposisi perbandingan 1:4 pun demikian, hanya berbeda tipis dengan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa adanya penambahan tepung belut pada tempe tidak banyak mempengaruhi warna/kenampakan pada tempe, sehingga dapat dapat dikonsumsi oleh panelis yang pada dasarnya menyukai belut maupun yang tidak.
Gambar 9
Diagram Batang Warna Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe
23