4. EFEK SINERGI ANTIBAKTERI BEBERAPA CAMPURAN METABOLIT BAL DENGAN MAG MINYAK KELAPA DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN Listeria monocytogenes ABSTRAK Enam jenis isolat bakteri asam laktat indigenus yang berasal dari berbagai jenis bahan pangan tradisio nal yaitu Lb. plantarum pi28 a (pikel), Lb. plantrum sa28 k (sauerkraut), Lb. plantarum kik (kecap ikan), Lb. brevis AE 1.6, Lb. acidophilus dan Lb. coryneformis (tempoyak) ditumbuhkan dalam MRS Broth, dan dicampurkan dengan MAG minyak kelapa dengan perbandingan 1:1. Aktivitas antibakteri campuran metabolit BAL-MAG minyak kelapa diuji terhadap L. monocytogenes (FNCC 0156), dengan menggunakan metode difusi sumur. Penentuan rasio yang memberikan aktivitas penghambatan maksimum dari campuran metabolit BAL-MAG minyak kelapa dilakukan dengan menerapkan delapan jenis rasio metabolit BAL-MAG minyak kelapa, yakni 40:1 (A); 20:1 (B); 10:1 (C); 5:1 (D); 5:2 (E); 5:3 (F); 5:4 (F) dan 5:5 (G). Hasil penelitian menunjukkan bahwa keenam jenis isolat BAL bersinergi dengan MAG minyak kelapa. Isolat yang paling kuat efek sinerginya adalah isolat Lb. plantarum kik. Hal ini diperlihatkan dengan tingginya zona hambat bakteri uji tersebut (31,12 mm), bila dibandingkan dengan kelima isolat lainnya. Kisaran diameter penghambatan masing-masing adalah Lb. acidophilus (26,09 mm), Lb. brevis AE 1.6 (25,84 mm), Lb. plantarum sa28 k (24,58 mm), Lb. plantarum pi28a (23,89 mm), dan Lb. coryneformis (23,20 mm). Aplikasi campuran metabolit BAL-MAG minyak kelapa yang terbaik diperoleh pada kisaran rasio 5:3. PENDAHULUAN Bakteri asam laktat merupakan kelompok bakteri yang mampu menghasilkan asam laktat sebagai produk utama disamping produk lain pada metabolisme karbohidrat (Frazier dan Westhof 1988). Bakteri asam laktat yang termasuk dalam kelompok bakteri gram positif, pada umumnya tidak membentuk spora, berbentuk batang dan tidak menghasilkan katalase (Salminen dan Wright 2004). Sebagai sumber energi utama adalah karbohidrat yang dapat difermentasi, maka heksosa didegradasi terutama menjadi asam laktat (homofermentatif) atau asam laktat dan produk lain seperti asam asetat, etanol, karbon dioksida, asam format dan asam suksinat (heterofermentatif). Selain menghasilkan asam organik, BAL juga telah dikenal mampu menghasilkan berbagai senyawa antibakteri . Peranan BAL dalam mengawetkan bahan pangan telah banyak diteliti diantaranya oleh Jenie et al. (1999, 2000), Mariani (2002) dan Wydyastuti (2002) terutama terhadap produk perikanan dan buah segar olah minimal. Penggunaan metabolit BAL terhadap
ikan peda kering mampu menekan pertumbuhan bakteri patogen (S. aureus ) sebesar 2 unit log, sedangkan terhadap P. fluorescens sebesar 4 unit log (Jenie et al. 2000). Demikian pula terhadap buah segar seperti Mariani (2002) pada buah melon, Rahmadi (2002) pada buah apel manalagi yang mampu menekan pertumbuhan bakteri S. aureus, E. coli dan L. monocytogenes sebesar 0,5-2 satuan log. Smith et al. (2005) melaporkan kemampuan dari bakteri asam laktat dalam mereduksi E. coli O157:H7 sebesar 1,5 log cycle dan Salmonella 3 log cycle pada daging sapi selama penyimpanan 12 hari pada suhu penyimpanan 5
o
C. Meskipun BAL memiliki aktivitas antibakteri yang tinggi
dalam menghambat pertumbuhan bakteri namun penggunaan asam-asam organik dari BAL pada sistem pangan membatasi aplikasinya karena rasanya yang asam. Untuk mengatasi hal tersebut, maka dibutuhkan suatu senyawa yang tidak hanya bersifat sebagai antibakteri tetapi dapat pula mereduksi rasa asam dari metabolit BAL. Sebagai contoh, penggabungan metabolit BAL dengan monoasilgliserol (MAG) minyak kelapa diharapkan dapat mereduksi rasa asam dan dapat meningkatkan penghambatannya terhadap mikroba patogen, serta aplikasinya pada pengolahan pangan menjadi lebih luas. MAG minyak kelapa yang pada awalnya hanya dikenal sebagai emulsifier ternyata juga memiliki sifat antimikroba (Wang et al. 1993; August 2000; dan Indryati 2004). Mappiratu 2002) menemukan adanya efek antimikroba dari MAG minyak kelapa terhadap berbagai jenis bakteri patogen diantaranya Vibrio cholerae, B. cereus, dan L. monocytogenes. Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa aktivitas antimikroba dari campuran asam laktat dan monolaurin lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaannya secara tunggal. Oh dan Marshall (1994) menemukan adanya efek sinergi dari monolaurin dengan asam-asam organik seperti asam laktat, asam asetat dan asam benzoat dalam menghambat pertumbuhan L. monocytogenes. Penggunaan asam laktat dan monolaurin menyebabkan penurunan jumlah sel L. monocytogenes sebesar 2 unit log dari campuran monolaurin 0,72 mM dan asam laktat 1,44 mM. Apabila monolaurin digunakan secara tunggal pada konsentrasi 0,72 mM hanya mampu mereduksi sebesar 0,5 unit log, sedangkan penggunaan asam laktat pada konsentrasi 1,44 mM hanya mampu mereduksi L. monocytogenes sebesar 1 unit log pada produk udang selama penyimpanan 20 hari pada penyimpanan suhu refrigerator 4 o C. Penggunaan kombinasi asam laktat dan monolaurin
sangat potensial dalam mengontrol Clostridia dan L. monocytogenes pada produk daging sapi dalam microwave (Unda et al. 1994). Dalam penelitian ini digunakan sebagai mikroba uji L. monocytogenes berdasarkan laporan beberapa hasil penelitian diantaranya Blaszyik et al. (1998), Oh dan Marshall (1994) serta Mappiratu et al. (2002) menggunakan L. monocytogenes sebagai bakteri uji dalam penggunaan monolaurin dan MAG minyak kelapa maupun gabungan dari monolaurin dan asam organik. Selain itu L. monocytogenes juga sering ditemukan pada produk pangan meskipun disimpan pada suhu rendah. Penelitian ini bertujuan untuk melihat efek sinergi dari beberapa jenis metabolit BAL dengan MAG minyak kelapa dalam menghambat L. monoasilgliserol, serta menentukan rasio dari metabolit BAL terpilih dengan MAG minyak kelapa yang menghasilkan
diameter
penghambatan
maksimum
terhadap
pertumbuhan
L.
monocytogenes. METODOLOGI Bahan dan Alat Isolat bakteri asam laktat yang digunakan adalah Lb. plantarum pi28a (pikel), Lb. plantarum sa28 k (sauerkraut), Lb. plantarum kik (kecap ikan), dan Lb. Coryneformis dan Lb. Brevis 1,6 yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB sedangkan Lb. acidophilus diperoleh dari Pusat Antar Universitas (PAU) UGM. MAG minyak kelapa diperoleh dari Laboratorium Agroindustri Fakultas Pertanian Universitas Tadulako Palu (Sula wesi Tengah). Bakteri uji yang digunakan adalah L. monocytogenes yang diperoleh dari Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi UGM. Semua media mikrobiologi diperoleh dari Oxoid Ltd, sedangkan peralatan berupa inkubator, sentrifus, oven, dan alat-alat gelas diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia Pangan IPB. Persiapan kultur bakteri uji (L.monocytogenes) Sebanyak satu ose bakteri dari stok agar miring diinokulasikan ke dalam medium nutrien broth (NB) dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 o C. Selanjutnya sebanyak 1 ml kultur bakteri ditambahkan ke dalam 9 ml media NB dan diinkubasikan selama 24
jam pada suhu 37
o
C. Kultur bakteri uji sebanyak 106 CFU/ml digunakan dalam uji
antimikroba BAL, MAG minyak kelapa maupun campuran BAL-MAG minyak kelapa. Produksi metabolit bakteri asam laktat Produksi metabolit BAL dipersiapkan secara bertahap dengan mengikuti metode Jenie et al. (2000) sebagai berikut: Kultur BAL sebanyak 1 ml diambil dari masingmasing kultur stok dan diinokulasikan ke dalam 9 ml MRS Broth, kemudian diinkubasi pada suhu 37 o C selama 2 hari. Sebanyak 4% kultur BAL tersebut diinokulasikan ke dalam media steril MRSB yang dimodifikasi dengan 2% glukosa, 2% ekstrak khamir, 2% tripton dan 1% tween 80, selanjutnya diinkubasi selama 2 hari pada suhu 37 o C. Produk fermentasi dipisahkan dari massa sel dengan cara sentrifus pada 10.000 rpm selama 15 menit. Supernatan yang terbentuk dipisahkan dari endapan dengan menyaring menggunakan kertas saring whatman ukuran 0,22 µm, kemudian diambil untuk dicampur dengan MAG minyak kelapa dengan perbandingan 1 : 1 atas dasar v/v. Penentuan konsentrasi MAG minyak kelapa dalam larutan alkohol Agar MAG minyak kelapa dapat bercampur dengan metabolit BAL, maka sebelumnya MAG minyak kelapa dilarutkan dengan alkohol 98%. Konsentrasi yang digunakan adalah konsentrasi MAG minyak kelapa yang memberikan aktivitas optimal. Alkohol 98% digunakan karena disamping berperan sebagai pelarut yang tidak memilki aktivitas antimikroba juga cukup aman diaplikasikan pada bahan pangan dan tidak meninggalkan residu. Seleksi Kultur BAL yang Bersinergi dengan MAG Minyak Kelapa Enam isolat BAL yang telah disebutkan sebelumnya diseleksi kemampuannya untuk bersinergi dengan MAG minyak kelapa.
Produk metabolit BAL yang telah
dipersiapkan sebelumnya dicampur dengan MAG minyak kelapa dengan perbandingan 1 : 1 (v/v). Selanjutnya
campuran
yang
dihasilkan
diuji
aktivitas
antibakterinya
menggunakan metode difusi sumur (Carson dan Riley 1995). Supernatan yang dihasilkan juga diukur pH, konsentrasi asam laktat, dan
komposisi asam-asam organik
menggunakan HPLC, serta bakteriosin menggunakan metode difusi sumur (Carson dan Riley 1995), dan hidrogen peroksida (kualitatif). Penentuan rasio metabolit BAL-MAG minyak kelapa Untuk mengetahui rasio campuran metabolit BAL-MAG minyak kelapa yang memberikan penghambatan tinggi terhadap L. monocytogenes, diterapkan berbagai rasio campuran metabolit BAL-MAG yaitu: 40:1 (A); 20:1 (B); 10:1 (C); 5:1 (D); 5:2 (E). Metabolit BAL yang digunakan adalah metabolit BAL terseleksi hasil penelitian sebelumnya. Aktivitas penghambatannya terhadap bakteri uji diamati menggunakan metode difusi sumur (Carson dan Riley 1995). Rasio campuran metabolit BAL-MAG minyak kelapa yang memberikan aktivitas penghambatan tertinggi, digunakan untuk penelitian tahap selanjutnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan konsentrasi MAG dalam larutan alkohol Tahap ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi MAG dalam alkohol sebagai pelarut
yang
memberikan
aktivitas
tinggi
dalam
menghambat
pertumbuhan
L.monocytogenes dan untuk mendapatkan konsentrasi MAG terpilih untuk digunakan pada campuran metabolit BAL-MAG. Untuk pengujian selanjutnya. Konsentrasi MAG yang akan digunakan adalah konsentrasi terendah dengan penghambatan optimal berdasarkan analisis statistik. Berdasarkan hasil uji statistik pada konsentrasi 0-70 % MAG dalam alkohol memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) (Lampiran 22). Uji Duncan menunjukkan penghambatan MAG pada konsentrasi 30 -70 % dalam alkohol terhadap L.monocytogenes tidak berbeda nyata. Oleh sebab itu konsentrasi MAG 30% dalam alkohol dipilih untuk digunakan dalam pengujian selanjutnya (lampiran 1).
16 Diameter penghambatan (mm)
14 12 10 8 6 4 2 0 -10 -2 0
10
20
30
40
50
60
70
80
Konsentrasi MAG dalam alkohol
Gambar 4.1. Diameter penghambatan MAG minyak kelapa dalam berbagai konsentrasi alkohol Berdasarkan pengujian larutan MAG dalam alkohol pada berbagai konsentrasi 070% diperoleh bahwa MAG dalam pelarut alkohol menunjukkan pola yang relatif sama, dimana makin tinggi konsentasi MAG dalam alkohol semakin tinggi pula aktivitas penghambatannya. Pada gambar 4.1 terlihat bahwa konsentrasi 60 % MAG dalam alkohol menunjukkan aktivitas penghambatan yang optimum sebab jika konsentrasi ditingkatkan menunjukkan peningkatan yang lebih kecil dibanding dengan peningkatan penghambatan pada konsentrasi 10 -60%. Menurut Fardiaz et al. (1989) efektifitas dari senyawa antimikroba dipengaruhi oleh konsentrasi dimana semakin besar konsentrasi antimikroba semakin besar pula jumlah senyawa antimikroba yang berdifusi ke dalam medium agar sehingga diharapkan diameter penghambatannya juga makin meningkat. Namun demikian aktivitas antimikroba tergantung pada laju difusi dari senyawa antimikroba. Penentuan isolat BAL yang bersinergi kuat dengan MAG minyak kelapa Tahapan ini bertujuan untuk menentukan satu jenis isolat bakteri asam laktat yang unggul dalam memberikan efek sinergi tinggi terhadap MAG minyak kelapa yang ditandai dengan aktivitas penghambatan tertinggi. Pengaruh penggunaan campuran kultur bakteri asam laktat dan monoasilgliserol minyak kelapa terhadap pertumbuhan L.
monocytogenes dibandingkan dengan penggunaan masing- masing kultur bakteri asam laktat maupun monoasilgliserol secara tunggal dapat dilihat pada Gambar 4.2 dan 4.3. Aktivitas penghambatan pada masing- masing isolat BAL secara tunggal diperoleh dari diameter terkecil ke yang terbesar diperoleh: Lb. plantarum pi28a sebesar 9,18 mm; Lb. plantarum sa 28k sebesar 9,24 mm; Lb. coryneformis sebesar 10,05; Lb.plantarum kik sebesar 12,98 mm; Lb. brevis sebesar 13,12 mm dan Lb.acidophilus sebesar 13,45 mm sedangkan MAG diperoleh sebesar 11,94 mm. Bila penghambatan dari masingmasing isolat BAL dijumlah dengan penghambatan dari MAG minyak kelapa diperoleh hasil masing-masing untuk Lb. plantarum pi28a + MAG (21,12 mm); Lb. plantarum sa 28k+MAG (21,18 mm); Lb. coryneformis +MAG (21,99 mm); Lb.plantarum kik + MAG (24,92 mm); Lb. brevis + MAG (25,06 mm); dan Lb.acidophilus + MAG (25,39 mm). Namun setelah dicampur dengan MAG diperoleh data sebagai berikut : Lb. plantarum pi28a + MAG (23,89 mm); Lb. plantarum sa 28k + MAG (24,58 mm); Lb. coryneformis + MAG (23,20 mm); Lb.plantarum kik + MAG (31,12 mm); Lb. brevis + MAG (25,84 mm); dan Lb.acidophilus + MAG (26,09 mm). Data tersebut di atas menunjukkan aktivitas penghambatan kultur BAL dan MAG lebih efektif dalam bentuk campuran dibandingkan dalam bentuk tunggal atau dapat dikatakan bahwa terjadi efek sinergi antara metabolit BAL dengan MAG minyak kelapa. Hal ini sejalan dengan pernyataan Paster et al.( 2002) bahwa efek sinergi dari suatu senyawa antimikroba adalah campuran dari dua jenis atau lebih senyawa yang akan memberikan aktivitas penghambatan yang lebih besar dibanding dengan jumlah kumulatif dari campuran kedua antimikroba tersebut. Secara berurutan efek sinergi metabolit BAL-MAG minyak kelapa terhadap bakteri uji dari diameter terkecil ke terbesar adalah MAG-sa28k, MAG-pi28a dan MAG-coryneformis. MAG-brevis, MAGacidophilus, dan MAG-kik. Efek sinergi ini mampu meningkatkan aktivitas antibakteri dengan diameter penghambatan dari 9,19-13,45 mm menjadi 23,2-31,12 mm atau 2-3 kali lipat lebih besar dari pada penggunaan tunggal (Gambar 4.4, serta Lampiran 2 dan 3).
1
4 5
2
7
3 6
Gambar 4.2. Diameter penghambatan penggunaan tunggal metabolit (1) coryneformis; (2) sa28k; (3) MAG; (4) pi28a ; (5) kik; (6)acidophilus; (7) Brevis terhadap L. Monocytogenes
1
5
5
6
1
6
2 2
3 3 4
4
Gambar 4.3. Diameter penghambatan penggunaan campuran metabolit (1) kik-MAG; (2) pi 28a + MAG; (3) coryneformis + MAG (4) acidophilus +MAG; (5) sa28k +MAG ; (6) brevis + MAG
terhadap L.monocytogenes
Da i meterpenghambatan(mm)
35 30
MAG + kik
MAG + acidophilus MAG + brevis MAG + pi28a
25
MAG + sa28k MAG + coryneformis
20 15 10
acidophilus MAG
brevis MAG
MAG
kik
MAG pi28a
MAG
MAG
sa28k coryneformis
5 0
Gambar 4.4. Aktivitas antibakteri MAG minyak kelapa dan metabolit BAL serta campuran metabolit BAL-MAG minyak kelapa terhadap L. monocytogenes. Berdasarkan hasil analisis statistik aktivitas antibakteri dari semua isolat BAL berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap bakteri uji. Uji Duncan menunjukkan aktivitas antibakteri dari metabolit Lb. brevis AE 1,6, Lb. acidophilus dan Lb. plantarum kik tidak menunjukkan perbedaan nyata dalam menghambat bakteri uji. Demikian pula antara Lb. plantarum pi28 dengan Lb. plantarum sa 28k tidak menunjukan perbedaan nyata, namun jik a dibandingkan dengan penghambatan dari Lb. plantarum coryneformis menunjukkan perbedaan yang nyata, dimana Lb. plantarum coryneformis memiliki penghambatan yang lebih besar dibanding dengan Lb. plantarum pi28 dan Lb. plantarum sa 28k. Pada Gambar 4.4 terlihat bahwa Lb. brevis AE 1.6 dan Lb. acidophilus memiliki daya hambat yang lebih besar dibanding dengan keempat BAL lainnya. Perbedaan ini diduga terkait dengan produk metabolit dari masing- masing isolat BAL yang dihasilkan selama metabolisme glukosa. Lb. brevis AE 1.6 dan Lb. acidophilus tergolong bakteri asam laktat yang bersifat obligat heterofermentatif (Salminen dan von Wright 2004), sedangkan Lb. plantarum bersifat homofermentatif. Produk metabolit dari BAL yang bersifat heterofermentatif adalah asam asetat, asam laktat, bakteriosin, CO2 dan etanol. Bakteri homofermentatif mampu mengubah 95% glukosa atau heksosa lain menjadi asam laktat dan sejumlah kecil asam-asam volatil. Jay (1996) menyatakan bahwa BAL homofermentatif memproduksi asam laktat sebagai produk utama atau dalam jumlah
yang besar pada produk hasil fermentasi glukosa, sedangkan BAL heterofermentatif selain memproduksi laktat, juga menghasilkan CO2 , bakteriosin dan etanol dari metabolisme heksosa. Penghambatan yang tinggi dari kedua kultur BAL, yakni Lb. brevis AE 1.6 dan Lb. acidophilus pada penggunaan tunggal dibanding dengan keempat kultur BAL lainnya adalah selain karena kandungan asam organiknya, juga karena adanya komponen lain seperti bakteriosin yang dihasilkan oleh kedua BAL tersebut. Hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa campuran Lb. plantarum kik dan MAG minyak kelapa memiliki efek penghambatan terbesar bila dibanding dengan kelima (5) isolat BAL lainnya. Meskipun diameter penghambatan terbesar diperoleh pada Lb. acidophilus dan Lb. brevis AE 1.6 pada penggunaan tunggal, namun jika penggunaannya dicampur dengan MAG minyak kelapa aktivitas penghambatannya lebih rendah bila dibanding dengan Lb. plantarum kik, akan tetapi masih lebih tinggi dibandingkan dengan ketiga (3) isolat lainnya. Tingginya efek sinergi yang dihasilkan pada isolat bakteri asam laktat Lb. plantarum kik diduga disebabkan karena produksi asam laktat dan asam sitrat yang relatif lebih tinggi serta adanya sinergi dari asam-asam organik lainnya dibandingkan pada isolat-isolat lainnya. Hal ini membuktikan bahwa yang berperan dalam aktivitasnya sebagai antibakteri dari semua isolat tersebut umumnya bersumber dari asam organik. Hal ini ditunjukkan pula pada pengujian sebelumnya terhadap kemungkinan adanya komponen lain seperti bakteriosin dengan meningkatkan pH metabolit menjadi pH netral (pH 7) lalu diuji dengan difusi sumur. Semua isolat tidak memperlihatkan penghambatan terhadap bakteri uji kecuali pada Lb. acidophilus dan Lb.brevis 1,6. Menurut Jin et al. (1996) pengujian peranan asam lipofilik sebagai senyawa antimikroba, dapat dilakukan melalui penambahan alkali hingga sampel mempunyai pH netral lalu dilanjutkan dengan pengujian aktivitas antibakteri. Adanya asam organik berupa asam laktat dan asam sitrat dalam jumlah yang tinggi maupun asam organik lain pada metabolit Lb. plantarum kik dapat menghambat sel bakteri karena kelarutannya dalam bentuk tidak terdisosiasi di dalam larutan sehingga lebih mudah dapat berpenetrasi ke dalam membran. Pada pH intraseluler (pHi) yang tinggi, asam ini akan berdisosiasi dan menghasilkan ion hidrogen atau proton (H+). Bila
jumlah asam yang tidak terdisosiasi banyak yang masuk ke dalam sel, maka jumlah proton yang dihasilkan juga akan semakin banyak. Jumlah proton yang berlebihan dapat mempengaruhi integritas membran sitoplasma dan terjadi pengasaman sel. Akibatnya akan terjadi denaturasi protein, yang akan merusak membran sitoplasma (Yuk et al. 2005). Hal ini dapat menyebabkan gangguan pada sistem metabolisme seperti penghambatan transport substrat, penghambatan proses produksi energi dan sintesis makromolekul (Ray 2001). Penghambatan yang tinggi dari gabungan metabolit terhadap semua kultur BAL dan MAG minyak kelapa, bukan hanya diperankan oleh adanya sinergi dari asam-asam organik yang terdapat dalam metabolit BAL terutama asam laktat tetapi juga adanya efek sinergi dari asam lemak terutama monokaprilin, monokaprat dan monolaurin yang juga termasuk asam lipofilik. Asam organik termasuk asam laktat merupakan asam lemah yang lebih mudah masuk ke dalam sel mikroba melalui dinding sel mikroorganisme yang akan menurunkan pH sitoplasma dan menghambat aktivitas dari sel bakteri. Penghambatan ini akan menjadi lebih besar dengan adanya efek dari MAG minyak kelapa yang dengan mudah menembus membran sitoplasma melalui interaksi dengan komponen fosfolipid, dan menghambat aktivitas enzim yang terlibat dalam produksi energi dan transpor nutrisi. Tingginya efek penghambatan pada campuran Lb. plantarum kik dengan MAG minyak kelapa dibanding dengan isolat BAL lainnya diperkirakan karena selain konsentrasi asam laktat juga kandungan asam sitrat yang relatif lebih tinggi dibanding dengan kelima isolat lainnya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian dari Blaszyk et al. (1998) yang menyatakan adanya efek sinergi dari asam sitrat dengan monolaurin pada konsentrasi 0,01% monolaurin dan asam sitrat 0,2% pada suhu 7 o C mampu menurunkan pertumbuhan L. monocytogenes pada tingkat yang tidak terdeteksi. Efek sinergi dari asam oganik (asam laktat) dan MAG minyak kelapa di duga karena kedua senyawa tersebut memiliki sifat yang hampir sama dalam aktivitasnya sebagai senyawa antimikroba. Sifat antimikroba dari MAG minyak kelapa ditunjukkan oleh sifat yang tidak mudah terdisosiasi dan memiliki gugus yang bersifat lipofilik (Davidson dan Branen
1994), sedangkan sifat antimikroba dari asam organik juga
disebabkan oleh sifat tidak terdisosiasi yang dapat menurunkan pH sitoplasma. Sifat tidak
terdisosasi dari ke dua antimikroba inilah yang memudahkan senyawa antimikroba ini menembus dinding sel bakteri untuk selanjutnya masuk ke dalam membran sel, mempengaruhi pH sitoplasma dan aktivitas enzim maupun proses metabolisme di dalam sel bakteri. Hasil penelitian ini sejalan dengan temuan Oh dan Marshall (1994) yang menyatakan adanya efek sinergi dari asam laktat dengan monolaurin yang mampu mereduksi L. monocytogenes sebesar 2 unit log pada udang selama penyimpanan 20 hari pada suhu 4 o C. Pada penggunaan monolaurin secara tunggal hanya mampu menekan jumlah L. monocytogenes sebesar 0,5 unit log dan 1 unit log pada penggunaan asam laktat selama penyimpanan yang sama. Pada kultur Lb. acidophilus dan Lb. brevis AE 1,6 secara tunggal terlihat adanya efek penghambatan yang lebih besar dibandingkan dengan Lb. plantarum kik, dan jika penggunaannya dicampur MAG minyak kelapa memberikan penghambatan yang lebih kecil. Hal ini diduga karena produk metabolit yang dihasilkan dari Lb. acidophilus dan Lb. brevis AE 1,6 tidak hanya berupa asam-asam organik seperti laktat, asetat dan sitrat, tetapi juga menghasilkan komponen lain yang dapat mempengaruhi aktivitas antimikroba dari monoasilgliserol. Mengingat bahwa Lb. acidophilus dan Lb. brevis merupakan BAL yang bersifat heterofermentatif, Lb. plantarum kik sebaga i bakteri asam laktat yang bersifat homofermentatif lebih banyak memproduksi asam organik terutama asam laktat. Menurut Adams dan Moss (1995) BAL heterofermentatif mempunyai kemampuan untuk menghambat mikroorganisme lain karena menghasilkan metabolit berupa asam organik, hidrogen peroksida, etanol, dan bakteriosin. Pada kelompok homofermentatif akan di hasilkan jumlah asam laktat dalam jumlah yang lebih tinggi dibanding dengan heterofermentatif. Dalam penelitian ini rendahnya penghambatan yang diperoleh pada kedua kultur bakteri asam laktat ketika digabungkan dengan MAG minyak kelapa diduga karena adanya senyawa atau komponen lain yang menghalangi aktivitas antimikroba dari MAG minyak kelapa, seperti kandungan bakteriosin didalam metabolit dari kedua jenis kultur bakteri asam laktat tersebut. Menurut Shibasaki (1982) aktivitas antimikroba MAG minyak kelapa dalam bahan pangan yang berkadar pati atau protein tinggi akan mengalami penurunan, karena
terjadinya reaksi pembentukan senyawa kompleks, yang menyebabkan penurunan gugus hidroksil (gugus hidrofilik) dari MAG minyak kelapa. Lebih lanjut Kabara et al. (1994) menyatakan bahwa salah satu sifat antimikroba dari asam lemak dan turunannya disebabkan karena adanya gugus hidroksil. Hal inilah yang diduga menjadi penyebab berkurangnya aktivitas antimikroba dari kultur Lb. brevis dan Lb. acidophilus ketika dicampur dengan MAG minyak kelapa sebagai senyawa antimikroba, karena terjadi penurunan jumlah gugus hidroksil. Penelitian ini sejalan dengan yang dilaporkan oleh Endrakasih (2005) yang menyatakan protein antibakteri (bakteriosin) yang membentuk kompleks dengan lipida akan menurunkan aktivitas biologisnya sehingga kemampuannya dalam menghambat pertumbuhan bakteri berkurang.
Hoffman et al. (2001) menemukan adanya efek
penghambatan yang rendah dari gabungan asam laurat dengan nisin terhadap bakteri Salmonella Typhimurium bila dibandingkan dengan gabungan EDTA dan asam laurat. Asam laurat adalah jenis asam lemak yang mendominasi MAG minyak kelapa, sedangkan nisin adalah merupakan senyawa protein dari kelompok bakteriosin. Produksi Senyawa Antimikroba Untuk mengetahui senyawa yang memiliki aktivitas antimikroba dalam metabolit dari ke enam BAL yang digunakan dilakukan pengujian terhadap kadar asam, bakteriosin maupun terhadap hidrogen peroksida. Kandungan asam-asam organik dalam metabolit BAL dilakukan dengan menggunakan HPLC, uji bakteriosin dengan difusi sumur (Delgado et al. 2000) dan hidrogen peroksida (kualitatif) dengan melihat ada tidaknya gas yang diproduksi. Berdasarkan hasil analisis terhadap kandungan asam-asam organik dalam metabolit BAL diperoleh hasil sebagaimana yang terdapat dalam tabel 4.1. Berdasarkan hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa ke enam BAL yang digunakan menghasilkan asam – asam organik yang diketahui memiliki aktivitas antimikroba terhadap L.monocytogenes. Hal ini diperlihatkan dengan adanya areal penghambatan terhadap bakteri uji di sekitar sumur yang diberi supernatan dari metabolit BAL pada lubang sumur (Lampiran 2). Perbedaan kandungan asam-
Tabel 4.1 Kandungan asam-asam organik berbagai metabolit isolat BAL Hasil pengujian dengan HPLC Jenis asam organik
Jenis isolat
Asetat
Lb. acido 0,108
Lb. plant Kik 0,063
Lb. plant brevis 0,391
Propionat
0,082
0,088
0.086
Laktat
1,010
1,250
Oksalat
0,065
Malat Sitrat
Lb. coryne 0,068
Lb. plant Sa28k 0,065
Lb. plant Pi28a 0,064
0,061
0,081
0,068
1,000
0,890
0,950
0,910
0,048
0,042
0,052
0,320
0,082
0,024
0,020
0,018
0,058
0,020
0,017
0,038
0,140
0,056
0,038
0,064
-
asam organik dari masing- masing BAL menunjukkan perbedaan dalam kemampuannya menghambat L. monocytogenes, BAL yang mengandung kadar asam laktat yang tinggi menghasilkan diameter penghambatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan BAL lain dengan kadar asam laktat yang lebih rendah. Untuk menguji aktivitas penghambatan dari bakteriosin dalam supernatan, maka efek penghambatan oleh asam organik dalam supernatan yang digunakan dalam pengujian aktivitas antimikroba dihilangkan terlebih dahulu dengan menambahkan NaOH sampai pH supernatan menjadi netral. Hasil pengujian isolat terhadap bakteriosin (pH netral) yang dilakukan dengan difusi sumur, dimana menunjukkan bahwa semua isolat tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap L. monocytogenes, kecuali pada Lb. acidophilu s dan Lb.brevis. Penghambatan dari semua isolat tersebut disebabkan oleh asam laktat kecuali pada Lb. acidophilus dan Lb.brevis yang tidak hanya diakibatkan karena kemampuannya dalam memproduksi asam tetapi juga karena poduksi bakteriosin. Tidak ditemukannya aktivitas penghambatan pada hampir semua isolat yang digunakan dalam penelitian ini diduga karena isolat- isolat tersebut tidak memproduksi bakteriosin atau menghasilkan bakteriosin tapi tidak mampu menghambat bakteri uji. Marugg (1991) menyatakan bahwa bakteriosin yang diproduksi Lactobacillus memiliki aktivitas antimikroba yang spesifik, sedangkan
Tabel 4.2. Diameter penghambatan beberapa metabolit BAL pada pH Supernatan dan pH Supernatan yang dinetralkan Diameter penghambatan (mm) metabolit BAL Jenis BAL
pH Supernatan
pH Supernatan yang dinetralkan (pH 7)
Lb.plantarum kik Lb.brevis 1,6 Lb.plantarum pi28a Lb.plantarum sa28k Lb.acidophilus Lb.coryneformis
12,98 13,12 9,19 9,24 13,45 10,05
0 6,72 0 0 7,13 0
Diaz et al. (1993) yang telah menseleksi 26 galur L. plantarum dari fermentasi buah zaitun hijau menyatakan bahwa plantarisin S yang dihasilkan oleh L. plantarum dapat menghambat Leoconostoc mesentroides dan Streptococus
tetapi tidak menghambat
bakteri Bacillus dan L. monocytogenes. Pengujian produksi hidrogen peroksida hanya dilakukan secara kualitatif sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu terhadap isolat yang sama, yakni Lb. plantarum oleh Idawati (1996), Solihati (1995) dan Lee (1995) diperoleh hasil sekisar 7,92-15,81 µg/ml pada media pepton setelah dua hari inkubasi. Sementara Price dan Lee (1970) menemukan konsentrasi hidrogen peroksida bersifat bakteriosidal pada konsentrasi 25-33 µg/ml. Pengaruh rasio metabolit BAL-MAG minyak kelapa terhadap efek sinergi Untuk mengetahui rasio campuran metabolit BAL-MAG yang menghasilkan penghambatan yang maksimum, diterapkan delapan tingkatan rasio campuran metabolit BAL-MAG, yaitu 40:1 (A); 20:1 (B); 10:1 (C); 5:1 (D); 5:2 (E); 5:3 (F); 5:4 (G) dan 5:5 (H). Analisis statistik menunjukkan bahwa rasio campuran metabolit Lb. plantarum kik MAG minyak kelapa terhadap bakteri uji memberikan perbedaan yang sangat nyata pada P<0,01 (Lampiran 26). Pengamatan aktivitas antimikroba campuran metabolit BAL-MAG minyak kelapa pada berbagai rasio (Gambar 4.5 dan lampiran 4) cenderung mengalami peningkatan
dengan menurunnya rasio campuran metabolit BAL dan MAG minyak kelapa atau semakin efektif pada rasio 5:3 sampai 5:5. Peningkatan aktivitas antibakteri metabolit BAL-MAG minyak kelapa pada rasio antara 40:1 dan
20:1 tidak berbeda nyata,
demikian pula antara 10:1 dan 5:2 serta antara 5:3 dan 5:5. Pada rasio 20:1 dengan 10:1 dan 5:2 dengan 5:3 terjadi peningkatan yang cukup berarti (Lampiran 26). Berdasarkan pola peningkatan aktivitas tersebut dapat diduga bahwa aktivitas antimikroba campuran metabolit BAL-MAG akan meningkat pada penurunan rasio campuran metabolit BALMAG lebih rendah dari 5:5. Berdasarkan pola peningkatan aktivitas antimikroba campuran metabolit BAL-MAG minyak kelapa yang tidak berbeda antara 5:3 dan 5:5, dipilih rasio campuran metabolit BAL-MAG minyak kelapa 5:3 sebagai rasio terseleksi yang akan digunakan pada penelitian selanjutnya. Hasil penelitian ini sejalan dengan temuan Blaszyk et al. (1998) yang melaporkan daya penghambatan pertumbuhan bakteri L. monocytogenes lebih rendah pada penggunaan 0,01% monolaurin dan 0,2% asam sitrat atau rasio asam sitrat/monolaurin 20:1 dibandingkan pada penggunaan 0,025% monolaurin dan 0,2% asam sitrat atau pada rasio asam sitrat/monolaurin 8:1 (v/v).
Oh dan Marshall (1994) juga menemukan
penurunan jumlah L. monocytogenes pada produk udang yang lebih rendah pada penggunaan rasio asam laktat/monolaurin yang lebih tinggi.
Diameter penghambatan (mm)
35 30 25 20 15 10 5 0 40:1
20:1
10:1
5:1
5:2
5:3
5:4
5:5
Rasio metabolit Lb. plantarum kik -MAG minyak kelapa
Gambar 4.5. Aktivitas antimikroba campuran metabolit Lb.plantarum kik-MAG minyak kelapa pada berbagai rasio terhadap L. monocytogenes
Menurut Davidson dan Branen (1994) polaritas suatu senyawa antimikroba merupakan sifat fisik yang penting, karena sifat ini akan menyebabkan senyawa antimikroba dapat larut dalam fase cair yang merupakan tempat hidup mikroba, meskipun demikian sifat non polar (hidrofobik) juga penting karena akan bekerja pada membran sel yang bersifat hidofobik. Oleh karena itu senyawa antimikroba membutuhkan keseimbangan hidrofilik- lipofilik untuk mencapai aktivitas yang optimal. Diduga keseimbangan tersebut akan tercapai pada peningkatan penggunaan MAG minyak kelapa atau pada rasio campuran metabolit BAL-MAG minyak kelapa berada pada kisaran rasio 5:3, sebab pada peningkatan MAG minyak kelapa cenderung meningkatkan aktivitas antibakteri campuran metabolit Lb.plantarum kik-MAG minyak kelapa. Disamping itu aplikasi pada sistem pangan dapat lebih luas karena dengan rasio tersebut diperoleh sistem emulsi minyak dalam air yang lebih baik.
KESIMPULAN
Semua isolat BAL (Lb. plantarum pi28a, Lb. plantarum sa28k Lb. plantarum coryneformis, Lb. plantaum kik, Lb. brevis dan Lb. acidophlius ) yang diteliti berpotensi untuk bersinergi dengan MAG minyak kelapa dengan efek sinergi terbesar diberikan oleh Lb. plantarum kik. Rasio metabolit Lb. plantarum kik – MAG minyak kelapa yang memberikan aktivitas antimikroba terbaik adalah kik-MAG 5:3. Umumnya BAL yang digunakan pada metabolitnya menghasilhan asam organik, hidrogen peroksida dan sebagian BAL (Lb. brevis dan Lb. acidophlius) selain menghasilkan asam organik dan hidrogen peroksida juga menghasilkan bakteriosin.
DAFTAR PUSTAKA Adam MR, Moss MO. 1995. Food Microbiology. The Royal Society of Chemistry. August EG. 2000. Kajian Penggunaan Lipase Amobil dari Aspergillus niger pada Pembuatan Monoasilgliserol yang Bersifat Antibakteri dari Minyak Kelapa. Thesis Program Pascasarjana I P B. Bogor. Bloomfield SF. 1991. Assessing antimicrobial activity. Di dalam: Denyer SP, Hugo WB, editor. Mechanism of action of chemical biocides. Oxoford: Blackwell Scientific Publication.hlm 1-22.
Carson, C.F, T.V. Riley. 1995. Antimicrobial activity of the major components of the esensial oil of Melaleuca alternifolia . J. Appl. Bacteriol. 78: 264-269. Davidson PM, Parish ME. 1989. Methods for testing the efficacy of food antimicrobials. J. Food Technol. 43: 134-142. Davidson PM, Branen AL. 1994. Antimicrobial in Food. Marcel Dekker, New York. Diaz, R.J, Rios-Sanchez. Desmazeaud M, Ruiz-Barba, Piard J.C. 1993. Plantaricin S and T, two new bacteriocins produced by Lactobacillus plantarum LPC010 isolated from a green olive fermentation. Appl. and environ. Microbiol, May, 1416 – 1424. Duxbury DD. 1993. Combination emulsifier/acidulant extends cheese sauce shelf life. J. Food Protec. 46 (9): 38-39. Elida M. 2002. Profil Bakteri Asam Laktat dari Dadih yang Difermentasi dalam Berbagai Jenis Bambu dan Potensinya Sebagai Probiotik. Thesis Program Pasacasarjana, IPB. Bogor. Endarkasih E. 2005. Isolasi dan Karakterisasi Senyawa Antibakteri Bacillus subtilis T4 Isolat Lapangan. Disertasi Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fardiaz S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Depdikbud, Dirjen Dikti, PAU Pangan dan Gizi, IPB. Bogor. Hoffman KL, Han IY, Dawson PL. 2001. Antimicrobial effects of corn zein film impregnated with nisin, lauric acid, and EDTA. J. of food protec, Vol 64, (6): 885-889. Indriyati. 2004. Kajian Aktivitas Antimikroba Campuran Mono dan Diasilgliserol Hasil Pemanfaatan Destilat Asam Lemak Minyak Kelapa. Thesis Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Jay JM. 1996. Modern Food Microbiology 5th edition. Chapman and Hall, New York. Jenie BSL, Andjaya N, Noor A. 1999. Aplikasi bakteri asam laktat dalam proses pengolahan ikan kembung kering rendah garam. Prosiding Seminar Nasional Makanan Tradisional, Yogyakarta, 16 Maret 1999. 231 – 242. Jenie BSL, Suliantari, Andjaya N. 2000. Pengembangan produk makanan tradisional rendah garam berbasis ikan melalui aplikasi bakteri asam laktat penghasil bakteriosin. Laporan Hibah Bersaing Tahun 1999/2000. Jin LZ, Ho YW, Abdullah N, Ali MA, Jalaludin S. 1996. Antagonistic effects of intestinal Lactobacillus isolates on pathogens of chicken. Lett. In Appl. Microbiol. 23: 67-71. Kabara JJ. 1993. Antimicrobial agents derived from fatty acids. J. Am. Oil Chem. Soc. 61: 397-403. Mappiratu. 1999. Penggunaan Biokatalis Dedak Kasar dalam Biosintesis Antimikroba Monoasilgliserol dari Minyak Kelapa. Disertasi Program Pascasarjana IPB, Bogor.
Mappiratu, Umrah, Ijirana. 2002. Pemanfaatan sabun hasil samping pengolahan minyak kelapa dalam pembuatan monoasilgliserol menggunakan lipase Apergillus niger amobil isolat kapang kopra. Laporan Penelitian RUT VIII/2 Fakultas Pertanian, UNTAD. Mariani N. 2002. Aplikasi bakteri asam laktat untuk meningkatkan keamanan dan umur simpan buah melon (Cucumis melo L.) olah minimal. Skripsi Fakultas Teknologi Hasil Pertanian, IPB. Bogor. Marugg JD. 1991. Bacteriocins, their role in developing natural products. Biotechnology 5 (3) : 305. Naidu AS, Clemens RA. 2000. Probiotics. Di dalam: Natural Food Systems. Naidu AS (Ed). CRC Press,LLC.
Food
Antimicrobial
Oh DH, Marshall DL. 1994. Enhanced inhibition of Listeria monocytogenes by glycerol monolaureate with organic acid. J. Food Science, 59 (6): 1258-1261. Price RJ, Lee JS. 1970. Inhibition of Pseudomonas species by hydrogen peroxide producing Lactobacilli di Dalam: Suarsana IN, Utama IH, Suhartini NA. 2001. Aktivitas invitro senyawa antimikroba dari Streptococcus lactis. Veterinary journal Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana 2 (1) : 25-31.. Rahmadi M. 2002. Aplikasi Bakteri Asam Laktat untuk Meningkatkan Keamanan dan Umur Simpan Buah Apel Manalagi (Malus sylvestris Mill) Olah Minimal. Skripsi Fakultas Teknologi Hasil Pertanian, IPB. Bogor. Ray B. 1996. Probiotic of Lactic Acid Bacteria Science or Myth. Di dalam NATO ASI Series, editor. Lactic Acid Bacteria. Current Advance in Metabolism,Genetic , and Application. Volume V(98). Springer-Verlag Germany. Ray B. 2001. Fundamental Food Microbiology 2nd edition. CRC Press New York. Salminen S, von Wright A. 2004. Lactic Acid Bacteria. Marcel Dekker Inc. New York. Shibasaki I. 1982. Recent trends in the development of food preservatives. J. Food Safety 4:35-39. Smith L, Mann JE, Harris K, Miller MF, Brashears MM. 2005. Reduction of Escherichia coli O157:H7 and Salmonella in ground beef using lactic acid bacteria and the impact on sensory properties. J. of Food Protec, 68: 1587- 1592. Unda JR, Molins RA, Walker HW. 1991. Clostridium sporogenes and L. monocytogenes. Survival and inhibition in microwave – ready beef roast containing selected antimicrobial . J. Food Sci. 56 198-205. Wang LL, Yang BK, Parkin KL, Johnson EA. 1993. Inhibitionnof Listeria monocytogenes by monoacyglycerols synthesized from coconut oil and milk fat by lipase-catalyzed glycerolysis. J. Agric. Food Chem. 41: 1000-1005. Widyastuty A. 2002. Aplikasi Bakteri Asam Laktat untuk Me ningkatkan Keamanan dan Umur Simpan Buah Nenas (Ananas comosus (L) Merr) Olah Minimal. Skripsi Fakultas Teknologi Hasil Pertanian, IPB. Bogor.
Yuk HG, Marshall DL. 2005. Influence of acetic, citric, and lactic acids on Escherichia coli O157:H7 membrane lipid composition, verotoksin secretion, and acid resistance in simulated gastric fluid. J. of Food Protec. 68: 673-679.