32 Media Bina Ilmiah
ISSN No. 1978-3787
PERSEPSI TOKOH AGAMA HINDU TERHADAP EKSISTENSI PARIWISATA LOMBOK Oleh I Wayan Wirata STAHN Gde Pudja Mataram Abstrak: Pariwisata merupakan sektor penting sebagai katalisator perkembangan ekonomi, sebab industri pariwisata dipercaya dapat meningkatkan devisa negara (foreign exchanges) dan sekaligus dapat memberikan peluang dan kesempatan kerja bagi masyarakatnya. Perkembangan sektor pariwisata di negara-negara berkembang dapat menstimulir perkembangan ekonomi . Dari perspektif pengembangan pariwisata global bahwa pengembangan industri pariwisata di negara-negara berkembang mendapat perhatian serius oleh pemerintah dan tokoh-tokoh agama karena pariwisata dianggap sebagai indusri primadona. Peranan tokoh agama sebagai motivator pembangunan sudah banyak diakui dan terbukti di masyarakat. Keterampilan dan kharisma yang dimiliki para tokoh agama memiliki makna luas, bukan hanya terbatas pada pembangunan rohani, tetapi juga dapat berperan sebagai motivator, pembimbing, dan pemberi landasan etis dan moril, serta menjadi mediator dalam seluruh aspek pembangunan. Dengan mencermati latar belakang tersebut, maka peneliti mengambil judul penelitian “Sikap Tokoh Agama Hindu Terhadap Eksistensi Pariwisata Lombok”. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Dalam penelitian ini dapat ditentukan hal-hal sebagai berikut : pemilihan lokasi penelitian, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, observasi, dan wawancara mendalam serta teknik analisis data dilakukan dengan deskriptif kualitatif. Persiapan mental masyarakat Hindu telah siap secara mental menerima kehadiran pariwisata di Lombok. Hal senada dapat tersimpul bahwa masyarakat Hindu yang ada di kawasan wisata merasa sangat tergantung hidupnya terhadap industri pariwisata karena banyak sumber daya manusia yang merasa terlibat seperti pemandu wisata, jasa transportasi, akomodasi maupun konsumsi. Persepsi tokoh agama Hindu terhadap eksistensi pariwisata Lombok meliputi persepsi positif dan negatif. Persepsi positif bahwa pariwisata Lombok dapat memberikan manfaat secara nyata bagi masyarakatnya, sedangkan persepsi negatif para tokoh agama hindu akan muncul melalui kekhawatiran mereka akan adanya dekadensi moral, distorsi perilaku yang disebabkan adanya pergeseran norma oleh pemuda akibat adanya pengembangan pariwisata. Kata Kunci : Persepsi Tokoh Agama Hindu, Eksistensi Pariwisata Lombok PENDAHULUAN Sektor pariwisata merupakan sektor unggulan yang digandrungi oleh wisatawan untuk menikmati kebutuhan lahiriah dan bathiniah. Sektor tersebut pada banyak negara menjadi pilihan yang cukup menjanjikan di era globalisasi dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat karena menjadi multiflier effect yang menyentuh banyak aspek kehidupan seperti aspek ekonomi, sosial, budaya, dan agama. Hembusan globalisasi yang memunculkan dua alternatif peluang dan atau ancaman pariwisata menurut Dahlan (1995 : 213), harus diantisipasi dengan mengambil langkah-langkah terencana dan tindakan nyata agar ancaman dan tantangan tersebut dijadikan peluang membawa keberuntungan. Salah satu alternatif sebagai peluang yang cukup menjanjikan adalah sektor pariwisata dapat dijadikan pilihan solusi yang terbaik, karena sebagai sebuah industri, pariwisata banyak membawa efek dalam pembangunan di berbagai sektor diyakini sebagai sebuah industri masa depan yang mampu
meningkatkan kualitas hidup masyarakat ke arah yang lebih baik. Di beberapa negara, pariwisata merupakan sektor penting sebagai katalisator perkembangan ekonomi, sebab menurut Yoeti (1997 : 191), industri pariwisata dipercaya dapat meningkatkan devisa negara (foreign exchanges) dan sekaligus dapat menyedot kesempatan kerja bagi masyarakat setempat. Kesadaran masyarakat dunia terhadap perkembangan pariwisata sebagai suatu industri yang multidimensi itu menyebabkan banyak negara memposisikan pariwisata sebagai suatu sumber pendapataan utama, sehingga memicu berkembangnya sektor-sektor swasta, serta pembangunan infra struktur dan suipra struktur. Perkembangan sektor pariwisata di negara-negara berkembang cukup berkhasiat dalam mendorong upaya pengembangan ekonomi seperti industri manufaktur, eksport sumber daya alam dan sektorsektor bernilai komersial lainnya. Dari perspektif pengembangan pariwisata global, hal tersebut menjadi indikasi real bahwa pengembangan industri
_____________________________________ Volume 6, No. 5, September 2012
http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787 Media Bina Ilmiah 33 ………...…………………………………………….………………………………………………… pariwisata di negara-negara berkembang mendapat perhatian serius bagi pemerintah sebagai indusri primadona. Gambaran pariwisata seperti ini senada dengan pernyataan Gee (1999 : 3), bahwa : “Tourism industri is the word’s largest and most diverse industry. Many nations rely on this dynamic industry as a primary source for generating revenues, empleoyement, private sector grouth, and infrastructure development. It is encouraged, particulary of economic development, such as manufacturing and others”. Untuk dapat memiliki nilai tawar terhadap paraiwisata sangat diperlukan suatu kemampuan destinasi untuk memberikan nilai tawar menarik sehingga dapat memberikan nilai frofit bagi kepentingan masyarakatnya. Kemampuan destinasi dalam menciptakan pendapatan yang bersumber pada pariwisata dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti dikatakan Gee (1999 : 221), yang meliputi (1) kebijakan politik dan insentif seperti kebijakan penetapan pajak yang disesuaikan dengan nilai investasi secara lokal, regional dan import; (2) sumber daya, fasilitas, dan kenyamanan; termasuk di dalamnya atraksi wisata, trasportasi, aksesibilitas, kesehatan, harga, dan jasa-jasa pelayanan wisata lainnya; (3) karakteristik pasar seperti selera pengunjug, pendapatan yang terbatas, perkiraanperkiraan di destinasi yang dijadikan pertimbangan dalam memasarkan pariwisata; (4) stabilitas politik; dan (5) keahlian sumber daya manusia dan kemampuan sebagai decision maker dalam mempromosikan dan memasarkan destinasi pariwisata secara efektif. Pengembangan pariwisata memiliki manfaat ekonomi yang potensial antara lain meningkatkan pendapatan dan standar hidup masyarakat dari akibat pengeluaran wisatawan, memberikan peluang terhadap penciptaan lapangan kerja baru, meningkatkan sumber pajak, memperbaiki infra dan suprastruktur dan fasilitas lainnya, memproteksi sumber daya dan konservasi sumber-sumber peniggalan sejarah, serta mengembangkan kerajinan industri rumah tangga. Taroepratjeka (dalam Bagus, 2002 : 11), menjelaskan bahwasanya pembangunan pariwisata pada hakekatnya merupakan upaya untuk mengembangkan objek wisata dan daya tariknya, yang terwujud dalam bentuk keindahan alam, keragaman flora dan fauna, kemajemukan tradisi dan kebudayaan serta peninggalan sejarah purbakala. Dalam hal ini, pertimbangan terhadap konservasi lingkungan menurut Marpaung (2000 : 44), merupakan sesuatu yang mutlak, sehingga ekosistem alam, flora, fauna maupun budaya masyarakat itu sendiri menjadi lestari. Dengan demikian, hutan yang penuh keasrian pohon kayunya tidak untuk dijual dengan pembabatan dan penggundulan.
Pemandangan bawah laurt (blue coral) tidak untuk dimusnahkan oleh bom para nelayan. Kalau perilaku-perilaku yang tidak terpuji itu terus dibiarkan tanpa adanya suatu upaya penanggulangan, maka konsep pembangunan pariwisata yang berkelanjutan hanya merupakan sebuah impian, sebab menurut Ardika (2003 : 7), bahwa pembangunan pariwisata berkelanjutan pada intinya berkaitan dengan usaha menjamin agar sumber daya alam, sosial dan budaya yang dimanfaatkan untuk pembangunan pariwisata dalam generasi ini dilestarikan untuk generasi mendatang. Tujuan pembangunan sektor kepariwisataan adalah salah satunya meningkatkan kesejahteraan hidup rakyat, dan oleh sebab itu, maka selayaknya pembangunan tersebut harus melibatkan masyarakat Di satu sisi, sulit diingkari bahwa pariwisata itu mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat. Di sisi lain harus diakui pula bahwa, pariwisata banyak diboncengi dampak negatif yang menyentuh berbagai aspek kehidupan manusia kadang-kadang tidak sesuai, bahkan bertentangan dengan tatanan kehidupan sosial masyarakat serta harkat hidup manusia itu sendiri. Hal ini senada dengan yang dikatakan Gee (1999 : 237), bahwa : “Tourism can have both positive ands negative impact on the same social and cultural elements. In same instances an impact may be viewed or interpreted differently by different community members.” Dalam manifestasinya kebudayaan dapat juga menjadi daya tarik wisata dan sekaligus sebagai jembatan penghubung bertemunya dua kebudayaan yang berbeda-beda; pada sisi lain ekses interaksi kebudayaan dalam pariwisata dapat menimbulkan koflik dalam berbagai macam dan jenis serta bentuk. Di bidang sosial, pariwisata merupakan wahana interaksi sosial dalam struktur masyarakat multikultural dan juga menjadi pemicu kompetisi dalam kehidupan, di samping berpeluang menimbulkan berbagai acaman sengketa di masyarakat. Dari perspektif relegi, khususnya dari sudut pandang agama Hindu, pariwisata penting dan mendapat perhatian yang khusus kaitannya dengan melakukan kegiatan tirta yatra (mengunjungi tempat-tempat suci) agar mendapat kesejahteraan spiritualitas bagi para bhaktanya. Secara eksplisit maupun implisit, perjalanan itu adalah perintah Tuhan kepada manusia untuk menelusuri yang luas ini. Dalam konteks ini, ada beberapa hal yang pantas untuk direnungkan kembali bahwa hakekat perjalanan itu merupakan salah satu cara untuk membangun hunbungan kerekatan antara manusia. Perjalanan itu merupakan salah satu strategi untuk menyebarkan kebenaran sekaligus dapat bernilai yadnya dan pendidikan.
_____________________________________ http://www.lpsdimataram.com
Volume 6, No. 5, September 2012
34 Media Bina Ilmiah Di samping itu, dengan menjelajahi dan mengenal bagian dunia lain, akan tercipta sikap keterbukaan dalam menerima perbedaan budaya antar sesama, serta dapat memperluas wawasan dalam bidang arti pentingya Tri Hita Karana. Hal tersebut sebagai petanda bahwa manusia selalu akan eling dengan adanya hubugan manuisia dengan Tuhan, hubunga manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan lingkungannya. Walaupun pariwisata telah mendapat legitimasi dari berbagai perspektif, namun pariwisata juga dipandang sedikit apriori oleh para tokoh agama, sehingga tidak heran apabila dalam kehidupan masyarakat sering terdengar stereotif, bahwa dunia pariwisata itu sebagai sebuah industri kemaksiatan tingkat tinggi, pembawa bencana erosi, degradasi, dan abrasi moral yang tidak sepadan dengan nilai anutan masyarakat setempat. Prakrtek prostitusi dan tindakan kejahatan akan semakin merajalela, perilaku generasi muda akan jauh melenceng dan terkooptasi oleh budaya luar yang tidak sesuai bahkan bertentangan dengan budaya lokal. Budaya malu menurut pilliang (1998 : 32), telah terabaikan bahkan sebagian generasi muda sudah tidak malu menyandang rasa malu. Selain hal tersebut dengan adanya pariwisata yang dinilai sarat dengan aktivitas berhura-hura cendrung menjadi sorotan mendasar bagi para tokoh agama dalam memberikan persepsi dan mengambil sikap terhadap eksistensi pariwisata ke arah yang negatif. Perubahan perilaku tersebut dapat disinyalir sebagai manifestasi dari dampak pembangunan pariwisata sesuai dengan pendapat Marpaung (2000 : 35), membawa konsekuensi pada perubahan kondisi moral masyarakat setempat yang dapat berakibat lanjut pada gilirannya akan memperburuk citra wisata di mata wasatawan. Walau hal ini merupakan suatu kewajaran dalam alam demokrasi seperti sekarang ini, namun perlu diingat bahwa tidak semua tokoh agama memiliki persepsi sempit tentang pariwisata tersebut. Untuk menetralisir hal tersebut, maka penguatan filter budaya, keamanan lingkungan yang menyangkut keamanan wisatawan maupun yang berkaitan dengan objek wisata itu sendiri, nampaknya menjadi wajib untuk diperhatikan. Kepekaan terhadap keselamatan dan keamanan dalam strategi pariwisata nasional menurut Gromang (2003 : 16), harus dibentuk semacam Tim pengaman wisatawan untuk mengkonfirmasikan persepsipersepsi yang berkembang, berita media, dan program keselamatan secara luas. Perlu diingat juga bahwa, hampir semua para wisatawan itu menitik beratkan perjalanan untuk menikmati dan menggapai keinginan yang beraneka ragam sesuai dengan tujuan masing-masing yang ujung-ujungnya mencari kepuasan baik lahiriah maupun bathiniah.
ISSN No. 1978-3787 Dalam kehidupan bermasyarakat peran tokoh agama sangat besar dan sering dianggap sebagai key person untuk memikirkan, mempengaruhi serta menentukan pola pikir masyarakat. Kontribusi tokoh agama (PHDI dan Penglingsir) dalam kehidupan sehari-hari dapat dilihat dari berbagai sisi seperti (1) tokoh agama dianggap sebagai penasehat tuggal (the single advisor) bagi masyarakat dalam meminta berbagai jenis dan macam petunjuk hidup; (2) tokoh agama dipredikatkan sebagai problem solver di tengahtengah kehidupan masyarakat; dan (3) tokoh agama dijadikan sebagai objek penjaringan aspirasi dalam kaitannya dengan berbagai aktivitas di masyarakat. Tokoh agama dalam kehidupan masyarakat Lombok merupakan figur kharismatik terkemuka, dihormati dan disegani sekaligus dipercaya, memegang peranan sangat penting serta memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap perubahan pola kehidupan masyarakat. Dengan predikat yang melekat pada ketokohan tersebut tentu proses sosialisasi nilai akan begitu mulus terserap oleh umat dan masyarakat luas. Hal ini senada sesuai dengan pendapat Suprayogo (2001 : 5) bahwa seorang yang memilki kewibawaan yang tinggi, sering ucapan atau perbuatannya dianggap sebagai suatu kebenaran yang perlu diikuti oleh para pengikutnya tanpa pengujian terlebih dahulu. Tidak dapat dipungkiri peranan tokoh agama sebagai motivator pembangunan sudah banyak diakui dan terbukti di masyarakat. Keterampilan dan kharisma yang dimiliki para tokoh agama menurut Khamad (2002 : 138), memiliki makna luas, bukan hanya terbatas pada pembangunan rohani masyarakat, tetapi juga dapat berperan sebagai motivator, pembimbing, dan pemberi landasan etis dan moril, serta menjadi mediator dalam seluruh aspek pembangunan. Oleh sebab itu tidak salah kalau para elite penguasa memberdayakan jasa tokoh agama dalam memahami apa yang diinginkan masyarakat, dan sekaligus dapat mensosialisasikan program-program kepada masyarakat luas, sehingga nampak kedua belah pihak (tokoh agama dengan pemerintah) bersinergi. Terbatas pada latar belakang tersebut di atas, maka peneliti mengambil judul penelitian “ Sikap Tokoh Agama Hindu Terhadap Eksistensi Pariwisata Lombok” Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui persiapan mental masyarakat Hindu terhadap eksistensi pariwisata Lombok dan juga untuk mengetahui persepsi tokoh agama Hindu terhadap eksistensi pariwisata Lombok. eksistensi pariwisata Lombok yag diperguanakan sebagai penambahan khasanah keilmuan, khususnya di bidang
_____________________________________ Volume 6, No. 5, September 2012
http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787 Media Bina Ilmiah 35 ………...…………………………………………….………………………………………………… kepariwisataan serta dapat dijadikan informasi bagi peneliti selanjutnya. KAJIAN PUSTAKA Sikap diartikan sebagai sesuatu perbuatan yang berdasarkan pendirian seseorang terhadap pendapat atau keyakinan pribadi untuk dapat berperilaku dan berbuat (Alwi, 1996 : 938), hal tersebut didukung oleh pernyataan Mariyah dkk (2003 : 121), yang mencandrakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kecendrungan untuk bertindak dalam menghadapi objek pengamatan. Dalam Ensiklopedia Nasional Indonesia (1997 : 187), menyatakan bahwa pariwisata dimaksudkan sebagai kegiatan perjalanan seseorang atau serombongan orang dari tempat tinggal asalnya ke suatu tempat atau kota lainnya atau negara lain dalam jangka waktu tertentu. Tujuan perjalanan ini dapat bersifat pelancongan, bisnis, keperluan ilmiah, kegiatan keagamaan atau juga silaturahmi. Dengan demikian, hampir semua perjalanan ke daerah lain dapat digolongkan sebagai kegiatan pariwisata, terkecuali bila perjalanan itu dilakukan untuk tujuan kerja atau mencari nafkah. Akan tetapi, perjalanan bisnis masih tetap digolongkan sebagai kegiatan pariwisata, karena kebanyakan wisatawan bisnis hanya menggunakan waktu beberapa jam saja dalam tiap harinya untuk mengurus bisnisnya, sedangkan waktu selebihnya digunakan untuk bersenangsenang. Searah dengan pengertian di atas Ardika (2003 : 5) mendifinisikan pariwisata sebagai suatu bentuk kegiatan manusia, yaitu berkaitan dengan penggunaan waktu luang secara tepat dan benar untuk rekreasi. Lebih lanjut The Word Tourism Organization dalam Gee (1999 : 5), mendifinisikan pariwisata sebagai berikut. “Activities of person traveling to and staying in places outsider their ususl envirument for not more than one cosecutuive year for leisure, business, and other puposess – vivitor staying at least one night in a collective or private accommodation ini the place visited”. Secara umum, industri pariwisata sangat mudah dikembangkan; cukup bermodalkan potensi yang terangkum dalam unsur abiotic, biotic and culture; dan semua negara dapat mengelolanya dengan baik. Sumber daya alam yang beraneka ragam mulai dari aspek fisik dan hayati hingga kekayaan budaya merupakan potensi yang dapat dikelola dalam rangka pengembangan sektor pariwisata (Fandeli, 2001 : 57). Di Indonesia pariwiasata telah menampilkan peranannya dengan nyata memberikan kontribusinya terhadap kehidupan ekonomi, sosial, budaya bangsa. Kesempatan bekerja bagi orang-rang terampil di bidang ini makin bertambah jumlahnya, pendapatan
negara dari sektor pajak dan devisa semakin maningkat, keadaan sosial masyarakat yang terlibat dalam sektor ini makin baik, kebudayaan bangsa makin memperoleh apresiasi (Pandit, 1999 : 5). Konsep pembangunan pariwisata yag berkelanjutan hanya merupakan suatu impian, sebab pembangunan pariwisata berkelanjutan pada intinya berkaitan dengan usaha menjamin agar sumber daya alam, sosial dan budaya yang dimanfaatkan untuk pembangunan pariwisata dalam generasi ini dilestarikan untuk generasi yang akan datang (Ardika, 2003 : 7). Pembangunan pariwisata harus berorietasi pada peningkatan kesejahteraan dalam arti luas, memberikan lapangan hidup bagi setiap warga, menyediakan lapangan kerja, memperkenalkan budaya lokal dalam aktivitas pariwisata. Perlakuan yang adil terhadap tata nilai dalam kehidupan masyarakat seharusnya menjadi bahan kajian dan pertimbangan dalam program pengembangan pariwisata. Hal ini berarti bahwa, lahan mereka harus dilindungi, dampak pariwisata yang dapat mengganggu kenyamaan hidupnya harus diproteksi, mereka harus dibekali pendidikan dan keterampilan, dan melibatkannya ke dalam kancah bisnis pariwisata, serta berupaya memanfaatkan mereka menjadi tenaga kerja lokal pariwisata (Yoeti, 1999 : 41). Dampak umum pariwisata dalam kehidupan sosial budaya masyarakat di antaranya : 1) Demontration effect, kecendrungan meniru secara berlebihan dengan mengambil alih budaya asing tanpa pertimbangan peradaban lingkungan disekitarnya. 2) Komersialisasi kebudayaan, suatu usaha mengkomersialisasikan aspek budaya yang bersifat sakral untuk mendatangkan keuntungan. 3) Akulturasi budaya, penyesuaian budaya asing dengan lokal yang kemudian membentuk nilai budaya baru, yang berakseskan pada pelunturan atau peningkatan kualitas pada budaya lokal. 4) Meningkatkan kesadaran akan potensi warisan budaya yang menjadi daya tarik wisatawan. Dari kesadaran tersebut akan ada suatu usaha masyarakat untuk menggali, mengembangkan, memelihara nilai budaya tradisional untuk kesejahteraan hidup dan melestarikan budaya (Geriya, 1995 : 94). METODE PENELITIAN Persepsi tokoh agama Hindu terhadap eksistensi pariwisata Lombok Propinsi Nusa Tenggara Barat. Pemilihan lokasi ini atas dasar beberapa pertimbangan di antaranya : a) Daerah Lombok adalah salah satu tempat yang dikunjungi wiasatawan sebgai daerah tujuan wisata b). Lombok memiliki beberapa tokoh agama Hindu yang dapat memberikan pencerahan serta pemahaman arti pentingnya pariwisata dalam rangka meningkatkan
_____________________________________ http://www.lpsdimataram.com
Volume 6, No. 5, September 2012
36 Media Bina Ilmiah perekonomian dan memberikan peluang sserta kesempatan kerja bagi masyarakatnya. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif, sedangkan sumber data utama diperoleh dari informan sebagai data primer. Data tersebut dihasilkan melalui observasi dan wawancara dengan para tokoh agama Hindu dan informan penting lainnya. Di samping sumber data utama juga digunakan data tambahan sebagai data sekunder yang diperoleh dari pengkajian kepustakaan berupa hasil penelitian, makalah, laporan ilmiah, artikel dalam surat kabar dan bukubuku yang relevan. Alat pengumpul data utama dalam penelitian kualitatif sesungguhnya peneliti itu sendiri, karena pemahamannya secara mendalam tentang objek yang diteliti. Peneliti sebagai alat dapat berhubungan dengan masalah yang diteliti secara intensif (Mantra, 2004 : 27). Selama penelitian di lapangan, data dikumpulkan dengan menggunakan pedoman wawancara dan dibantu dengan alat perekam berupa tape recorder, kamera, dan juga dilengkapi dengan buku catatan (note books).Kegiatan pengumpulan data dan analisis data dalam penelitian ini dilaksanakan secara simultan, maksudnya sambil mengumpulkan data, peneliti melakukan analisis data. Ada dua bentuk atau teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif, yaitu 1) teknik interaktif, seperti pengamatan tak berperan serta, dan 2) teknik non interaktif, sepereti pengamatan tak berperan. Terkait dengan data yang diperlukan dan dikumpulkan dalam penelitian ini melalui observasi berperan serta, wawancara mendalam, dan studi dokumentasi. Penggunaan teknik observasi berperan serta dalam penelitian ini dimaksudkan untuk dapat menggali data yang lengkap dan rinci tentang persepsi tokoh agama Hindu terhadap eksistensi pariwisata Lombok. Pengamatan seksama diharapkan dapat diketahui kegiatan-kegiatan orangorang, karakteristik fisik, situasi sosial dan segala seuatu yang terjadi di tempat tertentu. Mengingat observasi adalah teknik pengumpulan data yang menggunakan pengamatan terhadap obyek penelitian; baik dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Arifin (1994 : 98) bahwa wawancara mendalam adalah percakapan antara peneliti dengan informan, dengan maksud tujuan tertentu. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam wawancara mendalam adalah untuk memperoleh konstruksi yang yang terjadi tentang orang-orang, kejadian, aktivitas organisasi, perasaan, motivasi, serta pengetahuan seseorang. Teknik wawancara seperti ini terutama dilakukan terhadap pendapat, persepsi,
ISSN No. 1978-3787 perasaan, pengetahuan, dan pengalaman serta penginderaan seseorang informan. Dalam studi dokumentasi data yag terkumpul berupa data non insani, baik berupa dokumen maupun rekaman. Metode pengumpulan data dengan tehnik dokumentasi adalah suatu cara mendapatkan sejumlah data dari beberapa dokumen, berupa fotofoto, majalah, surat kabar, katalog, disain gambar karya koleksi dengan melakukan pengkajian isi dalam usaha menarik kesimpulan dari sumber dokumen dengan dilakukan secara sistematis dan objektif. Teknik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif yang bersifat deskriptif interpretatif. Prosedur yang dipergunakan dalam analisis mencakup tahapan-tahapan klasifikasi, interpretasi, dan penarikan kesimpulan. Secara lebih rinci, tahapan analisis data dapat dikemukakan sebagai berikut. Setelah data terkumpul perlu diseleksi atau diklasifikasi terlebih dahulu berdasarkan atas reliabilitasnya. Data yang rendah reliabilitasnya digugurkan atau dilengkapi dengan data substitusi. Data valid yang lulus dalam seleksi kemudian diinterpretasikan untuk selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan sebagai jawaban atas permasalahan yang diajukan dalam penelitian. Penyajian hasil analisis data dilakukan secara kualitatif yakni melalui penyampaian dalam bentuk verbal dengan menggunakan bahasa ragam ilmiah, yakni ragam bahasa yang antara lain memiliki ciriciri reproduktif objektif, jelas dan lugas, tidak emotif, antiseptik, dan simbolik (Suriasumantri, 2002 : 173-175). PEMBAHASAN a. Wilayah 1. Geografis Dari perspektif pariwisata, Propinsi Nusa Tenggara Barat merupakan destinasi yang cukup starategis, karena letaknya diantara segi tiga emas destinasi lainnya yaitu Bali di sebelah barat dengan budaya dan alamnya yang menakjubkan, Nusa Teggara Timur yang dikenal dengan komodonya, semenrtara Tanah Toraja (Tator) dengan keutuhan budayanya di sebelah utara Nusa Tenggara Barat. Propinsi Nusa Tenggara Barat terdiri atas delapan daerah Tingkat II dan Kota yaitu Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Lombok Timur, Lombok Utara, Kabupaten Sumbawa, Kabupaten Dompu, Kabupten Bima, dan Kota Mataram, Kota Bima, dan Kabupaten Sumabawa Barat. Kabupaten Lombok Barat sebagai salah satu Kabupaten yang ada di Propinsi Nusa Tenggara Barat memiliki luas wilayah 1.672,15 km2. Kabupaten ini terletak 115, 46 – 116, 28
_____________________________________ Volume 6, No. 5, September 2012
http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787 Media Bina Ilmiah 37 ………...…………………………………………….………………………………………………… bujur timur dan 8, 12 – 8 , 55 lintang selatan dengan batas-batas wilayah di sebelah utara dengan laut Jawa; di sebelah selatan dengan samudra Indonesia; di sebelah barat dengan selat Lombok dan Kodya Mataram; serta di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Lombok Tengah. Dilihat dari segi geografisnya, maka Kabupaten Lombok Barat menjadi pusat pengembangan pariwisata di Nusa Tenggara Barat dengan sentra pengembangannya di Kawasan Senggigi. Kawasan wisata Senggigi berada di Kecamatan Batu Layar. Ketidakjelasan batas-batas pengembangan dengan tata ruang yang ada menyebabkan suasana menjadi tidak kondusif lagi bagi daerah tujuan wisata. Terkait dengan masalah tersebut, maka pengalihan pengemabangan ke wilayah lain mulai dilirik guna menciptakan destinasi baru seperti di wilayah kecamatan sekotong yang dinilai memiliki sumber daya yang beragam dan memiliki prospek yang cerah sebagai kawasan wisata alternatif di masa datang. Dengan luas wilayah dibandingkan dengan kecamatan lain yang ada di kecamatan di Kabupaten Lombok Barat, maka sekotong memungkinkan untuk dikembangkan sebagai kawasan percontohan di Nusa Tenggara Barat. Tabel di bawah ini menggambarkan secara detail tentang wilayah per Kecamatan yang ada di Kabupaten Lombok Barat sebagai berikut. Tabel 1. Luas Wilayah per Kecamatan Kabupaten Lombok Barat No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Nama Kecamatan Sekotong Tengah Lembar Gerung Labuapi Kediri Kuripan Narmada Lingsar Gunung sari Batui Layar Pemenang Tanjung Gangga Kayangan Bayan Jumlah
Luas ( Km2) 330,45 70,29 62,30 28,33 21,64 21,56 107,62 96,58 89,74 34,11 81,09 115,64 157,35 126,35 329,10 1.672,15
di
Persentase 19,76 4,20 3,73 1,69 1,29 1,29 6,44 5,78 5,37 2,04 4,85 6,92 9,41 7,56 19,68 100,00
Sumber : Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Prop. NTB, Tahun 2011.
Walaupun Kecamatan Lembar hanya memiliki luas wilayah 70,29 km2, namun dilihat geografisnya, Lembar yang merupakan pelabuhan laut sebagai
pintu gerbang masuk destinasi wisata di Lombok. Pembenahan terhadap infra dan supra struktur pendukung pariwisata seperti trasportasi laut (ferry, boat, speed boat, cruiseship) sebagai transportasi utama dipandang perlu ditingkatkan baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Untuk kecamatan lain seperti Narmada, Lingsar, dan Gunung Sari letaknya di daerah subur, bahkan Narmada memiliki Trade Mark sebagai “Kota Air”. Kecamatan Narmada sepanjang tahun tidak pernah kekeringan, jenis tanaman apapun dapat hidup dengan baik di kecamatan ini. Sangat ideal kalau daerah ini dirancang sebagai sentra agrowisata. Kecamatan Lingsar yang tidak jauh dari dari Narmada, tidak asing lagi bagi wisatawan karena Pura Lingsarnya. Selain atraksi wisata budaya di kecamatan ini dan sekitarnya juga tersedia atraksi wisata dari makanan, minuman, dan buah-buahan. Tempat alternatif seperti Suranadi juga banyak digemari oleh wisatawan mancanegara karena taman dan hutannya yang sejuk Kecamatan-kecamatan yang berada di jalur utara seperti Pemenang, Tanjung, Gangga, Kayangan, dan Bayan belum begitu ramai aktivitas wisatanya bila dibandingkan dengan jalur barat, tengah, dan timur; di samping jarak tempuh dari objek wisata utama (Senggigi) cukup menghabiskan waktu. namun demikian, dengan beroperasinya The Oberoi Hotel di Kawasan Tanjung tentu akan memberikan kontribusi nyata terhadap pengembangan pariwisata di daerah sekitarnya. 2.
Pendidikan Pendidikan menjadi proses penting dalam regenerasi bangsa guna menciptakan sumber daya manusia yang tangguh untuk melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan. Oleh sebab itu, penyelenggaraan pendidikan tidak bisa lepas dari perspektif manusia dan kemanusiaan. Manurut Fajar dalam Baswir (1999 : 107), bahwa untuk menghasilkan menusia merdeka, pendidikan harus menjadi bagian dari proses pembebasan dan pemberdayaan. Beberapa definisi pendidikan yang dipandang relevan dalam konteks penelitian ini seperti yang dikemukakan oleh Lanfgeveld yang dikutif oleh Kartini Kartono dalam Baswair (1999: 108), bahwa : a). Pendidikan merupakan upaya manusia dewasa membimbing manusia yang belum dewasa kepada kedewasaan. b). Pendidikan ialah usaha menolong anak untuk melaksanakan tugas-tugas hidupnya, agar bisa mandiri, akil baliq, dan bertanggungjawab. c). Pendididikan adalah usaha agar mencapai penentuan dari susila dan bertanggung jawab. Sumber daya manusia menjadi faktor utama yang harus menjadi titik focus pembenahan dalam pengemabangan dunia pariwisata. Konsep ini tentunya tidak tanpa sadar, sebab sumber daya
_____________________________________ http://www.lpsdimataram.com
Volume 6, No. 5, September 2012
38 Media Bina Ilmiah manusia merupakan asset bangsa yang teramat pentig; dan kulaitas sebuah bangsa sangat ditentukan oleh sumber daya manusia anak bangsa (Prayitno, 2000 : 3). tersedianya sumber daya manusia yang benar-benar professional, memiliki konsekuensi logis kepada penanganan di semua sector akan menjadi lebih tepat, sehingga boleh jadi pemandu wisata tidak lagi dipandu oleh gaide liar. Hotelhotel bintang tidak lagi dikelola oleh tenaga no professional, informan leader of Culture tidak lagi ditangani oleh insane yangtidak mengenal detail budaya budaya setempat, policy maker dipihak eksekutif akan diorganuisisr ol;eh profil insane yang respect dengan dunia pariwisata. Di tangan sumber daya manusia yang professional itulah diharapkan lahir propel pariwisata yang inovatif dan kompetettif yang dapat memebrikan kontribusi positif bagi masyarakat luas. 3.
Profil Kehidupan Keagamaan Dengan penyebaran agama oleh berbagai pihak, maka lengkaplah Lombok sebagai daerah multi relegi. Untuk mengantiusispasi seccara dii akan kemungkinan terjadi konflik antar agamamaka dalam pembangunan di bidang keagamaan, pemerintah Nusa tenggara barat menekankan kepada tegaknya misis Tri Keruguan Beragama yag beruisi menciptakan kerukunan anatar umat beragama, kerukunan interumat beragama dabn kerukunan antarumat beragama dengan pemerintah. Untuk terwujudnya program tersebut beberap upaya tetap dilakukan antara lain dengan mengadakan kegiatan musyawarah unsure umat beragama, pecan orientasi, dialog dan temukarya umat beragama. Di samping itu dilakukan juga upaya peningkatan sarana kehidupan umat beragama, penerangan, dan bimbingan hidup umat beragama dan pemdidikan keagamaan. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa multikulturalisme, etnik, dan relegi dapat hidup dengan rukun. Mengenai kehidupan agama-agama di luar seperti Hindu, Budha, Kristen, dan Katolik sebagai minoritas di Kabupaten Lombok Barat mengalami perkembangan yang sangat pesat sekali seperti pembangunan pura, gereja-gereja yang terus menunjukkan peningkatan. Sejak dahulu prinsip toleransi beragama di Lombok telah lama disepakati sebagaimana yang dikemukakan oleh Lukman (2005 : 9), yang antara lain seperti : a). Adanya jaminan kebebasan untuk memeluk agama dan melakukan ibadah agama menurut agama dan keyakinannya masing-masing. b). Timbulnya toleransi beragama, sehingga tidak terjadi pertetangan antara satu dengan yang lainnya. c). Timbul rasa aman di dalam menjalankan ibadah agamanya masing-masing.
ISSN No. 1978-3787
4. Peranan Tokoh Agama Tokoh agama dalam kehidupan masyarakat, dianggap sebagai pelopor, pembimbing dan pola anutan dalam mengaktualisasikan nilai-nilai agama. Oleh karena itu, menjadi sangat dominan dalam mengarahkan pola kehidupan masyarakat. Sosok tokoh agama menurut Nata (2000 : 140), agaknya masih dipandang sebagai profil yang unik, sehingga tetap penting dan menarik untuk terus diperbincangkan. Dalam banyak hal, mereka menunjukkan kekhususan untuk tidak dikatakan eksklusifitas, seperti kopiah dan sorban yang senantiasa melekat dalam kehidupan keseharian mereka. Peran tokoh agama dalam pembangunan merupakan salah satu komponen dari pembangunan itu sendiri, sebab pada umumnya pembangunan diorientasikan pada upaya keserasian antara aspek jasmaniah dan rohaniah. Pembagunan unsur rohaniah mustahil akan terisi tanpa keterlibatan para tokoh agama. Lebih dari itu tokoh agama menurut Kahmad (2002 : 138), dapat berperanan lebih luas, tidak sebatas pembangunan rohaniah, akan tetapi juga mampu berperan sebagai motivator dan pemberi landasan moral serta menjadi mediator dalam seluruh aspek pembangunan. Melalui para tokoh agama, para elite penguasa dapat memahami apa yang diinginkan masyarakat; dan sebaliknya elite penguasa dapat mensosilaisasikan program pembangunan kepada masyarakat luas melalui bantuahn para tokoh agama, sehingga di antara keduanya terjadi saling bersinergi. Untuk mengetahui beberapa tokoh agama Hindu dapat divisulaisasikan dalam tabel berikut. Tabel 2.Nama-Nama Tokoh Agama Hindu di Lombok
5.
Pariwisata Lombok Berawal dari gejala pergerakan orang memenuhi rasa keingintahuan terhadap sesuatu yang lain dari pada lain yang sebelumnya tidak
_____________________________________ Volume 6, No. 5, September 2012
http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787 Media Bina Ilmiah 39 ………...…………………………………………….………………………………………………… akan pernah ditemukan di tempat asalnya, inilah yang menjadi cikal bakal perkembangan pariwisata sebagai sebuah industri jasa. Lombok sebagai salah satu destinasi wisata mulai berkembang sejak permintahan Gubernur Nusa tenggara barat H. R. Wasita Kusumah (1966-1977). Sejak saat itulah Lombok mulai dilirik oleh wisatawan mancanegara karena keunikan dan keaslian potensi dan atraksi wisata yang dimilikinya. Pemerinah kemudia secara sadar mengembangkan pariwisata dengan baik setelah semua dampak positif khususnya ekonomi secara nyata dapat dirasakan dan meningkatkan taraf hidup masyarakat di sekitarnya. Kembali kepada hakekat pariwisata itu sendiri yang telah dikenal oleh umat manusia sejak manusia itu hadir di dunia, bahwa pariwisata merupakan kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata. Sejauhmana perkembangan pariwisata di Lombok, begitu akan diuraikan tentang sejarah, arah kebijakan dan pengembangan, obyek dan daya tarik, fasilitas akomodasi, sumber daya mausia serta arus kunjungan wisata di Kabupaten Lombok Barat. Pada dasarnya industri pariwisata di Pulau Lombok terus megalami peningkatan yang cukup pesat. Dengan kehadiran Pondok Senggigi sebagai mascot pertama industri akomodasi dapat dijadikan saksi, bahwa industri pariwisata mulai dikembangkan secara serius oleh pemerintah. Keberadaan Pondok Senggigi pada saat itu telah menjadi semacam icon pariwisata Lombok sampai saat ini. Melihat industri pariwisata yang cukup memiliki prospek untuk dikembangkan di Pulau Lombok, pemerintah secara bertahap membangun prasarana dan sarana penunjang pariwisata, pembangunan Bandara Selaparang, Hotel Sheraton, Holiday Inn, Senggigi Beach Hotel, Hotel Oberoi dan Novotel sebagai bentuk komitmen pemerinth dan masyarakat dalam mengembangkan industri pariwisata Lombok. b.
Persepsi Masyarakat Hindu Lombok
1.
Persiapan Mental Masyarakat Hindu Lombok Terhadap Eksistensi Pariwisata Lombok Setelah dikeluarkannya Instruksi Presiden R.I Nomor 9 tahun 1969 tanggal 6 Agustus 1969 yang menegaskan bahwa tuijuan pembangunan pariwisata adalah untuk meningkatkan devisa, pendapatan negara, perluasan kesempatan dan lapangan pekerjaan, mendorong kegiatan idustri penunjang, memperkenalkan dan mendayagunakan keindahan alam dan kebudayaan Indonesia, serta meningkatkan persaudaraan atau persahabatan nasional dan internasional (Yoeti, 1997 : 56).
Walaupun secara regulatif, pariwisata telah diakui keberadaannya oleh masyarakat Lombok sebagai industri jasa, namun ada persoalan yang masih mencuat di permukaan, sekaligus sebagai ganjalan bagi maraknya dunia pariwisata di daerah ini, antara lain belum maksimalnya pemerintah daerah menciptakan interaksi horizontal dalam mengelola pariwisata, sehingga proses ke arah sadar wisata bagi semua kalangan tetap menjadi substansi persoalan yang dihadapi. Dengan demikian sebenarnya masyarakat Hindu sudah dikatakan siap secara mental menerima kehadiran pariwisata di Lombok. Contohnya masyarakat yang dekat berdomisili di daerah kawasan wisata seperti di kawasang Senggigi (Masyarakat Batu Layar, Tanah Embet, dan Masyarakat Pemenang). Hal senada dapat tersimpul bahwa masyarakat Hindu yang ada di kawasan wisata merasa sangat tergantung hidupnya terhadap industri pariwisata. Pada tataran kenyataannya tidak semua masyarakat Hindu di Lombok akan siap secara mental menyambut kehadiran pariwiwsata Lombok; hal tersebut disebabakan adanya kesenjangan pemahaman masyarakat dalam mempersepsikan pariwisata itu sendiri. Salah satu kendala menurut pandangan tokoh agama, yaitu pemerintah belum secara maksimal mensosialisasikan pariwisata secara integral, seperti yang dituturkan oleh ketua PHDI Propinsi NTB sebagai berikut : “Sebenarnya masyarakat Hindu di Lombok sudah siap dari segi mental dan fisik untuk menerima kehadiran pariwisata di Lombok. Akan tetepi selama ini belum adanya suatu hubungan sinergis dalam rangka pentingnya sosialisasi, pemberian pemahaman, dan motivasi yang tinggi tentang apa dan bagaimana pariwisata yang dapat memberikan kontribusi besar terhadap pariwisata Lombok (wawancara : tanggal 29 Januari 2010). Selain hal tersebut di atas, faktor yang lebih penting adalah kesiapan dari kualitas sumber daya manusianya yang sangat perting dalam rangka pemberdayaan tenaga kerja yang potensial. Sumber daya manusia yang berpotensi dan profesional dipastikan akan mampu dan siap mentalnya menerima kehadiran pariwisata.. Hal senada disampaikan tokoh adat Hindu dari Tanah Embet Kecamatan Gunung Sari : “ Tidak semua masyarakat telah memiliki kesiapan mental dalam menerima kehadiran pariwisata di daerah ini. Hal ini terbukti sumber daya yang kita miliki belum mampu untuk menyiapkan mentalnya sebagai akibat kemampuan dan profesionalisme belum mampu untuk berkompetisi di kancah pariwisata. masyarakat terutama pemuda-pemuda harus banyak belajar dengan teman-teman dan saudara-
_____________________________________ http://www.lpsdimataram.com
Volume 6, No. 5, September 2012
40 Media Bina Ilmiah saudaranya yang sudah berpengalaman di Bali (wawancara : tanggal 30 Januari 2010). Perlu disadari bahwa faktor pendidikan akan memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan pola pikir seseorang mau maju atau mundur. Semakin tiggi tingkat atau jenjang pendididin seseorang dalam masyarakat, maka kemungkinan akan semakain jeli, cerdas serta profesional memandang gaung pariwisata. Sebagian masyarakat sekotong menuturkan bahwa penilaian terhadap pariwisata dari tradisi, maka dianggap wajar kalau semakin lemahnya semangat masyarakat disekitarnya untuk berinisiatif serta memotivasi diri untuk terjun serta berkerja di dunia pariwisata karena lemahnya dan sempitnya pemikiran mereka sehingga melihat pariwisata dari sisi positif. Dalam kondisi sekarang ini mungkin perlu diluruskan bilamana tingkat pekerjaan seseorang dalam sektor pariwisata dianggap pekerjaan yang masih belum diterima sepenuhnya secara komunal dari sisi tradisi masyarakat sehingga akan berimplikasi terhadap inisiatif dan inovasi untuk maju dan berkembang di sektor pariwisata. Pernyataan senada diekspresikan oleh tokoh agama di Sekotong adalah sebagai berikut : “Kesiapan mental masyarakat dalam menghadapi pariwisata dapat dikatakan belum siap sepenuhnya. Di sini sangat jarang sumber daya manusia atau pemuda-pemuda yang ikut terlibat dalam dunia pariwisata, bahkan yang katanya sudah bekerja di sektor pariwisata di daerah ini masih kendor dan lemah untuk berinisiatif dan bermotivasi untuk mengembangkan pariwisata”. 2.
Persepsi Masyarakat Hindu Terhadap Perkembangan pariwisata Perkembangan pariwisata sebagai sesuatu industri akan jelas akan membawa dua dampak yaitu, dampak positif dan negatif. Implikasi tersebut akan membawa transformasi kehidupana sosial masyarakat karena adanya kecendrungan yang diakibatkan seperti rencana pengembangan pariwisata sebagai suatu industri tanpa mempertimbangkan aspek ke depan (forward linkage) dengan mengabaikan aspek ke belakag (backward linkage) yang megarah pada orientasi (Project oriented). Dari perspektif ini dapat diketahui dampak positif pariwisata merupakan tujuan yang ingin dicapai dan dampak negatif menjadi persoalan yang haruis dicarikan jalan solusinya (Baswir, 1999 : 7). a). Persepsi Positif Dari persepsi yag telah dituturkan oleh berbagai pihak informan, maka dapat digeneralisir bahwa, sebagian besar tokoh agama Hindu di Lombok mamandang bahwa pariwisata akan membawa manfaat besar dalam upaya
ISSN No. 1978-3787 mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Dalam pengembangannya, industri pariwisata secara nyata telah dirasakan dampaknya, baik oleh masyarakat, pemernitah maupun swasta maupun pihak-pihak yang terkait lainnya. Hal tersebut disadari karena memang industri pariwisata menyentuh langsung permasalahan utama yang dihadapi oleh masyarakat komunal. Kehadiran pariwisata telah mampu merubah struktur kehidupan masyarakat lokal yang semula hidup sebagai petani dan nelayan dengan penghasilan yang jauh dari mencukupi kebutuhan hidup minimal menjadi masyarakat yang lebih berkecukupan seperti masyarakat yang dominan. Di samping itu industri pariwisata juga memberikan peluang usaha sehingga semakin banyak orang-orang lokal terserap sebagai tenaga perhotelan, restaurant dan lain-lain, yang pada akhirnya dapat merubah perekonomian serta memberikan kesempatan dan peluang berusaha bagi masyarakatnya. Hal berikut dipertegas oleh informan dari hasil wawancara peneliti dengan seorang Tokoh Agama di Daerah Batu Layar adalah sebagai berikut : “Dari pertumbuhan ekonomi, tampak jelas bahwa sektor pariwisata itu benar-benar berpengaruh positif terutama dalam peningkatan perekonomian masyarakat Lombok. Pendapatan masyarakat menjadi meningkat, industri kerajinan masyarakat akan semakin meningkat dan berkembang seperti usaha kerajinan kayu, dan gerabah dan diikuti semakin berkembangnya tingkat komunikasi masyarakat dengan bahasa inggris. Di samping itu kelompokkelompok kesenian rakyat akan semakin hidup dan berkembang sebagai atraksi wisata lombok. Belum lagi menyentuh bidang agama, budaya, sosial, politik. Aspek pendidikan akan menjadi pemicu bagi sumber daya manusianya untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya. Dampak positif pariwisata sebenarnya harus tetap menjadi pemikiran masyarakat untuk dapat memikirkan peluang yang ada (wawancara : tanggal 2 Februari 2010). b). Persepsi Negatif Dengan berlandaskan pada pemahaman perspektif ekonomi-politik, maka uindustri pariwisata internasional telah melakukan ekspansi dan penetrasi yang menimbulkan ekses negatif di bidang ekonomi. Selain di
_____________________________________ Volume 6, No. 5, September 2012
http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787 Media Bina Ilmiah 41 ………...…………………………………………….………………………………………………… bidang ekonomi, pariwisata juga terkait dengan perubahan gaya hidup yang cenderung mengarah pada pembentukan simbol sosial dan identias kultural melalui pakaian, mobil, atau produk lainnya secara artifisial. Budaya kononsumerisme yang berkembang sebagai akibat kemajuan ekonomi dan penjualan produk tadi menurut Pilliang (1998 : 255), mengacu daya konsumsi yang sangat tinggi di kalangan masyarakat. Dari penampakan luar perilaku dan gaya hidup seperti inilah yang menjadi substansi persepsi dan kekahwatiran para tokoh agama terhadap pariwisata menjadi lebih mundur. Sejalan dengan persepsi di atas, salah seorang tokoh agama yang ada di Kecamatan Cakranegara adalah sebagai berikut : “Dampak dari pariwisata itu dapat dilihat dari perilaku yang ditunjukkan oleh turis maupun masyarakat lokal, mulai rambutnya gondrong, pakai antig-antig, celana dirobek-robek, kemudian perilaku tersebut terbawa sampai ke kampung halamannya. Di kawasan senggigi banyak ditemui perilaku buruk seperti minimminuman keras, pergaulan bebas, gigolo dan lainlain (wawancara : tanggal 4 Februari 2010). Dari tokoh agama yang berdomisisi di Kecamatan Cakranegara menyatakan sebagai berikut: “pariwisata merupakan gerbang maksiat yang penuh dengan lumuran dosa, khususnya pengikisan moral di kalangan generasi muda Lombok. Pariwisata itu membawa bencana prostitusi, miras, narkoba, perjudian dan kejahatan lainnnya (wawancara tanggal 5 Februari 2010). Sejalan pernyataan dengan tokoh agama Hindu dari Sindu Kecamatan Cakranegara mengatakan sebagai berikut : “Pariwisata sarat dengan budaya barat yang tidak sesuai dengan adat istiadat masyarakat Lombok yakni budaya yang dibawa oleh wisatawan mancanegara seperti tata cara berpakaian, gaya atau pola hidup konsumtif, dan paling nyata dapat dilihat adalah perkawinan silang antara orang lokal dengan bule (wawancara : tanggal 6 Februari 2010). Sehingga dari beberapa pernyataan persepsi tokoh agama tersebut di atas nampak jelas bahwa yang menjadi dasar pijakan bagi tokoh agama dalam memberikan pengakuan terhadap pariwisata sematamata karena stereotif negatif yang menjurus kepada persepsi negatif pula. Ada beberapa masyarakat melihat ekses negatif pariwasata dari konteks penyimpangan perilaku yang ditunjukkan oleh turis maupun masyarakat lokal. Hal tersebut sebagai
landasan pijakan bagi menuangkan persepsinya.
tokoh
agama
dalam
PENUTUP a.
Simpulan Berdasarkan hasil pembahasan secara mendalam tentang persepsi tokoh agama Hindu terhadap eksistensi pariwisata Lombok, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. 1. Persiapan mental masyarakat Hindu sudah dikatakan siap secara mental menerima kehadiran pariwisata di Lombok.. Hal senada dapat tersimpul bahwa masyarakat Hindu yang ada di kawasan wisata merasa sangat tergantung hidupnya terhadap industri pariwisata. Dengan kata lain masyarakatmasyarakat tersebut merasa rugi dan tidak punya pekerjaaan kalau tidak ada wisatawan yang berkunjung ke desanya. Sebaliknya merasa diuntungkan bilamana ada wisatawan yang hadir atau datang untuk berkunjung ke desanya karena banyak sumber daya manusia yang merasa terlibat seperti pemandu wisata, jasa transportasi, akomodasi maupun konsumsi. 2. Persepsi tokoh agama Hindu terhadap eksistensi pariwisata Lombok meliputi persepsi positif dan negatif. Persepsi positif bahwa pariwisata Lombok dapat memberikan manfaat secara nyata bagi masyarakatnya, hal tersebut dapat tercermin dari sumber pendapatan yang diterima sebagai hasil industri pariwisata. Persepsi negatif para tokoh agama hindu akan muncul melalui kekhawatiran mereka akan adanya dekadensi moral, distorsi perilaku yang disebabkan adanya pergeseran norma oleh pemuda akibat adanya pengembangan pariwisata. 3. Persepsi tokoh agama Hindu yang dituangkan dalam pemikiran serta pemahaman dalan kehidupan sehari-hari akan dapat memeberikan gambaran kepada masyarakat, bahwa masyarakat Hindu selalu diwajibkan untuk bekerja sebagai dasar pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai wujud melaksanakan swadharma srada dan bhaktinya. b.
Saran. Dari kesimpulan terkait dengan persepsi tokoh agama terhadap eksistensi pariwisata Lombok di atas maka dapat diajukan saran sebagai berikut : 1. Perlunya dibangun pola kemitraan dalam industri pariwisata dengan para tokoh agama. 2. Dengan beragamnya persepsi tokoh agama terhadap eksistensi pariwisata Lombok harus berorientasi pada sradha dan bhakti untuk
_____________________________________ http://www.lpsdimataram.com
Volume 6, No. 5, September 2012
42 Media Bina Ilmiah
3.
menyeimbangkan antara kesejahteraan duniawi dan rohani. Perlunya efektifitas dari tokoh agama untuk memberikan pandangan terhadap keadaan masyarakat tentang kesadaran pariwisata baik melalui dharma wacana maupun forum-forum pertemuan adat.
DAFTAR PUSTAKA Ardika, I Wayan. 2003. Pariwisata Budaya Berkelanjutan – Reflksi dan Harapan di Tengah Perkembangan Global. Denpasar : Program Studi Magister (S2) Kajian Pariwisata UNUD. Bagus, I Gusti Ngurah. 2002. Masalah Budaya dan Pariwisata dalam Pembangunan. Denpasar : Program Studi Magister (S2) Kajian Budaya Universitas Udayana.
ISSN No. 1978-3787 Mariyah, Emiliana dkk. 2003. Pengetahuan, Sikap. dan Perilaku Masyarakat Terhadap Penduduk Migran dan Program Transmigrasi (Hasil Penelitian). Denpasar : Universitas Udayana. Marpaung,
Happy. 2000. Pengetahuan Kepariwisataan. Bandung : Alfabet.
Moleong, Lexy, J. 1999. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya Offset. Nata, Abuddin. 2001. Sejarah Pertumbuhan dan Perkemnagan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di Idonesia. Jakarta : PT. Gramedia Widiasrama. Pilliang, Yasraf Amir. 1998. Sebuah Dunia Yang Dilipat. Bandung : Mizan. _________________. 2000. Postrealitas – Realitas Kebudayaan dalam Era Posmetafisika. Yogyakarta : Jalasutra.
Baswir, Revrisond. 2003. Pembangunan Tanpa Perasaan – Evalusai Pemenuhan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Jakarta : ELSAM.
Simatupang, Maurits. 2002. Budaya Indonesia yang Supraetnis. Jakarta : Papas Sinar Sinanti.
Fadeli, Chafid. 2001. Dasar-dasar Manajeen Kepariwisataan Alam. Yogyakarta : Liberty.
Strauss, Anselem dan Corbin, Juliet. 2003. Dasardasar Penelitian Kualitatif. Terj. Shodiq dan Imam Mutaqiem. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Gee, Chuck Y. 1999. International Tourism – A Global Perspective. WTO : University of Hawai at Manoa. Geritya, I Wayan. 1996. Pariwiwsata dan Dinamika Kebudayaan Lokal, Nasional, dan Global : Bunga rampai Antropologi Pariwisata. Denpasar : Upada Sastra. Gerungan, W. A. 2004. Psikologi Sosial. Bandung : PT Reflika Aditama. Gromang, Frans. 2003. Tuntunan Keselamatan dan Keamanan Wisatawan. Jakarta : PT Pradnya Paramita. Gulo, W. 2004. Metodologi Penelitian. Jakarta : PT Grasindo. Kahmad, Dadang. 2002. Sosiologi Agama. Bandung : Rosdakarya.
Suharsini Arikunto. 1989. Prosedur Penelitian. Jakarta : CV Balai Pustaka Suriasumantri, Yuyun S. 2002. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. Suprayogo, Imam, Tabroni. 2001. Metodologi Penelitian Sosial Agama. Bandung : PT Rema Rosdakarya. Widastra, Paskalis Nyoman. 2004. Peristiwa Satu Tujuh Satu Dalam Komunitas Islam Kristen di Mataram Lombok (Tesis). Denpasar : FS Unud. Yoeti, H. Oka. A. 1997. Ekowisata – Pariwisata Berwawasan Lingkungn Hidup. Jakarta : P. Pertja.
Mantra, I.B. 1996. Landasan Kebudayaan Bali. Denpasar : Yayasan Dharma Sastra Mantra, Ida Bagoes. 2004. Filsafat Penelitian dan Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
_____________________________________ Volume 6, No. 5, September 2012
http://www.lpsdimataram.com