28 Media Bina Ilmiah
ISSN No. 1978-3787
PERBEDAAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI, PROTEIN DAN Fe SEBELUM DAN SESUDAH KONSELING GIZI MELALUI HOME VISIT PADA IBU HAMIL PENDERITA ANEMIA DI DAERAH PESISIR PANTAI TANJUNG KARANG
oleh : Yuli Laraeni, Aladhiana CN, Ketut Swirya Jaya Politeknik Kesehatan Kemenkes Mataram
Abstract: Iron deficiency anemia is anemia caused by a lack of iron in the body, so the need for iron (Fe) to eritropoesis not enough, which is characterized by red blood cells image hipokrom-mikrositer, serum iron levels (serum Iron = SI) and transferrin decreased, total iron binding capacity (Total Iron Binding Capacity / TIBC) and elevated iron storage in the bone marrow as well as in others very little or none at all. This study aimed to assess the differences in consumption levels, and Fe protein and hemoglobin levels before and after nutrition counseling through home visit in pregnant women with anemia in the coastal areas of Cape Coral. The research will be conducted in the city of Mataram in Tanjung Karang Work Area Health Center. This research is using a quasi-experimental pre-test one group design. The population in penelittian is all pregnant women suffer from anemia in cape coral health center working area on the coast. The sample of this study is the inclusion and exclusion criteria. Purposive sampling technique samples. Types of data collected in the form of primary data, including data from anthropometry (BB, TB, LILA), energy consumption data, as well as data and Fe protein hemoglobin. Study sample were 30, who was diagnosed with anemia. Most (90%) samples were aged> 20 years, all at the age of pregnancy third trimester pregnancy samples 7 months of age (56.7%), the level of secondary education the most (53.4%), and of the 30 samples do not suffer from chronic energy deficiency (100%). Average consumption levels of energy, protein, and Fe was not much different before and after nutrition counseling through home visit is before counseling the average energy consumption rate of 87.1%, protein 98.0%, 65.0% Fe and after counseling average energy consumption rate 105.9%, 122.9% and Fe protein 75.6. Tests Paired sample test showed no difference (p <0.000) levels of consumption of energy, protein, and Fe before and after nutrition counseling through home visit . There are differences in the level of consumption of energy, protein, and Fe before and after nutrition counseling through home visit in pregnant women suffering from anemia on the coast of the Cape Coral area of Occupational Health Center Mataram. There is a difference Haemoglobin levels before and after nutrition counseling through. coastal area of Cape Coral Occupational Health Center Mataram. After getting nutritional counseling to patients DM to continue to be motivated in the diet of pregnant women with hemoglobin levels correctly so that blood can be increased and sustained normally be conditioned, and thus may prevent the emergence of anemia that can harm the mother and fetus. Keywords: Consumption, Nutrition Counseling Before-After, Maternal Anemia
PENDAHULUAN Kebutuhan zat besi pada wanita hamil yaitu rata-rata mendekati 800 mg. Kebutuhan ini terdiri dari, sekitar 300 mg diperlukan untuk janin dan plasenta serta 500 mg lagi digunakan untuk meningkatkan massa haemoglobin maternal. Kurang lebih 200 mg lebih akan dieksresikan lewat usus, urin dan kulit. Makanan ibu hamil setiap 100 kalori akan menghasilkan sekitar 8–10 mg zat besi. Perhitungan makan 3 kali dengan 2500 kalori akan menghasilkan sekitar 20–25 mg zat besi perhari. Selama kehamilan dengan perhitungan 288 hari, ibu hamil akan menghasilkan zat besi sebanyak 100 mg sehingga kebutuhan zat besi masih kekurangan
untuk wanita hamil. Kejadian anemia gizi pada ibu hamil di Kota Mataram Propinsi NTB cukup tinggi yaitu 68,00 % berdasarkan hasil data PWS- KIA. Tujuan umum penelitian ini untuk menkaji perbedaan tingkat konsumsi zat gizi sebelum dan sesudah konseling gizi melalui home visite pada ibu hamil penderita anemia di daerah pesisir Pantai Tanjung Karang. Manfaat penelitian dapat memberikan masukan pada khususnya petugas gizi dilapangan sebagai bahan pertimbangan dalam upaya meningkatkan pelayanan gizi berkaitan dengan kegiatan konseling gizi melalui metode home visit.
_______________________________________________ Volume 7, No. 1, Januari 2013
http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787 penduduk juga menyebabkan kebutuhan area/lahan untuk membangun sarana dan prasarana juga semakin besar. Hal ini menyebabkan pengelolaan sampah memerlukan teknologi baru yang dapat mengelola sampah dengan aman dan tidak menimbulkan masalah di aspek kehidupan yang lain. Apabila kita cermati beberapa cara pembuatan kompos di atas, ada beberapa metode pembuatan kompos yang dapat dilakukan di dalam rumah tanpa memerlukan lahan yang luas. Pembuatan kompos skala rumah tangga ini diharapkan akan meniadakan permasalahan sampah, karena tidak ada lagi sampah organik yang menimbulkan bau yang perlu dibuang keluar dari rumah. Bahkan setiap rumah tangga akan mampu menghasilkan kompos yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman yang ada di setiap pekarangan. Jadi di satu sisi sampah sudah tidak menjadi masalah di sisi lain pekarangan rumah menjadi indah karena tanamannya mendapat pupuk dari kompos. Tantangan kita sekarang adalah bagaimana meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pengelolaan sampah rumah tangga dan dari penelitian Darwin dkk (2006) kesadaran masyarakat untuk memilah sampah dapat ditingkatkan dengan cara mengajak, memberikan informasi dan memberikan pelayanan yang baik.
DAFTAR PUSTAKA Anonymous, 2005. Pengelolaan Sampah di Mataram. http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/2 005/11/15/brk,20051115-69215.id.html Anonymous, 2012. Sampah Padat di Kota-kota Dunia Naik 70%. http://www.hijauku. com/2012/06/07/ sampah-padat-di-kotakota-dunia-naik-70/ darcy-norman-flickr2/. Di download pada 21 Januari 2012.
Media Bina Ilmiah 27 Azwar, A., 1990. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Mutiara Sumber Widya. Jakarta. Darwin, dkk., 2006. Pilot Project Peningkatan Kesadaran Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dengan Cara Pemilahan di Kota Padang. Laporan PKMK Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas, Padang. Isroi, 2008. Pengomposan Limbah Padat Organik. Makalah. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor. Masud, M., 2012. Gerakan “Lisan” Upaya Masyarakat Mataram Atasi Persoalan http://www.antara Sampah. Laporan. mataram.com/berita/?rubrik=8&id=23461. Didownload pada 21 Januari 2013. Mita,
2012. Cara Gampang Membuat Kompos.Green.kompasiana.com /…../cara-gampang-….. Didownload pada tanggal 4 Februari 2013.
Outerbridge, T. (ed.), 1991. Limbah Padat di Indonesia: Masalah atau Sumber Daya. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta Sudradjat, 2007. Mengelola Sampah Kota. Penebar Swadaya. Jakarta. Unus , S. 2001. Pupuk Organik Kompos dari Sampah. Bioteknologi Industri. Humaniora Utama Press, Jakarta. Yuwono D., 2008. Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta.
_______________________________________ http://www.lpsdimataram.com
Volume 7, No. 1, Januari 2013
26 Media Bina Ilmiah 5.
6.
b.
Tutup kembali dengan bantalan sekam serta dilapisi kain hitam, lalu tutup dengan tutup keranjang plastik. Saat memasukkan sampah, tinggal membuka tutup keranjang, mengambil kain dan bantalan sekam bagian atas. Sampah pertama di adukaduk dengan kompos pakai sekop, selanjutnya keranjang ditutup. Ketika ditutup, proses pengomposan sedang berjalan. Demikian seterusnya saat memasukkan sampah, lakukan hal serupa. Satu keluarga misalnya berisi 7 orang, dengan keranjang setinggi 40 cm x 38 cm x 27 cm, maka keranjang tersebut baru penuh setelah sekitar 2 bulan. Untuk Rumah tangga yang memliki lahan pekarangan tetapi lahan pekarangannya tertutup (semen atau paving blok).
Rumah tangga yang memiliki lahan pekarangan menghasilkan sampah organik yang lebih banyak bila dibandingkan dengan rumah tangga yang tidak memiliki lahan pekarangan, karena di sini yang dihasilkan bukan hanya sampah dapur tetapi juga sampah dari pekarangan seperti daun-daun yang gugur, sehingga komposter yang digunakan di sini harus memiliki kapasitas yang lebih besar dibandingkan metode Keranjang Takakura. Salah satu metode yang bisa dikembangkan adalah dengan menggunakan komposter berputar. Bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan komposter berputar: 1 buah drum (bisa dari metal atau plastik), Sepasang engsel, baut dan mur ukuran kecil +/- 20 bh, baut dan mur panjang 6 cm +/- 6 bh, baut untuk kaso 16 buah, 2 bh gerendel, 1 bh handel, 4 bh roda, 2 batang kaso 4/6 sepanjang 1/2 meter, 1 buah reng sepanjang 40 cm
ISSN No. 1978-3787 Cara pembuatan kompos dengan komposter berputar: 1. Isi komposter dengan sekam 2. Masukkan kompos yang sudah jadi 1 sekop (untuk inokulan/biakan bakteri) 3. Masukkan sampah dapur yang sudah dicuci dan dicacah. 4. Siram sampai lembab 5. Putar komposternya. 6. Bila sampah sudah mulai banyak, tambah lagi sekam. 7. Isi terus komposter sampai penuh. 8. Putar komposter seminggu sekali. 9. Kompos dipanen apabila warnanya sudah menghitam (sekitar 2 bulan) (Mita, 2012)
c.
Untuk rumah tangga yang memiliki lahan pekarangan terbuka.
Rumah tangga yang memiliki lahan pekarangan yang terbuka lebih mudah dalam mengelola sampahnya yaitu dengan cara membuat lubang tanah. Salah satu metode yang bisa diterapkan menggunakan metode komposting tipe trench (model parit) yaitu membuat kompos dengan menggali lubang pada tanah yang menyerupai parit. Caranya sebagai berikut: 1. Rencanakan tiga tempat/lubang pengomposan. 2. Pada tahun pertama, pengomposan dilakukan di lokasi A. 3. Masukkan bahan organik ke dalam lubang lokasi A, kemudian langsung ditutup dengan tanah galian di atasnya. Penutupan bahan organic pada lubang dapat dilakukan sekaligus atau lapis demi lapis. 4. Pada tahun ke-2, letak kompos berpindah di lokasi B. proses pekerjaan sama dengan sebelumnya di lokasi A. Pada tahun ke-2 ini kompos di lokasi A sudah matang. Bahan sampah yang sudah ditimbun dalam tanah ini dapat dipanen setelah 6-12 bulan atau bisa langsung ditanami. Demikian seterusnya pada lokasi C, pekerjaan dilakukan secara bergantian setiap tahun. (Yuwono, 2008) PENUTUP
Gambar 2. Komposter Berputar.
_______________________________________________ Volume 7, No. 1, Januari 2013
Masalah sampah memang selalu muncul di setiap kehidupan manusia. Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk dunia, permasalahan sampah menjadi semakin kompleks. Di satu sisi pertambahan jumlah penduduk mengakibatkan semakin banyaknya sampah yang dihasilkan dan memerlukan penanganan yang semakin kompleks, di sisi lain pertambahan http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787
Media Bina Ilmiah 25
melibatkan organisme yang ada di dalam tanah. Dan kita tahu bahwa setiap organisme membutuhkan kondisi lingkungan dan bahan yang berbeda, untuk itu harus diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan organisme dalam melakukan dekomposisi bahan organik, antara lain meliputi: rasio C/N, ukuran partikel yang akan didekomposisi, aerasi, porositas, kandungan air, suhu, pH, kandungan hara dan kandungan bahanbahan berbahaya (Isroi, 2008) Kondisi optimum proses pengomposan disajikan pada tabel 1. Tabel 1. Kondisi Optimum Proses Pengomposan. Paremeter C/N-rasio bahan
Nilai 30-35 : 1
C/P-rasio bahan
75-100 : 1
Bentuk/ukuran materi
1.3-3.3 cm untuk proses pabrik; 3.3-7.6 cm untuk proses biasa sederhana
Kadar air bahan
50-60%
Aerasi
0.6-1.8 m3 udara/hari/kg bahan selama proses termofilik, sedang untuk proses selanjutnya makin berkurang
Temperature maks. Sumber: Unus, 2002.
550C
BEBERAPA METODE PEMBUATAN KOMPOS SKALA RUMAH TANGGA Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk membuat kompos skala rumah tangga. Metode yang mana yang akan digunakan sebaiknya disesuaikan dengan kondisi masingmasing, baik dari segi biaya, kemudahan maupun ketersediaan tenaga dan lahan. Di bawah ini diberikan beberapa metode pembuatan kompos dari sampah rumah tangga yang telah penulis bedakan berdasarkan kondisi luasan lahan yang dimiliki: a.
Untuk rumah tangga yang tidak memiliki lahan pekarangan
Terdapat beberapa metode pengomposan yang telah dikembangkan dengan memanfaatkan bahanbahan bekas atau bahan baru yang dapat digunakan sebagai komposter, salah satu metode yang sudah cukup terkenal adalah metode ”Keranjang Takakura”.
Keranjang kompos Takakura merupakan satu metode pengomposan hasil penelitian seorang ahli bernama Mr. Koji Takakura dari Jepang. Pada awalnya Mr. Takakura melakukan penelitian di Surabaya untuk mencari sistem pengolahan sampah organik yang cocok selama kurang lebih setahun. Proses pengomposan ala keranjang takakura merupakan proses pengomposan aerob, dimana udara dibutuhkan sebagai asupan penting dalam proses pertumbuhan mikroorganisme yang menguraikan sampah menjadi kompos. Pembuatan kompos dengan keranjang Takakura ini cocok untuk rumah tangga yang beranggotakan keluarga 4-7 orang karena berukuran sekitar 40 cm x 25 cm x 70 cm. Sampah rumah tangga yang diolah di keranjang ini maksimal 1.5 kg/hari
Gambar 1. Pembuatan Kompos dengan Metode Takakura. Alat/bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan keranjang Takakura: sekam, mikroorganisme cair, kompos, sampah organik, keranjang plastik bertutup, jarum jahit, benang nilon, jaring, gunting, kertas kardus, termometer, kain stocking, sprayer, bak plastik, air PDAM dan sendok semen/cetok. Cara Pengomposan metode Takakura: 1. Sediakan keranjang plastik yang kanan kirinya berlubang-lubang. Lebih praktis pakai keranjang untuk pakaian kotor yang memang sudah ada lubangnya. Bisa juga pakai kaleng ember cat yang sekelilingnya dilubangi secara merata dengan paku. Lubang ini sangat penting agar angin leluasa keluar masuk. 2. Sekeliling bagian dalam keranjang dilapisi dengan kardus. Tujuannya supaya sampah tidak tumpah. 3. Bagian bawah dilapisi dengan sekam yang dibungkus dengan kain kasa sehingga tidak bercampur dengan sampah. 4. Di atas sekam ditimbun kompos sampai minimal setengah dari tinggi keranjang tersebut atau istilahnya starter.
_______________________________________ http://www.lpsdimataram.com
Volume 7, No. 1, Januari 2013
24 Media Bina Ilmiah penanganan persampahan. Ketersediaan lahan dipedesaan masih cukup luas mempermudah masyarakat desa mengelola sendiri sampah yang dihasilkannya. Hal inilah yang sebenarnya menjadi inti dalam penanganan masalah persampahan. Apabila kita bisa mengelola sampah pada sumbernya (rumah tangga), maka tidak diperlukan lagi penanganan yang sulit akan permasalahan sampah ini. Yang menjadi permasalahan dalam mengelola sampah pada skala rumah tangga di perkotaan adalah keterbatasan lahan dan kesadaran masyarakat untuk mengelola sampah yang dihasilkannya sendiri. Apabila kita tinjau komposisi kimianya, sampah dapat dibagi menjadi sampah organik dan sampah anorganik. Penelitian mengenai sampah padat di Indonesia menunjukkan bahwa 80% merupakan sampah organik (Outerbridge, ed., 1991), hal ini sesuai dengan hasil survey di Jakarta, Bogor, Bandung dan Surabaya (Sudradjat, 2007) yang menunjukkan sampah organik mencapai angka 7595% dari total sampah yang ada. Sampah organik memerlukan penanganan yang cepat karena dapat menimbulkan permasalahan lainnya bila lambat dalam penangannya seperti timbulnya bau kurang sedap, berkembangnya lalat yang menyebabkan berbagai penyakit. Di sisi lain bila kita mampu mengelola dengan baik sampah organik ini dapat dimanfaatkan menjadi kompos yang sangat berguna dalam meningkatkan kesuburan tanah. KLASIFIKASI SAMPAH RUMAH TANGGA Sampah (refuse) adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang, yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia (termasuk kegiatan industri), tetapi bukan biologi (karena human waste tidak termasuk di dalamnya) dan umumnya bersifat padat (Azwar, 1990). Sumber sampah bisa bermacam-macam, diantaranya adalah: dari rumah tangga, pasar, warung, kantor, bangunan umum, industry dan jalan. Sampah rumah tangga perlu dibedakan berdasarkan bisa tidaknya diurai, karena masingmasing kelompok menentukan cara penanganan yang berbeda. Pengelompokan sampah rumah tangga meliputi: a.
Sampah organik yang dapat dibuat kompos Sampah organik adalah sampah yang dapat hancur secara alamiah baik oleh air hujan, panas matahari, terserap tanah. Komposisinya sekitar 68 persen dari total sampah. Yang termasuk sampah ini: _______________________________________________ Volume 7, No. 1, Januari 2013
ISSN No. 1978-3787 1. Sampah kebun seperti daun, rumput, bunga layu, potongan ranting. 2. Sampah dapur seperti potongan sayuran, kulit buah dan buah, ampas jus atau ampas sayuran, ampas teh, ampas kopi. 3. Sampah kertas, potongan kertas dalam jumlah kecil. 4. Sampah kain bekas dari bahan katun 5. Sampah kotoran hewan herbivora (pemakan tumbuhan) seperti kotoran burung, kelinci, kuda, kambing dan bebek. b.
Sampah yang dapat didaur ulang
Sampah anorganik adalah sampah yang sulit atau tidak dapat hancur melalui proses alamiah. Sampah yang dapat didaur ulang sekitar 14 persen dari total sampah. Yang termasuk kategori sampah ini: 1. Kertas, kardus, koran dalam jumlah besar. 2. Kaca, gelas atau botol. 3. Kaleng dan alumunium 4. Botol dan gelas plastik, kantong plastik kresek. b.
Sampah berbahaya yang tidak boleh dibuang sembarangan.
Sampah ini tidak dapat didaur ulang atau digunakan kembali. Teknologi untuk memusnahkannya adalah dengan pembakaran. Yang termasuk kategori sampah ini: 1. Kertas pembungkus berlapis plastik, kantong plastik, pipa plastik PVC, papan sirkuit elekronik (PCB). 2. Baterai. 3. Kapsul dan pil sisa obat 4. Gabus styrofoam 5. Sampah rumah sakit, popok bayi sekali pakai, tekstil sintetis KOMPOS Kompos merupakan istilah untuk pupuk organik buatan manusia yang dibuat dari proses pembusukan sisa-sisa buangan makhluk hidup (tanaman maupun hewan). Proses pengomposan berjalan secara aerobik dan anaerobik yang saling menunjang pada kondisi lingkungan tertentu, yang disebut dengan proses dekomposisi (Yuwono, 2008). Menurut Isroi (2008) semua bahan organik padat dapat dikomposkan, misalnya: limbah organik rumah tangga, sampah-sampah organik pasar/kota, kertas, kotoran/limbah peternakan, limbah pertanian, limbah agroindustri, limbah pabrik kertas, limbah pabrik gula, limbah pabrik kelapa sawit dll. Yang perlu mendapat perhatian adalah bahwa pembuatan kompos merupakan proses yang http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787
Media Bina Ilmiah 23
PEMBUATAN KOMPOS SKALA RUMAH TANGGA SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENANGANAN MASALAH SAMPAH DI KOTA MATARAM
Oleh: Sad Kurniati W Dosen PNS dpk pada Univ. Nusa Tenggara Barat Abstrak: Jumlah penduduk kota Mataram yang mencapai empat ratus dua belas ribu jiwa menimbulkan permasalahan sampah yang memerlukan penanganan yang serius. Selain upaya penanganan sampah menggunakan teknologi sanitary landfill yang telah dikembangkan oleh pemkot Mataram, keterlibatan masyarakat untuk mengolah sampah rumah tangganya sendiri akan sangat membantu mengurangi permasalahan sampah di kota Mataram. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengolah sampah organik menjadi kompos yang bisa dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Saat ini telah dikembangkan beberapa metode/komposter yang dapat digunakan untuk membuat kompos skala rumah tangga, yang penulis coba klasifikasikan menjadi 3 kelompok, yaitu metode yang dapat digunakan oleh rumah tangga yang tidak mempunyai pekarangan, metode yang dapat digunakan oleh rumah tangga yang memiliki pekarangan tetapi lahannya tidak ada yang terbuka (disemen atau paving blok) dan metode yang dapat digunakan oleh rumah tangga yang memiliki lahan pekarangan terbuka. Masyarakat dapat memanfaatkan metode-metode tersebut sesuai dengan kondisi rumah masing-masing. Kata kunci: sampah, rumah tangga, kompos, komposter.
PENDAHULUAN Perkembangan dan pertumbuhan penduduk yang pesat di daerah perkotaan mengakibatkan daerah pemukiman semakin luas dan padat. Peningkatan aktivitas manusia, menyebabkan bertambahnya sampah. Menurut Sudradjat (2007), rata-rata buangan sampah kota adalah 0.5 kg/kapita/hari, bahkan laporan terakhir dari Bank Dunia menyebutkan rata-rata setiap penduduk Indonesia membuang sampah padat sebesar 0.85 kg/hari (Anonymous, 2012). Data dari Bank Dunia juga menyebutkan dari total sampah yang dihasilkan secara nasional, hanya 80% yang berhasil dikumpulkan, sisanya terbuang mencemari lingkungan. Besarnya timbunan sampah yang tidak dapat ditangani akan menyebabkan berbagai permasalahan baik langsung maupun tidak langsung bagi penduduk kota. Dampak langsung dari penanganan sampah yang kurang bijaksana diantaranya adalah berbagai penyakit menular maupun penyakit kulit serta gangguan pernafasan, sedangkan dampak tidak langsungnya diantaranya adalah bahaya banjir yang disebabkan oleh terhambatnya arus air di sungai karena terhalang timbunan sampah yang dibuang ke sungai. Kota Mataram sebagai salah satu ibu kota Provinsi juga tidak terlepas dari masalah sampah. Dengan jumlah penduduk yang mencapai 412.000 jiwa, volume sampah di Kota Mataram mengalami peningkatan cukup signifikan dari sebelumnya
sebanyak 1.080 m3 menjadi 1.210 m3/ hari atau 36.000 m3/ bulan (Masud, 2012) Upaya pemkot Mataram dalam menangani permasalahan sampah sudah bagus dan cukup baik, yaitu dengan metode sanitary landfill yang dilakukan di TPA Kebon Kongok yang berada di desa Banyumulek Kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok Barat. Teknologi sanitary landfill mengintegrasikan pengolahan sampah terpadu. Sampah yang ada didaur ulang, lalu dimanfaatkan komposnya dan residu/sisanya dibuang ke penghancuran sampah. Beberapa permasalahan muncul dalam pelaksanaan metode ini, diantaranya adalah: Fasilitas yang dimiliki Dinas Kebersihan Kota Mataram hanya mampu mengangkut 800 m3/hari dari dari 1210 m3/hari sampah yang dihasilkan. Disamping itu sanitary landfill adalah teknologi tinggi, dimana untuk menerapkannya diperlukan biaya Rp 16.000,- sampai Rp 20.000,- /m3. Karena itu, dari 800 m3/hari sampah yang berasal dari kota Mataram menghabiskan pembiayaan sekitar Rp 16 juta, setahunnya Dinas Kebersihan Kota Mataram harus menyediakan anggaran Rp. 4 miliar (Anonymous, 2005). Dan bila kita amati TPA ini dari tahun ke tahun juga mengalami peningkatan luas areal dari 6 ha sekarang sudah mencapai 20 ha. Kondisi di perkotaan yang diuraikan diatas relatif berbeda dengan kondisi di pedesaan yang umumnya tidak menghadapi permasalahan dalam
_______________________________________ http://www.lpsdimataram.com
Volume 7, No. 1, Januari 2013
22 Media Bina Ilmiah
ISSN No. 1978-3787
Evertson dan Emmer (2011) Manajemen Kelas Untuk Guru SD. Jakarta: Kencana.
Roestiyah, N.K. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta. Rineka Cipta.
Furqanul Azies dan A. Chaedar AlWasilah, 2002. Pengajaran Bahasa Komunikasi, Teori dan Praktek. Bandung, Rosda Karya.
Soetomo, Drs, 1993. Dasar-Dasar Interaksi Belajar Mengajar. Surabaya, Usaha Nasional.
Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives /HASH1efb/205cbc57.dir/doc.pdf.4 Maret 2009
Suharsimi Arikunto, Prof, Dr, 1999. Prosedur Penelitian. Jakarat, PT. Rineka Cipta Syamsudin AR. dan Vismia S. Damaianti, 2006. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Bandung, Remaja Rosdakarya. Tarigan,
IGAK Wardhani, dkk, 2007. Peneltian Tindakan Kelas. Jakarta, Universitas Terbuka.
Djago, dkk. 1997. Keterampilan Jakarta:Depdikbud.
Pengembangan Berbicara.
Isjoni, Drs., M.Si., 2009. Cooperative Learning: Mengembangkan Kemampuan Belajar Berkelompok. Bandung, Alfabeta.
Tarigan, Henry Guntur. 1986. Berbicara Sebagai Suatu KeterampilanBerbahasa. Bandung: Angkasa.
M. Joko Susilo, 2006. Gaya Belajar Menjadikan Makin Pintar. Yogyakarta, Pinus.
Wayan Nurkencana. (1993). Evaluasi Pendidikan. Surabaya : Usaha Nasional.
M. Toha Anggoro, dkk, 2007. Metode Penelitian. Jakarta, Universitas Terbuka.
Zainul,
Made Pidarta, Prof., Dr., 2006. Analisis Data Penelitian-Penelitian Kualitatif dan Artikel. Surabaya, Unesa University Press. Riyanto,Y. 2003. Surabaya.
Penelitian
Kualitatif.
Asmawi dan Noehi Nasution. 2001. Penilaian Hasil Belajar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Overton, Terry. (2008). Assessing Learners with Special Needs: An Applied Approach (7th Edition). University of Texas – Brownsville.
SIC Kizlik, Bob. (2009). Measurement, Assessment, and Evaluation in Education.
Robert E. Slavin, 2009. Cooperative Learning: Teori Riset dan Praktik. Bandung, Nusa Media.
Online : http://www.adprima.com/measurement.htm diakses tanggal 20-01-2013.
_______________________________________________ Volume 7, No. 1, Januari 2013
http://www.lpsdimataram.com