26 Media Bina Ilmiah
ISSN No. 1978-3787
PERBEDAAN KADAR SGOT (SERUM GLUTAMIC OXALOACETIC TRANSAMINASE) PADA PENDERITA MALARIA FALCIPARUM DAN MALARIA VIVAX oleh: Ida Bagus Rai Wiadnya Jurusan Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Mataram
Abstrak : Malaria adalah salah satu jenis penyakit yang mematikan, karena dapat menimbulkan gejala berat dan komplikasi. Berat ringannya manifestasi malaria tergantung jenis Plasmodium yang menyebabkan infeksi dan imunitas penderita. Komplikasi yang paling berat dijumpai pada malaria falciparum yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum dan sering di sebut pernicious manifestations. Plasmodium falciparum menginfeksi semua jenis eritrosit. Pada malaria vivax jarang menyebabkan malaria berat karena Plasmodium vivax menginfeksi reticulosit dan merozoit. Pada penderita malaria terjadi perubahan fungsi hati sehingga menyebabkan kerusakan hati ringan disertai kadar SGOT sedikit meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kadar SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) pada penderita malaria falciparum dan malariavivax. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Studi komparasi. Pengambilan sampel penelitian dilakukan secara consecutive sampling dimana semua subyek yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subyek diperlukan terpenuhi. Perbedaan kadar SGOT pada penderita malaria falciparum dan malaria vivax dianalisa menggunakan Uji Independent T-Test. Hasil penelitian menunjukkan rerata kadar SGOT pada penderita malaria falciparum lebih tinggi (59,7 U/L) dibandingkan dengan rerata kadar SGOT pada penderita malaria vivax (19,5 U/L). Hasil uji beda antara kadar SGOT pada penderita malaria falciparum dan malaria vivax menunjukkan p = 0,000 < 0,050. . Dari hasil statistik disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kadar SGOT pada penderita malaria falciparum dengan malaria vivax. Kata kunci : Malaria falciparum, Malaria vivax, SGOT PENDAHULUAN Malaria adalah salah satu jenis penyakit yang mematikan dimana berdasarkan taksiran WHO sekitar 300-400 juta orang di dunia terinfeksi malaria setiap tahun dan menyebabkan kematian pada 2,7 juta orang. Indonesia merupakan salah satu negara endemik malaria karena 60% penduduk Indonesia tinggal di daerah malaria dan menyebabkan kematian pada 15 juta penderita setiap tahunnya (Depkes RI, 2006). Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus Plasmodium dan memiliki dua hospes yaitu manusia dan nyamuk. Malaria pada manusia dapat disebabkan oleh P. malariae, P.vivax, P. falciparum dan P.ovale (Sudoyo, 2006). Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar tahun 2010 diperoleh Point prevalence malaria (perbandingan antara jumlah penderita malaria yang dicatat dengan jumlah penduduk saat itu) adalah 0,6%, dan spesies parasit malaria yang paling banyak ditemukan adalah Plasmodium falciparum (86,4%) sedangkan sisanya adalah Plasmodium vivax dan campuran antara P.falciparum dan P.vivax (Kemenkes RI, 2011). ambaran karakteristik dari malaria ialah demam berkala, anemia, trombositopenia dan splenomegali.
Berat ringannya manifestasi malaria tergantung jenis plasmodium yang menyebabkan infeksi dan imunitas penderita (White, dkk, 1994). Diagnosis malaria biasanya ditegakkan dengan metoda konvensional memakai perwarnaan giemsa pada apusan darah dan pemeriksaan di bawah mikroskop, Sampai saat ini metoda giemsa merupakan gold standard. Kelebihan dari metoda giemsa ini adalah biaya relatif murah dan bisa menentukan jenis spesies dari Plasmodium. Meskipun demikian masih terdapat kendala yaitu memerlukan tenaga laboratorium yang terlatih dan hasil diperoleh dalam waktu yang lebih lama (time consuming) (Susanto, dkk, 1995). RDT (Rapid Diagnostic Test) merupakan alternatif terhadap diagnosa yang ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis, terutama pada tempat yang tidak mempunyai sarana mikroskopis yang berkualitas (WHO, 2005). Menurut Roe & Pasvol (2009), keuntungan RDT adalah pemeriksaan ini tidak memerlukan kepakaran yang tinggi untuk pelaksanaannya. Walaupun begitu, biaya RDT mahal dan pemeriksaan tidak bersifat kuantitatif. SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) atau juga dinamakan AST (Aspartat
_______________________________________________ Volume 7, No. 2, Maret 2013
http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787 aminotransferase) merupakan enzim yang dijumpai dalam otot jantung dan hati, sementara dalam konsentrasi sedang dijumpai pada otot rangka, ginjal dan pankreas. Konsentrasi rendah dijumpai dalam darah, kecuali jika terjadi cedera seluler, dan dalam jumlah banyak dilepaskan ke dalam sirkulasi metabolisme. Pada penyakit hati, kadarnya akan meningkat 10 kali lebih dan akan tetap demikian dalam waktu yang lama (Sherlock,1990). Peningkatan kadar SGOT juga terjadi pada kasus seperti alkoholik, radang pankreas, malaria, infeksi lever stadium akhir, adanya penyumbatan pada saluran empedu, kerusakan otot dan jantung, orang-orang yang selalu mengkonsumsi obat-obatan seperti antibiotik dan obat TBC (Bastiansyah, 2008). Dari hasil pengamatan kadar SGOT pada pasien malaria positif di RSUD Praya, sebagian besar menunjukkan peningkatan kadar SGOT, sehingga menimbulkan keinginan peneliti untuk melakukan penelitian tentang perbedaan kadar SGOT pada penderita malaria falciparum dan malaria vivax. METODE PENELITIAN Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah Tabung 5 ml, rak tabung, spuit 3 ml, tourniquet, Kapas alkohol 70 %, stopwatch, centrifuge, spektrofotometer clinicon 4010, tissue, Aluminium foli, Mikropipet 100 μl, tip kuning, Obyek glass dan botol semprot. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah Darah, Serum, Bufer, cat Giemsa dan Reagen SGOT. Pengumpulan Sampel Pemeriksaan, disediakan sebuah obyek glass dan sebuah tabung tanpa antikoagulan. Dilakukan fungsi vena, diambill darah sebanyak 3 cc. Teteskan darah sebanyak 1 tetes di atas obyek glass untuk pemeriksaan malaria dan sisanya masukkan ke dalam tabung secara perlahan melalui dinding tabung. Kemudian disentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 3000 rpm, untuk mendapatkan serum untuk pemeriksaan SGOT. Pemeriksaan malaria, Pembuatan sediaan tetes tebal dan hapusan : Teteskan 1 tetes darah pada objek glass yang bersih dan kering kemudian buatlah lingkaran dengan diameter 1 cm. Pengecatan sediaan tetes tebal : Sediaan tetes tebal yang sudah kering dilisiskan terlebih dahulu dengan air sampai hemoglobin hilang. Susun sediaan tetes tebal, tuangkan larutan Giemsa yang sebelumnya telah diencerkan dengan larutan Buffer pH 7,2 dengan perbandingan : 3 tetes Giemsa dengan 20 tetes (1 ml) Buffer pH 7,2 dan diamkan selama 10 -15 menit. Cuci dengan air bersih secara perlahan-lahan sampai semua larutan Giemsa terbuang. Keringkan sediaan tersebut, kemudian
Media Bina Ilmiah 27 periksa di bawah mikroskop dengan pembesaran lensa objek 100 kali. Cara kerja pemeriksaan SGOT, masukkan ke dalam tabung reaksi sesuai dengan tabel berikut : No Tabung 25oC 37oC Reaksi 1. Sampel 200 μL 100 μL 2. Reagen Kerja 1000 μL 1000 μL Dicampur, dan inkubasi selama 1 menit. Baca pada fotometer clinicon 4010 dengan panjang gelombang 340 nm, program K20, faktor 1745 (37oC) atau 952 (25 oC). - Catat hasil yang terbaca pada alat fotometer. HASIL PENELITIAN a.
Gambaran Umum Penelitian
Penelitian telah dilakukan pada bulan Nopember sampai dengan Desember 2012 di Instalasi Laboratorium Rumah Sakit Umum Daerah Praya. Pengambilan sampel penelitian dilakukan secara consecutive sampling dimana semua subyek yang memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subyek diperlukan terpenuhi. Dari keseluruhan penderita dipilih 40 penderita yang memenuhi kriteria penelitian yang terdiri dari 20 subyek penderita malaria falciparum dan 20 subyek penderita malaria vivax. Subyek yang memenuhi kriteria penelitian kemudian dilakukan pemeriksaan kadar SGOT. b.
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Setelah dilakukan pengumpulan data hasil pemeriksaan malaria dan kadar SGOT diperoleh hasil sebagaimana tercantum pada Tabel 1 di bawah ini. Dari Tabel 1 menunjukkan bahwa rerata kadar SGOT penderita malaria falciparum adalah 59,7 U/L dan rerata kadar SGOT penderita malaria vivax adalah 19,5 U/L. Kadar SGOT penderita malaria falciparum terendah adalah 14,0 U/L dan kadar tertinggi adalah 148,6 U/L, sedangkan pada penderita malaria vivax kadar SGOT terendah adalah 10,9 U/L dan kadar tertinggi adalah 29,5 U/L. Dari 20 sampel penderita malaria falciparum ditemukan Plasmodium falciparum ring positif (Pl.fr+) sebanyak 18 sampel dan Plasmodium falciparum gamet positif (Pl.fg+) sebanyak 2 sampel. Data hasil pemeriksaan kadar SGOT penderita malaria falciparum dan malaria vivax dikelompokkan berdasarkan nilai normal kadar SGOT. Pada penelitian ini nilai normal kadar
_______________________________________ http://www.lpsdimataram.com
Volume 7, No. 2, Maret 2013
28 Media Bina Ilmiah
ISSN No. 1978-3787
SGOT adalah 0 – 35 U/L (Pospatklin, 2008). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 1. Hasil pemeriksaan kadar SGOT penderita malaria falciparum dan malaria vivax No Malaria Falciparum 1. Pl fr + 2. Pl fr + 3. Pl fr + 4. Pl fr + 5. Pl fr + 6. Pl fr + 7. Pl fr + 8. Pl fr + 9. Pl fr + 10 Pl fr + 11 Pl fr + 12 Pl fr + 13 Pl fg + 14 Pl fr + 15 Pl fr + 16 Pl fr + 17 Pl fr + 18 Pl fr + 19 Pl fr + 20 Pl fr + Rerata
Kadar SGOT U/L 47,6 40,3 87,4 14,0 53,4 124,7 79,9 52,6 43,5 76,7 148,6 46,3 17,8 42,3 70,5 51,2 43,4 45,6 40,8 67,0 59,7
Malaria Vivax Pl v + Pl v + Pl v + Pl v + Pl v + Pl v + Pl v + Pl v + Pl v + Pl v + Pl v + Pl v + Pl v + Pl v + Pl v + Pl v + Pl v + Pl v + Pl v + Pl v +
Kadar SGOT U/L 11,7 21,1 10,9 14,9 23,2 23,7 27,0 22,8 19,3 11,8 24,8 18,6 24,1 21,0 29,5 17,6 22,2 16,5 14,7 15,1 19,5
Tabel 2. Data Hasil pemeriksaan kadar SGOT malaria falciparum dan malaria vivax dikelompokkan berdasarkan nilai normalnya. Katagori Hasil Pemeriksaan Normal Tidak Normal Jumlah
Kelompok Subyek Malaria Malaria vivax Falciparum n % n % 2 10 20 100 18 90 0 0 20
100
20
100
Dari Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa kadar SGOT normal sebanyak 2 sampel (10 %) pada penderita malaria falciparum dan 20 sampel (100 %) pada penderita malaria vivax. Kadar SGOT tidak normal sebanyak 18 sampel (90 %) pada penderita malaria falciparum dan 0 sampel (0 %) pada penderita malaria vivax.
_______________________________________________ Volume 7, No. 2, Maret 2013
ANALISIS DATA Untuk mengetahui perbedaan Kadar SGOT pada penderita falciparum dan malaria vivax, maka dari data hasil pemeriksaan kadar SGOT penderita malaria falciparum dan malaria vivax dilakukan analisis data menggunakan uji statistik, dengan menggunakan program SPSS pada tingkat kepercayaan 95 % didapatkan hasil analisis sebagai berikut: 1. Uji Kolmogorov-Smirnov (K-S) Uji Kolmogorov-Smirnov (K-S) pada tingkat kepercayaan 95% (α=0,05) bertujuan untuk melihat atau mengetahui apakah data hasil penelitian berdistribusi normal atau tidak. Adapun hasil uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan data kadar SGOT penderita malaria falciparum dan malaria vivax probabilitasnya adalah 0,127 > α 0,05 yang berarti bahwa data tersebut berdistribusi normal. 2. Uji Levene Test ( Uji Homogenitas Varian ) Uji kesamaan varian (homogenitas) dengan Levene Test digunakan untuk mengetahui apakah data tersebut mempunyai varian yang sama atau berasal dari kelompok yang homogen. Adapun hasil uji Levene Test menunjukkan bahwa untuk uji Levene Test dengan syarat > 0,05 didapatkan nilai signifikansi 0,210 > 0,05 yang berarti bahwa data kadar SGOT serum tersebut mempunyai varian yang sama. Karena data kadar SGOT serum penderita malaria falciparum dan malaria vivax berdistribusi normal dan mempunyai varian yang sama, maka dilanjutkan ke Uji Independent T-Test. 3. Uji Independent T-Test Uji Independent T-Test bertujuan untuk mengetahui perbedaan kadar SGOT serum penderita malaria falciparum dan malaria vivax. Adapun hasil uji Independent T-Test menunjukkan nilai P 0,000 < 0,050, artinya Ho ditolak dan Ha diterima, yang berarti bahwa ada perbedaan yang bermakna antara kadar SGOT pada penderita malaria falciparum dan malaria vivax. PEMBAHASAN Hasil penelitian mendapatkan adanya peningkatan kadar SGOT yang melebihi nilai normal pada penderita malaria falciparum yaitu sebanyak 18 sampel (90%) sedangkan kadar SGOT penderita malaria vivax masih dalam batas normal pada semua sampel (100%).
http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787 Peningkatan kadar SGOT pada penderita malaria falciparum disebabkan karena Plasmodium falcifarum mempunyai patogenitas yang khusus, eritrosit yang terinfeksi akan mengalami proses sekuestrasi yaitu tersebarnya eritrosit yang berparasit ke pembuluh kapiler alat dalam tubuh, sehingga menyebabkan malaria berat, sedangkan pada malaria vivax gejala yang ditimbulkan tidak seberat falciparum (Harijanto,P.N, 1999). Pada saat sporozoit masuk ke aliran darah melalui gigitan nyamuk Anopheles, dalam waktu ± 1/2 -1 jam, sporozoit sudah tiba di hati dan segera menginfeksi sel hati yang merupakan awal siklus parasit di sel hati. Di sel hati, sporozoit mengalami reproduksi aseksual yang disebut sebagai proses sizogoni eksoeritrositer (proses pemisahan sel di dalam sel hati). Stadium hati yang disebut stadium pre-eritrositik, mengalami proses sizogoni dengan jumlah merozoit yang dihasilkan dan besarnya sizon dewasa (mature sizon), tergantung spesies parasitnya (Gandahusada,dkk, 1998). Pada plasmodium vivax ada yang ditemukan dalam bentuk laten di dalam sel hati yang tetap tidur (dormant) selama periode tertentu sampai menjadi aktif kembali yang disebut Hipnozoit sedangkan Plasmodium falciparum akan menginfeksi seluruh eritrosit (Gandahusada,dkk, 1998). Pada malaria falciparum sering terjadi komplikasi seperti terjadinya kelainan hati (Malaria Biliosa). Sekuestrasi dan sitoadheren pada infeksi Pasmodium falsiparum menyebabkan obstruksi 45 mikrovaskular sehingga terjadi ikterus. Jaundice atau ikterus pada infeksi malaria falciparum. umumnya disebabkan oleh hemolisis, dan terjadinya ikterus menunjukkan adanya disfungsi hepar. Tanda penting adanya disfungsi hepar adalah kadar albumin yang rendah atau menurun, kadar SGOT dan SGPT sering meningkat (Harijanto PN, 1999). Menurut Rosenthal (2008), suatu karakteristik khas Plasmodium falciparum adalah cytoadherence, di mana eritrosit yang terinfeksi dengan parasit matang akan melekat pada sel endotel mikrovaskular. Proses ini dikatakan sebagai suatu kelebihan untuk parasit karena ini bisa menghambat jalur masuknya eritrosit abnormal ke dalam limpa untuk dihancurkan. Konsentrasi tinggi eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium falciparum dalam sirkulasi darah serta interplay antara faktor penjamu dan parasit ini yang akan menyebabkan manifestasi infeksi malaria berat seperti malaria serebral, noncardiogenic pulmonary edema, dan gagal ginjal. Pada penderita malaria yang tidak ditangani dengan segera akan menyebabkan terjadinya kerusakan yang lebih besar di dalam hati. Sel-sel hati (hepatosit) cenderung mengeluarkan atau membebaskan aminotransferase dan apabila
Media Bina Ilmiah 29 hepatosit mengalami cedera, enzim yang secara normal berada di dalam sel (intra sel) ini masuk ke dalam aliran darah dan akan terukur melalui pemeriksaan Laboratorium. Salah satu enzim tersebut adalah SGOT (Purwanto, 2009). SGOT atau dinamakan juga AST adalah enzim yang terdapat di dalam sel hati. Ketika sel hati mengalami kerusakan, akan terjadi pengeluaran enzim AST dari dalam sel hati ke sirkulasi darah dan akan terukur melalui pemeriksaan laboratorium. AST memiliki spesifitas yang relatif lebih tinggi untuk kerusakan hati. Apabila terjadi cedera akut pada hati dapat menyebabkan peningkatan AST (LeFever J, 2004). Peningkatan SGOT yang paling tinggi ditemukan dengan kelainan-kelainan yang menyebabkan kematian yang banyak dari selsel hati (nekrosis hati). Ini terjadi pada kondisikondisi seperti virus hepatitis A atau hepatitis B kronis, kerusakan hati yang jelas yang ditimbulkan oleh racun-racun seperti dari suatu overdosis ( kelebihan dosis ) dan shock (Widman F.K, 1989). Kenaikan enzim-enzim hati dari ringan sampai sedang adalah hal yang biasa. SGOT seringkali secara tak terduga ditemukan pada tes-tes screening darah pada individu-individu yang jika tidak sehat. Peningkatan SGOT pada kasuskasus semacam ini biasanya ada di antara dua kali batas-batas normal atas. Penyebab yang paling umum dari kenaikan-kenaikan yang ringan sampai sedang dari enzim-enzim hati adalah hati berlemak (Fatty liver) yang sering disebabkan oleh penyalahgunaan alkohol dan kegemukan (obesitas) (Widman F.K, 1989). Analisis data hasil penelitian perbedaan kadar SGOT (Serum Glutamat Oksaloacetat Transaminase) pada penderita malaria falciparum dan malaria vivax melalui uji statistik Independent T - test pada tingkat kepercayaan 95% (α 0,05) menunjukkan ada perbedaan yang bermakna pada penderita malaria falciparum dengan malaria vivax Perbedaan kadar SGOT (Serum Glutamat Oksaloacetat Transaminase) pada penderita malaria falciparum dan malaria vivax bisa digunakan untuk membantu dalam menegakkan diagnosa malaria, seperti untuk membedakan jenisjenis infeksi malaria antara malaria falciparum dan vivax. PENUTUP a.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang perbedaan kadar SGOT (Serum Glutamat Oksaloacetat Transaminase) pada penderita
_______________________________________ http://www.lpsdimataram.com
Volume 7, No. 2, Maret 2013
30 Media Bina Ilmiah malaria tropica dan malaria tertiana maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ada perbedaan yang bermakna antara kadar SGOT (Serum Glutamat Oksaloacetat Transaminase) pada penderita malaria tropica dan malaria tertiana. b.
Saran
Adanya hasil penelitian di atas maka dapat di informasikan bahwa untuk menegakkan diagnosis malaria perlu dilakukan pemeriksaan kadar SGOT. DAFTAR PUSTAKA Bastiansyah E, 2008. Panduan Lengkap Membaca Hasil Test Kesehatan. Penebar Plus Cetakan I, Jakarta. Depkes RI, 2006. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia, Depkes RI. Jakarta. Gandahusada S, Ilahude H.D, Pribadi W. 1998. Parasitologi Kedokteran Edisi Ketiga, FKUI Jakarta. Hanscheid, T., 1999. Diagnosis of Malaria: A review of Alternatives to Conventional Microscopy. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/105 83325. [Accessed 22 March 2012]. Harijanto PN, 1999. Gejala klinik malaria berat. Dalam Harijanto PN (Ed). Malaria, epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis, penanganan. Penerbit EGC, Jakarta Harijanto, P.N.,dkk, 2009. Malaria dari Molekuler ke Klinis. Edisi II. EGC, Jakarta. Kemenkes RI, 2011. Epidemiologi Malaria di Indonesia. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan.
_______________________________________________ Volume 7, No. 2, Maret 2013
ISSN No. 1978-3787 LeFever J, 2004. Pedoman Pemeriksaan dan Diagnostik, EGC. Jakarta. Notoatmodjo S, 2002. Metodelogi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta. Oswari, E, 2003. Penyakit dan Penanggulangannya. Cetakan V. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Purwanto AP,2009 Aspek Klinik Pemeriksaan Enzim Transaminase Dalam Media Laboratorium, Edisi 09, ILKI. Roe, J.K., Pasvol, G., 2009. New Developments in the Management of Malaria in Adults. Q J Med 2009 Rosenthal, P.J., 2008. Artesunate for the Treatment of Severe Falciparum Malaria. The New England Journal of Medicine 2008, Sherlock S., 1990, Penyakit Hati dan Sistem Saluran Empedu, Widya Medika Jakarta. Siswanto, Lina, Made Sidia, 1997. Gambaran Klinik Penderita Malaria yang Dirawat di Bagian Anak RSU Sumbawa. Cermin Dunia Kedokteran No. 126, 2000:17-21. http://www.kalbe.co.id Sudoyo Aru W. Buku ajar Penyakit dalam Jilid III.Jakarta. Pusat penerbitan IPDFKUI.2006 WHO New perspctives malaria diagnosis. Report of ajoint WHO/ Usaid informal consultation. WHO 1999. Widman, F.K., 1989. Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Edisi IX, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
http://www.lpsdimataram.com