BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Sinusitis Maksilaris Odontogen
2.1.1. Definisi Sinusitis merupakan suatu proses peradangan pada mukosa atau selaput lendir sinus paranasal. Akibat peradangan ini dapat menyebabkan pembentukan cairan atau kerusakan tulang di bawahnya., terutama pada daerah fossa kanina dan menyebabkan sekret purulen, nafas bau, post nasal drip.5 Sinusitis adalah inflamasi mukosa sinus. Penyebab utamanya adalah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri.6 2.1.2. Anatomi Sinus Maksilaris Batas-batas dinding Sinus Maksilaris: a. Dinding anterior : permukaan fasial os maksila (fossa kanina) b. Dinding posterior : permukaan infra-temporal maksila c. Dinding medial : dinding lateral rongga hidung d. Dinding superior : dasar orbita e. Dinding inferior : prosesus alveolaris dan palatum Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi Sinus Maksilaris antara lain: a. Sebagai pengatur kondisi udara (air Conditioning) b. Sebagai penahan suhu c. Membantu keseimbangan kepala d. Membantu resonansi suara e. Sebagai peredam perubahan tekanan udara f. Membantu produksi mukus untuk membersihkan rongga hidung. 1
Ostium sinus maksilaris berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid. Sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior. Daerah ini dinamakan kompleks ostio-meatal (KOM), terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat di belakang prosesus uncinatus, resesus frontalis, bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus maksila.1 2.1.3. Klasifikasi Klasifikasi sinusitis maksilaris berdasarkan waktunya menurut Cauwenberg:
Akut, bila infeksi terjadi kurang dari 4 minggu.
Subakut, bila infeksi terjadi sampai 4 minggu-3 bulan.
Kronis, bila infeksi terjadi lebih dari 3 bulan.7
2.1.4. Etiologi Sinusitis maksilaris disebabkan oleh beberapa faktor pejamu yaitu genetik, kondisi kongenital, alergi dan imun, abnormalitas anatomi. Faktor lingkungan yaitu infeksi bakteri, trauma, medikamentosa, tindakan bedah. Terjadinya sinusitis dapat merupakan perluasan infeksi dari hidung (rinogen), gigi dan gusi (dentogen), faring, tonsil serta penyebaran hematogen walaupun jarang. Sinusitis juga dapat terjadi akibat trauma langsung, barotrauma, berenang atau menyelam. Faktor predisposisi yang mempermudah terjadinya sinusitis adalah kelainan anatomi hidung, hipertrofi konka, polip hidung, dan rinitis alergi.8,9 2.1.5. Patofisiologi Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium sinus dan lancarnya klirens mukosiliar (mucociliary clearance) didalam kompleks osteo-meatal. Sinus dilapisi oleh sel epitel respiratorius. Lapisan mukosa yang melapisi sinus dapat dibagi menjadi dua yaitu lapisan viscous superficial dan lapisan serous profunda. Cairan mukus dilepaskan oleh sel epitel untuk membunuh bakteri maka bersifat sebagai antimikroba serta
2
mengandungi zat- zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan. Cairan mukus secara alami menuju ke ostium untuk dikeluarkan jika jumlahnya berlebihan.10,11 Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis terjadinya sinusitis yaitu apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi obstruksi ostium sinus akan menyebabkan terjadinya hipooksigenasi yang menyebabkan fungsi silia berkurang dan epitel sel mensekresikan cairan mukus dengan kualitas yang kurang baik. Disfungsi silia ini akan menyebabkan retensi mukus yang kurang baik pada sinus.9,10 Kejadian sinusitis maksila akibat infeksi gigi rahang atas terjadi karena infeksi bakteri (anaerob) menyebabkan terjadinya karies profunda sehingga jaringan lunak gigi dan sekitarnya rusak. Pada pulpa yang terbuka, kuman akan masuk dan mengadakan pembusukan pada pulpa sehingga membentuk gangren pulpa. Infeksi ini meluas dan mengenai selaput periodontium menyebabkan periodontitis dan iritasi akan berlangsung lama sehingga terbentuk pus. Abses periodontal ini kemudian dapat meluas dan mencapai tulang alveolar menyebabkan abses alveolar. Tulang alveolar membentuk dasar sinus maksila sehingga memicu inflamasi mukosa sinus. Disfungsi silia, obstruksi ostium sinus serta abnormalitas sekresi mukus menyebabkan akumulasi cairan dalam sinus sehingga terjadinya sinusitis maksila.8,10 Dengan ini dapat disimpulkan bahwa patofisiologi sinusitis ini berhubungan dengan tiga faktor, yaitu patensi ostium, fungsi silia, dan kualitas sekresi hidung. Perubahan salah satu dari faktor ini akan merubah sistem fisiologis dan menyebabkan sinusitis. 2.1.6. Manifestasi Klinis Gejala sinusitis maksilaris akut berupa demam, malaise, nyeri kepala, wajah terasa bengkak dan penuh, gigi terasa nyeri pada gerakan kepala mendadak (sewaktu naik atau turun tangga), nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk, sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan berbau busuk.2
3
Gambaran klinis yang sering dijumpai pada sinusitis maksilaris kronik berupa hidung tersumbat, sekret kental, cairan mengalir di belakang hidung, hidung berbau, indra pembau berkurang, dan batuk.12
Kriteria Saphiro dan Rachelefsky: a. Gejala Mayor: 1) Rhinorea purulen 2) Drainase Post Nasal 3) Batuk b. Gejala Minor: 1) Demam 2) Nyeri Kepala 3) Foeter ex oral Dikatakan sinusitis maksilaris jika ditemukan 2 gejala mayor atau 1 gejala mayor dan 2 atau lebih gejala minor.1 2.1.7. Pemeriksaan Sinusitis Maksilaris Untuk mengetahui adanya kelainan pada sinus maksilaris dilakukan inspeksi luar, palpasi, dan sinuskopi. Selain itu perlu dilakukan transiluminasi, radiologi dan Ct Scan (gold standart). a) Inspeksi
Pemeriksaan yang diperhatikan ialah adanya pembengkakan pada muka. Pembengkakan di pipi sampai kelopak mata bawah yang berwarna kemerahmerahan mungkin menunjukan sinusitis maksilaris akut. b) Palpasi
4
Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunjukkan adanya sinusitis maksilaris. c) Transiluminasi
Pemeriksaan ini menunjukan adanya perbedaan sinus kanan dan kiri. Sinus yang sakit akan tampak lebih gelap. d) Pemeriksaan radiologi
'
Foto posisi waters tampak adanya edema mukosa dan cairan dalam sinus. Jika cairan tidak penuh akan tampak gambaran air fluid level. e) CT scan
Metode mutakhir yang lebih akurat untuk melihat kelainan sinus maksilaris adalah pemeriksaan CT scan. Potongan CT scan yang rutin dipakai adalah koronal.1,5,12 2.1.8. Komplikasi Komplikasi sinusitis maksilaris adalah selulitis orbita, osteomielitis dan fistula oroantral.7 Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotik. Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intrakranial.6
2.2.
Karies Gigi
2.2.1. Definisi Karies berasal dari bahasa latin yaitu karies yang artinya kebusukan. Definisi sederhana karies adalah suatu proses kronis regresif yang dimulai dengan larutnya mineral email sebagai akibat terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya yang disebabkan oleh pembentukan asam mikrobial dari substrat sehingga timbul destruksi komponen-komponen organik yang akhirnya terjadi kavitas.14 Karies gigi adalah kerusakan jaringan keras gigi yang disebabkan oleh asam yang ada dalam karbohidrat melalui perantara mikroorganisme yang ada dalam saliva. 5
Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin dan sementum yang disebabkan oleh aktivitas jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan.13,15 2.2.2. Etiologi Karies gigi adalah penyakit multifaktor yang merupakan hasil kombinasi dari 4 faktor utama yaitu gigi, mikroorganisme di dalam plak, substrat dan waktu. a) Mikroorganisme
Peran bakteri dalam menyebabkan terjadinya karies gigi sangatlah besar. Bakteri plak sangat dominan dalam karies dentis adalah streptococcus mutans. Bakteri ini sangat kariogen karena mampu membuat asam dari karbohidrat yang dapat diragikan. Menempel pada permukaan gigi karena kemampuannya membuat polisakarida ekstrasel yang sangat lengket dari karbohidrat makanan. Polisakarida ini terdiri dari polimer glukosa, menyebabkan matriks plak gigi mempunyai konsistensi seperti gelatin. Akibatnya bakteri-bakteri terbantu untuk melekat pada gigi serta saling melekat satu sama lain.14 b) Substrat Substrat adalah campuran makanan halus dan minuman yang dikonsumsi sehari-hari yang menempel pada gigi. Seringnya mengkonsumsi gula akan menambah pertumbukan plak dan menambah jumlah streptococcus mutans didalamnya. Sukrosa merupakan gula yang kariogen, walaupun gula lainnya tetap berbahaya.
Sukrosa
merupakan
gula
yang
paling
banyak
dikonsumsi, maka sukrosa merupakan penyebab karies yang utama.14 c) Gigi Faktor-faktor dari gigi yang berpengaruh terhadap peningkatan karies, yaitu: 1) Bentuk
6
Gigi dengan fit dan fisur yang lebih dalam lebih mudah terserang karies. 2) Posisi
Gigi yang berjejal dan susunannya tidak teratur lebih sukar dibersihkan. Hal ini cenderung meningkatkan penyakit periodontal dan karies. 3) Struktur
Keberadaan flour dalam konsentrasi yang optimum pada jaringan gigi dan lingkungannya merangsang efek anti karies.14,15 d) Waktu Waktu menjadi salah satu faktor penting, karena meskipun ada ketiga faktor sebelumnya proses pembentukan karies gigi relatif lambat dan secara klinis terlihat kehancuran dari email lebih dari empat tahun. Adanya kemampuan
saliva
untuk
mendepositkan
kembali
mineral
selama
berlangsungnya proses karies, menandakan bahwa proses karies tersebut terdiri atas periode kerusakan dan perbaikan yang bergantian. Apabila saliva ada di dalam lingkungan gigi, maka karies tidak menghancurkan gigi dalam hitungan hari atau minggu, melainkan dalam bulan atau tahun.14 Selain faktor-faktor utama penyebab karies yang sudah dijelaskan diatas, terdapat faktor-faktor tidak langsung yang disebut faktor risiko luar, antara lain : a) Usia Pertambahan usia seseorang, jumlah kariespun akan bertambah jelas, karena faktor risiko terjadinya karies akan lebih lama berpengaruh terhadap gigi. Anak yang pengaruh faktor risiko terjadinya karies kuat akan menunjukkan jumlah karies lebih besar dibanding yang kurang kuat pengaruhnya.14,15 b) Jenis kelamin
Prevalensi karies gigi sulung anak perempuan sedikit lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki. Hal ini disebabkan erupsi gigi anak perempuan 7
lebih cepat dibanding anak laki-laki, sehingga gigi anak perempuan berada lebih lama dalam mulut. Akibatnya gigi anak perempuan akan lebih lama berhubungan dengan faktor risiko terjadinya karies.14 c) Suku bangsa
Beberapa penelitian menunjukkan ada perbedaan pendapat tentang hubungan suku bangsa dengan prevalensi karies, semua tidak membantah bahwa perbedaan ini karena sosial ekonomi,
pendidikan, makanan, cara
pencegahan karies dan jangkauan pelayanan kesehatan gigi yang berada disetiap suku. Demikian juga anak-anak kulit putih dan hitam. Perbedaan ini disebabkan perbedaan sosial ekonomi, nutrisi dan status perkembangan anak.14 d) Letak geografis
Perbedaan prevalensi karies ditemukan pada penduduk yang geografis letak kediamannya berbeda. Faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan ini belum jelas betul, kemungkinan karena perbedaan lamanya matahari bersinar, suhu, cuaca, air, keadaan tanah, dan jarak dari laut. Kandungan flour 1 ppm dalam air akan berpengaruh terhadap penurunan karies.14 e) Kultur sosial penduduk
Faktor yang mempengaruhi perbedaan ini adalah pendidikan dan penghasilan yang berhubungan dengan diet, kebiasaan merawat gigi dan lain-lain. Perilaku sosial dan kebiasaan akan menyebabkan perbedaan jumlah karies. Selain itu perbedaan suku, budaya, lingkungan dan agama akan menyebabkan keadaan karies yang berbeda pula. Penduduk di daerah perkotaan dan pedesaan memiliki perbedaan kultur sosial dan perilaku.14 2.2.3. Klasifikasi Jenis karies dentis berdasarkan tempat terjadinya antara lain : a) Karies insipiens
8
Karies yang terjadi pada permukaan email gigi (lapisan terluar dan terkeras gigi), dan belum terasa sakit hanya ada pewarnaan hitam atau cokelat pada email. b) Karies superfisialis
Karies yang sudah mencapai bagian dalam dari email dan kadang-kadang terasa sakit. c) Karies media Karies yang sudah mencapai bagian dentin (tulang gigi) atau bagian pertengahan antara permukaan gigi dan kamar pulpa. Gigi biasanya terasa sakit bila terkena rangsangan dingin, makanan asam dan manis. d) Karies profunda
Karies yang telah mendekati atau bahkan telah mencapai pulpa sehingga terjadi peradangan pada pulpa. Biasanya terasa sakit tiba-tiba tanpa rangsangan apapun dan untuk perawatan selanjutnya akan lebih lama dibandingkan pada karies-karies lainnya.14,15
2.3.
Hubungan karies
gigi dengan terjadinya sinusitis maksilaris
odontogen Penyebab sinusitis maksilaris akut ialah rhinitis akut, infeksi faring seperti faringitis, adenoiditis, tonsillitis akut, infeksi gigi rahang atas P1, P2, serta Ml, M2, M3 (dentogen), berenang dan menyelam, trauma dapat menyebabkan pendarahan mukosa sinus paranasal, barotrauma dapat menyebabkan nekrosis mukosa.1 Antrum maksila mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan akar gigi premolar, molar atas dan sering terlihat pada pemeriksaan radiologi oral dan fasial. Hubungan ini dapat menimbulkan masalah klinis, seperti infeksi yang berasal dari gigi dan fistula oroantral dapat naik ke atas dan menimbulkan infeksi sinus.3 Sinusitis maksilaris diawali dengan kuman pada karies masuk ke sinus. Proses inflamasi ini akan menyebabkan gangguan drainase sinus. Kejadian sinusitis maksilaris 9
ini dipermudah oleh adanya faktor-faktor predisposisi baik lokal maupun sistemik, maka faktor-faktor tersebut perlu diteliti berapa besar pengaruhnya pada sinusitis maksilaris.16 Infeksi sendiri merupakan masuknya kuman patogen atau toksin ke dalam tubuh manusia serta menimbulkan gejala sakit. Infeksi odontogen adalah infeksi yang awalnya bersumber dari kerusakan jaringan keras gigi atau jaringan penyangga gigi yang disebabkan oleh bakteri yang merupakan flora normal rongga mulut yang berubah menjadi patogen. Penyebaran infeksi odontogen ke dalam jaringan lunak dapat berupa abses. Secara harfiah, abses merupakan suatu lubang berisi kumpulan pus terlokalisir akibat proses supurasi pada suatu jaringan yang disebabkan oleh bakteri piogenik. Abses yang sering terjadi pada jaringan mulut adalah abses yang berasal dari regio periapikal. Daerah supurasi terutama tersusun dari suatu area sentral berupa polimorfonuklear leukosit yang hancur dikelilingi oleh leukosit hidup dan kadang-kadang terdapat limfosit. Abses juga merupakan tahap akhir dari suatu infeksi jaringan yang dimulai dari suatu proses yang disebut inflamasi.16 Infeksi odontogenik dapat berasal dari tiga jalur, yaitu (1) jalur periapikal, sebagai hasil dari nekrosis pulpa dan invasi bakteri ke jaringan periapikal; (2) jalur periodontal, sebagai hasil dari inokulasi bakteri pada periodontal poket dan (3) jalur perikoronal, yang terjadi akibat terperangkapnya makanan di bawah operkulum tetapi hal ini terjadi hanya pada gigi yang tidak atau belum dapat tumbuh sempuna. Sering terjadi melalui jalur periapikal. Infeksi odontogen biasanya dimulai dari permukaan gigi yaitu adanya karies gigi yang sudah mendekati ruang pulpa (Gambar 1), kemudian akan berlanjut menjadi pulpitis dan akhirnya akan terjadi kematian pulpa gigi (nekrosis pulpa). Infeksi odontogen dapat terjadi secara lokal atau meluas secara cepat. Adanya gigi yang nekrosis menyebabkan bakteri bisa menembus masuk ruang pulpa sampai apeks gigi. Foramen apikalis dentis pada pulpa tidak bisa mendrainase pulpa yang terinfeksi. Selanjutnya proses infeksi tersebut menyebar progresif ke ruangan atau jaringan lain yang dekat dengan struktur gigi yang nekrosis tersebut.16
10
Gambar 1 Ilustrasi keadaan gigi yang mengalami infeksi dapat menyebabkan abses odontogen.(A) Gigi normal, (B) gigi mengalami karies, (C) gigi nekrosis yang mengalami infeksi menyebabkan abses. (Sumber : Douglas & Douglas, 2003)
Infeksi odontogen dapat menyebar secara perkontinuatum, hematogen dan limfogen, yang disebabkan antara lain oleh periodontitis apikalis yang berasal dari gigi nekrosis, dan periodontitis marginalis. Infeksi gigi dapat terjadi melalui berbagai jalan: (1) lewat penghantaran yang patogen yang berasal dari luar mulut; (2) melalui suatu keseimbangan flora yang endogenus; (3) melalui masuknya bakteri ke dalam pulpa gigi yang vital dan steril secara normal. Infeksi odontogen menyebar ke jaringan-jaringan lain mengikuti pola patofisiologi yang beragam dan dipengaruhi oleh jumlah dan virulensi mikroorganisme, resistensi dari host dan struktur anatomi dari daerah yang terlibat.16 Rute yang paling umum penyebaran peradangan adalah melalui kontinuitas jaringan dan spasia jaringan dan biasanya terjadi seperti yang dijelaskan di bawah ini. Pertama, nanah terbentuk di tulang cancellous dan tersebar ke berbagai arah yang memiliki resistensi jaringan paling buruk. Penyebaran pus ke arah bukal, lingual, atau palatal tergantung pada posisi gigi dalam lengkung gigi, ketebalan tulang, dan jarak perjalanan pus (Gambar 2).16
11
Gambar 2 Ilustrasi penyebaran infeksi odontogen (dentoalveolar abcess) tergantung pada posisi apeks gigi penyebab. (A) Akar bukal : arah penyebaran ke bukal. (B) Akar palatal : arah penyebarannya ke palatal.
(Sumber : Fragiskos, 2007)
Inflamasi purulen berhubungan dengan tulang alveolar yang dekat dengan puncak bukal atau labial tulang alveolar biasanya akan menyebar ke arah bukal, sedangkan tulang alveolar yang dekat puncak palatal atau lingual, maka penyebaran pus ke arah palatal atau ke lingual.11,16 Akar palatal dari gigi posterior dan lateral gigi seri rahang atas dianggap bertanggung jawab atas penyebaran nanah ke arah palatal, sedangkan molar ketiga mandibula dan kadang-kadang dua molar mandibula dianggap bertanggung jawab atas penyebaran infeksi ke arah lingual. Inflamasi bahkan bisa menyebar ke sinus maksilaris ketika puncak apeks gigi posterior ditemukan di dalam atau dekat dasar antrum. Panjang akar dan hubungan antara puncak dan perlekatan proksimal dan distal berbagai otot juga memainkan peranan penting dalam penyebaran pus. Berdasarkan hal ini (Gambar 3), pus di mandibula yang berasal dari puncak akar di atas otot mylohyoid dan biasanya menyebar secara intraoral, terutama ke arah dasar mulut. Ketika puncak ditemukan di bawah otot mylohyoid (molar kedua dan ketiga), pus menyebar ke ruang submandibular dan terjadi pembengkakan ekstraoral.16
12
Gambar 3 Ilustrasi penyebaran infeksi odontogen (dentoalveolar abcess) tergantung pada posisi apeks gigi penyebab.(A) Penyebaran pus kea rah sinus maksilaris (B) Penyebaran pus pada rahang bawah tergantung pada posisi perlekatan otot mylohyoid. (Sumber : Fragiskos, 2007)
Pada fase selular, tergantung pada rute dan tempat inokulasi dari pus, abses dentoalveolar akut mungkin memiliki berbagai gambaran klinis, seperti: (1) intraalveolar, (2) subperiosteal, (3) submukosa, (4) subkutan, dan (5) fascia migratory – cervicofacial (Gambar 4 dan 5). Pada tahap awal fase selular ditandai dengan akumulasi pus dalam tulang alveolar yang disebut sebagai abses intraalveolar. Pus kemudian menyebar keluar setelah terjadi perforasi tulang menyebar ke ruang subperiosteal. Periode ini dinamakan abses subperiosteal, dimana pus dalam jumlah terbatas terakumulasi di antara tulang dan periosteal. Setelah terjadi perforasi periosteum, pus kemudian menyebar ke berbagai arah melalui jaringan lunak. Biasanya menyebar pada daerah intraoral membentuk abses di bawah mukosa, yang disebut abses submukosa. Terkadang, pus menyebar melalui jaringan ikat longgar dan setelah itu terakumulasi di bawah kulit, bentukan ini disebut abses subkutan. Sedangkan di waktu lainnya, pus menyebar ke ruang fascia, membentuk abses serous yang disebut abses spasia wajah.16
Gambar 4 Ilustrasi rute perjalanan pus pada penyebaran infeksi odontogen (A) Abses intraalveolar (B) Abses superiosteal. (Sumber : Fragiskos, 2007)
13
Gambar 5 Ilustrasi rute perjalanan pus pada penyebaran infeksi odontogen (A) Abses submukosa (B) Abses subkutan. (Sumber : Fragiskos, 2007)
2.4.
Sinusitis Maksilaris Rinogen
2.4.1. Etiologi Obstruksi dari ostium Sinus (maksilaris atau paranasalis) yang disebabkan oleh : Rinitis Akut (influenza), Polip, septum deviasi.17 2.4.2. Manifestasi Klinis Task Force yang dibentuk oleh American Academy of Otolaryngology (AAOA) dan American Rhinologic Society (ARS) membuat klasifikasi rinosinusitis pada dewasa berdasar kronologi penyakit.17 Rinosinusitis akut (RSA) bila gejala berlangsung sampai dengan 4 minggu, rinosinusitis akut berulang (rekuren) gejala sama dengan yang akut tetapi akan memburuk pada hari ke 5 atau kambuh setelah mereda. Rinosinusitis subakut gejala berlangsung lebih dari 4 minggu, merupakan kelanjutan RSA yang tidak menyembuh tetapi gejala yang tampak lebih ringan. Rinosinusitis kronik bila gejala telah berlangsung lebih dari 12 minggu. Rinosinusitis kronik eksaserbasi akut adalah keadaan dimana terjadi serangan/infeksi akut pada infeksi kronik.17 Berdasarkan kualitas gejala RSA dapat dibagi : ringan, sedang dan berat. Gejala RSA ringan : adanya rinore, hidung buntu, batuk-batuk, sakit kepala atau wajah tergantung lokasi sinus yang terkena. Sakit kepala daerah dahi menunjukkan adanya infeksi daerah sinus frontal, rasa sakit daerah rahang atas, gigi dan pipi menunjukkan 14
sinusitis maksila, sedangkan etmoiditis menyebabkan odem di sekitar mata dan nyeri diantara dua mata dengan atau tanpa disentuh, pada sfenoid lokasi nyeri di puncak kepala dan sering disertai sakit telinga, sakit leher, demam. Pada keadaan yang berat gejala seperti tersebut di atas tetapi lebih berat (rinore purulen, hidung buntu, sakit kepala/wajah berat tergantung lokasi, odem periorbita dan demam tinggi).17 2.4.3. Patofisiologi Rinosinusitis pada umumnya didahului dari infeksi saluran nafas atas akut yang disebabkan virus, biasanya infeksi bakteri merupakan lanjutan infeksi virus. Infeksi virus tidak menunjukkan gejala sinusitis, tetapi menyebabkan inflamasi pada mukosa sinus, dan akan membaik tanpa terapi setelah 2 minggu.17 Infeksi tersebut menyebabkan inflamasi mukosa termasuk mukosa komplek osteo meatal sehingga terjadi obstruksi ostium sinus yang menyebabkan gangguan aerasi dan drainase sinus. Keadaan ini menyebabkan perubahan tekanan O2 didalamnya, terjadi tekanan negatif, permeabilitas kapiler meningkat, sekresi kelenjar meningkat dan terjadi transudasi yang menyebabkan fungsi silia terganggu, retensi sekret yang terjadi merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman.17 Virus yang sering menjadi penyebab adalah virus influenza, corona virus dan rinovirus. Seringkali infeksi virus ini diikuti infeksi kuman terutama kuman kokus (steptokokus pneumonia, stapilokokus aureus) dan Haemophilus Influenza. Kadang infeksi jamur dapat menyebabkan rinosinusitis terutama pada orang-orang dengan imunodefisiensi. Faktor predisposisi lokal yang harus dicermati adalah :17 1. Adanya septum deviasi (sekat hidung yang bengkok) 2. Konka bulosa 3. Massa (tumor) 4. Adanya gangguan fungsi silia 5. Pemasangan tampon yang lama 6. Polip 7. Trauma
15
8. Rinitis Alergi 9. Rinitis Vasomotor 10. Konka Hipertrofi.17
2.4.4. Komplikasi Meskipun komplikasi rinosinusitis sudah jarang dijumpai pada era antibiotik sekarang ini, komplikasi serius masih dapat terjadi. Yang harus diingat komplikasi rinosinusitis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila tidak mendapatkan penanganan yang baik dan adekuat. Letak sinus paranasal yang berdekatan dengan mata dan kranial sangat berperan pada infeksi rinosinusitis akut ataupun kronik.17 Beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab terjadinya komplikasi antara lain karena : 1. Terapi yang tidak adekuat 2. Daya tahan tubuh yang rendah 3. Virulensi kuman dan penanganan tindakan operatif (yang seharusnya) terlambat
dilakukan.17
2.5.
Kerangka Teori
Gigi p1/p2 m1/m2/m3
Sinusitis maksilaris
Masuknya bakteri kariogenik. Contoh: 1. Streptococcus mutans 2. Lacto bacilli 3. Lacto bacillus acidophilus 4. Nocardia SPP.
Karies gigi
Posisi Antrum maksila yang sangat dekat dengan premolar dan molar atas
Bakteri dapat masuk ke sinus maksila
Gambar 6 kerangka teori
16
Bakteri menembus ruang pulpa sampai apeks gigi
2.6.
Kerangka Konsep
Gambar 7 Kerangka Konsep
2.7.
Hipotesis Ada hubungan antara karies gigi rahang atas dengan terjadinya sinusitis
maksilaris.
17