BAB
2
STUDI LITERATUR
2.1
Estimasi Waktu Perjalanan Bus
Tantangan dalam pelayanan Bus Rapid Transit (BRT) di daerah perkotaan yaitu infrastruktur yang masih berbagi dengan pengguna jalan lain. Meskipun di beberapa titik telah memiliki jalur khusus, namun melakukan estimasi waktu di daerah perkotaan cukup sulit dilakukan terlebih banyak faktor yang mempengaruhi keadaan lalu lintas dalam operasi layanan BRT. Berdasarkan permasalahan tersebut, banyak peneliti melakukan pendekatan untuk memecahkan masalah dalam melakukan estimasi waktu perjalanan. Penelitian yang dilakukan oleh Cathey & Dailey (2003) menggunakan komponen tracker atau probe dari Automatic Vehicle Location (AVL) untuk melakukan prediksi waktu perjalanan bus. Penggunaan AVL untuk mendapatkan lokasi, waktu dan jadwal. Dalam melakukan estimasi waktu perjalanan, sebuah kerangka kerja untuk melakukan monitoring bus secara real-time dengan menggunakan AVL juga pernah dilakukan oleh Pu et al. (2009) dan Yoo et al. (2005). Pu et al. (2009) menjelaskan dalam melakukan estimasi waktu perjalanan data dari AVL menghasilkan data secara real-time dan memiliki nilai yang bermanfaat. Hal ini didukung oleh Yoo et al. (2005) bahwa data AVL yang berbasis GPS mempunyai nilai efektif yang tinggi dan bertujuan untuk melakukan estimasi waktu perjalanan. Data dari AVL 9
10 berbasis GPS memiliki nilai yang berharga dan bermanfaat dapat digunakan untuk melakukan penghitungan estimasi waktu perjalanan yang akurat secara real-time (Biagioni et al., 2011). Dalam beberapa tahun terakhir, banyak studi yang dilakukan untuk membuat estimasi waktu perjalanan yang lebih akurat pada daerah perkotaan. Berbagai metode diajukan mulai dari historical based model, regression linear, time-series model, filter algorithm, knowledge based, artifical neural network, pattern recognition. Stathopoulos & Karlaftis (2003) dan Pu et al. (2009) melakukan estimasi waktu perjalanan dengan menggunakan relasi antara kecepatan dan waktu pada segment dengan menggunakan multivariate time series model. Stathopoulos & Karlaftis (2003) menggunakan teknik Autoregressive integrated moving average (ARIMA) sedangkan Pu et al. (2009) menggunakan teknik Bayesian dalam melakukan pengkinian data dari kombinasi data kecepatan historis dan kecepatan aktual mobil yang digunakan untuk melakukan estmasi waktu perjalanan layanan bus. Teknik filter juga digunakan oleh Cathey & Dailey (2003) dalam melakukan estimasi waktu, namum teknik ini membutuhkan informasi kecepatan sebelumnya / historis dan kecepatan aktual pada saat sekarang (current state) untuk menentukan dan meningkatkan akurasi dari estimasi. Penggunaan teknik algoritma yang lebih rumit dengan menggunakan Knowledge Based mempunyai hasil yang menjanjikan untuk estimasi waktu perjalanan. Menurut Lee et al. (2009) pengunaan knowledge based untuk membuat kombinasi pola linear berdasarkan keadaan lalu lintas his-
11 toris dan arus lalu lintas saat ini. Sebagai sistem pembelajaran yang ditentukan (supervised learning system), tentunya neural network membutuhkan data training sebelum dapat menghasilkan estimasi waktu. Pendekatan dengan menggunakan time-series model dilakukan oleh Pu et al. (2009), Sun et al. (2007) dan Yoo et al. (2005). Sun et al. (2007) mengajukan kombinasi antara kecepatan historis dan kecepatan aktual menghasilkan estimasi waktu lebih akurat. Teknik penghitungan data dengan linear regression digunakan sementara Pu et al. (2009) mengusulkan metode Bayes dalam melakukan penghitungan kecepatan sedangkan Yoo et al. (2005) menggunakan teknik linear dari kecepatan rata-rata pada link segment jalan untuk melakukan estimasi waktu. (Biagioni et al., 2011) melakukan ekstrasi dari hasil GPS dan jadwal bus untuk dapat melakukan estimasi waktu perjalanan bus. Hal yang sama dilakukan oleh Jimenez-Meza et al. (2013) dengan menggunakan hasil ekstrasi data GPS berupa jarak, kecepatan dan level of service (LOS) jalan. Dari kedua studi diatas menggunakan data GPS kemudian melakukan ekstrasi untuk memperoleh informasi yang dapat digunakan untuk mengestimasi waktu perjalanan/kedatangan yang akurat.
2.2
Intelligent Transportation Systems (ITS)
Sentralisasi kontrol sistem dapat membantu dalam menjalankan BRT secara lancar dan efisien. Sistem manajemen dan sentralisasi dapat memberikan keuntungan
12 dalam melakukan respon yang cepat terhadap perubahan permintaan dari penumpang, efisiensi dalam menjaga jarak bus, mencegah terjadinya tumpukan bus pada suatu halte, dan sistem performa evaluasi (Wright & Hook, 2007). Teknologi memiliki peranan yang penting dalam area transportasi publik. ITS seperti AVL, memberikan real-time informasi sistem dapat membantu operasi dan efisien dalam menjalankan BRT melayani penumpang. Salah satu point Intelligent Transportation System (ITS) adalah meningkatkan kualitas pelayanan terhadap penumpang dengan memberikan layanan informasi kepada penumpang. Salah satu kontrol sistem yaitu menggunakan Automated Vehicle Location (AVL) dengan mengamati bus sepanjang jalur koridor. Sistem kontrol terpusat menggunakan AVL sehinga dapat mengatur pergerakan bus agar persebaran bus dapat diamati (Cachulo et al., 2012). Pada ITS menurut Chen et al. (1999) terdapat 32 layanan pengguna (user service) yang dijadikan standar yang dibagi kedalam lima kelompok yaitu Advanced Traffic Management Systems (ATMS), Advanced Traveller Information Systems (ATIS), Advanced Vehicle Control Systems (AVCS), Advanced Public Transporation Systems (APTS) dan Commercial Vehicle Operations (CVO). Pada penelitian ini peneliti berfokus kepada ATIS sebagai sumber informasi bagi penumpang dalam merancang perjalanan.
13
2.3
Advanced Traveller Information System (ATIS)
Dalam ATIS sendiri terdapat lima komponen parameter, salah satu diantaranya informasi mengenai sebelum melakukan perjalanan (pre-trip information). Konsep dari ATIS adalah memberikan informasi berguna dan seluas-luasnya kepada pengguna mengenai kondisi lalu lintas. Hal ini berguna untuk mempersiapkan waktu, rute dan tipe transportasi yang akan digunakan. Sistem ini membantu untuk meningkatkan efisien pada moda transportasi. Sistem manajemen monitoring dapat diolah untuk menunjukan estimasi waktu tempuh perjalanan sebuah bus dari setiap halte. Hal ini dapat membantu penumpang dalam memperkiraan waktu perjalanan pada saat menggunakan transportasi umum khususnya bus. Informasi yang diberikan berupa waktu estimasi bus datang pada halte tersebut dan estimasi perjalanan sampai halte tujuan. Hal ini bermanfaat bagi penumpang mengurangi waktu tunggu yang tidak tahu waktu kedatangannya seperti contoh Variable Message Signs (VMS) pada gambar 2.1
Gambar 2.1: Contoh informasi waktu perjalanan bagi penumpang (Wright & Hook, 2007)
14
2.4
Automatic Vehicle Location (AVL)
Dalam proses monitoring suatu BRT membutuhkan informasi lokasi dari bus yang sedang beroperasi. Hal ini bertujuan untuk melakukan kontrol dan sistem monitoring yang terpadu untuk menjalankan BRT. AVL melakukan penentuan posisi atau lokasi dari suatu obyek kendaraan dan mengirimkan informasi ke suatu server. Data yang didapat dari alat AVL dikirim melalui jaringan dan disimpan didalam database. Dalam beberapa penelitian teknologi GPS sebagai salah satu metode lokasi sistem yang paling banyak digunakan. Keuntungan penggunaan GPS pada AVL dapat memberikan informasi yang cukup akurat dengan menggunakan teknologi satelit atau jaringan telekomunikasi (Mintsis et al., 2004). Kerugian dari penggunaan GPS adalah kemungkinkan gangguan sinyal jika transmisi dihalangi oleh bangunan beton yang tinggi dan transmitter berada dibawah jalan layang sehingga menghalangi sinyal. Teknologi GPS menghasilkan layanan berupa Location Based Service (LBS) menggunakan Geographic Information System (GIS) untuk melakukan kontrol dan pengawasan terdahap suatu obyek. Kegunaan dari LBS bersamaan dengan AVL dapat mengetahui letak dari suatu bus sehingga dapat memprediksi waktu tiba pada halte terdekat (Cathey & Dailey, 2003). Studi mengenai simulasi korelasi hubungan antara dua buah kendaraan dalam mengemudi di jalan juga dilakukan oleh Gunawan (2012). Informasi-informasi yang dikirimkan tidak hanya berupa lokasi melainkan
15 kecepatan, jarak yang ditempuh sehingga dapat disimulasikan kondisi lalu lintas yang dilewati oleh bus tersebut. Hal ini terjadi karena kondisi jalur bus yang pada beberapa titik masih menggunakan sharing dengan jalur jalan untuk umum.
2.5
Global Positioning Systems (GPS)
GPS pada mulanya bernama NAVSTAR GPS (Navigation Satellite Timing and Ranging Global Position System) yang dikelola oleh NAVSTAR GPS Joint Program pada angkatan udara Amerika Serikat. Awalnya GPS digunakan untuk kepentingan militer, namun saat ini hampir 90% pengguna adalah masyarakat umum. GPS terdiri dari tiga komponen yaitu space segment (satellite), control segment (infrastruktur dan monitoring) dan user segment (pengguna sinyal GPS). Pada gambar 2.2, hasil dari GPS adalah koordinat sistem yaitu berupa lintang (latitude), bujur (longitude) dan ketinggian (altitude). Meskipun pada pengaplikasian ketinggian jarang digunakan kecuali untuk presisi yang lebih tinggi. Koordinat sistem saat ini menggunakan World Geodetic System 1984 (WGS-84). Latitude atau lintang adalah garis horizontal yang membagi bumi menjadi 2 bagian utara dan selatan. Garis tengah berupa garis ekuator yang memiliki panjang sekitar 110.57 km dan akan semakin mengecil mendekati kutub. Longitude atau bujur adalah garis yang membagi bumi secara vertikal membuat bagian barat dan timur, dibatasi oleh garis meridian Greenwhich.
16
Gambar 2.2: Teknologi GPS dalam melakukan posisi (Ogaja, 2011)
2.6
Bus Rapid Transit (BRT)
Bus Rapid Transit (BRT) adalah mode transportasi berupa bus yang memiliki kualitas yang baik bercirikan kendaraan yang nyaman, bergerak dengan cepat dan berbiaya efektif untuk perjalanan masyarakat perkotaan dengan jalur khusus serta memiliki layanan yang terjadwal dan pelayanan yang baik bagi penggunanya. Pada implementasi terdapat lima karakteristik yang dijadikan acuan untuk penerapan BRT sistem yang baik, yaitu infrastruktur, operasional, bisnis dan organisasi, teknologi dan marketing dan layanan pelanggan. (Wright & Hook, 2007) Komponen teknologi seperti kendaraan yang memiliki emisi gas buang yang
17 rendah, rendahnya polusi suara, biaya tiket yang dinamis, sinyal prioritas pada persimpangan jalan dan penerapan sistem manajemen melalui sentralisasi kontrol menggunakan aplikasi dari Intelligent Transporation System (ITS) seperti AVL dan ATIS. Dengan salah satu pengaplikasian AVL dengan menggunakan GPS sistem seperti yang ada pada gambar 2.3. Dalam BRT, waktu perjalanan dan kecepatan
Gambar 2.3: Teknologi GPS menggunakan biaya yang efektif untuk melakukan tracking (Wright & Hook, 2007)
commercial saling berhubungan satu sama lain. Commercial speed lebih penting dibandingkan dengan kecepatan maksimum bus. Kecepatan commercial BRT pada umumnya sekitar 20 - 30 kilomter per jam. Namun nilai ini juga tergantung
18 kepada jumlah persimpangan yang dilewati, teknologi yang digunakan dan jarak antar halte. Beberapa implementasi BRT yang ada pada sistem transportasi di dunia dapat dilihat pada tabel 2.1 dan salah satunya adalah sistem BRT TransJakarta.
Negara Indonesia Jepang Australia Brazil kolombia Mexico Amerika Inggris
Perancis
2.7
Tabel 2.1: Kota dengan BRT sistem (Wright & Hook, 2007) Kota BRT System Jakarta Nagoya Sydney Sao Paolo Bogota Mexico City Boston Los Angeles Bradford Edinburgh Leeds Toulouse
TransJakarta Yutorito Line T-ways Interligado TransMilenio Metrobus Silver Line Waterfront Orange Line Quality Bus Fastlink Superbus and Elite RN88
Arsitektur Website Tiga Layer
Dalam rekayasa piranti lunak, arsitektur web berbasis client-server architecture yang terdiri dari presentasi, pengolahan aplikasi dan manajemen data yang secara fisik terpisah. Secara fungsional sistem melayani user dari berbagai server. Keuntungannya adalah layanan dapat digunakan pada jaringan yang tersebar secara luas dan secara spesifik hanya melayani sesuai dengan kebutuhan pengguna. Pada arsitektur client-server terdapat tiga bagian yaitu server, yang bertugas melayani
19 permintaan dari user, client yang meminta layanan dan jarigan sebagai media untuk mengakses layanan yang ada. Hubungan secara logika dengan pola pengembangan MVC dimana manajemen data pada model, proses aplikasi pada control dan presentasi pada view/web browser yang terlihat pada gambar 2.4.
Gambar 2.4: Pola MVC pada 3 tier web architecture (Sommerville, 2011)