RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 2/PUU-XV/2017 “Syarat Tidak Pernah Melakukan Perbuatan Tercela Bagi Calon Kepala Daerah”
I. PEMOHON Suta Widhya, SH. II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Pasal 7 Ayat (2) huruf i, Pasal 45 Ayat (2) huruf b angka 4 Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wallikota Menjadi Undang-Undang (UU 10/2016). III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Penjelasan Pemohon mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah: 1. Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) menyebutkan bahwa salah satu kewenangan Mahkamah
Konstitusi
adalah
melakukan
pengujian
Undang-Undang
terhadap UUD 1945; 2. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) menyatakan bahwa: “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”; 3.
Bahwa oleh karena objek permohonan Hak Uji Materiil ini adalah UU 10/2016, maka berdasarkan peraturan tersebut diatas Mahkamah Konstitusi berwenang untuk memeriksa dan mengadili permohonan ini.
1
IV. KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON (LEGAL STANDING) 1. Berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK: “Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu: (a) perorangan WNI, (b) kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan RI yang diatur dalam undang-undang, (c) badan hukum publik dan privat, atau (d) lembaga negara”. 2. Berdasarkan Putusan MK Nomor 006/PUU-III/2005 dan Nomor 010/PUU/III/2005 menyatakan bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional harus memenuhi 5 (lima) syarat yaitu: a. adanya hak konstitusional para Pemohon yang diberikan oleh UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. b. hak konstitusional para Pemohon tersebut dianggap oleh para Pemohon telah dirugikan oleh suatu Undang-Undang yang diuji. c. kerugian konstitusional para Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik atau khusus dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi. d. adanya hubungan sebab akibat antara kerugian dan berlakunya UndangUndang yang dimohonkan untuk diuji. e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi. V. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN DAN NORMA UUD 1945 1. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN Pengujian Materiil UU 10/2016: 1. Pasal 7 ayat (2) huruf i: “Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: (i) tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang dibuktikan dengan surat keterangan catatan kepolisian.” 2. Pasal 45 ayat (2) huruf b angka 4: “Dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: b. surat keterangan:
2
4. tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang dibuktikan dengan surat keterangan catatan kepolisian, sebagai bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf i;” 2. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945. 1. Pasal 1 ayat (2) “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UndangUndang Dasar” 2. Pasal 27 ayat (1): “Segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” 3. Pasal 27 ayat (2): “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” 4. Pasal 27 ayat (3) “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.” 5. Pasal 28 D ayat (1) “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.” 6. Pasal 28D ayat (3) “Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.” 7. Pasal 28I ayat (2) “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.”
VI. ALASAN PERMOHONAN 1. Bahwa menurut Pemohon, ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf i dan Pasal 45 ayat (2) huruf b angka 4 UU 10/2016 dianggap bertentangan dengan prinsip keadilan yang termuat dalam Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2); 3
2. Bahwa menurut Pemohon, rumusan Pasal 7 ayat (2) huruf i UU 10/2016 yang menyatakan salah satu persyaratan untuk calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur, calon Bupati dan calon wakil Bupati, calon Walikota dan calon Wakil Walikota harus melampirkan Surat Keterangan Catatan Kepolisian, namun pada kenyataannya ada calon kepala daerah yang mengajukan diri dan dapat diterima padahal telah melakukan perbuatan tercela; 3. Bahwa seharusnya calon kepala daerah yang melakukan perbuatan tercela tidak layak menjadi peserta pilkada, mengingat ia sudah merugikan calon peserta lain yang seharusnya menempati posisi sebagai peserta calon kepala daerah; 4. Bahwa seharusnya selain dengan adanya persyaratan melampirkan Surat Keterangan catatan Kepolisian juga dibentuk badan Peneliti Khusus yang ketat, akuntabel, dan independen dalam menyaring para calon kepala daerah agar tidak terjadi lagi lolosnya tahap administrasi bagi para peserta calon kepala daerah yang telah melakukan perbuatan tercela; 5. Bahwa oleh karena itu perkara a quo juga telah bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3), Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 yang menjamin adanya jaminan memperoleh persamaan kedudukan dan kesempatan dalam pemerintahan tanpa diskriminasi bagi seluruh Warga Negara Indonesia.
VII. PETITUM Dalam Pokok Perkara 1. Menerima dan mengabulkan seluruh permohonan pengujian Undang-Undang Pemohon; 2. Menyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya pasal 27 ayat (1) dan (2), Pasal 28 D ayat (1) dan (3), Pasal 28 I ayat (2); 3. Menyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Undang-Undang Pilkada terkait pasal 7 ayat 4
(2) huruf i huruf b angka 4, yaitu keberadaan SKCK dipakai sebagai seleksi kepala daerah. Yang wajar adalah melalui pertimbangan/masukan/penelitian Badan Litsus; 4. Menyatakan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tidak berlaku apabila tetap membiarkan adanya calon kepala daerah yang pernah melakukan perbuatan tercela, namun tetap bisa ikut dalam proses Pilkada tahun 2017; 5. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Atau, apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).
5