KITA
EDISI 1/2015
1
“Saat Disentuh Cinta”
Oleh:
A Zainudin
BONUS: NOVEL "SAAT DISENTUH CINTA"
2
KITA
EDISI 1/2015
“SAAT DISENTUH CINTA” Oleh: A Zainudin
BONUS: NOVEL "SAAT DISENTUH CINTA"
EDISI 1/2015
KITA
3
Terima kasih untuk istri dan anak-anakku yang selalu menjadi sumber ide menulisku Terimakasih untuk sahabatku Kodirin Hadisuwarno atas sumbangan ide dan data-data yang sangat membantu terselesaikannya novelet ini Terimakasih untuk redaksi Pena Kita yang sudah memaksa penulis mengubah cerpen menjadi novelet ini dengan kesalahan pencatuman kata “bersambung” Terimakasih kepada pembaca cerber di blog penulis yang tak bosan menagih kelanjutan cerita ini
BONUS: NOVEL "SAAT DISENTUH CINTA"
4
KITA
1
Sebuah telepon diterima Aip siang itu. Keningnya mengernyit saat tahu siapa yang meneleponnya. Meski Aip sempat akrab dan sekaligus pernah menjadi bawahan beliau saat dirinya belum pindah ke instansi yang sekarang, jarangnya komunikasi selama ini menjadikan telepon kali ini terasa mengagetkan. “Aduh, Pak Amir. Ada apa, Pak?” tanyanya dengan nada keheranan setelah sedikit berbasa-basi. Suara di seberang terdengar pelan dan hati-hati. ”Belum Pak. Saya belum mendengarnya. Ada apa dengan Abu, Pak?” Kali ini Aip yang terkejut. Nampaknya kabar buruk tentang Abu, sahabatnya. Aip semakin menyimak suara dari seberang telepon itu. “Innalillahi. Musibah apa Pak Amir?” kali ini Aip tak mampu menyembunyikan keterkejutannya sehingga ia nyaris berteriak. Beberapa rekan kerjanya menoleh ke arahnya. Lalu dengan pelan dan teratur berita itu disampaikan oleh Pak Amir. Dan tiba-tiba saja, Aip seperti melihat langit hitam jatuh menimpa Abu.
**** Laki-laki itu menatap brankas di depannya lurus-lurus. Sudah berkali-kali
EDISI 1/2015
ia memeriksa isinya dan ia harus percaya bahwa semuanya memang sudah tidak ada kecuali sedikit kertas-kertas yang tak berharga. Padahal, pada saat pertama kali menyadari bahwa brankas tadi terbuka dirinya menyangka bahwa kesalahannya cukup kecil. Lupa menutup pintunya kemarin sore lalu ia bisa memperbaikinya kali ini sambil berjanji akan lebih berhatihati di kemudian hari. Tapi nyatanya? Ia tak mampu menutup pintu brankas itu. Kekuatannya seolah lenyap tak berbekas saat ia mencoba melongok ke dalam tempat penyimpanan uang itu. Di mana uang yang baru kemarin sore ia terima untuk membayar semua kwitansi atas pekerjaan yang telah dilakukan? Dibayangkan, barangkali akan ditemukan kejadian yang menghiburnya. Uang itu sudah ia dibayarkan, atau dititipkan ke orang lain tapi ia lupa karena kemarin ia pulang dengan terburuburu. Tapi tak mungkin. Uang itu sudah diterimanya kemarin dan kini tak berbekas. Bagaimana ia menghadapi wajah murka kepala kantornya sebentar lagi? Lalu mata semua orang yang akan menghujamnya tajam: bagaimana kau bisa melalaikan tanggung jawabmu? Lalu terbayang istri dan anaknya di rumah. Bagaimana kehidupan mereka setelah gajinya dipotong sepertiganya sampai masa kerja berakhir?
BONUS: NOVEL "SAAT DISENTUH CINTA"
EDISI 1/2015 Seandainya saja ia bisa memutar waktu dan dapat menentukan pilihan kejadian yang ia inginkan. Tapi cepat ditepisnya angan-angan itu. Tak akan ia biarkan setan merusak keyakinan yang telah lama ia pertahankan. Tak ada kejadian yang sia-sia di dunia ini. Tak ada kesedihan tanpa akhir. Meski ia percaya, keyakinan itu ingin meminta pembuktian darinya sekarang. Apakah hari ini Allah ingin menyayangiku atau sebaliknya? Itu pertanyaan yang sekarang berkecamuk dalam hatinya. Jika ia menerima yang pertama, haruskah dengan jalan seperti ini? Jika yang kedua, kesalahan besar apa yang telah ia lakukan sehingga beban berat ini terasa begitu menyesakkan? Kembali ia tatap brankas itu. Kejadian ini nyata dan memang begitulah adanya. Ia tak bisa menghindarinya, suka atau tidak. Ia harus menyelesaikannya sekarang juga. Maka, saat mendapati temannya yang baru datang terheran-heran di depan brankasnya yang terbuka setelah ia selesai mengadukan nasibnya pada Yang Maha Menentukan Nasib lewat Dhuhanya yang terasa mengharukan pagi itu, ia segera memutuskan untuk bercerita apa adanya. Meski ia yakin, segala sesuatu akan berubah cepat hari ini. Termasuk kepercayaan yang telah ia dapatkan selama ini. Ia hanya bisa pasrah.
KITA
5
**** Malam setelah telepon dari Pak Amir, tak terduga Abu datang menemui Aip setelah selesai Sholat Isya di masjid dekat rumahnya. Dari wajah Abu, Aib dapat menangkap sesuatu yang berat telah menimpa sahabatnya itu. Suaranya yang geroyok menandakan kalau Abu sedang tertekan. Kali ini Aip menghilangkan kebiasaan menyela pembicaraan orang lain saat menyimak cerita Abu. Meskipun sudah mendengar cerita yang sama dari Pak Amir sebelumnya, Aip tahu bahwa yang diperlukan Abu kali ini adalah perhatian. Maka, ia hanya diam saat ditanya Abu apakah ia sudah mendengar cerita itu sebelumnya sambil berkata pendek: ”Ceritakanlah!” Aip ingin memberi kesan pada Abu kalau dia belum pernah mendengarnya tanpa harus berbohong. Meluncurlah cerita itu lagi, sama seperti yang disampaikan Pak Amir. Bedanya, kali ini Aip merasa mampu mengetahui perasaan sahabatnya itu. ”Entahlah, aku tak tahu apakah masih ada yang percaya kepadaku atau tidak.” kata Abu di sela-sela ceritanya. Dalam diam Aip mencoba menyamakan perasaan mereka berdua. Mencoba seolah-olah ia mengalaminya sendiri. Tiba-tiba Aip bergidik.
BONUS: NOVEL "SAAT DISENTUH CINTA"
6 Bagaimana perasaanku jika benda yang berharga di dunia ini, kepercayaan, tiba-tiba harus hilang dari genggamanku? Kemana wajah akan kuhadapkan jika semua orang memandangiku dengan sikap yang berbeda dari sebelumnya? Belum lagi tuduhan yang menyakitkan hati, yang meskipun dengan tegas mampu kutolak tapi susah untuk kulampiri dengan bukti. Aip sadar kalau Abu bukan hanya sekedar bercerita. Abu ingin mengadu padanya, pada orang yang selama ini ia anggap paling dekat, bahkan sebelum kepada istri Abu sendiri. Oleh karenanya, Aip tahu apa yang harus ia lakukan. Dengan lembut Aip berkata, ”Kau tahu aku sudah mengenalmu sebagaimana kau mengenalku. Meskipun aku bukan psikolog, tapi aku merasa mampu membedakan apakah ceritamu benar atau tidak. Percayakah kau bila aku bercerita hal yang sama dan aku menjadi seperti dirimu saat ini?” Abu menggenggam erat tangan Aip. Wajahnya, meskipun masih pucat dan keruh, menyiratkan kelegaan. Juga ungkapan terima kasih meski tak mampu didengarnya. ”Jika kau tak berkeberatan, kuajak kau ke tempat Bowo. Terus terang, meski yakin ini akan berakhir, aku perlu teman.” ajak Abu setelah ia menyelesaikan ceritanya. Bowo adalah sepertiga dari persahabatan mereka. Aip, Abu dan Bowo. Meski kadang
KITA
EDISI 1/2015
nampak renggang dan penuh ketegangan, tapi pada saat yang lain seperti bangunan kokoh. Sepertinya kali ini adalah saat untuk membuktikan kekompakan itu. “Tentu saja tidak.” Jawab Aib mantab.” Tapi, yakinlah bahwa Bowo akan bersikap sama denganku.” Malam itu Aip tak jadi langsung pulang karena harus ke rumah Bowo dulu. Seperti perkiraan Aip, Bowo langsung menolak tuduhan kesengajaan yang ditujukan kepada Abu meski tak menepis kalau Abu tetap memiliki andil terhadap hilangnya uang yang dipercayakan padanya.
**** Seperti yang Aip duga sebelumnya, masalah Abu menjadi berkepanjangan. Tak sederhana menolak tuduhan, karena bagaimana pun Abu adalah pemegang tunggal kunci brankas. Sebagai pemegang uang muka pekerjaan yang dipercayakan di kantornya, Abu tak cukup memiliki saksi dan bukti pembelaan. Temanteman dekatnya, termasuk Aip dan Bowo, membela Abu hanya berdasarkan kepercayaan atas semua sikap Abu selama ini. Tapi bagi mereka berdua, sorot mata dan sikap Abu terasa cukup untuk mengatakan bahwa sahabatnya itu tidak sengaja menghilangkan. Tapi tak semudah itu. Ada hal lain yang saat ini mulai dikhawatirkan dua karib Abu itu. Tekanan yang dirasakan Abu semakin berat karena kasusnya sudah dilimpahkan
BONUS: NOVEL "SAAT DISENTUH CINTA"
EDISI 1/2015 polisi. Ini karena penolakannya atas tuduhan kesengajaan dan penggunaan uang untuk keperluan pribadi. Maka saat suatu malam Abu menelepon Aip dari kantor polisi, Aip hanya bisa membayangkan betapa tubuh yang sudah lumayan kurus itu akan menjadi santapan empuk nyamuk-nyamuk ganas. ”Berapa lama nahannya?” tanya Aip gusar. ”Semalam. Besok aku harus ke kantor lagi dan sorenya lapor lagi.” ”Seharusnya polisi itu perlu melihat wajahmu agar dia bisa membedakan wajah pencuri atau bukan!” Aip mulai emosi. Tapi sejenak ia sadar bahwa sikapnya itu tak berpengaruh positif bagi Abu. ”Kuharap kau tetap yakin bahwa Dia bersama orang yang benar.,” sambung Aip seolah meralat ucapannya yang terakhir.”Dan percayalah, sikapku tak berubah padamu.” ”Aku yakin itu. Kumohon doamu.” Tentu saja. Tanpa diminta pun Aip sudah menyediakan sepenuh doa untuk sahabatnya itu. Agar fitnah menyakitkan itu segera pergi dan berlari kepada yang melakukannya.
KITA
2
7
“Bagaimana dengan Abu, Mas?” sebuah suara lembut menyapa Aip sesaat dia meletakkan telepon genggamnya setelah ditelpon Abu. Handa, istri Aip, menunggu jawaban suaminya sambil meletakkan minuman hangat. Aip diam seolah ada yang dipikirkan. “Ada apa, Mas? Apakah bertambah berat?” Aip memandang Handa dengan kening berkerut. Sesuatu sedang dipikirkannya. “Doakan saja semoga semuanya segera berakhir, Dik. Semoga semuanya berakhir dengan baik” Aip mengulangi kata-katanya. Handa diam saja. Sesaat kemudian dia berniat beranjak pergi saat tangan Aip mencegahnya. “Tunggu, Dik.”Handa menoleh ke arah Aip. Sambil memandang Handa lurus-lurus, Aip berkata. “Sepertinya saya ikut andil dalam masalah ini.” Handa balik memandang suaminya keheranan. “Maksud Mas? Ikut andil bagaimana?” “Ada sesuatu yang perlu saya sampaikan kepadamu. Saya sedikit merasa nggak enak sama Abu, meski ini tak secara langsung”
BONUS: NOVEL "SAAT DISENTUH CINTA"
KITA
8 Handa tak jadi berdiri. Dengan menyimpan rasa penasaran, dia tetap duduk sambil menunggu pembicaraan suaminya selanjutnya.
***** Beberapa jam setelah itu, berpuluh kilo meter dari tempat Aip dan istrinya, Abu duduk terpekur di suatu masjid di antara keheningan dan sepinya malam. Udara malam yang dingin tak mampu mengganggunya dari tafakur yang kali ini terasa khusuk sekali. Tak ada siapa pun di tempat itu. Mungkin hanya nyamuk yang menemaninya sambil berebut menggigiti tubuh yang kurus itu. Suara bisingnya tak mampu menandingi suara isakannya. Doa kali ini terasa semakin mengharukan. Ia tahu, nasibnya kali ini seperti undian berhadiah yang tak bisa ditebak siapa pemenangnya. Peristiwa seharian ini menyadarkan Abu bahwa nasib manusia itu bisa berubah bahkan lebih dari pada cahaya matahari merayap ke permukaan bumi. Dipandanginya salah satu bangunan dari sejumlah bangunan yang ada yang tak jauh dari masjid tempat dia menghabiskan malamnya kali ini. Abu teringat, di salah satu ruangan tempat itu, dua orang polisi yang sejak tadi pagi menerornya dengan pertanyaan-pertanyaan yang berulangulang yang terasa membosankan. Yunus dan Haryadi. Mungkin saat ini mereka
EDISI 1/2015
sedang tertidur pulas atau malah sudah pulang ditemani istri dan anak-anaknya. Di dalam ruangan yang ada pada bangunan itulah dia melalui harinya dengan berat bersama keduanya. Abu tak akan melupakan kedua wajah dingin dan angkuh itu. Surat panggilan yang diterimanya mengharuskannya menghadapi mereka. Wajah tanpa belas kasihan. Wajah tanpa rasa kepercayaan. Dia yang datang tanpa berpikir apa pun kecuali berharap ditanya tentang hal-hal yang ringan merasa sedikit shock menghadapi mereka berdua. Meski ruangan berukuran 4x6 meter itu sebenarnya tak terlalu sempit dan cukup rapi, namun apa yang dilihat dan dihadapinya sekarang memaksanya percaya bahwa hari ini adalah hari yang berat baginya. Apalagi saat berjalan ke arah dua polisi itu, dia menyaksikan dua orang sedang diinterogasi. Mereka nampak ketakutan dan tertekan. Saat berjalan ke arah dua sosok dingin itu, Abu mengamati sekilas ruangan pemeriksaan ini. Ada tiga buah meja di sisi kanan dan kiri ruangan. Di atas meja sebelah kanan yang paling ujung terdapat komputer yang dilengkapi dengan printer. Yunus berada di depan komputer dan siap menuliskan semua ucapan yang akan keluar dari ucapan Abu. Abu merasa, melalui printer itulah nasibnya hari ini akan ditentukan, sama seperti semua nasib tersangka pelaku kejahatan. Dan tanpa pernah diduga sedikitpun dalam hidupnya, kali ini Abu menjadi salah satunya.
BONUS: NOVEL "SAAT DISENTUH CINTA"
EDISI 1/2015
KITA
9
“Ceritakan kejadian yang sebenarnya.” Yunus, dengan ekspresi dan nada datar mulai memerintahnya untuk bercerita. Badannya tidak terlalu besar, suaranya terdengar tidak terlalu menakutkan. Namun kondisi yang sama sekali tak disangkanya kali ini terpaksa membuatnya was-was bahwa suara itu bisa jadi akan berubah dalam sekejap.
berwajah garang itu membentaknya lagi. Sampai dia merasa bosan.
Abu memandang Yunus dengan tatapan datar. Lalu dengan pelan dan hati-hati dia mulai membawa dua sosok itu melihat peristiwa beberapa hari lalu melalui ceritanya.
Ditatapnya Yunus sekali lagi, dengan pandangan datar lagi. Kebosanan mengulang-ulang cerita yang sama tanpa variasi karena memang itulah yang dia alami membuat suaranya semakin datar.
Dia bercerita dengan lancar sesuai dengan apa yang dialaminya. Di sela-sela ceritanya, Haryadi, polisi pendamping Yunus yang berbadan tinggi besar dan galak ikut menyela bahkan seringkali membentak.
Kembali dia bercerita kejadian di hari naasnya itu. Tentang kedatangannya ke kantor pusat untuk mengambil sejumlah uang. Tentang apa yang dia lakukan di kantor sepulang dari kantor pusat mulai dari laporan kepada atasan, membagibagikan sejumlah uang untuk kegiatan yang akan dilaksanakan kantornya tepat dengan menyebutkan siapa dan berapa jumlahnya. Tak bergeser sedikit pun dan tak pernah berubah. Juga sejumlah uang yang dia titipkan di brankas karena rekanan tidak datang. Tak lupa ia menceritakan kepulangannya sore itu yang serba terburuburu karena ada kursus bahasa Arab yang harus ia ikuti di dekat rumahnya.
“Jangan bohong kamu! Nanti di sel kamu “dimakan” oleh para napi.” Abu berbalas menatap Haryadi sekali lagi. Tatapan kosong. Sekosong asa yang nyaris tandas digerus kejutan-kejutan hari ini. Dia kembali bercerita. Kembali mengucapkan kalimat sama. Kembali mengucapkan peristiwa-peristiwa yang tak mungkin diubahnya karena memang begitulah adanya. Lalu Haryadi kembali membentak. Kembali mengancam. Berkalikali dia bercerita, berkali-kali sosok polisi
Akhirnya Yunus menatap wajahnya lamat-lamat. “Kuharap kamu bercerita dengan jujur. Coba ceritakan lagi kejadiannya dengan benar. Saya berharap kamu mengasihani diri kamu sendiri”
“Apa yang terjadi saat kamu berada di ruangan brangkas pagi hari setelah kejadian itu?” Kembali lagi Yunus bertanya dan kembali dia menjawab:
BONUS: NOVEL "SAAT DISENTUH CINTA"
10 “Kira-kira jam 6.30 saya tiba di kantor. Atasan saya datang dan menyerahkan catatan sambil meminta disiapkan uang untuk membayar rekanan. Saya membuka laci meja. Laci tak terkunci. Saya cari kunci brankas namun tidak ada. Semua laci dan meja saya telusuri, kuci brankas tidak saya temukan. Saya mencoba ke brankas, membuka kode dan memutar gagangnya. Ternyata brangkas dapat dibuka. Uang sudah hilang. Saya diam merenung selama kira-kira satu jam, lalu sholat, memberitahu teman-teman. Kantor gaduh, atasan datang dan saya menjelaskan kejadian, lalu atasan saya melaporkan kepada kepala kantor.” Yunus memandangnya sekali lagi, menatap dengan seksama. Mungkin dia mulai mempercayai kata-kata Abu, namun masih tersisa rasa ragu. Dia berkata lagi, kali ini dengan nada lebih lembut. “Kalau kamu memang mengambil uang itu, akui saja. Tak usah berbelitbelit. Itu akan memudahkan nasib kamu sendiri. Kamu tidak dipenjara, hanya mengembalikan uang itu saja.” Abu hanya dapat memandang Yunus dengan tatapan kosong lagi. Tak ada yang dapat ia lakukan kecuali bercerita apa adanya, mengingat dengan segala upaya. Diperhatikannya Yunus yang menghentikan gerakan mengetiknya. Kali ini mata Yunus lebih terfokus pada Abu. Meski masih terasa lebih lembut dari sebelumnya.
KITA
EDISI 1/2015
“Aku kasihan kalau kamu masuk penjara. Nanti kamu dicampur dengan para pencuri, perampok dan pembunuh.” Sambil meminum kopi yang sudah tak terlihat uapnya, Yunus melanjutkan ucapannya yang bagi Abu terasa sebagai sebuah ancaman. “Biasanya di tiap-tiap sel ada “penguasa”nya. Nanti kamu dijadikan jongosnya.” Kata Yunus sambil kembali sibuk dengan mesin ketiknya. Abu hanya tertunduk. Bagaimana pun, ancaman penjara itu membuatnya gentar juga. Tiba-tiba Yunus menatap Abu dengan tajam, seperti ada yang dipikirkan. Lalu dia berbicara dengan Haryadi. Abu hanya terdiam mendengarkan dengan pasrah. Namun ia merasa sedikit terkejut ketika kedua polisi itu mengaitkannya dengan jaringan Negara Islam Indonesia (NII), sebuah gerakan yang terlarang di Indonesia. Sewaktu mahasiswa, ia pernah ditawari namun ditolaknya. “Kamu ikut jaringan NII?” tanya Yunus. “Tidak.” Abu menggeleng tegas. “Mungkin kamu perlu dana untuk mendukung jaringan itu?” Kembali Abu menggelengkan kepala. Tapi mereka berdua masih belum percaya. Mereka bermaksud menguji apakah Abu sama sekali tak terlibat dengan gerakan itu. Tak berapa lama kemudian, Yunus meminta Haryadi memanggil salah satu tahanan
BONUS: NOVEL "SAAT DISENTUH CINTA"
EDISI 1/2015 anggota NII. Haryadi ke luar ruangan dan kembali masuk membawa seorang wanita yang diduga anggota jaringan terlarang tersebut. Seorang perempuan muda, pembantu rumah tangga yang tertangkap mencuri uang majikannya. Yunus memintanya berkomunikasi dengan wanita itu. Bersama Haryadi, Yunus ikut mengamati keduanya berkomunikasi. Terlihat canggung dan nampak mereka tak biasa berhubungan. Abu hanya sempat bertanya tempat tinggal dan sedikit pertanyaan basa-basi lainnya. Kemudian wanita itu kembali dibawa ke sel tahanan, dan Abu diminta keluar ruangan. Ia menurut dan memilih duduk pada bangku lorong dan mengambil al Quran kecil yang biasa dia kantongi kemana pun dia pergi. Brak!!!! Abu terkejut dan nyaris terlonjak ketika sebuah gagang sapu patah menghantam kusen pintu. Demikian juga orang-orang yang berada di sekitar situ termasuk Ibu penjual minuman yang terlihat terlonjak dari tempat duduknya. Abu menoleh kearah datangnya gagang sapu dan melihat wajah sangar Haryadi memerah. “Jangan pura-pura alim ya” bentak Haryadi. Abu menunduk dan menutup Qurannya. Ibu penjual minuman yang tadi terlonjak berkata kepadanya,” Kaget sekali, Mas.”
KITA
11
Abu tersenyum hambar, masih bersyukur tadi tidak ikut shock. Beberapa saat kemudian, Abu dipanggil lagi. Kali ini dia harus menghadapi Haryadi yang sejak awal sudah terlihat lebih sangar dan kasar. Benar saja. Haryadi memulai dengan bentakanbentakan. Abu hanya tertunduk. Haryadi memintanya menceritakan kejadian itu lagi. Dan seolah kaset yang berputar usang, Abu mengulangi kisah kejadian itu dengan nada datar. Hanya saja, kali ini sesekali ceritanya tersendat. Haryadi menyelanya dengan bentakan-bentakan. Polisi yang badannya tinggi besar itu juga mengancam dengan cerita tentang kekejaman yang dilakukan oleh para napi di sel pendatang baru. Ngeri sekali. Abu mulai merasa lemah dan terbersit bayangan untuk menyerah saja dan mengikuti keinginan mereka. Tapi itu artinya dia harus berbohong dan mengarang cerita. Abu meneguhkan hatinya untuk terus bertahan. Dia sadar, saat ini bidikan yang berwajib sudah mengarah ke arahnya. Tersangka utama. Sambil menahan diri dari bentakan dan ancaman, hatinya tak berhenti berdoa. Suara Yunus terdengar memanggil Haryadi dari luar. Abu merasa sangat lega. Seolah dia menemukan waktu untuk kembali menguatkan diri. Saat dibentakbentak Haryadi tadi, terkadang Abu berpikir
BONUS: NOVEL "SAAT DISENTUH CINTA"
12 apakah jawaban yang dia berikan itu salah. Dicobanya mengingat kejadian sebenarnya dan memang benar adanya. Kejadian di ruangan barusan membuatnya yakin bahwa jika seseorang mengarang cerita bohong di hadapan pemeriksa reskrim1, maka dia tak akan tahan menghadapi ‘teror’ pemeriksa dan akhirnya menyerah, mengakui perbuatannya. Yunus datang dan memberi isyarat agar Abu menghadapnya lagi. Abu mengikuti gerakan Yunus yang berjalan menuju tempat pemeriksaan. Meski sudah mulai bosan dan capek, Abu merasa lebih baik sekarang. Pengalaman dibentak-bentak Haryadi setidaknya membuat ia lebih percaya diri. “Bagaimana, Mas? Masih nggak mau ngaku?” Pertanyaan, tepatnya permintaan pengakuan, diberondongkan Yunus begitu Abu duduk dihadapan polisi itu. Abu mendesah dalam hati, ternyata masih pertanyaan lama. Tepatnya permintaan untuk mengaku. Perasaan optimis yang tadi sejenak muncul, seketika berubah menjadi rasa getir yang melanda seluruh perasaannya. Abu hanya tertunduk. Kegetiran itu begitu menyesakkan dadanya sehingga tak terasa pertanyaan yang terdengar sederhana itu hanya bisa dijawab Abu dengan air mata yang menggenang di kedua kelopak matanya. Rasanya sakit 1 2
Reserse kriminal Kepolisian Sektor
KITA
EDISI 1/2015
dituduh untuk sesuatu yang tidak ia lakukan. Bahkan berpikir pun tidak. Abu seperti kehilangan harga diri. “Kami tidak bisa menyimpulkan bahwa kamu terindikasi mengambil uang,” kata Yunus melanjutkan. Abu mulai menatap Yunus sambil membiarkan air matanya menggenang.”Malam ini kamu boleh pulang atau kamu menginap di polsek2 sini untuk menggenapkan masa penahanan 1 x 24 jam.” Kalimat terakhir Yunus tadi serasa tiupan angin surga bagi Abu. Indah sekali terdengar di telinganya. Seolah malam yang kelam berubah menjadi cerahnya pagi dengan hadirnya matahari. Harapan yang tadi nyaris musnah kini perlahan-lahan membuncah lagi. Kepercayaan diri yang tadi timbul tenggelam kini makin menancap kokoh di hatinya. Penjelasan Yunus berikutnya bagaikan untaian bunga-bunga yang menghiasi hati Abu. Yunus menjelaskan bahwa apabila seorang tersangka diperiksa dalam waktu 1 x 24 jam tidak terbukti maka ia sudah bebas dari tuduhan itu. “Kamu tidak harus masuk sel, yang penting kamu ada di dalam lingkungan polsek. Bermalam di ruang ini juga boleh.” Yunus melanjutkan. Yunus berbaik hati meminjamkan telepon genggamnya kepada Abu agar ia dapat mengabari istrinya. Istrinya menambah kekuatan mental Abu dengan
BONUS: NOVEL "SAAT DISENTUH CINTA"
EDISI 1/2015 kata-katanya yang meneguhkan. Dan dengan seijin Yunus pula, Abu menelepon Aip, mengabarkan kondisi terakhirnya. Sejenak Abu tersenyum dalam hati mendengar reaksi pertama sahabat baiknya itu. Seperti biasa, responsif sekali dan penuh emosi. Aip juga menghiburnya dengan kata-kata yang menyemangati. Kepada Yunus Abu meminta ijin untuk menghabiskan malam di masjid yang berada di lingkungan polsek. Abu ingin segera mengadukan semua penderitaannya kepada Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui, dan Maha Penyayang. Dan malam ini adalah puncaknya, melebihi harihari sebelumnya. Dari bangunan yang membangunkan seluruh ingatannya atas peristiwa di hari ini, perhatian Abu kemudian beralih kepada dirinya sendiri. Malam ini seharusnya ia tidur nyenyak menemani anaknya yang masih balita. Tidur dalam keadaan bersih dan hangat. Tapi sekarang, ia merebahkan seluruh tubuh, pikiran dan hatinya yang seharian tadi remuk redam menghadapi Yunus dan Haryadi di atas karpet mesjid tanpa selimut dan tanpa mandi sore. Baju yang dikenakannya adalah baju yang ia pakai sejak pagi. Tak pernah ia sangka ia harus bermalam di kantor polisi setelah diteror seharian. Atasannya hanya memberitahu pagi tadi bahwa hari ini adalah gilirannya diperiksa.
KITA
13
Tapi Abu bersyukur, dari ucapan Yunus terakhir tadi spertinya tuduhan pencurian itu berhenti kepadanya dan akan mengarah kepada pihak lain. Ia berharap segera ditemukan siapa orangnya. Ia sudah merasa lelah. Namun ia merasa, energinya harus terkuras lebih banyak lagi sampai kasus ini benar-benar tuntas.
***** Pagi itu, setelah masa ketentuan 1x24 jam berakhir, Abu pamit pulang kepada Yunus dan Haryadi. “Cobalah kamu ingat kembali kejadiannya. Mungkin dengan begitu, kamu dapat menemukan orang yang mencurigakan.” Pesan Yunus sebelum Abu beranjak pergi. Abu mengiyakan. Hari berikutnya, kasus berkembang dengan penambahan orang-orang yang diperiksa. Setelah Abu, giliran petugas kebersihan dan satpam yang diperiksa. Hasilnya nihil. Sementara itu, Abu mulai mengingat kejadian-kejadian menjelang hilangnya uang di brankas. Tiba-tiba Abu bergidik, mencoba menepis dugaan itu. Tapi kejadian-kejadian menjelang hilangnya uang itu benar-benar membuat mata hatinya mengarahkan pada seseorang. Seseorang yang tak pernah Abu bayangkan sebelumnya.
BONUS: NOVEL "SAAT DISENTUH CINTA"
14
KITA
3
Abu menatap tajam wajah di depan matanya. Sesekali arah matanya tertuju pada Yunus. Bahasa mata dan tubuh polisi itu mengisyaratkan agar Abu tidak lagi ragu-ragu bertindak. Abu masih bergeming. Dia mencoba mengatur nafas agar tidak terlihat gugup. Sementara itu, wajah di depannya nampak polos dan penuh percaya diri. Mungkin dia tidak tahu apa yang Abu rasakan dan akan lakukan. Abu menunduk dan memejamkan matanya. Berat sekali rasanya. Padahal ia telah mengumpulkan kekuatan ini berhari-hari sebelum akhirnya mengambil keputusan berani cenderung nekad ini. Dia lelah dengan perkembangan kasus yang seolah membeku tak berujung. Tapi memecahkan kebuntuan untuk segera bersikap berani di depan sosok yang sangat dekat dengannya ini membuat Abu penuh dihinggapi rasa ragu. Padahal dia sadar, perkembangan kasus yang nyaris memasuki usia bulan sejak dirinya mengalami nasib tak mengenakkan di tempat yang sama telah membuat hidupnya dalam ketidakpastian. Berhasil keluar dari tuduhan Yunus dan Haryadi bukan berarti masalah selesai begitu saja. Selain harus berhasil membuktikan bahwa dia bukanlah aktor dibalik hilangnya uang
EDISI 1/2015
dalam brangkas itu, dia juga harus mampu menunjukkan siapa sesungguhnya yang mengambil uang tersebut. Berbulan-bulan dia mengerahkan segala upaya dan mengalami kelelahan yang luar biasa. Luar dan dalam. Setelah sedikit demi sedikit bangkit dari keterpurukannya, mengambil langkah untuk membuktikan bahwa dia bukanlah pengambil uang itu, akhirnya seolah alam sekitarnya membantunya menemukan pelaku yang sesungguhnya. Sosok yang kini ada dihadapannya. Meski untuk itu ia harus mendapatkan kepastian dari yang bersangkutan sendiri. Melihat sosok itu, Abu merasa seperti dilempar kembali ke masa-masa sulit itu. Serpihan peristiwa yang dialaminya seolah menari kembali. Kali ini Abu seperti melihat dirinya berada di masa itu, saat dia harus berjuang menemukan kepercayaan dirinya setelah sempat hancur dalam sehari menghadapi Yunus dan Haryadi.
***** Setelah polisi tidak menemukan tanda-tanda keterlibatan orang-orang yang dicurigai, kepala kantor menekan atasan Abu untuk segera mengungkap pelaku pencurian orang di brankas. Atasan Abu akhirnya menempuh jalur alternatif, yaitu dengan mendatangi “orang pintar” di ujung barat pulau ini. Menurut hasil penerawangan orang pintar itu, pelakunya dua orang, satu bertubuh atletis masih muda dan satu lagi berambut putih.
BONUS: NOVEL "SAAT DISENTUH CINTA"
EDISI 1/2015 Berdasarkan penuturan atasan Abu, sosok pertama mengarah kepada petugas keamanan yang berjaga malam itu, Yang kedua adalah salah satu pegawai senior yang pada malam kejadian tersebut itu pulang hingga larut malam.Keduanya belum diperiksa polisi. Pada kesempatan lain, atasan Abu memanggil “orang pintar” tersebut ke kantor. Orang itu memakai baju dan celana hitam, dengan ikat kepala warna hitam juga. Dia menaburkan garam ke dalam brankas. “Orang yang mengambil uang akan merasakan sakit yang luar biasa dan akhirnya mengaku,” demikian katanya meneruskan penjelasan orang itu.
KITA
15
Abu tidak menyangka rasanya asin sekali padahal menurut perkiraannya, air keramat seharusnya terasa tawar. A Alhamdulillah tidak ada reaksi apa pun, minimal untuk saat itu. Terus terang Abu takut terjadi reaksi tertentu pada badannya tanpa jelas penyebabnya. Ia khawatir orang akan curiga kepadanya. Belakangan Abu tahu ternyata orang berambut putih yang masuk dalam terawangan orang pintar menderita hipertensi. “Mungkin dia yang menjadi target” pikir Abu dalam hati.
Sehari kemudian, atasan Abu membawa air keramat ke kantor.
Sayang sekali pada hari itu pegawai berambut putih itu tidak masuk kantor karena sakit. Menurut kabarnya, tensinya naik karena emosinya meninggi setelah menyadari dirinya dicurigai oleh atasan Abu.
“Ini air dari orang pintar. Jika diminum oleh orang yang bersalah akan menimbulkan reaksi luar biasa” demikian penjelasannya. Orang-orang yang dicurigai dikumpulkan, termasuk Abu.
Kondisi orang itu memang kurang menguntungkan. Teman-taman dekatnya mengetahui bahwa orang itu sedang perlu uang dan pada malam itu memang pulang terakhir kali.
Abu mendapat giliran pertama. Dia agak khawatir, jangan-jangan air itu sudah dijampi-jampi dan diarahkan kepadanya.
Sementara itu, Abu terpikir hal lain terkait permasalahan yang saat ini membelitnya. Dia merasakan ada hal yang tidak wajar pada dirinya menjelang hilangnya uang di brankas. Abu merasa amalan ibadahnya menurun drastis sejak tiga minggu sebelum kejadian.
“Bismillah. Ya Alloh, lindungi aku dari mantra-mantra yang ditiupkan pada air ini” doa Abu sebelum meminumnya.
Dia berpikir jangan-jangan ada orang yang “mengerjai” nya. Kelengahannya tidak
BONUS: NOVEL "SAAT DISENTUH CINTA"
KITA
16 mengunci brankas pada hari itu semakin menguatkan dugaannya. Kondisi normalnya tidak seperti itu. Abu memang pernah lupa tidak mengunci brankas pada waktu uang di dalamnya cuma sedikit. Ketika uang di brankas banyak, biasanya dia akan lebih waspada untuk memastikan brankas sudah dikunci sebelum pulang.
***** Abu masih memandangi wajah yang terlihat polos dan percaya diri di depannya. Tak terlihat kekhawatiran sama sekali. Abu menjadi sedikit gamang. Namun bukti yang telah ia kumpulkan serta kecurigaannya pada sosok di depannya itu yang muncul sejak awal bergulirnya kasus ini membuatnya untuk tetap pada putusannya. Abu merasakan ketidakwajaran saat sosok di depannya ini mengetahui uang di brangkas hilang. Saat orang ini mengetahui uang hilang, reaksinya tak seperti yang Abu bayangkan. Terlalu biasa untuk seorang yang juga bertanggung jawab atas uang tersebut. Tak ada berondongan pertanyaan yang Abu bayangkan akan diajukannya tak ada sama sekali. Abu merasa, untuk kehilangan uang sejumlah ratusan juta, reaksinya seharusnya jauh lebih besar dari pada yang Abu tangkap. Abu mendatangi satpam yang berjaga pada hari itu, Dudi dan Ganot, untuk menanyakan waktu kedatangan semua orang yang datang lebih awal darinya pada hari kejadian itu. Orang-orang dalam
EDISI 1/2015
ruangannya, termasuk orang yang kini di hadapannya itu juga. “Dia datang jam 6.15 mas,” kata mereka. Teman sekantornya memberikan informasi tambahan. Pada pagi itu, temannya itu sempat bermain tenis meja sekitar jam 7 dengannya. Jelas ada jeda waktu yang dapat memungkinkan orang itu melihat ruangan dan melakukan sesuatu dengan brangkas. Abu melanjutkan pencarian informasinya dengan menemui seorang pegawai senior di masjid kantor pusat yang letaknya berdekatan dengan lokasi kantor Abu. Pegawai itu dikabarkan pernah berurusan dengan orang yang ia curigai tersebut. Abu bermaksud mengonfirmasikannya. “Saya yakin dia pelakunya , mas.” Kata pak Tommik, pegawai senior tersebut dengan muka yang menyiratkan kegeraman. “Dulu,” Pak Tommik melanjutkan,”saya sekantor dengannya di Cirebon. Dia yang melakukan kesalahan, tapi dia menfitnah saya yang melakukan. Ia pernah terlibat penggelapan uang. Main dukun juga” “Saya yakin dia yang melakukan, “ tuduh Pak Tommik tanpa ragu-ragu. Abu membeberkan semua hasil penyelidikannya kepada kepala kantor yang sebelumnya memercayai Abu untuk menyelidiki orang itu, meski orang itu
BONUS: NOVEL "SAAT DISENTUH CINTA"
EDISI 1/2015
KITA
17
bawahan beliau juga. Selanjutnya beliau meminta tiga orang pejabat yang bertugas melakukan penyelidikan untuk memeriksa ulang orang-orang yang dicurigai. Abu, petugas kebersihan, petugas keamanan diperiksa sekali lagi. Selanjutnya orang itu.
begitu saja. Seminggu setelah kepulangnya, beliau menugaskan salah satu kepala seksi di kantor Abu untuk mendatangi kampung Ganot di Wonosobo untuk menyelidiki dan mencari bukti-bukti keterlibatannya dalam pencurian uang di brangkas. Hasilnya nihil.
Para pejabat penyelidik itu sepakat dengan Abu tentang kecurigaannya. Akhirnya kepala kantor meminta agar orang itu diperiksa di kantor polisi. Abu mendengar dari Pak Basuni, salah seorang kepala bidang yang paling senior dan dekat dengan Abu, bahwa polisi juga menyetujui kesimpulan penyelidikan tim kantor. Namun tanpa bukti yang cukup dan juga tidak mendapatkan saksi yang menguatkan, mereka tak dapat menyimpulkan bahwa orang itu pelakunya.
Abu mesti harus bersabar. Titik terang belum muncul, pelaku sesungguhnya belum ketemu meski arah tuduhan sudah semakin terang. Artinya, dia tetap dianggap sebagai orang yang bertanggung jawab atas hilangnya uang itu meskipun jelas dia tidak sengaja menghilangkan. Terlebih saat bulik istrinya memberi kabar yang cukup mengejutkan saat Abu datang memenuhi permintaan beliau dengan diantar bapak mertuanya.
Abu pernah melihat wajah orang itu terlihat kuyu. Kepala kantor dan tim terus menyudutkan beliau. Salah seorang tim berkata kepada Abu,“Mas, sebentar lagi ia tumbang.” Abu sepakat. Kegelisahannya sangat terlihat pada raut muka dan tindakannya. Tapi rupanya waktu terus berputar dengan membawa perputaran nasib manusia dan segala kejutannya. Salah satu kejutan itu adalah pengunduran diri Ganot, sekuriti kantor, yang secara langsung dituduh oleh orang itu. Dia bermaksud kembali ke kampungnya setelah tak tahan dengan tuduhan itu. Kepala kantor tak mau melepaskannya
“Mas, kemarin ada empat orang kantormu datang kesini. Ada atasanmu juga. Mereka minta Bulik untuk membujukmu mengembalikan uangnya.” Abu sempat ternganga. Orang kantor ternyata masih mencurigai Abu. Mereka masih menyelidiki dirinya tanpa sepengetahuannya. “Lalu apa yang Bulik katakan?” tanya Abu “ Ya Bulik sempat naik darah juga. Bulik tahu siapa kamu. Kukatakan sama mereka bahwa kamu sudah kos di tempat bulik selama dua tahun. Karena Bulik mengenalmu dengan baik maka saya jodohkan kamu dengan keponakanku. Saya bilang ke mereka dengan tegas bahwa tidak mungkin kamu yang mengambilnya.”
BONUS: NOVEL "SAAT DISENTUH CINTA"
18 Bulik Marmi dengan bersemangat kembali bercerita. Abu tertunduk. Bagaimana pun mereka masih mengarahkan tuduhan itu padanya. Selama belum ada pelaku sesungguhnya, tuduhan itu tak akan berhenti. Harus ada upaya sampai dia bisa melepaskan diri dari tuduhan itu. Abu mengungkapkan perasaannya pada buliknya yang sudah setengah baya namun masih terlihat sehat dan enerjik itu. “Apa nggak dicoba untuk ke orang pintar saja, Mas?”Bulik Marmi memberikan usul. Abu cukup kaget dengan usulan itu. Hatinya menolak namun di hadapan buliknya dia hanya bisa diam. “Bulik kenal orang pintar yang ‘bener’ di Grogol,”kata bulik melanjutkan.”Nanti paling kamu diminta solat tahajud. Minta tolong Bapakmu saja untuk di antar ke sana.” Pandangan Bulik Marmi menuju ke mertua Abu yang hari itu mendampinginya. Abu terdiam. Sebenarnya ia enggan melakukan usulan buliknya itu. Bagaimana pun hatinya menolak untuk mendatangi orang pintar, meskipun orang memanggilnya ustadz. Tapi ketika dia menoleh ke arah bapak mertuanya, pandangan mata beliau mengisyaratkan untuk pergi. “Iya, le. Bapak akan antar,’kata bapak mertuanya sebelum Abu sempat bicara. Abu hanya terdiam. Dia tak mampu memutuskan lain.
KITA
EDISI 1/2015
**** Akhirnya Abu pergi ke Grogol diboncengkan mertuanya dengan menggunakan motor dinasnya yang biasa dia pakai pulang pergi ke kantor. Rumahnya agak masuk ke dalam sehingga untuk menemukannya mereka harus bertanya pada ibu-ibu yang ada di tepi jalan. Yang didatanginya adalah seorang bapak yang sudah berumur 50 tahunan. Namanya Pak Joyo. Penampilannya sederhana dengan badan agak gemuk. Bayangan sosok dukun atau tukang ramal meleset saat pertama kali orang melihatnya. Abu menceritakan masalahnya. Semuanya, hingga hal-hal yang tak pernah Abu ceritakan pada keluarganya, termasuk bapak mertuanya. Padahal dulu, sebelum ada masalah seperti ini, Abu paling rajin menceritakan permasalahan kantor meski bukan hal-hal yang rahasia. Abu dan bapak mertuanya menunggu sekitar 10 menit dalam kebisuan ketika Pak Joyo muncul kembali. Tanpa basa-basi dia mengatakan hal yang mengejutkan sekaligus menyenangkan Abu. “Orangnya gemuk, berkumis, dan rambutnya rapi.”kata Pak Joyo. Padahal Abu tak menceritakan detail sosok orang yang dicurigainya itu. Abu menjadi senang, merasa semakin yakin dengan perkiraannya semula.
BONUS: NOVEL "SAAT DISENTUH CINTA"
EDISI 1/2015 Pagi itu dia ke polsek untuk menemui Yunus. Komentar Yunus cukup membuat Abu tercenung karena apa yang dikatakannya tak salah. “Barang siapa mendatangi dukun maka amalannya selama 40 hari tidak diterima oleh Alloh” komentar Yunus setelah Abu menceritakan kunjungannya ke Grogol itu. Seketika Abu tercenung. Dia tak menyangka, polisi itu berkomentar terus terang dan benar adanya. ”Lagi pula,” lanjut Yunus,”perkataan orang pintar hanya dapat digunakan sebagai petunjuk awal, tapi tak berarti apa-apa sebagai alat bukti.” Abu hanya terdiam. Di dalam hatinya ia menyesali kedatangannya ke Pak Joyo meski itu sudah terjadi. Ia beristighfar dalam hati. Ia merasa telah melakukan kesalahan besar dalam hidupnya, meskipun itu atas arahan keluarganya. Selanjutnya, Yunus menawarkan suatu strategi kepadanya untuk menemukan pelaku yang sesungguhnya. Ide yang sangat berat baginya. Sama sekali bertentangan dengan kepribadiannya. Untuk meringankan bebannya, sepulang dari kantor, Abu mampir ke rumah Aip. Sahabatnya itu malah yang terlihat semangat. “Kalau polisi menawarkan cara seperti itu, menurutku, ikuti saja. Ini kesempatan bagimu untuk mengungkap pelakunya”
KITA
19
kata Aip. Namun Abu mlihat keraguan di wajah Aip. Abu tahu Aip memahaminya seperti ia sendiri memahami sahabatnya itu. Aip tahu kelemahan Abu untuk melakukan arahan Yunus. “Tapi kamu harus menguatkan hatimu,”kata Aip menambahkan. “Saya hanya bisa mendoakan yang terbaik buatmu,” Abu mengangguk. Masalahnya, orang yang Abu curigai, yang muncul setelah ia merangkaikan satu kejadian dengan kejadian yang lain adalah orang yang sangat dekat dengan Abu. Sebelum dia kasus ini, di luar urusan kantor hubungan mereka sangat akrab. Tak sekedar hubungan formal pegawai di kantor. Abu sangat menghormatinya dan orang itu juga menyayangi Abu. Beberapa kali orang itu minta tolong diurut badannya karena dia tahu Abu cukup menguasai ilmu urut. Pijatannya cukup enak. Abu melakukannya dengan senang hati tanpa menganggap hal itu sebagai kehinaan karena rasa hormat Abu kepadanya. Rasa sayang Abu kepadanya seperti kepada orang tuanya sendiri. Orangorang sekantor sudah mengetahuinya. Perlu beberapa hari bagi Abu untuk menimbang dan memikirkan semua hal terkait keputusannya ini. Dia harus memikirkan akibat tindakan yang akan dilakukannya itu. Akibat baik atau buruk, apakah dilakukan atau tidak.
BONUS: NOVEL "SAAT DISENTUH CINTA"
20 Akhirnya Abu memutuskan untuk melakukan hal yang disarankan Yunus. Abu menanyakan kepada polisi yang sesungguhnya baik hati itu kapan waktunya. Kemudian, Yunus menghubungi orang itu untuk datang ke polsek. Abu datang lebih awal di polsek. Yunus nampak sudah siap. Orang yang ditunggunya datang sepuluh menit kemudian. Setelah menyilahkan orang itu duduk, Yunus berkata kepadaku. “Mas Abu, silahkan jika ada yang mau kamu sampaikan tentang uang yang hilang di brangkas.” Saat seperti inilah yang Abu rasakan paling berat. Orang yang sangat dekat dengannya selama ini, atasan langsungnya sendiri, hari ini dan mungkin seterusnya akan menjadi dua orang yang berjauhan. Mungkin dia akan membenci Abu seumur hidupnya. Tapi bagaimana pun, ini menyangkut nasibnya. Bukti yang telah ia kumpulkan selama ini mengarahkan kepada sosok di depannya ini. Mau tak mau, terpaksa atau sukarela. Meski dengan dada bergemuruh, Abu mengumpulkan segenap kekuatan hatinya untuk bicara. Dengan diawali basmalah, Abu berbicara dengan wajah menghadap lurus ke atasannya. “ Sebenarnya saya mencurigai Bapak yang mengambil uang itu!” katanya dengan suara bergetar. Abu menunggu reaksi atasannya itu. Dia membayangkan atasannya tidak menerima
KITA
EDISI 1/2015
tuduhannya dan sangat marah kepadanya. Namun berbekal keyakinan dan fakta yang telah ia kumpulkan selama ini, Abu yakin akan memapu menyudutkannya dan membuatnya mengaku. Yang Abu bayangkan benar adanya. Atasannya nampak terkejut dengan tuduhan itu. Wajahnya tak mampu menyembunyikan keterkejutannya. Namun reaksinya berbeda sama sekali dengan yang Abu bayangkan dan justru membuat Abu lebih terkejut lagi. Dengan suara mantab dan wajah percaya diri, atasannya menjawab. “Demi Alloh, demi Rasululloh. Aku tidak mengambilnya” demikian atasannya menjawab dengan mantap. Waktu seperti berhenti. Suara sunyi. Segala gerak nyaris lumpuh, termasuk semua rencana yang telah Abu kumpulkan selama seminggu ini. Jawaban itu seperti sihir yang melenyapkan semua perbendaharaan kata-kata Abu. Pikirannya menjadi kosong. Keadaan justru berbalik. Abu yang memang lembut hatinya langsung merasa bersalah atas tuduhannya. Akhirnya pertemuan pagi itu diakhiri dengan permintaan maaf Abu pada atasannya. Abu merasa sangat lelah. Rasa bersalah baik atas tuduhan yang nyatanya mampu ditepis dengan sumpah yang tegas serta kesalahan tindakannya yang mengunjungi Pak Joyo membuatnya merasa tanpa
BONUS: NOVEL "SAAT DISENTUH CINTA"
KITA
EDISI 1/2015 daya. Jika Abu tak ingat bahwa ini semua sudah skenario Alloh, mungkin dia akan menyalahkan orang lain. Tapi saat mengingat sangka baiknya sejak awal bahwa ini semua adalah kesengajaan-Nya, dia kembali menyabarkan dirinya untuk menerima nasibnya. Seburuk apa pun. Sebab ia yakin ini tanda cintaNya. Yang akan dia lakukan hanyalah lebih mendekatkan dirinya pada-Nya agar ia lebih mampu menangkap sinyal cinta itu. Meski ia tak tahu kapan pahit rasa cinta ini berubah manis.
4 Abu sedang asyik mengerjakan soalsoal pada buku Barosn’s TOEFL saat pintu ruangan terbuka. Wajah Pak Ijai muncul dengan senyum ramah khas beliau. Pak Ijai mengucapkan salam dan Abu menjawabnya sambil tersenyum lebar. “Wah, asyik benar bukunya.”kata Pak Ijai cerah sambil meletakkan tas punggungnya di bawah meja yang ada di pojok perpustakaan itu. Matanya melirik ke buku yang sedang Abu baca “ Sudah sampai materi apa?” “Latihan soal-soal komprehensif, Pak.” Jawab Abu sambil memperhatikan Pak Ijai.
21
Beliau sekarang sedang mengambil bawaan dari dalam tas nya dan meletakkannya dengan rapi di atas meja. Merasa tak ada yang penting untuk dibahas, Abu kembali menekuni bukunya. Saat ini Abu sedang asyik-asyiknya menekuni buku persiapan TOEFL karya penulis bestseller tersebut sejak seminggu lalu. Buku ini memang sangat lengkap cakupannya. Dilengkapi dengan compact disk yang berisi beragam contoh percakapan dalam bahasa Inggris, buku ini sangat layak dijadikan mereka yang ingin meningkatkan kemampuannya berbahasa Inggris baik secara lisan dan tulisan. Abu sendiri merasa kemampuan berbahasa Inggrisnya meningkat cukup pesat sejak secara intensif mempelajarinya. Dari hasil latihan yang ada di buku ini, baik pada masing-masing bab dan sub bab serta latihan secara komperehensif, persentase keberhasilan jawabannya meningkat secara signifikan. Bukan hanya itu. Tempat ini memungkinkannya untuk membaca bukubuku bermutu yang jika ia beli sendiri harganya mahal sekali. Dulu, saat ia sibuk sebagai pemegang uang muka, sepertinya waktu tak cukup memungkinkannya untuk membaca buku-buku itu dengan leluasa. Tapi sejak seminggu lalu, ruangan ini benar-benar menjadi tempat yang mampu memanjakannya sebagai maniak buku. Setidaknya dia merasa terhibur setelah perkembangan kasusnya sempat
BONUS: NOVEL "SAAT DISENTUH CINTA"
22 membuatnya kembali kehilangan semangat. Sejak peristiwa sumpah atasan langsung Abu sebulan lalu, kasus akhirnya menyimpul pada keputusan akhir. Benar bahwa polisi dan pimpinan kantor tidak menemukan bukti dan tanda bahwa Abu mengambil dan menggunakannya tanpa hak. Namun mereka juga tak mampu menemukan bukti yang kuat bahwa atasan Abu lah pelakunya, atau orang lain, meski hasil pemeriksaan selama ini mengindikasikan ke arah sana. Apalagi, orang itu juga sudah bersumpah bahwa dia pelakunya dan tuduhan berhenti begitu saja. Harus ada keputusan karena bagaimana pun, kerugian negara telah terjadi. Karena Abu adalah orang yang bertanggung jawab atas uang itu, suka tidak suka dia harus menanggung kerugian itu. Akhirnya, sesuai perkiraan semula, Abu diharuskan mengganti kerugian atas uang yang hilang tersebut dengan mencicil senilai sepertiga gajinya selama 10 tahun. Abu pasrah. Dia percaya, semua ketentuan sudah digariskan-Nya untuknya dan Dia pasti Maha Tahu akan kemampuan hamba-Nya. Sedikitpun Abu tidak ingin menghindari tanggung jawab yang melekat padanya. Dia yakin bahwa rizki seseorang sudah ditetapkan oleh Yang Maha Mengatur. Kalau itu rizkinya maka Abu yakin bahwa ia akan mendapat ganti yang sepadan, dan apabila itu bukan rizkinya maka bagi Alloh mudah saja
KITA
EDISI 1/2015
untuk mengambil darinya. Bahkan dia merasa, keputusan ini jauh lebih ringan rasanya dibandingkan saat pertama kali dia kehilangan uang. Abu merasakan dukungan orang-orang di kantornya yang percaya bahwa dia tidak bersalah. Dia sangat bersyukur bahwa dia mampu menerima hukuman ini lebih ringan dari dugaannya semula. Ujian berikutnya mulai berdatangan. Abu dipindahkan ke perpustakaan tempat yang dianggap pembuangan bagi pegawai yang mendapatkan hukuman dari kepala kantor. Tak ada pegawai yang secara suka rela memilih tempat itu. Tak ada menariknya, apalagi dari sisi finansial. “Sabar , Mas.” Kata Pak Ijai yang sudah setahun ditempatkan di perpustakaan. Sama seperti Abu, Pak Ijai juga pegawai yang dianggap bermasalah dan layak ditempatkan di perpustakaan. “Di sini ada buku-buku bagus. Kamu bisa belajar dengan tenang. Tak banyak orang datang.” Abu setuju. Ujian selama ini telah mengembalikan keyakinannya bahwa ruangan ini memang sudah disediakan oleh Alloh sebagai tempatnya memperbaiki diri. Setidaknya dia akan punya banyak waktu untuk meneruskan kegemarannya membaca dan meningkatkan kemampuan akademisnya. Dan seperti kata Pak Ijai, Abu segera saja mampu menemukan buku-buku
BONUS: NOVEL "SAAT DISENTUH CINTA"
KITA
EDISI 1/2015 berkualitas yang dimaksud beliau. Bahkan buku Baron’s TOEFEL lengkap dengan kasetnya pun ada. Maka, Abu pun memulai hari-hari di perpustakaan dengan belajar TOEFL dan buku-buku lain yang dia sukai. Sepinya perpustakaan tak membuat bosan, bahkan ia semakin mampu fokus meningkatkan kemampuannya berbahasa Inggris sekaligus hobinya. Dia yakin akan ada manfaatnya di masa mendatang. Bagi Abu, yang paling penting baginya saat ini adalah menyelamatkan semangat hidupnya yang nyaris runtuh. Melalui buku-buku ini, Abu segera saja mampu menemukan cara untuk bangkit dari keterpurukan. Meski Abu sadar, sebentar lagi akan makin banyak ujian yang mendatanginya.
*** Di awal bulan berikutnya, pemotongan sepertiga gajinya untuk mengganti uang yang hilang di brangkas mulai berlaku. Selama sepuluh tahun ke depan sejumlah nominal itu akan harus berkurang dari nafkah yang selama ini ia terima. Alhamdulillah, ia merasa memiliki sandaran dan penopang yang sangat kuat. Abu bersyukur memiliki istri yang dengan sangat sabar menerima hal itu. Tak sekalipun Dewi, istrinya, menyalahkan Abu atas apa yang terjadi, termasuk berkurangnya uang belanja yang dibawa pulang. Atas pemotongan itu, istrinya menyikapinya dengan bijaksana. Dia memotong anggaran belanja rumah tangga
23
dengan mengutamakan yang dianggap prioritas. Yang dapat dihemat akan dikurangi. Puteri sulungnya yang belum cukup setahun ikut prihatin karena jatah susunya dipotong. Namun kondisi ekonomi rumah tangganya yang memburuk mau tidak mau membuat Abu berpikir keras untuk mengatasinya. Abu berusaha mencari-cari celah untuk menambah penghasilan. Satu jalan ditemui. Beberapa pegawai di kantor senang membaca majalah Hidayah, sebuah majalah yang banyak berisi kisah-kisah orang baik ataupun jahat yang dapat diambil pelajaran. Abu selalu menyempatkan diri membeli majalah itu di lapangan Banteng Jakarta Pusat dengan harga grosir dan menjualnya kepada teman-temannya. Memang tak seberapa, namun bagi Abu jumlah itu sangat berharga. Pada saat-saat tertentu, di kampus tempat Abu kuliah dulu menyelenggarakan ujian baik ujian tengah semester maupun akhir semester. Bersama teman-teman lain yang bersedia dan dengan seijin atasannya, Abu ikut menjadi tenaga pengawas ujian. Lumayan honoraiumnya, setidaknya dapat digunakan menambal kekurangan belanjanya. Meski masih harus berjuang keras melewati hari-harinya yang berat, Abu yakin semua akan berlalu dan keluarganya mampu melewati semuanya dengan baik.
BONUS: NOVEL "SAAT DISENTUH CINTA"
KITA
24 Abu ingat pepatah Inggris yang ia hafal luar kepala. Every cloud has a silver line. Meski awan itu saat ini masih hitam berarak, tapi ia selalu bergaris perak. Warna yang menjadi tanda harapannya.
*** Hari masih berkabut meski matahari sudah seharusnya muncul. Gunung Tidar seolah menambahkan kebekuan karena hanya sedikit pucuknya yang terlihat. Selebihnya bagian kabut yang menyelimutinya termasuk kota yang di bawah kakinya ini. Aip merapikan jaketnya. Meski hanya diboncengkan di belakang, berada di atas sepeda motor dengan kecepatan sedang sudah membuat Aip yang tanpa memakai pakaian rangkap dan tebal merasa kedinginan. Kabut kiriman dari Gunung Tidar dan juga pegunungan sekitarnya membuat udara kota ini terasa semakin sejuk. Apalagi bagi Aip yang terbiasa dengan udara Jakarta yang panas. Tapi nampaknya, penduduk kota ini berwajah cerah semua. Senyum ramah menghiasi bibir mereka setiap kali mereka saling bertatap muka. Pantas saja Abu merasa betah tinggal di sini. Aip memandang Abu yang sedang memboncengkannya. Seperti biasa, sahabatnya itu mengendarai motornya dengan pelan dan tenang yang bagi
EDISI 1/2015
Aip, kendaraan berjalan sangat pelan. Abu nampak betah tinggal di sini. Juga keluarganya, istri dan ketiga anaknya. “Sepertinya kamu sudah melupakan Jakarta, ya?” Aip membuka kebekuan pagi itu dengan pertanyaan ringan. Dari kaca spion, Aip melihat Abu tersenyum tipis. “Sudah tak ada yang menarik lagi di sana?” Aip terus menggoda Abu dengan pertanyaan yang sama. Lagi-lagi Abu tersenyum. Namun dia tetap fokus dengan sepeda motornya. Tak berapa lama kemudian, Abu membelokkan kendaraannya pada sebuah tanah kosong. Ada rerimbunan pepohonan dan Abu menghentikan motornya di sana. “Di sini kita lebih mudah menunggu bus yang ke arah Sukoharjo. Nanti dari sana kamu tinggal meneruskan ke Solo.” Kata Abu seolah mengabaikan pertanyaan iseng Aip barusan. Aip mengangguk. Tempat ini memang nyaman untuk tempat menunggu bus. Dari jauh kondektur bus akan dapat mengenali calon penumpangnya apalagi jika dengan lambaian tanda menumpang. Mereka duduk pada bangku kayu panjang yang ada di situ. Sambil merapikan tas punggungnya, Aip tak mengalihkan perhatian pada bis yang ditunggunya.
BONUS: NOVEL "SAAT DISENTUH CINTA"
EDISI 1/2015 Abu ikut melongok ke arah datang nya bus. Belum ada tanda-tanda bus yang mendekat. “Kamu tahu?” Sambil kembali duduk, Abu mengajukan pertanyaan pada Aip. Tapi bukan untuk dijawab karena Abu kemudian meneruskannya sendiri. “Betapa nyamannya berkendaraan apa saja di kota ini bukan? Mau angkot, mau bus besar atau naik kendaraan pribadi hampir tak ada bedanya. Tak ada macet seperti Jakarta yang membuat kita pusing memikirkan cara agar bisa sampai ke tujuan. ”Berhenti sebentar, Abu memandang Aip. “Belum harga-harga. Mau makanan, pakaian, bahkan rumah. Istriku memilih untuk mengambil rumah di sini meski sudah kukatakan bahwa sewaktu-waktu saya kan dipindah.” Aip tersenyum menanggapi. Tentu saja ia harus setuju. Tak ada yang tak mau tinggal di kota ini. Semua pegawai di kantor Abu yang Aip temui kemarin menyiratkan itu. Tiba-tiba Aip tercenung. Dengan perasaan bercampur aduk antara terharu dan bahagia, Aip kembali menatap Abu. Agak lama. Aip merasa bersyukur melihat Abu sekarang. Setelah beberapa tahun berpisah, nampaknya ia melihat sahabatnya ini dalam kondisi terbaik. Apalagi dibandingkan
KITA
25
dengan saat-saat tersulit itu. Betapa waktu mudah mengubah nasib seseorang. Setelah kasus hilangnya uang di brangkas, pemotongan gaji dan pemindahan di perpustakaan, akhirnya Abu mendapatkan kabar yang lebih baik. Dia dipindah ke kantor yang sangat dekat dengan rumahnya. Tepatnya kampus, karena kantor Abu yang baru adalah sebuah kampus sekolah ikatan dinas yang banyak menghasilkan para akuntan, ajun akuntan, dan tenaga keuangan negara yang handal. Tempat itu juga menjadi tempat yang ideal untuk melupakan kejadian pahit itu. Abu sangat menikmati pekerjaan barunya. Ada dua pekerjaan yang ia lakukan. Pertama, pekerjaan administratif melayani mahasiswa dan dosen. Yang kedua, dan ini tantangan bagi Abu, adalah menjadi asisten dosen khususnya untuk mata kuliah terkait akuntansi untuk tingkat diploma. Masalah finansial mulai tertutupi. Honorarium mengajar bulanannya sudah cukup menutupi kebutuhan belanjanya. Ia juga lebih mampu menghemat karena lokasi kantornya yang dekat, ia tak perlu mengeluarkan ongkos transport yang besar. Bahkan ia tak perlu makan di luar, karena pada masa istirahat siang pun, ia bisa menghabiskan waktunya makan siang bersama di rumah kecuali saat-saat sibuk. Dan akhirnya, awan yang dulu hitam mulai berganti warna karena warna peraknya mulai dominan sebelum langit
BONUS: NOVEL "SAAT DISENTUH CINTA"
26 memenuhinya dengan warna biru. Dua tahun setelah kepindahannya, Abu mendapatkan kesempatan mengikuti tes melanjutkan ke jenjang magister. Benar kata Pak Ijay, teman baiknya di perpustakaan dulu, bahwa pasti ada manfaat dari sebuah ilmu. Abu semakin yakin dengan hal itu. Peningkatan pesat kemampuan berbahasa Inggrisnya sangat membantunya lolos saringan dan dengan lancar akhirnya Abu mampu menginjakkan kaki di Hiroshima untuk melanjutkan studinya. Kemampuannya itu juga sangat membantunya memahami mata kuliah yang diajarkan serta komunikasi baik dengan sesama mahasiswa maupun dosen. Abu tak mau berlama-lama. Meski dia juga mendapatkan tambahan uang saku yang sangat lumayan jumlahnya, namun gelar magister tetaplah prioritas utama. Dengan kerja keras dan kesabaran, akhirnya Abu meraih hasil gemilang. Abu lulus dengan nilai Indeks Prestasi Kumulatif sempurna, 4. Dan garis perak awan yang kini berganti warna biru langit itu kian mengarahkan jalannya menuju kemudahan hidup. Dengan jabatan promosi barunya, Abu ditempatkan pada kantor favorit para pegawai di sebuah kota kecil yang sejuk dan jauh dari kebisingan. Di kota yang sekarang Aip akan meninggalkannya.
KITA
EDISI 1/2015
Abu masih seperti dulu. Aip tak menemukan perubahan sifat pada sahabat baiknya itu. Tetap rendah hati dan murah senyum. Itu hal utama yang Aip syukuri. Ia tak kehilangan sahabat yang tetap baik hati dan selalu optimis. Sama seperti Abu yang tak pernah kehilangan harapan. Bus yang ke arah Sukoharjo sudah datang. Aip memeluk sahabatnya itu eraterat. “Aku tak berharap kamu kembali ke Jakarta, namun aku berharap kamu selalu menyisakan waktumu untuk kami. Bowo juga menunggumu.” Kata Aip menutup perpisahan mereka. Abu membalasnya dengan pelukan hangat dan jabatan lebih erat. Aip melambaikan tangan. Dan seperti dulu juga, Abu membalaskan dengan senyum dan ketenangan yang luar biasa. Sampai lambaian tangannya mengecil dan menghilang di kejauhan. Tiba-tiba Aip teringat. Ada hal yang lupa ia sampaikan kepada Abu. Perasaan bersalahnya dulu. Meski itu hanya menurut perasaannya saja namun Aip merasa dirinya turut menyebabkan Abu tertimpa masalah itu. Aip teringat saat malam itu, saat Handa bertanya padanya. “Memang Mas bersalah apa kepada Abu?”
BONUS: NOVEL "SAAT DISENTUH CINTA"
EDISI 1/2015
KITA
27
Lalu Aip menceritakan kisah kecil yang belum pernah ia paparkan pada orang lain. Beberapa hari sebelum kejadian hilangnya uang di brangkas, Abu mampir ke tempat Aip saat pulang kantor. Saat Sholat Isya, sebagaimana biasa mereka sholat di mushola dekat rumah Aip. Abu meninggalkan tas kerjanya di ruang tamu.
Tapi Aip berharap dirinya mampu menemukan cara mengungkapkan penyesalannya. Tak secara langsung tapi dapat dipahami.
Aip ingat, saat tiba kembali di rumah Aip, Abu langsung memeriksa tas nya lalu mengambil sebuah amplop putih dari dalamnya. Dibukanya amplop yang tak tertutup itu dan dihitungnya lembaran uang yang terlihat Aip yang saat itu ada di dekatnya. Setelah terlihat tak ada yang berkurang, Abu memasukkan kembali amplop itu ke dalam tas.
Dan dia berharap memaafkannya.
Entahlah, Aip tak tahu apakah dirinya yang berlebihan saat ia merasakan hatinya tersinggung melihat yang dilakukan sahabatnya itu. Dirinya tak terima seolah dituduh mengambil uang itu, meski pun tak dikatakan. Aip ingat, yang kemudian Aip sesali setelah kejadian hilangnya uang di brangkas, hatinya seperti berdoa agar sahabatnya itu diberikan pelajaran agar berhati-hati bersikap. Aip percaya bahwa kejadian yang menimpa Abu sudah merupakan takdir meskipun dirinya tak mampu menutupi perasaan bersalahnya. Terlebih dia belum sempat meminta maaf pada Abu, meskipun itu sebatas kata hati yang terlintas.
Dan saat kisah ini selesai diceritakan, Aip ingin Abu tuntas membacanya dan tahu kesalahan Aip.
Jakarta 14 April 2015.
Abu
mau
BONUS: NOVEL "SAAT DISENTUH CINTA"
28
KITA
-- Sekian --
EDISI 1/2015