MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 85/PUU-XI/2013
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN DPR, AHLI/SAKSI PEMOHON DAN PEMERINTAH (VI)
JAKARTA RABU, 29 JANUARI 2014
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 85/PUU-XI/2013 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air [Pasal 6 ayat (2), ayat (3), Pasal 7, Pasal 8 ayat (1), ayat (2), Pasal 9 ayat (1), Pasal 11 ayat (3), Pasal 29 ayat (3), Pasal 40 ayat (4), dan Pasal 49) terhadap UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Pimpinan Pusat Muhammadiyah 2. Al Jami’yatul Washliyah 3. Solidaritas Juru Parkir, Pedagang Kaki Lima, Pengusaha, dan Karyawan (SOJUPEK), dkk. ACARA Mendengarkan Keterangan DPR, Ahli/Saksi Pemohon dan Pemerintah (VI) Rabu, 29 Januari 2014, Pukul 11.52 – 13.12 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)
Hamdan Zoelva Arief Hidayat Muhammad Alim Patrialis Akbar Anwar Usman Maria Farida Indrati Harjono
Mardian Wibowo
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Syaiful Bakhri B. Ahli dari Pemohon: 1. Andi Irmanputra Sidin 2. Hamid Chalid 3. Salamuddin Daeng C. Pemerintah: 1. Mualimin Abdi
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 11.52 WIB
1.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Sidang Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor 85/PUUXI/2013, saya buka dan dinyatakan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Pemohon, hadir ya? Hadir. Dari Pemerintah hadir?
2.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Hadir, Yang Mulia.
3.
KETUA: HAMDAN ZOELVA DPR? DPR tidak hadir ya? Baik. Hari ini kita akan melanjutkan sidang untuk mendengarkan keterangan Ahli dari Pemohon ya. Sebelumnya, kami perlu sampaikan bahwa kami minta maaf terlambat sidang hari ini karena harus menyelesaikan RPH untuk pengambilan keputusan untuk sidang nanti siang. Saya panggil dari Ahli, dari Pemohon Dr. Hamid Chalid. Ya, maju ke depan. Dr. Irman Putra Sidin, Salamuddin Daeng. Ketiganya Ahli ya? Ahli, beragama Islam semua ya?
4.
HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM Ikuti lafal sumpah yang akan saya tuntunkan, kita mulai! Bismil … luruskan tangan, Pak. “Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya.”
5.
AHLI YANG BERAGAMA ISLAM BERSUMPAH: Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya.
1
6.
HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM Terima kasih.
7.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Terima kasih. Kembali ke tempat. Saya persilakan dari Ahli siapa yang lebih dulu? Pemohon, siapa yang lebih dulu ini?
8.
KUASA HUKUM PEMOHON: SYAIFUL BAKHRI Dr. Hamid.
9.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Dr. Hamid Chalid, ya.
10.
AHLI DARI PEMOHON: HAMID CHALID Bismillahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr. wb. Yang Mulia Bapak Hakim Ketua dan Hakim-Hakim Anggota, yang saya hormati Para Pemohon, Pengacara Pemohon, dan Wakil-Wakil dari Pemerintah, serta Hadirin sekalian, serta Ahli-Ahli yang lain yang hadir beserta saya di sini. Izinkan saya untuk memberi keterangan yang sedikit agak mungkin memakan sedikit waktu karena saya pikir, harus saya mulai dari … apa namanya … hal yang sangat basic, baik itu historical background maupun filosofical background dari Undang-Undang Sumber Daya Air ini. Sehingga apa yang saya pahami sebagai isi dari undang-undang ini akan ditangkap, dipersepsikan secara sama dengan apa yang saya pikirkan. Silakan, next. Sebagaimana kita sama-sama paham bahwa air dalam Putusan MK terdahulu sekalipun, telah dikategorikan sebagai public good. Merupakan benda khas yang menjadi sumber kehidupan, sehingga akses terhadapnya merupakan hak asasi manusia. Namun, kita sampai kepada sidang ini, ada latar belakangnya, yaitu bahwa kita sepakati dan kita ketahui bersama munculnya Undang-Undang Sumber Daya Air ini didasari atas suatu, kalau boleh saya sebut sebagai tekanan dari Bank Dunia kepada negara-negara debitur, untuk menerapkan sebuah rezim hukum air yang baru, yang didasarkan atas suatu keputusan yang diambil dari suatu forum air dunia pada tahun 1992, yang melahirkan sebuah atau sekumpulan prinsip-prinsip yang dikenal dengan sebutan Dublin Principles. Salah satu prinsip yang penting, untuk dikemukakan di sini dalam Dublin Principles yang ada 4 itu adalah bahwa air mempunyai nilai ekonomi bagi semua penggunanya, yang saling bersaing untuk 2
memperolehnya, dan selayaknya diperlakukan sebagai benda ekonomi atau economic good. Saya kira, ini kunci yang sangat penting, penggunaan istilah economic good berbarengan pada saat yang sama kita di atas tadi menyebutnya sebagai istilah … apa namanya … public good. Next. Secara ekonomi, air tidak dapat dikategorikan sebagai public good memang, atau pure public good. Akan tetapi, dia lebih dikenal dengan sebutan common pool resources karena beberapa alasan. Yang pertama, dia sifatnya nonexcludable, yaitu penggunaan air oleh seseorang tidak dapat menghalangi orang lain untuk menggunakannya. Yang kedua, sifat river rules, yang artinya bahwa air bukan benda yang tak terbatas. Pengunaan air oleh seseorang akan mengurangi ketersediaan air bagi orang lain. Jadi ada sifat persaingan di antara atau rivalitas di antara para pengguna terhadap air. Kalau kita lihat di dalam bagan, maka posisi air itu bukan pada bagian yang disebut sebagai public good, tetapi sebagai common pool resources, di sebelah kanan atas kita. Lanjut. Namun dalam kepentingan hukum, khususnya dalam kepentingan sidang kita ini, air harus kita dudukan sebagai public good. Alasan yang pertama, hampir tidak ada benda di muka bumi ini yang merupakan pure public good karena memang sifatnya sangat teoritik dan perspektifnya sangat ekonomi. Barangkali yang bisa kita sebut dengan mudah udara, yang sekarang pun dicoba untuk dialihkan. Yang kedua, sifat ekonomi air yang rival rules, di satu sisi ditambah sifat khas dari air sebagai sumber kehidupan, di sisi yang lain justru semakin mengharuskannya didudukkan sebagai benda milik publik, sebagai lawan dari benda atau barang milik pribadi. Dengan demikian, penguasaan privat atas sumber daya air dapat dicegah oleh hukum. Di semua sistem hukum yang dikaji, air didudukkan sebagai public good, artinya bukan cuma kita di sini. Air sebagai public good, dalam hal ini harus dipandang dalam perspektif hukum, tentang kepemilikan atas benda ketimbang sebagai konsepsi ekonomi. Lanjut. Dalam konsepsi Hukum Romawi, saya sekarang mau masuk kepada ranah … apa namanya ... teori yang lain, yang disebut Public Trust atau Public Trust Doctrine. Ini penting untuk saya kemukakan, nanti di belakang hari, untuk melihat bagaimana negara lain kemudian mengalihkan benda yang namanya air yang semula bukan merupakan public good, ini menjadi public good, melalui teori ini. Dalam konsepsi Hukum Romawi, kedudukan air sebagai amanah publik atau public good dirumuskan dalam doktrin Public Trust namanya, Public Trust Doctrine. Gagasan Public Trust Doctrine muncul pertama kali untuk tujuan melindungi wilayah aliran air, khususnya sungai untuk keperluan navigasi, dan pelayaran, serta perikanan. Jadi berkaitan dengan air permukaan pada dasarnya. Wilayah Public Trust Doctrine mencakup juga wilayah pasang-surut yang merupakan tanah milik raja. Jadi ketika air surut, itu ada sejumlah wilayah di pantai khususnya atau 3
di tepi-tepi sungai yang bisa ditanami dan itu tanah dikuasai oleh raja atau diberikan oleh raja-raja kepada para tuan-tuan tanah, para lords di Inggris sana. Dalam perkembangannya, airnya sendiri kemudian dimasukkan dalam kerangka Public Trust Doctrine. Karena memang airnya itu yang merupakan inti dari … apa namanya ... keperluan dari navigasi, pelayaran, dan perikanan. Artinya, air permukaan juga merupakan public trust ini diputuskan dalam suatu keputusan putusan pengadilan di Amerika. Pertimbangan hakim disebutkan dalam pertimbangannya, the trust obligation atau kewajiban amanah atas air itu extended to the water them self, di-extend kepada air itu sendiri. Nah, prinsip pokok dalam Public Trust Doctrine ini ada dua. Yang pertama adalah bahwa air, dalam hal ini masih air permukaan, merupakan benda milik publik atau res communis. Istilah itu dipakai secara masif oleh Putusan MK yang pertama mengenai Undang-Undang Sumber Daya Air. Yang kedua, negara merupakan trusty atau pemegang amanah dari object public trust, yang dalam hal ini adalah air. Dalam perkembangannya, public trust akhirnya juga mencakup air tanah dalam banyak keputusan di negara-negara common law itu, akhirnya diputuskan menjadi masuk. Pertimbangannya apa? Pertimbangannya adalah antara lain bahwa kenapa semula terpisah Public Trust Doctrine pada mulanya dikembangkan untuk melindungi aliran air dari penguasaan perorangan agar kepentingan masyarakat untuk navigasi dan perikanan tidak terganggu. Yang kedua, sekalipun kemudian airnya sendiri sebagai benda telah dikategorikan sebagai benda publik, air tanah masih dianggap berbeda karena pemahaman manusia yang masih terbatas tentang hidrologi air tanah. Yang ketiga, air pada mulanya masih melimpah, tidak terbayangkan bahwa akibat kemajuan teknologi dan perubahan gaya hidup, penggunaan air tanah di satu tempat dapat demikan mengganggu penggunaan air tanah di tempat lainnya. Kemudian yang keempat, sejalan dengan perkembangan pengetahuan manusia, maka air tanah telah diberi status sebagai public good dan karenanya sebagian yurisdiksi common law telah memasukkannya dalam kategori Public Trust Doctrine. Lanjut. Kemudian, kita meninjau sedikit mengenai theoretical analisis mengenai air sebagai economic good. Kedudukan air sebagai economic good berkaitan langsung dengan fakta bahwa air telah, sedang, dan akan menjadi barang langka. Istilah barang langka atau scarce good ini adalah istilah yang sangat economic, dimana hampir seluruh aktivitas ekonomi atau teori-teori ekonomi dibangun atas dasar pemahaman tentang scarce city ini. Berkaitan dengan kelangkaan sumber daya alam, seorang Ahli Ekonomi bernama David Ricardo berpendapat bahwa keterbatasan suplai 4
dari sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dapat disubstitusikan dengan cara intensifikasi (eksploitasi sumber daya secara intensif) atau dengan cara ekstensifikasi (memanfaatkan sumber daya yang belum dieksploitasi). Lanjut. Ricardo juga mengatakan bahwa jika sumber daya menjadi langka, hal ini akan tercermin dalam 2 indikator ekonomi, yakni meningkatnya harga output maupun biaya ekstraksi persatuan output. Meningkatnya harga output akibat meningkatnya biaya satuan per output akan menurunkan permintaan terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam. Di sisi lain, peningkatan harga output menimbulkan insentif kepada produsen sumber daya alam untuk berusaha meningkatkan suplai. Akan tetapi, karena terbatasnya ketersediaan sumber daya, kombinasi dampak harga dan biaya akan menimbulkan insentif untuk mencari sumber daya alam substitusi dan peningkatan daur ulang. Di samping itu, kelangkaan juga akan memberikan insentif untuk mengembangkan inovasi-inovasi, seperti pencarian deposit baru, peningkatan efisiensi produksi, dan peningkatan teknologi daur ulang, sehingga dapat mengurangi tekanan terhadap pengurasan sumber daya alam. Lanjut. Pandangan ini, pandangan (suara tidak terdengar jelas) ini, tidak dapat kita terima, tidak dapat kita terapkan terhadap sumber daya air ini, setidak-tidaknya dengan 3 alasan. Yang pertama, sekalipun air nampak melimpah, ia pada faktanya adalah sumber daya yang terbatas dan bahkan terus menyusut jumlahnya jika dibandingkan dengan jumlah pemakainya yang terus bertambah. Karenanya, saran untuk intensifikasi dan ekstensifikasi dalam eksploitasi sumber daya air berbahaya bagi lingkungan dan bagi kehidupan itu sendiri. Yang kedua, peningkatan harga output sama sekali tidak aksiomatis terhadap permintaan atas air. Ada beberapa hal yang mutlak dalam penggunaan air yang tidak dapat ditawar hanya karena berkurangnya daya beli. Utamanya adalah penggunaan air sebagai kebutuhan dasar hidup, di samping bahwa kita juga mengetahui secara ekonomi, makin banyak demand sudah pasti produsen akan memproduksi barang lebih banyak. Yang ketiga, air bukan merupakan sumber daya yang ada substitusinya, sekalipun dapat didaur ulang. Lanjut. Di sisi lain, fakta di masyarakat, di hampir semua tempat di dunia ini, nampak bahwa yang pertama air sebagai benda ekonomi merupakan kenyataan sosial yang tidak dapat ditolak. Fakta menunjukkan bahwa masyarakat menerima adanya insentif bagi mereka yang meletakkan nilai tambah atas air. Misalnya, kerelaan untuk membeli air minum dalam kemasan, membayar air PAM, dan lain-lain. Tetapi kenyataan di atas, tidak dapat mengesampingkan sama sekali kedudukan air sebagai public good. 5
Alasannya yang pertama, pada umumnya, orang membeli air olahan atau treated water, value added water, itu sebagai pilihan karena adanya daya beli, bahkan ada orang yang menggunakan air Aqua itu untuk kolam renang. Yang kedua, dalam suatu masyarakat yang tidak punya daya beli, memperlakukan air sebagai economic good dengan logika pasarnya akan berakibat terhalanginya manusia untuk mendapatkan akses kepada air untuk keperluan dasar hidupnya. Alasan terakhir ini memunculkan gagasan perlunya untuk memasukkan hak atas air sebagai hak asasi manusia. Sehingga hak manusia atas air sebagai kebutuhan dasar bagi hidupnya terlindungi dari keganasan ekonomi atau ekonomisasi atau komoditas … komoditasisasi air melalui jargon air sebagai economic good yang dikumandangkan oleh World Bank tadi. Saya mau menambahkan satu lagi, pendekatan dari sisi yang tadi barusan … apa namanya … shocks the conscience. Ada pendekatan satu teori lagi yang dikembangkan oleh peradilan di Amerika yang namanya Shocks The Conscience Test. Ini diambil dari pertimbangan Hakim Frankfurter dalam Perkara Rochin vs California pada tahun 1952 di Amerika. Apa namanya … teori ini didasarkan atas Amandemen ke-14 Konstitusi Amerika yang melarang negara merampas hak atas live, liberty, and property without due process of law. Premisnya adalah bahwa suatu hak adalah sedemikian inherennya dan fundamentalnya, sehingga penolakan atau peniadaan hak tersebut mengguncangkan kesadaran kemanusiaan kita. Kalau kita terapkan ini ke dalam hak atas air, maka jika hak seseorang untuk mengakses air ditolak karena sumber daya air tertentu telah menjadi property right dari seseorang, atau suatu badan hukum, atau perusahaan, padahal air tersebut begitu penting untuk memenuhi hajat hidupnya, maka penolakan semacam itu akan mengguncangkan kesadaran kemanusiaan kita, apalagi jika penolakan itu dilindungi oleh hukum. Pendekatan teoritik melalui Public Trust Doctrine, yang saya sebutkan tadi, pada dasarnya Public Trust Doctrine ini tidak punya kaitan dengan hak asasi manusia atas air, dia hanya mau melindungi kepentingan orang untuk navigasi, pelayaran, perikanan, dan sebagainya. Jadi, dan dia mau menetapkan air sebagai public good, segitu saja. Sistem dari publik … dalam Public Trust Doctrine akan bekerja jika ada kepentingan publik yang terganggu akibat penggunaan air oleh seseorang atau badan hukum, baik kepentingan langsung maupun tidak langsung telah terjadi maupun secara potensial dapat terjadi. Contohnya, dengan Public Trust Doctrine, seseorang dapat menuntut pengguna air yang terbukti telah mengurangi kelancaran arus … arus air di sebuah sungai akibat pemakaian yang berlebihan, sekalipun ia sendiri tidak menggunakan air tersebut untuk kebutuhannya sehari-hari, bukan sebagai pihak yang secara langsung dirugikan. Lanjut. 6
Di sisi lain, Public Trust Doctrine tidak bisa dijadikan dasar untuk menolak komersialisasi atau privatisasi air kecuali dapat ditunjukkan adanya potensi terganggunya hak pengguna air lain atas suatu usaha komersialisasi air itu. Atas dasar itu, PTD dapat dipakai sebagai payung belaka melindungi kepentingan HAM atas air manakala diperlukan. Akan tetapi, kita juga menyaksikan bahwa pengadilan di India dalam banyak kasus dan terakhir adalah kasus Plachimada Cases menunjukkan bagaimana hakim menggunakan Public Trust Doctrine itu untuk melindungi hak asasi manusia atas air. Saya sedikit menyinggung historical analysis mengenai hak asasi manusia atas air. Perjuangan memasukkan hak atas air sebagai hak asasi manusia telah dimulai dari tahun 1977, yaitu dalam Konferensi Internasional PBB di Mar del Plata yang menerbitkan resolusi, “All peoples have the right to have access to drinking water in quantities and of a quality equal to their basic needs.” Tetapi, baru pada tahun 2002, hak asasi manusia atas air termaktub dalam dokumen internasional, yaitu dalam General Comment Nomor 15 on The Rights to Water atau GC 15th. GC 15th ini bukan (suara tidak terdengar jelas), tetapi merupakan interpretasi tafsir committee on economic social and culture rights atas international governance on economic, social, and culture rights yang merupakan CS … merupakan badan hukum di bawah ekosok yang bertugas memantau pelaksanaan dari hak tadi. Sehingga GC 15th bersifat mengikat secara tidak langsung. Hak asasi manusia atas air bukan merupakan isu dalam … saya mau menyinggung sedikit ini mengenai Belanda. Kenapa Belanda saya masukkan? Ini penting karena kita berbasiskan hukum Belanda dan pemberi keterangan terdahulu … keterangan ahli terdahulu memasukkannya bagaimana hukum Belanda itu sebetulnya memasukkan … apa namanya … air itu ke dalam wilayah hukum publik dan diatur oleh perusahaan negara. Nah, di Belanda sama. Hak asasi manusia atas air bukan merupakan isu dalam hukum air Belanda. Tetapi dalam kenyataan hak atas air sangat diperhatikan dan diatur dengan baik oleh hukumnya. Tiga pijakan dasar dalam pembuatan peraturan-peraturan perundang-undangan di bidang sumber daya air di Belanda adalah tradisi hukum Eropa kontinental, bersifat adaptif terhadap hukum erop … Eropa, dan ketiga pragmatis, lebih mengutamakan pemecahan masalah ketimbang … yang baik, ketimbang terikat dengan ketentuan baku dan kaku. Lanjut. Pengaruh hukum lingkungan Eropa terhadap hukum air Belanda adalah yang pertama polluters pay principle, yang kedua precautionary principle. Yang pertama, pelaku sangat hati-hati pengguna … menggunakan air karena dia akan bayar kalau dia melakukan policy. Yang kedua, prinsip pencegahan ini pelaku harus menyampaikan laporan hasil kajian 7
lebih dahulu sebelum penggunaan air sampai terjadi merusak lingkungan dan sebagainya. Lanjut. Baru pada tahun 1990, Belanda melakukan privatisasi air. Tetapi pada awal 2000 … tahun 2000-an, privatisasi air itu dikembalikan lagi kepada publik. Lanjut. Jadi, Belanda sendiri hanya wa … memprivatisasi dalam waktu yang sangat singkat. September 2000 Menteri Lingkungan Hidup (suara tidak terdengar jelas) mengusulkan kembali undang-undang mencegah perusahaan swasta masuk ke sektor pelayanan air. Tahun 2004 diundangkan new integral water x yang mengembalikan pelayanan air bersih kepada publik. Jasa pelayanan air bagi konsumen hanya dapat dilakukan oleh badan hukum yang memenuhi persyaratan atau kualifikasi tertentu. Dan badan hukum itu antara lain yang pertama adalah yang saya agak kesulitan ini membacanya publiekrechtelijke rechtspersoon yang dimaksud adalah public legal person yang dalam undang-undang ini adalah negara sendiri, provinsi, kota praja atau dewan air. Kemudian yang kedua adalah naamloze atau besloten vennootschap, yang dimaksud dalam hal ini adalah perusahaan terbatas milik umum atau BUMN atau perusahaan terbatas yang memenuhi persyaratan sebagai berikut. Yang pertama adalah gampangnya adalah BUMN. Yang kedua adalah perusahaan yang sahamnya sebagian besar dimiliki oleh publik atau oleh negara. Yang ketiga koperasi, koperasi pun harus dengan syarat bahwa sahamnya juga dimiliki oleh ... dengan syarat dua tadi di atas. Lanjut. Sekarang India, India penting karena yang pertama dia telah memasukkan air ... hak asasi manusia atas air di dalam … apa namanya ... perundang-undangannya dan kita banyak belajar karena India merupakan negara yang juga memiliki kesamaan dalam hal keterbatasan sumber daya air dan jumlah manusia yang banyak. Sumber Hukum India adalah common law system, air, permukaan tunduk pada Public Trust Doctrine dan mengambil system riparian dalam hal alokasi sumber daya air. Artinya bahwa dalam system riparian itu orang yang berada di tepian sungai, yang hidup di tepian sungai, atau tepian sumber air itu memiliki hak preference ketimbang orang yang jauh, itu maksudnya system riparian. Kemudian air tanah tunduk pada ketentuan common law tentang private property, air tanah dimiliki oleh pemilik tanahnya. Ketentuan ini dikuatkan dalam Indian Easements Act Tahun 1882. Kemudian (suara tidak terdengar jelas) sifatnya titik berat pengaturan hukum air pada negara bagian, kemudian pengaturan hukum air banyak dituangkan dalam legislasi, baik tingkat union maupun negara bagian. Lanjut. Hak asasi manusia atas air dibangun oleh putusan-putusan pengadilan berdasarkan Pasal 21 Konstitusi India tentang Hak Hidup yang menyatakan, “No person shall be deprived of his life or personal 8
liberty except according to procedure established by law.” Preseden pertama adalah Putusan Mahkamah Agung India dalam Perkara Subhash Kumar vs State of Bihar Tahun 1991 yang menyatakan bahwa water is the basic need for survival of the human beings and his part of rights of life, and human rights as assurance and article 21 of the Constitution of India. Sejak itu, hak asasi manusia atas air menjadi hak yang diakui oleh seluruh hukum di India. Reformasi Hukum India sama dengan kita, di sana pun Bank Dunia (...) 11.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Bisa diringkas saja, Ahli, ke belakang?
12.
AHLI DARI PEMOHON: HAMID CHALID Ya, kalau begitu ini saya skip, saya skip juga ini. Langsung sekarang, Kedudukan Air dalam Undang-Undang Dasar 1945, ini juga saya skip karena ini tentu sudah sangat umum. Pasal 33 menganut prinsip yang sama persis dengan yang dianut dengan Public Trust Doctrine ini, kepentingan saya menyebut public trust tadi, yaitu air sebagai public good yang pertama, yang kedua penguasaan oleh negara dalam kedudukannya sebagai trustee atau wali amanat. Kedua konsep dasar tersebut ditegaskan dalam Pasal 2 UndangUndang Pokok Agraria Tahun 1960 dan Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Undang-Undang Migas Tahun 2002. Original intent Undang-Undang Sumber Daya Air, Undang-Undang Sumber Daya Air lahir atas tekanan Bank Dunia melalui suatu skema yang disebut Water Resources Sector Adjustment Loan (Watsal) dimana negara Pemerintah Indonesia ditekan untuk dapat pinjaman. dia harus menerapkan Undang-UndangWatsal ini. Memperkenalkan paradigma air sebagai memiliki economic and social function sebagai upaya mengakomodasi gagasan economic value dari air sebagai economic good dan hak asasi manusia atas air sebagai public good. Undang-Undang Sumber Daya Air dimaksudkan untuk menjalankan program dan reformasi air Bank Dunia, original intent tersebut tertuang dalam kebijakan nasional sumber daya air tahun 2001. Jadi kita bisa jelas lihat. Kemudian skip, langsung. Kebijakan air nasional yang diterapkan oleh Menko mendorong pengelolaan air oleh pihak swasta, mengembangkan sistem pembiayaan pengelolaan sumber daya air yang mempertimbangkan prinsip cost recovery, yaitu biaya air yang akan ditanggung oleh masyarakat pengguna nantinya didasarkan atas prinsip full cost recovery. Kemudian mengembangkan sistem kelembagaan pengelolaan sumber daya air menuju terciptanya pemisahan fungsi regulator dan fungsi operator. 9
Pemerintah hendak melepaskan, dalam hal ini tanggung jawabnya dalam pengurusan (bestuurdaad) dan pengelolaan (beheerdaad) sebagai salah satu implementasi dari hak menguasai sumber daya air kepada pihak swasta melalui privatisasi pengurusan dan pengelolaan sumber daya air. Sekarang saya mau tekankan skema full cost recovery. Skema ini dicanangkan oleh Bank Dunia, terbukti masuk dalam agenda reformasi kebijakan air di Indonesia. Pasal 4 dalam kebijakan itu menyatakan arah kebijakan pengelolaan sumber daya air secara umum adalah mengembangkan sistem pembiayaan pengelolaan sumber daya air yang mempertimbangkan prinsip cost recovery dan kondisi sosial masyarakat. Lanjut. Kebijakan full cost recovery ini bahkan dinyatakan pula secara lebih tegas di dalam PP Nomor 16 Tahun 2005, yang di situ sudah menyebutkan secara persis tentang adanya keuntungan bagi pihak pengelola, dan PP ini perlu saya tekankan, terbit di saat-saat menjelang berakhirnya sidang pertama Mahkamah Konstitusi waktu sedang menyidangkan Perkara Undang-Undang Sumber Daya Air itu. Sehingga, saya memaklumi kalau sebagian Hakim, sebagian besar Hakim miss dalam melihat … apa namanya … PP ini sebagai bagian yang integral dari undang-undang sebagai suatu penggambaran adanya original intent untuk mengomerisialisasi air. Karenanya kemudian, putusan conditionally constitutional itu lahir karena miss-nya atau tidak terperhatikannya PP ini. Saya melihat bahwa dua Hakim Konstitusi yang waktu itu membaca dan mempertimbangkan PP ini, mengambil posisi dissenting opinion. Lanjut. Kemudian, lanjut lagi. Saya mau menekankan sekarang mengenai hak guna air. Undang-undang ini memperkenalkan hak guna air sebagai implementasi fungsi sosial dan fungsi ekonomi. Fungsi sosial diimplementasikan dalam hak guna pakai air, sedangkan fungsi ekonomi di … di … di … diimplementasikan dalam hak guna usaha air. Lanjut. Pasal 1 angka 14 Undang-Undang (suara tidak terdengar jelas) mendefinisikan HGPA (Hak Guna Pakai Air), hak untuk memperoleh dan memakai air. Pasal 5 undang-undang itu menyatakan, “Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air sebagai kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kebutuhan yang sehat … kebutuhan kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif.” Mahkamah Konstitusi menggabungkan kedua pasal tersebut untuk menunjukkan pengertian adanya hak asasi manusia atas air, sehingga HGPA yang merupakan HAM atas air itu adalah diterjemahkan sebagai hak untuk memperoleh dan memakai air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kebutuhan kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif. Jadi, pengggunaan HGPA di luar itu adalah bersifat sekunder. Karenanya saya sebut dengan istilah HGPA primer. HGPA primer ini sebagai kewajiban negara dapat diperoleh oleh rakyat secara cuma10
cuma. Maksudnya dapat ini harus, bukan malah membiarkan adanya privatisasi dan komersialisasi. Kemudian, harus ada ketentuan yang jelas, yang mengatur secara tegas mengenai pengertian sehat, bersih, dan produktif itu. Lanjut. Kemudian, mengenai hak guna usaha. Saya sedikit masuk ke dalam theoretical analysis. Mohon maaf, Hakim Yang Mulia, saya harus bacakan sedikit ini. Frederic Bastiat menyatakan … dia seorang ekonom dari Perancis beraliran liberal, “Pemilik sebenarnya dari suatu benda, sesungguhnya adalah dia yang memiliki atau memperoleh manfaat (benefit) dari nilai atas benda tersebut. Berpijak secara radikal pada teori kebendaan tradisional, ia mendefinisikan benda tidak sebagai objek fisik, tetapi sebagai hubungan antara individu dalam kaitannya dengan suatu objek.” Sebagai ilustrasi, dia mengatakan bahwa ungkapan seseorang memiliki segelas air adalah cara singkat untuk menjelaskan bahwa seseorang dapat dibenarkan untuk memberikan, atau menjual kepada orang lain, atau bahkan menyalahgunakan, atau mengambil manfaat dari air tersebut untuk dirinya sendiri. Pada intinya, apa yang dimiliki oleh seseorang adalah bukan objeknya, melainkan nilai dari objek tersebut. Dalam hal ini, Bastiat jelas mengartikan nilai sebagai nilai pasar atau nilai komersial dari suatu benda. Ia juga merasa perlu untuk menegaskan bahwa nilai berbeda dengan utilitas (utility). Dalam hubungan dengan orang lain, seseorang tidak memiliki utilitas dari suatu objek, tetapi nilainya. Dan nilai di sini merupakan taksiran resiprokal atas kedua belah pihak. Lanjut. Apabila perspektif Bastiat ini digunakan untuk meninjau persoalan hak guna usaha atas air, maka sebetulnya pemberian hak guna usaha adalah penyerahan manfaat (benefit) atas sumber daya air dari negara kepada swasta. Dan ini berarti sama dengan penyerahan hak kepemilikan atas sumber daya air kepada pihak swasta. Dengan kemampuan teknologi, finansial, kekuatan politik di sisi pemodal, dan lemahnya kontrol, daya tawar, dan ketidakberdayaan birokrasi di sisi negara pemilik sumber daya, maka pemberian hak eksploitasi, hak guna usaha, atau apa pun namanya atas sumber daya air sebagai res communis pada gilirannya hanya akan membahayakan publik sebagai pemilik sebenarnya dari sumber daya air. Karena hak eksploitasi sedikit saja bedanya dengan private ownership without responsibilities. Lanjut. Jadi, ketika kesempatan dan kemampuan yang sejajar tidak ada antara pemilik yang sebenarnya dari suatu res communis dan mereka yang diberi hak untuk mengeksploitasinya, maka hak untuk mengakses air menjadi tidak seimbang dan karenanya tidak adil. Ini belum lagi kalau hak atas generasi mendatang dan lingkungan turut dipertimbangkan, mengingat bahwa air telah menjadi barang langka. Karenanya, hak guna usaha air pada gilirannya tidak lebih, tidak kurang adalah hak kebendaan saja (property rights) yang memberi kekuasaan, dalam hal ini berarti mengalihkan hak menguasai negara kepada pemegangnya untuk 11
menggunakan atau menyalahgunakannya. Jus utendi et abutendi, property implies the rights to use and misuse and gives oversize to judge one aspect result exploitation and benefits derived therefrom. Jika demikian, maka Para Pemohon uji materiil atas Undang-Undang Sumber Daya Air ini kiranya memiliki dasar teoritik yang cukup dan sangat kuat untuk khawatir. Demikian presentasi saya, terima kasih. Wassalamualaikum wr. wb. 13.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, terima kasih, selanjutnya siapa lagi?
14.
KUASA HUKUM PEMOHON: SYAIFUL BAKHRI Dr. Irman Putra Siddin.
15.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, silakan.
16.
AHLI DARI PEMOHON: ANDI IRMANPUTRA SIDIN Assalamualaikum wr. wb., dan selamat siang, Yang Mulia dan Anggota … Ketua dan Anggota Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, Para Pemohon, Pihak Pemerintah, serta hadirin sekalian. Menimbang bahwa meskipun ketentuan yang dipandang bertentangan dengan konstitusi, pada dasarnya adalah Pasal 16, 17 ayat (3) serta (68), khususnya menyangkut unbundling dan kompetisi, akan tetapi karena pasal-pasal tersebut merupakan jantung dari UndangUndang Nomor 20 Tahun 2002. Padahal seluruh paradigma yang mendasari Undang-Undang Ketenagalistrikan adalah kompetisi atau persaingan dalam pengelolaan dengan sistem unbundling dalam ketenagalistrikan yang tercermin dalam konsideran menimbang huruf b, dan c Undang-Undang Ketenagalistrikan. Hal tersebut tidak sesuai dengan jiwa dan semangat Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang merupakan norma dasar perekonomian nasional Indonesia. Menimbang bahwa oleh karena Pasal 16 dan 17 menyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang berakibat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002. Secara keseluruhan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan mengikat secara hukum karena paradigma yang mendasarinya bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Yang Mulia Ketua dan Anggota Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. beginilah pertimbangan putusan Mahkamah Konstitusi ketika harus membatalkan secara keseluruhan Undang-Undang 12
Ketenagalistrikan. Kurang-lebih hampir satu dekade lalu. Jadi pertanyaan utama dalam pendapat hukum kami kali ini adalah apakah paradigma Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air masih sesuai dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 c.q. Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Pengujian Undang-Undang Migas Tahun 2012 Perkara Nomor 36/PUU-X/2012 seperti yang kemarin. Sebelum mengurai hal tersebut, maka hal pertama yang harus direnungkan bahwa teori yang selama ini menyebutkan bahwa hukum adalah produk politik. Nampaknya harus perlahan ditinggalkan. Hukum sesungguhnya tidak bisa lagi semata dilihat bahwa hasil dari pergulatan kekuasaan semata. Namun sesungguhnya, pergulatan tersebut bukanlah variabel independent yang serta-merta. Pergulatan politik tersebut adalah variabel dependent ketika harus tunduk pada variabel yang bernama pasar. Jadi hukum adalah produk pasar. Hukum tunduk pada bandul yang digerakkan oleh pasar karena pasar membutuhkan hukum guna melegalisasi kerja pasar yang semakin hari bergerak massif tanpa batas ketika persaingan yang melintasi sekat kedaulatan menjadi sebuah keniscayaan. Pasar datang dengan mantra-mantra persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan. Hal inilah yang kemudian menyihir semua sekat kedaulatan yang selama ini memproteksi sumber-sumber keekonomiannya guna kehidupan maslahat seluruh rakyatnya. Oleh karenanyalah, jikalau ingin ditanyakan. Maka siapa musuh utama pasar? Maka musuh utama pasar adalah konstitusi sebuah negara yang meniscayakan kedaulatan ekonominya. Oleh karenanya, pasar dalam lintas sekat negara sesungguhnya sudah menganggap UndangUndang Dasar Tahun 1945 adalah sebuah bahaya laten yang tidak bisa dibiarkan. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 memiliki konsep kepenguasaan negara terhadap sektor-sektor keekonomian yang dianggap strategis, yang tentunya hampir seluruh negara di dunia tidak memiliki konsep kepenguasaan negara seperti Pasal 33 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 meski negara itu tetap dianggap sebagai negara kesejahteraan. Yang Mulia Ketua dan Anggota Majelis Mahkamah Konstitusi. Di tahun politik saat ini ketika kekuatan politik sedang sibuk berkompetisi guna menghadapi pemilu, tentunya pasar tidak tinggal diam. Saat ini pasar hampir pasti sedang terus bergerak untuk mengooptasi kekuatan politik tertentu dan yang utama adalah para pasangan calon presiden yang akan berkontestasi. Pasar tentunya akan memainkan kekuatan ekonominya guna menghegemoni kekuatan politik yang bisa dibuat menjadi berkuasa dan menjadi pemenang pemilu. Pasar sangat meyakini kekuatan politik tersebut menjadi penting agar sekat-sekat regulasi, sekat-sekat legislasi, hingga sekat konstitusi harus longgar. Bahkan terkoyak guna memberikan ruang bagi pasar dapat terus merangsek sekat-sekat kedaulatan ekonomi kita. 13
Tentunya kita tidak bisa berharap banyak pada lembaga politik. Adalah lembaga Mahkamah inilah untuk memberikan peringatan tentang hal ini jelang Pemilu Presiden Tahun 2014 nanti. Setidaknya ini menjadi harapan Pemohon, ormas terbesar di republik ini bernama Muhammadiyah. Bahwa putusan Mahkamah bisa memberikan pesan bagi seluruh pasangan calon presiden serta partai politik bahwa jangan sampai menggadaikan kedaulatan ekonomi Indonesia demi mendapatkan suntikan energi politik, guna membantu pemenangan pemilu. Bagaimana pun hal tersebut mungkin dianggap lumrah dalam kacamata politik, namun hal tersebut adalah ancaman yang sangat destruktif terhadap konstitusi. Mungkin lebih destruktif dari pemilu serentak jika digelar tahun 2014 ini. Yang Mulia Ketua dan Anggota Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. puluhan tahun sejak Indonesia merdeka, eksistensi Pasal 33 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 berada dalam ruang tafsir politik. Ketika kekuatan akademis memang mampu memberikan pembenaran untuk itu. Oleh karenanya, tidak heran ketika Reformasi 1998 yang kemudian membonceng kekuatan pasar. Merangsek masuk dalam sektor kebijakan ekonomi strategis kita dalam konstitusi yang akhirnya melahirkan berbagai macam undang-undang di bidang pengelolaan ekonomi kita, yang sesungguhnya mungkin tidak pernah menengok eksistensi Pasal 33 Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Barulah kemudian ketika Mahkamah hadir, Pasal 33 perlahan mulai menemukan tafsir konstitusionalnya, meski tafsir konstitusional generasi pertama memang hanya mampu berada pada titik maksimal seperti itu, vide uji Undang-Undang Ketenagalistrikan, Migas, dan Sumber Daya Air. Namun tafsir konstitusional ini terus mengalami pertumbuhan yang saya sebut sebagai tafsir konstitusional generasi kedua akan Pasal 33 sesungguhnya menjadi ancaman antagonis bagi pasar. Dalam tafsir konstitusi generasi kedua itu, Mahkamah menguraikan dalam pertimbangannya yang kemudian memperdalam makna kepenguasaan negara menurut Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Mahkamah menyebutkan bahwa menimbang bahwa pengertian penguasaan negara, sebagaimana dipertimbangkan dalam Putusan Mahkamah Nomor 002/PUU-I/2003 perlu diberikan makna yang lebih dalam agar lebih mencerminkan makna Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Dalam putusan Mahkamah tersebut, penguasaan negara dimaknai rakyat secara kolektif dikonstruksikan oleh konstitusi memberikan mandat kepada negara untuk mengadakan kebijakan, pengurusan, pengaturan, pengelolaan dan pengawasan untuk tujuan sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Kelima, bentuk penguasaan negara dalam putusan tersebut, yaitu fungsi kebijakan, pengurusan, pengaturan, pengelolaan dan pengawasan 14
ditempatkan dalam posisi yang sama dalam hal pemerintah melakukan salah satu dari 4 fungsi kepenguasaan negara, misalnya hanya melaksanakan fungsi mengatur dapat diartikan bahwa negara telah menjalankan penguasaannya atas sumber daya alam. Padahal fungsi mengatur adalah fungsi negara yang umum di negara manapun tanpa perlu ada Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Jika dimaknai demikian, maka penguasaan negara tidak mencapai tujuan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat sebagaimana Pasal 33. Menurut Mahkamah, selanjutnya Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 menghendaki bahwa penguasaan negara itu harus berdampak pada sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dalam hal ini, pengertian dikuasai negara tidak dapat dipisahkan dengan makna untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat yang menjadi tujuan Pasal 33. Menimbang bahwa dalam rangka mencapai tujuan sebesarbesarnya, kelima peranan negara pemerintah dalam pengertian penguasaan negara sebagaimana diuraikan, jika tidak dimaknai sebagai satu kesatuan tindakan harus dimaknai secara bertingkat berdasarkan efektivitasnya untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurut Mahkamah, bentuk penguasaan negara peringkat pertama dan yang paling penting adalah negara melakukan pengelolaan secara langsung atas sumber daya alam, dalam hal ini migas, sehingga negara mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari pengelolaan sumber daya alam. Penguasaan negara pada peringkat kedua adalah negara membuat kebijakan dan pengurusan dan fungsi negara dalam peringkat ketiga adalah fungsi pengaturan dan pengawasan. Sepanjang negara memiliki kemampuan baik modal, teknologi, dan manajemen dalam mengelola sumber daya alam, maka negara harus memilih untuk melakukan pengelolaan secara langsung atas sumber daya alam. Dengan pengelolaan secara langsung, dipastikan seluruh hasil dan keuntungan yang diperoleh akan masuk menjadi keuntungan negara yang secara tidak langsung akan membawa manfaat lebih besar bagi rakyat. Yang Mulia Ketua dan Anggota Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Dari perkembangan tafsir konstitusional generasi kedua ini, maka sesungguhnya keberadaan Pasal 33 menyangkut konsepsi kepenguasaan negara mengalami pergeseran signifikan. Jikalau dahulu negara membuat undang-undang yang materinya semata hanya untuk mengatur bagaimana pemerintah melakukan pola mekanisme atau sektor pengelolaan, kebijakan, kepengurusan, penguasaan sektor produksi Pasal 33, maka hal itu sudah memenuhi konsep kepenguasaan negara. Dalam artian bahwa negara cukup menghadirkan undangundang pada sektor ekonomi konstitusi tertentu, kemudian substansi pengaturan itu menyangkut sub variabel atau berisi indikator tentang bagaimana pengelolaannya, kebijakan, pengurusan hingga pengawasan
15
dan regulasinya, maka negara sudah dapat dikatakan sudah menguasai seperti konsep dikuasai negara. Namun setelah tafsir generasi kedua ini, maka keberadaan sebuah undang-undang yang isinya hanya pengaturan, maka hal tersebut sesungguhnya tak mencerminkan konsepsi kepenguasaan negara. Yang pasti ada … yang pasti pada setiap norma undang-undang, haruslah tersusun norma bahwa kepenguasan negara itu mencakup hal sebagai satu kesatuan tindakan yang masing-masing berdiri sederajat di antara variabel tersebut dan harus tertulis jelas dalam konsideran batang tubuh hingga penjelasan sebuah undang-undang. Artinya bahwa bentuk penguasaan negara melakukan pengelolaan secara langsung, negara membuat kebijakan dan pengurusan, serta pengaturan dan pengawasan haruslah menjadi variabel yang mutlak tercermin secara tegas dalam undang-undang tidak menjadi sub variabel atau indikator semata konsep kepenguasaan negara. Yang harus menjadi pegangan bahwa undang-undang tidak boleh serta-merta mengambil kesimpulan bahwa di sektor ekonomi tertentu seperti sumber daya air, maka negara cukup pada peringkat terakhir saja, yaitu pengaturan dan pengawasan yang merupakan “selemahlemahnya iman” dalam konsep kepengurusan negara. Pembentuk undang-undang, DPR, dan presiden tidak boleh menutup bahwa negara bukanlan variabel utama dalam pengelolaan sektor produksi konstitusi atau menempatkan negara sebagai variabel horizontal yang memiliki kedudukan yang sama dengan pasar. Namun, norma dalam Undang-Undang Sumber Daya Air tersebut harus tetap mengonfirmasi bahwa pada dasarnya dan keutamaannya adalah negara melakukan pengelolaan atas sumber daya air tersebut hingga pada tingkat pengawasannya. Oleh karenanya, norma undangundang tidak diperkenankan untuk langsung menentukan peringkat pelaksanaan konsepsi kepengurusan negara. Dalam arti bahwa undangundang menentukan dirinya pada sampai peringkat pengaturan saja, mengingat negara belum mampu mengelolanya. Meskipun realitas negara tak mampu mengelola, namun norma undang-undang tetap harus menentukan bahwa pada dasarnya pengelolaan itu langsung oleh negara, barulah kemudian pada tingkat implementasi undang-undang memberikan delegasi pada tingkat peringkat … pada tingkat peringkat pelaksanaan kepenguasaan itu kepada pemerintah atau pranata negara lainnya. Jadi undang-undang tidak bisa membatasi dirinya bahwa policy kepenguasaan itu hanya sampai pada peringkat kedua atau ketiga, sebab hal tersebut adalah domain implementasi sebuah undang-undang. Undang-undang harus tetap mampu menuliskan secara tegas akan lima variabel konsep kepenguasaan negara tersebut sebagai satu kesatuan konsep kepenguasaan negara, dimana negara mengelola langsung adalah bagian yang mendasar dan keutamaan 16
Yang Mulia Ketua dan Anggota Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Jikalau kita membandingkan Undang-Undang Pengairan Tahun 1974 dan Undang-Undang Sumber Daya Air, maka akan ditemukan bahwa Undang-Undang Pengairan pada bagian konsiderannya menyebutkan bahwa air beserta sumber-sumbernya, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai manfaat serba guna dan dibutuhkan manusia sepanjang masa, dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat secara adil dan merata. Bahwa pemanfaatannya haruslah diabadikan kepada kepentingan dan kesejahteraan rakyat yang sekaligus menciptakan pertumbuhan keadilan sosial dan kemampuan untuk berdiri atas kekuatan sendiri menuju masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Dari konsiderans Undang-Undang Pengairan ini, maka tampaknya hal ini sesuai dengan tafsir konstitusional bahwa Undang-Undang Pengairan ini memiliki paradigma tentang kepenguasaan negara dan kepenguasaan negara itu adalah untuk kemakmuran rakyat sebesarbesarnya. Jikalau kemudian kita membandingkan dengan konsiderans Undang-Undang Sumber Daya Air, maka akan ditemukan bahwa kalimat bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan yang memberikan manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam segala bidang. Bahwa dalam menghadapi ketidakseimbangan antara ketersediaan air yang cenderung menurun dan kebutuhan air yang semakin meningkat, sumber daya air wajib dikelola dengan memerhatikan fungsi sosial lingkungan hidup dan ekonomi secara selaras. Bahwa pengelolaan sumber daya air perlu diarahkan untuk mewujudkan sinergi dan keterpaduan yang harmonis antarwilayah, antarsektor, dan antargenerasi. Bahwa sejalan dengan semangat demokratisasi, desentralisasi, dan keterbukaan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, masyarakat perlu diberi peran dalam pengelolaan sumber daya air. Jadi, jikalau disimpulkan bahwa konsiderans menimbang UndangUndang Sumber Daya Air ini adalah tidak mengutamakan konsepsi kepenguasaan negara, namun lebih kepada pengelolaan yang sifatnya horizontal ketika frasa demokratisasi keterbukaan hingga pengarahan, akan mewujudkan sinergi yang harmonis antarwilayah. Undang-Undang Sumber Daya Air ini memiliki … Undang-Undang Sumber Daya Air ini memang menyadari bahwa pengelolaan sumber daya air sesungguhnya untuk kemakmuran sebesar-besarnya rakyat. Namun, undang-undang ini tidak berparadigma bahwa satu kesatuan kepenguasaan negara, dimana pengelolaan secara langsung oleh negara sebagai keutamaan adalah cara konstitusional yang paling dipercaya saat ini guna kemakmuran rakyat sebesar-besarnya. Oleh karenanya, konsep kepenguasaan negara konstitusional itu tidak menjadi paradigma yang 17
bisa tecermin dan terbaca dalam konsiderans Undang-Undang Sumber Daya Air tersebut. Kesimpulan ini lebih tecermin lagi ketika kita menelisik Batang Tubuh Undang-Undang Pengairan. Undang-Undang Pengairan jelas dalam pasalnya menyebut konsep kepenguasaan negara. Hal ini jelas dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Pengairan bahwa hak menguasai oleh negara memberi wewenang kepada pemerintah untuk: mengelola serta mengembangkan kemanfaatan air dan/atau sumber-sumber air; menyusun, mengesahkan, atau memberi izin berdasarkan perencanaanperencanaan teknis, tata pengaturan air; mengatur, mengesahkan, dan/atau memberi izin peruntukan penggunaan penyediaan air dan/atau sumber air. Mengatur, mengesahkan, dan/atau memberi izin pengusahaan air atau sumber-sumber air. Menentukan dan mengatur perbuatan-perbuatan hukum dan hubungan-hubungan hukum antarorang atau badan hukum dalam persoalan air dan/atau sumber air. Selain dari Pasal 3 yang menegaskan konsep kepenguasaan negara yang terdiri dari lima variabel yang harus diikat sebagai satu kesatuan dalam norma undang-undang, maka sebelas … maka Pasal 11 Undang-Undang Pengairan ini juga menegaskan kembali pengusahaan air dan/atau sumber-sumber air yang ditujukan untuk meningkatkan kemanfaatannya bagi kesejahteraan rakyat, pada dasarnya dilakukan oleh pemerintah, baik pusat dan daerah. Artinya, memang Undang-Undang Pengairan yang 40 tahun lalu itu lebih, sesuai dengan paradigma konstitusional terkini bahwa pengelolaan atau pengusahaan air pada dasar dan keutamaannya harus dilakukan oleh negara c.q. pemerintah. Paradigma seperti ini tidak ditemukan dalam Batang Tubuh Pasal-Pasal dalam Undang-Undang Sumber Daya air 2004. Meski terdapat norma yang menyebutkan Pasal 6 ayat (1) Sumber Daya Air dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Namun konsepsi kepenguasaan dalam undang-undang ini lebih kepada eksistensi tentang pengaturan, pengelolaan hak guna air, dimana pengelolaan hak guna air itu adalah dalam kerangka demokratisasi ekonomi alias terdapat eksistensi pasar yang harus diberikan karpet merah oleh negara. Undang-Undang Sumber Daya Air telah berterus terang, sesungguhnya pada bagian penjelasannya bahwa undang-undang ini menyatakan bahwa sumber daya air dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat secara adil. Atas penguasaan sumber daya air oleh negara dimaksud, negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari dan melakukan pengaturan hak atas air. Lebih lanjut dalam penjelasan disebutkan, pengaturan hak atas air diwujudkan melalui penetapan hak guna air, yaitu hak untuk
18
memperoleh dan memakai, atau mengusahakan air untuk berbagai keperluan. Jadi, paradigma Undang-Undang Sumber Daya Air, tidak menetapkan konsensi kepenguasaan negara yang terdiri atas pengelolaan, kepengurusan, kebijakan, penguasaan, dan pengaturan sebagai satu kesatuan konsep kepenguasaan. Jikalau pun terdapat konsepsi pengelolaan, maka konsepsi pengelolaan itu dalam rangka pengelolaan horizontal, dimana dasarnya bukan peran negara dalam pengelolaan tersebut menjadi keutamaan atau pada hakikatnya menjadi hak eksklusif negara. Pengelolaan yang dimaksud dalam Undang-Undang Sumber Daya Air tersebut, lebih kepada ingin memperingatkan kepada negara bahwa negara memiliki kedudukan horizontal yang sama dengan pasar. Hal ini jelas berbeda dengan tafsir konstitusi Pasal 33 berdasarkan putusan MK terakhir dan hal ini juga berbeda dengan paradigma yang terbangun dalam Undang-Undang Pengairan. Jadi, semangat kepenguasaan negara menurut Undang-Undang Sumber Daya Air adalah semata negara berwenang mengatur tentang pola pengelolaan mekanisme pengurusan kebijakan hingga penguasaan. Jadi, sesungguhnya 5 variabel kepenguasaan negara menurut tafsir Pasal 33, bukanlah bagian yang kokoh sebagai suatu kesatuan, namun merupakan sub variabel atau indikator, dari terpenuhnya variabel pengaturan sebagai wujud konsepsi kepenguasaan negara dalam Undang-Undang Sumber Daya Air. Jadi, Undang-Undang Sumber Daya Air ini lebih kepada ingin menekankan pengaturan akan manajemen pengelolaan hak guna air. Yang Mulia Ketua dan Anggota Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Jadi, jikalau dahulu hal ini memang tidak dapat disalahkan karena memang paradigma Pasal 33 yang bertumbuh dan membiak belum sampai pada konsepsi kepenguasaan negara dalam lima konsep yang harus menjadi satu kesatuan yang harus tertulis, tegas dalam undang-undang. Oleh karenanya, Undang-Undang Sumber Daya Air ini berkali-kali lolos dalam pengujian konstitusionalitas. Namun, kali ini ternyata dengan adanya paradigma konstitusi yang baru ketika Undang-Undang Sumber Daya Air ini sesungguhnya sudah dinilai bertentangan dengan konstitusi karena paradigma bahkan spirit yang terbangun dalam undang-undang itu kental dengan semata konsepsi cukup pada pengaturan oleh negara sebagai wujud implementasi penguasaan negara. Menarik membandingkan analisis ini dengan uraian perkara termasuk yang diuraikan sebelumnya oleh Ahli bahwa keberadaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 merupakan hasil intervensi pihak asing yang mengancam kedaulatan negara. Dalam uraian tersebut dijelaskan bahwa jauh hari sebelum waktu pengesahan Undang-Undang Sumber Daya Air, Bank Dunia melalui program pinjaman Watsal sudah 19
mensyaratkan negara-negara penerima pinjaman untuk mengadopsi kebijakan sektor air. Karena itulah, Indonesia dan sejumlah negara lain yang merupakan negara peminjam, terpaksa mengadopsi kebijakan itu ke dalam undang-undang khusus guna pengeloaan sumber daya air. Kebijakan pengelolaan air yang diperkenalkan Bank Dunia di Thailand dan Srilanka menyebutkan pengunaan sumber-sumber air di alam hanya dapat dilakukan oleh mereka yang memiliki “water entitlement” atau hak guna air. Jikalaupun uraian di atas itu benar, maka paradigma yang terbangun dalam Undang-Undang Sumber Daya Air tersebut memang belumlah bertentangan dengan konstitusi ketika itu karena pengaturan dalam bingkai undang-undang dan konsepsi kepenguasaan negara yang hambar akan keutamaan negara mengelola bukanlah hal yang bertentangan dengan konstitusi ketika itu. Namun, dalam kondisi perkembangan tafsir Pasal 33 yang sekarang ketika kepenguasaan negara mutlak tercermin dalam setiap penormaan undang-undang, dimana variabel kepenguasaan tersebut harus tertulis secara jelas dalam undang-undang sebagai satu kesatuan dalam undang-undang, maka Undang-Undang Sumber Daya Air yang hanya menekankan selemahlemahnya “iman”, yaitu pengaturan saja sesungguhnya sudah tidak sesuai lagi dengan konstitusi. Hal ini nampak ketika undang-undang ini pun memang sengaja didesain dengan norma-norma yang sifatnya tidak konstitutif namun deklaratif saja. Ketika undang-undang ini melahirkan lebih 30-an Peraturan Pemerintah yang harus dikeluarkan Presiden, yang semakin menunjukkan bahwa paradigma kepenguasaan dalam undangundang ini semata pada pengaturan. Hal ini semakin menunjukkan bahwa Undang-Undang Sumber Daya Air ini jauh dari karakter atau paradigma konstitusi yang sudah terbangun sejak tahun 2012 kemarin pascaputusan MK. Oleh karena, Undang-Undang Sumber Daya Air sudah tidak sesuai lagi dengan konstitusi mengingat yang dibatalkan juga termasuk pasal yang mencabut Undang-Undang Pengairan Tahun 1974, maka UndangUndang Pengairan kemungkinan akan hidup kembali sambil memerintahkan pembentukan Undang-Undang Pengairan yang baru, yang lebih sesuai dengan paradigma konstitusi, mungkin paling lambat 3 tahun setelah putusan dibacakan. Inkonstitusional … inkonstitusionalitas Undang-Undang Sumber Daya Air ini penting diketahui publik sebelum pemilu presiden karena inkonstitusionalitas Undang-Undang Sumber Daya Air ini akan membuka mata kekuatan kapital pasar yang ingin mencoba-coba berselingkuh dengan kekuatan politik, guna menguasai sektor produksi konstitusi kita bahwa Undang-Undang Sumber Daya Air yang bisa jadi adalah desain konspiratif kekuataan pasar harus dibatalkan atas nama supremasi konstitusi, sehingga kekuatan politik pun tidak lagi mencoba-coba 20
mengadaikan otoritasnya guna mendapatkan suntikan ekonomi politik guna pemenangan pemilu 2014 nanti. Sekian, wassalamualaikum wr. wb. 17.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, terima kasih, Ahli yang ketiga silakan langsung Salamuddin Daeng.
18.
AHLI DARI PEMOHON: SALAMUDDIN DAENG Assalamualaikum wr. wb. Hakim Ketua dan Anggota yang kami hormati dan Bapak-Bapak, Ibu-Ibu sekalian yang saya hormati pula. Saya akan membacakan saja makalah yang saya bikin sebagai materi untuk kesaksian saya pada hari ini. Saya memberi judul Mengugat Lembaga Keuangan Internasional terkait dengan komerisalisasi air di Indonesia, tidak hanya Bank Dunia, tetapi juga lembaga-lembaga keuangan Internasional lainnya. Baik, Majelis Hakim yang saya hormati, air merupakan salah suatu kebutuhan paling dasar manusia, air … manusia tidak dapat hidup tanpa air dan lebih luas lagi air berkaitan erat dengan pertanian, energi, kesehatan, dan seluruh mata pencaharian penduduk. Dengan demikian, maka pengelolaan air merupakan masalah pembangunan yang paling dasar yang perlu mendapat perhatian yang serius dari Pemerintah. Menurut data Bank Dunia, saat ini sekitar 2,5 miliar penduduk bumi tidak mempunyai akses terhadap sanitasi, dan sekitar 780.000.000 orang tidak mempunyai akses terhadap air bersih yang mengakibatkan ribuan nyawa melayang setiap hari dan miliaran dollar kerugian ekonomi setiap tahunnya. Kerugian tersebut diperkirakan hingga mencapai 7% dari produk domestic bruto dunia saat ini. Statistik ini diperkirakan akan lebih memburuk lagi karena faktor-faktor perubahan iklim. Untuk itu, Bank Dunia telah melakukan berbagai macam upaya yang dalam pandangan mereka sebagai upaya untuk mengatasi masalah ini dengan mengalokasikan sekitar US$8 miliar untuk seluruh proyek mereka di seluruh dunia yang disetujui selama tahun fiskal, tahun 2002 sampai dengan 2012 untuk pengelolaan air. Namun, apa yang dilakukan oleh lembaga keuangan internasional itu tampaknya dicurigai oleh banyak ahli di dunia sebagai upaya untuk melakukan komersialisasi air, termasuk berbagai upaya yang dilakukan di Indonesia. (Suara tidak terdengar jelas) dalam sebuah artikel yang berjudul World Bank WTON Corporate Control Over Water, menegaskan bahwa justru bank dunia telah berperan mengubah kelangkaan air atau krisis air menjadi peluang bagi perusahaan-perusahaan air dalam melakukan bisnis di sektor ini.
21
Pada tahun 2001 lalu, Bank Dunia telah memperkirakan bahwa pasar potensial air secara global itu diperkirakan mencapai US$800 miliar, sebuah nilai yang sangat menggiurkan bagi dunia bisnis. Di Indonesia, Bank Dunia dan lembaga keuangan internasional lainnya telah memainkan peran yang sangat signifikan dalam mendorong bisnis air, khususnya sejak era reformasi, meskipun perusahaanperusahaan asing di negeri ini telah masuk dan mengambil keuntungan atas bisnis air sejak era tahun 1970-an, namun era reformasi telah menjadi kesempatan penting bagi lahirnya regulasi-regulasi yang mendorong bisnis air di Indonesia. Reformasi dan pelembagaan kepentingan modal asing, itu jelas tampak di dalam proses transisi politik kita pada tahun 1997, 1998 yang telah menjadi kesempatan emas bagi lembaga keuangan internasional untuk mendorong reformasi di Indonesia. Reformasi ini sendiri merupakan persyaratan atas pinjaman yang diberikan oleh lembaga keuangan internasional kepada Indonesia dalam rangka pemulihan krisis yang terjadi pada saat itu. Agenda reformasi yang didanai oleh lembaga keuangan internasional yang paling utama adalah tentu saja adalah Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 agar sejalan dengan semangat neo liberalisme dan di atas landasan undang-undang hasil amandemen tersebut, maka dibuatlah berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan ekonomi, sumber saya alam yang membuka jalan bagi penguasaan modal swasta asing untuk menguasai kekayaan alam indonesia. Keseluruhan dari proses tersebut dapat disimpulkan sebagai sebuah reformasi dan pelembagaan kepentingan asing dalam ekonomi indonesia. Izinkan juga saya untuk kesempatan ini, saya akan menyertakan satu buku yang saya tulis khusus … kami tulis berkaitan dengan bagaimana reformasi dan pelembagaan kepentingan asing di dalam ekonomi Indonesia di seluruh sektor, termasuk di dalamnya adalah sektor air yang terjadi sejak proses Reformasi 1998 sampai dengan sekarang ini. Diawali dengan penandatanganan kesepakatan antara pemerintah dengan lembaga keuangan internasional Monetary Fund melalu Letter of Intent tahun 1997, merupakan pintu awal dari reformasi secara mendasar dalam sistem pengelolaan air sejalan dengan reformasi ekonomi secara keseluruhan menuju ke arah liberalisasi, deregulasi, dan privatisasi. Di dalam LoI yang ditandatangani tanggal 31 Oktober 1997, Pemerintah Indonesia menyepakati poin penting, menyepakati satu hal penting berkaitan dengan ... berkaitan dengan air dalam bagian c, tentang lingkungan pada artikel 44 dari isi LoI tersebut, menyatakan bahwa pemerintah didesak untuk melakukan penataan kembali harga sumber daya kunci dan biaya penggunaannya, terutama untuk sektor 22
kehutanan dan penggunaan air. Sehingga akan menghasilkan pendapatan yang besar dan pada saat yang sama akan mempromosikan tujuan-tujuan lingkungan. Begitu yang disebutkan di dalam LoI tersebut. Sebelumnya ... di bagian sebelumnya disebutkan bahwa di dalam LoI bagian b tentang deregulasi dan privatisasi artikel 42, ditekankan agar pemerintah melakukan langkah-langkah untuk mempromosikan kompetisi dengan mempercepat privatisasi dan memperluas peran sektor swasta di dalam penyediaan infrastruktur, termasuk air. Selanjutnya, World Bank sesuai dengan penugasan IMF karena IMF menyatakan secara khusus bahwa menyangkut air akan ditugaskan kepada World Bank bergerak lebih jauh melalui project manajemen sumber daya air sebagaimana yang dikatakan oleh Ahli sebelumnya dan yang telah ditandatangani pada bulan April tahun 1998 untuk mendorong komersialisasi dan privatisasi air di Indonesia. Selanjutnya, komersialisasi dan privatisasi air tersebut dituangkan secara jelas di dalam UndangUndang Nomor 7 Tahun 2004 yang merupakan bagian dari pelaksanaan pinjaman US$150 juta dari Bank Dunia sebagai persyaratan dari total pinjaman secara keseluruhan US$300 juta untuk program restrukturisasi air. Jadi jelas bahwa lahirnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 itu adalah merupakan bagian dari project Bank Dunia untuk restrukturisasi air di Indonesia. Lebih jauh lagi, ADB yang merupakan kawan sekutu daripada lembaga keuangan internasional IMF dan World Bank bergerak lebih jauh, ada sedikitnya 21 project air di Indonesia yang dibiayai oleh ADB dalam rangka privatisasi dan komersialisas. Namun yang paling berdampak luas adalah proyek bantuan teknis senilai US$600.000 pada Februari 2001, ADB juga menjalankan berbagai macam program lainnya yang berkaitan dengan sektor air dan infrastruktur di ... infrastruktur yang berkaitan dengan air di Indonesia. Komersialisasi air merupakan pintu masuk bagi penguasaan modal asing. Di dalam laporan Bank Dunia yang dipublikasikan pada Februari tahun 2004 sebelum disahkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004, yakni pada tanggal 18 Maret tahun 2004 yang berjudul “Water Resources Management During Transition and Reform in Indonesia Toward an Integrated Perspective on Agriculture Drainage” dengan subtema “Water Sector Reform Beyond 1998” menyatakan bahwa beberapa ide yang menjadi dasar dari draf “National Water Resources Policy Action Plan” tahun 1994 sampai dengan 2020, dimana kebijakan akan mengidentifikasikan untuk menekankan alokasi air yang efisien, pemanfaatan yang efisien, kualitas air yang aman, penyesuaian secara ekonomi, dan manajemen anggaran modal, dan peningkatan peran sektor swasta, dan partisipasi masyarakat disebutkan seperti itu, dan kebutuhan untuk struktur administrasi air yang konsisten dengan tujuan yang terpadu. Rencana aksi menekankan pada pendekatan pengelolaan 23
daerah DAS yang merekomendasikan pembentukan dewan sumber daya air nasional. Kalau dilihat dari konteks laporan ini yang keluar pada Februari 2004, sementara dewan sumber daya air nasional baru disahkan tahun 2008, maka sangat terlihat bahwa determinasi atau … apa … peran World Bank sangat signifikan di dalam seluruh … apa … penstrukturan pengelolaan sumber daya air di Indonesia. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa lahirnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air merupakan pelaksanaan dari keinginan lembaga keuangan internasional tersebut, khususnya menjadikan air sebagai komoditas di bawah kendali sektor swasta. Komersialisasi air ini sekaligus didorong untuk menjadi strategi pemerintah dalam memenuhi kebutuhan air dalam negeri sejalan dengan paradigma ekonomi neo liberal. Strategi pengelolaan air dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tampak jelas ditujukan untuk memfasilitasi sektor bisnis. Ada 3 kata kunci yang menurut hemat kami di dalam undang-undang itu yang cenderung menunjukkan kepada upaya komersialisasi dan privatisasi. Yang pertama adalah kata pengelolaan air. Kedua, kata keterlibatan swasta dan masyarakat. Ketiga adalah kata hak guna air. Dalam bagian menimbang Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 poin b dikatakan bahwa dalam menghadapi ketidakseimbangan antara penyediaan air yang cenderung menurun dan kebutuhan air yang semakin meningkat, sumber daya air wajib dikelola dengan memerhatikan fungsi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi secara selaras. Saya menggarisbawahi kata wajib dikelola dan kata ekonomi secara selaras. Selanjutnya, dalam poin d dikatakan bahwa sejalan dengan semangat demokratisasi, desentralisasi, keterbukaan, dan tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, masyarakat perlu peran dalam pengelolaan sumber daya air. Jadi, yang lebih harus diutamakan adalah soal peran masyarakat di dalam pengelolaan air, bukan soal bagaimana rakyat menerima haknya atas air. Kedua pasal itu membuka peluang masyarakat yang seringkali diterjemahkan sebagai “sektor swasta” untuk melakukan pengelolaan air untuk kepentingankepentingan ekonomi semata. Ruang lingkup bisnis air yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 ini sangat luas, hampir … mencakup hampir semua potensi sumber daya air sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 2 menyatakan, “Air adalah semua air yang terdapat pada di atas ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, air laut yang berada di … dan air laut yang berada di darat.” Dalam hal pengelolaan sumber daya air, maka pemerintah melaksanakan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang hak menguasai negara memberi status ditentukannya hak guna air kepada pihak pengelola swasta, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 13, “Hak guna air adalah hak memperoleh, memakai, mengusahakan air 24
untuk berbagai keperluan. Hak guna pakai air adalah hak untuk memperoleh dan memakai air. Hak guna usaha air adalah hak untuk memperoleh dan mengusahakan air.” Dengan hak guna air, maka swasta mengelola sumber daya air … dapat mengelola sumber daya air untuk kepentingan-kepentingan komersial dan mungkin dapat diperjualbelikan pada tingkat harga perekonomian. Dengan demikian, maka negara tidak lagi memiliki tanggung jawab untuk menyediakan air bagi kebutuhan masyarakat secara terjangkau. Keberadaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 selanjutnya diperkuat di dalam Undang-Undang Penanaman Modal, yakni UndangUndang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dan di dalam Undang-Undang Penanaman Modal ditetapkan berbagai macam hak penguasaan tanah dalam bentuk hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai yang sama halnya dengan hak guna air. Selain itu, UU PM juga memberikan dasar penetapan sektor yang tertutup dan terbuka untuk penanaman modal asing. Dengan demikian, maka spirit daripada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 itu sama dengan UU PM atau diperkuat oleh UU PM, yakni komersialisasi kekayaan alam Indonesia melalui penanaman modal. Dengan mengacu pada UU PM, pemerintah telah mengeluarkan peraturan mengenai daftar negatif investasi atau daftar bidang usaha yang tertutup dan terbuka untuk penanaman modal. Di dalam daftar negatif investasi, yakni Perpres Nomor 36 Tahun 2010, pemerintah telah menetapkan bahwa pengusaan air minum dapat dikuasai hingga 95% oleh penanaman modal asing dan usaha di bidang pertanian yang tentu saja memiliki kaitan erat dengan air itu hingga 95% dapat dikuasai oleh penanaman modal asing. Demi … dengan demikian, maka Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 yang kemudian diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 yang kemudian diperkuat lagi oleh perpres tentang daftar negatif investasi, mempertegas bahwa yang dimaksud dengan peran swasta dalam pengelolaan sumber daya air itu adalah swasta asing karena 95% dapat dikuasai oleh asing. Kembali kepada konstitusi dan kepentingan nasional dan kesejahteraan rakyat. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 jika dilihat dalam perkembangan di beberapa waktu terakhir telah gagal memenuhi hak asasi Bangsa Indonesia atas air. Hal ini ditandai dengan berbagai macam bentuk krisis air yang melanda negeri ini yang kian mengkhawatirkan. Seiring dengan meningkatnya investasi dan penanaman modal dalam … dalam rangka pengerukan kekayaan alam yang menyebabkan kerusakan lingkungan yang luas dan kian parah, deforestasi, pencemaran telah menyebabkan krisis air meluas hingga wilayah-wilayah pedesaan, tidak hanya di perkotaan. Selain itu, tingginya arus urbanisasi ke perkotaan dan perkembangan populasi yang tidak terkendali menyebabkan berbanding 25
terbalik dengan ketersediaan air, yang selanjutnya menjadi sumber dari krisis di perkotaan. Publik telah menyimpulkan bahwa pemerintah telah gagal di dalam menyediakan … apa … air yang layak bagi rakyat. Padahal Indonesia merupakan salah satu negara dengan potensi hutan terluas di dunia setelah Brazil yang menyimpan cadangan air yang sangat besar. Indonesia memiliki kekayaan air berlimpah, namun air baru dimanfaatkan sekitar 25% dari penyediaan air baku, air irigasi, dan kebutuhan rumah tangga, perkotaan, dan industri. Selain itu, kebutuhan air untuk lahan irigasi seluas 7,2 juta hektare baru sekitar 11% yang ter ... terlayani. Ini data resmi dari pemerintah. Akibatnya sebagaian besar rakyat, yakni petani berpendapatan rendah semakin dimiskinkan. Salah satu penyebabnya adalah ongkos produksi pertanian yang disebab … yang disebabkan oleh kerusakan infrastruktur pengairan yang buruk, biaya sarana produksi yang tinggi, serta risiko pertanian yang besar akibat bencana alam, kekeringan, dan perubahan iklim. Petani harus membayar mahal sekali sekarang ini untuk kebutuhan irigasi mereka, mengingat irigasi memegang 80% daripada penggunaan sumber daya air di Indonesia. Strategi pemerintah dalam keamanan pangan nasional di mana ini sangat bergantung pada kemandirian dalam hal memproduksi sendiri menjadi sangat terganggu dengan … dengan ketidakjelasan di dalam u … urusan air di Indonesia. Perkembangan ekonomi pedesaan akan semakin buruk, upaya pengurangan kemiskinan tidak mungkin akan dapat tercapai dengan strategi semacam ini. Sementara di perkotaan, air telah menjadi barang yang sangat langka dan mahal. Saat ini akses … akses aman pelayanan air minum secara nasional baru mencapai 58,05%, sedangkan target sesuai dengan tujuan (suara tidak terdengar jelas) tahun 2015 adalah 68,87%. Sementara akibat privatisasi harga air di Indonesia sebagai contoh di Ibukota Jakarta disimpulkan oleh berbagai pihak sebagai yang termahal di dunia. Sumber-sumber mata air utama … sumber-sumber mata air utama dan perusahaan negara pengelola air perlahan-lahan jatuh ke tangan korporasi swasta sebagai imbas dari privatisasi air. Lebih jauh lagi, lahirnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tidak lagi memberikan penyelesaian terhadap krisis air yang terjadi di Indonesia. Undang-Undang ini justru memperparah tingkat krisis dan memperluas konflik perebutan sumber daya air di tengah-tengah masyarakat. Tidak jarang juga melahirkan konflik yang semakin terbuka antara masyarakat dengan swasta. Sekarang ini swasta semakin menunjukkan eksistensinya di dalam menguasai sumber air … sumber air di Indonesia. Melihat begitu kompleksnya masalah pengelolaan air di Indonesia dan semakin me … mengancam keberlangsungan produksi, 26
produktivitas, bahkan keberlangsungan hidup dan keselamatan rakyat, maka sepantasnya negara mengambil peran utama untuk melaksanakan kewajibannya di dalam mem … memenuhi hajat hidup orang banyak, yakni air. Peran negara tersebut adalah pelaksanaan konstitusi Indonesia yang secara jelas ditegaskan di dalam Pasal 33 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang menyatakan Pasal 1, “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara yang … dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Bumi … dan Pasal 3, bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.” Dengan demikian, maka seluruh sumber daya air mutlak berada di tangan negara. Negara mutlak membangun cabang produksi untuk mengelola air sebagaimana amanat konstitusi. Sementara pihak swasta yang hendak menggunakan air untuk berbagai kegiatan ekonomi mereka harus membeli air kepada negara melalui perusahaan negara. Pihak swasta tidak dapat menguasai atau memiliki sumber daya air karena itu akan sangat membahayakan bagi kepentingan umum. Sehingga, semangat keterlibatan masyarakat yang … yang saya garis bawahi tadi dan pengelolaan air melalui pemberian hak guna usaha adalah merupakan bentuk pelanggaran konstitusi. Semestinya, penguasaan air mutlak berada di tangan negara agar masyarakat … agar rakyat mendapat haknya secara layak atas air. Pemerintah sebagai perpanjangan tangan negara wajib mengelola air untuk memenuhi kebutuhan hidup rakyat secara gratis dalam rangka menopang produksi produktivitas kesejahteraan rakyat dan keselamatan kemanusiaan. Terima kasih, wassalamualaikum wr. wb. 19.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Keterangan tertulisnya, ketiga Ahli tolong diserahkan kepada Mahkamah (suara tidak terdengar jelas). Kemudian tadi melalui Kuasa Hukum, bisa minta diberikan daftar negative list tadi yang disampaikan, ya, tahun 2010. Kalau bisa, beberapa tahun terakhir itu kita melihat, 2011 kalau ada yang lain ... tadi yang disebut spesifik 2010, ya, tolong diserahkan nanti melalui Kuasa Hukum. Ini tidak akan kita buka pertanyaan karena kami harus sidang lagi untuk pengucapan putusan jam 14.00 WIB, jadi waktunya sangat mepet. Kepada Pemerintah, itu ada sepintas disampaikan dewan pengelola air, ya? Betul, ya? Dewan Pengelola Sumber Daya Air? Minta dihadirkan satu kali, ya, kita (...)
27
20.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Dewan Sumber Daya Air, Yang Mulia.
21.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Dewan Sumber Daya Air, ya. Jadi satu kali lagi kita sidang, kita mau dengar keterangan dari Dewan Sumber Daya Air. Ini diapakan air selama ini, ya, kita mau dengar secara pasti dari Dewan Sumber Daya Air ini, ya. Apakah Pemohon masih ada ahli atau saksi?
22.
KUASA HUKUM PEMOHON: SYAIFUL BAKHRI Cukup, Yang Mulia.
23.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Cukup. Dari Pemerintah apakah ada ahli dan saksi lagi?
24.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Nanti kami kirimkan melalui tertulis, Yang Mulia.
25.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Baik. Kalau memang ada, sekalian diajukan untuk sidang terakhir pada saat bersamaan kita mendengarkan dari keterangan dari Dewan Sumber Daya Air, ya.
26.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Tapi apa cukup, Yang Mulia, kalau misalnya ahli (...)
27.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Dibuka lagi kalau memang banyak, tidak apa-apa. Oh, belum pernah ajukan ahli, ya? Oh, ya, waduh saya ingat sudah. Oke, baik. Silakan saja diatur, nanti akan kita atur berapa orang, nanti Panitera yang akan menghubungi, ya. Saudara ajukan nama-nama ahli dan saksi dulu, termasuk tadi keterangan dari Dewan Sumber Daya Air. Baik, sidang selanjutnya akan dilaksanakan pada hari Rabu, 12 Februari 2014, pukul 11.00 WIB untuk mendengarkan keterangan DPR, ini belum ada juga, kemudian mendengarkan keterangan dari Dewan Sumber Daya Air, serta keterangan ahli dan saksi dari Pemerintah, ya.
28
Dengan demikian, sidang hari ini selesai dan sidang saya nyatakan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 13.12 WIB Jakarta, 29 Januari 2014 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
29