MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 28/PUU-XI/2013
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA PEMERIKSAAN PENDAHULUAN (I)
JAKARTA RABU, 20 MARET 2013
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 28/PUU-XI/2013 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian [Pasal 1 angka 1, Pasal 50 ayat (1), Pasal 55 ayat (1), Pasal 56 ayat (1) Pasal 66, Pasal 67, Pasal 68, Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71, Pasal 72, Pasal 73, Pasal 74, Pasal 75, Pasal 76, Pasal 77, Pasal 80, Pasal 82, dan Pasal 83] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Gabungan Koperasi Pegawai Republik Indonesia (GKPRI) Pusat Koperasi Unit Desa (PKSKUD) Pusat Koperasi Wanita Jawa Timur (PUSKOWANJATI) Koperasi An-Nisa Jawa Timur Pusat Koperasi BUEKA Assakinah Jawa Timur Gabungan KOperasi Susu Indonesia Agung Haryono Mulyono
ACARA Pemeriksaan Pendahuluan (I) Rabu, 20 Maret 2013, Pukul 13.40 – 14.21 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) M. Akil Mochtar 2) Hamdan Zoelva 3) Muhammad Alim Cholidin Nasir
(Ketua) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Alwi (GKPRI Provinsi Jawa Timur) Ahmad Muhaimin (Pusat Koperasi Unit Desa Jawa Timur) Sri Untari (Koperasi Wanita Jawa Timur) Yayuk Wahyuningsih (Koperasi An-nisa Jawa Timur) Muhammad Muslikan (Gabungan Koperasi Susu Indonesia) Agung Haryono Mulyono
B. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Aan Eko Widiarto 2. Iwan Permadi 3. Haru Permadi
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 13.40 WIB
1.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Sidang dalam Perkara Nomor 28/PUU-XI/2013 Pengujian UndangUndang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, saya nyatakan dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Saudara Pemohon, hari ini adalah sidang pertama untuk permohonan pengujian Saudara. Sebagaimana biasa di Mahkamah Konstitusi ini, sebelum dimulai saya persilakan dahulu diperkenalkan siapa yang hadir pada siang hari ini, silakan.
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: AAN EKO WIDIARTO Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Kami yang hadir dalam perkara ini, yang pertama dari Kuasa Hukum, saya sendiri Aan Eko Widiarto, di sebelah kanan … di sebelah kiri saya Dr. Iwan Permadi, dan di sebelah kanan saya, Bapak Haru Permadi. Kemudian, Para Pemohon atau Prinsipal yang hadir. Yang pertama adalah dari GKPRI Provinsi Jawa Timur diwakili oleh Bapak Alwi, ada di sebelah kanan. Kemudian, dari Pusat Koperasi Unit Desa (Puskud) Jawa Timur diwakili oleh Bapak H. Ahmad Muhaimin. Kemudian, dari Koperasi Wanita Jawa Timur diwakili Ibu Sri Untari. Kemudian, dari Koperasi An-nisa Jawa Timur diwakili oleh Ibu Yayuk. Lebih lanjut dari Gabungan Koperasi Susu Indonesia diwakili Bapak Muhammad Muslikan, ada di belakang. Kemudian, dari perorangan Bapak Agung Haryono, ada di belakang dan Bapak Mulyono juga dari belakang. Satu dari Ibu Eka Sakinah, belum bisa hadir pada siang hari ini.
3.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Yang Prinsipal masuk di dalam ruangan saja ... masuk di dalam ruang sidang.
4.
KUASA HUKUM PEMOHON: AAN EKO WIDIARTO Ya.
1
5.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Itu di pengunjung sidang di belakang masuk di ... depan saja.
6.
KUASA HUKUM PEMOHON: AAN EKO WIDIARTO Ada di sini.
7.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Yang lain siapa?
8.
KUASA HUKUM PEMOHON: AAN EKO WIDIARTO Yang ... ada di belakang … Pak Mulyono?
9.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Enggak tadi di luar, Saudara enggak lihat. Yang di belakang sana? Sudah pindah semua ya?
10.
KUASA HUKUM PEMOHON: AAN EKO WIDIARTO Sudah, Yang Mulia.
11.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Yang lain?
12.
KUASA HUKUM PEMOHON: AAN EKO WIDIARTO Yang lain adalah dari Gerakan Koperasi Jawa Timur, yang juga me-support dari permohonan ini.
13.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Oh.
14.
KUASA HUKUM PEMOHON: AAN EKO WIDIARTO Ya.
15.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Artinya bukan Prinsipal yang berperkara, ya? 2
16.
KUASA HUKUM PEMOHON: AAN EKO WIDIARTO Bukan. Kemudian, juga kami informasikan juga bahwa para calon ahli juga kami hadirkan pada (…)
17.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Nanti, nanti, Pak.
18.
KUASA HUKUM PEMOHON: AAN EKO WIDIARTO Ya, Pak, terima kasih … terima kasih.
19.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Ini kan baru pemeriksaan pendahuluan, ya.
20.
KUASA HUKUM PEMOHON: AAN EKO WIDIARTO Baik, terima kasih.
21.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Baik, silakan Saudara memberi penjelasan, sementara permohonan ini kan sudah kita baca ... apa namanya … pokok-pokok dari dalil-dalil permohonan Saudara, sehingga secara singkat kita dapat memahami sebenarnya apa yang menjadi keinginan dari Para Pemohon ini terhadap Undang-Undang Koperasi ini. Mungkin mulai dari apa … kalau kewenangan Mahkamah yalah, sudah pasti karena ini pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. Legal standing, mungkin Saudara perlu jelaskan. Kemudian pokok permohonannya, dalildalil pokoknya apa, yang Saudara anggap bertentangan, kemudian ya kesimpulan atau petitumnya. Silakan, secara singkat ya.
22.
KUASA HUKUM PEMOHON: AAN EKO WIDIARTO Baik, terima kasih, Yang Mulia. Ketua Majelis dan Bapak-Bapak Anggota Majelis. Yang pertama, untuk legal standing, kami di Para Pemohon yang mengajukan uji ini ada dua kategori. Yang pertama adalah badan hukum publik, eh ... maaf, badan hukum privat yaitu badan hukum koperasi. Kemudian, yang kedua adalah perorangan warga negara Indonesia. Lebih lanjut untuk posita, atau alasan-alasan permohonan dan untuk kerugiannya, dapat kami terangkan sebagai berikut.
3
Pasal 1 angka 1, Yang Mulia, tentang Perkoperasian yang memberikan definisi atau batasan tentang Koperasi, yang pada intinya dari ... dalam Pasal 1 angka 1 ini yang kami beratkan adalah makna dari definisi koperasi, yang merupakan badan hukum didirikan oleh orang perseorangan, ini kami anggap bertentangan dengan Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar, yang kemudian juga merugikan hak konstitusional Para Pemohon, untuk melakukan usaha bersama berdasar asas kekeluargaan. Bagaimana bentuk pertentangannya? Kami memahami bahwa Pasal 33 ayat (1) bahwa usaha bersama itu harus berdasar atas asas kekeluargaan, dengan adanya ketentuan Pasal 1 angka 1 yang menentukan bahwa koperasi didirikan oleh orang perseorangan, ini tidak tercermin adalah ... tidak tercermin adanya asas kekeluargaan itu. Kami memaknai asas kekeluargaan ini dari pembahasan Undang-Undang Dasar yang dimuat dalam bukunya Bapak A. Yamin, di sana disebutkan bahwa Pasal 33 ayat (1) itu pahami adalah kolektifisme. Dengan koperasi didirikan oleh orang perseorangan, maka tidak ada kolektifisme di sini. Yang ada adalah individu merekrut orang lain untuk membuat koperasi. Dan tentunya itu sangat jauh dari pendapat juga yang dikemukakan oleh Bung Hatta tentang Koperasi bahwa koperasi itu merupakan … merupakan kumpulan orang-orang untuk mengatasi masalah bersama, dipimpin dalam kepemilikian bersama oleh anggota-anggota untuk kepentingan bersama. Dengan adanya koperasi didirikan oleh orang perorangan, ini menyebabkan koperasi itu tidak lebihnya seperti badan usaha swasta. Ini yang kami pandang bertentangan dengan Pasal 33 ayat (1). Di dalam permohonan sebagaimana juga sudah mungkin dibaca oleh Yang Mulia, sudah kami uraikan beberapa pendapat ahli maupun dari perbandingan definisi koperasi di beberapa negara. Kami memandang Pasal 1 angka 1 ini sangat penting karena ini adalah jantungnya ketika membaca Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012, orang akan tahu apa itu koperasi adalah dari Pasal 1 angka 1. Kalau salah di dalam Pasal 1 angka 1, maka paradigma tentang berkoperasi juga akan salah. Maka dari itu ini yang menjadi hal yang sangat kami beratkan, Yang Mulia. Lebih lanjut adalah Pasal 50 ayat (1) di dalam undang-undang ini. Yang pada intinya mengatur bahwa pengawas bertugas mengusulkan calon pengurus. Kemudian yang berikutnya juncto Pasal 56 ayat (1), pengurus dipilih dan diangkat pada rapat anggota atas usul pengawas. Kesimpulannya adalah untuk seseorang bisa menjadi pengurus koperasi, mau tidak mau harus diusulkan oleh pengawas, tidak bisa seorang anggota koperasi menjadi pengurus koperasi kalau tidak melalui jalur pengusulan oleh pengawas. Nah, inilah juga menjadi sebuah keberatan. Koperasi yang dibangun atas dasar kolektifisme itu menjadi hilang. Seharusnya semua 4
anggota punya hak untuk menjadi pengurus tanpa harus batasan, untuk menjadi pengawas juga harusnya sama. Kalau konstruksi dari pengaturan undang-undang ini adalah sebagaimana seperti itu, maka pengawas akan mempunyai posisi lebih tinggi dari pengurus dan nanti dalam praktiknya pengawas yang pada pokok ... tugasnya adalah memberi pengawasan ... melakukan pengawasan akan terjadi ewo pakewuh dalam bahasa Jawa atau terjadi conflict interest karena pengurus itu sumbernya dari pengawas. Nah, inilah yang kemudian demokratisasi dalam koperasi yang sebagaimana diamanatkan juga oleh Bung Hatta tidak terjadi. Terjadi unfairness competition dalam tubuh koperasi dan itu akan jelas merusak jiwa koperasi dan jati diri koperasi itu sendiri. Kemudian, Yang Mulia, yang berikutnya adalah Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Perkoperasian, yang pada intinya pengurus dipilih dari orang perseorangan baik anggota maupun non anggota. Sekali lagi kami memahami bahwa asas kekeluargaan dalam Pasal 33 ayat (1), itu memandatkan bahwa bentuk perusahaan yang cocok dengan itu adalah koperasi, sebagaimana itu juga disebutkan oleh Bung Hatta maupun Ahmad Yamin. Nah, prinsip koperasi yang utama juga adalah dari, oleh, dan untuk anggota, ketika seorang anggota yang dari non anggota maaf, seorang non anggota bisa memungkinkan menjadi pengurus, maka yang terjadi adalah koperasi bisa jadi dipimpin oleh orang yang bukan keluarganya sendiri, “keluarga” bukan berarti nepotis tetapi ... bukan berarti kekeluargaan, tetapi keluarga dalam arti orang yang satu kepentingan ingin menyelesaikan masalah bersama dalam sebuah bentuk usaha namanya koperasi. Prinsip persaudaraan inilah yang tidak ada, sehingga nanti koperasi hanya dari dan untuk anggota, oleh anggota tidak ada. Ini yang kemudian dikhawatirkan oleh Bung Hatta juga, di dalam koperasi ada konstruksi seperti badan usaha umum yaitu ... atau badan usaha swasta, yaitu ada majikan dan buruh. Seharusnya di dalam koperasi semua adalah pemilik dan semua pemilik adalah pelanggan, jadi tidak ada strata antara buruh dan majikan. Kemudian, Yang Mulia, tentang konstruksi permodalan sebagaimana diatur di dalam Bab 7 Undang-Undang Perkoperasian, hal yang pokok dalam permodalan ini memang kami ingin kan ini menjadi satu permasalahan yang satu kesatuan pasal karena Bab 7 ini tidak dapat dipisahkan pasal per pasal, mengingat bahwa ini sangat immediate antar pasal per pasal itu sangat terkait. Di dalam bab permodalan ini yang pokok adalah diatur soal setoran pokok dan sertifikat modal koperasi, ini yang membedakan undang-undang ini dengan undang-undang sebelumnya. Kami memandang ketentuan permodalan ini bertentangan dengan Undang-
5
Undang Dasar 1945 sebagai batu uji kami, yaitu Pasal 28H ayat (1) ... maaf ... Pasal 28H ayat (4) dan Pasal 33 ayat (1). Yang pertama, dengan adanya skema pengaturan setoran pokok yang ada di dalam undang-undang a quo pasal ... Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012, maka seorang anggota yang kemudian masuk menjadi koperasi dan menyetorkan uang dalam bentuk setoran pokok, setoran pokok itu tidak boleh diambil apabila anggota yang masuk tersebut memutuskan diri untuk keluar dari koperasi. Ini satu persoalan yang kami lihat mungkin pembentuk undangundang memandang hal yang sepele, padahal bagi hajat hidup anggota koperasi yang ada tersebar di seluruh pelosok nusantara, yang terutama juga petani-petani kecil dan mereka yang berpenghasilan kecil, uang sebesar apa pun, satu sen pun, satu rupiah pun itu sangat berharga, apabila dia masuk menjadi anggota koperasi, kemudian nanti dia keluar uangnya itu tidak bisa diambil kembali, pertanyaannya apakah memang bisa hak milik itu dirampas secara sewenang-wenang sebagaimana seharusnya dilarang dalam Pasal 28H ayat (4) Undang-Undang Dasar. Kami membandingkan hal itu dengan DPT misalnya, Yang Mulia. Kalau seseorang membeli saham PT, kemudian ingin keluar dengan menjual sahamnya, tidak ada satu sen pun saham yang kemudian menjadi aset PT. Semuanya diserahkan. Tetapi kepada koperasi, kalau dia setor, setoran pokok itu masuk, kemudian dia keluar, tidak bisa diberikan. Tentunya ini akan lebih kejam daripada PT itu sendiri. Jadi, seharusnya dalam prinsip kekeluargaan semuanya itu bisa diatur dengan lebih baik, tidak hanya dihargai oleh uang. Tetapi persaudaraan dalam koperasi untuk memecahkan masalah bersama, itulah yang diinginkan. Sebagaimana amanat Pasal 33 ayat (1) UndangUndang Dasar Tahun 1945. Ini juga akan memberangus keswadayaan koperasi, Yang Mulia. Jadi, kalau seandainya nanti … karena memang undang-undang ini masih baru dan ini sebenarnya sangat potensial terjadi dan bahkan juga mungkin ada yang terjadi, nanti akan kami hadirkan saksi-saksi, kami memandang bahwa bagi koperasi sendiri ini juga merugikan. Kalau setoran pokoknya nanti kecil, otomatis koperasi tidak bisa jalan. Tapi kalau setorannya pok … pokoknya besar, otomatis orang akan takut masuk koperasi. Karena ketika dia keluar dari koperasi, uangnya tidak bisa diambil. Nah, seharusnya inilah yang secara wise pembentuk undang-undang memikirkan. Tapi karena sudah pembentuk undangundang tidak memikirkan, kami memohon kebijakan Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi. Lebih lanjut Pasal 78 ayat (2) Undang-Undang Perkoperasian. Yang pada intinya, koperasi dilarang membagikan kepada anggota surplus hasil usaha yang berasal dari transaksi dengan non anggota. Ini juga menjadi hal yang di luar akal bagi kami para pelaku koperasi. Kenapa? Karena prinsip dasar koperasi tadi yang kolektifisme, kalau 6
dapat hasil tentunya harus dibagikan kepada seluruh anggota. Mengapa ada undang-undang yang kemudian mengatakan bahwa hasil usaha yang berasal dari transaksi dengan non anggota dilarang dibagikan kepada anggota, memangnya koperasi untuk siapa? Koperasi apakah untuk anggota ataukah untuk non anggota? Mengapa tidak sekalian PT yang jelas bahwa keuntungan PT itu adalah hanya untuk pengurus PT itu sendiri, untuk Direksi PT, untuk Komisaris PT, tidak untuk konsumen? Tapi dalam koperasi, pemilik, pengawas, konsumen, itu adalah anggota koperasi. Seharusnya semuanya adalah satu tujuan dan kalau ada penghasilan, dibagi sama secara proporsional. Lebih lanjut, Yang Mulia. Pasal 80 Undang-Undang Perkoperasian disebutkan bahwa dalam hal terdapat defisit hasil usaha pada koperasi simpan-pinjam, anggota wajib menyetor tambahan sertifikat modal koperasi. Ini juga menjadi sebuah pertanyaan yang kami juga tidak bisa jawab dalam logika yang normal. Apalagi kalau dikaitkan dengan Pasal 28D ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 karena merugikan bagi Pemohon untuk mendapatkan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Kalau ada defisit, maka harus menyetor tambahan sertifikat modal. Sebuah badan hukum, koperasi dinyatakan sebagai badan hukum, tentunya pertanggungjawabannya adalah sebatas pada modal yang disetorkan, tidak sampai kepada harta pribadinya. Tapi kalau undang-undang menentukan seperti ini, devisit wajib menyetor. Artinya, dipaksa untuk membeli SMK, dipaksa untuk membeli sertifikat modal. Berarti dia harus merogoh kocek lagi akibat kesalahan, bisa jadi yang diakibatkan oleh pengurus. Yang itu harus ditanggung oleh anggota juga atau juga oleh memang kondisi masa resesi dan lain sebagainya. Nah, ini juga satu hal yang sungguh-sungguh akan mematikan koperasi itu sendiri selain dari pasal-pasal yang sudah kami argumentasikan sebelumnya, Yang Mulia. Kemudian, Yang Mulia. Terkait dengan Pasal 83 di UndangUndang Perkoperasian. Yang pada intinya di dalam pasal ini, koperasi diperintahkan untuk dipecah-pecah berdasarkan jenisnya. Koperasi dibagi menjadi empat. Koperasi konsumen, koperasi produsen, koperasi jasa, koperasi simpan-pinjam. Kami cari di dalam PT tidak ada PT yang dipecah-pecah seperti ini. BUMN juga tidak ada BUMN yang dipecahpecah seperti ini oleh undang-undangnya. Tetapi justru koperasi mau dimutilasi, mohon maaf Yang Mulia, seperti ini. Ini menunjukkan apakah memang politik hukum kita mau membunuh yang kecil-kecil untuk menghidupkan yang besar-besar. Jadi ketika koperasi hanya khusus … koperasi konsumen tidak boleh ekspansi usaha menjadi koperasi, jasa misalnya. Karena sebuah evolusi yang lambat maupun sebuah revolusi yang cepat dalam sebuah koperasi, tentunya sebuah keniscayaan baik mundur maupun maju. Tentunya kalau dibatasi oleh undang-undang seperti ini, orang tidak bisa berusaha berdasar atas usaha bersama dengan asas kekeluargaan sebagaimana 7
dijamin Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Memang pangkal utamanya kami menyadari ini adalah soal bagaimana mengatur Pasal 33 ayat (1) dalam sebuah badan hukum namanya koperasi. Yang Mulia, konsekuensi kerugian yang sangat jelas apabila satu koperasi harus dipecah-pecah dalam jenis koperasi seperti ini, itu oleh Pemohon dianggap sangat-sangat sulit walaupun dalam undang-undang diberi batasan 3 tahun. Misalnya kalau kami boleh paparkan agak lebar. KUD yang sekarang ini punya usaha atau jenis usaha yang banyak, dia juga melayani jasa, KUD juga melayani konsumen, KUD juga melayani simpan-pinjam. Kalau KUD yang eksis dengan berbagai usaha tersebut harus dipecah menjadi jenis koperasi, pertama implikasinya adalah bentuk badan hukumnya harus diubah. Yang kedua, asetnya harus dipecah. Memang kementerian mengatakan bahwa anggotanya bisa merangkap, tapi apakah sesederhana itu perangkapan itu? Apakah nanti tidak berdampak pada modal, dan aset, dan sebagainya? Itulah konsekuensi-konsekuensi yang bisa jadi koperasi nanti akan mati dalam proses perubahan atau transisi ini. Ini yang mohon kebijakan Yang Mulia Majelis Hakim dan ketika kami membaca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor Perkara 1/PUU/2003 terkait dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan, PMK, putusan Mahkamah ... maksud kami tentang Minyak dan Gas Bumi yang semuanya itu sebenarnya memberi tafsir kepada Pasal 33, kami berpendapat bahwa apa yang ada dalam undang-undang a quo bertentangan dengan konstitusi karena bidang perekonomian yang ini maunya dilepaskan. Jadi pada intinya kami memandang bahwa undangundang ini ingin mengganti onderdil koperasi menjadi onderdil badan usaha yang lain dan itu sudah jauh dari jati diri koperasi. Sebagai penutup, Yang Mulia, kami kemukakan beberapa petitum yang menjadi permohonan kami; 1. Mohon Yang Mulia menerima dan mengabulkan permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya. 2. Menyatakan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 atau setidak-tidaknya menyatakan pasal-pasal yang sudah kami sebutkan sebelumnya bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. 3. Menyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. 4. Memerintahkan untuk memuat putusan ini dalam berita negara. 5. Apabila Mahkamah berpendapat lain, mohon putusan yang seadiladilnya. Terima kasih, Yang Mulia.
8
23.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Baik ya. Selanjutnya, Saudara terhadap permohonan ini akan ada nasihat untuk beberapa hal yang berkaitan dengan permohonan yang sudah diajukan tersebut. Untuk itu saya persilakan Pak … Yang Mulia Pak Alim. Silakan, Pak.
24.
HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM Terima kasih, Pak Ketua. Saudara Pemohon, pertama-tama saya lihat di sini itu manusiawi sifatnya ada kesalahan-kesalahan tulis. Itu bisa diperbaiki, itu manusiawi sifatnya. Misalnya ada yang mesti diberi jarak, tapi dia dempet, itu enggak jadi masalah. Kemudian, di dalam menuliskan kata ayat di sini, saya lihat itu kalau Undang-Undang Dasar Tahun 1945 A-nya huruf besar, kalau undang-undang a-nya huruf kecil, sama-sama saja. Jadi ayat 1, ayat 2 itu huruf kecil saja huruf a-nya, enggak usah huruf besar. Di sini ada 8 Pemohon ya, di situ oleh yang pertama sampai dengan keenam itu dianggap sebagai badan hukum privat, dan yang ketujuh dan kedelapan itu sebagai perorangan, oke. Kesalahan tulis lain yang saya lihat di sini adalah kata asas, memang asas itu asalnya dari bahasa Arab artinya dasar, tetapi sudah menjadi Bahasa Indonesia, s biasa saja yang dipakai ya. Di dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 juga itu sudah diperbaiki sedemikian rupa, itu masalah penulisan, asas. Kemudian di halaman 8 angka 10 permohonan Anda ada hak konstitusional, enggak usah dihuruf besar itu, hak konstitusional huruf kecil saja. Itu lho baris kedua di angka 10 itu di halaman 8, oke. Kemudian kata asas dan kata ayat. Kemudian ada sedikit yang saya barangkali perlu diperhatikan oleh Pemohon di halaman 17 permohonan Anda, ini kan menyangkut Pasal 1 angka (1), ini kan titik berat Anda didirikan oleh orang perseorangan, artinya harus kelompoklah, orang-orang, tetapi bagaimana Anda menjelaskan nanti karena di dalam kalimat Undang-Undang ... apa ... Pasal … definisi Pasal 1 angka (1) itu ada para anggotanya, kan berarti tidak hanya 1 orang itu ya. Ada kata dengan pemisahan kekayaan para anggotanya, berarti kan tidak hanya 1 anggota sebagai modal untuk menjalankan usaha untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama. Jadi di situ tergambar juga ada kebersamaan, bagaimana Anda mengelaborasi itu sehingga jelas bagi Mahkamah Konstitusi apa yang Anda maksud. Karena di atas memang didirikan oleh orang perorangan, tetapi di bawah ada memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama, kan berarti kan bersama itu berarti minimal 2 oranglah atau 3 orang, jamaklah di situ. Kemudian ada juga para anggotanya, para anggotanya itu berarti tidak hanya 1 anggota. Anda bagaimana me … me … menjelaskannya itu dalam kaitannya sebagai Pasal 33 ayat (1) yang 9
Anda jadikan sebagai dasar pengujian, yaitu “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.” Itu harus … harus jelas betul itu. Kemudian, ini menyangkut petitum. Jadi, di sini petitum pertama itu Anda mengatakan menerima dan mengabulkan. Kalau sudah mengabulkan itu berarti sudah diterima dan terbukti. Jadi, tidak usah kata menerima. Boleh jadi diterima tapi tidak dikabulkan. Kalau dikabulkan, itu sudah termasuk menerima. Jadi, mengabulkan saja sudah cukup. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya, ibaratnya itu lho. Jadi, menerima itu misalnya begini, saya berikan contoh. Satu perkara permohonan banding tenggang waktunya tepat, yang membandingnya juga benar orangnya, ada kuasanya, dan lain-lain. Diterima di tingkat banding, tetapi tidak dikabulkan karena dikuatkan itu putusan pengadilan negeri berarti itu … jadi … jadi di sini kalau kata dikabulkan itu tercakup di dalamnya menerima, menerima dan terbukti. Jadi, nanti Anda bisa mengganti saja. Kemudian kalau di atas ini dikatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, pasal-pasal ini dikatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, di angka ketiganya itu dikatakan, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Di sini cuma tidak mempunyai kekuatan mengikat. Maksudnya itu kekuatan hukum mengikat, jadi kekuatan hukumnya tidak mengikat, ya. Oke. Lalu angka 4 itu sudah betul, angka 5 itu tidak usah angka 5 karena itu kan alternatif, pakai atau saja di situ. Atau apabila, jadi terus angka 5, atau apabila Mahkamah berpendapat lain, mohon putusan seadil-adilnya. Itu kan atau, tidak usah angka 5 karena angka 5 itu seolah-olah lanjutan dari atas, padahal ini tidak kan? Ya, ini kan kalau ini tidak diterima 1 sampai 4, monggo diputuskan dengan seadil-adilnya, kan gitu, jadi atau itu alternatif, enggak usah angka 5. Buat sementara, Pak Ketua, terima kasih. 25.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Pak Hamdan, saya persilakan, Pak.
26.
HAKIM ANGGOTA: HAMDAN ZOELVA Saudara Para Pemohon, saya mulai dari petitum. Ada sedikit salah ketik di angka 3 itu menyatakan-nya 2 kali, dihapus satunya ya. Di petitum Saudara ini, Saudara memohon alternatif. Pertama, memohon agar seluruh undang-undang ini dibatalkan. Itulah kira-kira. Atau kalau tidak, atau paling tidak pasal-pasal secara tertentu yang Saudara mohonkan. Nah, saya belum membaca posita tentang pembatalan seluruh undang-undang itu. Jadi, kalau Saudara hendak memohon seluruh 10
undang-undang ini bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, maka Saudara harus apa … menguraikan kerangka filosofis yang ada dalam undang-undang ini bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Jadi secara keseluruhan, kira-kira begitu. Jadi harus ada satu bagian tersendiri yang menguraikan bahwa … memang kalau setelah dibaca, seandainya ini Saudara melihat ini bertentangan, seluruh pasal-pasal dan kerangka filosofis yang dibangun dalam undang-undang ini ternyata menyimpang dari Undang-Undang Dasar Tahun 1945, maka harus dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Nah, itu harus diuraikan secara lengkap, harus diuraikan secara lengkap. Karena dengan dasar itulah maka seluruh undang-undang ini bisa dibatalkan, kalau memang alasan-alasan Saudara itu bisa dibenarkan secara konstitusional. Kemudian baru Saudara menguraikan pasal per pasal, sehingga sinkron dengan petitum. Jadi, posita dan petitumnya sinkron. Ini di bagian positanya hanya ayat pasal per pasal, memang Saudara minta banyak sekali ada 20 pasal di sini. Jadi seluruh bagian penting dari undang-undang mau disikat, begitu lho kira-kira. Ya, konsekuensinya kalau itu sudah disikat, enggak ada gunanya ini undangundang, jadi pincang. Daripada pincang lebih baik dibatalkan seluruhnya, kira-kira begitu lho logika yang hendak Saudara bangun, kira-kira begitu. Itu tidak salah, tapi lebih bagus lagi kalau kerangka filosofis yang umumnya diuraikan secara khusus, di samping pasal per pasal. Mungkin nanti pada akhirnya ternyata kerangka filosofis umumnya tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, maka Mahkamah akan melihat pasal per pasal yang terkait. Mungkin tidak seluruh pasal hanya 1, 2 pasal, mungkin saja 1 ayat. Jadi, itu anunya … cara membuat permohonannya begitu. Saya kira itu, terima kasih. 27.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Baik. Beberapa hal tadi itu menjadi catatan Saudara, ya dalam kerangka kewajiban Hakim memberikan nasihat berdasarkan ketentuan Undang-Undang MK ini dan dari saya sedikit saja. P Pemohon I sampai dengan Pemohon VI ini kan badan hukum privat ya, badan hukum privat tentu nanti pembuktiannya AD/ART-nya dilampirkan ya karena itu badan hukum privat. Dimana Pemohon I sampai dengan Pemohon VI ini, itu merasa hak konstitusionalnya itu terhalangi dengan ketentuan koperasi itu didirikan oleh orangperorangan, kan kira-kira gitu skemanya. Nah, yang berakibat pada pengutamaan kemakmuran orangperorangan ya, kemakmuran anggota dalam menjanta … dalam menjalankan koperasi, ya koperasinya tidak lagi mendasarkan pada asas kekeluargaan, itu kan argumentasinya untuk Pemohon I sampai dengan 11
Pemohon VI. Sedangkan Pemohon VII dan Pemohon VIII itu merasa dirugikan karena diberikan kewenangan kepada pengawas, kan gitu Pak, untuk mengusulkan calon pengurus yang nantinya dipilih menja … sebagai pengurus dalam rapat anggota, ya, dan hal itu menyebabkan hak setiap anggota untuk mengajukan diri sebagai calon pengurus koperasi terkurangi bahkan menjadi tidak ada. Kan itu legal standingnya. Nah oleh karena itu, itu Saudara uraikan ya kaitannya juga dengan putusan MK yang berkaitan dengan Pasal 51 Undang-Undang MK. Itu yang harus memenuhi lima syarat itu, ya. Kewenangan konstitusional Pemohon yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar itu, itu di mana hak itu tadi. Saudara menyebut batu uji di sini … sini, oke. Lalu hak atau kewenangan konstitusi tersebut oleh Pemohon dianggap dirugikan karena berlakunya undang-undang ini, kan begitu. Lalu ada hubungan … harus ada kerugian yang bersifat spesifik, ya, ya. Kewenangan itu yang kepada pemohon itu bersifat spesifik, khusus, aktual, dan setidak-tidaknya potensial. Berarti kerugian itu boleh potensi kan, boleh potensi tidak harus nyata ya, yang menurut penalaran yang wajar, pasti … dipastikan akan terjadi. Kemudian harus ada hubungan sebab-akibat juga antara kerugian itu, ya. Kalau kerugian itu ... apa namanya … yang dimohonkan pengujian itu, harus ada hubungan sebab dan akibat dari pasal ini. Kemudian dengan dikabulkannya permohonan itu … permohonan ini, maka kemungkinan kerugian atau potensi kerugian itu menjadi hilang. Itu harus dikonstruksikan kembali sedemikian rupa sesuai dengan argumentasi struktur daripada Pemohon I dan Pemohon IV … dan Pemohon VI, Pemohon VII, dan Pemohon VIII itu, gitu lho, Pak. Kan beda itu badan perorangan dan badan hukum karena Anda memakai dua jenis. Nah, itu dikonstruksikan kembali. Artinya, argumentasinya lebih di … diperkuatlah ya. Jadi yang kedua, Saudara menguji Pasal 1 angka 1, tapi tidak semua ya, sepanjang frasa tertentu kan? Tidak semua pasal 1 itu, yang Saudara keberatan itu tadi. Karena kaitannya tadi didirikan oleh perorangan atau badan hukum koperasi, kan gitu. Tapi di petitumnya, Anda kan minta batalkan semua itu Pasal 1. Tapi Anda keberatan frasa yang mengatakan mendirikan itu didirikan oleh orang per orang ya, atau badan hukum ya. Ini ... apa namanya … apa … memang sebaiknya itu tidak dibentuk oleh sekelompok orang atau anggota masyarakat, tetapi frasa didirikan oleh orang perorangan atau badan hukum itu juga dapat dilakukan karena sebenarnya anggota koperasi itu tetap pada akhirnya menjadi kelompok orang atau anggota masyarakat dengan tujuan pendirian dan menyejahterakan anggotanya. Sehingga tetap diartikan sebagai badan usaha bersama dalam konteks itu. Nah, tadi … tadi kan sudah di … di … diminta juga oleh Pak … Yang Mulia Pak Alim itu, bagaimana mengkonstruksikan itu kalau 12
memang sebagai sesuatu itu yang bertentangan dengan konstitusi. Lalu sebagian besar pasal-pasal yang diuji itu kan sebenarnya sifatnya sangat teknis, maksudnya norma-normanya itu bukan norma yang sifatnya umum, kecuali pasal yang terakhir tadi yang Pasal 80 sekian yang jenis koperasi. Tapi kalau misalnya soal pengangkatan, soal itu, harus Saudara jelaskan sifat-sifat yang teknis itu dalam … dalam menjalankan o … usaha koperasi itu yang merugikan kepentingan Pemohon dalam dua bentuk itu tadi, perorangan dan badan hukum karena itu sifatnya teknis. Nah karena teknis maksudnya ya, jadi kalau misalnya Pemohon … menurut Pemohon bahwa sistem apa tadi … badan pengawas itu kan Saudara memberikan argumentasi. Kalau misalnya tidak badan pengawas, apa sebenarnya menurut sistem koperasi itu, gitu lho. Jadi, misalnya pengurus itu yang mengusulkan siapa sebaiknya? Kalau dalam kontek keseharian yang sudah dijalankan oleh koperasi, apakah itu bermasalah? Kan mengusulkan pengurus itu siapa, oleh anggota? Kan, gitu. Nah, ini kok sekarang kan oleh badan pengawas, diambil alih kan kewenangannya itu, kan gitu, diambil alih oleh badan pengawas. Saudara kan enggak setuju dengan badan pengawas itu, kembali kepada konsep biasa, nah itu lebih konstitusional karena dari dan oleh anggota, kan, gitu, sebagai usaha bersama. Konsep-konsep itu kan harus bisa mematahkan argumentasi sehingga secara norma bukan konkrit, kan gitu. Secara norma, norma ini memang bertentangan dengan prinsip-prinsip yang dijamin oleh konstitusi yang menurut Saudara, ketika itu usaha bersama didistribusikan ke dalam peraturan yang lebih rendah dalam hal ini undang-undang ya itu tadi, dari dan oleh anggota, enggak bisa diwakili oleh kedaulatan itu oleh badan pengawas lagi, kan prinsip itu harus tergambar, ya. Jadi, tidak hanya kekhawatiran-kekhawatiran ... tadi saya lihat masih banyak mendengar khawatir, nanti ini jadi begini, khawatir nanti hilang ini, ya kan, bahkan kekhawatiran kita dalam rangka ini mempreteli kewenangan atau lebih memperkecil, kalau sudah kecil, dikecil lagi itu namanya bonsai, kan bosai lagi, kan, gitu misalnya, tapi khawatirkhawatir, nah. Itu ya yang argumentasi, petitum sebaiknya diperbaiki, ya. Memang Saudara harus alternatif kalau memang mau menyatakan seluruh undang-undang ini batal, ya filosofisnya bahwa prinsip dasar dari pembuatan undang-undang ini memang sudah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, rohnya, baru alternatifnya kalau tidak pasal-pasal ini dinyatakan bertentangan, kan gitu, Pak. Ya, jadi kalau misalnya ... ya, tentu konsekuensi Saudara tahulah, kalau seluruh undang-undang kan seluruh undang-undang batal, enggak berlaku. Tapi kalau pasal-pasalnya, nah itu nanti Saudara kaji, apakah memang seluruh pasal itu, misalnya saya katakan tadi Pasal 1, apakah memang itu sudah semuanya bertentangan dengan Undang-Undang 13
Dasar Tahun 1945? Apakah hanya frasa tertentu itu saja? Kalau frasa tertentu, maka Pasal 1 itu yang diminta kita tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat itu adalah frasanya saja, kan gitu, yang lain masih tetap berlaku supaya hidup tidak kosong. Kalau semua dibatalkan ada juga kesulitan, apakah semua norma dari undang-undang itu memang ... norma dari dalam pasal undang-undang ini memang seluruhnya bertentangan dengan Undang-Undang Dasar, ataukah memang hanya frasa tertentu itu yang mengakibatkan hilangnya, ya. Jadi itu soal pilihanlah, soal pilihan Saudara. Kan Saudara harus pikirkan dengan sifat dari Putusan MK ini yang berlaku untuk semua, kan gitu. Jadi kalau dibatalkan kosonglah, enggak ada lagi, ya. Saya kira itu saja, ya. Oh, masih ada tambahan, silakan, Pak Alim. 28.
HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM Terima kasih, Pak Ketua. Barang kali Pemohon ini ... cuma masukan. Itu kan di dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 itu kedaulatan berada di tangan rakyat, ya toh. Dilaksanakan oleh UndangUndang Dasar Tahun 1945, itu kedaulatan. Nah, kedaulatan di dalam koperasi ini yang setahu saya itu ada di RAT ya, Rapat Anggota Tahunan. Nah, lho kok ini diambil oleh pengawas, ibaratnya begitu. Kenapa kok mengambil alih, wong ini rapat anggota yang tertinggi, ibaratnya begitu. Itu mungkin Saudara bisa elaborasi ke dalamnya supaya lebih meyakinkan bahwa betul-betul ini kedaulatannya sudah diambil sebagaimana yang dikatakan oleh Pak Ketua tadi, ya. Kemudian karena seperti dikatakan oleh Pak Ketua tadi, ini adalah saran sifatnya, kami punya kewajiban untuk menyampaikan saran, nasihat. Bahwa Anda terima atau tidak, itu urusan Saudara. Andai kata tidak diterima, artinya tetap ini saja yang dia ... kita laporkan nanti ke ... dilaporkan oleh Panel ini kepada Pleno, itu terserah sepenuhnya kepada Anda. Mungkin ada baiknya mungkin bisa melihat-lihat contoh-contoh permohonan yang sudah lama, barangkali bisa dibanding-bandingkan. Terima kasih, Pak Ketua.
29.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Ya, jadi itu tadi tambahan ya, memang wajib bagi kita untuk menasihati semua Pemohon untuk memperbaiki permohonannya untuk kepentingan Pemohon bukan untuk kepentingan Hakimnya, kan gitu. Tapi hak Pemohon juga untuk tidak memperbaiki, gitu lho. Ya, memang begitu ketentuannya kenapa. Oleh sebab itu, Saudara diberi waktu 14 hari, kan begitu. Kalau ... paling lama itu, lebih cepat bisa. Kalau misalnya dalam tenggat waktu 14 hari Saudara tidak memperbaiki permohonan, maka permohonan yang 14
dipakai oleh Hakim untuk menyidangkan Perkara ini permohonan yang pertama ini, gitu saja, konsekuensinya ya paling tidak pikiran tadi sudah disampaikan, “Oh, begini lho, begini,” gitu. Jadi itu ... apa namanya ... kewajiban kita. Saya kira itu, ya. Tidak usah direspon, Saudara catat saja, kasih waktu 14 hari nanti segera diperbaiki, kalau nanti setelah itu kita akan buka sidang kedua untuk pemeriksaan Panel, setelah itu nanti baru Panel akan melaporkan di Rapat Pemusyawaratan Hakim, ya. Dan perbaikannya langsung di Kepaniteraan, ya, didaftarkan langsung, tidak dibuka persidangan. Saya kira cukup, ya. Saudara Para Pemohon, dengan demikian karena ini kami sidang harusnya sudah lewat lagi jam 14.00 ini, sekarang lagi musim Pilkada jadi agak padat. Dan Saudara-Saudara pun nanti susah parkirnya di sini. Dengan demikian sidang Perkara Nomor 28/PUU-XI/2013, saya nyatakan selesai dan sidang ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 14.21 WIB Jakarta, 20 Maret 2013 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d. Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
15