MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 96/PUU-XI/2013
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN PEMERINTAH DAN DPR (III)
JAKARTA RABU, 8 JANUARI 2014
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 96/PUU-XI/2013 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan [Pasal 59 ayat (7), Pasal 65 ayat (8), dan Pasal 66 ayat (4)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) ACARA Mendengarkan Keterangan Pemerintah dan DPR (III) Rabu, 8 Januari 2014, Pukul 11.12 – 12.17 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Hamdan Zoelva 2) Arief Hidayat 3) Anwar Usman 4) Patrialis Akbar 5) Ahmad Fadlil Sumadi 6) Maria Farida Indrati 7) Harjono 8) Muhammad Alim Achmad Edi Subiyanto
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti ii
Pihak yang Hadir: A. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Ibrahim Sumantri B. DPR: 1. Al Muzzammil Yusuf C. Pemerintah: 1. 2. 3. 4.
Mualimin Abdi Agus Hariadi Sunarno Budiman
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 11.12 WIB 1.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Sidang Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor 96/PUUXI/2013 saya buka dan dinyatakan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Pemohon, silakan perkenalkan diri dulu.
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: IBRAHIM SUMANTRI Terima kasih, Yang Mulia. Perkenankan, nama saya Ibrahim Sumantri selaku Kuasa Hukum dari Pemohon. Terima kasih, Yang Mulia.
3.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya. Dari DPR silakan, walaupun sudah dikenal.
4.
DPR: AL MUZZAMMIL YUSUF Terima kasih, Pak Ketua. Saya Al Muzzammil Yusuf, A.56 Komisi III DPR dan dalam hal ini mewakili DPR. Terima kasih.
5.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, baik, terima kasih. Dari yang mewakili Presiden?
6.
PEMERINTAH: AGUS HARIADI Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Selamat pagi, salam sejahtera untuk kita semua. Hadir dari Pemerintah mewakili Presiden. Saya sendiri Agus Hariadi, Kementerian Hukum dan HAM. Sebelah kiri saya, Bapak Mualimin Abdi dari Kementerian Hukum dan HAM. Sebelah kirinya lagi, Bapak Sunarno, Staf Ahli Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Bidang Hubungan Antar Lembaga, Beliau nanti sekaligus akan membacakan keterangan Presiden. Dan yang paling ujung, Bapak Budiman, Kepala Biro Hukum Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Di belakang juga hadir beberapa teman dari Kementerian Hukum dan HAM dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Terima kasih, Yang Mulia.
1
7.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Baik, terima kasih. Hari ini agenda sidang untuk mendengarkan keterangan dari DPR dan Presiden, ya. Saya persilakan lebih dulu dari DPR untuk menyampaikan keterangan DPR.
8.
DPR: AL MUZZAMMIL YUSUF Bismillahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr. wb. Keterangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atas Permohonan Uji Materi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Perkara Nomor 96/PUU-XI/2013. Kepada Yang Terhormat Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dan seluruh Hakim Konstitusi. Berdasarkan Keputusan Pimpinan DPR-RI Nomor 118/PIM/1/2013-2014, tanggal 16 Oktober 2013 telah menugaskan Anggota Komisi III DPR-RI sejumlah anggota dan pada kesempatan ini saya hadir, Drs. Al Muzzammil Yusuf, M.Si., Nomor Anggota A.56, dalam hal ini baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri bertindak untuk/dan atas nama DPR-RI yang selanjutnya disebut DPR. Sehubungan dengan Permohonan Pengujian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, selanjutnya disebut Undang-Undang Ketenagakerjaan yang diajukan oleh Sofjan Wanandi sebagai Ketua Umum APINDO dan Suryadi Sasmita sebagai Sekretaris APINDO, dalam hal ini diwakili Kuasa Hukum Dra. Endang Susilowati, S.H., M.H., dan kawan-kawan yang tergabung dalam Tim Advokat dari Kantor Hukum Ibrahim Sumantri, S.H. dan Rekan yang berdomisi di Ruko Graha Islamic Nomor 5E, Jalan Mawaddah, Islamic Kelapa Dua, Tangerang, yang selanjutnya disebut Para Pemohon. Dengan ini, DPR menyampaikan keterangan terhadap Pemohon Pengujian Undang-Undang Ketenagakerjaan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dalam Perkara Nomor 96/PUUXI/2013 sebagai berikut. Beberapa poin, kami mohon izin tidak akan membacakan. Kami langsung kepada inti permasalahan yang merupakan sikap DPR. Poin A dan Poin B kami lewatkan, Ketua. Poin C dan kita masuk Poin C.2. Pengujian atas ketenagakerjaan terhadap Permohonan Pengujian Undang-Undang Ketenagakerjaan yang diajukan oleh Para Pemohon, DPR menyampaikan keterangan sebagai berikut. Satu. Bahwa pembentukan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan merupakan salah satu upaya negara dalam mewujudkan tujuan nasional Bangsa Indonesia, sebagaimana
2
tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu: a. Melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. b. Memajukan kesejahteraan umum. c. Mencerdasakan kehidupan bangsa. Dan d. Ikut melaksanakan ketertiban dunia. Kedua. Bahwa untuk menjalankan amanat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 di Bidang Kesejahteraan Rakyat, Pemerintah bersama DPR membentuk Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan didasarkan pada pertimbangan bahwa pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk meningkatkan harkat, martabat, dan harga diri tenaga kerja, serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur, dan merata, baik material maupun spiritual. Pembangunan ketenagakerjaan harus diatur sedemikian rupa, sehingga terpenuhi hakhak dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja dan pekerja, buruh, serta pada saat yang bersamaan, dapat mewujudkan kondisi yang kondusif bagi pengembangan dunia usaha. Ketiga. Bahwa pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan. Keterkaitan itu tidak hanya dengan kepentingan tenaga kerja selama sebelum dan sesudah masa kerja, tetapi juga keterkaitan dengan kepentingan pengusaha, pemerintah, dan masyarakat. Untuk itu, diperlukan pengaturan yang menyeluruh dan komprehensif, antara lain mencakup pengembangan sumber daya manusia, peningkatan produktivitas dan daya saing tenaga kerja Indonesia, upaya perluasan kesempatan kerja, pelayanan penempatan tenaga kerja, dan pembinaan hubungan industrial. Pembinaan hubungan industrial sebagai bagian dari pembangunan ketenagakerjaan, harus diarahkan untuk terus mewujudkan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan. Keempat. Bahwa untuk kepentingan dunia usaha, Undang-Undang Ketenagakerjaan mengatur jenis-jenis pekerjaan tertentu yang hanya dapat dikerjakan oleh pekerja dengan perjanjian kerja waktu tertentu, sebagaimana diatur dalam Pasal 59 Undang-Undang Ketenagakerjaan dan juga mengatur penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pengerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh, diatur dalam Pasal 65 dan Pasal 66 Undang-Undang Ketenagakerjaan. Kelima. Bahwa untuk mewujudkan hubungan yang harmonis dan berkeadilan antara kepentingan pekerja dengan kepentingan dunia usaha, maka dalam Pasal 59, Pasal 65, dan Pasal 66, Undang-Undang 3
Ketenagakerjaan telah mengatur persyaratan-persyaratan, dan pembatalan yang sangat tegas mengenai pekerjaan tertentu yang hanya dapat dikerjakan oleh pekerja dengan sistem perjanjian kerja waktu tertentu, dan persyaratan-persyaratan mengenai penyerahan sebagian … sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya, melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang bertujuan untuk melindungi kepentingan pekerja. Keenam, untuk memberikan perlindungan kepada pekerja, Pasal 59 Undang-Undang Ketenagakerjaan melarang secara tegas untuk mempekerjakan pekerja dengan sistem perjanjian kerja waktu tertentu terhadap jenis pekerjaan yang sifatnya tetap dan merupakan bagian dari pokok kegiatan perusahaan. Selain itu, terdapat juga pembatasan waktu bahwa perjanjian kerja waktu tertentu, paling lama tiga tahun. Apabila kedua hal tersebut dilanggar, maka berdasarkan ketentuan Pasal 59 ayat (7) UndangUndang Ketenagakerjaan, perjanjian kerja waktu tertentu demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu. Hal tersebut adalah demi memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi pekerja maupun dunia usaha agar benar-benar memerhatikan persyaratan yang telah ditentukan. Ketujuh, hubungan kerja antara buruh/pekerja dengan perusahaan pemberi kerja yang melaksanakan pekerjaan tertentu, sebagaimana diatur dalam Pasal 59 undang-undang a quo, mendapat perlindungan kerja dan syarat-syarat yang sama dengan perlindungan kerja, dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan, atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kedelapan. Berdasarkan uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa jika ditinjau dari jangka waktu perjanjian kerja, dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tertentu dan perjanjian kerja yang tidak dibatasi oleh jangka waktu tertentu. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu, lazimnya disebut pekerja kontrak. Berdasarkan Pasal 59 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, serta ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), dan ayat (8) undang-undang a quo, kesepakatan yang dibuat untuk perjanjian kerja waktu tertentu adalah hanya untuk pekerjaan yang mempunyai sifat, jenis, dan kegiatan akan selesai dalam waktu tertentu. Kesembilan. Mengingat materi muatan Pasal 59, dimohonkan pengujian dengan Register Perkara Nomor 12/PUU-I/2003 dan Perkara Nomor 27/PUU-IX/2011 berdasarkan Pasal 60 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi terhadap materi muatan, ayat, pasal, dan/atau bagian dalam undang-undang yang telah diuji, tidak dapat dimohonkan pengujian kembali, nebis in idem. Kesepuluh. Bahwa demikian juga hal … dalam hal perumusan Pasal 65 dan Pasal 66 Undang-Undang Ketenagakerjaan, DPR berpendapat, perumusan ketentuan Pasal 65 dan Pasal 66 Undang4
Undang Ketenagakerjaan memiliki legal ratio yang sama dengan rumusan Pasal 59 Undang-Undang Ketenagakerjaan. Oleh karenanya, dalil-dalil yang dikemukakan untuk perumusan ketentuan Pasal 59 Undang-Undang Ketenagakerjaan, sebagaimana diuraikan di atas, mutatis mutandis sama dengan untuk perumusan ketentuan Pasal 65 dan 66 Undang-Undang Ketenagakerjaan. Kesebelas. Bahwa rumusan Pasal 65 undang-undang a quo memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh dengan menetapkan syarat-syarat yang dimaksudkan, memberikan perlindungan bagi pekerja/buruh. Penetapan syarat-syarat dimaksud, akan menjamin bahwa perlindungan pekerja/buruh yang bekerja pada perjanjian pemborongan, tidak akan menerima hak yang lebih rendah dari mereka yang bukan bekerja berdasarkan perjanjian pemborongan. Kedua belas. Selanjutnya dalam rumusan Pasal 66 UndangUndang Ketenagakerjaan, secara tegas mengatur tentang jenis-jenis pekerjaan, yang dapat diserahkan melalui perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh, yaitu dibatasi hanya untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. Mekanisme tersebut di atas dalam hubungan kerja dilakukan dengan menghormati hak dan kewajiban masing-masing pihak yang saling menguntungkan. Bahwasanya perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh mendapatkan hasil adalah sesuatu yang wajar sebagai konsekuensi badan hukum yang mengelola jasa tersebut atau management fee. Ketiga belas. Bahwa DPR berpendapat bahwa frasa demi hukum dalam Pasal 59 ayat (7), Pasal 65 ayat (8) dan Pasal 66 ayat (4) UndangUndang Ketenagakerjaan adalah untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum, baik bagi pekerja maupun dunia usaha agar para pihak benar-benar memerhatikan persyaratan yang telah ditentukan dalam Pasal 59, Pasal 65, dan Pasal 66 Undang-Undang Ketenagakerjaan. Oleh karenanya, tidak bertentangan dengan Pasal 28C ayat (2), dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Demikian keterangan DPR-RI, kami sampaikan untuk menjadi bahan pertimbangan bagi Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, memutus, dan mengadili perkara a quo dan dapat memberikan putusan sebagai berikut. 1. Menyatakan Pasal 59 ayat (7), Pasal 65 ayat (8), dan Pasal 66 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Menyatakan Pasal 59 ayat (7), Pasal 65 ayat (8), dan Pasal 66 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat. Demikian keterangan DPR, wassalamualaikum wr. wb.
5
9.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, yang mewakili Presiden, silakan.
10.
PEMERINTAH: SUNARNO Bismillahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr. wb. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Yang bertanda tangan di bawah ini: 1. Amir Syamsuddin Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. 2. H. A. Muhaimin Iskandar, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Presiden Republik Indonesia, baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri, yang dalam hal ini disebut sebagai Pemerintah. Khusus dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, memberikan Kuasa kepada saya, Sunarno, Staf Ahli Menteri Bidang Hubungan Antar Negara … Antar Lembaga, berdasarkan Surat Perintah Nomor SP 224/Men/SCHK/12/2013, tertanggal 31 Desember 2013. Kami lanjutkan, perkenankan Pemerintah menyampaikan keterangan, baik lisan maupun tertulis, yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak terpisahkan, atas permohonan Pengujian UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan untuk selanjutnya disebut Undang-Undang Ketenagakerjaan, yang dimohonkan oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) yang diwakil oleh Sofjan Wanandi dan Suryadi Sasmita selaku Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal APINDO, yang memberikan Kuasa kepada Dra. Endang Susilowati, S.H., M.H., dan Ibrahim Sumantri, S.H., M.Kn., yang untuk selanjutnya disebut Pemohon, sesuai perbaikan permohonan register … registrasi di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Nomor 96/PUU-XI/2013, tanggal 9 Desember 2013. Selanjutnya, perkenankanlah Pemerintah menyampaikan keterangan atas Pengujian Undang-Undang Ketenagakerjaan, sebagai berikut. Mengenai pokok permohonan Pemohon dan kedudukan hukum (legal standing) Pemohon, kami telah tuliskan di sini, namun tidak akan kami bacakan, kami serahkan nanti kepada Yang Mulia. Yang berikutnya adalah penjelasan Pemerintah terhadap materi yang dimohonkan oleh Pemohon. Sebelum Pemerintah memberikan penjelasan terhadap materi yang dimohonkan oleh Pemohon, Pemerintah akan menyampaikan halhal sebagai berikut. Pertama, terhadap materi ketentuan Pasal 59, Pasal 65, dan Pasal 66 Undang-Undang Ketenagakerjaan, sesungguhnya telah diperiksa, diadili, dan diputus oleh Mahkamah Konstitusi dalam dua putusan, yaitu Putusan Nomor 12/PUU-I/2003 dan Putusan Nomor 27/PUU-IX/2011. 6
Sesuai ketentuan Pasal 60 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011. Bahwa terhadap materi muatan bagian pasal maupun ayat undang-undang yang pernah dimohonkan untuk diuji, tidak dapat diajukan permohonan kembali, nebis in idem. Walaupun sebagaimana ditentukan dalam ketentuan Pasal 42 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pedoman Beracara dalam pengujian undang-undang yang menyatakan bahwa terhadap materi muatan norma yang pernah dimohonkan untuk diuji dapat dimohonkan pengujian kembali, asalkan permohonannya menggunakan batu uji pasal-pasal dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbeda dengan permohonan sebelumnya. Menurut Pemerintah, permohonan pengujian yang dimohonkan oleh Pemohon saat ini, yaitu APINDO, seolah-olah memiliki alasan kerugian konstitusional yang berbeda dengan permohonan terdahulu. Juga batu uji dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dijadikan alasan oleh Pemohon dibuat berbeda. Namun demikian, pada dasarnya memiliki kesamaan maksud dan tujuan dengan permohonan terdahulu. Dalam hal ini, pertimbangan dan pendapat Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 27/PUUIX/2011. Kedua. Terhadap anggapan Pemohon yang menyatakan ketentuan frasa demi hukum yang terdapat dalam Pasal 59 ayat (7) UndangUndang Ketenagakerjaan dianggap tidak memberikan kepastian hukum dan jaminan keadilan bagi anggota Pemohon karena menimbulkan pemahaman yang berbeda antara Pemerintah, pengusaha, dan buruh, sehingga bertentangan dengan Pasal 24 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemerintah memberikan penjelasan sebagai berikut. A. Bahwa jenis perjanjian kerja dalam hubungan kerja ada dua macam, yaitu perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tertentu (PKWT) dan perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tidak tertentu (PKWTT). Bahwa PKWT hanya dapat dibuat, diperjanjikan untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yakni: satu, pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya. Kedua, pekerjaan yang diperkirakan dapat diselesaikan dalam waktu yang tidak terlalu lama dengan paling lama tiga tahun. Ketiga, pekerjaan yang bersifat musiman. Empat, pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan, dan bersifat tidak tetap. Ini ada dalam uraian Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan. C. Bahwa PKWT tidak dapat diperjanjikan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. Yang dimaksud dengan pekerjaan yang bersifat tetap adalah pekerjaan yang sifatnya terus-menerus, tidak terputus-putus, 7
tidak dibatasi waktu, dan merupakan bagian dari suatu proses produksi dalam satu perusahaan atau pekerjaan yang bukan musiman. Ini ada di dalam Pasal 59 ayat (2) dan penjelasannya dari Undang-Undang Ketenagakerjaan. D. Bahwa PKWT yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan perjanjian untuk paling lama 2 tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 tahun, sesuai ketentuan Pasal 59 ayat (4) UndangUndang Ketenagakerjaan. E. Bahwa pengusaha yang bermaksud memperpanjang PKWT tersebut, paling lama tujuh hari sebelum PKWT berakhir, telah memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pekerja buruh yang bersangkutan. Berdasarkan ketentuan Pasal 59 ayat (5) Undang-Undang Ketenagakerjaan. Selanjutnya bahwa pembaruan PKWT hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 hari berakhirnya PKWT yang lama. Pembaruan PKWT ini hanya boleh dilakukan satu kali dan paling lama dua tahun. Dengan demikian, menurut Pemerintah, dalam memahami ketentuan yang dimohonkan untuk diuji tidak diartikan secara sepotong-sepotong atau parsial, tetapi harus secara runtut memaknai ketentuan tersebut secara lengkap atau komperhensif. Bahwa perjanjian kerja yang dibuat antara pengusaha dengan pekerja/buruh adalah merupakan suatu perjanjian yang harus memenuhi syarat-syarat ketentuan dalam Pasal 59 Undang-Undang Ketenagakerjaan dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, khususnya Pasal 1320 juncto Pasal 1338. Bahwa syarat sah perjanjian, termasuk perjanjian kerja sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata adalah: a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. c. Adanya hal tertentu. Dan d. Suatu sebab yang halal. Bahwa tidak terpenuhinya syarat sahnya perjanjian sebagaimana dimaksud pada huruf A dan huruf B, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Sedangkan tidak terpenuhinya syarat huruf C dan D, maka perjanjian tersebut batal demi hukum (null and void). Bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian, termasuk perjanjian kerja adalah adanya kausa atau sebab yang halal. Suatu sebab atau kausa adalah terlarang apabila dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum, ini berdasarkan ketentuan Pasal 1337 KUH Perdata. Dengan demikian, apabila pengusaha membuat perjanjian, termasuk perjanjian kerja yang tidak memenuhi suatu sebab yang halal atau melanggar peraturan perundang-undangan, maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Dalam kaitan ini, jika pengusaha tersebut juga melanggar ketentuan Pasal 59 ayat (1) atau ayat (2), ayat (4), ayat 8
(5), dan ayat (6), maka Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) tersebut batal demi hukum dan dengan sendirinya, demi hukum berubah menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, menurut Pemerintah ketentuan Pasal 59 ayat (7) Undang-Undang Ketenagakerjaan, khususnya frasa demi hukum justru untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi pekerja buruh maupun pengusaha itu sendiri. Karena itu, menurut Pemerintah tidak diperlukan lagi pembuktian dan putusan pengadilan. Dengan perkataan lain, jika Pemohon ingin terhindar dari ketentuan Pasal 59 ayat (7) Undang-Undang Ketenagakerjaan, maka menurut Pemerintah, Pemohon wajib mematuhi dan malaksanakan ketentuan Pasal 59 Undang-Undang Ketenagakerjaan, khususnya ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6). Bahwa terhadap anggapan Pemohon yang menyatakan frasa demi hukum yang terdapat pada Pasal 65 ayat (8) Undang-Undang Ketenagakerjaan dianggap tidak memberikan kepastian hukum dan jaminan keadilan bagi anggota Pemohon karena menimbulkan pemahaman yang berbeda antara pemerintah, pengusaha, dan buruh, sehingga perlu diberikan suatu persyaratan atau makna tersendiri, yakni setelah ada putusan pengadilan hubungan industrial, maka pemerintah memberi penjelasan sebagai berikut: Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 65 ayat (2) Undang-Undang Ketenagakerjaan, perkerjaan, dalam hal ini perkerjaan penunjang yang dapat diserahkan oleh perusahaan pemberi perkejaan kepada perusahaan lain, dalam hal ini perusahaan penerima pemborongan, itu harus memenuhi syarat: a. Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama. b. Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan. c. Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan. Dan d. Tidak menghambat proses produksi secara langsung. Ini ada pada ketentuan Pasal 65 ayat (2) Undang-Undang Ketenagakerjaan. Bahwa perusahaan lain, dalam hal ini perusahaan penerima pemborongan, haruslah berbentuk badan hukum, berdasarkan ketentuan Pasal 65 ayat (3) Undang-Undang Ketenagakerjaan. Apabila ketentuan tersebut di atas dilanggar, hubungan kerja antara pekerja buruh dengan perusahaan penerima pemborongan, demi hukum beralih kepada perusahaan pemberi pekerjaan. Dengan perkataan lain, apabila syarat pekerjaan yang diserahkan dan syarat status hukum perusahaannya tidak memenuhi ketentuan, maka demi hukum status hubungan kerja antara pekerja buruh dengan perusahaan penerima pemborongan beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja buruh dengan
9
perusahaan pemberi pekerjaan dan tidak diperlukan pembuktian dan putusan pengadilan. Selanjutnya, terhadap anggapan Pemohon yang menyatakan frasa demi hukum yang terhadap … yang terdapat pada ketentuan Pasal 66 ayat (4) Undang-Undang Ketenagakerjaan dianggap tidak memberikan kepastian hukum dan jaminan keadilan bagi anggota Pemohon karena menimbulkan pemahaman yang berbeda antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja buruh, maka Pemerintah memberi penjelasan sebagai berikut. Bahwa pekerja buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja buruh tidak boleh digunakan untuk pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau core business atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi. Bahwa yang dimaksud dengan kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi adalah kegiatan yang berhubungan di luar usaha pokok atau di luar core business suatu perusahaan. Bahwa perusahaan penyedia jasa pekerja buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi harus memenuhi syarat, antara lain sebagai berikut. a. Adanya hubungan kerja antara pekerja buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja buruh. b. Perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud Pasal 59 dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak. c. Perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja buruh dan perusahaan lain yang bertindak sebagai perusahaan penyedia jasa pekerja buruh dibuat secara tertulis dan wajib memenuhi pasal-pasal sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Dalam hal ketentuan sebagaimana tersebut di atas tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja antara pekerja buruh dengan perusahaan penyedia jasa pekerja buruh beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja atau buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan. Dengan perkataan lain, apabila mempekerjakan pekerja buruh bukan pada pekerjaan jasa penunjang dan perusahaan penyedia jasa pekerja buruh tidak memenuhi syarat dan ketentuan mengenai perjanjian kerja, serta ketentuan mengenai penyediaan jasa pekerja buruh sebagaimana tersebut di atas, maka demi hukum status hubungan kerja antara pekerja buruh dengan perusahaan penyedia jasa pekerja buruh beralih hubungan kerja menjadi hubungan kerja antara pekerja buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan atau perusahaan
10
pengguna jasa pekerja buruh, sehingga tidak diperlukan pembuktian dan putusan pengadilan. Dengan demikian, Pemerintah berkesimpulan. Pertama bahwa frasa demi hukum yang terdapat dalam Ketentuan Pasal 59 ayat (7), Pasal 65 ayat (8), dan Pasal 66 ayat (4), justru dalam rangka memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi pekerja buruh maupun pengusaha. Yang kedua, pasal-pasal dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya Pasal 24 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) yang dijadikan batu uji oleh Pemohon adalah tidak tepat dan tidak relevan dan terkesan dipaksakan. Yang ketiga, apabila frasa tersebut dikabulkan atau dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, justru dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan bagi para pekerja buruh dan pengusaha itu sendiri. Terakhir, sampai pada petitum. Bahwa berdasarkan penjelasan tersebut di atas, Pemerintah memohon kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang memeriksa, memutus, dan mengadili permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dapat memberikan putusan sebagai berikut. 1. Menolak permohonan pengujian Pemohon seluruhnya atau setidaktidaknya menyatakan permohonan pengujian Pemohon tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard). 2. Menerima keterangan pemerintah secara keseluruhan. 3. Menyatakan Ketentuan Pasal 59 ayat (7), Pasal 65 ayat (8), Pasal 66 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak bertentangan dengan Pasal 24 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), serta Pasal 28C ayat (2) dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Atas perhatian Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi diucapkan terima kasih. Jakarta, 8 Januari 2014, Kuasa Hukum Presiden Republik Indonesia. Wassalamualaikum wr. wb. 11.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, ada permintaan klarifikasi dari Majelis, silakan.
12.
HAKIM ANGGOTA: HARJONO Saya bertanya kepada Pemerintah ini karena sangat paham bagaimana undang-undang ini pertanyaan saya masih sangat-sangat mendasar … saja sebenarnya, yaitu mengenai Pasal 59, terutama
Pemerintah tentu dibuat. Mungkin sangat sederhana ayat (5) dan ayat 11
(6). Tapi sebelum itu, kalau saya baca ayat (7)-nya kan begini, tadi yang dimasalahkan oleh Pemohon. “Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana yang dimaksud ayat (1).” Persoalannya adalah kenapa ada perjanjian kerja yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1)? Kenapa tidak dikatakan perjanjian kerja tertentu, itu tidak boleh lain kecuali syaratnya ada di ayat (1)? Heran, kok dikatakan tidak memenuhi ketentuan? Sebetulnya yang ada di syarat … di ayat (1) itu adalah syarat-syarat yang kemudian itu boleh atau harus baru diperbolehkan ada perjanjian kerja untuk waktu tertentu. Lah, kalau demikian, kalau bunyinya seperti ini, berarti dibuka kemungkinan ya, ada perjanjian kerja yang secara formil namanya perjanjian kerja, tapi sebetulnya bukan perjanjian kerja gitu. Kenapa itu tidak dikatakan syaratnya saja untuk perjanjian kerja dalam waktu tertentu? Itu dalam hal persoalan penyusunannya. Kemudian ayat (2), ini ayat (2) itu kan begini, “Bukan kambing,” artinya begini, kalau kambing itu bukan lembu. Nah, begitu. Karena ayat (2)-nya, perjanjian kerja untuk (suara tidak terdengar jelas) tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. Memang yang tidak bersifat tetap itu namanya adalah untuk waktu tertentu. Ini dikatakan bahwa kambing itu bukan lembu, kan begitu. Kenapa ada pasal-pasal yang kemudian keluarnya seperti ini? Apa itu yang sebenarnya di balik itu? Yang berikutnya adalah ayat (5). Ayat (5) itu bunyinya begini, “Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu tersebut paling lama tujuh hari sebelum perjanjian tersebut tertentu berakhir telah memberi tahu maksudnya kepada … secara tertulis.” Paling lama itu kaitannya ke mana? Paling lama diberitahukan tujuh hari sebelum berakhirnya perjanjian. Kalau itu diberitahukan lima hari sebelum perjanjian itu berakhir, itu mas … masih dalam tenggang waktu paling lama tujuh hari sebelum berakhir atau itu sudah melewati tujuh hari sebelum berakhir? Jadi, paling lamanya ini mengikat … mengikut ke mana kalau titik poinnya adalah perjanjian berakhir, katakan perjanjian berakhir itu sekarang. Paling lama tujuh hari sebelumnya, berarti paling lama seminggu, kata lain tujuh hari. Ya, kalau kemudian itu lima hari, itu masuk klasifikasi mana? Apa itu melanggar paling lama itu? Karena lima hari itu tidak paling lama, tidak termasuk tidak sampai tujuh hari, lima hari itu kalau dikaitkan dengan berakhirnya itu. Lima hari itu tidak … tidak melebihi tujuh, dihitung dari berakhirnya itu. Itu baru pemberitahuannya. Terus yang terakhir, yang enamnya, “Perjanjian pembaruan perjanjian sesuai waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu tiga puluh hari berakhirnya perjanjian itu.” 12
Kalau begitu, pembaruan itu tidak boleh dilakukan seminggu. Jadi artinya apa? Tiga puluh hari setelah tiga puluh hari, malah berlarut-larut. Setelah tiga puluh hari itu berapa, enggak ada batasnya. Kalau bunyinya, “Perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang tiga puluh hari.” Dari apa? Berakhirnya masa perjanjian kerja yang lama. Kalau masa berakhirnya masa kerja perjanjian yang lama sekarang, maka besok saya melakukan perjanjian pembaruan, itu ndak boleh, harus lewat tiga puluh hari dulu. Lewat tiga puluh hari itu sampai kapan? Unlimited, setahun kemudian juga boleh lewat tiga puluh hari. Kalau begitu, jaminan hukumnya pada buruh itu di mana ini? Padahal ini dimaksudkan untuk melindungi pada buruh. Jadi, tolong ini. Karena di belakang itu perjanjian anu … penjelasannya telah jelas … telah jelas. Lalu, apakah PP-nya itu kemudian menafsirkan lain dari apa yang ada pada pasal ini? Terima kasih. 13.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Saya sedikit. Ini masalah yang praktik, ya. Selama ini mengenai kasus sengketa seperti ini, ada enggak setelah tripartit, kemudian sampai ke pengadilan? Atau hanya sampai tripartit, kemudian Dinas Tenaga Kerja langsung membuat keputusan seperti setengah peradilan? Coba berikan penjelasan, ini praktiknya bagaimana? Ya, silakan.
14.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Terima kasih, Yang Mulia. Yang Mulia, karena pertanyaannya lumayan banyak, kami Pemerintah akan memberikan statement sedikit saja, tapi nanti yang lebih lengkap akan kami jawab secara tertulis. Kawan-kawan Disnaker, silakan.
15.
PEMERINTAH: SUNARNO Terima kasih, Yang Mulia. Izinkan kami secara singkat menyampaikan klarifikasi atau penjelasan singkat, nanti insya Allah kami lakukan secara tertulis. Bahwa, Yang Mulia Hakim Harjono mempertanyakan terkait dengan keberadaan atau substansi Pasal 59, baik itu ayat (1), ayat (2), maupun ayat (6). Izinkan bahwa filosofinya dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan itu adalah memaknai suatu fakta yang ada, pekerjaan itu ada yang sifatnya sementara dan ada yang sifatnya tetap. Oleh karena itu, di dalam kerangka perlindungan kepada pekerja buruh, pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya sementara, itu juga secara gamblang terang di dalam ayat (1) sebenarnya dikatakan dalam 13
kerangka perjanjian kerja untuk waktu tertentu, ini bukan waktu yang tidak tertentu, artinya juga sementara, hanya dibuat untuk pekerjaan yang menurut jenis atau sifat kegiatannya akan selesai dalam waktu yang tertentu. Tadi sudah kami uraikan juga, tidak boleh lebih dari 3 tahun untuk pekerjaan yang (suara tidak terdengar jelas) penyelesaiannya, hanya sekali selesai atau yang sementara sifatnya atau pekerjaan yang terkait dengan musiman, atau pekerjaan yang terkait dengan masa uji coba. Nah, ini dalam kondisi seperti ini, tentunya boleh saja dilakukan perjanjian kerja untuk waktu yang tertentu, sehingga ayat (2) secara jelas dilarang membuat perjanjian kerja untuk waktu yang tertentu, untuk waktu yang tertentu untuk pekerjaan yang sifatnya itu tetap, istilahnya demikian. Jadi yang memang pekerjaan itu menurut jenis dan sifatnya itu continue, tidak boleh serta-merta itu perjanjian kerjanya itu hanya untuk waktu tertentu, tapi sampai kepada waktu yang tidak tertentu. Yang kedua. Bahwa di dalam PKWT ini, ada istilah memang diperpanjang, bisa diperbaharui, periodenisasi PKWT itu 2 tahun, nanti bisa diperpanjang 2 tahun, bisa diperbarui. Mengapa ada tenggat waktu bahwa itu harus ada off dulu selama 30 hari? Karena memang membawa spirit jangan sampai pekerjaan yang sementara sifatnya, serta-merta di dalam perjanjian itu dibuat PKWTT, barangkali spiritnya adalah demikian. Kemudian, yang terkait dengan maksud batasan paling lama 7 hari, tentunya adalah lebih cepat pun boleh, artinya di bawah 7 hari manakala pengusaha akan bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu. Jadi ada periode dilakukan lebih cepat dari 7 hari, sehingga batasan paling lama itulah yang ditentukan di dalam (...) 16.
HAKIM ANGGOTA: HARJONO Saya tanya dulu ini, lebih cepat dari 7 hari. Lebih cepat dari 7 hari kalau kemudian itu menghitungnya berakhir, itu lebih cepat dari 7 hari itu 9 hari atau 5 hari?
17.
PEMERINTAH: SUNARNO 5 hari, Pak.
18.
HAKIM ANGGOTA: HARJONO 5 hari?
19.
PEMERINTAH: SUNARNO Jadi artinya, pengusaha yang (...) 14
20.
HAKIM ANGGOTA: HARJONO Jadi kalau 5 hari, itu sudah mepet dekat-dekat dengan berakhirnya?
21.
PEMERINTAH: SUNARNO Ya.
22.
HAKIM ANGGOTA: HARJONO Jadi lebih cepat dari ... memang yang dimaksudkan beritahulah mendadak setelah akan berakhir? Atau beritahukan jauh hari sebelum berakhir?
23.
PEMERINTAH: SUNARNO Jadi, jika akan berakhir, diperpanjang, jangan terlalu lama.
24.
beritahukanlah
itu
kalau
akan
HAKIM ANGGOTA: HARJONO Nah, dari sini. Kalau (suara tidak terdengar jelas) lama, itu lebih cepat 7 hari itu bukan 5, 9 hari sebelum berakhir, itu lebih cepat sebelum berakhir sudah tahu dia. “Oh, saya akan diperpanjang.” Ini masalahnya masalah 7 hari itu mengikatnya ke mana? Mengikatnya sebelum berakhir, kalau 7 hari sebelum berakhir, maka lebih cepat itu bisa 5 atau bisa 10 dari untuk melindungi dari buruh itu harus 5-kah atau 10? Kalau menurut saya harusnya 10 dia, jauh-jauh hari sudah dilindungi. Nah, maksud saya di situ.
25.
PEMERINTAH: SUNARNO Mohon izin, Yang Mulia, saya bacakan lengkap dari rumusan pasal ayat ini, ya. Ayat (5), “Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu tersebut, paling lama 7 hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pekerja buruh yang bersangkutan.” Ya, jadi apabila … jadi apabila … ya, baik. Kemudian yang kedua, penjelasan kepada Yang Mulia Hakim Hamdan Zoelva. Mengenai apakah setelah uji undang-undang ada langkah-langkah pertemuan tripartit atau bipartite? Kami sampaikan di sini bahwa sesungguhnya semangat penyelesaian perselisihan hubungan industrial itu diawali dengan perundingan bipartite. Karena apa pun namanya, dengan perundingan bipartite dengan pengusaha dengan 15
pekerja buruh itu paling efektif, efisien, dan nampaknya perundingan bipartite ini semakin berkembang, sehingga persoalan-persoalan perselisihan hubungan industrial menjadi semakin berkurang. Hal ini dibuktikan bahwa melalui Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Nomor 2 Tahun 2004. Proses sampai tingkat penyelesaian di pengadilan PHI pun harus diawali dengan perundingan bipartite. Dengan demikian, kalau memang perundingan bipartite gagal, baru memanggil langkah-langkah yang berikutnya. Oleh karena itu, dengan semakin meningkatnya semangat perundingan bipartite untuk kasus-kasus hubungan industrial, semakin berkurang untuk diselesaikan di pengadilan hubungan industrial. Yang dari perkembangan tahun ke tahun, perkembangan itu cukup termonitor dengan baik. Saya kira demikian, Yang Mulia. Penjelasan kami. 26.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Maksudnya itu begini, maksudnya itu kenapa saya tanya tripartit? Karena yang dikeluhkan di sini karena ada demi hukum itu dianggap selesai di situ. Jadi tidak ada upaya hukum yang dilakukan oleh pengusaha. Itu yang dimaksud sebenarnya pertanyaan saya itu. Tripartitnya itu, bukan urusan bipartite-nya. Kita sudah mengerti kalau bipartite.
27.
PEMERINTAH: SUNARNO Mekanisme tripartit itu di dalam kerangka, memang lembaga tripartit juga sebagai suatu forum komunikasi konsultasi masalah ketenagakerjaan. Sifatnya kalau lembaga tripartit ini, sebagai lembaga yang dibentuk oleh Presiden memberikan saran masukan. Di dalam setiap arah kebijakan yang dibuat untuk akhirnya final menjadi keputusan yang diambil oleh Pemerintah. Dalam kerangka ini, memang ada unsur serikat pekerja tingkat buruh, ada unsur APINDO, dan Pemerintah. Nah, tentunya dengan Putusan-Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap hasil pengujian sejumlah pasal-pasal Undang-Undang Ketenagakerjaan, yang kami rasakan membawa suatu spirit yang sangat bermakna di dalam suatu proses perjalanan forum tripartit ini. Sehingga, kalaulah ada kali ini dari unsur APINDO menyampaikan suatu permohonan pengujian-pengujian sesungguhnya, hal-hal demikian itu telah pernah didiskusikan secara baik di dalam forum-forum tripartit. Demikian, Yang Mulia, terima kasih.
16
28.
HAKIM ANGGOTA: HARJONO Saya tanya kepada Pemohon ya, Saudara Pemohon ya. Sebetulnya tadi sudah dimulai dengan pertanyaan itu. Menurut saya begini, tadi disampaikan oleh Ketua persoalan demi hukum, itu yang mengganjal Anda. Tapi masalahnya begini, kalau demi hukum itu memang kemudian otonomi para pihak itu hilang, tidak pernah memperjanjikan setuju, tapi hukum memaksakan itu sebagai sesuatu yang kemudian sah dan untuk bisa di-enforce, bisa ditegakkan. Itu seperti itu demi hukum-nya. Lalu yang ingin saya katakan adalah apakah periodisasi ini, itu membawa dampak keuntungan atau kerugian pada Anda? Katakan saja tujuh hari ya. Itu Anda akan diuntungkan kalau itu lima hari. Atau Anda akan diuntungkan kalau 10 hari, pertama itu ya. Karena nanti di sini penting karena ada hal yang kemudian disebut sebagai periodisasi. Kemudian 30 hari itu tadi. 30 hari itu bagi Anda akan lebih menguntungkan kalau sebetulnya itu bukan 30 hari, 10 hari katakan saja. Atau lebih menguntungkan lagi kalau itu 50 hari. Kalau dua pasal yang saya sebut tadi Pasal 1 dan 2 tadi, itu sebetulnya pleonasme saja, itu ya itu memang kerja untuk waktu tertentu, ya seperti itu. Kenapa kemudian itu … dan lagi pekerjaan waktu tertentu itu tidak untuk pekerjaan yang untuk terus menerus. Itu hanya pengulangan saja menurut saya. Khusus yang mengenai dua hal ini, menurut Anda bagaimana?
29.
KUASA HUKUM PEMOHON: IBRAHIM SUMANTRI Baik, terima kasih, Yang Mulia Hakim Harjono. Mungkin dapat kami jelaskan bahwa mengenai waktu tadi, tentunya menurut kami, kami tidak bisa menilai lebih menguntungkan yang mana atau merugikan yang mana. Bagi kami, keberlanjutan usaha itu dan pengembangan usaha, itu menjadi sesuatu yang penting. Dalam rangka mencapai maksud dan tujuan kegiatan usaha bisnis dan investasi. Jadi tidak mungkin kita berhenti dalam suatu produk, pasti akan menguji pada produk yang lain.
30.
HAKIM ANGGOTA: HARJONO Soalnya Anda memasalahkan itu, gitu lho. Anda memasalahkan pasal yang ada periodisasinya itu.
31.
KUASA HUKUM PEMOHON: IBRAHIM SUMANTRI Nah, yang kami permasalahkan sebenarnya, Yang Mulia, mengenai penilaian waktu tujuh hari, lima hari, dan jenis pekerjaan, menurut kami, tidak bisa otomatis demi hukum seperti keterangan 17
Pemerintah tadi. Yang di mana tidak perlu pembuktian, gitu kan, tidak perlu pengadilan. Menurut kami, perlu dibuktikan karena mengenai itu tadi, Yang Mulia. Katakan, kita membuat satu perjanjian kerja waktu tertentu dengan waktu satu tahun (360 hari). Diperhitungkannya kapan? Dari tanggal tanda tangankah atau dari … dia tanda tangan, tapi mulai bekerjanya minggu depan. Nah, itu kan ... itu kan seharusnya bisa dipersengketakan. Menurut kami seperti itu, Yang Mulia. Lalu, yang kedua, mengenai jenis-jenis pekerjaan. Tadi disampaikan, tidak bisa dikatakan jenis pekerjaan pokok, tapi penunjang. Nah, kami menilai, undang-undang ini sendiri tidak memberikan tafsir yang jelas, atau bentuk yang pasti, yang memberikan suatu kebebasan hukum mengenai seperti apa jenis pekerjaan yang pokok itu? Katakan, kita masuk dalam suatu industri … industri otomotif katakan. Ketika menjual suatu (…) 32.
HAKIM ANGGOTA: HARJONO Sebentar! Kalau itu, kenapa yang Anda masalahkan 59-nya? Padahal, yang 7 itu, itu tidak ada … apa yang Anda sampaikan itu tidak ada. Itu hanya mengenai syarat.
33.
KUASA HUKUM PEMOHON: IBRAHIM SUMANTRI Mohon maaf, Yang Mulia. Sebenarnya, dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja yang menjadi lampiran barang bukti kami, tahun 2004 … 2004, “Memberikan kewenangan bagi pengusaha untuk menentukan alur proses, core business mana yang pekerjaan pokok, mana yang pekerjaan penunjang.” Nah, namun dalam praktiknya, apa yang telah pengusaha susun, gitu kan, itu dikesampingkan, gitu. Karena frasa demi hukum ini seolaholah ini ada pelanggaran, tanpa dibuktikan pelanggarannya, maka demi hukum beralih statusnya. Sementara, kita kan punya hak untuk membela diri. “Ini lho, ada alur proses kita, gitu.” Jadi, mengeliminasi hak konstitusional kita untuk memperoleh kepastian hukum, jaminan perlindungan yang adil. Itu yang pertama mengenai frasanya. Jadi, kami tidak ber … tidak berkeberatan, Yang Mulia, apabila ada anggota kami yang melanggar … melanggar ketentuan undang-undang terkena sanksi hukum untuk mengangkat para pekerja di perusahaan outsourcing atau penerima pemborongan menjadi karyawannya, itu kan menjadi beban sendiri. Kami tidak keberatan kalau itu terlanggar, sepanjang itu ada pembuktiannya, Yang Mulia. Ada mekanisme pembuktian, ada pengujian, tidak serta-merta dengan satu pemeriksaan, gitu. Itu yang jadi esensi dari permohonan kami. Jadi, menurut kami, frasa demi hukum ini tidak otomatis, tapi harus perlu dibuktikan dulu, gitu. Karena pasal-pasal sebelumnya yang 1, 18
2, maupun jangka waktu kerja sama, itu tidak … tidak jelas. Itu yang pertama. Yang kedua … apa namanya … Peraturan Menteri Tenaga Kerja Tahun 2004 tersebut … 2004 sudah dicabut oleh Menteri Tenaga Kerja. Ada peraturan Kemenaker Nomor 19 Tahun 2012. Di situ mengatakan, “Kewenangan membuat alur proses ada pada asosiasi sektor. Apabila tidak ada asosiasinya, mengacu kepada ketentuan kadin. Kalau tidak ada di kadin, oleh organisasi sendiri.” Nah, jadi, kewenangan yang telah diberikan kepada … intinya pengusaha juga, asosiasi sektor, atau kadin, atau siapa pun yang menentukan itu, itu menjadi hilang bilamana ada pendapat yang mengatakan itu jenis pekerjaan pokok, gitu (…) 34.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Saya mau tanya dulu. Apakah itu tidak perlu approve dari Departemen Tenaga Kerja mengenai alur proses pekerjaan yang bukan pekerjaan tetap, gitu?
35.
KUASA HUKUM PEMOHON: IBRAHIM SUMANTRI Di Nomor pemberitahuan.
36.
220
Tahun
2004,
Yang
Mulia,
itu
sifatnya
KETUA: HAMDAN ZOELVA Yang baru?
37.
KUASA HUKUM PEMOHON: IBRAHIM SUMANTRI Sama.
38.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Sama? Jadi, tidak ada di-approve?
39.
KUASA HUKUM PEMOHON: IBRAHIM SUMANTRI Tidak persetujuan.
40.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Tidak ada approve.
19
Kemudian, yang dua. Selama ini ada enggak exercise … kenapa Saudara tidak … apakah tidak pernah mengajukan ke PHI terhadap batalnya hukum itu? Masalahnya di mana? 41.
KUASA HUKUM PEMOHON: IBRAHIM SUMANTRI Kami pernah menemukan, Yang Mulia, seperti kasus Karyawan Hotel Horison Bandung. Kami tidak menangani, tetapi … dan mereka juga bukan anggota kami, mereka itu diselisihkan di dalam PHI. Tetapi dalam kasus-kasus yang lain, khususnya yang terjadi di Jabodetabek dan Karawang, itu hampir tidak pernah ada, Yang Mulia. Jadi (…)
42.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Jadi, kenapa tidak? Karena itu kan hak dari para pihak yang merasa dirugikan?
43.
KUASA HUKUM PEMOHON: IBRAHIM SUMANTRI Hak itu kita sudah … seolah-olah kita tidak ada, kita mau mengajukan ke mana-mana itu tertutup. Jadi, sebelum ada (…)
44.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ndak, tertutupnya kenapa?
45.
KUASA HUKUM PEMOHON: IBRAHIM SUMANTRI Karena sudah keluar pengawasan duluan Yang Mulia, nota pengawasan. Sudah ada perintah bagi kami … bagi pengusaha tersebut untuk melaksanakan nota pengawasan. Jadi, nota pengawasan itu tidak hadir dalam mekanisme bipartite, tidak ada juga dalam mekanisme tripartit nota dinas, nota pengawasan dari instansi pengawas, gitu. Sehingga (…)
46.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Terhadap nota pengawasan itu, Saudara tidak mengajukan juga ke PHI, kalau ada?
47.
KUASA HUKUM PEMOHON: IBRAHIM SUMANTRI Kalau ada, itu karena kita tidak punya … itu bukan … jadi, objek sengketa (…)
20
48.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, ya, ya. Tapi kan intinya bipartite-nya tidak selesai, kemudian dinas memberikan nota peringatan. Intinya kan … intinya kan masalah bipartite-nya tidak selesai, kemudian … apa … Dinas Tenaga Kerja memberikan peringatan hasil pemeriksaan?
49.
KUASA HUKUM PEMOHON: IBRAHIM SUMANTRI Terkadang terbalik, Yang Mulia. Notanya dulu ada, nota pengawasannya dulu ada, baru bipartite. Bahkan, di dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor 4 kalau tidak salah Tahun 2013, mohon dikoreksi, menjadi barang bukti kami juga, itu dinyatakan kalau keberatan, ya (...)
50.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Tunggu sebentar! Jadi, tenaga kerja ... tenaga kerja? Itu nota peringatan itu hasil pemerikasaan itu, apa maknanya atau bagaimana proses keluarnya? Apa tidak melewati bipartite dulu atau gimana? Ini kan kaitan dengan ... apa .. tadi kan hanya memfasilitasi saja, tapi sampai ke nota peringatannya gimana?
51.
PEMERINTAH: SUNARNO Mohon izin, Yang Mulia, kami menambahakan penjelasan. Bahwa kalau dikatakan bahwa ketentuan pasal-pasal yang dimohon uji sulit implementasinya, sesungguhnya Kementerian Nakertrans itu telah menerbitkan suatu produk peraturan menteri yang lebih implementatif, bahkan sampai pedoman segala macam itu ada. Tapi sebagian, ada yang mempertanyakan tentang itu, termasuk Andalah dari Pemohon. Sesungguhnya, kaitan batasan pertama, pekerjaan pokok dan pekerjaan penunjang itu memang clear adanya. Siapa menentukan itu ke pekerjaan yang utama dan pekerjaan yang penunjang, yang sekarang ini adalah diserahkan kepada asosiasi sektor usaha yang memang dipandang sebagai paling paham tentang itu. Pemerintah me-takeover ini jelas karena variannya terlampau banyak. Kita serahkan ke asosiasi sektor usaha untuk menentukan mana yang core dan bukan core. Setelah ada penentuan itu, nanti baik melalui mekanisme pemborongan, itu harus ada suatu proses yang terbuka. Dia lakukan sosialisasi kepada kalangan pekerja buruhnya dengan dia harus dicatatkan ke Dinas Tenaga Kerjaan supaya termonitor oleh dinas itu. Nanti setelah itu, ada suatu ikatan kontraktual ... apa ... kontrak antara ... kontrak bisnis antara perusahaan pemberi pekerjaan dan perusahaan pemborongan. Kemudian juga diambil lagi, ada perjanjian kerja yang memberikan suatu perlindungan 21
hak dan kewajiban secara rinci. Itu seperti itu mekanismenya. Demikian juga di penyedia jasa pekerja buruh. Nah, terkait dengan nota ... nota pengawasan itu, memang pengawas ketenagakerjaan diperintah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 adalah mengemban fungsi negara. “Siapa pun yang melanggar ketentuan norma-norma ketenagakerjaan yang telah dilakukan pembinaan bimbingan tidak bisa menjalankan dengan baik,” keluarlah nota ... nota pengawasan itu dan sesuai peran fungsinya karena pengawas ketenagakerjaan juga sebagai PPNS bisa melakukan penyidikan. Nah, kapan itu dilakukan? Apakah setelah mereka menjalankan atau tidak? Biasanya setelah ada suatu proses pembinaan yang memang dia tidak lakukan perbaikan-perbaikan itu dilakukan nota. Demikian, Yang Mulia. Terima kasih. 52.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Baik, cukup dululah permintaan klarifikasi. Saudara Pemohon, apakah akan mengajukan saksi dan ahli ... atau ahli?
53.
KUASA HUKUM PEMOHON: IBRAHIM SUMANTRI Ada, Yang Mulia. Mungkin ahli, Yang Mulia.
54.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya. Berapa orang ahli?
55.
KUASA HUKUM PEMOHON: IBRAHIM SUMANTRI Sementara rencananya dua, Yang Mulia.
56.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Dua?
57.
KUASA HUKUM PEMOHON: IBRAHIM SUMANTRI Dua orang. Namun, kebetulan karena ahli kami itu adalah pengajar di dalam perguruan tinggi negeri, dia memerlukan persetujuan terlebih dahulu dari dekan selaku pimpinan fakultas. Dan mengenai (...)
58.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, ndak apa, itu proseslah, ya? 22
59.
KUASA HUKUM PEMOHON: IBRAHIM SUMANTRI Ya.
60.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Tapi akan mengajukan dua orang ahli, ya?
61.
KUASA HUKUM PEMOHON: IBRAHIM SUMANTRI Insya Allah, Yang Mulia.
62.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Saksi, tidak?
63.
KUASA HUKUM PEMOHON: IBRAHIM SUMANTRI Saksi tidak.
64.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Dari Pemerintah, apakah mengajukan saksi atau ahli?
65.
PEMERINTAH: AGUS HARIADI Akan kami diskusikan dulu. Terima kasih.
66.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Diskusikan dulu?
67.
PEMERINTAH: AGUS HARIADI Ya.
68.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Baik, ya. Jadi, nanti beritahukan ya kalau akan mengajukan ahli atau saksi, paling tidak dua hari sebelum sidang, ya? Sidang selanjutnya akan dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 23 Januari 2014. Hari Kamis, 23 Januari 2014, pukul 11.00 WIB ya untuk mendengarkan keterangan ahli, saksi dari Pemohon, dan kalau ada dari Pemerintah, ya. Pemohon mengajukan dua orang ahli. Dan sebelumnya,
23
diajukan, disampaikan curriculum bersangkutan kepada Kepaniteraan. 69.
vitae
ya,
CV
dari
ahli
yang
KUASA HUKUM PEMOHON: IBRAHIM SUMANTRI Baik, Yang Mulia.
70.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, baik. Dengan demikian, sidang hari ini selesai dan sidang saya nyatakan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 12.17 WIB Jakarta, 8 Januari 2014 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
24