MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 9/PUU-XI/2013
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN PEMERINTAH, DPR DAN SAKSI/AHLI DARI PEMOHON SERTA PEMERINTAH (III)
JAKARTA SELASA, 26 MARET 2013
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 9/PUU-XI/2013 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan [Pasal 10 ayat (3) dan ayat (4)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Mardani H. Maming ACARA Mendengarkan Keterangan Pemerintah, DPR dan Saksi/Ahli dari Pemohon serta Pemerintah (III) Selasa, 26 Maret 2013, Pukul 11.22 – 12.25 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9)
Moh. Mahfud MD. Achmad Sodiki Ahmad Fadlil Sumadi Anwar Usman Hamdan Zoelva Harjono M. Akil Mochtar Maria Farida Indrati Muhammad Alim
Wiwik Budi Wasito
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Iskandar Zulkarnaen 2. Nanang Juwahir 3. Imam Ghozali B. Ahli dari Pemohon: 1. Rizki Nizam 2. Achmad Zidane S C. Pemerintah: 1. 2. 3. 4.
Mualimin Abdi Agus Hariadi Susyanto Jarman Sudimo
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 11.22 WIB 1.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Sidang Mahkamah Konstitusi untuk mendengar keterangan dari Pemerintah dan Keterangan Ahli yang diajukan oleh Pemohon dalam Perkara Nomor 9/PUU-XI/2013, dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Pemohon, perkenalkan diri dahulu.
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: ISKANDAR ZULKARNAEN Nama saya Iskandar Zulkarnaen, S.H., M.H.,
3.
KUASA HUKUM PEMOHON: NANANG JUWAHIR Sebelah kiri, Nanang Juwahir.
4.
KUASA HUKUM PEMOHON: IMAM GHOZALI Saya Imam Ghozali, S.H.
5.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Baik, Pemerintah.
6.
PEMERINTAH: AGUS HARIADI Terima kasih, Yang Mulia. Assalammualaikum wr.wb. Selamat pagi, salam sejahtera untuk kita semua. Hadir dari Pemerintah, saya sendiri Agus Heriadi dari Kementerian Hukum dan HAM. Di sebelah kiri saya Bapak Mualimin Abdi dari Kementerian Hukum dan HAM. Di sebelah kirinya lagi Bapak Susyanto, Kepala Biro Hukum Kementerian ESDM dan yang paling ujung Bapak Jarman, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM. Di belakang juga hadir teman-teman dari Kementerian ESDM dan Kementerian Hukum dan HAM. Terima kasih, Yang Mulia.
1
7.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Baik. Baik, hari ini menurut jadwal seharusnya DPR juga hadir untuk memberi keterangan, tapi DPR tidak hadir dan biasanya memberi keterangan tertulis yang disampaikan langsung ke Mahkamah. Oleh sebab itu hari ini kita akan mendengar keterangan Pemerintah yang akan disusul untuk mendengar keterangan Ahli yang terdiri dari Saudara Achmad Zidane Sofwan, kemudian Muhammad Rizki Nizame Kasayuda. Keduanya dimohon maju untuk mengambil sumpah. Bapak beragama Islam berdua ya? Islam. Baik. Silakan Pak Alim.
8.
HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM Ikuti lafal sumpah yang akan saya tuntunkan, Pak. “Bismillahhirahmanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya.”
9.
SEMUA AHLI YANG BERAGAMA ISLAM DISUMPAH: Bismillahhirahmanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya.
10.
HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM Terima kasih.
11.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Silakan duduk, Pak. Baik, selanjutnya sebelum mendengar dipersilakan Pemerintah untuk menyampaikan tanggapannya. Silakan, Pak.
12.
keterangan keterangan
Ahli, atau
PEMERINTAH: Assalammualaikum wr. wb. Selamat siang, salam sejahtera bagi kita semua. Yang Mulia Ketua dan Hakim Mahkamah Konstitusi, sehubungan permohonan pengujian (constitutional review) ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tetang Ketenagalistrikan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dimohonkan oleh Mahdani H. Aming … mohon maaf, Mardani H. Maming, S.H., Bupati Kabupaten Tanah Bumbu yang dalam hal ini memberikan kuasa kepada Iskandar Zulkarnaen, S.H., 2
M.H. dan kawan-kawan yang tergabung dalam Tim Pembela Konstitusi Untuk Listrik, beralamat di Jalan Pengadegan Utara V Nomor 1 RT 001/ RW 07, Pancoran, Jakarta Selatan sebagaimana telah dicatat dalam buku Registrasi Perkara Konstitusi Nomor 9/PUU-XI/2013, tanggal 15 Januari 2013, untuk selanjutnya disebut Pemohon. Perkenankan Pemerintah menyampaikan penjelasan singkat (opening statement) sebagai berikut: Pokok Permohonan: 1. Bahwa menurut Pemohon ketentuan Pasal 10 ayat (3) UndangUndang Ketenagalistrikan dianggap merugikan hak dan kewenangan konstitusional Pemohon. Karena ketentuan pasal tersebut menghambat kewenangan penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum oleh pemerintah daerah melalui badan usaha milik daerah, badan usaha swasta, koperasi dan swadaya masyarakat. Hal ini karena usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum hanya boleh dilakukan oleh satu badan usaha dalam satu wilayah. 2. Bahwa menurut Pemohon ketentuan Pasal 10 ayat (3) UndangUndang Ketenagalistrikan telah menyebabkan tidak terwujudnya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dikarenakan badan usaha tunggal yang menyediakan tenaga listrik pada wilayah tersebut tidak dapat menjamin ketersediaan tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan kualitas yang baik, dan menyebabkan Pemohon tidak memiliki kewenangan untuk menggunakan sumber daya alam yang dimiliki daerah Pemohon untuk membuat pembangkit dan transmisi tenaga listrik. 3. Singkatnya, menurut Pemohon ketentuan Pasal 10 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Ketenagalistrikan bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2), Pasal 28C ayat (1), dan Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Tentang kedudukan hukum (legal standing) Pemohon. Uraian tentang kedudukan hukum Pemohon akan dijelaskan secara lebih rinci dalam keterangan Pemerintah secara lengkap yang akan disampaikan pada persidangan berikutnya atau melalui Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. Namun, pemerintah melalui Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi memohon untuk dapat mempertimbangkan dan menilai apakah Pemohon memiliki kedudukan hukum atau tidak sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 maupun berdasarkan putusan-putusan Mahkamah Konstitusi terdahulu sejak Putusan Nomor 006/PUU-III/2005 dan Putusan Nomor 11/PUU-V/2007. Penjelasan pemerintah terhadap permohonan Pemohon. Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Pembangunan 3
sektor ketenagalistrikan bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa guna mewujudkan tujuan pembangunan nasional, yaitu menciptakan masyarakat adil dan makmur yang merata, materiil, dan spiritual berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tenaga listrik sebagai salah satu hasil pemanfaatan kekayaan alam mempunyai peranan penting bagi negara dalam mewujudkan pencapaian tujuan pembangunan nasional. Mengingat arti penting tenaga listrik bagi negara dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam segala bidang dan sejalan dengan Ketentuan Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, undang-undang ini menyatakan bahwa usaha penyediaan tenaga listrik dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang penyelenggaraannya dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannnya menetapkan kebijakan, pengaturan, pengawasan, dan melaksanakan usaha penyediaan tenaga listrik. Pemerintah dan pemerintah daerah melaksanakan usaha penyediaan listrik yang pelaksanaannya dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah. Untuk lebih meningkatkan kemampuan negara dalam penyediaan tenaga listrik, undang-undang ini memberi kesempatan kepada badan usaha swasta, koperasi, dan swadaya masyarakat untuk berpartisipasi dalam usaha penyediaan tenaga listrik. Sesuai dengan prinsip otonomi daerah, pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya menetapkan izin usaha penyediaan tenaga listrik. Bahwa Undang-Undang Ketenagalistrikan Nomor 30 Tahun 2009 adalah dalam rangka menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 0010210022/PUU-I/2003 yang berpedoman bahwa tenaga listrik merupakan cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak. Sehingga oleh karenanya, menurut Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 harus tetapi dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Yang mulia ketua dan majelis hakim mahkamah konstitusi. Terhadap permohonan Pemohon yang pada pokoknya menurut Pemohon Pasal 10 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Ketenagalistrikan menghambat kewenangan penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum oleh pemerintah daerah melalui badan usaha milik daerah, badan usaha swasta, koperasi, dan swadaya masyarakat, terhadap anggapan Pemohon tersebut pemerintah dapat memberikan penjelasan sebagai berikut. Bahwa menurut pemerintah, Ketentuan Pasal 10 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Ketenagalistrikan harus dipahami secara komprehensif, yaitu dengan memahami pula Ketentuan Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Ketenagalistrikan yang selengkapnya menyatakan: 4
1. Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Ketenagalistrikan. Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a meliputi jenis usaha: a. Pembangkit tenaga listrik. b. Transmisi tenaga listrik. c. Distribusi tenaga listrik. d. Penjualan tenaga listrik. 2. Pasal 10 ayat (2). Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara integrasi. 3. Pasal 10 ayat (3). Untuk penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh 1 badan usaha dalam 1 wilayah usaha. 4. Pasal 10 ayat (4). Pembatasan wilayah usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) juga berlaku untuk usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum yang hanya meliputi distribusi tenaga listrik dan/atau penjualan tenaga listrik. Bahwa maksud dari Ketentuan Pasal 10 Undang-Undang Ketenagalistrikan adalah: 1. Penggolongan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum menjadi 4 jenis usaha. Dan memberi kebebasan pada pelaku usaha untuk berusaha pada 1 jenis usaha terpisah dan lebih dari 1 jenis usaha terintegrasi. Dimana ketentuan tersebut dirumuskan menggunakan kata dan/atau dalam pasal tersebut. Terkait dengan wilayah usaha, masing-masing jenis usaha tersebut memiliki karakteristik usaha sebagai berikut. A. Pembangkitan tenaga listrik adalah kegiatan memproduksi tenaga listrik yang hanya menjual kepada badan usaha transmisi dan distribusi saja, sehingga tidak memerlukan penetapan wilayah usaha. Jenis usaha ini dapat dilakukan oleh BUMN, BUMD, swasta, koperasi atau swadaya masyarakat. B. Transmisi tenaga listrik adalah penyaluran tenaga listrik dalam jumlah besar dari pembangkitan ke sistem distribusi atau penyaluran tenaga listrik antarsistem atau konsumen yang tersambung dengan transmisi tegangan tinggi saja, sehingga tidak me … diperlukan penetapan wilayah usaha. Jenis usaha ini dapat dilakukan oleh BUMN, BUMD, swasta atau koperasi. C. Distribusi tenaga listrik adalah penyaluran tenaga listrik dari pembangkitan atau dari sistem transmisi ke konsumen. Terhadap usaha distribusi tenaga listrik diperlukan wilayah usaha tertentu karena mengenai hal ini konsumen pengguna akhir atau end user dalam jumlah banyak, sehingga agar tidak terjadi tumpang-tindih jaringan dan tumpang-tindih usaha perlu diatur dalam bentuk penetapan wilayah usaha. Jenis usaha ini dapat dilakukan oleh BUMN, BUMD, swasta, koperasi atau swadaya masyarakat. 5
D. Usaha penyaluran tenaga listrik merupakan kegiatan penjualan tenaga listrik kepada konsumen akhir pada kawasan tertentu, misal pusat perbelanjaan, apartemen, dan lain-lain. Usaha penjualan ini karena berada pada kawasan tertentu, sehingga agar tidak terjadi tumpang tindih jaringan dan tumpang tindih usaha, perlu juga diatur dalam bentuk penetapan wilayah usaha. Jenis usaha ini dapat dilakukan oleh BUMN, BUMD, swasta, koperasi atau swadaya masyarakat. 2. Usaha penyean … penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum dapat dilakukan pada satu jenis usaha terpisah atau lebih dari satu jenis usaha terintegrasi. Yang dimaksud dengan terintegrasi adalah jenis usaha meliputi: A. Usaha pembangkitan transmisi distribusi dan penjualan oleh satu badan usaha. B. Usaha pembangkitan transmisi dan penjualan oleh ba … satu badan usaha. C. Usaha pembangkitan distribusi dan penjualan oleh satu badan usaha. 3. Kemudian Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Ketenagalistrikan mengatur bahwa usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh satu badan usaha dalam satu wilayah usaha, dimana dalam hal ini dimaksudkan agar penyediaan tenaga listrik yang dilakukan secara terintegrasi memiliki wilayah usaha dimana dalam hal ini wilayah usaha tersebut melekat pada jenis usaha distribusi dan usaha penjualan. Dalam rangka memberikan kepastian layanan kepada masyarakat dan kepastian usaha serta menghindari adanya tumpangtindih, maka dalam satu wilayah usaha hanya boleh dilakukan oleh satu badan usaha saja. 4. Selanjutnya dalam Pasal 10 ayat (4) Undang-Undang Ketenagalistrikan diperjelas bahwa hanya ada dua jenis usaha yang memiliki wilayah usaha, yaitu distribusi tenaga listrik dan/atau penjualan tenaga listrik. Sedangkan untuk kegiatan pembangkitan tenaga listrik dan usaha transmisi tenaga listrik tidak memiliki wilayah usaha. Bahwa dalam rangka untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, negara wajib menyediakan tenaga listrik untuk seluruh masyarakat. untuk itulah pemerintah menugasi Badan Usaha Milik Negara untuk menyediakan tenaga listrik di seluruh wilayah Indonesia. Sehubungan dengan keterbatasan pendanaan Badan Usaha Milik Negara, maka terdapat beberapa wilayah yang belum dapat akses tenaga listrik. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah telah be … beberapa … melakukan beberapa upaya pendanaan APBN, antara lain melalui: a. Pembangunan PLTS, PLTMH, dan pembangkit energi terbarukan lainnya. 6
b. Pembangunan jaringan listrik pedesaan. Apabila ternyata tenaga listrik yang dipas … pasok oleh Badan Usah Milik Negara tersebut ternyata tidak mencukupi, maka baik pemerintah atau pun pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dapat memberikan kesempatan pada Badan Usaha Milik Daerah, Badan Usaha Swasta atau koperasi sebagai penyelenggara usaha penyediaan tenaga listrik terintegrasi. Di samping itu dalam rangka penyediaan tenaga listrik dengan mutu dan keadaan tertentu, pemerintah dapat memberikan kesempatan kepada badan usaha swasta dan koperasi sebagai penyelenggara usaha penyediaan tenaga listrik terintegrasi. Pemerintah atau pemerintah daerah dapat memberikan izin usaha penyediaan tenaga listrik, usaha terintegrasi kepada wilayah yang belum dapat pelayanan tenaga listrik dari Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang ketenagalistrikan. Untuk mendapatkan izin usaha penyediaan tenaga listrik terintegrasi, badan usaha penyediaan tenaga listrik terinte … terintegrasi tersebut terlebih dahulu harus memperoleh penetapan wilayah usaha tenaga listrik dari pemerintah. Apabila ditafsirkan secara akuntrario, wi … untuk wilayah yang jelas dan nyata belum mendapatkan pasokan tenaga listrik dari Badan Usaha Milik Negara, maka dapat diberikan kesempatan kepada badan usaha baru untuk menyediakan tenaga listrik terintegrasi yang izinnya diberikan oleh pemerintah daerah dengan syarat harus terlebih dahulu mendapat penetapan wilayah usaha dari pemerintah. Bahwa sebagai bukti terhadap beberapa wilayah usaha yang telah ditetapkan dan diberikan kepada badan usaha lain di luar Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang ketenagalistrikan sebagi berikut. A. Wilayah usaha PT Cikarang Listrindo Bekasi, Jawa Barat. B. Wilayah usaha PT Kariangau Power di Balikpapan, Kalimantan timur C. Wilayah usaha PT Bekasi Power di Bekasi, Jawa Barat. D. Wilayah usaha PT. Krakatau Daya Listrik di Cilegon, Banten. E. Wilayah usaha PT. Pelayanan Listrik Nasional Batam di Batam, Kepulauan Riau. F. Wilayah usaha PT. Tata Jabar Sejahtera di Karawang, Jawa Barat. G. Wilayah usaha PT. Makmur Sejahtera Wisesa di Tabalong, Kalimantan Barat. Dengan demikian terhadap seluruh argumentasi Pemohon sebagaimana diuraikan dalam permohonan Pemohon, maka menurut Pemerintah. 1. Pemohon kurang memahami secara mendalam atau komprehensif seluruh isi Undang-Undang Ketenagalistrikan, maupun peraturan pelaksanaan lainnya, seperti PP Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, serta Peraturan Menteri ESDM Nomor 28 Tahun 2012 tentang Tata Cara Permohonan Wilayah Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk kepentingan umum. 7
2. Pemohon dapat kegiatan usaha penyediaan tenaga listrik sesuai dengan mekanisme peraturan perundang-undangan tersebut pada angka 1 dengan mendorong BUMD, badan usaha swasta, koperasi untuk berperan serta dalam penyediaan tenaga listrik. 3. Dengan tanpa mengajukan permohonan pengujian terhadap Ketentuan Undang-Undang Ketenagalistrikan apa yang dianggapkan oleh Pemohon sudah terakomodasi dan sudah memiliki landasan hukum, dan berjalan selama ini. Oleh karenanya itu, sehubungan dengan anggapan Pemohon dalam permohonannya yang menyatakan Pasal 10 ayat (3) dan Pasal 10 ayat (4) Undang-Undang Ketenagalistrikan telah menyebabkan tidak terwujudnya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata. Dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dikarenakan badan usaha tunggal yang menyediakan tenaga listrik pada wilayah tersebut tidak dapat menjamin ketersediaan tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan kualitas yang baik adalah tidak benar dan tidak mendasar. Kesimpulan. Berdasarkan penjelasan dan argumentasi tersebut di atas, Pemerintah memohon kepada Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang memeriksa dan memutus permohonan pengujian atau judicial convencional review UndangUndang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrik terhadap UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dapat memberikan putusan sebagai berikut. 1. Menyatakan bahwa Pemohon tidak mempunya kedudukan. 2. Menolah permohonan pengujian Pemohon seluruhnya atau setidaktidaknya menyatakan permohonan pengujian Pemohon tidak dapat diterima. 3. Menerima keterangan Pemerintah secara keseluruhan. 4. Menyatakan, yaitu Pasal 10 ayat 3 dan ayat empat Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, tidak bertentangan dengan Psal 27 ayat 2, Pasal 28C ayat (1), dan Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Keterangan Pemerintah tertulis secara lengkap akan disampaikan kemudian melalui Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. Demikian keterangan pembukaan pemerintah ini disampaikan, atas perhatian Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia diucapkan terima kasih. Jakarta, 26 Maret 2013, Kuasa Hukum Presiden Republik Indonesia, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Amir Syamsudin, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Jero Wacik. Wassalamualaikum wr. wb.
8
13.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Terima kasih dari Pemerintah. Berikutnya kita akan dengar Ahli yang akan menyampaikan keterangan sebagai pelaku sejarah PLN. Pernah ngurus PLN, Pak, ya? Lama? Oh, ya, baik. Untuk itu dipersilakan Bapak Maju, Pak Zidane Sofwan.
14.
AHLI DARI PEMOHON: ACHMAD ZIDANE S Terima kasih. Sebelumnya perkenankan kami menyampaikan apresiasi terhadap Mahkamah Konstitusi begitu tepat waktu, seyogyanya budaya ini dapat dicontoh oleh peradilan yang lainnya. PLN milik rakyat yang kucintai. Yang Mulia, Majelis Hakim Konstitusi. Allah telah melengkapi manusia dengan akal untuk dapat melaksanakan amanah yang diberikan Allah sebagai khalifah di bumi. Tanpa akal manusia sangat tidak mungkin mengelola bumi agar bisa dihidupi, menghidupi seluruh makhluk ciptaannya. Mungkin kah Thomas Edison bisa menemukan listrik tanpa akalnya yang terangsang melihat cahaya yang ditimbulkan oleh kilat petir, mungkinkah para pemikir lainnya dapat membuat kabel untuk menyalurkan energi listrik, atau memanfaatkan air terjun untuk menggerakkan generator yang menghasilkan energi bila manusia tidak dilebihi dengan akal. Kesimpulan. Manusia harus mampu memberdayakan akal karuniaNya, menciptakan teknologi untuk kemudahan berhabluminallah atau berhabluminannas. Saat ini energy listrik merupakan tulang punggung perekonomian dan kehidupan manusia di manapun di dunia ini. Tanpa energi listrik, manusia di abad ke 21 tidak mampu berbuat apa-apa. Namun kenyataannya di negara Republik Indonesia yang telah berumur 67 tahun masih menyisakan 35% rakyatnya belum menikmati energi listrik. Mari kita telisik di mana kesalahannya. Saat Indonesia dijajah oleh para pengusaha swasta Belanda, berdatangan pengusaha bidang sektor kelistrikan, membangun perusahaan listrik dan gas swasta untuk memenuhi kebutuhan bangsa Belanda yang bermukim di Indonesia dan untuk dinikmati pula oleh rakyatnya yang dijajahnya. Membangun Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG), Pembangkit Tenaga Distrik (PLTD), lengkap dengan jaringan transmisi dan jaringan distribusinya. Para pengusaha listrik swasta Belanda tidak mungkin menanamkan investasi di Indonesia, tidak mengharapkan keuntungan. Tarif listriknya pasti tarif bisnis walaupun mendapat bantuan berupa kemudahan memperoleh lahan, bahkan mungkin gratis tanpa ganti rugi kepada rakyat, dan yang perlu dihormati setelah diteladani. Walaupun kepada rakyat yang dijajahnya perusahaan listrik Belanda sangat memperhatikan dan memberikan pelayanan, layanan keselamatan dari 9
bahaya listrik. Misalnya dibuat rambu-rambu peringatan dalam tiga bahasa, bahasa Belanda, bahasa Indonesia, dan bahasa Jawa. Tiang listrik dengan … tiang listrik jaring tegangan 3KV keatas, diberi ranjau panjat agar tidak mudah ditaiki. Tukang listrik dididik dengan cara memasang listrik yang benar. Sebelum dioperasikan, setiap instalasi listrik milik konsumennya dilakukan pemeriksaan dengan mengukur nilai tahanan isolasi dan persyaratan standar lainnya untuk menjamin keselamatan. Saat tentara Belanda kalah perang melawan tentara nipon atau Jepang 1942. Tentara Belanda berniat membumihanguskan beberapa instalasi vital. Demikian pula pada tahun 1945 saat tentara nipon kalah perang melawan tentara sekutu. Jadi tujuannya agar Kota Jayakarta atau yang sekarang Jakarta gelap gulita, tujuan mereka demikian. Untungnya pemuda listrik berhasil mengkoordinir pemuda betawi, pemuda Tangerang, Pemuda Sukabumi mencegah upaya buruk dengan menjaga instalasi yang dianggap vital. PLTU Gambir, PLTA Ubruk, Kracak, dan Transmisi dijaga oleh pemuda pada saat itu. Info tentang rencana bumi hangus diperoleh dengan cara sangat mudah karena pemuda listrik tersebut adalah pegawai dari Ogem. Apalagi perwira Jepang yang mengawasi operasional perusahaan listrik dan gas swasta Belanda, indekost di rumah pemuda listrik tersebut yang bernama M A Sahwan. Sebulan setelah Soekarno-Hatta memploklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia, koordinator pemuda listrik meminta izin kepada Presiden Bung Karno yang kebetulan teman seperjuangan. Untuk mengambilalih operasional seluruh perusahaan listrik swasta Belanda Ogem, Khbil, Anim, dan lain-lain. Setelah pengambilalihan operasional hak pertama seluruh Jawa-Madura, pemerintah Republik Indonesia menetapkan terbentuknya jawatan listrik dan gas pada tanggal 27 Oktober 1945 di bawah naungan Menteri PU. Koordinator pemuda listrik diangkat menjadi kepala jawatan listrik dan gas. Sejarah pun mencatat bahwa aset kaum wal jawatan listrik dan gas adalah aset milik perusahaan listrik dan gas swasta Belanda yang dibeli, tolong ini, yang dibeli dengan uang rakyat dibantu pula dengan uang Sultan Hamengkubuwono ke IX. Jadi bukan direbut tapi dibeli, Pak. Kini jawatan listrik dan gas telah berubah nama menjadi dua, PT PLN Persero, dan PT Persero PGN tbk. Konsumen listrik sejak … sejak masa penjajahan sampai dengan tahun 1960-an menikmati tarif listrik bisnis yang dibuat dengan formula perusahaan listrik swasta Belanda. Rasanya konsumen listrik tidak pernah mengeluh kemahalan atau masyarakat kemahalan. Dengan masyarakat menyadari kemampuan negara untuk membangun infrastruktur kelistrikan diperlukan padat modal, hingga tidak pernah ada demonstrasi menuntut, Pak. Situasi berubah total saat partai komunis PKI yang berkuasa kala itu menguasai PLN setelah direhabilitir oleh Bung Karno Tahun 1957. 10
Dituntutlah agar tarif listrik disubsidi dengan alasan energi listrik merupakan kebutuhan pokok rakyat Indonesia, Pasal 33 Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Padahal, saat itu, rakyat Indonesia baru 25% yang menjadi konsumen listrik, yang menikmati listrik baru 25%. Tujuan daripada subsidi tersebut pasti akan menyedot APBN, Pak karena memproduksi listrik diperlukan padat modal. Tujuan lainnya, agar pemerintah tidak mau … tidak mampu meningkatkan kehidupan rakyat Indonesia melalui pendidikan dan kesehatan yang terjangkau semua lappisan rakyat. Tapi anehnya, kebutuhan rakyat paling pokok pendidikan dan kesehatan tidak pernah diperjuangkan oleh PKI, PNI, maupun Golkar. Model dan gaya PKI menguras APBN diteruskan dan dinikmati oleh segelintir kelompok, ditiru oleh rezim Orde Baru, Pak. Tarif industri diturunkan lebih murah dari tarif rumah tangga. Demikian pula tarif hotel, tempatnya orang mencari kesenangan dan berapa pun tanpa menawar, langsung dibayar. Tarif hotelnya disamakan dengan tarif industri, lebih murah daripada rumah tangga. Upaya menguras APBN melalui subsidi PLN, ya itulah upaya menguras APBN. Selain itu, PLN diwajibkan membeli energi listrik dari Paiton Energy dengan harga $US8,2/kwh. Padahal, saat itu harga internasional hanya $US4. Saya melayangkan protes surat kepada Presiden Bill Clinton dan sempat diintimidasi oleh kedutaan … staf kedutaan, tapi saya lanjutkan pengiriman saya, pengaduan ke Bill Clinton langsung. Akhirnya, ada permohonan maaf dari dubes langsung kepada saya. Tidak berapa lama kemudian, terjadilah negoisasi, Pak, antara PLN dengan Paiton Energy dari $US8,2 menjadi $US4,7. Berapa triliun yang sudah diselamatkan? Silakan hitung, Pak. Mungkin Pak Ditjen bisa menjelaskan berapa triliun yang diselamatkan waktu itu … sampai sekarang itu, Pak. Sejarah telah mencatat. Subsidi dinikmati hanya 65%-nya oleh kelompok menengah atas dan mampu, Pak, sekitar 60 … eh, 50.000.000 jiwa. Sementara, lebih dari 150.000.000 jiwa berebut sisa subsidinya, Pak. Ironisnya, 35% rakyat Indonesia belum menjadi konsumen, tidak mendapat subsidi, Pak. Jadi, 35% rakyat Indonesia belum menjadi konsumen listrik. Artinya, dia tidak mendapat menikmati subsidi listrik. Perlu diketahui pula, konsumen 450 mendapat subsidi listrik 1.600.000 per tahun. Sementara, untuk konsumen 300 mva nilainya per tahunnya Rp66 miliar, adil ini. Ada yang lebih mendasar akibat kebijakan subsidi listrik. Konsumen tergolong mampu difasilitasi menikmati barang haram, Pak. Subsidi identik infak dan sedekah. Yang jelas, haram untuk orang mampu, Pak. Tahun 1960-an, pemerintah mendapat bantuan dari Amerika dan Cekoslovakia berupa grand mesin diesel untuk menunjang proyek elevikasi. Namun, sesudahnya, PLN terjajah harus membeli suku cadang mesin diesel tersebut selagi dioperasikan. 11
Saat ini, PLN memiliki 4.300 unit PLTD yang menguras APBN … maaf, yang menguras BBM, mereka menggunakan solar dan mesin diesel … minyak diesel, dan selain itu juga pembelian suku cadang. Selain itu, PLN sengaja dibuat mandul untuk kepentingan pasar teknologi industri. Salah satu bukti lainnya adalah bantuan Bank Dunia berupa fasilitas laboratorium listrik (LMK) dulu, hanya bersifat untuk meneliti produk dan teknologi yang akan dimanfaatkan oleh PLN, tidak difungsikan sebagai pusat penelitian dan pengembangan Litbang yang meneliti penyebab gangguan listrik. Kini, tahun 2009 telah diresmikan PLN Litbang. Memperbaharui fungsi LMK tadi, Pak. Mudah-mudahan terbentuknya PLN Litbang dapat segera membantu operasional PLN yang telah meninggalkan fungsi teknis. PLN lebih mengutamakan mengembangkan pemasaran, padahal PLN masih berstatus disubsidi dan bersifat monopoli. Siapa pun butuh PLN, Pak, tidak perlu pemasaran sebetulnya. PLN pun merupakan pelayanan keselamatan dari bahaya listrik yang dicontohkan oleh penjajah untuk melindungi konsumennya dari bahaya listrik. PLN sama sekali tidak peduli tentang kondisi dan kualitas instalasi konsumennya. PLN telah melakukan wanprestasi. Masyarakat telah membayar biaya penyambungan untuk menjadi konsumen. Yang dilaksanakan PLN hanya memasang saluran rumah dan KWH meter. Sempat di tanah kavlin masih belum ada bangunan pun dipasang KWH meter, Pak. Banyak juga SR di titip di pembangunan … dibangunan tetangga karena sedang dibangun, belum selesai. Sejarah pun mencatat bahwa aset awal listrik dan gas kini bernama PT PLN Persero dibeli dari aset perusahaan swasta listrik Belanda dengan uang rakyat, tetapi rakyat yang memiliki PLN mencari kehidupan diperlakukan sebagai tenaga kerja rodi, outsourcing. Itu rodi itu, Pak. Seharusnya direksi PLN dan dewan komisaris mempunyai moral untuk membantu tugas dan tanggung jawab pemerintah sesuai yang diatur undang-undang yaitu mensejahterakan rakyat Indonesia. Di sisi lain, PLN berfungsi sebagai perekat persatuan dengan mempersatukan seluruh bangsa Indonesia. Tidak ada jaringan dan komunikasi yang telah menyatu dari gunung sampai ke pantai atau ke pulau-pulau seperti yang dilakukan oleh PLN, di mana saja ada tiang listrik PLN tetapi PLN terkendala tidak mampu membangun infrastruktur untuk memenuhi kebutuhan listrik seluruh rakyat karena masih menjual produksi listriknya di bawah harga produksi. Akibatnya, PLN tidak mampu membangun pusat pembangkit listrik jaringan distribusinya. Selain itu, kebijakan belum mendukung operasional PLN. Sumber energi yang dimiliki Indonesia belum difokuskan berpihak untuk mendukung PLN, diekspor dengan dalih mendapatkan pasokan devisa dari eksport hasil eksplorasi minyak, batu bara, dan gas. Ironisnya pula, PLN wajib membeli … membeli gas lebih mahal daripada harga eksport. Dibangun PLTGU dengan menggunakan bahan bakar BBM dan gas, investasinya 12
mahal, tetapi PLN kesulitan mendapatkan gas. Investasi percuma, gitu Pak. Sejarah mencatat pula sejak tahun 1995 kalau tidak salah, direktorat perencanaan dihapus di PLN, Pak. Jadi PLN tidak pernah mampu merencanakan dengan baik karena tidak ada direktoratnya, Pak. Baru tahun 2009 dibentuk lagi direktorat perencanaan. PLN telah mengizinkan swasta mengelola dari mulai pembangkit, jaringan distribusi, dan menjual produknya langsung pada konsumen seperti PT Cikarang Lindo, padahal berdekatan dengan instalasi milik PLN. Cikarang kan dekat dengan Bekasi segala macam, Pak. Sudah ada instalasi PLN, tapi diberi izin untuk membangun pembangkit sendiri sampai dengan menjual kepada rakyat, kepada masyarakatnya. PLN pun membentuk anak perusahaan yang tarifnya berbeda dengan PDL, seperti di Batam dan di Tarakang. Jadi terjadi perbedaan tarif yang dialami oleh rakyat Indonesia. Tidak merata ini, Pak. Majelis Hakim Konstitusi yang saya muliakan. Kita diwajibkan oleh semua agama bahwa hari ini harus lebih baik dari kemarin, besok harus lebih baik dari hari ini. mari kita hijrah meninggalkan keburukan dan membangun dan memberdayakan PLN warisan para pejuang listrik milik rakyat Indonesia agar melaksanakan amanahnya yang telah diberikan oleh negara, yaitu memberikan kebutuhan energi listrik kepada masyaralak di mana pun berada dan layanan keselamatan dari bahaya listrik seperti yang dicontohkan oleh penjajah Belanda sebagai wujud melestarikan dan hasil pengorbanan para pejuang kemerdekaan. Di akhir uraian yang saya sampaikan di hadapan Majelis Hakim Konstitusi, saya menyimpulkan bahwa rakyat di manapun berada wajib menerima dan menikmati energi listrik. Apakah pengelolanya dilakukan oleh PLN atau oleh pihak mana pun selagi PLN tidak mampu menjangkau dan melayani dengan baik? Rakyat wajib mendapatkan jaminan hidup yang layak walau menjadi mitra kerja sekalipun dengan PLN. Selain itu, saya prihatin dengan keberadaan 4.300 unit PLTD yang tersebar di kepulauan yang menyebebkan subsidi listrik membengkak karena menggunakan bahan bakar. Sudah merupakan kewajiban setiap warga negara terlebih para pemegang amanah Tuhan untuk mencarikan solusi mengganti PLTD dengan pembangkit berbahan bakar gas. Pengangkutan dan mobilisasi gas sangat mudah diciptakan tangki abong, alternatif lain adalah mengharuskan pembangunan pembangkit di mulut tambang serta pengeboran panas bumi dan gas alam dibiayai APBN, Pak. Itu adalah solusi yang paling tepat untuk segera kita keluar dari krisis listrik, Pak. Demikianlah, semoga bermanfaat di dalam mendahulukan kepentingan rakyat. Selamat berkarya melaksanakan amanah Allah. Terima kasih.
13
15.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Terima kasih, Bapak Zidane Sofwan yang telah memberi keterangan dengan begitu runtut dan kaya informasi. Dipersilakan Saudara Rifki Nizami Kasayuda.
16.
AHLI DARI PEMOHON: RIZKI NIZAM Bismillahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr. wb. Majelis Konstitusi yang ahli muliakan, pertama terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada ahli untuk memberikan pemaparan khususnya dalam kapasitas ahli sebagai akademisi di bidang hukum tata negara untuk melihat persoalan ketenagalistrikan yang masih belum memberi ruang yang memadai kepada daerah dalam konteks otonomi. Akibatnya tak sedikit daerah yang kaya akan sumber daya alam sebagai bahan energi listrik saat ini masih berjuang keluar dari belenggu krisis energi listrik itu sendiri. Daerah-daerah yang kaya sumber daya alam itu seolah mengalami krisis listrik di lumbung energi. Masalahnya bukan sekedar soal ikhtiar dan inisiatif di level pemerintah daerah tempat di mana krisis itu berada untuk keluar dari belenggu itu melainkan ada pada regulasi yang masih mengekang ikhtiar tersebut untuk menyelesaikan krisis listrik pada level daerah. Majelis Hakim Konstitusi Yang Mulia, kalau kita cermati ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan yang dimohonkan oleh Pemohon hari ini, maka sekilas akan kita lihat norma-norma yang cukup memberi ruang bagi daerah untuk turut serta mengurus urusan ketenagalistrikan itu. Setidaknya ada 4 norma yang memberikan pandangan terkait persoalan itu. Pertama ketentuan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa pembangunan ketenagalistrikan menganut asas diantaranya asas otonomi daerah. Kedua, ketentuan dalam Pasal 3 ayat (1) undang-undang a quo yuang menyatakan, “Penyediaan tenaga listrik dikuasai oleh negara yang penyelenggaraannya dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah berlandaskan prinsip otonomi daerah”. Norma yang ketiga adalah soal pengelolaan kewenangan dalam Pasal 5 undang-undang a quo yang membagi kewenangan antara pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Kewenangan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota diantaranya menerbitkan peraturan daerah tentang ketenangalistrikan, membuat rencana umum ketenagalistrikan di tingkat provinsi atau kabupaten/kota, dan menetapkan izin usaha dan izin operasional penyedia ketenagalistrikan yang wilayah usahanya di daerahnya tersebut. Dan norma yang keempat adalah penglibatan daerah dalam urusan ketenagalistrikan yang tergambar dalam Pasal 11 ayat (1) undang-undang a quo yang menyatakan bahwa usaha penyedia 14
ketenagalistrikan untuk kepentingan umum dilaksanakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha swasta, koperasi, dan swadaya masyarakat yang berusaha di bidang penyedia ketenagalistrikan. Majelis Hakim Konstitusi Yang Mulia, jika bersandar pada 4 norma dalam ketentuan undang-undang a quo tentang Ketenagalistrikan, maka seharusnya peran daerah dalam urusan ketenagalistrikan tidak perlu kita permasalahkan bahkan sampai dilakukan judicial review sampai hari ini. Akan tetapi fakta memperlihatkan bahwa krisis energi listrik di banyak tempat di Indonesia tak terkecuali di daerah-daerah yang kayak akan sumber daya alam yang menghasilkan listrik terus terjadi. Kejadian teraktual di Kota Tarakan Kalimantan Timur, kota penghasil minyak dan batu bara ini memanas pada permulaan Maret yang lalu. Akibat … akibat krisis listrik ini konflik sosial terjadi di sana, masyarakat yang sehari-hari disuguhi pemadaman listrik dalam waktu yang panjang meluapkan protesnya kepada PT PLN Persero dan walikota setempat. Ujung dari demonstasi itu Kantor Walikota Tarakan dibakar massa. Terbatasnya ruang pemerintah daerah dan badan usaha lain di luar BUMN di bidang ketenagalistrikan dalam hal ini PT PLN Persero dalam penyediaan usaha ketenagalistrikan di Indonesia khususnya di daerah berpangkal pada adanya ketentuan dalam Pasal 10 ayat (3) dan (4) Undang-Undang Ketenagalistrikan sebagaimana dimohonkan Pemohon. Pasal 10 ayat (3) menyatakan, “Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh satu badan usaha dalam satu wilayah usaha.” Ayat (4), “Pembatasan wilayah usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) juga berlaku.” Kata juga berlaku untuk usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum yang hanya meliputi distribusi tenaga listrik dan/atau penjualan tenaga listrik. Kata juga berlaku dalam ayat (4) itu menunjukan bahwa bukan hanya terkait dengan distribusi tenaga lsitrik dan/atau penjualan tenaga listrik yang diberlakukan wilayah … satu wilayah usaha untuk satu badan usaha melainkan juga terkait dengan pembangkit listrik itu sendiri. Dalam kenyataannya hampir seluruh wilayah usaha ketenagalistrikan di tanah air telah ada badan usaha penyedia tenaga listriknya dalam hal ini PT PLN Persero yang berstatus BUMN termasuk di wilayah Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan tempat domisili Pemohon. Keberadaan PT PLN Persero tersebut menjadikan terbatasnya ruang bagi badan usaha lain termasuk BUMD untuk terus serta menjadi penyedia usaha ketenagalistrikan di satu wilayah usaha ketenagalistrikan yang sama. Kendati di wilayah usaha ketenagalistrikan itu kapasitas, daya, jaringan, distribusi yang dimiliki oleh PT PLN Persero amat minim yang mengakibatkan minimnya pelayanan untuk kepentingan umum. Sebagai alat ukur, Yang Mulia, rasio elektrifikasi Kabupaten Tanah Bumbu baru sekitar 52% yang berarti jumlah kepala keluarga yang teraliri listrik di
15
kabupaten yang kaya sumber daya alam batu bara itu baru sekitar 52% dari jumlah kepala keluarga yang ada di kabupaten itu. Majelis Hakim Konstitusi Yang Mulia, ikhtiar pemerintah daerah yang terefleksi dari kehendak Bupati Tanah Bumbu untuk turut serta mengurai masalah ketenagalistrikan di kabupatennya dengan cara membangun sendiri pembangkit listrik tenaga uap batu bara melalui BUMD-nya terhalang oleh berbagai regulasi yang menyulitkan akibat masih eksisnya rezim monopolistik penyediaan ketenagalistrikan yang dilakukan oleh PT PLN Persero. Rezim monopolistik itu terlihat mulai dari perencanaan yang mesti dimasukkan dalam rencana umum pembangunan ketenagalistrikan yang dalam penyusunanya menjadi wilayah absolut PT PLN Persero dan pemerintah pusat tanpa melibatkan daerah, kendati Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009, daerah diberi ruang untuk menyusun RPTL daerah, namun hal itu tak pernah terjadi. Ciri rezim monopolistik itu pula terlihat dari pola perizinan yang diberlakukan. Keberadaan PT PLN Persero sebagai BUMN dalam penyelenggaraan usaha ketenagalistrikan, mengharuskan perizinan yang berkaitan dengannya mesti dilakukan oleh pemerintah pusat. Pada wilayah dimana hampir seluruh wilayah usaha ketenagalistrikan sudah ada PT PLN, sebagai badan usaha penyedia ketenagalistrikan, sebagaimana disebutkan sebelumnya, maka seluruh proses perizinan mesti dilakukan secara terpusat, sentralistik, sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009, a quo. Pemda yang dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009, diberi ruang untuk menerbitkan izin usaha penyedia ketenagalistrikan, terdapat pernah menggunakan kewenangan yang dimaksud karena badan usaha penyedia tenaga listrik yang beroperasi di luar PT PLN yang merupakan BUMN itu, tak mendapat ruang yang memadai. Ini semua terjadi karena adanya ketentuan dalam Pasal 10 ayat (3) dan (4) undang-undang a quo sebagaimana dimohonkan Pemohon. Majelis Hakim Konstitusi Yang Ahli Muliakan, dengan menggunakan konstruksi yuridis demikian, keberadaan pemda sebagai salah satu pilar penting dalam urusan ketenagalistrikan sebagaimana kehendak Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 itu sendiri tak pernah tercapai. Hal itu pula yang dapat menjelaskan, mengapa di daerah yang kaya akan sumber daya alam sekalipun, detik ini kelangkaan listrik terus terjadi. Asas otonomi dalam Undang-Undang Ketenagalistrikan yang menjadi salah satu asas penyelenggaraan urusan ketenagalistrikan sebagaimana amanat Pasal 2 undang-undang a quo, dilanggar oleh ketentuan Pasal 10 ayat (3) dan (4) undang-undang dimaksud. Asas otonomi daerah, jelas merupakan amanat konstitusi. Pada Pasal 18 yang hendak memberikan ruang seluas-luasnya kepada daerah untuk berprakarsa mengatur dan mengurus daerahnya sendiri. Ketentuan dengan otonomi seluas-luasnya, kita anut dalam Pasal 18 16
ayat (2) dan (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dimaksudkan agar daerah secara mandiri dapat memberdayakan daerah dan mempercepat pengambilan kebijakan dalam berbagai urusan pemerintahannya, tentu di dalamnya termasuk di bidang ketenagalistrikan, sebagaimana dinyatakan di dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 10/PUU-X/2012, tanggal 22 November 2012. Majelis Hakim Yang Mulia, pemberlakuan Pasal 10 ayat (3) dan (4) undang-undang a quo, juga menjadikan pemerintah daerah tak dapat berfungsi sebagai salah satu regulator dalam urusan ketenagalistrikan. Regulator dalam hal ini, dilakukan oleh pemerintah pusat semata dan bahkan PT PLN Persero. Keberadaan PT PLN sebagai badan usaha satu-satunya di berbagai wilayah usaha ketenagalistrikan di tanah air, menghalangi kewenangan pemerintah daerah sebagai regulator, sekaligus mengaburkan kedudukan hukum pemerintah daerah dalam urusan ketenagalistrikan. PT PLN Persero yang dalam konstruksi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009, ditempatkan sebagai salah satu penyelenggara usaha ketenagalistrikan untuk kepentingan umum, dengan keberadaan Pasal 10 ayat (3) dan (4) undang-undang a quo sebagaimana dimohonkan Pemohon, menjelma menjadi regulator, bukan hanya sebagai pelaksana. Fungsi regulator yang diemban PT PLN terkait dengan seluruh permohonan perizinan penyelenggaraan usaha ketenagalistrikan, mesti disampaikan kepada BUMN ini karena keberadaannya sebagai badan usaha yang telah eksis di suatu wilayah usaha ketenagalistrikan. Dengan kedudukan hukum yang sedemikian, PT PLN Persero berkedudukan sangat kuat untuk menentukan badan usaha apa saja yang dapat dan layak untuk bekerja sama dengannya di suatu usaha ketenagalistrikan, termasuk menentukan pola kerja sama, jenis teknologi pembangkit listrik, dan lain sebagainya. Tak heran, dengan logika demikian, di Kalimantan Selatan yang kaya akan sumber daya batu bara, justru dibangun pembangkit listrik diesel dengan bahan bakar solar yang biaya operasionalnya empat kali lipat lebih tinggi dibanding pembangkit berbahan bakar batu bara. Dengan menggunakan bahan bakar solar, biaya operasional pembangkit listrik per kwh sebesar Rp2.450,00, sementara dengan batu bara, biaya yang dibutuhkan per kwh sebesar Rp550,00. Pada saat ini, biaya listrik per kwh yang dibebankan kepada masyarakat Kalsel adalah Rp770,00, sebagaimana tarif dasar listrik yang ditetapkan pemerintah. Abstraksi ini menggambarkan pilihan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini pemerintah pusat, amat tidak logis dan berakibat pada semakin beratnya beban subsidi listrik yang ditanggung oleh APBN. Lebih jauh, hal ini mengundang kecurigaan telah terjadi praktik korupsi dalam usaha ketenagalistrikan kita selama ini. Kebijakan kelistrikan kita juga memperlihatkan arogansi pusat yang tak 17
memperhatikan keunggulan dan spesifikasi daerah, termasuk di tempat kami, di Kalimantan Selatan. Majelis Hakim Konstitusi Yang Mulia, berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keberadaan Pasal 10 ayat (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, nyatanyata bersifat inkonstitusional. Hal ini dikarenakan dengan keberadaan pasal a quo, asas otonomi daerah sebagaimana amanat konstitusi, yang juga menjadi asas dalam undang-undang a quo, tercederai. Daerah yang semestinya dapat turut serta memberdayakan segala potensi yang ada pada dirinya untuk menyelesaikan urusan ketenagalistrikan, justru terhalang oleh ketentuan a quo. Selain asas otonomi yang tercederai, keberlakuan Pasal 10 ayat (3) dan (4) undang-undang a quo, juga nyata-nyata bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2), Pasal 28C ayat (1), dan Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebagaimana didalilkan oleh Pemohon. Dengan dibuka lebarnya pintu alternatif penyedia ketenagalistrikan dan mempertahankan rezim monopolistik yang dilakukan oleh PT PLN Persero, maka kehidupan masyarakat Indonesia yang layak, sejahtera, dan berkualitas guna mencapai kesejahteraan lahir dan batin, akan sulit terwujud. Majelis Hakim Konstitusi Yang Mulia. Di akhir keterangan Ahli ini, izinkan Ahli mengingatkan kita bersama bahwa monopoli dalam berbagai urusan terkait hajat hidup orang banyak, yang pernah dikelola dan dilakukan oleh beberapa BUMN di negara kita, hari ini perlahan dan sudah mulai diakhiri. Dalam urusan penerbangan, misalnya jika dahulu hanya ada Garuda Indonesia dan Merpati Nusantara, saat ini berbagai maskapai penerbangan diberi ruang, hasilnya semakin banyak masyarakat yang dapat menikmati penerbangan dengan mudah dan murah. Dalam bidang telekomunikasi, negara kita cukup lama bertahan dengan BUMN-nya bernama PT Telkom. Saat ini sarana komuni … saat itu sarana komunikasi amat terbatas, khususnya melalui komunikasi telepon kabel, dengan diberi ruang bagi penyedia sarana komunikasi lain di luar BUMN, maka hari ini mulai dari kawan-kawan kita yang berprofesi sebagai tukang becak, sampai dengan Pimpinan MK di sini dapat memiliki hand phone dan mempermudah komunikasi diantara kita. Dalam hal usaha penyedia tenaga listrik, menurut Ahli tidak salahnya negara juga memberikan ruang yang cukup bagi penyedia usaha tenaga listrik alternatif di luar PT PLN Persero. Negara dalam hal ini Pemerintah dan pemerintah daerah berperan sebagai regulator, sementara PT PLN kita kembalikan kepada khitahnya sebagai salah satu penyelenggara, di samping BUMD, swasta, maupun koperasi. Peran pemda sebagai regulator tentu terbatas pada wilayah administratifnya, dan dalam konteks itu pemda dapat ikut serta mengikhtiarkan menyelesaikan kelistrikan, setidaknya di daerahnya masing-masing.
18
Majelis Hakim Konstitusi Yang Mulia, itulah yang dapat Ahli sampaikan. Terima kasih atas kesempatannya dan perhatiannya. Wabillahitaufikwalhidayah wassalamualaikum wr. wb. 17.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Baik, keterangan dari Pemerintah sudah, dari Ahli sudah. Sekarang, apakah Majelis Hakim ada yang mau mendalami? Pak Hakim Hamdan Zoelva, silakan.
18.
HAKIM ANGGOTA: HAMDAN ZOELVA Ya, saya ingin menanyakan kepada dua Ahli ini. Saya membayangkan suatu daerah sebagai satu wilayah pengusaha tenaga listrik yang ada ini seperti cerita Pemohon ini, di sana ada masalah bahwa ternyata penyediaan tenaga listriknya tidak becus, begitulah kirakira. Apakah yang dimaksudkan di sini adalah badan usaha yang melaksanakan itu, ditender ulang di wilayah usaha itu? Sehingga bisa masuk badan usaha baru, di satu wilayah itu? Nah, kalau menurut keterangan Pemerintah, bisa saja suatu badan usaha untuk masuk situ tapi dibuatkan bentuk suatu wilayah usaha yang baru, tapi yang dihadapi di sini adalah di situ sudah satu wilayah usaha, tapi penyelenggaraan penyediaan tenaga listriknya tidak becus, sehingga apakah yang dimaksud itu adalah ditender ulang wilayah itu, siapa yang paling meringankan beban kepada masyarakat, sehingga bisa diselenggarakan oleh suatu badan usaha yang baru. Apakah itu yang … yang dimaksud? Saya kira itu, Majelis.
19.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Baik, silakan dari Pak Sofwan dahulu.
20.
AHLI DARI PEMOHON: ACHMAD ZIDANE S Kalau satu daerah sudah ada instalasi milik satu badan, sangat tidak mungkin kalau ada tiang-tiang distribusi lainnya, dari swasta yang lain berada di sana, Pak itu akan kacau. Ya, sangat diperbolehkan secara logika bahwa bila ada daerah yang tidak mampu dijangkau oleh PLN, seyogianya pemerintah daerahlah yang melakukan upaya apakah itu dengan tender, untuk dicarikan harga yang paling menguntungkan, itu adalah kewenangan dari daerah. Kalau menurut saya demikian, Pak.
21.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Baik, berikutnya Pak Rizki? 19
22.
AHLI DARI PEMOHON: RIZKI NIZAM Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009, Yang Mulia. Itu menegaskan bahwa dalam prinsip usaha penyediaan ketenagalistrikan, itu menganut prinsip terintegrasi, sebagaimana disampaikan oleh Pihak Pemerintah tadi dan menurut saya prinsip terintegrasi itu harusnya dapat terwujud jika tidak hanya satu badan usaha yang bisa masuk di level itu. Tinggal nanti dalam konteks teknologi, saya bukan Ahlinya, didiskusikan apakah memungkinkan misalnya, ada dua pembangkit tenaga listrik. Satu, merupakan domain pemerintah daerah yang satu adalah PT PLN, untuk mencukupi kebutuhan dalam satu wilayah usaha ketenagalistrikan, taruhlah dalam satu kabupaten, atau dua kabupaten, yang kemudian distribusikan transmisinya tetap digunakan yang ada sekarang. Problemnya sekarang pemerintah daerah dengan segala kekayaan sumber daya alamnya, dengan APBD-nya, dengan potensi investasinya ingin bergerak ke level itu, itu harus masuk dalam satu rezim di mana perizinannya sangat sentralistik, bahkan bukan hanya dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM, tapi juga harus masuk dalam wilayah PT PLN, yang dalam kontruksi undang-undang itu harusnya sebagai penyelenggara, bukan sebagai regulator. Jadi, dari kacamata hukum tata negara, menurut saya di sini kekacauan posisi hukum PT PLN dan posisi hukum pemerintah daerah yang bertukar. Padahal kehendak dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 itu Pemerintah Daerah salah satu regulator di samping Pemerintah Pusat.
23.
HAKIM ANGGOTA: HAMDAN ZOELVA Artinya Saudara bisa (suara tidak terdengar jelas) hanya pembangkitan, harusnya boleh gitu?
24.
AHLI DARI PEMOHON: RIZKI NIZAM Saya kira pada level itu, Yang Mulia, paling rasional. Sekarang boleh, tetapi kemudian perizinan, harga, jenis teknologi itu diatur sedemikian rupa oleh PT. PLN sebagai pelaksana. Di Daerah Kabupaten Tanah Bumbu yang kaya akan sumber daya alam batubara dipaksa dengan diesel yang harganya lebih tinggi dan kemudian batubaranya tidak digunakan untuk pembangkit listrik di daerah tersebut. Menurut kami sebagai orang daerah hal ini tidak rasional dalam pengambilan kebijakan.
20
25.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Cukup, ada lagi Hakim? Cukup,ya (...)
26.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Izin, izin, Yang Mulia.
27.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Pemerintah, silakan.
28.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Silakan Pak Dirjen kalau mau menanggapi.
29.
PEMERINTAH: JARMAN Yang Mulia Hakim Mahkamah Konstitusi, jadi pengadaan pembangkit itu bisa dilakukan oleh siapa saja. Nah, tentu di sini yang dipakai adalah prinsip discoast, jadi ditenderkan, siapa yang paling murah itu yang akan diterima untuk masuk ke sistem. Tentu di situ bahwa suatu perusahaan yang sudah membangun pembangkit, tentunya mengharapkan bahwa produksi listrik harus dibeli oleh/atau di-offtake oleh pembeli yang menguasai daerah setempat. Nah, kalau perusahaannya adalah perusahaan listrik PLN, maka perusahaan listriklah yang wajib untuk membeli. Nah, tentu di sini siapapun juga selama dia bisa menawarkan pembangkit listrik dengan harga yang termurah, harusnya harus bisa diterima oleh PLN. Demikian.
30.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Baik, cukup, ya. Kalau begitu sidang sudah dianggap selesai kecuali Pemohon maupun Pemerintah masih ingin dibuka sidang lagi untuk mendengar keterangan lain atau informasi lain, atau bukti lain. Bagaimana Pemohon, cukup?
31.
KUASA HUKUM PEMOHON: ISKANDAR ZULKARNAEN Majelis Hakim Yang Terhormat, kami ingin menghadirkan saksi dan ahli yang lain.
21
32.
KETUA: MOH. MAHFUD MD Oke, kalau begitu sidang akan dibuka lagi pada hari Kamis, tanggal 3 April 2013, jam 11.00 WIB, acaranya yaitu mendengarkan keterangan ahli atau saksi, baik yang diajukan oleh Pemohon maupun nanti kalau Pemerintah juga ingin mengajukan saksi maupun ahli. Sidang hari ini ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 12.25 WIB Jakarta, 26 Maret 2013 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d. Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
22