MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 60/PUU-XI/2013
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN PEMERINTAH DAN DPR (III)
JAKARTA SENIN, 9 SEPTEMBER 2013
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 60/PUU-XI/2013 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian [Pasal 1 angka 1, Pasal 1 angka 11, Pasal 1 angka 18, Pasal 3, Pasal 5 ayat (1), Pasal 50 ayat (1) huruf a, Pasal 50 ayat (2) huruf e, Pasal 55 ayat (1), Pasal 56 ayat (1), Pasal 63, Pasal 65, Pasal 66 ayat (2) huruf b, Pasal 75, Pasal 76, Pasal 77, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Yayasan Bina Desa Sadajiwa 2. Koperasi Karya Insani 3. Yayasan Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga, dkk. ACARA Mendengarkan Keterangan Pemerintah dan DPR (III) Senin, 9 September 2013, Pukul 13.40 – 14.55 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9)
M. Akil Mochtar Harjono Anwar Usman Muhammad Alim Maria Farida Indrati Patrialis Akbar Arief Hidayat Ahmad Fadlil Sumadi Hamdan Zoelva
Sunardi
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. 2. 3. 4. 5.
Suroto Wigatiningsih Sri Agustin Trisnantari Maya Sapira Khairul Umam
B. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Edy H. Gurning 2. Muhammad Isnur 3. Ahmad Biky C. Pemerintah: 1. 2. 3. 4.
Setyo Heriyanto Basuki Tuti Rianingrum Mualimin Abdi
D. DPR: 1. Ruhut Sitompul
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 13.40 WIB
1.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Sidang dalam Perkara Nomor 60/PUU-XI/2013, sidang dalam Pengujian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian terhadap Undang-Undang Dasar, saya nyatakan dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Pemohon silakan, siapa yang hadir hari ini?
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: EDY H. GURNING Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang untuk kita semua, terima kasih atas kesempatannya, Yang Mulia. Kali ini Pemohon hadir … beberapa Pemohon dan Kuasanya dari lembaga yaitu Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Koperasi, dalam hal ini diwakili oleh Pak Suroto yang berbaju batik di tengah. Kemudian ada Pemohon perseorangan, yaitu Ibu Wigatiningisih, pojok kanan dan Ibu Sri Agustin Trisnantari di belakang, Ibu Maya Sapira di belakang dan satu lagi Khairul Umam dan Kuasanya yang hadir saya sendiri Edy H. Gurning. Di sebelah kanan saya ada Muhammad Isnur dan Ahmad Biky. Terima kasih, Yang Mulia.
3.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Pemerintah?
4.
PEMERINTAH: TUTI RIANINGRUM Terima kasih, Yang Mulia. Dari Pemerintah hadir dari Kementerian Hukum dan HAM dan juga dari Kementerian Koperasi, saya perkenalkan dari sebelah kiri saya, Bapak Setyo Heriyanto (Deputi Bidang Kelembagaan Koperasi dan UKM). Sebelah kirinya, Bapak Basuki (Asisten Deputi Urusan Undang-Undang, Koperasi, dan UKM). Dan saya sendiri Tuti Rianingrum dari Kementerian Hukum dan HAM. Kemudian yang di belakang staf dari Kementerian Hukum dan HAM, dan Kementerian Koperasi dan UKM. Terima kasih, Yang Mulia.
1
5.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR hadir.
6.
Dari DPR, Pak Ruhut. Wah ini Ketua Komisi III-nya langsung
DPR: RUHUT SITOMPUL Terima kasih, Ketua yang kami muliakan. Saya Ruhut Sitompul mewakili DPR bersama Tenaga Ahli kami dari Kesekjenan. Terima kasih, Ketua, Anggota Yang Mulia.
7.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Baiklah, hari ini agenda kita adalah mendengar keterangan Pemerintah dan DPR. Dan ini ada sedikit goncangan-goncangan itu karena di sebelah itu lagi ada gedung RRI itu lagi dibongkar, jadi ada ekskavator bukan gempa bumi, Pak, sampai ke atas terdengar juga, kerasa juga bergetar tapi tidak menganggu persidangan ini. Ini mau Pemerintah apa mau DPR duluan ini? Ini karena DPR datang, kita kasih DPR duluanlah. Silakan menggunakan mimbar.
8.
DPR: RUHUT SITOMPUL Assalamualaikum wr. wb. Salam sejahtera buat kita semua, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, keterangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atas permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Perkara Nomor 60/PUU-XI/2013, Jakarta, 9 September 2013, Kepada Yang Terhormat Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, dan Majelis yang kami muliakan. Berdasarkan Surat Kuasa Nomor HK.01/06127/DPR-RI/2013 tanggal 3 Juni 2013 telah memberi Kuasa kepada Pimpinan dan Anggota Komisi III dan Komisi VI DPR RI, dalam hal ini kami 18 dan diwakili oleh saya Ruhut Poltak Sitompul. Sehubungan dengan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, selanjutnya disebut Undang-Undang Perkoperasian, yang diajukan oleh Yayasan Bina Desa Sadajiwa/Pemohon I. Koperasi Karya Insani/Pemohon II, Yayasan Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga/Pemohon III, Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil (ASPPUK)/Pemohon IV, Asosiasi Pusat Pengembangan Sumber Daya Wanita/Pemohon V, Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Koperasi/Pemohon VI. Saudara Wigatiningsih/Pemohon VII, Saudari Agustin Krisnantari/Pemohon VIII, Sabik Mubarok/Pemohon IX, Saudara Maya Saphira/Pemohon X, Saudara Khairul Umam/Pemohon XI, dalam 2
hal ini diwakili oleh Tommy Albert M Tobing, S.H., dan kawan-kawan selaku Advokat dan/atau Pengacara Publik yang berasal dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH ) Jakarta berdomisili di Jalan Dipenogoro Nomor 74 Menteng Jakarta Pusat. Kami lewatkan, Pak, langsung kepada keterangan kami dalam hal ini. C. Keterangan DPR RI. Terhadap dalil Para Pemohon sebagaimana diuraikan dalam permohonan a quo, DPR dalam penyampaian pandangan terlebih dahulu menguraikan mengenai kedudukan hukum (legal standing) dapat dijelaskan sebagai berikut. 1. Kedudukan hukum (legal standing) Para Pemohon. Mengenai kedudukan hukum (legal standing) Para Pemohon, DPR menyerahkan sepenuhnya kepada Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia untuk mempertimbangkan dan menilai, apakah Para Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) atau tidak. Sebagaimana yang diatur oleh Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi dan berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 006/PUU-III/2005 dan Perkara Nomor 011/PUU-V/2007. 2. Pengujian Undang-Undang tentang Perkoperasian. a. Terhadap permohonan pengujian Pasal 1 angka 1 UndangUndang tentang Perkoperasian. DPR menyampaikan keterangan sebagai berikut. 1. Bahwa sesuai dengan paradigma Undang-Undang tentang Perkoperasian adalah sesungguhnya ingin membangun koperasi menjadi sejajar, memiliki daya tarik dan daya saing yang tinggi dengan badan hukum yang lain. 2. Meningkatkan peran dan fungsi koperasi menjadi suatu lembaga yang lebih profesional, modern, dan dapat dijadikan sumber penghasilan bagi peningkatan kesejahteraan para anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. 3. Menjadikan organisasi koperasi kompatibel dengan organisasi lainnya dengan tetap menjalankan prinsip-prinsip koperasi secara konsisten dan tetap berpegang teguh kepada prinsip usaha bersama dan asas kekeluargaan, seperti tercantum dalam Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 4. Bahwa koperasi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota dan masyarakat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 undang-undang a quo yang menyatakan, “Koperasi bertujuan meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyakarat pada umumnya,” sekaligus sebagai bagian yang tidak 3
5.
6.
7.
8.
9.
terpisahkan dari tatanan perekonomian nasional yang demokratis dan berkeadilan. Bahwa masalah ... bahwa salah satu upaya untuk mewujudkan paradigma dan tujuan sebagaimana dimaksud dalam poin 3 dan poin 4. Salah satunya dilakukan dengan memperjelas bentuk dan status dari badan koperasi melalui bentuk badan hukum. Bahwa badan hukum merupakan suatu organisasi yang memiliki kekayaan yang terpisah dari anggotanya, memiliki arah dan tujuan dalam pembentukan organisasinya, serta memiliki pengurus atau pengelola. Bahwa apabila merujuk pada tiga unsur utama dalam badan hukum, maka jelas hal ini sangatlah relevan dengan pembentukan organisasi koperasi. Karena organisasi koperasi adalah organisasi yang pasti memiliki modal yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran anggotanya. Modal tersebut harus dikelola secara profesional dan transparan, baik bentuk dan jumlahnya, sehingga dapat dengan mudah dipertanggungjawabkan. Untuk itu status modal yang dimiliki koperasi haruslah jelas, yaitu merupakan modal milik organisasi koperasi itu sendiri dan tidak tercantum ... tercampur aduk atau tumpang tindih dengan harta atau aset pribadi masing-masing anggotanya. Sehingga pertanggungjawabannya dapat dengan mudah untuk dilakukan karena tercatat dengan baik dan berimplikasi juga kepada sampai sejauh mana masing-masing anggota koperasi bertanggung jawab atas potensi kerugian yang akan ditanggung oleh masing-masing anggota koperasi. Bahwa sesuai dengan unsur yang kedua, yaitu tujuan organisasi. Keberadaan koperasi tentulah memiliki tujuan yang jelas, yaitu suatu wadah yang dibentuk bersama-sama untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran anggotanya. Untuk itu maka organisasi koperasi pastilah memiliki tujuan dalam pembentukan organisasinya, sehingga sejalan dengan tujuan dari pembentukan badan hukum. Bahwa unsur ketiga dari pembentukan badan hukum adalah adanya pengurus atau struktur organisasi yang jelas. Hal ini telah sejalan dengan tujuan pembentukan koperasi itu sendiri, yang bahkan dengan keberlakuan undang-undang a quo dibuka kemungkinan pengurus dapat berasal dari luar anggota, yaitu kalangan ahli dan profesional dengan tujuan agar manajemen koperasi dapat diselenggarakan secara lebih maju dan profesional. 4
Sehingga tujuan pembentukan koperasi, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan, kemakmuran anggotanya dapat lebih terjamin. 10. Bahwa anggapan Pemohon keberlakuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang tentang Perkoperasian dapat merugikan hak konstitusional Pemohon sangatlah tidak beralasan dan tidak masuk akal. Karena pembentukan organisasi koperasi sebagai badan hukum justru memperjelas status, bentuk, dan dapat lebih menjamin tercapainya tujuan pembentukan koperasi. b. Terhadap permohonan pengujian Pasal 1 angka 11 UndangUndang tentang Perkoperasian, DPR menyampaikan keterangan sebagai berikut. 1. Bahwa permohonan pengujian Pasal 1 angka 11 undangundang a quo terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sangat tidak jelas (absurd). Mengenai bagian mana di dalam undang-undang a quo yang akan dimohonkan untuk diuji apakah yang dimaksud permohonan hanya ketentuan Pasal 1 angka 11 undang-undang a quo saja, ataukah juga meliputi ketentuan yang ada di dalam Pasal 66 ayat (2) huruf b, Pasal 75, Pasal 76, Pasal 77 secara menyeluruh. Hal ini menjadi sangat membingungkan dan tidak jelas (absurd). Mengingat di dalam duduk perkara permohonan menguraikan bahwa Pasal 1 angka 11, Pasal 66 ayat (2) huruf b, Pasal 75, Pasal 76, dan Pasal 77 bertentangan dengan ketentuan di dalam Pasal 33 ayat (4) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tetapi di dalam petitum Pemohon, tidak menyatakan Pasal 66 ayat (2) huruf b, Pasal 75, Pasal 76, dan Pasal 77 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. 2. Bahwa ketentuan mengenai modal penyertaan dalam undang-undang a quo merupakan salah satu cara untuk meningkatkan peran dan partisipasi aktif setiap warga negara dalam berkoperasi agar dapat menjadi anggota, pemilik, dan sekaligus pengguna jasa koperasi. Keanggotaan koperasi bersifat terbuka bagi semua yang bisa dan mampu menggunakan jasa koperasi dan bersedia menerima tanggung jawab keanggotaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) dan ayat (3) undangundang a quo, sekaligus juga untuk semakin memperbesar lembaga koperasi dengan cara pengembangan usaha koperasi yang salah satu caranya melalui penyertaan 5
c.
modal. Sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan anggota dan dapat berimplikasi kepada kesejahteraan masyarakat secara luas, serta semakin membuat lembaga koperasi semakin besar melalui usaha untuk meningkat dan mengembangkan usaha koperasi dan pelayanan kepada anggota. 3. Bahwa dari permohonan tersebut jelas Pemohon memahami undang-undang a quo secara sepotongsepotong atau parsial. Dalam memahami hal ini hendaknya diperhatikan juga beberapa ketentuan di dalam undangundang a quo. Yaitu, ketentuan Pasal 33 huruf d dan huruf e, dan Pasal ... Pasal 75 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3). 4. Bahwa tidak benar ketentuan mengenai modal penyertaan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang a quo telah membuka peluang invers … invertensi … intervensi pihak luar, termasuk pemerintah dan pihak asing melalui permodalan. Karena berdasarkan Pasal 75 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) undang-undang a quo koperasi dapat menerima penyertaan modal dari pemerintah dan/atau masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undangan atau perjanjian penempatan modal. Selain itu pemerintah dan/atau masyarakat juga turut menanggung resiko dan bertanggung jawab terhadap kerugian usaha yang dibiayai oleh modal penyertaan sebatas senilai modal penyertaan yang ditanamkan dalam koperasi. Sehingga dari ketentuan tersebut, kemungkinan terhadap intervensi pihak luar melalui permodalan semakin diminimalisir. Terhadap permohonan pengujian Pasal 50 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf e, Pasal 55 ayat (1), Pasal 56 ayat (1), Pasal 63, dan Pasal 65 undang-undang tentang perkoperasian, DPR menyampaikan keterangan sebagai berikut. 1. Bahwa permohonan di dalam permohonan memahami Pasal 50 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf e, Pasal 55 ayat (1), Pasal 56 ayat (1), Pasal 63, dan Pasal 65 undang-undang a quo secara sepenggal-sepenggal dan tidak komperhensif. Karena setiap pasal-pasal atau ayat-ayat yang ada di dalam undang-undang a quo merupakan satu kesatuan yang utuh, sehingga tidak bisa dipahami secara parsial. 2. Bahwa paradigma mengenai pengawas dan pengurus di dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian sangatlah berbeda dengan paradigma pengaturan koperasi terdahulu. Dimana pengurus dan pengawas dipilih dari kalangan anggota, mereka tidak digaji atas pekerjaan itu karena jasa yang diberikan merupakan pekerjaan sambilan dan bersifat kehormatan. 6
3. Bahwa untuk mewujudkan paradigma koperasi yang baru diperlukan pengelolaan kelembagaan koperasi secara lebih profesional, sehingga peran pengawas dan pengurus dituntut untuk berkontribusi secara lebih maksimal dan profesional bagi kemajuan suatu koperasi. 4. Bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang perkoperasian dinyatakan bahwa pengawas adalah perangkat organisasi koperasi yang bertugas mengawasi dan memberikan nasihat kepada pengurus. 5. Bahwa agar pengawas dalam menjalankan tugasnya untuk mengawasi dan memberikan nasihat dapat berjalan maksimal, maka harus memiliki tugas dan wewenang tertentu demi jalannya organisasi koperasi agar dapat mewujudkan tujuannya untuk mensejahterakan anggota dan masyarakat. 6. Bahwa pengawas dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) huruf a, ayat (2) huruf e, Pasal 55 ayat (1), Pasal 56 ayat (1), Pasal 63, dan Pasal 65 Undang-Undang tentang Perkoperasian tetaplah berpedoman dengan ketentuan Pasal 51 undang-undang a quo. 7. Bahwa dalam menjalankan tugas dan kewenangannya, pengawas memiliki kedudukan di bawah rapat anggota yang merupakan organisasi tertinggi di dalam koperasi. Sehingga dalam melaksanakan tugas dan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) huruf a, ayat (2) huruf e, Pasal 55 ayat (1), Pasal 56 ayat (1), Pasal 63, dan Pasal 65 Undang-Undang Perkoperasian hanyalah bersifat pengusulan. Adapun keputusan terakhir dan final tetap berada di tangan rapat anggota yang merupakan pemegang kekuasaan tertinggi di dalam koperasi. Hal ini dapat diketahui berdasarkan ketentuan yang ada di dalam undang-undang a quo, yaitu ketentuan Pasal 33 huruf c dan Pasal 63. 8. Bahwa dalam pelaksanaan operasional organisasi koperasi, disadari tidak semua pengurus memiliki kemampuan yang spesifik dan profesional dalam menjalankan manajerial koperasi karena bersifat pekerjaan sambilan dan kehormatan. Sehingga dengan mempertimbangkan kondisi dan kebutuhan koperasi dapat direkrut tenaga profesional, non-anggota untuk menjadi pengurus koperasi. 9. Bahwa dengan melibatkan non-anggota sebagai pengurus koperasi bukan berarti dapat mengurangi hak dan kewajiban anggota koperasi karena hak yang dimiliki 7
10.
11.
12.
13.
14.
pengurus yang berasal dari non-anggota hanya sebatas tugas, kewajiban. Dan kewenangan yang diatur di dalam Pasal 55 sampai dengan Pasal 64 Undang-Undang Perkoperasian dengan tetap berpedoman kepada asas usaha bersama dan prinsip kekeluargaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. Bahwa substansi pengaturan di Pasal 50 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf e dan Pasal 56 ayat (1) undang-undang a quo yang menyatakan pengawas bertugas mengusulkan pengurus dan dapat memberhentikan pengurus untuk sementara waktu dengan menyebutkan alasannya, serta pengurus dipilih dan diangkat pada anggota ... pada rapat anggota usul pengawas … atas usul pengawas tidaklah bisa dipahami sebagai melanggar hak konstitusional Pemohon sebagaimana dimaksud dalam poin 2. Bahwa dalam memahami bagaimana pengaturan mekanisme untuk menjadi pengawas dalam Pasal 50 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf e, Pasal 55 ayat (1), Pasal 56 ayat (1), Pasal 63, dan Pasal 65 undang-undang a quo harus juga memperhatikan ketentuan Pasal 29 ayat (2) huruf c dan Pasal 33 huruf c undang-undang a quo. Bahwa bila dipahami maksud dalam ketentuan Pasal 29 ayat (2) huruf c Undang-Undang a quo bahwa jelas mengandung pengertian setiap anggota koperasi memiliki hak yang sama untuk memiliki dan atau dipilih menjadi pengawas atau pengurus. Ini berarti setiap anggota koperasi tanpa pengecuali memiliki hak yang sama untuk dipilih dan atau memilih menjadi pengawas atau pengurus koperasi. Pasal 33 huruf c undang-undang a quo jelas mengatur bahwa satu-satunya forum yang berwenang memilih, mengangkat dan memberhentikan pengawas dan pengurus adalah rapat anggota yang merupakan perangkat organisasi koperasi yang memegang kekuasaan tertinggi di dalam koperasi. Ini berarti tidak ada lembaga selain rapat anggota yang berhak dan berwenang memilih, mengangkat, dan memberhentikan pengurus … yang memberhentikan pengawas dan pengurus. Bahwa apabila memahami Pasal 50 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf e dan Pasal 56 ayat (1) juncto Pasal 29 ayat (2) huruf c undang-undang a quo secara utuh pernyataan Pemohon sebagaimana dimaksud pada poin 2 adalah tidak beralasan karena tidak ada satu pun pasal atau ayat yang menyatakan bahwa untuk menjadi pengurus harus melalui 8
mekanisme pengusulan oleh pengawas yang merupakan satu-satunya mekanisme pencalonan. Adapun pengaturan di dalam Pasal 50 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf e dan Pasal 56 ayat (1) undang-undang a quo hanyalah salah satu mekanisme pencalonan. Dan pada prinsipnya setiap anggota koperasi berhak untuk memilih dan/atau dipilih menjadi pengawas atau pengurus. Lembaga yang berhak memilih pengawas atau pengurus hanyalah rapat anggota yang merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi dan ini telah sesuai dengan jiwa dan semangat kebersamaan dan kekeluargaan seperti yang dicantumkan di dalam Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta tidak dapat dipahami sebagai pelanggaran terhadap hak setiap orang atas pengakuan jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakukan yang sama di hadapan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28D ayat (1) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. d. Terhadap permohonan pengujian Pasal 1 angka (18), Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, dan Pasal 119 UndangUndang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, DPR menyampaikan keterangan sebagai berikut. 1. Bahwa di dalam permohonannya, Pemohon hanya menafsirkan bahwa Dekopin merupakan wadah tunggal koperasi, yakni Dewan Koperasi Indonesia yang disingkat Dekopin sehingga menggiring terhadap satu organisasi. Padahal tidak ada satu pun ketentuan di dalam undangundang a quo yang menegaskan bahwa Dekopin merupakan wadah tunggal dan merupakan satu-satunya wadah bagi gerakan koperasi untuk berorganisasi. 2. Bahwa apabila dicermati ketentuan di dalam Pasal 1 angka (18) undang-undang a quo hanya menyatakan Dewan Koperasi Indonesia adalah organisasi yang didirikan dari dan oleh gerakan koperasi untuk memperjuangkan kepentingan dan penyaluran aspirasi koperasi. Artinya Dewan Koperasi Indonesia didirikan oleh Gerakan Koperasi Indonesia. 3. Bahwa ketentuan Pasal 1 angka (17) undang-undang a quo menyatakan gerakan Koperasi adalah keseluruhan organisasi koperasi dan kegiatan perkoperasian yang bersifat terpadu menuju tercapainya cita-cita dan tujuan koperasi. Ini berarti bahwa gerakan koperasi merujuk pada keseluruhan organisasi dan kegiatan koperasi dan tidak ada satu pun yang mengarahkan kepada pembentukan organisasi atau wadah tunggal apabila bermaksud untuk 9
mencegah organisasi koperasi lainnya untuk dibentuk dan melaksanakan kegiatannya. 4. Bahwa dapat dipahami kekeliruan permohonan dalam penafsiran ketentuan di dalam undang-undang a quo sehingga menyimpulkan Dekopin merupakan satu-satunya wadah dari organisasi koperasi adalah berangkat dari penafsiran penjelasan Pasal 15 ayat (1) yang menyatakan, “Yang dimaksud dengan Dewan Koperasi Indonesia yang selanjutnya disingkat Dekopin merupakan kelanjutan dari Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia disingkat Sokri yang didirikan pada tanggal 12 Juli 1947 oleh kongres koperasi di seluruh Indonesia yang pertama yang diselenggarakan di Tasikmalaya.” Penjelasan Pasal 115 ayat (1) undang-undang a quo tidaklah menyatakan Dekopin merupakan wadah tunggal koperasi, tetapi hanya penegasan bahwa gerakan koperasi yang ada saat ini merupakan kelanjutan dari Sentral Organisasi Koperasi … Koperasi Rakyat Indonesia disingkat Sokri yang didirikan pada tanggal 12 Juli 1947 oleh Kongres Koperasi Seluruh Indonesia yang pertama, yang diselenggarakan di Tasikmalaya. 5. Bahwa penafsiran permohonan terhadap berlakunya Pasal 1 angka 18, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, dan Pasal 119 undang-undang telah mengarahkan kepada adanya wadah tunggal koperasi, yakni Dewan Koperasi Indonesia, sehingga menggiring terhadap satu organisasi, menutup ruang bagi munculnya kumpulan atau serikat koperasi lain, serta tidak didirikan bukan atas kepentingan organisasi gerakan koperasi rakyat tingkat bawah, melanggar HAM, dan telah mengganggu dinamisasi gerakan, serta berpotensi merusak otonomi, dan juga mengganggu berjalannya demokrasi koperasi yang merupakan jati diri dari koperasi Indonesia sangatlah tidak beralasan dan merupakan penafsiran yang sangat sempit dan dangkal. Oleh karenanya tidak bertentangan dengan Pasal 28E ayat (3), Pasal 33 ayat (1) dan ayat (4) UndangUndang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. Demikian, Ketua Majelis Yang Mulia dan Hakim Majelis yang kami muliakan. Demikian keterangan DPR ini yang dapat kami sampaikan. Dan saya Ruhut Poltak Sitompul mewakili sahabat-sahabat saya Tim Kuasa Hukum Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Gede Pasek Suardika, Ir. Airlangga Hartarto, Azis Syamsuddin, Dr. Benny K. Harman, Al Muzzamil, Arya Bima, Tjatur Sapto Edy, Erik Satrya Wardhana, Harry Wicaksono, Nudirman Munir, Drs. Nurdin, Adang Daradjatun, Yadil 10
Harahap, Ahmad Yani, Martin Hutabarat, Syarifudin Sudding, A. Munajir. Terima kasih. Wabilahitaufik walhidayah wassalamualaikum wr. wb. 9.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Baik, terima kasih, Pak Ruhut. Silakan, berikutnya dari Pemerintah, mungkin executive summary-nya dari 25 halaman bisa dipersingkat, Pak ya, keterangan lengkapnya ini, ini 25 halaman banyak juga ini.
10.
PEMERINTAH: SETYO HERIYANTO Bismillahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr. wb. Salam sejahtera untuk kita semuanya. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, perkenankanlah kami dari pemerintah untuk membacakan keterangan pemerintah sebagai berikut. Kepada Yang Terhormat Ketua atau Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia di Jakarta. Yang bertanda tangan di bawah ini, kami nama, Amir Syamsuddin (Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia). Dua, Syarifuddin Hasan (Menteri Negara Koperasi dan UKM Republik Indonesia), dalam hal ini bertindak untuk/dan atas nama Presiden Republik Indonesia, perkenankanlah kami menyampaikan keterangan Pemerintah baik lisan maupun tertulis yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dipisahkan atas permohonan Pengujian Ketentuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, yang selanjutnya disebut Undang-Undang Perkoperasian terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang selanjutnya disebut Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Yang dimohonkan oleh Dwi Astuti, dan kawan-kawan yang dalam hal ini memberikan kuasa kepada Febi Yonesta, S.H., M.Hum., dan kawankawan yang tergabung dalam Lembaga Bantuan Hukum Jakarta untuk selanjutnya disebut Para Pemohon sesuai dengan registrasi di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XI/2013, tanggal 27 Mei 2013 dengan perbaikan permohonan tanggal 5 Juli 2013. Selanjutnya, perkenankanlah Pemerintah menyampaikan keterangan atas permohonan Ketentuan Pengujian Pasal 1 angka 1, Pasal 1 angka 11, Pasal 1 angka 18, Pasal 50 ayat (2) huruf e, Pasal 55 ayat (1), Pasal 56 ayat (1), Pasal 63, Pasal 65, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, dan Pasal 119 Undang-Undang Perkoperasian terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945. I. Pokok Permohonan Para Pemohon. Untuk pokok permohonan Para Pemohon, mohon izin kepada Ketua atau Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk tidak kami bacakan karena kami menganggap bahwa pokok permohonan telah dipahami
11
bersama oleh Para Pemohon, Pemerintah, DPR sebagaimana yang telah disampaikan termasuk perbaikannya. Yang kedua, yaitu tentang kedudukan hukum (legal standing) Para Pemohon. Terkait dengan kedudukan hukum (legal standing) Para Pemohon, Pemerintah sepenuhnya menyerahkan kepada keputusan Yang Mulia Ketua atau Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Selanjutnya bersama ini kami menyampaikan keterangan Pemerintah atas materi yang dimohonkan untuk diuji oleh Para Pemohon sebagai berikut. Di III. Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Dalam Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 ditegaskan bahwa pemerintah dis … bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas dasar … atas asas kekeluargaan. Ketentuan tersebut sesuai dengan asas kekeluargaan Pasal 3 Undang-Undang Perkoperasian. Karena itu koperasi menjalankan misi untuk berperan nyata dalam menyusun perekonomian yang berdasar atas asas kekeluargaan, demokrasi ekonomi yang mengutamakan kemakmuran masyarakat, bukan kemakmuran orang seorang. Pembangunan koperasi diarahkan pada penguatan kelembagaan dan usaha agar koperasi menjadi kuat, sehat, mandiri dan tangguh, dan berkembang melalui peningkatan kerja sama, potensi, dan kemampuan ekonomi anggota, serta berperan dalam ekonomi anggota, serta berperan dalam perekonomian nasional dan global, sehingga mampu mewujudkan koperasi sebagai organisasi ekonomi yang terpercaya sebagai entitas bisnis yang mendasarkan kegiatannya pada nilai-nilai koperasi dan prinsip-prinsip koperasi. Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Sebelum Pemerintah memberikan penjelasan terhadap materi muatan yang dimohonkan untuk diuji oleh Para Pemohon, Pemerintah dapat memberikan penjelasan bahwa dalam rangka mewujudkan misinya, koperasi tak henti-hentinya terus selalu berusaha mengembangkan dan memberdayakan diri agar tumbuh menjadi kuat dan mandiri, sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Di samping itu, koperasi berusaha berperan nyata mengembangkan dan memberdayakan tata ekonomi nasional yang berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur. Untuk mencapai hal tersebut, keseluruhan kegiatan koperasi harus diselenggarakan berdasarkan nilai yang terkandung dalam ta … Undang-Undang Dasar Tahun 1945 serta nilai dan prinsip koperasi. Lebih lanjut terhadap beberapa ketentuan Undang-Undang Perkoperasian yang dimohonkan untuk diuji oleh Para Pemohon, Pemerintah memberikan penjelasan sebagai berikut. 12
1.
Terhadap ketentuan undang … terhadap ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Perkoperasian, Pemerintah memberikan keterangan. a. Dalam Pasal 1 angka 1, definisi koperasi secara lengkap adalah badan hukum yang didirikan oleh orang per seorangan atau badan hukum koperasi dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi. Berdasarkan definisi tersebut, maka koperasi sebagai badan hukum dapat didirikan oleh orang per seorangan atau badan hukum yang dilaksanakan sesuai dengan nilai yang mendasari kegiatan koperasi, yaitu kekeluargaan, menolong diri sendiri, bertanggung jawab, demokrasi, persamaan, keadilan, dan kemandirian sebagaimana Pasal 5 ayat (1). Sehingga anggapan Para Pemohon bahwa ketentuan Pasal 1 angka 1 menyebabkan koperasi merupakan korporatisasi koperasi adalah anggapan yang keliru. Oleh karena koperasi terikat dengan persyaratan nilai dan asas yang diatur dalam Undang-Undang Perkoperasian yang dirumuskan dalam anggaran dasar koperasi-koperasi yang bersangkutan. Menurut Pemerintah adalah anggapan yang tidak benar karena koperasi dalam melaksanakan usahanya … usahanya mengutamakan kemakmuran anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, bukan kemakmuran orang per seorangan. Terkait dengan penjelasan Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Dasar Perkoperasian. Penggunaan frasa orang per seorangan dalam Pasal 1 ayat … angka 1 Undang-Undang Perkoperasian adalah untuk menjelaskan siapakah subjek yang mendirikan koperasi. b. Para Pemohon telah salah paham atau kurang mendalami rasio hukum (ratio legis) Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Perkoperasian. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Perkoperasian tersebut seharusnya dibaca dan dibahas secara keseluruhan dengan me ... dengan menggunakan penafsiran yuridis, sistematis, dan objektif logis yang lazim dalam ilmu hukum. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Pengkoperasian menggunakan, merangkaikan frasa para anggota dengan frasa aspirasi dan kebutuhan bersama sehingga secara sistematis dengan mudah ditafsirkan tidak dapat didirikan oleh hanya seorang individu saja. Oleh karena itu, anggapan Para Pemohon perihal korporasisasi
13
usaha individu dalam bentuk koperasi sekaligus terbantahkan. c. Dengan penafsiran sistematis, maka penafsiran Ketentuan Undang-Undang Perkoperasian tidak boleh menyimpang dari sistem norma dalam perundang-undangan tersebut. Me-refer kepada Sutikno Marto Kusumo mengenai mengenal hukum satu pengantar. Dengan penafsiran sistematis terhadap Undang-Undang Perkoperasian, maka tidak benar Ketentuan Pasal 1 angka 1 frasa orang perseorangan dalam Undang-Undang Perkoperasian tersebut merupakan justifikasi individualistik dalam koperasi. Secara yuridis koperasi primer tidak dapat dibentuk hanya satu orang perseorangan namun dengan syarat wajib paling sedikit dua puluh orang sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Perkoperasian. d. Perumusan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Perkoperasian tersebut menggunakan frasa orang perseorangan adalah mengacu dan bersumber pada teori subjek hukum (subjectum juris theorie). Yang membedakan antara subjek hukup orang perseorangan (person) dengan subjek hukum badan hukum (recht person). Subjek hukum itu menurut L.J. Van Apeldoorn, alumni Bandung 1991, halaman 7 mempunyai wewenangan perbuatan hukum. Penjelasan teori atas subjek hukum ini dapat memberi pencerahan dan menjadi tanggapan atas dalil-dalil Pemohon yang mempersoalkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Perkoperasian yang dalam frasa orang perseorangan dianggapnya sebagai justifikasi koperasi yang berkarakter sebagai individualistik. Yang benar adalah pembentukan koperasi primer dapat dilakukan oleh subjek hukum orang perseorangan, sedangkan untuk koperasi sekunder subjek hukumnya adalah badan hukum. e. Berbagai ketentuan dalam Undang-Undang Perkoperasian dapat membantah Para Pemohon dan bahkan memberikan penjelasan serta edukasi kepada Para Pemohon mengenai sifat koperasi sebagai wadah usaha bersama, antara lain dengan adanya ketentuan sebagai berikut. Pertama, Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Pengkoperasian, yang mengatur pendirian koperasi dilakukan paling sedikit 20 orang dan koperasi sekunder didirikan paling sedikit 3 koperasi primer. Dua, Pasal 35 ayat (3) Undang-Undang Perkoperasian berbunyi, “Dalam pemungutan suara setiap anggota mempunyai satu hak suara.” Ketiga, Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang Perkoperasian yang berbunyi, 14
“Sertifikat modal koperasi tidak memiliki hak suara.” Keempat, penjelasan Undang-Undang ... Pasal 5 UndangUndang Perkoperasian (...) 11.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Pasalnya enggak usah dibaca saja, Pak, biar mempercepat.
12.
PEMERINTAH: SETYO HERIYANTO Berbunyi, “Yang dimaksud dengan demokrasi adalah setiap anggota memiliki satu suara dan berhak ikut dalam pengambilan keputusan yang berlangsung dalam rapat anggota, tidak tergantung kepada besarkecilnya modal yang diberikan.” Kelima, perkoperasian merupakan organisasi demokrasi yang diawasi dan dikendalikan oleh anggotanya, anggota berpartisipasi aktif dalam menentukan kebijakan dan membuat keputusan, anggota yang ditunjuk sebagai wakil koperasi dipilih dan bertanggung jawab kepada anggota dalam rapat anggota. Setiap anggota memiliki hak suara yang sama, satu anggota, satu suara. f. Ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Perkoperasian memuat tentang batasan pengertian atau definisi dari koperasi. Hal ini lazim diatur dalam Bab I Pasal 1 tentang ketentuan umum bahwa ketentuan umum dalam suatu peraturan perundang-undangan dimaksudkan agar batasan pengertian, atau definisi, atau singkatan, atau akronim yang berfungsi untuk menjelaskan makna suatu kata atau istilah, maka harus dirumuskan sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan pengertian ganda. Hal ini mengacu pada lampiran dua angka 107 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Hal tersebut sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi, Putusan Nomor 56 dan selanjutnya, dan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 10, 17, 23, dan selanjutnya. Berdasarkan penjelasan tersebut, Pemerintah berpendapat bahwa permohonan Para Pemohon yang mempersoalkan batasan pengertian, singkatan, atau hal-hal lain yang bersifat umum yang dijadikan dasar pijakan bagi pasal-pasal berikutnya dalam Undang-Undang a quo sangatlah tidak beralasan dan tidak tepat. Justru ketentuan a quo telah memberikan gambaran dan arah yang jelas terhadap apa yang dimaksud dengan koperasi, maksud dan tujuan, serta nilai dan prinsip yang melandasi koperasi di Indonesia. 2. Terhadap ketentuan Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Perkoperasian, Pemerintah memberikan keterangan sebagai berikut. Ketentuan Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Perkoperasian memuat tentang batasan, pengertian, atau definisi modal penyertaan. Hal ini lazim diatur dalam Bab 1 15
Pasal 1 tentang Ketentuan Umum. Ketentuan umum dimaksud dalam suatu peraturan perundang-undangan dimaksudkan agar batas pengertian, definisi, singkatan, atau akronim yang berfungsi untuk menjelaskan makna suatu kata atau istilah. Sebagaimana lampiran dua, angka 107 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Hal ini sejalan dengan beberapa Putusan Mahkamah Konstitusi, yakni Putusan Nomor 56 dan selanjutnya, Putusan Nomor 10, Nomor 17, Nomor 23, dan selanjutnya. Quad non anggapan Para Pemohon, pendefinisian modal penyertaan akan menimbulkan pengerusakan kemandirian koperasi bukan disebabkan oleh kehadiran ketentuan dalam Undang-Undang Perkoperasian a quo, namun hanya merupakan anggapan spekulasi, atau setidaknya merupakan permasalahan kepatuhan hukum atau penegakkan hukum. Bukan kausalitas atau inkonstitusionalitas, ketentuan Undang-Undang Perkoperasian. Dengan demikian, tidak menimbulkan kerugian konstitusional Para Pemohon sehingga permohonan Para Pemohon harus ditolak. 3. Terhadap Ketentuan Pasal 1 angka 18 Undang-Undang Perkoperasian. Pemerintah memberikan keterangan sebagai berikut. Ketentuan Pasal 1 angka 18 Undang-Undang Perkoperasian memuat tentang batasan, atau pengertian, atau definisi tentang dewan koperasi Indonesia. Hal ini lazim diatur dalam Bab I Pasal 1 tentang Ketentuan Umum sebagaimana keterangan Pemerintah pada poin 1 dan 2 di atas. 4. Terhadap ketentuan Pasal 50 ayat (1) huruf a Undang-Undang Perkoperasian. Pemerintah memberikan keterangan sebagai berikut. Para Pemohon yang beranggapan bahwa frasa mengusulkan calon pengurus menghilangkan kekuasaan tertinggi koperasi pada rapat anggota. Pemerintah memberikan keterangan bahwa ketentuan Pasal 50 ayat (1) huruf a UndangUndang Perkoperasian, secara praktik sudah diterapkan oleh koperasi dan menjadi praktik terbaik (best practice) dalam kelembagaan koperasi. Ketentuan pasal tersebut tetap mengacu pada kekuasaan tertinggi pada rapat anggota. Mengacu kepada Undang-Undang Perkoperasian Pasal 32 karena ketentuan Pasal 50 ayat (1) huruf a Undang-Undang Perkoperasian dikaitkan … dalam kontek bahwa kekuasaan tertinggi pada rapat anggota. Keputusan akhir proses penjaringan atau pencalonan pengurus yang dilakukan oleh pengawas, tetap berada di tangan anggota melalui rapat anggota untuk disahkan menjadi pengurus. Selain itu, ketentuan Pasal 50 ayat (1) huruf a UndangUndang Perkoperasian mesti berkolerasi dan berkoherensi dengan Pasal 29 ayat (2) huruf c Undang-Undang Perkoperasian. Bahwa anggota
16
mempunyai hak untuk dipilih dan/atau memilih pengawas atau pengurus. Oleh karena itu, ketentuan Pasal 50 ayat (1) huruf a UndangUndang Perkoperasian tidak bertentangan dengan asas kekeluargaan. Sebab keputusan mengenai pengurus tetap diambil dalam rapat anggota sebagai kekuasaan tertinggi koperasi terkait dengan Pasal 32 UndangUndang Perkoperasian. Ketentuan ini merupakan norma sebagai bagian untuk mewujudkan good system dalam pengelolaan koperasi. Rapat anggota sebagai kekuasaan tertinggi koperasi merupakan salah satu wujud konkret daripada partisipasi anggota dalam mengambil keputusan yang mana partisipasi anggota adalah merupakan roh dari koperasi. Oleh karena itu, usulan calon pengurus tersebut tetap diputuskan dalam rapat anggota. Sebagai kekuasaan tertinggi dalam norma Pasal … ketentuan Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang Perkoperasian. Ketentuan Pasal 50 ayat (1) huruf a perkoperasian menciptakan hukum yang procedural (procedural law). Pemilihan pengurus yang mengakomodasikan persyaratan, kemampuan, dan kapasitas, serta kredibilitas calon-calon pengurus. Oleh karena secara faktual dan struktural, pengawas koperasi yang menjalani tugas selaku organ koperasi sudah memahami dan mengetahui situasi, kualifikasi, dan profil anggota koperasi yang memiliki kapasitas, kredibilitas calon pengurus koperasi yang dibutuhkan untuk menjalankan usaha koperasi agar supaya menjadi koperasi yang kuat, sehat, mandiri, dan tangguh. Pemerintah berpendapat bahwa ketentuan hukum UndangUndang Perkoperasian untuk mendukung penguatan kelembagaan dan usaha koperasi, sehingga secara teoritis dan praktis ketentuan Pasal 50 ayat (1) huruf a Undang-Undang Perkoperasian tersebut bermanfaat sebagai upaya untuk memperbaiki mekanisme prosedural, penjaringan, dan selseksi calon pengurus yang dibutuhkan untuk … oleh koperasi. Dalam hal ini adalah: 1. Proses penjaringan calon pengurus lebih mudah, objektif, ada unsur clear and clean (jelas dan bersih) sesuai dengan kebutuhan koperasi. 2. Proses seleksi calon pengurus disahkan menjadi pengurus juga lebih mudah, objektif, dan sesuai kebutuhan, namun tetap dalam forum rapat anggota sesuai dengan ... sebagai kekuasaan tertinggi koperasi. 3. Bagi anggota koperasi akan membantu untuk lebih mengenal calon pengurus karena setiap calon pengurus akan mensosialisasikan figur, misi, visi, dan program-programnya. Ketentuan Pasal 50 ayat (1) huruf a Undang-Undang Perkoperasian menormakan perilaku sosial (social behavior) atau kebiasaan praktik yang terbaik (best practice) yang ditingkatkan menjadi norma hukum untuk mewujudkan good system dalam kehidupan 17
perkoperasian, sehingga bermanfaat untuk menjamin kelancaran rapat anggota, menjamin reputasi, dan rekam jejak (track record), serta kredibilitas calon pengurus. Pengambilalihan norma perilaku sosial masyarakat menjadi norma hukum yang baru, hal ini sesuai dan sejalan dengan pandangan Frederich Karl von Savigny bahwa hukum itu … bahwa hukum itu ada dan berkembang bersama-sama dengan masyarakat dan karenanya menjadi jiwa rakyat (volk geist). Kekuasaan tertinggi koperasi berada di dalam rapat anggota Pasal 32 Undang-Undang Perkoperasian sebagai hukum primer (primary law). Sedangkan norma Pasal 50 ayat (1) huruf a, “Perkoperasian merupakan norma sekunder (secondary law)” yang sama sekali tidak menghilangkan kekuasaan tertinggi, koperasi tetap berada pada rapat anggota. Pemerintah berpendapat … berpendapat bahwa ratio legis ketentuan tersebut adalah menyatakan pengawas sebagai organ yang mengetahui rekam jejak (track record) calon pengurus. Sementara anggota tidak mengetahui banyak, sehingga mekanisme dalam norma Pasal 50 ayat (1) huruf a Undang-Undang Perkoperasian tersebut justru membantu anggota mengoptimalkan rapat anggota sebagai kekuasaan tertinggi dan berguna untuk memilih dan menetapkan pengawasan … dan pengurus secara profesional guna menumbuhkan koperasi yang kuat, mandiri, sehat, tangguh. 13.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Apakah mau dibacakan semua ini, Pak?
14.
PEMERINTAH: SETYO HERIYANTO Mohon izin, Yang Mulia.
15.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Ya.
16.
PEMERINTAH: SETYO HERIYANTO (…)
17.
Kalau diperkenankan, Yang Mulia, akan dilanjutkan Pak Mualimin
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Ya, dipersingkat, Pak!
18
18.
PEMERINTAH: SETYO HERIYANTO Ya.
19.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Masih ada 13 halaman lagi (…)
20.
PEMERINTAH: SETYO HERIYANTO Ya, silakan, Pak Mualimin.
21.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR saja!
22.
Di … itu yang bacanya juga kelelahan nanti. Jadi, dipersingkat
PEMERINTAH: SETYO HERIYANTO Terima kasih.
23.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Karena toh sudah dibagikan juga, kan? Intinya sudah kita baca. Inti-intinyalah! Silakan, Pak Mualimin.
24.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Selamat sore, salam sejahtera untuk kita semua. Pemerintah akan mencoba mempersingkat lanjutannya, Yang Mulia. Terkait dengan ketentuan Pasal 55 Undang-Undang Perkoperasian yang terkait dengan nonanggota. Pemerintah memberikan penjelasan bahwa ketentuan tersebut merupakan perilaku sosial (praktik kebiasaan) dalam kelembagaan koperasi. Selama ini, pada praktinya, pengurus memberikan kuasa kepada pengelola yang berkantor secara penuh waktu pada wadah usaha koperasi dengan kualifikasi dan kapasitas, kapabilitas yang sesuai dengan kebutuhan, dan jenis usaha koperasi. Sehingga, secara praktik koperasi seakan-akan memiliki empat organ, yakni pengurus, pengawas, pengelola, dan rapat anggota. Untuk menjalankan satu jenis usaha koperasi, kerap kali tidak ada anggota koperasi yang memiliki kualifikasi, kemampuan kapasitas, kapabilitas, dan keahlian yang dibutuhkan oleh koperasi tersebut untuk menjalankan pada usaha bidang-bidang tertentu.
19
Kemudian, Yang Mulia, untuk mendukung ketentuan tersebut, maka dalam hal apabila koperasi dengan jenis usaha tertentu yang membutuhkan kualifikasi-kualifikasi demikian, maka … namun, kebutuhan tersebut tidak diperoleh dari kalangan internal anggota koperasi, maka sangatlah beralasan apabila mengambil pengurus dari nonanggota koperasi. Namun demikian, wajib disetujui dan disahkan oleh rapat anggota sebagai kekuasaan tertinggi. Kemudian, Yang Mulia, sebetulnya terkait dengan ketentuan pasal yang dimurnikan tersebut, ada hal-hal lain yang terkait dengan nilai-nilai filosofis yang terkandung di dalam Pasal 55 ayat (1). Namun demikian, karena Yang Mulia sudah memegang naskahnya, kami tidak akan bacakan. Kami langsung saja, Yang Mulia bahwa lanjutannya dari keterangan yang sudah disampaikan bahwa ketentuan Pasal 55 ayat (1) tersebut merupakan norma yang bersifat pembaruan bagi koperasi yang membutuhkan tenaga profesional dalam bidang usaha yang kompleks dan rumit tersebut. Kemudian, Yang Mulia, untuk mengatasi ketentuan Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Perkoperasian sebagai norma yang bersifat opsional bahwa pengurus dapat dipilih dari anggota maupun nonanggota. Hal demikian, menurut Pemerintah, telah menciptakan satu solusi normatif atau jalan keluar untuk merancang tumbuhnya koperasi yang kuat, sehat, mandiri, dan tangguh, sebagaimana landasan filosofis dari Undang-Undang Perkoperasian tersebut. Kemudian, Yang Mulia, terkait dengan ketentuan Pasal 56 yang terkait dengan atas atau frasa atas usul pengawas, Pemerintah dapat memberikan penjelasan bahwa Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Perkoperasian secara praktik sebetulnya sudah diterapkan, dijalankan dengan efektif oleh koperasi dan menjadi praktik yang terbaik selama ini di dalam dunia perkoperasian. Ketentuan Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Perkoperasian tetap mengacu kepada kekuasaan tertinggi pada rapat anggota, sebagaimana dicantumkan atau ditentukan di dalam Pasal 32 Undang-Undang Perkoperasian. Oleh karena itu, ketentuan tersebut mesti dikaitkan dan dipahami dalam konteks bahwa semua tetap mengacu pada kekuasaan tertinggi pada rapat anggota, dimana keputusan final dari proses penjaringan calon pengurus dilakukan oleh pengawas untuk dipilih dan disahkan menjadi pengurus, tetap berada di tangan anggota melalui rapat anggota. Kemudian, Yang Mulia, ketentuan tersebut dimaksudkan untuk menciptakan hukum prosedural, pemilihan pengurus yang lebih mengakomodasi kemampuan dan kapasitas serta kredibilitas calon-calon pengurus. Secara faktual dan struktural, pengawas koperasi yang sudah menjalani tugasnya selaku organ koperasi mengetahui situasi, kualifikasi, dan profil anggota sebagai anggota koperasi yang memiliki kapasitas, 20
kapabilitas, calon pengurus koperasi yang dibutuhkan untuk memilih pengurus yang profesional guna mengembangkan koperasi yang kuat, sehat, mandiri, dan tangguh. Kemudian, Yang Mulia, ketentuan tersebut juga secara yuridis sebetulnya terkait dengan perilaku sosial (social behavior) atau kebiasaan dalam praktik yang sudah baik, yang sudah menjadi norma perilaku koperasi dalam mengelola rapat anggota yang diakui, diterima, dan diterapkan dalam menjalankan rapat anggota. Tak hanya diakui, diterima, dan diterapkan sebagai norma perilaku koperasi, namun mempunyai kemanfaatan karena dirasakan terbukti membuat kelancaran rapat anggota dan kebutuhan terjaminnya rekam jejak serta kredibilitas calon pengurus. Kekuasaan tertinggi koperasi berada pada rapat anggota, diatur di dalam Pasal 32 Undang-Undang Perkoperasian sebagai hukum primer. Sedangkan ketentuan Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Perkoperasian menentukan bahwa pengurus dipilih dan diangkat pada rapat anggota atas usul pengawas, merupakan norma sekunder yang sama sekali tidak menghilangkan kekuasaan tertinggi koperasi berada pada rapat anggota. Pemerintah berpendapat bahwa ratio legis ketentuan tersebut adalah bahwa pengurus mengetahui rekam jejak calon pengurus, sementara anggota tidak banyak, sehingga mekanisme dalam ketentuan Pasal 56 ayat (1) justru membantu anggota mengoptimalkan rapat anggota sebagai kekuasaan tertinggi. Norma ini sebetulnya, Yang Mulia, hampir mirip dengan mekanisme tim seleksi di dalam penjaringan beberapa komisi-komisi yang ada di negara kita. Kemudian, Yang Mulia, terhadap ketentuan Pasal 63 UndangUndang Perkoperasian, Pemerintah dapat memberikan penjelasan sebagai berikut. Ketentuan Pasal 63 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), mestinya dibaca oleh Para Pemohon secara keseluruhan yang berkaitan, sehingga tergambar konstruksi antara satu dengan yang lainnya, utamanya dengan Pasal 63, Pasal 64, dan Pasal 65 sebagai aturan main yang dibuat untuk menjamin kepastian yang adil, dimana pemberhentian pengurus dengan syarat norma yang pasti dan terkendali dalam mekanisme rapat anggota sebagai kekuasaan tertinggi. Pemberhentian sementara pengurus untuk 30 hari yang wajib dinilai dan diuji dengan keputusan rapat anggota. Apabila dalam jangka waktu yang pasti yakni 30 hari tidak dilakukan rapat anggota, maka pemberhentian sementara pengurus, dibatalkan. Oleh karena itu, menurut Pemerintah, ketentuan tersebut telah sejalan dengan amanat konstitusi. Kedua, kewenangan pengawas pemerintah dan pengurus untuk sementara waktu, dengan menyebutkan alasan berguna … alasannya berguna dan dimaksudkan untuk membangun mekanisme check and balances. 21
Kemudian yang lain, Yang Mulia, dalam hal apabila terjadi tindakan yang sewenang-wenang oleh pengawas dalam melaksanakan wewenangnya, hal tersebut bukan berarti disebabkan adanya inkonstitusionalitas ketentuan Pasal 63 Undang-Undang Perkoperasian. Namun hanya merupakan masalah kepatuhan penerapan norma atau hal-hal yang terkait dengan implementasi dari ketentuan tersebut. Yang Mulia, terhadap ketentuan Pasal 65 Undang-Undang Perkoperasian, pada sidang yang lalu Pemerintah telah menyampaikan keterangannya. Oleh karena itu, keterangannya menjadi mutatis mutandis dengan keterangan yang ada dalam permohonan yang sekarang diujikan. Kemudian Yang Mulia, terhadap anggapan Pemohon yang menyatakan bahwa Dekopin sebagai wadah tunggal, Pemerintah dapat memberikan penjelasan sebagai berikut. Anggapan Para Pemohon yang mempertentangkan ketentuan tersebut dengan Pasal 28E ayat (3) tersebut bahwa menurut Pemerintah didasarkan pemikiran Pemohon sendiri yang menempatkan DEKOPIN sebagai wadah tunggal atau aspirasi gerakan sebagaimana permohonan Pemohon halaman 35, padahal ketentuan Pasal 115 Undang-Undang Perkoperasian secara jelas tidak menyebutkan adanya wadah tunggal. Hal tersebut telah sejalan dengan ketentuan Pasal 1 angka 18 UndangUndang Perkoperasian, dan Pasal 115 ayat (1) Undang-Undang Perkoperasian, yang menuliskan bahwa Dewan Koperasi Indonesia dengan tidak dimasukkan untuk merujuk satu organisasi tertentu. Dengan demikian, ketentuan tersebut telah sejalan dengan amanat konstitusi. Kemudian Yang Mulia, terhadap ketentuan Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119 Undang-Undang Perkoperasian, yang dianggapnya telah mengakibatkan koperasi sebagai subordinat dari kekauatan-kekuatan otonom yang lain adalah tidak benar dan tidak tepat. Karena pada dasarnya, koperasi sesuai dengan anggaran dasar yang mengakui secara eksplisit bahwa kekuasaan tertinggi ada pada rapat anggota. Selain itu, koperasi sebagai gerakan ekonomi kerakyatan merupakan pandangan yang dijamin pengakuannya dalam Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, dan terhadap hak konstitusional atas ekonomi kerakyatan dan berasas kekeluargaan. Untuk memperjuangkan hak konstitusional tersebut, secara kelompok atau kolektif Undang-Undang Dasar kita telah menjamin setiap orang yang berhak untuk memajukan dirinya, memperjuangkan haknya secara kolektif, untuk membangun masyarakat bangsa dan negara. Organisasi sebagai infrastruktur masyarakat demokrasi, termasuk demokrasi ekonomi adalah alat sebagai wadah untuk memperjuangkan kepentingan dan aspirasi gerakan koperasi. Dengan adanya Dekopin yang berfungsi sebagai wadah untuk memperjuangkan kepentingan dan menyalurkan aspirasi gerakan koperasi, maka Dekopin harus diartikan sebagai salah 22
satu alat Demokrasi Koperasi Indonesia. Oleh karena itu, anggota Dekopin adalah koperasi Indonesia yang berbadan hukum dan bukan orang perseorangan. Sifat anggota Koperasi Dekopin adalah keterwakilan dan bukan bersifat subordinat. Dari seluruh uraian tersebut, Yang Mulia, menurut Pemerintah yang terjadi pada permohonan Para Pemohon tersebut adalah ketidakjelian dan memahami Undang-Undang Perkoperasian secara tidak komprehensif karena menurut Pemerintah ketentuan-ketentuan yang diuji oleh Para Pemohon tersebut sangat terkait dengan hal-hal yang terkait dengan implementasi. Dan oleh karena itu menurut Pemeirntah tidak terkait dengan isu-isu konstitusionalitas keberlakuan norma tersebut. Kesimpulannya Yang Mulia, berdasarkan seluruh argumentasi penjelasan tersebut di atas, Pemerintah memohon kepada Yang Mulia, Ketua Mahkamah Konstitusi yang memeriksa, memutus, dan mengadili permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian dapat memutuskan sebagai berikut. 1. Menyatakan bahwa Para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum. 2. Menolak permohonan pengujian Para Pemohon untuk seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan tidak dapat diterima. 3. Menerima keterangan Pemerintah secara keseluruhan. 4. Menyatakan ketentuan Pasal 1 angka 1, Pasal 1 angka 11, Pasal 1 angka 18, Pasal 50 ayat (1) huruf a, Pasal 50 ayat (2) huruf e, Pasal 55 ayat (1), Pasal 56 ayat (1), Pasal 63, Pasal 65, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, dan Pasal 119 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian tidak bertentangan dengan Pembukaan dan Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (3), Pasal 33 ayat (1), Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Demikian, Yang Mulia, keterangan Pemerintah yang tentunya karena ini tidak dibacakan secara keseluruhan ini menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan keterangan tertulis yang sudah disampaikan kepada Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Terima kasih, wabillahitaufikwalhidayah wassalamualaikum wr. wb. 25.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Waalaikumsalam. Terima kasih Pemerintah, keterangannya cukup panjang, cuma beberapa halaman itu redundant sama persis isinya. Halaman 10, 11, 12, sama dengan 18, 19, 20, isinya itu tangguh terus isinya, sama pun sufiksnya, dua tiga kali diulang sama saja isinya, ya. Itu menumbuhkan koperasi yang kuat, sehat, mandiri, dan tangguh itu berulang-ulang. Jadi kalau direvisi bisa lebih sedikit itu keterangannya, sama persis soalnya. Ada … ada hal yang perlu … ada penjelasan … ada permintaan penjelasan dari Hakim, saya persilakan Pak Harjono. 23
26.
HAKIM ANGGOTA: HARJONO Terima kasih. Karena selagi dua pihak, Pemerintah dan DPR hadir, saya mohon untuk perkenankan menyampaikan satu pertanyaan saja. Begini persoalannya, pada saat koperasi itu badan hukum, maka badan hukum itu entitas. Disebut sebagai entitas bisnis, tapi yang penting adalah dia entitas hukum, legal person yang dia padanya mempunyai hak dan kewajiban. Kalau sudah seperti itu, maka anggota koperasi berhadapan dengan koperasi, itu berhadapan dengan entitas hukum. Jadi 1.000 anggota nanti juga 1.000 itu berhadapan dengan entitas hukum, kalau itu sebagai badan hukum. Kalau itu tidak sebagai badan hukum, sebetulnya dia tidak berhadapan dengan siapa-siapa, berhadapan dengan perkumpulannya sendiri, di mana dia jadi anggotanya, ya. Tapi begitu menjadi badan hukum dia berhadapan dengan entitas badan hukum. Apa lagi di dalam ketentuannya bahwa ada pengurus, pengurus itu malah disarankan kalau boleh, kalau bisa diambil dari luar anggota. Lalu pengurus itu kemudian juga mewakili koperasi di luar dan di dalam pengadilan. Taruh saja kasusnya, pada saat seorang itu pinjam duit, lalu tidak membayar atau belum bisa membayar, maka jatuhlah satu peristiwa hukum di (suara tidak terdengar jelas) prestasi yang berhadapan dengan entitas hukum yang namanya koperasi, ya. Pada saat dia kemudian menghadapi seperti itu, pengurus bisa pergi ke pengadilan untuk menggugat, tapi kalau itu bukan entitas hukum tapi milik bersama, jalan itu tidak ada, tidak ada ya kan. Katakan saja sebagai entitas bisnis. Itu di dalam entitas bisnis itu ada suatu semboyan, first come, first serve. Siapa yang datang pertama, dilayani. Ini kalau kemudian ada koperasi ada anggotanya datang, lalu yang datang pertama dilayani. Tapi dalam prinsip kekeluargaan mungkin dia bisa mempertimbangkan, meskipun dia datang pertama, kebutuhan mendesaknya tidak semendesak dengan mereka yang datang kesepuluh, baru dia nomor urutan kesepuluh. Lalu atas dasar itulah, ya sudah meskipun kamu pertama, kesepuluhlah yang dilayani dulu. Karena mungkin dia ditimpa musibah dan lain sebagainya. Padahal yang pertama adalah untuk beli motor, ya ini enggak mendesaklah, mereka yang mendesak. Ini dipertimbangkan pada saat itu bukan badan hukum. Jadi inilah yang saya kira gimana ini konstruksinya, begitu menjadi badan hukum, anggota koperasi berhadapan dengan ini di atas badan hukum lainnya yang di situ punya hak dan kewajiban dibandingkan kalau itu memang perkumpulan. Dia tidak berhadapan dengan siapa-siapa, berhadapan dengan teman-temannya, kemudian dia bisa dirundingkan statusnya. Apa itu juga enggak dilihat bagaimana inti daripada hakikat dari koperasi.
24
Kalau tadi berkaitan dengan apa ... dengan definisi yang dimasalahkan didirikan oleh seseorang. Saya terpetik satu definisi barangkali begini, koperasi adalah badan hukum yang beranggotakan perorangan bukan didirikan. Beranggotakan perorangan atau badan hukum koperasi mempunyai harta bersama terpisah dari kekayaan anggotanya yang berasal dari iuran anggota sebagai modal bersama. Mereka perspektifnya sudah beda, kalau harta bersama terpisah itu kita kenal budel. Budel kalau diwariskan itu berdiri sendiri budel itu, bukan miliknya perorangan yang akan menjadi ahli waris. Jadi terpisahnya ini adalah terpisah harta bersama, waris itu juga harta bersama tapi kemudian tidak bisa setiap masing-masing mengambil karena itu kebersamaan. Saya kira ciri itu beda dengan kalau tanam saham, apa itu kemudian tidak menjadikan satu pikiran bagaimana sebetulnya koperasi selayaknya itu dibangun. Saya tidak mengharapkan jawaban sekarang, tapi perbandingannya bagaimana itu bisa dijawab. Terima kasih. 27.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Baik, nanti dipikir-pikir dan dijawab oleh Pemerintah, DPR juga kalau ingin menjawab. Saudara Pemohon, apa akan mengajukan saksi atau ahli dalam perkara ini?
28.
KUASA HUKUM PEMOHON: EDY H. GURNING Baik, terima kasih, Yang Mulia. Sebagaimana permohonan kami ditanggal 19 Juli dan 13 Agustus, kami hendak mengajukan dua orang ahli dan dua orang saksi. Terima kasih, Yang Mulia.
29.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Jadi Saudara hanya mengajukan Ahli Prof. Yan Marktersen [Sick] dan Dr. Robby Tulus?
30.
KUASA HUKUM PEMOHON: EDY H. GURNING Betul, Yang Mulia,
31.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Yang dua-duanya di Kanada, ya?
32.
KUASA HUKUM PEMOHON: EDY H. GURNING Betul. 25
33.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Sudah enggak ada lagi ahli koperasi dalam negeri?
34.
KUASA HUKUM PEMOHON: EDY H. GURNING Sebagaimana dalam perkara sebelumnya, sudah digunakan sama perkara sebelumnya.
35.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Sudah sama perkara yang lain?
36.
KUASA HUKUM PEMOHON: EDY H. GURNING Ya.
37.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Ini ahli koperasi pun sudah berkurang, kita perlu impor dari Kanada juga ini. Ini Saudara berarti saksinya lebih dululah ya, ini dikoordinasikan, maksud saya begini. Karena waktunya selisih jamnya kan jauh ini, Kanada dengan Indonesia, kalau kita sidang di sini jam 15.00 WIB, berarti di sana jam 03.00 subuh. Ha? Sudah ada pernyataan kesediannya? Ya, makanya itu dikoordinasikan dulu. Apakah bersedia malam hari, ya kan? Karena ini jarak jauh ya video conference kan gitu. Ada dua saksi, yang satu ini kayaknya orang Indonesia ya tapi berada di sana ya. Enggak bisa dia pulang ke Indonesia ini? Mahal biayanya. Okelah, tapi … kita akan … coba dikoordinasikan lebih dululah ya, waktu ini, soal waktu. Nanti kan sidang ini akan kita tunda itu hari Rabu, tanggal 18 September 2013. Tapi kalau ada, misalnya karena ini dua Ahli di luar dan kita harus memakai video conference dari Kanada. Ini saksi yang ada di dalam negeri dulu kita periksa, kan gitu. Nah, untuk Ahlinya supaya dikoordinasikan masalah waktu. Ini sidangnya, sidangnya kita tunda jam 10.30 WIB. Biasanya kalau jam 10.30 WIB itu maksimum kita jam 12.00 WIB, ya, keterangannya. Ya, Ahlinya juga kalau bisa tertulis juga disampaikan, he eh. Kan … itu tidak akan berubah juga kan keterangannya tertulis, supaya tulisannya masuk dan kalaupun ada hal yang perlu disampaikan nanti pendalamannya kita akan tanya kepada Ahlinya pada saat dia memberikan keterangan. Jadi waktunya di sini jam 10.30 WIB, nah di sana kan malam hari, ya. Bersedia enggak malam hari? Begitu. Kan kita enggak tahu kerjaan di sana ya. Itu dulu, kalau ada nanti koordinasi sama Panitera ya.
26
Baik, demikian juga Pemerintah dan DPR kalau ingin mengajukan Ahli atau Saksi dipersilakan. Ini Undang-Undang Koperasinya banyak digugat ini, ada 3 atau 4 perkara ya. Baiklah, dengan demikian sidang dalam Perkara Nomor 60/PUUXI/2013 ini kita tunda sampai dengan hari Rabu, tanggal 18 September 2013, jam 10.30 WIB. Dengan demikian, sidang dinyatakan selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 14.55 WIB Jakarta, 10 September 2013 Kepala Sub Bagian Risalah,
t.t.d Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
27