MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 87/PUU-XI/2013
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN DPR SAKSI/AHLI DARI PEMOHON DAN PEMERINTAH (IV)
JAKARTA KAMIS, 16 JANUARI 2014
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 87/PUU-XI/2013 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan petani [Pasal Pasal 59, 70 ayat (1), dan Pasal 71 ayat (1)] Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Indonesia Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) 2. Serikat Petani Indonesia (SPI) 3. Farmer Initiative for Ecological Livelihoods and Democracy (FIELD) ACARA Mendengarkan Keterangan DPR, Saksi/Ahli dari Pemohon dan Pemerintah (IV) Kamis, 16 Januari 2014, Pukul 11.18 – 12.46 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Hamdan Zoelva 2) Arief Hidayat 3) Harjono 4) Muhammad Alim 5) Patrialis Akbar 6) Anwar Usman 7) Ahmad Fadlil Sumadi Hani Adhani
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Gunawan B. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Ridwan Darmawan 2. Priadi 3. Dhona El Furqon C. Saksi dari pemohon: 1. Amin (Petani dari Indramayu) 2. Uman (Petani dari Subang) 3. Abdul Gaos (Petani dari Subang) D. Ahli dari pemohon: 1. Mochammad Maksum Machfoedz 2. Usep Setiawan 3. Satyawan Sunito E. Pemerintah: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Agus Hariadi Boediono Winny Momon Rusmono Suharyanto Mualimin Abdi
F. DPR: 1. Henry Witjaksono 2. M. Nurdin 3. Agus Trimarawulan
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 11.18 WIB
1.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Sidang Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor 87/PUUXI/2013 saya buka dan dinyatakan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Pemohon, hadir, ya?
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: RIDWAN DARMAWAN Hadir, Yang Mulia.
3.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Hadir. Dari yang mewakili presiden hadir?
4.
PEMERINTAH: AGUS HARIADI Hadir, Yang Mulia.
5.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Hadir. DPR?
6.
DPR: HARRY WITJAKSONO Hadir, Yang Mulia.
7.
KETUA: HAMDAN ZOELVA DPR hadir, baik. Hari ini kita lanjutkan sidang untuk mendengarkan keterangan DPR dan keterangan saksi dan ahli dari Pemohon. Pemohon ada membawa saksi hari ini?
8.
KUASA HUKUM PEMOHON: RIDWAN DARMAWAN Baik, Yang Mulia. Pemohon membawa saksi dan juga sekaligus ahli, 3 saksi dan 3 ahli.
1
9.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, kita ambil sumpahnya dulu, ya. Saksi silakan maju dulu. Nama-nama saksinya, Amin, ya, Amin maju ke depa, Uman, Abdul Gaos. Apakah semua agama Islam? Islam, oke.
10.
HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Karena Saudara beragama Islam, bersumpah menurut agama Islam, tirukan kata-kata saya. Tangannya lurus saja, enggak usah … lihat saya, Pak, supaya mengucapkannya tepat. Dimulai sekarang. “Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya.” Cukup, silakan duduk.
11.
SELURUH SAKSI DARI PEMOHON: Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya.
12.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Silakan kembali ke tempat. Selanjutnya, saya panggil ahli untuk maju ke depan. Prof. Muhammad Maksum Mahfoedz, Usep Setiawan, S.Sos., M.Si., Dr. Satyawan Sunito. Apakah semua beragama Islam?
13.
HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Disilakan, ahli mengikuti kata saya untuk bersumpah. Dimulai. “Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya.” Cukup, terima kasih.
14.
SELURUH AHLI DARI PEMOHON: Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya.
2
15.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, silakan kembali ke tempat. Ya, saya persilakan DPR dulu untuk menyampaikan keterangan dari DPR.
16.
DPR: M. NURDIN Bismillahirrahmaanirrahiim. Keterangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atas permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Perkara Nomor 87/PUU-XI/2013. Yang Mulia Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Berdasarkan Keputusan Pimpinan DPR-RI Nomor 118/PIM I/2013-2014 tanggal 16 Oktober 2013 telah menugaskan Anggota Komisi III DPR-RI, yaitu Hari Witjaksono, S.H., anggota A-478 dan Drs. M. Nurdin, anggota 352, dalam hal ini baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri bertindak untuk dan/atas nama Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia Republik Indonesia yang selanjutnya disebut DPR. Sehubungan dengan permohonan Pengujian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani selanjutnya disebut Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani yang diajukan oleh Indonesian Human Rights Committee for Social Justice. Ketentuan Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani yang dimohonkan pengujian terhadap UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, para Pemohon dalam permohonannya mengajukan pengujian atas Pasal 59, Pasal 70 ayat (1), dan Pasal 71 Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani yang dianggapnya bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (3), Pasal 28H ayat (2), Pasal 28I ayat (2), dan Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Keterangan DPR-RI. Terhadap pendapat Para Pemohon sebagaimana diuraikan dalam permohonan a quo DPR menyampaikan keterangan sebagai berikut. 1. Tentang kedudukan hukum (legal standing) Para Pemohon. Terhadap kedudukan hukum (legal standing) tersebut DPR menyerahkan sepenuhnya kepada Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia untuk mempertimbangkan dan menilai apakah Para Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) atau tidak sebagaimana yang diatur oleh Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi yang berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 006/PUU-III/2005 dan Perkara Nomor 11/PUU-V/2007.
3
2. Pokok Pengujian Pasal 59, Pasal 70, Pasal 71 Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. a. Bahwa pembentukan Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani bertujuan untuk mewujudkan kedaulatan dan kemandirian petani dalam rangka meningkatkan taraf kesejahteraan kualitas dan kehidupan yang lebih baik. Tujuan pembentukan undang-undang a quo diwujudkan dengan merumuskan ketentuan-ketentuan yang dapat memberikan jaminan kepada petani antara lain dalam pasal antara lain: 1. Ketersediaan prasarana dan sarana pertanian yang dibutuhkan dalam pengembangan usaha tani. 2. Menumbuhkembangkan kelembagaan pembiayaan pertanian yang melayani kepentingan usaha tani. 3. Meningkatkan kemampuan dan kapasitas petani, serta kelembagaan petani dalam menjalankan usaha tani yang produktif, maju, modern, bernilai tambah, berdaya saing, mempunyai pangsa pasar, dan berkelanjutan. 4. Memberikan kepastian hukum bagi terselenggaranya usaha tani. b. Bahwa dalam kerangka memberdayakan petani, khususnya dalam hal pemberian jaminan ketersediaan prasarana dan sarana pertanian yang dibutuhkan untuk mengembangkan usaha tani, yaitu berupa luasan lahan pertanian, maka dalam Pasal 58 Undang-Undang Pelindungan dan Pemberdayaan Petani telah ditentukan kewajiban pemerintah dan pemerintah daerah untuk memberikan kemudahan kepada petani dalam memperoleh paling luas dua hektare tanah negara bebas yang diperuntukkan atau ditetapkan sebagai kawasan pertanian, serta memfasilitasi pinjaman modal bagi petani untuk memiliki dan/atau memperluas kepemilikan lahan pertanian. a. Bahwa rumusan ketentuan Pasal 59 Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dimaksudkan untuk menentukan bentuk-bentuk kemudahan bagi petani dalam memperoleh paling luas dua hektare lahan pertanian sebagaimana diatur dalam Pasal 58 ayat (3) huruf a undangundang a quo. Adapun bentuk-bentuk kemudahan tersebut adalah berupa hak sewa, izin penguasaan, izin pengelolaan atau izin pemanfaatan atas tanah negara bebas yang telah diperuntukkan atau ditetapkan sebagai kawasan pertanian. b. Bahwa untuk menjamin keberadaan dan keberlanjutan lahan tanah negara bebas yang diperuntukkan atau ditetapkan sebagai kawasan pertanian, maka Pasal 61 juncto Pasal 63 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani secara tegas menentukan bahwa petani yang menerima kemudahan untuk memperoleh tanah negara bebas yang 4
diperuntukkan atau ditetapkan sebagai kawasan pertanian wajib mengusahakan lahan pertanian yang diberikan dengan memanfaatkan sumber daya alam secara lestari dan berkelanjutan, serta dilarang mengalihfungsikan lahan pertanian yang diperolehnya menjadi lahan nonpertanian. Selain itu petani juga dilarang untuk mengalihkan lahan pertanian dimaksud kepada pihak lain secara keseluruhan atau sebagian, kecuali mendapat izin dari pemerintah atau pemerintah daerah. Lihat Pasal 63 ayat (2). c. Bahwa kemudahan perolehan lahan pertanian yang diberikan kepada petani dalam bentuk hak sewa, izin penguasaan, izin pengelolaan atau izin pemanfaatan dimaksudkan agar pemerintah dan pemerintah daerah dapat mengawasi pemanfaatan tanah negara bebas yang telah diperuntukkan atau ditetapkan sebagai kawasan pertanian yang telah diberikan. Tujuan pengawasan dimaksudkan agar tanah tersebut tetap jumlahnya, yaitu dua hektare per petani. Dengan jumlah tersebut diharapkan petani mampu memperoleh keuntungan dalam mengelola tanah yang diberikan. Bila tidak ada instrumen pengawasan dari pemerintah dikhawatirkan petani akan mengurangi luas lahan yang diberikan dengan mengalihkan kepada pihak lain dan dihabiskan lahan kawasan pertanian akan berkurang. d. Instrumen pengawasan pemerintah dan pemerintah daerah terhadap tanah negara bebas yang diperuntukkan atau ditetapkan sebagai lahan pertanian terdapat dalam ketentuan Pasal 63 ayat (3) Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani yang berbunyi sebagai berikut. “Petani yang mengalihkan lahan pertanian kepada pihak lain secara keseluruhan atau sebagian tanpa seizin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa pencabutan hak atau izin.” Bahwa dalam risalah rapat panitia kerja pembahasan reu … RUU Pelindungan dan Pemberdayaan Petani pada tanggal 14 Februari 2013 menyebutkan bahwa berdasarkan UndangUndang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria yang menyebutkan hak pakai hanya untuk instansi pemerintah Hak guna usaha diberikan minimal 25 hektar sehingga rumusan dari DIM yang menyatakan lahan pertanian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan hak atas tanah berupa hak pakai atau hak guna usaha dirasakan tidak tepat. Oleh karenanya bentuk perolehan kemudahan lahan pertanian dimaksud (suara tidak terdengar jelas) adalah dengan hak sewa, izin penguasaan, izin pengelolaan atau izin pemanfaatan. 5
e. Bahwa berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas maka dalam menafsirkan Ketentuan Pasal 59 Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani yang mengatur bentuk-bentuk kemudahan dan memperoleh lahan tanah negara bebas yang diperuntukkan atau ditetapkan sebagai kawasan pertanian harus dikaitkan dengan pasal-pasal lainnya yang pada intinya mengatur kewajiban pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya untuk memberikan jaminan luasan lahan pertanian, serta kemudahan fasilitas pinjaman modal bagi petani untuk mendapatkan lahan pertanian sebagaimana diatur dalam Pasal 58 sampai dengan Pasal 65 Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. f. Bahwa mengenai Pengujian Pasal 70 dan Pasal 71 UndangUndang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani DPR terlebih dahulu menjelaskan mengenai urgensi pengaturan kelembagaan petani dalam Undang-Undang a quo sebagai berikut. 1. Aspek Sosiologis Kelembagaan Petani. Kelembagaan petani sebenarnya dapat menjadi wadah yang ideal untuk meningkatkan posisi tawar petani, bahkan berfungsi sebagai unit penyedia sarana produksi, unit usaha pengolahan, unit usaha pemasaran, dan unit usaha keuangan mikro atau simpan pinjam. Namun demikian baik kelembagaan teknis seperti gabungan kelompok tani, maupun maupun kelembagaan ekonomi petani, seperti koperasi tani dibentuk dengan pendekatan top down yang notabene hanya memiliki tujuan untuk mendapatkan fasilitas dari program pemerintah. Pendekatan pembentukan kelembagaan seperti ini akhirnya membuat dana yang disalurkan kepada kelompok tani dan gabungan kelompok tani tidak berkembang sesuai yang diharapkan. Pada saat ini asosiasi-asosiasi di bidang petanian tumbuh dan berkembang secara parsial diberbagai komunitas, seperti Asosiasi Obat Hewan, Asosiasi Pengusahan Bahan Ternak, Asosiasi Petani Tebu Rakyat, Asosiasi Petani Kelapa Sawit, Gabungan Asosiasi Petani Kelapa Sawit, Dewan Hortikultura Nasional, Paguyuban Petani Padi Organik. Dewan agung asosiasiasosiasi yang bersifat parsial ini ditengarai lebih berorientasi kepada kepentingan pengusaha daripada memperjuankan kemandirian dan kedaulatan petani. Beberapa lembaga petani saat ini lebih bersifat budaya dan sebagian besar berorientasi hanya untuk mendapatkan fasilitas pemerintah, belum sepenuhnya diarahkan untuk 6
memanfaatkan peluang ekonomi melalui pengobatan aksepbilitas terhadap berbagai informasi teknologi, permodalan, dan pasar yang diperlukan bagi pengembangan usaha tani, dan usaha pertanian. Di sisi lain kelembagaan usaha yang ada di pedesaan, seperti koperasi sebelum dapat sepenuhnya mendapat akomodasi kepentingan petani atau kelompok tani sebagai wadah pembinaan teknis. Berbagai kelembagaan petani yang sudah ada, seperti kelompok tani, gabungan kelompok tani, perhimpunan petani, pemakai air dan subak dihadapkan pada tantangan ke depan untuk merevitalisasi diri dari kelembagaan yang saat ini lebih dominan hanya sebagai wadah pembinaan teknis dan sosial menjadi kelembagaan yang juga berfungsi sebagai wadah pengembangan usaha yang berbadan hukum atau dapat berintegrasi dalam koperasi yang ada di pedesaan. 2. Penguatan Kelembagaan Petani. Kelembagaan adalah suatu aturan yang merupakan produk dari nilai yang diharapkan terus berevolusi dan menjadi bagian dari budaya, hal itu merupakan prasyarat keharusan untuk menjadi kunci pembuka pengembangan agri bisnis yang berdaya saing, berkerakyatan, dan berkeadilan. Secara operasional sosok koperasi agribisnis dan koperasi masyarakat petani semacam badan usaha milik petani dipandang sebagai bangun kelembangan yang mampu berperan dan mewujudkan pembangunan pertanian. Bahwa kelembagaan petani yang terdapat dalam Pasal 70 adalah kelembagaan yang sudah melembaga dan dikenal, serta dipahami oleh petani selama ini. Kelembagaan tersebut bertujuan untuk menyebut wadah kelembagaan sesuai tingkatannya yang sudah ada saat ini juga sedangkan tujuan serta misi tiap lembaga dalam Pasal 70 tidak dibatasi, petani bebas membentuk kelembagaan petani yang sesuai dengan perpaduan dari budaya, norma, nilai, dan kearifan lokal petani. Pembetukan wadah tersebut dimaksudkan sebagai bentuk hak berdemokrasi untuk membuat petani memiliki akses untuk memperjuangkan kepentingannya, jadi bukan pada nomenklatur wadahnya, melainkan visi dan misi wadah tersebut dibuat. h. Bahwa rumusan ketentuan Pasal 71 mengandung makna anjuran yang sangat kuat kepada petani untuk bergabung dalam kelembagaan. Saya ulangi. Bahwa rumusan ketentuan Pasal 71 mengandung makna anjuran yang sangat kuat 7
kepada petani untuk bergabung dalam kelembagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70, penggunaan frasa berkewajiban pada Pasal 70 undang-undang ini adalah menganjurkan demi kepentingan pemberdayaan petani. Sebaiknya petani bergabung kepada kelembagaan petani yang disebut dalam Pasal 70. Ketentuan dalam Pasal 71 bila tidak dilaksanakan oleh petani tidak membawa konsekuensi petani dikenai sanksi. Ketentuan dalam Pasal 70 juga bertujuan petani bergabung pada kelembagaan petani. Petani tersebut berkewajiban untuk berperan aktif memajukan kelembagaan petani. Konsep kelembagaan petani adalah lembaga yang ditumbuhkembangkan dari, oleh, dan untuk petani guna memperkuat dan memperjuangkan kepentingan petani. Tujuan perlindungan dan pemberdayaan petani dalam UndangUndang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani yang terkait dengan kelembagaan petani adalah meningkatkan kemampuan dan kapasitas petani. Serta kelembagaan petani dalam menjalankan usaha tani yang produktif, maju, modern, dan berkelanjutan. Demikianlah keterangan DPR RI kami sampaikan untuk menjadi bahan pertimbangan bagi Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, memutus, dan mengadili perkara a quo dan dapat memberikan putusan kiranya sebagai berikut: 1. Menerima keterangan DPR RI secara keseluruhan. 2. Menyatakan Pasal 59, Pasal 70 ayat (1), dan Pasal 71 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3. Menyatakan bahwa Pasal 59, Pasal 70 ayat (1), Pasal 71 UndangUndang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, merupakan tetap mempunyai hukum yang mengikat. Demikian terima kasih atas perhatiannya. Wabillahitopikwalhidayah, wassalamualaikum wr. wb. 17.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Terima kasih Pak Nurdin. Selanjutnya kita akan mendengarkan keterangan Saksi ya. Saya persilakan dahulu (…)
18.
PEMERINTAH: AGUS HARIADI Yang Mulia, Yang Mulia, mohon izin Pemerintah. Terkait dengan pertanyaan Yang Mulia pada persidangan tanggal 19 Desember 2013.
8
19.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, sudah.
20.
PEMERINTAH: AGUS HARIADI Pemerintah telah berkoordinasi secara lintas sektoral menyusun jawaban-jawabannya.
21.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, sudah ada tertulis ya. Yang tertulis sudah ada?
22.
PEMERINTAH: AGUS HARIADI Ada, Yang Mulia.
23.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, cukup yang tertulis itu saja ya.
24.
PEMERINTAH: AGUS HARIADI Oh, ya terima kasih.
25.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Kita sudah baca ya. Saya persilakan Pak Amin di podium, ya saksi ya. Apa langsung akan menerangkan apa yang mau ditanya ini?
26.
KUASA HUKUM PEMOHON: Nanti beliau akan menjelaskan (…)
27.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Langsung menjelaskan saja, ya baik silakan.
28.
SAKSI DARI PEMOHON: AMIN Assalamualaikum wr. wb. nama saya Amin, Pak. Kelompok tani dari Indramayu, tepatnya Desa Kalensari, Kecamatan Widasari, Indramayu Bango Dua. Widasari, Indramayu, Jawa Barat. Tadi juga sudah tahu gambaran dari Bapak dan saya sangat senang sekali tapi di sini saya ada ganjalan. Saya dari kecil pernah mendengar bahwa yang 9
kaitannya dengan undang-undang. Bahwa bumi dan air dan kekayaan di dalamnya itu dikuasai oleh negara dan dipergunakan sepenuh-penuhnya untuk kemakmuran rakyat. Tapi di sini kenyataannya di Kabupaten Indramayu letaknya di Desa Mulyasari dan Sukamulya, Kecamatan Bangodua. Di sana, di sana itu Pak, ada tanah pangonan kalau bahasa Indramayu. Kalau bahasa kerennya itu tanah terlantar yang konon katanya dulunya itu karena petani bukan hanya padi, tetapi ada yang ternak sapi, kerbau, dan lain sebagainya sehingga dikasih tanah untuk ngangon sapi. Jumlahnya banyak, kalau Sukamulya sekitar 150 hektar. Kalau Mulyasari itu 85 hektar dan sebagian ada yang dipergunakan untuk gubug-gubug. Gubug deritalah Pak, enggak ada yang megah karena ini tahu tanahnya bukan tanah rakyat tapi tanah negara bahasanya. Tetapi sayangnya pada sekarang, dahulunya kan belukar. Setelah kerbau-kerbau itu hangus sudah lari ke hutan sana. Kemudian karena rakyat Indonesia semakin ke sini itu semakin banyak. Sehingga tanah itu dipergunakan untuk lahan pertanian. Diolah sedemikian rupa dengan sekeluarga datang ke sana demi mencangkul untuk ditanami. Ternyata setelah bisa ditanami kemudian berpenghasilan, itu dimintai untuk hak sewa. Sewa Pak, menyewa. Nah, menyewanya berawal satu kuintal, dua kuintal. Sekarang itu sudah bertambah lagi tahun sekarang itu, Pak. Kalau per 100 batanya, itu lima kuintal. Kalau satu hektar itu 35 hektar… 35 kuintal per hektarenya. Coba kalau dihitung, kali 15 hektare, kali 85 hektare, berapa? Itu bahasanya, itu untuk pemasukan pemda. Tetapi anehnya, Pak, bukan langsung ke pemda, pemda diserahkan kepada pelelang. Pelelang setempat bekerja sama dengan kepala desa setempat. Nah, jadi, begitu masuk ini … musim tanam itu berebut, dilelangkan. Dari pemda turun ke lapangan, ya siapa yang punya duit, oh dilelangkan. Kemudian, dari pelelang itu ya setelah deal, pelelangnya itu ya ngambilin orang yang mau menggarap di situ. Kemudian, digaraplah di situ. Nah, ini anehnya di Sukamulya, dulu kan orang Sukamulyaitu yang babat-babat. Karena ini … desa itu dibagi dua, dimekarkan, Mulyasari … Mulyasari jadi desa, Sukamulya jadi desa, orang Mulyasari … orang yang tinggal di Mulya … sekarang kan dari mana tinggalnya, ikut di situ. Karena ada tanah, jadi ikut nyewa di situ, akhirnya tinggal di situ. Jadi, orang yang (suara tidak terdengar jelas) yang babat-babat itu aduh pada ngenas, Pak. Karena apa? Untuk … untuk menyewanya juga sudah di … diambilkan daerah setempat atau orang yang menunggu di situ. Nah, kalau kejadiannya begini, jadi seperti apa yang dikatakan tadi bahwa negara itu untuk kemakmuran masyarakat letaknya di mana, Pak? itu yang terkait dengan tanah … tanah negara. Nah, kalau masalah pajak, saya wajar, Pak. Kalau masalah pajak, berapa pun karena ini untuk kas negara. Kalau bahasanya sewa, sewanya 10
sama dengan saya menyewa pada Pak Uman umpama. Kalau Pak Uman punya sawah satu bau 25 kuintal, ya sewa. Itu kan bahasanya tanah negara, Pak. Saya merasa menangis dalam hati itu … itu. Jadi, mohon Bapak Hakim Yang Mulia Yang Terhormat, mohon pertimbanganlah. Karena bukan hanya di Wilayah Indramayu, mungkin di wilayah negara yang lain, tanah negara Indonesia masih banyak, Pak, perlu dikelola oleh para petani. Daripada merampok, daripada maling, ya mohon di … di … dikasih pekerjaan, Pak lah. Mohon diperinganlah gitu, Pak. Jangan bahasa sewa. Kalau bahasa sewa itu di … diobjekkan oleh orang-orang bawahan, Pak. Kalau Bapak di … di atas, kalau Bapak ini. Kalau sudah diundangkan, itu tidak mau … mau-tidak mau, Pak, harus di … di sana itu. Ini kejadian yang sebenarnya, Pak. kalau saya ngomong bohong, silakan Bapak turun, terutama DPR, orang … orang pusat, turun ke sana. 29.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Coba … coba saya tanya dulu, ya. Saudara itu petani di situ?
30.
SAKSI DARI PEMOHON: AMIN Petani, Pak.
31.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Sudah lama jadi petani di situ di (…)
32.
SAKSI DARI PEMOHON: AMIN Saya dari tahun 1996.
33.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Dari 1996?
34.
SAKSI DARI PEMOHON: AMIN Ya.
35.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Jadi, sekarang sudah … sudah lebih 10 tahun, ya?
11
36.
SAKSI DARI PEMOHON: AMIN Ya.
37.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Saudara mendapatkan lahan berapa luas?
38.
SAKSI DARI PEMOHON: AMIN Ya, kalau sekarang ya kurang-lebih dua herktare lah.
39.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Dua hektare dapat sekarang?
40.
SAKSI DARI PEMOHON: AMIN Ya, ini juga … ini karena di situnya … karena di situ sudah enggak kebagian lagi, saya sudah merambat ke tanah Cikamurang, Pak. Begini lagi, berubah lagi.
41.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ndak … ndak, saya … dua hektare semula itu?
42.
SAKSI DARI PEMOHON: AMIN Ya.
43.
KETUA: HAMDAN ZOELVA siapa?
44.
Yang kasihkan dua hektare itu, “Nah, ini Anda dua hectare,” itu
SAKSI DARI PEMOHON: AMIN Dari pelelang, Pak.
45.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Dari pelelang.
12
46.
SAKSI DARI PEMOHON: AMIN Dari pelelang.
47.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Dari pelelang?
48.
SAKSI DARI PEMOHON: AMIN Dari pelelang yang (…)
49.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Bukan dari pemda?
50.
SAKSI DARI PEMOHON: AMIN Bukan … bukan dari pemda langsung, dari pelelang.
51.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Bukan dari pemda.
52.
SAKSI DARI PEMOHON: AMIN Karena pelelang itu siapa saja yang punya duit, yang punya sewaan.
53.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, ya.
54.
SAKSI DARI PEMOHON: AMIN Gitu, Pak.
55.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ndak, saya mau tanya dulu, dapat dari situ?
56.
SAKSI DARI PEMOHON: AMIN Ya.
13
57.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Itu sewanya untuk berapa tahun?
58.
SAKSI DARI PEMOHON: AMIN Sewanya? Ya, untuk setahun, Pak.
59.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Oh, untuk setahun.
60.
SAKSI DARI PEMOHON: AMIN Untuk setahun.
61.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Tahun depannya (…)
62.
SAKSI DARI PEMOHON: AMIN Ya, nyewa lagi.
63.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Belum tentu?
64.
SAKSI DARI PEMOHON: AMIN Ya.
65.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Artinya, bisa dikasih orang lain untuk tahun depan?
66.
SAKSI DARI PEMOHON: AMIN Bisa dikasih orang lain.
67.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Saudara merasakan itu? Pernah dikasih lagi kepada orang lain yang sudah Saudara (…)
14
68.
SAKSI DARI PEMOHON: AMIN Ya, kalau saya punya duit … kalau punya duit lagi, saya nyewa lagi. Kalau enggak, ya enggak bisa berdaya, Pak. Siapa saja punya duit.
69.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Oke.
70.
SAKSI DARI PEMOHON: AMIN Sistemnya begitu, Pak.
71.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Oke. Cukuplah, ya.
72.
SAKSI DARI PEMOHON: AMIN Yang kedua, ini yang kaitannya dengan kelembagaan, Pak. Saya itu dulu termasuk bertani biasa, kemudian ada kelompok tani tahun … tahun 1990 … tahun 1990 itu di desa saya kan tadinya ikut menginduk ke daerah Bunder. Kemudian, setelah pemekaran tahun 1988 tahun 1990 kan … tahun 1990 itu kan bikin … apa … bikin desa sendiri. Kemudian setelah desa baru, bikin kelompok. Pada waktu bikin kelompok tani itu, Tani Kita I, Tani Kita II, Tani Kita III, itu dibentuk oleh PPL. Nah, kemudian berjalan. Nah, kelompok Tani I untuk RT 1, Tani II untuk RT 2, Tani Kita III untuk RT 4 selanjutnya ke sana. Nah, kemudian berjalan seadanya, kemudian diatur oleh PPL, kemudian (suara tidak terdengar jelas). Cuma pada waktu tahun 1997 ya, 1998, itu kan ada pelatihan yang namanya SLPHT (Sekolah Lapang Pengendali Hama Terpadu). Itu program pemerintah, saya ikut di sana. Ternyata hasil daripada pelatihan itu, “Ya, ya, berarti kita itu banyak minum racun … makan … makan racun.” Ya, mestinya di … dibatasi, ini jor-joran. Kepuladan, itu kalau satu hektare, satu boks, Pak, minimal, 12 kilo. Kalau tanah Indramayu itu 1.000 ha berarti 1.000 box. Berapa kuintal itu Pak yang masuk? Oh, pantas. Saya pikir dulu waktunya kecil, ternak kerbau itu kalau minum di sawah, sekarang enggak bisa. Pasti sakit, Pak. Oh, sekarang sudah ada SLPHT, ini yang mendirikan yang membangun Bapenas pada waktu itu, saya ingat. Bapenas kerja sama dengan FAO. Tapi sekarang kelihatannya biasa-biasa saja, sekolahnya lancar, begitu program selesai ya formulator biasa berjalan masuk ke kelompok dengan hasil perlindungan tanaman.
15
Akhirnya saya malu juga saya sudah dilatih. Akhirnya sudah, saya bikin kelompok lagi sajalah yang namanya Bumitani (Belajar Usaha untuk Meneliti Ilmu-Ilmu Tani). Saya bikin itu, Pak. Kemudian diajukan kepada PPL. Kata PPL-nya, “Enggak boleh, di sini kan sudah ada kelompok. Kalau Anda mau anu ya, ini saja. Ya, enggak bisa. Itu sudah ada pengurusnya.” Cuma saking maksanya saya, saya bekerja sama. Saya minta, mohon-mohon sama kepala desa suruh diakui. Kemudian saking maksanya saya, kemudian dijumponi, artinya dikasih tanda tangan kemudian saya langsung ke BPP walaupun saya perang mulut dulu, kemudian saya langsung ke sana ke kabupaten, pemda, kepala dinas, kemudian di-acc juga. Diakui memang diakui, Pak. Saya kelompoknya sah. “Tetapi, Anda ini jangan kelompok pertanian, kelompok domisili namanya.” Kelompok domisili, bukan kelompok tani. Ya, ternyata setiap ada program, bantuan apa saja yang kaitannya dengan pertanian saya tidak dapat, Pak. Yang dapat bagian itu ya tani kita satu (suara tidak terdengar jelas) padahal itu pengurusnya pasif, tidak gerak. Jadi ketika ada program, Kaleng Sari sekian kelompok, tinggal dikirim saja oleh PPL. Nanti dibagikannya ke anu ya nurut. Ya, begitu seterusnya sampai sekarang. Itulah kenyataannya, Pak. Jadi inisiatif saya, kreatif saya, seolah-olah aturan tinggal aturan tidak pernah ditanggapi, Pak. Jadi saya mohon (…) 73.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Sebentar, sebentar dulu. Kapan Saudara dirikan Bumitani itu?
74.
SAKSI DARI PEMOHON: AMIN Badan Usaha Milik … Badan Usaha Meneliti Ilmu Tani, nama kelompok tani saya, Pak.
75.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Kapan didirikan itu?
76.
SAKSI DARI PEMOHON: AMIN Didirikan 1996.
77.
KETUA: HAMDAN ZOELVA 1996?
16
78.
SAKSI DARI PEMOHON: AMIN Ya.
79.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Sejak didirikan belum pernah diundang untuk secara resmi acaraacara (…)
80.
SAKSI DARI PEMOHON: AMIN Resmi itu, Pak. Resmi.
81.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Enggak. Pernah diundang enggak anggota Saudara atau Saudara?
82.
SAKSI DARI PEMOHON: AMIN Ya, diundang (…)
83.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Mendapat fasilitas dari Pemerintah?
84.
SAKSI DARI PEMOHON: AMIN Ya,. Diundang, Pak.
85.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Diundang?
86.
SAKSI DARI PEMOHON: AMIN Diundang.
87.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Untuk penyuluhan apa diundang?
88.
SAKSI DARI PEMOHON: AMIN Ya, diundang.
17
89.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Sampai sekarang?
90.
SAKSI DARI PEMOHON: AMIN Sampai sekarang juga sah, diakui. Cuma kalau kaitannya dengan masalahnya kalau dengan pestisida saya menolak, jadi rupanya mereka segan. Kalau pupuknya saja mau, kalau pestisida saya akan menolak keras, Pak.
91.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Tapi … oleh karena itu Saudara buruh tani ini, kalau ini semacam kelompok tani ya, cuma bukan namanya kelompok tani.
92.
SAKSI DARI PEMOHON: AMIN Kelompok tani kami namanya Bumi Tani, Pak.
93.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Kelompok Tani Bumi Tani.
94.
SAKSI DARI PEMOHON: AMIN Ya.
95.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Poktan juga?
96.
SAKSI DARI PEMOHON: AMIN Ya, kelompok tani.
97.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, tapi namanya Bumi Tani.
98.
SAKSI DARI PEMOHON: AMIN Namanya Bumi Tani. Artinya Saudara (…)
18
99.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Tapi sampai sekarang masih berjalan juga?
100. SAKSI DARI PEMOHON: AMIN Masih berjalan, Pak. 101. KETUA: HAMDAN ZOELVA Inisiatif sendiri? 102. SAKSI DARI PEMOHON: AMIN Ya. 103. KETUA: HAMDAN ZOELVA Diakui oleh PPL apa segala? 104. SAKSI DARI PEMOHON: AMIN Dikui. 105. KETUA: HAMDAN ZOELVA Diakui. Jadi menerima fasilitas kalau ada … fasilitas kepada kelompok tani yang lain Saudara juga dapat? 106. SAKSI DARI PEMOHON: AMIN Ya, kalau saya (suara tidak terdengar jelas), Pak. Kalau kaitannya dengan formula, kalau kaitannya dengan pestisida, saya tolak. 107. KETUA: HAMDAN ZOELVA Yalah, ini kan anu Saudara, ya. Itu kan hak dari kelompok tani Saudara. 108. SAKSI DARI PEMOHON: AMIN Tapi jangan … dengan seringnya menolak itu, akhirnya saya merasa dikucilkan, Pak.
19
109. KETUA: HAMDAN ZOELVA Oke, cukuplah. 110. SAKSI DARI PEMOHON: AMIN Jadi mohon pertimbangan Bapak ini sebagai Mahkamah Konstitusi Yang Mulia. Akhirnya wassalamualaikum wr. wb. 111. KETUA: HAMDAN ZOELVA Waalaikumsalam. Saya persilakan selanjutnya Uman, ya. Ya, ringkas saja ya. 112. SAKSI DARI PEMOHON: UMAN Assalamualaikum wr. wb. Yang Mulia Hakim Ketua dan Hakim Anggota beserta aparat yang ada di Republik Indonesia ini atau di Jakarta yang kami hormati. Tak lupa kami kepada rekan-rekan petani dan perwakilan seluruh pelosok atau teman kami sebagai lawyer kami, IHCS yang saya banggakan memohon kita pada Tuhan dimuliakan oleh Allah SWT. Saya memperkenalkan diri atas nama … nama saya Uman, alamat RT 35 RW 08 Kelurahan Gambir, Kecamatan Subang, Kabupaten Subang. Saya bertempatan di lokasi Blok Pase, status tanah negara, Pak. Saya pelanjut penggarap sejak tahun 1964 melanjutkan garapan orang tua. Nah, sekarang saya mengawasi lokasi tersebut itu, seluruh penggarap 330 orang. Di situ saya mendapat kendala, pertama pada tahun 1965 dan kepanjangan G30, itu saya sebagai orang tua sudah mendapatkan distribusi dari pemerintah daerah atau redis namanya, Pak. Pada tahun 1957, 1964, 1967. Nah, kemudian perpanjangan G-30S tersebut, itu dipupuk ulang dan diintimidasi. Katanya mau ditertibkan. Nah, berkaitan dengan ini, dengan melihat adanya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013, adanya perlindungan hak petani dan pemberdayaannya itu bagaimana? Kami mohon untuk mempertimbangkan atau mengkaji ulang kenyataan di lapangan. Dan kami bertentangan dengan hak pakai, Pak. Hak pakai yang dikeluarkan pada tahun 1985 tanpa seizin sebagai pengelola yang sudah dua tahun. Apakah itu etis, Pak? Mohon … sekali lagi, kami mohon pertimbangan pada Majelis Konstitusi atau ke seluruh aparatur negara Republik Indonesia, pejabat maupun daerah maupun tingkat. Itu yang saya inginkan karena saya dari awal sudah digarap turun-temurun, saya mohon kembali kepada petani yang sejumlah sekian. Sekian dan terima kasih atas permohonan saya.
20
113. KETUA: HAMDAN ZOELVA Saya tanya dulu (...) 114. SAKSI DARI PEMOHON: UMAN Saya tidak akan berpanjang lebar (...) 115. KETUA: HAMDAN ZOELVA 1964?
Saya tanya dulu, ya. Saudara sendiri, melanjutkan sejak tahun
116. SAKSI DARI PEMOHON: UMAN 1964, Pak. 117. KETUA: HAMDAN ZOELVA Sebelumnya, ayah? 118. SAKSI DARI PEMOHON: UMAN Sebelumnya, almarhum telah mengasihkan fotokopi, itu pun paman sendiri. Ada ini, Pak. 119. KETUA: HAMDAN ZOELVA Itu berapa luasnya? 120. SAKSI DARI PEMOHON: UMAN meter.
Saya … luas yang digarap sama saya itu 9.420 meter. 9.420
121. KETUA: HAMDAN ZOELVA Oke. Hampir satu hektare, ya. 122. SAKSI DARI PEMOHON: UMAN Dan ini selanjutnya, saya pada 2005 itu sudah mengajukan obek.
21
123. KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, tunggu dulu. Itu selain yang 330 orang yang lain? 124. SAKSI DARI PEMOHON: UMAN Ya. 125. KETUA: HAMDAN ZOELVA Termasuk 9.420 (...) 126. SAKSI DARI PEMOHON: UMAN Enggak. Itu (...) 127. KETUA: HAMDAN ZOELVA Oh, di luar itu? 128. SAKSI DARI PEMOHON: UMAN Di luar saya sendiri. 129. KETUA: HAMDAN ZOELVA Saudara sendiri, 9.000 sekian itu, ya? 130. SAKSI DARI PEMOHON: UMAN Ya. 131. KETUA: HAMDAN ZOELVA Selama ini, Saudara ini … apa … bertani apa di situ? 132. SAKSI DARI PEMOHON: UMAN Saya petani sekaligus saya mewakili petani yang (...) 133. KETUA: HAMDAN ZOELVA Enggak. Bertani apa di situ? Menanam apa?
22
134. SAKSI DARI PEMOHON: UMAN Oh, saya tanaman bermacam-macam itu di situ. Ada rambutan, durian, ya. Yang ada airnya itu, ditanami ikan, Pak. 135. KETUA: HAMDAN ZOELVA Oke. Selama ini, apakah Saudara sewa atau begitu saja? Atau menggarap saja? 136. SAKSI DARI PEMOHON: UMAN Nah, itu sering kejadian pada saat … bahkan saya ikut menagih kepada pihak holtikultura, Pak. Atau dikasih tugas meminta kepada masyarakat karena itu waktu 1987, 1997, saya ditugaskan sama mereka yang sebagai pemegang hak. 137. KETUA: HAMDAN ZOELVA Saudara, menggarap saja di situ? 138. SAKSI DARI PEMOHON: UMAN Tetap saya menggarap. Saya tidak ditinggalkan, Pak. 139. KETUA: HAMDAN ZOELVA Jadi, tidak membayar sewa, tidak membayar apa-apa kepada negara? 140. SAKSI DARI PEMOHON: UMAN Enggak. Itu waktu itu kan, sudah objek pajak, lima tahun ke belakang itu dan sampai 2009 karena itu katanya bertumpang tindih dengan hak pakai. 141. KETUA: HAMDAN ZOELVA Jadi, hanya bayar pajak saja? 142. SAKSI DARI PEMOHON: UMAN Ya.
23
143. KETUA: HAMDAN ZOELVA Bayar pajak. Hak pakainya, siapa? 144. SAKSI DARI PEMOHON: UMAN Hak pakai itu balitsa, Pak. 145. KETUA: HAMDAN ZOELVA PT? 146. SAKSI DARI PEMOHON: UMAN Balitsa badan itu kan, di bawah kementerian Republik Indonesia. 147. KETUA: HAMDAN ZOELVA Oh, balitsa. 148. SAKSI DARI PEMOHON: UMAN Ya, balitsa. 149. KETUA: HAMDAN ZOELVA Saya pikir nama perusahaan. 150. SAKSI DARI PEMOHON: UMAN Ini buktinya, Pak. Ada. 151. KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, ya. Yalah. Okelah, ya. Cukup, ya? 152. SAKSI DARI PEMOHON: UMAN Terima kasih, Pak, atas izinnya saya di podium ini. Mohon sekali lagi, jangan sampai … bila kata-kata ini tidak berkenan pada hati Bapak yang ada di sini, mohon, kami mohon. Wabillahi taufik wal hidayah, wassalamualaikum wr. wb.
24
153. KETUA: HAMDAN ZOELVA Walaikum salam. Ya. Selanjutnya, Abdul Gaos. 154. SAKSI DARI PEMOHON: ABDUL GAOS Bismillahirrahmaanirrahiim. Yang Mulia Bapak Hakim yang Saya Hormati, pertama-tama barangkali saya akan memperkenalkan diri, nama saya, tadi sudah disebutkan pada Bapak Ketua, nama saya adalah Abdul Gaos. Alamat di Pasek, Rt 36, Kampung Bunder, Rw 08, Kelurahan (suara tidak terdengar jelas). Pada kesempatan memberikan kesaksian ini, barangkali pertama saya akan menambahkan apa yang telah disampaikan oleh Pak Ketua (...) 155. KETUA: HAMDAN ZOELVA Lokasinya sama dengan pak ini, ya (...) 156. SAKSI DARI PEMOHON: ABDUL GAOS Ya, dengan Pak Ketua (...) 157. KETUA: HAMDAN ZOELVA Pasek, ya. 158. SAKSI DARI PEMOHON: ABDUL GAOS Jadi, menambah apa yang telah disampaikan oleh Pak Ketua Kelompok. Yang kedua, barangkali menyinggung masalah aspek kelembagaan dan ekonomi para petani. Bapak yang saya hormati, sebetulnya para petani tadi sudah disebutkan secara turun-temurun dari kakek, barangkali, kemudian dari buyut, barangkali dari sana, itu sudah menggarap sejak tahun 1942. Pada waktu ada beberapa lokasi yang tanaman karetnya sudah ditebang. Karena di Subang ini, Pak, ada sekian ribu, kalau tidak salah, 37.000 hektare tanah itu ditanami karet yang dikelola oleh PNT sebagai Perusahaan Inggris yang berkedudukan di London. Kembali pada yang digarap tadi karena tanaman karetnya sudah ditebang meliputi lokasi Sunter, Blok Serangenge, Blok Patenggeng, kemudian jalur di tepi sungai halau kali Ciasem, sejak 1942, mereka menanam ada yang bertani, dijadikan petakan sawah, kemudian ada yang tukang kebun, kebun itu ditanami tanaman keras seperti jinjing, kemudian jembling, kemudian adenium, dan terakhir jabon, ya. 25
Kemudian pada tahun 1957 mereka telah menerima dari Kepala Inspeksi Agraria pada waktu itu, Redis dan sekarang dari sekian yang telah menerima Redis itu sebagian sudah disertifikatkan, maka sebagian juga sudah menjadikan kikitir atau leterse. Kemudian pada tahun 1960, di pasehnya sendiri itu tanaman karet ditebang, ditebang lagi dan kemudian dihimbau oleh pemerintah desa pada waktu itu, yaitu Pemerintah Desa Danger, kemudian Pemerintah Desa Parung karena Kelompok Tani Bina Usaha Mandiri ini meliputi dua desa dahulu, Pak, sekarang dua kelurahan, yaitu Kelurahan Danger dengan Kelurahan Parung. Jadi mereka menghimbau dari pemerintahan desa itu menghimbau untuk menggarab atau memanfaatkan tanah, nah kenapa? Karena tanah ini ditelantarkan karena pada waktu itu perusahaan PT lainnya sudah habis kontraknya, jadi itu ditelantarkan. Ditumbuhi alang ilalang, ya Pak. Kemudian pada tahun 1964, penggarap yang waktu itu jumlahnya belum diketahui berarti belum berbentuk kelompok tani, itu mendapatkan Redis dari Kepala Inspeksi Agraria Bandung. Kemudian tahun 1965, pecahlah peristiwa G30S, si Redis tadi yang ada di Para Petani penggarap, itu dikumpul dengan alasan dikikirkan. Karena takut diintimidasi, akhirnya si para petani ini memberikan, tapi ada yang mempertahankan. Antara lain tadi sudah diperlihatkan oleh Pak Ketua. Kemudian pada tahun 1967, para petani pun mendapat Redis, jadi itu jumlahnya saya tidak tahu berapa, kemudian tahun 1967 dapat lagi Redis dari Kepala Inspeksi Agraria Kabupaten Subang. Nah kemudian pada 1 tahun kemudian, ada pemilihan Kepala Desa Danger, bagaimana caranya si kandidat calon kepala desa ini untuk menarik suara masyarakat, akhirnya dia mengiming-imingi, diambil Redisnya untuk dijadikan kikitir, namun kenyataanya Redisnya tidak ada, kikitir pun tidak muncul. Gitu, Pak. Nah, kemudian (…) 159. KETUA: HAMDAN ZOELVA Sekarang saja, sekarang itu Saudara menggarap berapa luas? 160. SAKSI DARI PEMOHON: ABDUL GAOS Saya 1.600 kurang lebih 120 bata, Pak. 161. KETUA: HAMDAN ZOELVA 1.000? 162. SAKSI DARI PEMOHON: ABDUL GAOS 686 m². 26
163. KETUA: HAMDAN ZOELVA M². 164. SAKSI DARI PEMOHON: ABDUL GAOS Ya kurang lebihlah 120. 165. KETUA: HAMDAN ZOELVA Statusnya sekarang apa? Masih .. ndak, ndak kikitir ndak punya? Ndak punya. 166. SAKSI DARI PEMOHON: ABDUL GAOS Ya. 167. KETUA: HAMDAN ZOELVA Kikitir ndak punya, Redis juga enggak ada. 168. SAKSI DARI PEMOHON: ABDUL GAOS Tapi Pak tadi yang disampaikan oleh Ketua, PBB Pak, eks anggota PBB. 169. KETUA: HAMDAN ZOELVA Kenapa? PBB? 170. SAKSI DARI PEMOHON: ABDUL GAOS S … BPS, PBB. 171. KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya bahwa PBB datang. 172. SAKSI DARI PEMOHON: ABDUL GAOS Ya. Sampai 2008, Pak.
27
173. KETUA: HAMDAN ZOELVA Sampai 2008. Apa kepada … jadi garap tidak ada bayar sewa, tidak ada apa-apa ya? 174. SAKSI DARI PEMOHON: ABDUL GAOS Tidak ada. 175. KETUA: HAMDAN ZOELVA Tidak ada. Sampai sekarang juga tidak pegang apa-apa, kecuali PBB saja? 176. SAKSI DARI PEMOHON: ABDUL GAOS Ya. 177. KETUA: HAMDAN ZOELVA Tidak ada SK untuk … untuk sewa, untuk hak pakai, untuk apa, tidak ada? 178. SAKSI DARI PEMOHON: ABDUL GAOS Tidak ada, Pak. 179. KETUA: HAMDAN ZOELVA Tidak ada. Okelah ya, saya kira cukup. Kalau mengenai sejarah itu nanti biar Kuasanya yang sampaikan secara tertulis ya. 180. KUASA HUKUM PEMOHON: PRIADI Ya. 181. SAKSI DARI PEMOHON: ABDUL GAOS Terima kasih, Pak Ketua atas perhatiannya. 182. KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, baik.
28
183. SAKSI DARI PEMOHON: ABDUL GAOS Dan saya akhiri dengan assalamualaikum wr. wb. 184. KETUA: HAMDAN ZOELVA Baik, terima kasih. Ya, kepada Ahli dahulu, ya siapa Ahli mana yang pertama ini dari Pemohon apa sama saja, yang mana saja. Prof. Mochammad Maksum, silakan. 185. AHLI DARI PEMOHON: MOCHAMMAD MAKSUM MACHFOEDZ Ya. Bismilahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang dan tentu salam sejahtera untuk kita semuanya. Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, terkait dengan permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Izinkan kami menyampaikan beberapa tanggapan. Sungguh menggembirakan sekali sebenarnya dengan adanya pengesahan undang-undang a quo tentang perlindungan ini, mengingat terutama meskipun komitmen legal terhadap bangunan nasional Republik Indonesia yang senantiasa (suara tidak terdengar jelas) propetani dan pertanian seluruh ragam konfigurasi politik nasional hanya berhasil meningkatkan ketidakberdayaan petani dari masa ke masa. Bahkan semenjak republik ini memiliki Kementerian Pembangunan Masyarakat dengan Menteri Subagyo pada masa kabinet Halim 1950. Ada satu yang membedakan dengan nyata kalau kegagalan pemberdayaan petani pada masa awal republik ini, pemimpin bangsa masih disibukkan oleh urusan benah negara pasca kemerdekaan. Pada penggalan kedua, rakyat tani cenderung dikorbankan oleh bangsa ini atas nama pembangunan nasional. Petani selalu diputuskan untuk menjadi tumbal pembangunan nasional ketika ada hiruk-pikuk inflasi dan kabinet takut inflasi dua digit, pasti hal pertama yang dikumandangkan oleh para menteri jajaran kabinet adalah harga pangan enggak boleh naik, meskipun harga-harga yang lain naik. Ketika negara tidak mampu menciptakan lapangan kerja alternatif di pedesaan, maka semua tertampung di sawah sebagai angkatan kerja. pada masa-masa pembangunan inilah kesalahan pemilihan kiblat pembangunan yang teramat bias ke improving industries telah sertamerta mengorbankan domestic based industries dengan rakyat tani sebagai korban terdepan. Sebagai the most disoriented people suasana keterpurukan dan margin-margin sektoral yang sekian lama mendera petani menjadi salah satu nurani, salah satu latar belakang nurani terbitnya undang-undang a quo. 29
Sangat disayangkan bahwa undang-undang ini masih memerlukan kajian ulang untuk berapa hal karena berpotensi memperpanjang ketidakberdayaan petani untuk tidak menyebutnya justru memperdaya bukan memberdayakan. Pertama berkenaan dengan persoalan keagrariaan sebagai salah satu materi pengujian, dalam hal perkenankan kami menyampaikan bahwa hakikatnya semangat membangun landasan ekonomi negeri agraris republik Indonesia dideklarasikan berapa tahun setelah proklamasi kemerdekaan bangsa ini melalui dibentuknya panitia agraria Jogjakarta, berdasarkan TAPRES 16 tahun 1948, tertanggal 21 Mei. Semangat agraris yang tidak pernah luntur secara berturut-turut dilanjutkan dengan dibentuknya panitia agraria Jakarta tahun 1951 dan panitia Sujarwo tahun 1955, serta diikuti dengan terumuskannya rancangan Sunaryo 1958 dan disempurnakan menjadi rancangan Sujarwo 1960. Setelah melalui konsultasi intensif, terutama dengan Univeristas Gajah Mada dengan Prof. Notonegoro, akhirnya draf itu disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 5 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang lebih dikenal dengan singkatan UUPA dan (suara tidak terdengar jelas) lembaran negara tahun 1960 Nomor 104, 24 September 1960. Kepentingan perlindungan dan pemberdayaan rakyat petani untuk mewujudkan kesejahteraan adalah esensi utama diundangkannya UUPA, yang semangat revolusi ... semangat revolusionernya didokumentasikan sebagai konsideran atas terbitnya Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 169 Tahun 1963, tertanggal 26 Agustus 1963 tentang Penetapan 24 September sebagai hari tani yang detailnya menyebutkan bahwa tanggal 24 September hari lahir Undang-Undang Pokok Agraria merupakan hari kemenangan bagi rakyat tani Indonesia. Dengan diletakkannya dasar-dasar bagi penyelenggaraan (suara tidak terdengar jelas), untuk mengikis habis sisa-sisa imprealisme dalam lapangan pertanahan agar rakyat tani dapat membebaskan diri dari segala macam bentuk penghisapan manusia atas manusia dengan beralat tanah. Sehingga melapangkan jalan menuju ke arah masyarakat adil dan makmur. Pembebasan bisa dilestarikan dari konsideran yang melestarikan watak politis UUPA. Pertama, semangat revolusioner yang anti imprealisme dan anti (suara tidak terdengar jelas). Terutama dalam hal pertanahan merupakan esensi dasar pemikiran pemerintahan nasional untuk mengatasi kolonialisasi pertanahan semenjak penjajahan. Kedua, rakyat tani sebagai jutaan subjek ekonomi sekaligus sebagai jutaan investor (suara tidak terdengar jelas), harus mampu membebaskan diri dari eksploitasi ekonomi, sehingga menghindarkan diri dari penghisapan manusia atas manusia.
30
ketika (suara tidak terdengar jelas) adalah sebuah borosan dan instrumen kebijakan utama. Keempat, tanah sebagai alat ekonomi menuju terwujudnya keadilan dan kemakmuran. Keempat watak politis UUPA itu menjadi semangat operasional pelaksanaan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang menyatakan, “Bumi dan Air, dan Kekayaan Alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat.” Mengejutkan sekali ketika mandat revolusioner dalam keagrarian tersebut pada hari ini dibenturkan dengan Pasal 59 Undang-Undang a quo yang menyatakan kemudahan bagi petani untuk memperoleh lahan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (3) huruf a diberikan dalam bentuk hak sewa izin pengusahaan, izin pengelolaan, atau izin pemanfaatan. Kecuali mengingkari makna penguasaan yang kemudian diplesetkan dipelintir menjadi pemilikan. Semua dasar perlindungan dan pemberdayaan menjadi cenderung kualitatif dan bermakna pemberdayaan kolonialisasi bentuk-bentuk kolonialisasi baru yang dilakukan oleh pemerintahnya sendiri. Kecenderungan ini mudah sekali dipahami karena mekanisme persewaan dan perizinan jelas sekali sudah sekian lama terjerat moral hajat. Dengan demikian, komplit sudah pemberdayaan petani akan menjadi pemberdayaan petani akan menjadi outcame utama dari perlindungan dan pemberdayaan model undang-undang a quo. Karena jeratan moral hajat akan menjadi sempurna ketika perolehan lahan yang diamanatkan oleh Pasal 59, sama sekali tidak pernah menjamin kepastian hukum sebagaimana dicontohkan oleh rekan-rekan Indramayu, Subang, dan dengan demikian mengingkari Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, sekaligus menjerat dan mencederai hak asasi petani untuk memperoleh penghidupan yang layak dan mencapai persamaan dan keadilan. Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, selanjutnya izinkan kami menyampaikan tanggapan berkenaan dengan agenda kedua. Dalam kaitan dengan masalah kedua, ingatan kita masih segar mencatat simplifikasi pembangunan masyarakat yang selalu diurus berbasis pendekatan generalisasi dan tidak pernah menggubris lokalita, tidak pernah peka terhadap karakter kelompok, tidak pernah melihat masa ideologis yang beragam, dan sebagainya. Kebhinekaan pada masa itu selama lebih dari 3 dekade, bahkan sampai hari ini telah diperkosa menjadi keegaan. Ketika itu Pergunuh, Sarbumusi, dan khususnya Pertanu (Persatuan tani NU), dan lainnya. Harus dikubur hidup-hidup dan dilebur menjadi PGRI, SPSI, dan HKTI. Mohon maaf, Yang Mulia. Bahwa sebagai ketua pengurus persatuan Nahdlatul Ulama, saya hanya menuntun, terbatas sekali hanya mampu menyentuh anak-anak lembaga dibawah Nahdlatul Ulama. Pertanu dibunuh pelan-pelan harus menjadi HKTI, begitu pula yang lainlain. Bahkan induk organisasinya pun dijinakkan dengan organ jadi-jadian 31
yang tidak punya jamaah, yang harus menjadi payung bersama yang menjinakkan. Desa-desa pun diseragamkan, itu dulu. Konfigurasi politik mutakhir telah membawa perubahan, tata pemerintahan yang sentralistik dan otoriter telah bergeser sempurna menjadi demokratis, desentralistis, dan partisipatif. Pergeseran paradigmatik telah membawa konsekuensi bergesernya segala macam pendekatan yang tadinya monolitik dan topdown secara revolusioner bergeser menjadi pendekatan dari bawah (buttom up), lokalistik, dan partisipatif. Sesungguhnya hati kecil kami sangat bahagia ketika mencermati adanya semangat perubahan dalam rumusan Pasal 69 yang menyatakan pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban mendorong dan memfasilitasi terbentuknya kelembagaan petani dan kelembagaan ekonomi petani. Hal yang kedua, pembentukan kelembagaan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan perpaduan dari budaya, norma, nilai, dan kearifan lokal petani. Akan tetapi, semangat perubahan itu menjadi tidak jelas, tidak jelas pula arah kenegaraan undang-undang a quo. Ketika pasal berikutnya, Pasal 70 dan 71 itu menyatakan kelembagaan petani sebagaimana dimaksud … dalam Pasal 69 ayat (1) terdiri atas kelompok tani, gabungan kelompok tani, asosiasi komunitas, dan dawah komunitas pertanian. Sementara 71 menyatakan petani berkewajiban bergabung dan berperan aktif dalam kelembagaan petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1). Yang Mulia, tanpa pengetahuan legal secuil pun seperti kami mudah sekali mengernyitkan mata ketika membaca pasal berurutan, dari sebuah naskah legal yang ternyata saling bertolak belakang. Satu pasal memandatkan lokalita, nilai, kepekaan lokal, kearifan setempat, sementara pasal yang lain mendikte wajib bergabung dengan empat jenis kelembagaan. Ini adalah pendekatan model orde baru, sangat federalistik dan sangat top down. Satu pasal memberikan mandat untuk mengapresiasi lokalita budaya, nilai, dan kearifan dalam kelembagaan petani, sementara pasal berikutnya mengharuskan generelasi yang sangat terbatas perlakuannya, tetapi mewajibkan. Pemakaian kata berkewajiban yang sama dalam pasal berurutan ternyata teramat kontradiktif semangat legalnya. Kontradiksi ini sudah tentu menjadi tantangan tersendiri yang harus membatalkan … yang harus membatalkannya demi hukum. Pada tingkat realitas, beberapa bentuk lembaga wajib ini memiliki kebakuan yang teramat … keberlakukan yang teramat terbatas. Kita sudah mendengar dari tiga orang saksi, kami Nahdlatul Ulama juga punya binaan kelompok tani yang sangat khusus, pentani mantan narapidana. Untuk bergabung dengan kelompok tani ditolak, advokasi yang kami lakukan selama sekian lama betul-betul itu baru berhasil mendatangkan seorang kepala dusun berkenalan dengan kelompok itu, 32
kelompok itu diberlakukan lebih jelek dari kelompok binatang karena mereka adalah mantan napi. Nah, kalau kelompok yang begini ini banyak sekali dalam binaan kami, kelompok adat juga banyak, serikat-serikat petani juga banyak yang tidak tersentuh oleh lembaga-lembaga yang dibakukan oleh undang-undang a quo. Saya kira keberlakukan itu harus inklusif, keraguan adat yang tidak tergantung jumlahnya, kesesuaian sosial, keragaman kelompok sosial dan aktifis, serta lokalita lainnya sudah barang tentu memerlukan rekomendasi yang sama atas nama keadilan dan kesamaan layanan hak asasi, yakni berprinsip indivisible dan inclusive. Pernyataan legalnya Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menjamin bahwa setiap orang berhak kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Sementara ayat lain menyebutkan setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakukan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. Fakta tentang kontroversinya dua pasal yang telah disampaikan sebenarnya tidak hanya mensiratkan kerancuan dan sekedar memerlukan tinjauan ulang pada tinggal material, Yang Mulia. Akan tetapi frasa yang sama kontroversi dan tidak inklusifnya urusan kelembagaan merupakan pertanda nyata yang kami yakin seyakin-yakinnya, haqqul yaqin bahwa ada cacat mekanik, cacat proses bahwa materi yang dirumuskan jelas sekali bukan sebuah prosesi partisipatif. Partisipasi pelintiran, pelintiran seperti ini akan mengulangi kesalahan pemberdayaan petani yang seharusnya berintikan partisipasi, kreatifitas, dan stimulasi, justru menjadi super kontra produktif karena prosesi partisipasi yang teramat formalistik dan pelintiran tersebut dalam rancangan RUU yang bersangkutan sampai disahkannya menjadi Undang-Undang Nomor 19. Buktinya adalah suara lokal tidak tertangkap kejam, pasti haqqul yaqin prosesi partisipasinya adalah prosesi yang pelintiran. Yang Mulia, demikian beberapa catatan yang kami sampaikan. Pada Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi dengan permohonan kiranya Yang Mulia bisa mengabulkan seluruh harapan para Pemohon yang telah disampaikan oleh tim advokasi hak asasi petani. Wa Allahu wafiq illa mutariq, wassalammualaikum wr.wb. 186. KETUA: HAMDAN ZOELVA Terima kasih. Waktu kita ini sampai jam 12.30, jadi dua ahli ini kita bagi waktu masing-masing 10 menit. Saya persilakan selanjutnya Pak Satyawan atau yang duluan Pak Satyawan, silakan, Pak!
33
187. AHLI DARI PEMOHON: SATYAWAN SUNITO Assalammualaikum wr.wb. Salam sejahtera bagi semuanya. Yang Mulia Ketua dan Hakim-Hakim Mahkamah Konstitusi, terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada saya memberikan pandangan di dalam persidangan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 ini tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Saya akan membagi pembahasan saya ini dalam 2 bagian. Pertama, saya ingin membahas sedikit mengenai perspektif kesejarahan dan kelembagaan dan ingin meletakkan undang-undang ini di dalamnya. Dan kedua, saya ingin memberikan pandangan saya mengenai kedua pasal atau ketiga pasal, Pasal 59, Pasal 70, dan Pasal 71. Baik, mengenai perspektif kesejarahan dan kelembagaan. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 ini seharusnya mengenai petani. Karena itu sepantasnya diletakkan dalam perspektif sejarah panjang pergumulan petani dengan konteks politik ekonominya. Muhammad Tauchid merangkum pergumulan ini dengan sangat jitu di dalam pernyataannya pada dekade pertama kemerdekaan Indonesia. Izinkan saya menyampaikan observasi dari Muhammad Tauchid ini karena dia memberikan gambaran yang mungkin masih relevan untuk saat ini. Ini penggalannya, “Tetapi penguasa … penguasaan tanah-tanah onderneming oleh saudaranya bangsa Indonesia dari tangan bangsa asing itu ternyata tidak merupakan jaminan akan ikut sertanya rakyat miskin mendapatkan bagian kekayaan itu. Rakyat tani serta buruh kecil dalam perkebunan-perkebunan itu masih tetap bekerja sebagai buruh penjual tenaga dengan harga murah sebagai kuli dengan penghidupan yang tetap tidak berubah, hanya beda gelarnya dari kuli Hindia Belanda menjadi kuli Indonesia merdeka, kuli republik. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria merupakan salah satu usaha yang besar untuk membuat perubahan di dalam kedudukan petani tadi. Suatu usaha yang rupanya terlambat karena segera ditiadakan oleh pemerintah Orde Baru. TAP MPR-RI Nomor IX/MPR Tahun 2001 kemudian merupakan juga semacam kesepakatan nasional setelah 30 tahun Orde Baru yang berupa mandat kepada pemerintah untuk mengadakan perubahan besar kembali di dalam manajemen dan distribusi sumber daya alam yang ditengarai sebagai akar dari kemiskinan ke pedesaan. TAP MPR tersebut mencirikan konsekuensi dari 30 tahun pemerintahan Orde Baru sebagai berikut. Bahwa pengelolaan sumber daya agraria dan sumber daya alam yang berlangsung selama ini telah menimbulkan penurunan kualitas lingkungan, ketimpangan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatannya, serta menimbulkan berbagai konflik. Atas dasar penilaian tersebut, maka dianggap perlu adanya ketetapan MPR tentang pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam. Apa yang dimaksud dengan pembaruan agraria dikemukakan pada 34
Pasal 2 TAP MPR-RI Nomor IX/MPR Tahun 2001. Pembaruan agraria mencakup suatu proses yang berkesinambungan, berkenaan dengan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan sumber daya agraria dilaksanakan dalam rangka tercapainya kepastian dan perlindungan hukum, serta keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia. Cakupan pembaruan agraria … pembaruan cakupan dari pembaruan agraria memperlihatkan keluasan dan kedalaman dari konsep ini. Saya kemukakan beberapa hal, saya tidak membaca semuanya untuk mempersingkat. Pertama, melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan agraria sesuai dengan Badan Pertanahan Nasional terdapat 582 produk hukum yang mengatur masalah pertanahan. Di antaranya, yang tumpang tindih, kontradiktif, dan ada beberapa masalah pertanahan yang tidak diatur sama sekali. Kedua, melaksanakan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah secara komprehensif dan sistematis dalam rangka pelaksanaan landreform. Kemudian, menyelenggarakan pendataan pertanahan melalui inventarisasi dan registrasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah secara komprehensif. Beberapa … apa namanya … poin-poin lain bisa nanti dibaca, saya akan teruskan. Dengan konteks kesejarahan dan kelembagaan seperti ini, bagaimana kita … bagaimana Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani ini harus kita letakkan? Pertama, undang-undang ini tidak mempertimbangkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria. Tidak juga TAP MPRRI Nomor IX/MPR Tahun 2001, tidak juga Keputusan MPR-RI Nomor V/MPR Tahun 2003, dimana mandat yang disampaikan sebelumnya itu diulang kembali. Tidak satu kata pun mengenai program pembaruan agraria nasional atau landreform. Kedua, bagaimana menempatkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 ini di dalam mandat MPR kepada pemerintah untuk melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan agraria, dengan dorongan untuk mempercepat pengesahan Rencana Undang-Undang Pelaksanaan Pembaruan Agraria, Rencana Undang-Undang Penataan Struktur Agraria, dan Rencana Undang-Undang Penyelesaian Konflik Agraria dan Sumber Daya Alam. Dan ketiga, seberapa jauh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 ini senafas dan sejalan dengan pemikiran agraria dari produk-produk kelembagaan di atas. Itu pandangan saya mengenai konteks atau perspektif kesejarahan dan kelembagaan. Selanjutnya, saya ingin memberikan pandangan saya mengenai beberapa pasal yang menjadi fokus persidangan ini. Pasal Nomor 59 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 menyatakan kemudahan bagi petani untuk memperoleh lahan 35
pertanian sebagian dimaksud dalam Pasal 58 ayat (3) huruf a diberikan dalam bentuk sewa izin penguasaan, izin pengelolaan atau izin pemanfaatan. Izinkan saya menyampaikan pandangan saya. Ada beberapa poin yang ingin saya kemukakan. Pertama, kandungan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tidak sejiwa dengan tujuan merubah struktur penguasaan dan pemilikan lahan atau tanah agar lebih berkeadilan yang diman … dimandatkan oleh TAP MPR RI Nomor 19 … Nomor 9 Tahun 2001. Merubah struktur penguasaan dan pemilikan tanah paling tidak berarti membatasi ekspansi dari penguasaan dan pemilikan besar. Konsekuensinya adalah tanah yang tersedia untuk diretribusikan pada petani miskin akan menjadi lebih luas. Undang-Undang 19 Tahun 2013 tidak bicara mengenai perubahan struktur agraria. Membatasi kemudahan akses tanah bagi petani miskin pada maksimum dua hektare tanah negara bebas. Ini ironis karena selama ini tanah negara bebas lebih diperuntukkan pemodal besar, terutama oleh pemerintah daerah di era Otda (Otonomi Daerah). Sedemikian sehingga di banyak daerah tidak tersisa lagi tanah negara bebas dan kini ekspansi perusahaan tanah perus … ekspansi penguasaan tanah oleh pemodal besar harus ke tanah-tanah garapan dan milik penduduk. Ironis juga ketika BPN menempatkan legislasi … legislasi tanah petani sebagai program prioritas, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 justru membatasi pada sewa izin penguasaan, izin pengelolaan, dan izin pemanfaatan. Betapa tidak bila masih ada empat … 48% atau 41.184.000 bidang tanah di Indonesia ini yang belum mendapatkan sertifikat. Sebaiknya disimak latar belakang dari program legislasi tanah yang menjadi prioritas BPN. Sesungguhnya percepatan legislasi tanah merupakan sebuah keharusan untuk mewujudkan fokus dari arah pembangunan nasional di bidang pertanahan. Masih banyak bidang tanah yang belum terdaftar dan diberikan legalitas asetnya berupa sertifikat hak atas tanah akan berpengaruh terhadap kapasitas kepastian hukum atas aset tanah baik bagi masyarakat, pemerintah, dan pemilik usaha. Pada gilirannya pemilikan, penguasaan tanah yang belum terlegis … terlegalisasi tersebut akan rentan terhadap terjadinya sengketa dan konflik pertanahan. Ketiga. Ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah di Indonesia sudah mengam … mengambil bentuk yang luar biasa. Mantan Kepala BPN RI, Joyo Winoto menyatakan bahwa 0,2% penduduk Indonesia menguasai 56% aset ekonomi nasional yang lebih dari setengahnya berupa penguasaan atas tanah. Ketimpangan ini juga dapat … ini dapat juga dilihat dari data BPN mengenai jumlah dan luas tanah legal per jenis hak. Jumlah HGU hanya 36
0,04% dari total jumlah bidang tanah dengan hak legal 0,04%. Namun HGU menguasai 46% dari total luas bidang tanah dengan hak legal dengan rata-rata penguasaan 3.249,38 hektare. Ketimpangan di pedesaan Jawa juga sudah terkenal. Prof. Sherman dan Michael mengemukakan data tahun 1993 bahwa 44% petani memiliki lahan kurang dari 0,5 hektare dari 39% petani adalah landless. Jadi, lebih sekitar 80% petani kita adalah petani gurem yang memiliki tanah sekitar 0,2 hektare-0,3 hektare. Dalam ketimpangan seperti ini, maka melanggar rasa keadilan bila petani miskin masih dibatasi status penguasaan tanahnya dan untuk luasan yang juga sangat terbatas tersebut. Dan ini ada hubungannya juga dengan poin keempat. Lahan pertanian terus bertambah sempit karena alih fungsi penggunaan lain, terutama untuk perluasan kota industri sebagai konsekuensi penguasaan absente oleh penduduk kota. Sejak tahun 1990 terjadi penyiutan sawah. Bila tahun 1990 terdapat 8,4 juta hektare sawah, maka berturut-turut luasnya sawah berkurang menjadi 8,1 … 8,15 juta hektare, kemudian 8,10 juta hektare, dan 8 juta hektare tahun 2012. Dalam kondisi seperti ini, maka di … maka dalam kondisi seperti ini dimana sumber produksi pangan terus menciut, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tidak memberi stimulus untuk perluasan sawah atau pertanian pangan. Undang-undang ini mengusalkan … mengusulkan salah satu mekanisme transfer tanah kepada petani miskin adalah melalui mekanisme pasar tanah walau pemerintah memberikan subsidi modal pada petani miskin. Pengalaman di berbagai negara memperlihatkan bahwa mekanisme pasar untuk redistribusi tanah atau market that landreform berdampak pada harga yang tinggi namun kualitas tanah yang paling buruk. Membatasi status penguasaan sawah, penguasaan pada sewa, serta izin penggunaan tidak juga merupakan stimulus bagi perluasan pertanian tanaman pangan. Kemudian poin kelima. Dengan membatasi redistribusi tanah pada luasan di bawah 2 hektar maka Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 jelas sangat buyers jawa, petani di luar jawa yang umumnya mengadopsi sistem pertanian campuran antara tanaman keras, seperti kopi, karet, dan dicampur dengan tanaman musiman membutuhkan tanah jauh lebih luas juga karena tanah tidak subur di luar jawa. Dan ini ada hubungannya juga dengan poin yang keenam. Pasal 58 huruf 3 dan A Pasal 60 mencantumkan kriteria subjek penerima kemudahan akses tanah pada petani miskin yang mengusahakan pertanian di lahan yang diperuntukan sebagai kawasan pertanian. Kriterian ini sangat membatasi untuk kondisi luar jawa dan juga di jawa sebetulnya karena banyak sekali petani yang hidup dan bertani di tanah yang oleh negara di definisikan sebagai tanah negara atau hutan negara. 37
Pendefinisian negara ini umumnya ditolak oleh kebanyakan desa, hutan, atau masyarakat desa hutan karena penduduk memiliki persepsi yang berbeda mengenai makna yang kawasan hutan dan mana yang merupakan kawasan pertanian penduduk. Menurut data BPS terdapat 16.760 desa yang tersebar di 15 provinsi yang berada di dalam kawasan hutan negara. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 penduduk desa ini tidak akan mendapatkan fasilitas negara bahkan dapat dikriminalitasi. 188. KETUA: HAMDAN ZOELVA Singkat, Pak. 189. AHLI DARI PEMOHON: SATYAWAN SUNITO Ya, saya sampai pada lembar terakhir. Pasal 70 dan Pasal 71 dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 membatasi bentuk organisasi dan mewajibkan petani bergabung ke dalam organisasi-organisasi yang ditentukan oleh pemerintah. Kandungan dari pasal-pasal ini melanggar kebebasan berorganisasi yang telah dipastikan oleh undang-undang, serta mengingatkan kembali pada kebijakan masa mengambang atau floating mass di masa pemerintahan orde baru. Selain melanggar hukum pendekatan top down atau patriatrikal seperti ini akan mematikan kreatifitas penduduk dan sebaliknya menumbuhkan budaya priyayi. Organisasi yang baik harus tumbuh dari dalam anggotanya sendiri sesuai budaya dan kondisi lokal, dan selama ini terutama sejak reformasi politik tahun 1998 organisasi tani tumbuh dimana-mana atas inisiatif petani sendiri, petani tidak (suara tidak terdengar jelas) disadarkan dan diwajibkan untuk berorganisasi mereka sudah sangat sadar akan hal ini, dan mereka aktif di dalam pertanian organik, mendirikan sekolah untuk anak-anak mereka, dan tentu saja dalam rangka menuntut dan mempertahankan tanah. Sebagai penutup. Dipandang dari berbagai aspek di atas maka harus dikatakan bahwa Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 merupakan khas undang-undang yang oleh BPN akan dikualifikasikan sebagai yang 582 undang-undang dan peraturan pemerintah yang bertumpang tindih, serta kontradiktif satu dengan yang lain, dan hanya menciptakan kebingungan dan kekacauan di dalam pelaksanaan. Undang-undang ini tumbuh seakan-akan tanpa pertautan historis dan semangat dengan undang-undang di ranah agraria yang lain sejak dekade pertama kemerdekaan Indonesia sampai sekarang. Petani Indonesia yang sebagian besar berada di anak tangga masyarakat paling bawah, namun memikul tanggung jawab besar sebagai produsen pangan nasional sangat pantas untuk diberikan perangkat undang-undang yang lebih memberdayakan. Yang mengkhawatirkan adalah bahwa kita sedang 38
menyaksikan meluruhnya semangat pro petani dan pembangunan pertanian, serta ekonomi pedesaan yang kuat, dan tumbuhnya liberalisme yang tidak terkendali untuk kepentingan segelintir dan jangka pendek. Demikian. Terima kasih, Yang Mulia. Wassalamualaikum wr. wb. 190. KETUA: HAMDAN ZOELVA Terima kasih, Pak. Nanti yang tertulisnya diserahkan kepada Mahkamah untuk kami pelajari. Silakan yang terakhir, Pak Usep Setiawan. Ya, silakan. 191. AHLI DARI PEMOHON: USEP SETIAWAN Bismillahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr. wb. Salam sejahtera untuk kita semua. Ketua dan Anggota Majelis Hakim Konstitusi yang saya hormati, dan Bapak-Ibu hadirin sekalian yang saya muliakan. Pada kesempatan yang baik ini izinkan saya menyampaikan beberapa pandangan kritis terhadap Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Mengingat bahwa waktu yang terbatas saya akan menyampaikan langsung pokok-pokok pikiran yang tertulis akan disampaikan kepada Majelis yang terhormat. Saya masuk ke bagian pokok dari pandangan kami yaitu kritik utama dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013. Pada dasarnya ada dua kelemahan utama yang kami temukan dari undangundang ini. Pertama, undang-undang ini tidak menempatkan masalah agraria dalam hal ini pemilikan penguasaan tanah sebagai bagian pokok dari undang-undang ini dan tidak tercermin dalam konsideran dari undang-undang ini. Kemudian masih dalam konteks keagrariaan. Undang-undang ini menempatkan hak sewa atas tanah pertanian bagi petani itu sebagai mekanisme penyediaan tanah bagi petani yang dimaksudkan untuk memberdayakan petani. Konsep mengenai hak sewa, ini menjadi satu hal yang sangat penting untuk dikritisi dalam undang-undang ini. Dan berikutnya masih terkait dengan konteks agraria. Tidak mamasukkan agenda redistribusi tanah sebagai bagian dari agenda pemberdayaan petani. Hal lainnya masih terkait keagrariaan. Cakupan objek atau tanah yang disediakan untuk petani masih sangat terbatas, dalam hal ini hanya dua objek yang dimungkinkan oleh undang-undang ini yakni tanah negara bebas atau tanah eks terlantar. Aspek kedua yang menjadi kelemahan utama dalam undangundang ini yang kami temukan dan kami garisbawahi adalah mengenai kelembagaan petani. Pada prinsipnya undang-undang ini yang mengatur mengenai, bagian mengenai … mengatur mengenai kelembagaan petani. Tidak memberikan kebebasan dan jaminan kepastian hukum terhadap 39
lembaga-lembaga petani yang sudah ada. Yang pada kenyataannya bentuk dan nama dari organisasi-organisasi petani yang ada itu beragam. Serta undang-undang ini dengan demikian secara kelembagaan dapat memberi jalan bagi proses korporatisme negara atas organisasiorganisasi petani kita. Itulah dua kelemahan utama dari undang-undang ini yang penting kita garisbawahi. Nah, oleh karena itu saya memiliki pandangan umum terhadap undang-undang ini. Yang pertama, kita harus memberikan kritik substansi dan ini bisa dalam konteks sosiologis kenyataan sosial yang ada di masyarakat dan juga bisa dalam konteks konstitusional. Jadi kita lihat konteksnya dengan Undang-Undang Dasar yang kita miliki. Yang kedua, pandangan umum juga penting kita sampaikan adalah dari undang-undang ini kita memandang perlu ada pembaruan hukum yang komprehensif dan integratif antara berbagai undang-undang yang terkait dengan petani, pertanian, dan masalah-masalah yang lain yang terkait seperti keagrariaan. Selanjutnya, secara spesifik izinkan kami menyampaikan catatan kritis yang spesifik terkait dengan dua hal. Yang pertama terkait seputar pertanahan atau keagrariaan. Dan yang kedua seputar keagrariaan petani secara lebih rinci. Terkait dengan pertanahan atau keagrariaan ada tiga poin yang menjadi catatan spesifik. Yang pertama terkait hak sewa. Pasal 59 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 menyatakan bahwa kemudahan bagi petani untuk memperoleh lahan pertanian sebagaimana dimaksud pada Pasal 58 ayat (3) huruf a diberikan dalam bentuk hak sewa, izin pengusahaan, izin pengelolaan, atau izin pemanfaatan. Atas pasal ini kami memiliki empat catatan spesifik dan ini … ketentuan ini bagi kami mengandung empat masalah mendasar yang penting untuk kita perhatikan. Yang pertama, pengaturan mengenai alas hak bisa dikatakan demikian, atas tanah yang disediakan bagi petani. Yang pertama, tidak sejalan dengan semangat dan isi dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang kita kenal sebagai UUPA. Kita tahu dalam undang-undang tersebut diatur mengenai jenis-jenis hak atas tanah dan hak sewa itu tidak dikenal di sana dan hakhak yang lain yang sebenarnya dimungkinkan menjadi terkubur oleh klausul ini. Yang kedua, ketentuan ini juga menyimpang dari konsepsi hak menguasai negara. Sebagaimana tertera dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 33 ayat (3) dengan cara menempatkan petani sebagai penyewa. Artinya dia bukan pemilik atas tanah pertanian. Dia orang yang membayar dengan uang jumlah tertentu, dalam waktu tertentu, dengan limitasi yang sudah kita dengarkan tadi dari para saksi dan itu jelas bertentangan dengan konsepsi hak menguasai dari negara. Karena negara tidak memiliki tanah dan sumber daya alam yang lain. Tapi punya hak menguasai dan mengatur. Yang punya hak milik adalah bangsa 40
Indonesia dan rakyat Indonesia khususnya petani, merekalah yang harusnya punya hak milik atas tanah. Yang ketiga, ketentuan ini juga mendorong feodalisme di lapangan agraria. Tadi dari sejara agraria yang sudah kita dengar secara ringkas bahwa kita punya pekerjaan sejarah sebenarnya yang belum tuntas. Sebagai negeri agrari yang sebagian besar penduduknya bekerja di sektor pertanian. Nah, ketentuan ini akan melanggengkan feodalisme di lapangan agraria. Rakyat atau khususnya petani tergantung pada yang punya uang dan itu tentu harus kita tuntaskan sebagai bagian dari pekerjaan sejarah kita sekarang, tugas sejarah kita sekarang. Yang keempat, yang terakhir. Ketentuan mengenai hak sewa ini juga memicu spekulasi dan komersialisasi atas penguasaan dan pengelolaan tanah. Jadi hanya orang-orang atau hanya petani-petani yang memiliki cukup uang untuk menyewa tanah itulah yang punya kesempatan luas untuk menggarap dan mengelola tanah pertanian. Majelis Hakim yang kami hormati. Bagian kedua terkait dengan keagrariaan. Kami mengkritisi secara spesifik mengenai klausul yang terkait dengan konsolidasi lahan. Ini penting, kalau kita lihat ketentuan Pasal 55 dan Pasal 65 dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 yang mengatur mengenai konsolidasi dan jaminan luas lahan pertanian, kami menggarisbawahi bahwa ketentuan ini tidak memberi peluang bagi petani untuk memiliki hak milik atas tanah. Dengan demikian, kedaulatan petani dalam pengelolaan tanah itu bisa sirna, tidak berdaulat atas tanahnya sendiri karena tetap tanahnya milik pihak lain. Petani hanya diberi hak sewan dan izin tertentu atas tanah negara bebas atau tanah terlantar. Petani tidak punya hak milik kolektif atau hak milik bersama dengan semangat gotong-royong di dalam penguasaan tanah dan ini menyulitkan petani untuk mengelola tanahnya secara mandiri. Ketentuan mengenai konsolidasi lahan ini tidak akan berjalan efektif. Ini dalam … dalam pandangan kami, pengalaman kami di lapangan sepanjang tidak ada koreksi atas struktur agraria yang timpang, yaitu dalam pemilikan, penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah. Dan untuk mengatasi ini, jawabannya bukan konsolidasi lahan. Secara konsepsional dikenal istilah redistribusi, itu adalah inti dari program landreform atau penataan, pemilikan, dan penguasaan tanah sebagai bagian dari program reforma agraria yang berlandaskan kepada ketentuan TAP MPR Nomor 9 Tahun 2001 tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. Catatan kakinya. Bahwa TAP MPR Nomor 9 ini dimandatkan, ditugaskan oleh MPR pada tahun 2001 kepada presiden dan DPR dalam berbagai peraturan perundang-undangan, termasuk undang-undang yang mengatur soal petani ini. Nah, ini tidak tercermin, hanya menyangkut soal konsolidasi lahan. Nah, ketentuan … adapun mengenai ketentuan jaminan luas lahan bagi petani tidak akan bermakna banyak karena alas hak yang
41
diberikan adalah hak sewa yang tidak menjadikan petani bermartabat, yaitu petani sebagai pemilik tanah. Majelis Hakim dan hadirin sekalian. Bagian ketiga dari isu keagrariaan dalam undang-undang ini yang kami anggap penting adalah pembatasan objek lahan yang bisa diakses oleh petani. Dalam undang-undang ini, hak sewa atau izin yang dapat diberikan itu hanya atas tanah negara bebas atau tanah terlantar. Nah, ketentuan ini menyempitkan potensial objek atau tanah yang bisa diakses oleh petani untuk kesejahteraan hidupnya dan tidak berimplikasi pada perbaikan struktur agraria yang timpang sebagai sumber ketidakadilan, khususnya bagi petani di pedesaan selama ini. Nah, padahal, kalau kita pelajari ketentuan-ketentuan lain yang terkait dengan keagrariaan, potensial objek yang bisa diakses oleh petani itu jumlahnya lebih banyak dibanding yang ada diatur dalam undangundang ini. Saya sudah mengidentifikasi, ada lebih dari 11 potensial objek yang lain yang diabaikan oleh undang-undang ini. Lebih lengkapnya ada di dalam naskah yang kami tuliskan. Majelis Hakim dan hadirin sekalian. Bagian kedua catatan kritis kami dalam … atas undang-undang ini adalah seputar kelembagaan petani. Ada dua hal yang mendasar. Pertama, mengenai pembatasan bentuk lembaga. Yang kedua, mengenai kewajiban mengikuti kelembagaan yang diatur dalam undang-undang ini. Sebagaimana menjadi materi gugatan dari Para Pemohon, Pasal 70 ayat (1) dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 ini menyatakan bahwa kelompok petani, sebagaimana dimaksud pada Pasal 69 ayat (1), terdiri atas: 1. kelompok tani, 2. gabungan kelompok tani, 3. asosiasi komoditas pertanian, dan 4. dewan komoditas pertanian. Jadi, hanya empat itu yang diatur. Pada bagian berikutnya, pada Pasal 71 undang-undang ini dinyatakan bahwa petani berkewajiban bergabung dan berperan aktif dalam kelembagaan petani, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) yang tadi saya bacakan. Nah, ketentuan ini, menurut hemat kami mengandung empat permasalahan mendasar yang berpotensi juga melanggar hak-hak konstitusional petani. Yang pertama, ketentuan ini mengebiri kebebasan, berserikat, dan berorganisasi bagi petani. Jadi, hanya kelompokkelompok tani atau organisasi-organisasi tani yang sesuai dengan undang-undang ini yang bisa dinyatakan legal dan ini membahayakan kebebasan berorganisasi bagi petani kita. Yang kedua, mendorong koorporatisme negara atas organisasi petani. Jadi, kemungkinan nanti petani disatuwadahkan, atau diwadahtunggalkan, dan dikendailkan sedemikian rupa, sehingga kreatifitas dan kemandairiannya menjadi hilang, itu juga yang kami khawatirkan dari ketentuan ini. Yang ketiga, 42
ketentuan ini juga memicu ketergantungan petani pada negara. Jadi, kontradiksi atau ironi yang dalam undang-undang ini di satu sisi ingin melindungi dan memberdayakan, tapi ketentuan mengenai kelembagaan itu membatasi, dan mengekang petani, dan mengarahkan petani untuk selalu tergantung kepada berbagai program dan bantuan yang di … dirancang oleh pemerintah, dan itu tidak … tidak bisa dan tidak mungkin mendorong kemandirian petani yang diinginkan. Terakhir, yang keempat. Ketentuan mengenai kelembagaan petani ini juga menunjukkan, mengarahkan kepada kebijakan pertanian kita kepada liberalisasi pertanian yang kepitalistik. Jadi, melindungi dan memberdayakan petani, kita semua sepakat, tapi cara yang ditempuh, paradigma yang digunakan dalam undang-undang ini jelas bagi… pada pandangan kami ini sangat liberal dan kapitalis, tidak menunjukkan keberpihakan yang jelas kepada petani kecil kita petani miskin, yang buram, yang menderita selama ini sebagaimana tadi disampaikan oleh para saksi. Demikian Majelis Hakim Yang Terhormat, hadirin sekalian. Lebih kurangnya mohon maaf, dokumen tertulisnya kami siapkan, kami sampaikan kepada Majelis Hakim. Wassalamualaikum wr. wb. 192. KETUA: HAMDAN ZOELVA Baik. Para Petugas, nanti tolong diambil keterangan tertulis dari ahli. Pemohon mengajukan ahli atau saksi? 193. KUASA HUKUM PEMOHON: PRIADI Ya. Terima kasih, Yang Mulia. Nanti di persidangan berikutnya kita akan mengajukan 2 saksi terkait kelembagaan dan tanah dan juga terkait saksi tadi karena keterbatasan waktu persidangan ini, mungkin kita bisa mengajukan pernyataan tertulis terhadap kesaksian mereka. 194. KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, sampaikan tertulis. 195. KUASA HUKUM PEMOHON: PRIADI Terima kasih, Yang Mulia. 196. KETUA: HAMDAN ZOELVA Hanya 2 saksi lagi, ya. Dari Pemerintah, apakah mengajukan ahli dan saksi?
43
197. PEMERINTAH: AGUS HARIADI Pemerintah juga akan mengajukan saksi dan ahli. 198. KETUA: HAMDAN ZOELVA Berapa? 199. PEMERINTAH: AGUS HARIADI Nanti kami diskusikan, Yang Mulia. 200. KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya. Nanti bawa pada sidang selanjutnya, ya. Karena hanya ada 2 saksi nanti. 201. KUASA HUKUM PEMOHON: PRIADI Maaf, Yang Mulia. Kita ada 2 saksi dan 2 ahli untuk persidangan berikutnya. 202. KETUA: HAMDAN ZOELVA 2 saksi dan 2 ahli. 203. KUASA HUKUM PEMOHON: PRIADI 2 saksi dan 2 ahli. Terima kasih. 204. KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, itu saja dulu ya. Nanti Pemerintah setelah itu, ya. Karena ada 4 jadi ini 6 cukup wktu yang lama. Tapi namanya diajukan saja dulu, nanti biar kita atur waktunya, ya. Baik, sidang selanjutnya akan dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 30 Januari 2014 pukul 11.00 mendengarkan keterangan ahli dan saksi dari Pemohon ya.
44
Dengan demikian sidang hari ini selesai dan sidang dinyatakan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 12.46 WIB
Jakarta, 16 Januari 2014 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
45