perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA INDAH GEGURITAN DENGAN TEKNIK PEMODELAN SISWA KELAS VII A SMP NEGERI 3 KARANGANYAR KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2012/2013
TESIS
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Minat Utama Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa
Oleh : SIHABUDIN S441108012
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013
commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2
PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA INDAH GEGURITAN DENGAN TEKNIK PEMODELAN SISWA KELAS VII A SMP NEGERI 3 KARANGANYAR KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2012/2013
Oleh : SIHABUDIN S441108012
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing Dewan Pembimbing Jabatan
Nama
Pembimbing I
Tanda Tangan
Prof. Dr. Andayani, M.Pd. NIP 196010301986012001
Pembimbing II
Dr. Nugraheni Eko W. M.Hum. NIP 197007162002122001
Telah dinyatakan memenuhi syarat 3
Mengetahui Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M. Pd. NIP 19624071987031003
commit to user ii
Tanggal
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3
PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA INDAH GEGURITAN DENGAN TEKNIK PEMODELAN SISWA KELAS VII A SMP NEGERI 3 KARANGANYAR KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2012/2013
Disusun Oleh : SIHABUDIN S441108012
Tim Penguji Jabatan
Nama
Tanda Tangan
Tanggal
Ketua
Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd. NIP 196204071987031003
..................
.............. 2013
Seketaris
Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum. NIP 197610132002121005
..................
.............. 2013
Prof. Dr. Andayani, M.Pd. NIP 196010301986012001
..................
.............. 2013
Anggota Penguji
Dr. Nugraheni Eko Wardhani, M.Hum. ................ .............. 2013 NIP 197007162002122001
Telah dipertahankan di depan penguji Dinyatakan telah memenuhi syarat pada tanggal Februari 2013
Mengetahui Direktur Program Pascasarjana UNS
Ketua Program Studi PBI M.U. Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa
Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S. NIP 196107171986011001
Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd. NIP 196204071987031003
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS
Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa : 1. Tesis yang berjudul
PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA
INDAH GEGURITAN DENGAN TEKNIK PEMODELAN SISWA KELAS VII A SMP NEGERI 3 KARANGANYAR KABUPATEN ini adalah karya penelitian saya sendiri dan bebas plagiat, serta tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber acuan serta daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Permendiknas No 17, tahun 2010) 2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi teks Tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seizin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan PPs UNS sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya dalam satu semester (enam bulan sejak pengesahan Tesis) saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan Tesis ini, maka Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia Minat Utama Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa PPs UNS berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia Minat Utama Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa PPs UNS. Apabila saya melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapatkan sanksi akademik yang berlaku. Surakarta, 15 Februari 2013 Mahasiswa
Sihabudin S441108012
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5
MOTTO (Q.S. Ar-Rahmaan) (Penulis) oh, karena sepintar apapun seseorang tentu ada hal yang tidak bisa ia lakukan dan sebodoh apapun seseorang pasti memiliki (Penulis) Kerjakanlah sesuatu secara tulus dan wajar, dan segalanya akan baik. Kesempurnaan terletak pad (Penulis) (Penulis)
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6
Teriring doa dan puji syukur penulis persembahkan karya ini kepada : 1. Allah Swt. yang selalu memberi petunjuk dan kekuatan dalam hidup, 2. Isteriku (Isti Wahyuningsih, S.Pd ) tercinta yang selalu berusaha, berdoa, dan mencurahkan kasih sayangnya, 3. Anakku (Ilham Maulana Naufal Nugratama dan Muhammad Raihan El Ghifari) tersayang yang selalu memberi motivasi dan dukungan, 4. Guru dan Dosenku, 5. Almamaterku
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7
KATA PENGANTAR Puji syukur Alhamdulillah penulis mengucapkan kehadirat Allah Swt.yang telah memberi rahmat dan hidayah-Nya sehingga tesis yang berjudul Geguritan dengan Teknik Pemodelan Siswa Kelas VII A SMP Negeri 3 Karanganyar Kabupaten Kebumen Tahun 2012/2013 terlaksana dan laporan hasil dapat diwujudkan dalam bentuk tesis karena melibatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, sepantasnya pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S. selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi izin untuk mengikuti Program Studi Magister di Program Pascasarjana; 2. Prof. Dr. Ahmad Yunus, M.S. selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi izin penyusunan tesis; 3. Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Minat Utama Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa, Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd. yang telah memberi saran dan motivasi untuk segera menyelesaikan tesis ini; 4. Prof. Dr. Andayani, M.Pd. selaku dosen pembimbing I dengan penuh kesabaran dan ketekunan telah memberi saran dan arahan demi kesempurnaan tesis ini;
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8
5. Dr. Nugraheni Eko Wardhani. M.Hum. selaku dosen pembimbing II dengan penuh kesabaran dan ketelatenan telah memberi bimbingan demi kempurnaan tesis ini; 6. Suseno Hary Prasetyo, S.Pd., M.Pd. selaku Kepala SMP N 3 Karanganyar Kabupaten Kebumen yang telah memberi izin untuk melakukan penelitian di sekolah yang menjadi tanggung jawab pengelolaan dan pengawasannya; 7. Agatha Respa Fabiola, S.Pd. selaku guru pengampu Bahasa Jawa yang telah berkenan menjadi kolaborator dan melaksanakan penelitian tindakan kelas; 8. Keluarga tercinta di Kebumen, Isti Wahyuningsih, S.Pd., Ilham Maulana Naufal Nugratama, Muhammad Raihan El Ghifari
yang tak henti
mencurahkan kasih sayang, dukungan, semangat, dan motivasi untuk penulis sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik; 9. Teman-teman Pascasarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa angkatan 2011 yang selalu berjuang bersama dan saling memberi motivasi. Akhir kata, peneliti hanya dapat berdoa semoga Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan berkat dan rahmat-Nya kepada semua pihak tersebut di atas dan mudah-mudahan tesis ini dapat bermanfaat untuk kita semua, khususnya bagi pendidik dan umumnya bagi pembaca untuk menambah pengetahuannya.
Surakarta,
Februari 2013
Sihabudin
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
DAFTAR ISI JUDUL ............................................................................................................
Hal i
PERSETUJUAN ..............................................................................................
ii
PENGESAHAN ...............................................................................................
iii
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS .................
iv
MOTTO ..........................................................................................................
v
PERSEMBAHAN ...........................................................................................
vi
KATA PENGANTAR ....................................................................................
vii
DAFTAR ISI ...................................................................................................
ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
xvi
ABSTRAK .......................................................................................................
xvii
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................
1
B. Rumusan Masalah ............................................................................
9
C. Tujuan Penelitian ..............................................................................
10
D. Manfaat Penelitian ...........................................................................
10
BAB II KAJIAN TEORI KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS ........
12
A. Kajian Teori ......................................................................................
12
1. Hakikat Kemampuan Membaca Indah Geguritan ......................
12
a. Pengertian Kemampuan ........................................................
12
b. Pengertian Membaca .............................................................
13
c. Tujuan dan Membaca ............................................................
14
d. Jenis-jenis Membaca .............................................................
15
e. Pengertian Membaca Indah Geguritan .................................
20
f. Tujuan Membaca Indah Geguritan .......................................
25
g. Manfaat Membaca Indah Geguritan .....................................
26
h. Pengukuran Kemampuan Membaca Indah Geguritan ..........
27
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
2. Hakikat Puisi Jawa ......................................................................
28
a. Klasifikasi Puisi Jawa ...........................................................
28
b. Pengertian Geguritan ............................................................
29
c. Pengertian Struktur Fisik Geguritan .....................................
37
3. Hakikat Pembelajaran ..................................................................
38
a. Pengertian Pembelajaran .......................................................
38
b. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Sistim Pembelajaran 39 c. Pengertian Pembelajaran CTL ( Contextuall Teaching and Learning) .......................................................................
43
d. Perbedaan CTL dengan Pembelajaran Konvensional .........
43
e. Komponen- Komponen dalam Pembelajaran CTL .................
45
4. Hakikat Pemodelan .....................................................................
46
a. Pengertian Pemodelan ............................................................
46
b. Penerapan Pemodelan dalam Pembelajaran Geguritan .........
50
c. Keuntungan Pembelajaran Membaca Indah Geguritan Teknik Pemodelan .............................................................................
55
d. Kelemahan Pembelajaran Membaca Indah Geguritan dengan Teknik Pemodelan .....................................................
54
4. Hakikat Aktivitas Belajar ............................................................
55
a. Pengertian Aktivitas ...............................................................
55
b. Jenis - Jenis Aktivitas.............................................................
56
c. Pengertian Aktivitas Belajar ..................................................
57
d. Indikator Keaktivan Belajar Siswa ........................................
58
B. Penelitian yang Relevan ...................................................................
62
B. Kerangka Berpikir ............................................................................
64
D. Hipotesis Tindakan .........................................................................
66
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .......................................................
67
A. Tempat dan Waktu Penelitian ..........................................................
67
B. Metode Penelitian .............................................................................
69
C. Subjek Penelitian ..............................................................................
71
D. Data dan Sumber Data .....................................................................
72
commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
E. Teknik Pengumpulan Data ...............................................................
72
F. Uji Validitas Data .............................................................................
74
G. Teknik Analisis Data ........................................................................
76
H. Indikator Kinerja ..............................................................................
76
I. Prosedur Penelitian ...........................................................................
77
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................
81
A.
Setting
....................................................
81
B. Deskripsi Hasil Penelitian ...........................................................
88
1. Siklus Pertama ......................................................................
88
a. Perencanaan Tindakan......................................................
88
b. Pelaksanaan Tindakan Siklus Pertama ............................
93
1) Pertemuan Pertama Siklus Pertama .............................
93
2) Pertemuan Kedua Siklus Pertama ................................
103
c. Pengamatan dan Evaluasi ................................................
107
d. Refleksi ...........................................................................
111
2. Siklus Kedua .........................................................................
112
a. Perencanaan Tindakan.....................................................
112
b. Pelaksanaan Tindakan Siklus Kedua ...............................
116
1) Pertemuan Pertama Siklus Kedua ................................
116
2) Pertemuan Kedua Siklus Kedua ..................................
126
c. Pengamatan dan Evaluasi ................................................
129
d. Refleksi ...........................................................................
132
3. Siklus Ketiga .........................................................................
134
a. Perencanaan Tindakan.....................................................
134
b. Pelaksanaan Tindakan Siklus ketiga ...............................
136
1) Pertemuan Pertama Siklus Ketiga ...............................
136
2) Pertemuan Kedua Siklus Ketiga ..................................
140
c. Pengamatan dan Evaluasi ................................................
146
d. Refleksi ...........................................................................
149
C. Hasil Penelitian ..........................................................................
149
1. Keaktifan Siswa Selama Mengikuti Pembelajaran ...............
150
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
2. Kemampuan Membaca Indah Geguritan ..............................
151
D. Pembahasan ................................................................................
153
1. Peningkatan Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Geguritan 153 2. Peningkatan Kemampuan Membaca Indah Geguritan .........
159
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ........................................
161
A. Simpulan ..........................................................................................
161
B. Implikasi ...........................................................................................
163
C. Saran .................................................................................................
165
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
167
LAMPIRAN ....................................................................................................
170
commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
DAFTARA TABEL
Hal
Tabel 3.1
Jadwal Kegiatan Penelitian ......................................................
68
Tabel 4.1
Keaktifan Pembelajaran Membaca Geguritan Siklus I............
110
Tabel 4.2
Nilai Kemampuan Membaca Geguritan Siklus I .....................
110
Tabel 4.3
Keaktifan Pembelajaran Membaca Geguritan Siklus II ..........
131
Tabel 4.4
Nilai Kemampuan Membaca Geguritan Siklus II ....................
131
Tabel 4.5
Keaktifan Pembelajaran Membaca Geguritan Siklus III .........
147
Tabel 4.6
Nilai Kemampuan Membaca Geguritan Siklus III ..................
148
Tabel 4.7
Rekap Keaktifan Membaca Geguritan Siklus I, II, III .............
150
Tabel 4.8
Rekap Hasil Tes Kemampuan Membaca Geguritan Siklus I, II, III .........................................................................................
commit to user xiii
151
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
DAFTAR GAMBAR Hal Gambar 2.1
Kerangka Berpikir ....................................................................
66
Gambar 3.1
Model Siklus Tindakan Kelas ..................................................
70
Gambar 4.1
Menghadap Kepala Sekolah untuk Izin Penelitian...................
84
Gambar 4.2
Guru Mengajar Pembelajaran Geguritan secara Konvensional
85
Gambar 4.3
Suasana Pembelajaran Geguritan sebelum Tindakan ..............
85
Gambar 4.4
Pembacaan Geguritan oleh Siswa sebelum Tindakan .............
86
Gambar 4.5
Pembacaan Geguritan oleh Siswa sebelum Tindakan .............
86
Gambar 4.6
Berdiskusi dengan Guru Kolabolator Merencanakan Siklus I .
91
Gambar 4.7
Model (guru) Membacakan Geguritan Siklus I .......................
100
Gambar 4.8
Siswa Memberi Anotasi saat Geguritan Dibacakan Model Siklus I......................................................................................
101
Siswa Berlatih Performance (dalam Kelompok pada Siklus I)
101
Gambar 4.10 Penampilan Pembacaan Geguritan oleh Siswa Putra Siklus I .
102
Gambar 4.11 Penampilan Pembacaan Geguritan oleh Siswa Putri Siklus I .
102
Gambar 4.9
Gambar 4.12 Model (siswa) Pembacaan Geguritan Siklus I Pertemuan Kedua........................................................................................
106
Gambar 4.13 Pembacaan Geguritan oleh Siswa Siklus I Pertemuan Kedua .
106
Gambar 4.14 Penampilan Terbaik Siklus Pertama Mendapat Reward ..........
107
Gambar 4.15 Peneliti dengan Guru Kolabolator Merencanakan Siklus II.....
116
Gambar 4.16 Model (sastrawan) Membacakan Geguritan Siklus II .............
123
Gambar 4.17 Model Bertanya Jawab dengan Siswa ......................................
123
Gambar 4.18 Siswa Berdiskusi Kelompok pada Siklus II .............................
124
Gambar 4.19 Guru Menilai Aktivitas Siswa Siklus II ...................................
124
Gambar 4.20 Siswa Berlatih Perfomansi dalam Kelompok di Siklus II ........
125
Gambar 4.21 Siswa Putra Tampil di Depan Kelas pada Siklus II.................
122
Gambar 4.22 Siswa Putri Tampil di Depan Kelas pada Siklus II ..................
126
Gambar 4.23 Model Membacakan Geguritan pada Siklus II Pertemuan ke -2 ..........................................................................................
128
Gambar 4.24 Siswa Tampil Membaca pada Siklus II Perteman ke-2 ............
128
commit to user xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
Gambar 4.25 Peneliti dan Guru Berdiskusi Merencanakan Siklus III ...........
136
Gambar 4.26 Siswa Melihat Vidio Sastrawan Siklus III Pertemuan ke-1 .....
138
Gambar 4.27 Siswa Memberi Anotasi Saat Vidio Diputar pada Siklus III....
138
Gambar 4.28 Siswa Putri Tampil setelah Melihat Vidio Sastrawan ..............
139
Gambar 4.29 Siswa Putra Tampil setelah Melihat Vidio Sastrawan .............
139
Gambar 4.30 Siswa Melihat Vidio Model Juara III Membaca Geguritan .....
141
Gambar 4.31 Siswa Melihat Vidio Model Juara II Membaca Geguritan ......
142
Gambar 4.32 Siswa Melihat Vidio Model Juara I Membaca Geguritan .......
142
Gambar 4.33 Guru Membimbing Siswa dalam Berdiskusi pada Siklus III ...
143
Gambar 4.34 Siswa Berdiskusi Mencocokkan Anotasi pada Siklus III .........
143
Gambar 4.35 Siswa Putri Belatih Performansi dalam Kelompok ..................
144
Gambar 4.36 Siswa Putra Berlatih Performansi dalam Kelompok ................
144
Gambar 4.37 Siswa Tampil dengan Gesture di Depan Kelas Siklus III Pertemuan ke -2 ........................................................................
145
Gambar 4.38 Siswa Tampil dengan Penghayatan di Depan Kelas Siklus III Pertemuan ke -2 ........................................................................
145
Gambar 4.39 Siswa Putra Tampil dengan Penuh Ekspresi pada Siklus III Pertemuan ke-2 .........................................................................
commit to user xv
146
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1.
Catatan Lapangan Hasil Pengamatan .......................................
170
Lampiran 2.
Catatan Lapangan Hasil Wawancara .......................................
176
Lampiran 3.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus Pertama................
186
Lampiran 4.
Lembar Pengamatan Analisis Penilaian Kinerja Guru Siklus Pertama .....................................................................................
197
Lampiran 5.
Lembar Observasi Keaktifan Siswa Siklus Pertama ...............
198
Lampiran 6.
Catatan Lapangan Hasil Pengamatan Siklus Pertama .............
199
Lampiran 7.
Geguritan Siklus Pertama ........................................................
210
Lampiran 8.
Nilai Keaktifan Pembelajaran Siswa Siklus Pertama ..............
215
Lampiran 9.
Nilai Kemampuan Membaca Geguritan Siklus Pertama .........
217
Lampiran 10. Rencana pelaksanaan Pembelajaran Siklus Kedua ..................
219
Lampiran 11. Lembar Pengamatan Analisis Penilaian Kinerja Guru Siklus Kedua........................................................................................
228
Lampiran 12. Lembar Observasi Keaktifan Siswa Siklus Kedua ..................
229
Lampiran 13. Catatan Lapangan Hasil Pengamatan Siklus Kedua ................
230
Lampiran 14. Geguritan Siklus Kedua ..........................................................
239
Lampiran 15. Nilai Keaktifan Pembelajaran Siswa Siklus Kedua ................
242
Lampiran 16. Nilai Kemampuan Membaca Geguritan Siklus Kedua ............
243
Lampiran 17. Rencana pelaksanaan Pembelajaran Siklus Ketiga ..................
246
Lampiran 18. Lembar Pengamatan Analisis Penilaian Kinerja Guru Siklus Ketiga .......................................................................................
256
Lampiran 19. Lembar Observasi Keaktifan Siswa Siklus Ketiga ..................
257
Lampiran 20. Catatan Lapangan Hasil Pengamatan Siklus Ketiga ...............
258
Lampiran 21. Geguritan Siklus Ketiga ..........................................................
263
Lampiran 22. Nilai Keaktifan Pembelajaran Geguritan Siklus Ketiga ..........
267
Lampiran 23. Nilai Kemampuan Membaca Geguritan Siklus Ketiga ............
269
Lampiran 24. Lembar Angket Penelitian .......................................................
271
Lampiran 25. Hasil Angket Penelitian ...........................................................
273
Lampiran 26. Permohonan Izin Penelitian......................................................
275
Lampiran 27. Jadwal Pelajaran .......................................................................
276
commit to user xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
ABSTRACT Sihabudin. S441108012. The Improvement of Beautifully Javanese Poetry Reading Ability Using Modeling Technique in the VII A Graders of SMP Negeri 3 Karanganyar of Kebumen Regency. Thesis. First Counselor: Prof. Dr. Andayani, M.Pd, Second Counselor: Dr. Nugraheni Eko W. M.Hum. Indonesian Language Education Postgraduate Program of Javanese Language and Letter Education Main Interest (S2) of Sebelas Maret University. Beautifully Javanese poetry reading is the part of literary appreciation learning; it is important to study because it can create a refined and noble character of the student. This research aims to improve the activeness in Javanese poetry reading learning and to improve the Javanese poetry reading ability by applying modeling technique in the VII A Graders of SMP Negeri 3 Karanganyar of Kebumen Regency. This research was taken place in VII A grade of SMP Negeri 3 Karanganyar for 6 months, from August 2012 to January 2013. This study was a classroom action research. The research strategy used was a descriptive qualitative one. The subjects of research were students and teachers of VII A grade of SMP Negeri 3 Karanganyar of Kebumen Regency. The data source of research was learning event and beautifully Javanese poetry reading ability using modeling technique, students, teacher, and related document. Techniques of collecting data used in this research were observation, interview, test and questionnaire. The data validation tests used in this study were triangulation and informant review. Techniques of analyzing data used were critical and descriptive comparative analysis ones. The result of research showed that the activeness and ability of learning the beautifully Javanese poetry reading in the VII A grade of SMP Negeri 3 Karanganyar increasing positive attitude in attending the beautifully Javanese reading learning. From the observation on the student activeness in cycle I it could be seen that 7 students (22%) were active. In cycle II, this number increased sharply to 19 students (59%). In cycle III, it increased to 31 students (97%). The mean score of beautifully Javanese poetry reading ability also improved. It was 60.50 with classical passing level of 22% in cycle I, 65.75 with classical passing level of 53% in cycle II, and 73.50 with classical passing level of 22% of 78% in cycle III. Keywords: beautifully Javanese poetry reading, modeling technique.
commit to user xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
ABSTRAK Sihabudin. S441108012. Peningkatan Kemampuan Membaca Indah Geguritan dengan Teknik Pemodelan Siswa Kelas VII A SMP Negeri 3 Karanganyar Kabupaten Kebumen. Tesis. Pembimbing I: Prof. Dr. Andayani, M.Pd. Pembimbing II: Dr. Nugraheni Eko Wardhani, M.Hum. Program Pascasarjana Program Pendidikan Bahasa Indonesia Minat Utama Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa (S2) Universitas Sebelas Maret. Membaca indah geguritan merupakan bagian dari pembelajaran apresiasi sastra, hal tersebut penting untuk dikaji karena pembelajaran membaca indah geguritan dapat membentuk karakter siswa yang halus dan budi pekerti luhur. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran membaca indah geguritan dan meningkatkan kemampuan membaca indah geguritan dengan menerapkan teknik pemodelan pada siswa kelas VII A SMP Negeri 3 Karanganyar Kabupaten Kebumen. Penelitian ini dilaksanakan di kelas VII A SMP Negeri 3 Karanganyar selama 6 bulan, mulai bulan Agustus 2012 sampai bulan Januari 2013. Penelitian ini berbentuk penelitian tindakan kelas. Strategi penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Subjek penelitian adalah siswa dan guru kelas VII A SMP Negeri 3 Karanganyar Kabupaten Kebumen. Sumber data penelitian berupa peristiwa pembelajaran dan kemampuan membaca indah geguritan dengan teknik pemodelan, siswa, guru, dan dokumen terkait. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah pengamatan, wawancara, tes, dan angket. Uji validitas data yang digunakan dalam penelitian ini adalah trianggulasi dan teknik review informan. Teknik analisis data yang digunakan adalah dengan teknik analisis kritis dan deskriptif komparatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keaktifan dalam pembelajaran membaca indah geguritan di kelas VII A SMP Negeri 3 Karanganyar Kabupaten Kebumen mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran membaca indah geguritan mengalami peningkatan. Dari pantauan keaktifan siswa pada siklus I mencapai 7 siswa ( 22% ). Pada siklus II keaktifan siswa mengalami peningkatan yang cukup tajam yaitu sebesar 19 siswa ( 59% ). Pada siklus III terjadi peningkatan sebesar 31 siswa ( 97% ) yang aktif dalam pembelajaran. Hasil rerata kemampuan membaca indah geguritan mengalami peningkatan. Pada siklus I rerata 60,50 dengan tingkat ketuntasan klasikal 22%, siklus II rerata 65,75 dengan ketuntasan secara klasikal 53%, dan siklus III rerata 73,50 dengan tingkat ketuntasan klasikal 78%. Kata kunci: membaca indah geguritan, teknik pemodelan
commit to user xviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
SARIPATHI Sihabudin. S441108012. Peningkatan Kemampuan Membaca Indah Geguritan dengan Teknik Pemodelan Siswa Kelas VII A SMP Negeri 3 Karanganyar Kabupaten Kebumen. Tesis. Pembimbing I: Prof. Dr. Andayani, M.Pd. Pembimbing II: Dr. Nugraheni Eko W. M.Hum. Program Pascasarjana Program Pendidikan Bahasa Indonesia Minat Utama Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa (S2) Universitas Sebelas Maret. Maos endah geguritan minangka bagian saking pasinaon apresiasi sastra, mila wigati sanget punawi dipuntliti amargi kanthi pasinaon maos endah geguritan saged mujudaken karakter siswa ingkang alus lan bebuden luhur. Panaliten punika ancasipun kangge ningkatakaen kualitas keaktivan wonten pasinaon maos endah geguritan lan ningkataken kesagedan maos endah geguritan kanthi teknik pemodelan ing siswa kelas VII A SMP Negeri 3 Karanganyar Kabupaten Kebumen. Panaliten punika dipunlaksanakaken wonten kelas VII A SMP Negeri 3 Karanganyar sadangunipun 6 wulan, wiwit wulan Agustus 2012 ngantos wulan Januari 2013. Panaliten punika wujudipun panaliten tindakan kelas. Strategi panaliten ingkang dipunginakaken inggih punika deskkriptif kualitatif. Subjek panaliten inggih punika siswa lan guru, kelas VII A SMP Negeri 3 Karanganyar. Sumber data panaliten arupi prastawa pasinaon lan kasagedan maos endah geguritan kanthi teknik pemodelan, siswa, guru, lan dokumen ingkang wonten gegayutanipun. Teknik kangge ngempalaken dhata wonten panaliten punika, inggih punika pengamatan, wawancara, tes saha angket. Uji validitas dhata ingkang dipunginakaken wonten panaliten punika, inggih punika trianngulasi saha teknik review informan. Teknik analisis dhata ingkang dipunginakaken inggih punika teknik analisis kritis lan deskriptif komparatif. Asil panaliten nedahaken bilih keaktifan saha kesagedan wonten pasinaon maos endah geguritan wonten kelas VII A SMP Negeri 3 Karanganyar Kabupaten Kebumen ngalami peningkatan. Bab punika ketingal saking keaktifan siswa anggenipun tumut pasinaon maos endah geguritan ngalami peningkatan. Sasampunipun dipun jingglengi keaktifan siswa wonten ing siklus I ngantos dumugi 7 siswa ( 22%). Ing siklus II keaktifan siswa ngalami peningkatan ingkang sae inggih punika kathahipun 19 siswa (59 %) Ing siklus III nemahi peningkatan agengipun 31 siswa ( 97%) ingkang aktif salebetipun pasinaon. Asil rerata kesagedan maos endah geguritan ngalami peningkatan. Siklus I rerata 60,50 kanthi tingkat ketuntasan klasikal 22%, siklus II rerata 65,75 kanthi ketuntasan klasikal 53% lan siklus III rerata 73,50 kanthi ketuntasan klasikal 78%.. Tembung kunci: maos endah geguritan teknik pemodelan
commit to user xix 19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah alat untuk menyampaikan gagasan, pendapat, dan perasaan kepada orang lain. Orang lain dapat memahami apa yang diharapkan jika menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan dipahami. Demikian halnya yang terjadi pada bahasa Jawa. Komunikasi dengan menggunakan bahasa Jawa dirasa sulit bila dibandingkan dengan menggunakan bahasa Indonesia. Hal ini disebabkan dalam menggunakan bahasa Jawa tidak bisa lepas dari berbagai tataran atau undha-usuk bahasa. Para pengguna bahasa Jawa harus memahami betul penggunaan masing-masing bahasa. Sebab penggunaan bahasa Jawa yang tepat akan mempengaruhi tingkat kesopanan dan penghargaan pada orang lain. Berbagai problematika pembelajaran sastra tidak selalu dapat didekati dan diselesaikan dari sudut pembelajaran bahasa semata-mata, karena pada hakikatnya sastra lebih dari sekedar bahasa yang membentuknya. Sebagaimana kita ketahui bahwa sastra termasuk di dalamnya geguritan, dibangun oleh dua segi, yakni intrinsik dan ekstrinsik. Segi intrinsik menyangkut segala aspek formal karya seperti persajakan, citra, bahasa kias, dan sebagainya. Segi ini pada umumnya ditentukan oleh struktur bahasa sebagai wahananya, sedangkan segi ekstrinsik merupakan segi yang membangun karya sastra dari luar, seperti masalah filsafat, sosiologi, ilmu jiwa, dan sebagainya yang dapat mempengaruhi pengalaman penyair untuk melahirkan karyanya, baik yang intelektual, emosional, maupun imajinal.
commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2
Pembelajaran apresiasi sastra memerlukan kajian yang lebih spesifik untuk mewujudkan sasaran secara tepat. Pembelajaran apresiasi sastra di sekolah saat ini pada umumnya menjadi pembelajaran ilmu bukan pembelajaran seni. Padahal ketika di Taman Kanak-Kanak dan SD, fenomena pembelajaran apresiasi sastra sebagai pembelajaran seni masih ditemui adanya praktik berdeklamasi, menyanyi, bermain, dan mendongeng dengan porsi yang begitu besar, sehingga apresiasi sastra menjadi sebuah pembelajaran yang menyenangkan dan dapat dinikmati siswa. Oleh karena itu pembelajaran apresiasi sastra di sekolah gagal karena tidak mampu menciptakan model pembelajaran yang menyenangkan. Membaca geguritan merupakan bagian dari pembelajaran apresiasi sastra menjadi hal yang penting untuk dikaji secara cermat karena dengan geguritan dapat membentuk karakter siswa menjadi lemah lembut dan beraklak mulia. Selain dapat membentuk karakter siswa yang halus dan berbudi luhur pada hakikatnya dalam pembelajaran apresiasi sastra khususnya di sekolah, seharusnya siswa mendapat kesempatan mendalami karya-karya sastra berupa geguritan, cerkak, dan drama anak-anak. Dalam kaitanya dengan hal tersebut,
Waluyo
(2008:3) menguraikan bahwa kekuatan karya sastra terletak pada pesan yang terkandung di dalamnya. Pesan yang disampaikan melalui karya sastra dapat sangat kuat dan lebih abadi jika dibandingkan dengan pesan secara harfiah. Karena itu, membaca geguritan sebagai salah satu pembelajaran apresiasi sastra yang penting. Standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Jawa yang disempurnakan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) disebutkan bahwa mata
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3
pelajaran Bahasa Jawa berorientasi pada hakikat pembelajaran bahasa. Pelajaran bahasa lebih diutamakan untuk kepentingan komunikasi dengan memperhatikan kaidah kebahasaan sedangkan sastra tak hanya berhenti pada komunikasi namun juga pada nilai moral, emosi, seni, kreativitas, humanitas dan penghayatan nilainilai kehidupan. Purwadi (2012: 6) menyatakan, bahwa kesusastraan yang padat berisi dan diolah dengan bahasa yang indah disebut geguritan atau puisi. Dalam pembelajaran bahasa Jawa murid-murid haruslah digiatkan, dibangkitkan Jawa diantaranya geguritan. Teori sastra tentu juga harus diberikan, tetapi sekadar untuk melengkapi pengetahuan murid mengenai kesusastraan. Titik berat pengajaran sastra ialah memperkenalkan kepada mereka karya-karya sastra Jawa. Muridmurid harus membaca geguritan, cerkak, drama dan novel terutama karya-karya bermutu agar mereka dapat menghayatinya. Dengan demikian dalam pembelajaran apresiasi geguritan, siswa harus benar-benar dapat membaca geguritan dengan baik. Hal tersebut dimaksudkan agar mereka dapat menghayatinya sehingga dapat menumbuhkan pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap citra sastra, khususnya dalam hal geguritan. Hal ini sejalan dengan pernyataan S. Effendi (dalam Wilson Nadeak, 1985: 44) bahwa apresiasi sastra adalah kegiatan menggauli ciptaan sastra dengan sungguh-sungguh sehingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan kritis dan kepekaan perasaan yang baik terhadap citra sastra.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4
Silabus Mata Pelajaran Bahasa Jawa Kelas VII semester gasal menyatakan bahwa pelajaran membaca indah geguritan termuat dalam Standar Kompetensi (SK) mampu membaca bacaan sastra, nonsastra dalam berbagai teknik membaca dan bacaan berhuruf Jawa. Adapun Kompetensi Dasar (KD) yang harus dikuasai siswa adalah membaca indah geguritan dan tembang Durma dengan menggunakan irama, volume suara, mimik, kinestik sesuai dengan isi geguritan. Pembelajaran membaca geguritan siswa kelas VII A SMP Negeri 3 Karanganyar Kabupaten Kebumen belum menunjukkan hasil yang maksimal. Hasil tersebut ditunjukkan dengan pembacaan geguritan yang dilakukan oleh para siswa pada umumnya terkesan seadanya, artinya membaca geguritan tidak layaknya seperti orang membaca geguritan. Intonasi, lafal, penghayatan, maupun dari penampilannya sangat kurang. Jarang terlihat, siswa membaca dengan memperhatikan naik-turun, tinggi-rendah, serta keras-lembut suara dalam bacaannya. Kalau awal pembacaannya datar, untuk selanjutnya datar, sebaliknya kalau intonasinya keras seterusnya cenderung keras. Penghayatan pada saat tampil sangat kurang dan hampir tidak ada. Tercermin dari ekspresi saat membaca. Hal itu disebabkan siswa tidak memahami terlebih dahulu geguritan yang akan dibaca. Beberapa siswa terlihat mukanya ditutupi dengan buku pada saat membaca. Demikian juga dalam hal penampilan, siswa kurang memahami pembacaan geguritan sebagai sebuah pertunjukan yang harus memperhatikan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5
teknik, gerakan tubuh, pandangan mata, serta bloking. Yang tampak pada penampilan siswa adalah kaki yang sikap sempurna, kedua tangan memegang teks hingga pembacaan selesai, dan mata selalu tertuju pada teks. Adapun dari segi lafal siswa kurang jelas dalam mengucapkan kata-kata, deret bangku paling belakang hanya terdengar samar-samar. Bahkan ada yang tidak terdengar sama sekali. Tempo rata-rata terlalu cepat terkesan membaca geguritan adalah sesuatu yang terlalu memberatkan, sehingga sesegera mungkin untuk menyelesaikan bacaan itu. Kepercayaan diri siswa sangat kurang. Tidak ada siswa yang dengan kemauan sendiri tampil untuk membaca geguritan. Ada siswa yang bersedia tetapi dengan malu-malu dan bermalas-malasan bahkan dengan sedikit paksaan. Hasilnya, siswa membaca dengan semaunya tidak bersungguh-sungguh. Seseorang yang akan membaca sebuah geguritan, sebelumnya harus memahami dan menghayati geguritan yang akan dibacanya. Dia harus dapat mewujudkan kembali apa yang dikehendaki penyair. Seorang pembaca geguritan adalah perantara antara penyair sebagai pencipta dengan pendengar sebagai penikmat. Oleh karena itu, tugas seorang pembaca geguritan tidak dapat dikatakan ringan, karena pembaca geguritan harus berusaha mewujudkan ide/pesan penyair dengan cara setepat-tepatnya. Persiapan sangatlah diperlukan sebelum seseorang tampil membacakan geguritan. Persiapan itu antara lain: memahami geguritan yang akan dibaca, melakukan penghayatan terhadap geguritan, mengekspresikan geguritan, berlatih sebelum tampil, serta memberi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6
tanda (anotasi). Berdasarkan informasi dari pengampu guru mata pelajaran bahasa Jawa kelas VII A SMP Negeri 3 Karanganyar Kabupaten Kebumen tahun 2012/2013, ternyata sebagian besar siswa tidak melewati persiapan seperti tersebut di atas sebelum tampil membacakan geguritan. Berdasarkan angket yang disebarkan kepada siswa, ternyata sebagian besar tidak melewati persiapan seperti tersebut di atas. Jumlah siswa yang selalu melakukan pemahaman sebelum membaca geguritan sangat kecil yaitu 4 siswa atau 12,5% dari 32 jumlah siswa, 10 siswa atau 31,25% kadang-kadang, sedangkan 18 siswa atau 56,25% tidak pernah memahami geguritan sebelum tampil. Untuk menunjang pemahaman, menentukan tema sebelum tampil sangat penting. Dengan menemukan tema, dapat diketahui secara garis besar isi dari geguritan itu sehingga untuk memahaminya akan lebih mudah. Hasil angket menunjukkan bahwa siswa yang selalu menentukan tema terlebih dahulu tidak ada, yang kadang-kadang menentukan tema ada 4 siswa atau 12,5% selebihnya siswa tidak menentukan tema sebelum membaca geguritan (28 siswa atau 87,5%). Kegiatan yang tidak kalah pentingnya sebelum membaca geguritan adalah pemberian jeda atau anotasi lain. Dengan pemberian anotasi sebelum membaca geguritan akan menuntun/mempermudah siswa dalam membaca. Apakah akan dibaca menaik atau menurun, datar, rendah, atau tinggi atau akan berhenti sebentar atau berhenti agak lama. Adapun siswa yang selalu menggunakan tanda jeda sebelum membaca ada 5 siswa atau 15,6%, yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7
kadang-kadang memberi jeda ada 12 siswa atau 37,5%, sedangkan siswa yang tidak pernah memberi jeda ada 15 siswa atau 46,9%. Aspek yang penting dalam pembacaan geguritan yaitu intonasi dan ekspresi. Sebagian besar (70% lebih) siswa tidak menggunakan keduanya saat membaca geguritan. Melihat kondisi di atas, tampaknya guru belum mampu mengolah kegiatan pembelajaran membaca geguritan yang menyenangkan dan menarik, sekaligus melibatkan siswa secara aktif. Guru mendudukkan siswa hanya sebagai objek bukan sebagai subjek (pelaku). Materi yang dijelaskan oleh guru lebih banyak menggunakan metode ceramah dan terkesan monoton. Akibat yang ditimbulkan siswa menjadi pasif terhadap pembelajaran membaca geguritan. Wilson Nadeak (dalam Retno Winari, 2003: 73) mengatakan bahwa kelemahan pembelajaran apresiasi sastra dalam konteks yang lebih luas kerapkali terletak pada tenaga pengajar atau metode yang digunakan. Hal itu juga dibenarkan oleh Rahmanto (dalam Retno Winarni, 2003: 73) bahwa faktor guru adalah sebagai penyebab kegagalan pembelajaran sastra. Kegiatan pokok yang ditinggalkan oleh guru dalam pembelajaran membaca geguritan adalah penilaian, baik penilaian proses maupun penilaian unjuk kerja. Sarwiji Suwandi (2008: 17), menyatakan penilaian merupakan suatu kegiatan yang harus dilakukan oleh guru sebagai bagian dari sistem pengajaran yang direncanakan dan diimplementasikan di kelas. Adapun alasan diadakan penilaian dalam suatu pembelajaran adalah: pertama, untuk membandingkan siswa yang satu dengan siswa yang lainnya. Kedua, untuk mengetahui apakah para siswa memenuhi standar tertentu. Ketiga, untuk membantu kegiatan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8
pembelajaran siswa. Keempat, untuk mengetahui atau mengontrol apakah program pembelajaran berjalan sebagaimana mestinya (Baxter dalam Sarwiji Suwandi, 2008: 16). Berdasarkan hasil wawancara dengan guru, alasan tidak melakukan penilaian karena membaca geguritan jarang atau bahkan tidak pernah dimasukkan dalam Ujian Nasional (UN) dan tidak dipakai sebagai bahan praktik ujian akhir semester (UAS). Guru memberikan materi membaca geguritan untuk mengetahui bakat siswa, kalau sewaktu-waktu sekolah membutuhkan, misalnya lomba baca geguritan tingkat kecamatan atau kabupaten. Ini berarti guru menganggap pembelajaran membaca geguritan tidak penting. Guru dalam proses pembelajaran membaca geguritan memiliki peran yang sangat penting, khususnya sebagai model. Dengan peran ini, guru akan mempertunjukkan kepada siswa segala sesuatu yang dapat membuat siswa lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang disampaikan. Oleh karena itu, keberhasilan sebagai model sangat ditentukan oleh kualitas atau kemampuan guru. Berdasarkan pengamatan peneliti sebelum pratindakan, guru tampaknya belum maksimal sebagai model. Ekspresi dan gerak tubuh yang ditampilkan masih sangat kurang, bahkan hampir tidak ada. Tampaknya guru kurang percaya diri dan terlihat grogi. Kenyataan yang dijumpai guru pada siswa kelas VII A SMP Negeri 3 Karanganyar Kabupaten Kebumen jauh dari harapan dan tuntutan dalam kurikulum. Penulis berkeyakinan hal ini disebabkan oleh rendahnya kemampuan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
siswa dalam mengapresiasikan sastra Jawa serta kurangnya pemahaman siswa mengenai fungsi sastra itu sendiri. Namun penulis yakin apabila guru mampu mengaplikasikan teknik-teknik yang menarik dan cara-cara yang tepat dan tidak membosankan dalam pembelajaran, tujuan pembelajaran sastra itu akan tercapai. Atas
dasar itulah
maka
penulis
mencoba menampilkan
model
pembelajaran sastra Jawa khususnya membaca indah geguritan dengan teknik pemodelan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah
penerapan
teknik pemodelan
dapat
meningkatkan
keaktifan
pembelajaran membaca indah geguritan pada kelas VII A SMP Negeri 3 Karanganyar Kabupaten Kebumen? 2. Apakah penerapan teknik pemodelan dapat meningkatkan kemampuan membaca indah geguritan pada siswa kelas VII A SMP Negeri 3 Karanganyar Kabupaten Kebumen?
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
C. Tujuan Penelitian Sejalan dengan permasalahan penelitian di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Meningkatkan keaktifan dalam pembelajaran membaca indah geguritan siswa kelas VII A SMP Negeri 3 Karangnayar Kabupaten Kebumen dengan menerapkan teknik pemodelan. 2. Meningkatkan kemampuan membaca indah geguritan siswa kelas VII-A SMP Negeri 3 Karanganyar Kabupaten Kebumen dengan menerapkan teknik pemodelan.
C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis: Memperkaya
khazanah
teori/keilmuan
yang
terkait
dengan
proses
pembelajaran sastra atau membaca indah geguritan secara efektif dengan menerapkan teknik pemodelan. 2. Manfaat Praktis: a. Bagi siswa Dapat meningkatkan keaktifan pembelajaran membaca indah geguritan dan meningkatkan kemampuan membaca indah geguritan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
b. Bagi Guru Mata Pelajaran Dapat
mengembangkan
kemampuan
guru dalam
merancang dan
melaksanakan pembelajaran membaca indah geguritan yang benar-benar efektif dengan jalan menerapkan pemodelan sehingga hasilnya akan lebih baik, serta menambah pengalaman guru untuk melaksanakan PTK. c. Bagi sekolah Dapat memberikan temuan yang akurat tentang kompetensi guru dalam mengajar, dan kompetensi siswa dalam membaca indah geguritan, sehingga prestasi siswa dan hasil pembelajaran membaca indah geguritan dapat ditingkatkan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS 1. Hakikat Kemampuan Membaca Indah Geguritan a. Pengertian Kemampuan Menurut
Chaplin
mengartikan
kemampuan
adalah
kecakapan,
ketangkasan, bakat, kesanggupan, tenaga (daya kekuatan) untuk melakukan suatu perbuatan.
Pernyataan
mengemukakan
bahwa
itu
dipertegas
kemampuan
oleh
Stemberg
merupakan
suatu
(1994:
3)
kekuatan
yang untuk
menunjukkan suatu tindakan khusus atau tugas khusus, baik secara fisik maupun mental. Warren (1994: 1) mengatakan, bahwa kemampuan adalah kekuatan siswa dalam menunjukkan tindakan responsive, termasuk gerakan-gerakan terkoordinasi yang bersifat kompleks dan pemecahan problem mental. Pendapat yang lain mendefinisikan
kemampuan
sebagai
penampilan
maksimum
(maximum
performance) yang dilakukan seseorang dalam beberapa pekerjaan. Apabila penampilan maksimal tersebut diukur, ada orang yang kecenderungannya melakukan pekerjaan itu sebaik-baiknya dengan harapan akan mencapai hasil yang paling besar. Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan merupakan kesanggupan individu untuk melakukan suatu kegiatan secara maksimal untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
commit to user 12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
b. Pengertian Membaca Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau belajar tulis, yang menuntut agar kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam suatu pandangan sekilas, dan agar makna kata-kata secara individual akan dapat diketahui. Kalau hal ini tidak dipenuhi, maka pesan yang tersurat dan tersirat tidak akan tertangkap atau dipahami, dan proses membaca itu tidak terlaksana dengan baik (Hodgson dalam Prantaningrih, 2003: 51). Nurhadi (1987: 13) menyatakan, bahwa membaca adalah sebuah proses yang kompleks dan rumit. Kompleks artinya dalam proses membaca terlibat berbagai faktor internal dan faktor eksternal pembaca. Faktor internal dapat berupa intelegensi (IQ), minat, sikap, bakat, motivasi, tujuan membaca, dan sebagainya. Faktor eksternal bisa dalam bentuk sarana membaca, teks bacaan (sederhana-berat, mudah-sulit), faktor lingkungan, atau faktor latar belakang sosial ekonomi, kebiasaan, dan tradisi membaca. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa membaca pada dasarnya merupakan suatu proses yang dilakukan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang disampaikan penulis melalui makna yang terkandung atau tersirat pada lambang-lambang tertulis. Makna itu akan berubah karena setiap pembaca memiliki pengalaman yang berbeda-beda yang akan dipergunakan sebagai alat untuk menginterpretasikan kata-kata tersebut. Hal itu sejalan dengan yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
dikemukakan oleh Klein dkk. (dalam Farida Rahim, 2008:3) bahwa definisi membaca mencakup (a) membaca merupakan suatu proses, (b) membaca adalah strategis, dan (c) membaca merupakan interaktif. c. Tujuan dan Manfaat Membaca Tujuan membaca adalah untuk mencari serta memperoleh informasi, mencakup isi, memahami makna bacaan. Makna, arti (meaning) erat sekali berhubungan dengan maksud tujuan, atau intensif kita dalam membaca (Henry Guntur Tarigan, 1993:3) Hal yang penting dalam tujuan membaca adalah: (a) membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta (reading for details or facts), (b) membaca untuk memperoleh ide-ide utama (reading for main ideas), (c) membaca untuk mengetahui urutan atau susunan, organisasi cerita (reading or organization), (d) membaca untuk menyimpulkan, membaca inferensi (reading for
inference),
(e)
membaca untuk
mengelompokkan,
membaca untuk
mengklasifikasikan (reading to classify), (f) membaca untuk menilai, membaca mengevaluasi (reading to evaluate), (g) membaca untuk membandingkan atau mempertentangkan (reading to compare or contrast). Anderson (dalam Henry Guntur Tarigan, 1993:10) Dengan demikian, tujuan membaca adalah untuk memperoleh informasi isi dan memahami bacaan. Kegiatan membaca akan mendatangkan berbagai manfaat, antara lain: (a) memperoleh banyak pengalaman hidup. (b) memperoleh pengetahuan umum dan berbagai informasi tertentu yang sangat berguna bagi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
kehidupan. (c) dapat memperkaya batin, memperluas cakrawala pandang dan pikir, meningkatkan taraf hidup dan budaya keluarga, masyarakat, nusa, dan bangsa. (d) dapat memperkaya perbendaharaan kata, ungkapan istilah, dan lainlain yang sangat menunjang keterampilan berbahasa yang lain (St.Y. Slamet, 2008:69). d. Jenis-jenis Membaca Menurut Aminuddin (2022: 17), terdapat tujuh jenis membaca yakni: (a) membaca kritis, (b) membaca cepat, (c) membaca teknik, (d) membaca dalam hati, (e) membaca bahasa, (f) membaca estetis, (g) membaca kreatif. Berikut uraian singkat sehubungan dengan ketujuh jenis membaca. 1) Membaca Kritis Menurut Albert (dalam Henry G. Tarigan, 1983:89) membaca kritis (critical reading) adalah sejenis membaca yang dilakukan secara bijaksana, penuh tenggang hati, mendalam, evaluatif, serta analitis, dan bukan hanya mencari kesalahan. Membaca kritis tatarannya lebih tinggi dibandingkan membaca intensif. Karena ide-ide buku yang telah dipahami secara baik dan detail, perlu direspon (ditanggapi), bahkan dianalisis. Pembacanya bersikap cermat, teliti, korektif, bisa menemukan kesalahan dan kejanggalan dalam teks, baik dilihat dari sudut isi maupun bahasanya (St.Y. Slamet, 2008:86)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
2) Membaca Cepat Membaca cepat adalah membaca yang dilaksanakan dalam kurun waktu yang relatif singkat dan cepat untuk memahami isi bacaan secara garis besar (Aminuddin, 2002: 18) Hal yang sama diungkapkan oleh Nurhadi (1987:31) yang mengatakan bahwa membaca cepat dan efektif adalah jenis membaca yang mengutamakan kecepatan, dengan tidak meninggalkan pemahaman terhadap aspek bacaannya. Membaca cepat dilaksanakan secara zig-zag atau vertikal, punya prinsip melaju terus. Ia hanya mementingkan kata-kata kunci atau hal-hal yang penting saja, ditempuh dengan jalan melompati kata-kata dan ide-ide penjelasnya (St.Y. Slamet, 2008: 87). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa membaca cepat adalah jenis membaca yang mengutamakan kecepatan untuk memahami isi bacaan secara garis besar atau hal-hal yang penting-penting saja. 3) Membaca Teknik Menurut Aminuddin (2002: 19), membaca teknik adalah membaca yang dilaksanakan secara bersuara sesuai dengan aksentuasi, intonasi, dan irama yang benar selaras dengan gagasan serta suasana penuturan dalam teks yang dibaca. Membaca teknik, selain dapat dikaitkan dengan kegiatan membaca teks ilmiah secara bersuara, juga berhubungan dengan kegiatan membaca sastra misalnya membaca poetry reading.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
Sebelum seseorang membaca puisi atau poetry reading, pembaca harus memahami isi teks serta suasana penuturan yang ada di dalamnya dan juga harus memahami masalah (1) pelafalan, (2) penentuan kualitas bunyi: tinggi-rendah, keras lunak, (3) tempo, dan (4) irama. Selain itu, pembaca puisi melibatkan aspek tubuh, menata gerak mimik atau faisal expression, gerak bagian-bagian tubuh atau gesture, maupun penataan posisi tubuh atau posture. Di samping itu, unsur kontak mata sebagai salah satu upaya menciptakan hubungan batin dengan pendengarnya juga harus diperhatikan. 4) Membaca dalam Hati Aminuddin (2002: 17) menyatakan, bahwa membaca dalam hati adalah kegiatan membaca yang berusaha memahami keseluruhan isi bacaan secara mendalam sambil menghubungkan isi bacaan itu dengan pengalaman maupun pengetahuan yang dimiliki pembaca tanpa diikuti gerak lisan maupun suara. Lebih lanjut disampaikan bahwa membaca dalam hati dapat dikatakan sebagai membaca intensif. Hal ini karena pada dasarnya membaca intensif merupakan kegiatan membaca yang dilaksanakan secara cermat dan bertahap mulai dari aspek yang paling kecil sampai ke perolehan pemahaman pada keseluruhan wacana. 5) Membaca Bahasa Membaca bahasa adalah kegiatan membaca yang bertujuan memperkaya kosakata, mengembangkan kemampuan menyusun kalimat, perolehan gaya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
bahasa yang keseluruhannya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan kemampuan berbahasa pembacanya (Aminuddin, 2002:18). 6) Membaca Estetis Membaca estetis sering disebut membaca indah, membaca emotif, dan membaca sastra, yaitu kegiatan membaca yang dilatarbelakangi tujuan menikmati serta menghargai unsur-unsur keindahan yang terpapar dalam suatu teks sastra ( Aminudin, 1984). Sementara untuk mampu menikmati dan menghayati, terlebih dahulu pembaca harus mampu memahami isi serta suasana penuturan dalam teks yang dibacanya. Kata-kata yang indah merupakan ciri laras bahasa sastra. Yang termasuk sastra adalah prosa, puisi, dan drama. Ketiga bentuk sastra tersebut tidak saja dapat dibaca untuk diri sendiri, tetapi juga dibacakan untuk orang lain atau dipertunjukkan. Di samping dibutuhkan penghayatan terhadap isi atau kandungan karya sastra, pembacaan karya sastra juga perlu memahami tokoh, watak, gaya bahasa, dan maksud setiap ucapan tokohnya dalam percakapan atau dialog. Saat membacakan percakapan atau dialog penggunaan tekanan, intonasi, nada, irama, dan jeda harus diperhatikan. Penggunaan tekanan, intonasi, jeda, irama, dan jeda yang tepat membuat pendengar dapat menikmati pembacaan karya sastra dengan memahami jalan cerita serta unsur-unsur intrinsiknya seperti tema, tokoh, watak tokoh, setting, amanah, sudut pandang, dan gaya bahas. Khusus karya sastra berbentuk puisi, pembaca harus memerhatikan unsur-unsur pembangun puisi, misalnya diksi (pilihan kata), gaya bahasa,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
persajakan (rima), dan pencitraan. Tema dan kandungan isi dapat ditelaah lewat judul, pilihan kata, dan simbol-simbol yang digunakan pada puisi. Pemahaman terhadap isi puisi dan kata-kata yang digunakan, mendorong seseorang untuk terampil memberikan tekanan, intonasi, nada dan irama pada pembacaan setiap larik puisi. Demikian pula pada kata atau kelompok kata yang merupakan kesatuan arti, pembaca dituntut berhati-hati dalam memberikan jeda atau penghentian sehingga tidak mengaburkan arti. 7) Membaca Kreatif Aminuddin (2002: 21) menyatakan, bahwa membaca kreatif adalah kegiatan membaca yang dilatari tujuan menerapkan perolehan pemahaman dari membaca untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang bersifat aplikatif. Dalam membaca kreatif, pembaca dituntut mencermati ide-ide yang dikemukakan penulis, kemudian membanding-bandingkannya. Proses lebih penting dari kegiatan membaca kreatif itu tidak sekedar menangkap makna dan maksud bahan bacaan, tetapi juga menerapkan ide-ide atau informasi yang tertuang dalam bacaan di kehidupan sehari-hari, khususnya kualitas hidupnya. Pembaca juga diharapkan dapat melakukan aktivitas yang bermanfaat bagi peningkatan kualitas hidupnya berdasarkan informasi dari bacaannya. Dengan menerapkan informasi diharapkan kualitas hidup pembaca akan lebih terarah dan meningkat. Dalam diri seorang pembaca kreatif secara otomatis akan tampak sejumlah keinginan baik dalam kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
kata lain, tingkatan membaca kreatif lebih tinggi dari pada membaca kritis. Membaca kreatif akan memberikan banyak manfaat dalam berbagai bidang. Misalnya, wacana tentang siraman rohani, pemikiran para budayawan, informasi cara membuat makanan atau barang.
e. Pengertian Membaca Indah Geguritan Pada dasarnya, kegiatan membaca indah geguritan merupakan upaya apresiasi geguritan. Secara tidak langsung, dalam membaca indah geguritan, pembaca
akan
berusaha
mengenali,
memahami,
menggairahi,
memberi
pengertian, memberi penghargaan, membuat berpikir kritis, dan memiliki kepekaan rasa. Semua aspek dalam karya sastra dipahami, dihargai bagaimana persajakannya, irama, citra, diksi, gaya bahasa, dan apa saja yang dikemukakan dalam media. Pembaca akan berusaha untuk menerjemahkan bait perbaik untuk merangkai makna dari makna geguritan yang hendak disampaikan oleh pengarang. Pembaca memberi apresiasi, tafsiran, interpretasi terhadap teks yang dibacanya. Setelah pemahaman yang dipandang
cukup, pembaca akan
membacakan geguritan. Penampilan baca sastra (baca geguritan) harus memperhatikan tiga hal besar yaitu masalah kejiwaan pembaca, masalah verbal, dan masalah nonverbal. Ketiga hal tersebut tidaklah berdiri sendiri-sendiri, tetapi hadir secara integral pada saat pembacaan sastra (pembacaan geguritan) itu berlangsung (Depdiknas, 2005: 64).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
Sisi psikis akan tergambar melalui kesan pertama seorang pembaca geguritan ketika ia tampil. Apakah ia tampak tenang, meyakinkan, gugup, takuttakut dan malu? Seorang pembaca geguritan harus siap mental pada saat ia tampil. Oleh karena itu, ia harus melakukan konsentrasi lebih dahulu. Konsentrasi dalam hal ini bukanlah mengosongkan pikiran, tetapi juga memasukkan dunia sastra (geguritan) dan nuansa pentas ke dalam jiwanya. Masalah verbal meliputi persoalan artikulasi, intonasi, irama, dan volume suara. Kejelasan artikulasi dalam seni baca geguritan sangat dibutuhkan. Bunyi vokal seperti /a/, /i/, /u/, /e/, /o/, /ai/, /au/, dan sebagainya harus jelas terdengar, demikian pula bunyi-bunyi konsonan. Untuk itulah seorang pembaca geguritan harus mengenali betul alat-alat ucap dan bunyi yang dihasilkannya. Intonasi menyangkut persoalan tekanan dinamik yaitu keras lembutnya suara, tekanan tempo yakni cepat lambatnya ucapan, tekanan nada yang menyangkut tinggi rendahnya suara, serta modulasi yang meliputi perubahan bunyi suara; karena marah, bunyi menjerit karena sakit, dan sebagainya. Ketetapan intonasi atau irama ini bergantung kepada ketepatan penafsiran atas geguritan yang dibaca. Volume suara juga amat penting untuk diperhatikan. Dalam membaca geguritan yang perlu diperhatikan adalah suara seorang pembaca geguritan harus mampu mengatasi suara penonton atau pendengarnya. Untuk mengatasi suara penonton pembaca geguritan dituntut memiliki vokal yang keras tetapi bukan dengan teriakan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
Masalah
nonverbal
meliputi
mimik,
pantomimik,
pakaian,
dan
komunikasi. Mimik merupakan gerak wajah, sedangkan pantomimik merupakan gerak anggota tubuh yang lain. Antara aspek verbal dengan faktor mimik dan pantomimik yang dimunculkan haruslah proporsional sesuai dengan kebutuhan menampilkan gagasan teks geguritan secara tepat. Mimik dan pantomimik yang kurang wajar akan merusak keindahan pembacaan serta bisa jadi akan mengganggu pembacaan tersebut. Aritonang (dalam Mulyana, dkk. 1997: 38) mengatakan bahwa dasardasar membaca puisi mencakup olah vokal, olah musikal, olah sukma, olah mimik, olah gerak, dan wawasan kesastraan. Apabila dasar-dasar ini telah dikuasai, selanjutnya akan sampai pada proses pembacaan dalam mencapai kualitas baca puisi secara optimal. Hal itu dapat dimungkinkan apabila mengikuti tahap pembacaan sebagai berikut: 1) membaca dalam hati (agar geguritan tersebut terapresiasi secara utuh); 2) membaca nyaring (agar pembaca dapat mengatur vokal, tempo, timbre, interpolasi, rima, irama, dan diksi; 3) membaca kritis (dengan mengoreksi pembacaan sebelumnya: segi-segi apa yang masih kurang dan bagaimana cara mengatasinya); dan 4) membaca puisi adalah membaca dengan tepat, harus mengikuti beberapa petunjuk yaitu: a) memperhatikan judul puisi; b) memperhatikan kata-kata yang dominan; c) menyelami makna kata konotatif; d) pemilihan dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
penemuan makna kata yang benar; e) memahami pikiran yang ada dalam puisi dengan memparafrasekan; f) mampu menjawab apa dan siapa yang dimaksud dengan kata ganti dan siapa yang mengucapkan kalimat yang diberi tanda kutip; g) dapat mencari dan menemukan makna kata yang masih tersembunyi; h) memperhatikan corak dan aliran sajak yang kita baca (imajis, relijius, liris, atau epik); dan i) penafsiran terhadap puisi harus dapat dikembalikan kepada teks puisi itu sendiri. Sendang Mulyono (2002:3) menyatakan, bahwa keberhasilan pembaca puisi jika dia mampu berkomunikasi dengan penonton atau pendengar. Bukan berarti pembaca puisi itu bercakap-cakap dengan penonton, melainkan pembaca puisi dapat mengkomunikasikan puisi yang dibacanya dengan baik. Sedapat komponen pembacaan puisi adalah (1) penghayatan, penghayatan dalam pembacaan puisi tercermin dalam empat hal, yakni a) pemahaman isi puisi, b) pemenggalan, c) intonasi, d) dan ekspresi. (2) vokal, tentang masalah vokal empat hal yang perlu diperhatikan adalah a) kejelasan ucapan, b) jeda, c) ketahanan, d) kelancaran. (3) penampilan, masalah penampilan dalam membaca puisi menyangkut hal-hal sebagai berikut: a) teknik muncul b) bloking c) pemanfaatan seting d) gerakan e) kostum f) pandangan mata g) pengelolaan diri. Turiyo
Ragilputra,
S.Pd
(2012)
menyatakan,
bahwa
geguritan
mewujudkan jenis karya sastra yang bersifat verbal yaitu berujud kata-kata yang disusun menjadi kalimat sampai bait). Sama halnya dengan seni patung atau lukisan, geguritan juga merupakan karya seni. Cara mengapresiasikannya yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
berbeda. Patung atau lukisan cukup dilihat sepintas langsung bisa diresapi maknanya, geguritan tidak bisa dilihat sepintas. Isi geguritan bisa dihayati kalau dibaca dengan teknik tertentu. Hal yang perlu diperhatikan dalam membaca geguritan adalah: (1) Wicara (vokal), supaya orang bisa mendengarkan dan menghayati geguritan yang dibaca, geguritan harus dibaca dengan lafal yang benar dan suara yang jelas, diupayakan membaca geguritan dengan fasih dan cara mengucapkan kata-kata harus benar. menggunakan huruf
-kata yang , bahasa dialek yang digunakan dalam membaca
geguritan adalah dialek umum, bukan dialek Solo, Jogjakarta, Semarang, Banyumasan, atau Tegal. (2) Wirama ( intonasi), wirama adalah perubahan suara, wirama yang baik dalam pembacaan geguritan adalah suara yang bisa mewujudkan suasana senang. Hal-hal yang berhubungan dengan wirama adalah introduksi (mulai memasuki bacaan), enjambemen (cara membaca sebuah geguritan yang berhubungan dengan isi dalam dua kalimat yang berurut-urutan), klimaks (bagian-bagian yang sangat penting dalam geguritan dibaca dengan lebih semangat), intonasi (naik turunnya suara). (3) Wirasa ( penghayatan), wirasa adalah perasaan yang sesuai dengan isi geguritan. Hal tersebut dapat terasa apabila pembaca geguritan mamperhatikan makna kata-demi kata dalam geguritan. Pembaca geguritan terlebih dahulu menginterpretasikan makna dan amanat yang tersirat dalam geguritan.(4) Wiraga (ekspresi), hal-hal yang termasuk wiraga adalah (gesture) yaitu gerak-gerik badan, mimik roman muka,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
gerakan tangan atau pergeseran kaki. Ekspresi yang baik adalah ekspresi yang wajar dan menjiwai isi geguritan. Berdasarkan uraian di atas, membaca geguritan berarti menikmatinya melalui penghayatan. Penikmat akan merasakan getaran halus yang disampaikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Hutagalung dalam Nadeak (1985:39) mengemukakan bahwa disamping kepekaan pada keindahan kesenian terutama sastra, juga selalu merangsang hati terhadap kemanusiaan, kehidupan, bahkan kepada alam sekeliling. Kehidupan memang jantung dari sastra. Sastra merangsang untuk lebih memahami, menghayati kehidupan. Sastra bukan merumuskan
dan
mengabstraksikan
kehidupan
kepada
manusia
tetapi
menampilkannya, mengkonkretkannya. Apa yang tadinya tak terpikirkan, atau karena tak pernah mengetahuinya, telah dipikirkan dan dialami pengarang kepada pembaca atau pendengar sehingga menjadi sebuah pengalaman. Membaca getaran-getaran hati nurani yang terdapat dalam kehidupan melalui geguritan, akan membawa pada suasana keluhuran budi. Dengan membaca geguritan, daya bayang dibangkitkan, emosi, pikiran, dan intelektual dirangsang untuk berpikir dan menghaluskan hati nurani.
f. Tujuan Membaca Indah Geguritan Anwar Effensi dalam Nadeak (1985:47) mengemukakan bahwa ada tiga hal penting yang merupakan tujuan yang harus dicapai, yaitu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
1) supaya siswa memperoleh kesadaran yang lebih baik terhadap diri sendiri, orang lain dan kehidupan sekitarnya, hingga mereka bersikap terbuka, rendah hati, peka perasaan, dan pikiran kritisnya terhadap tingkah laku pribadi, orang lain, serta masalah-masalah kehidupan sekitarnya, 2) supaya siswa memperoleh kesenangan dari membaca dan mempelajari puisi hingga tumbuh keinginan membaca dan mempelajari puisi pada waktu senggangnya, dan 3) supaya siswa memperoleh pengetahuan dan pengertian dasar tentang puisi hingga tumbuh keinginan memadukannya dengan pengalaman pribadinya yang diperoleh di sekolah ini dan mendatang. Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan membaca indah geguritan adalah untuk menumbuhkembangkan kepekaan siswa terhadap keinginan membaca indah geguritan sehingga siswa akan merasa bahwa sastra menjadi bagian miliknya dan dapat memberikan penilaian yang baik secara subjektif maupun objektif terhadap nilai artistik yang terdapat di dalam karya sastra yang dihadapinya. Dengan demikian watak dan sikapnya terhadap sastra terbentuk, di samping memiliki unsur kesenangan dan kenikmatan artistik. g. Manfaat Membaca Indah Geguritan Setiap kegiatan pasti mempunyai manfaat. Sama halnya dengan pembacaan puisi. Manfaat pertama yang menonjol dalam membaca puisi adalah meningkatkan bahasa, sehingga menjadikannya lebih halus dan tepat, seperti diketahui bahwa sajak adalah alat ekspresi yang mencoba melukiskan perasaan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
manusia setepat-tepatnya. Manfaat kedua adalah sebagai hiburan (Hutagalung dalam Nadeak, 1985:39). Membaca puisi dengan suara keras akan lebih membantu dalam menemukan perasaan penyair yang melatarbelakangi terciptanya puisi tersebut. Perasaan yang menjiwai puisi bisa perasaan gembira, sedih, terharu, terasing, tersinggung, patah hati, sombong, tercekam, cemburu, kesepian, takut, dan menyesal. (Herman J. Waluyo, 2005:39) Menurut Billow (1980: 239-240) pembacaan puisi secara keras dan estetis bermanfaat untuk: (1) memberikan pengantar kearah pemahaman puisi; (2) mempermudah pemahaman terhadap puisi; (3) meningkatkan perhatian dan minat siswa terhadap puisi; (4) mempermudah menangkap rima, ritma, asonansi dan aliterasi; (5) memperhidup jiwa puisi dan (6) merangsang siswa untuk membaca puisi secara individual.
h. Pengukuran Kemampuan Membaca Indah Geguritan Mulyana dalam Sudjoko (1989:5-7) mengemukakan bahwa yang menyangkut bekal subjektif diantaranya temperamen, watak, dan sosok akhir kepribadian seseorang sebagai hasil dari pengembangan dan pematangan diri serta tempaan lingkungan. Bekal objektif berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan seni yang bersangkutan. Yang pertama akan memunculkan kepekaan rasa penilai dan yang kedua akan membuatnya bersikap kritis. Pengukuran keterampilan membaca indah geguritan merupakan penilaian kemampuan siswa dalam hal ini interpretasi dan presentasi. Misalnya akan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
menilai sebuah penampilan baca geguritan. Hal pertama yang harus diperhatikan adalah kemampuan penampilan geguritan tersebut membuka rasa estetik sehingga menimbulkan empati pada diri penilai. Baik kesedihan, ketakutan, keberanian, kegagahan, kemirisan, atau kebahagiaan yang tertuang di dalam geguritan harus terekspresikan secara pas dan penuh penghayatan. Jika hal ini sudah dilakukan oleh pembaca geguritan maka keterlibatan imajinasi, emosi, dan intelektual penilai akan terus menguat hingga faktor terakhir, yaitu intelektual akan memindahkan perhatiannya pada hal-hal yang bersifat objektif. Selanjutnya penilai akan menghubungkan penilaiannya dengan pengetahuan dan keterampilan yang meliputi (1) sesuai atau tidaknya penafsiran terhadap isi geguritan, (2) kebenaran dalam pengucapan vokal, (3) kejelasan artikulasi, (4) kebenaran sikap, (5) ketapatan volume suara, (6) ketepatan pemilihan diksi, (7) ketepatan penggunaan intonasi, (8) dan ketepatan pengekspresian yang semuanya mempunyai bobot skor yang berbeda untuk memudahkan penilaiannya.
2. Hakikat Puisi Jawa a. Klasifikasi Puisi Jawa Secara garis besar puisi Jawa dapat dikelompokan menjadi tiga kelompok, (1) puisi Jawa kuna/lama, (2) puisi Jawa baru, dan (3) puisi Jawa modern/ kontemporer. Tembang gedhe (sekar ageng) yang juga dimaksud kakawin dan tembang tengahan (sekar tengahan) yang juga disebut kidung termasuk puisi Jawa kuna/lama. Tembang macapat (sekar macapat) termasuk puisi Jawa baru, sedangkan puisi Jawa modern / kontemporer disebut geguritan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
Contoh sekar Ageng ialah Girisa, sedangkan Jurudemung, Wirangong, Balabak, Gambuh, dan Megatruh merupakan contoh sekar Tengahan (kidung). Sekar macapat meliputi Dhandhanggula,
Maskumambang,
Sinom, Asmaradana,
Kinanthi, Pangkur, Durma, Mijil dan Pocung (Hardjowirogo 1952:9-12 dalam Sumarlam 1991: 15). Di atas sudah diuraikan mengenai garis besar puisi Jawa yang dikelompokan menjadi tiga kelompok yaitu (1) puisi Jawa kuna/lama, (2) puisi Jawa baru, (3) puisi Jawa modern/ kontemporer. Penulis hanya mengambil satu dari tiga puisi Jawa tersebut yaitu puisi Jawa modern/kontemporer yaitu geguritan. Geguritan sama halnya dalam bahasa Indonesia adalah puisi.
b. Pengertian Geguritan S. Padmosoekotjo (1960 : 19dasarnya gurit
guritan gurit
tulisan berujud tatahan. Nggurit, artinya : 1) mencipta tembang, kidung atau rerepen, 2) melagukan tembang, ngidung atau ngrerepi. Guritan itu termasuk rumpakan yang menggunakan aturan tertentu (gumathok), sedangkan aturan guritan yaitu (1) jumlah baris tidak tentu, tetapi kebanyakan sedikitnya 4 baris, (2) jumlah suku kata baris pertama dengan baris lainnya sama banyaknya, (3) jatuhnya baris terakhir ( dong-ding swara) diakhir baris harus runtut sama, yaitu dengan menggunakan persamaan bunyi (purwakanthi guru-swara), (4) di depan karya yang dinamakan guritan, umum
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
Sun
nggegurit
Sun
nggegurit
g bisa lebih dari satu guritan.
Saguritan,
sapada sapadeswara
wujud baris-barisnya mirip dengan guritan, yaitu tembang Girisa ( termasuk dalam tembang Gede). Jumlah suku kata (guru wilangane) Girisa, baris satu dengan lainnya sama, jatuhnya akhir kata (dong-ding swarane) semua jatuh lagn / ana (legena). Ada lagi guritan yang hanya sama persamaan bunyinya ( mburu purwakanthi guru swara ) saja, suara baris satu dengan yang lain tidak runtut, tidak ada hubungannya. Semua lagu dolanan, walaupun jumlah suku kata di baris pertama dengan yang lainnya tidak sama banyaknya, dan tidak semua persamaan bunyinya sama, umumnya termasuk geguritan. Lelagon dolanan ini jumlahnya banyak sekali. Nama lagu kebanyakan menyesuaikan dengan isinya atau menurut kata pertama yang digunakan dalam tembang tersebut. Menurut (R. S. Subalidinata, 1968 : 78dari kata dasar gurit
guritan
Jaman kuna orang nulis ada di
lembaran kulit pohon. Tulisan yang ditemukan pada kulit kayu disebut gurita. Jaman sekarang yang disebut guritan yaitu karangan yang terikat oleh aturan tertentu yaitu (1) jumlah baris terdiri dari empat baris atau lebih, (2) jumlah suku kata dalam satu baris sama banyak, (3) di akhir kalimat menggunakan persamaan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31
bunyi yang disebut guru suara, (4)
apabila geguritan itu lebih dari satu bait,
kebanyakan (tidak pasti) diawali dengan kata
sun nggegurit
R. S Subalidinata ( 1981 : 47-59) berkata geguritan yaitu puisi yang biasa disebut syair, sonata dan syair-syair modern. Dalam kesastraan Jawa yang disebut guritan semula hanya puisi yang berbentuk syair dengann persajakan a a a a, tetapi sekarang semua bentuk puisi yang mengikuti bentuk puisi baru disebut geguritan. 1. Syair Jawa klasik 2. Syair Jawa baru yaitu: a. syair dua baris seuntai ( gita dwigatra ) = distikon, b. syair tiga baris seuntai ( gita trigatra) = terzina, c. syair empat baris sebait (gita caturtunggal) = kwartrein, d. syair lima baris sebait (gita pancagatra) = kwint, e. syair enam baris sebait (gita sadgatra) = sexted, f. syair tujuh baris sebait (gita saptagatra) = septime, g. syair delapan baris sebait (gita asthagatra) = oktaf, h. syair Sembilan baris sebait (gita nawagatra), dan i. Soneta 3. Syair-syair modern/ kontemporer. Guritan ada dua yaitu guritan lama dan guritan baru (geguritan). Disini penulis akan membahas tentang guritan baru (geguritan). Menurut Sumarlam (1991: 15). Geguritan (puisi Jawa modern/ kontemporer) tidak terikat oleh aturan guru lagu (bunyi vokal pada setiap akhir baris) dan guru wilangan (jumlah suku
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32
kata tiap baris dalam puisi) seperti macapa seperti kakawin. Geguritan relatif lebih longgar/ bebas dibandingkan dengan dua jenis puisi lainnya. Geguritan ini sekarang tersebar luas, hampir setiap majalah bermedia bahasa Jawa selalu memuat geguritan dalam setiap penerbitannya. Para penyairnya pada umumnya berusia muda, namun konfensi bahasa dalam penulisan puisi (seperti persajakan, perubahan bunyi dsb) masih mereka bawa dalam puisi kontemporer ini. poetry is a rhythmical composition of words expressing an attitude, designed to surprise and delight, and to arouse an . Pernyataan ini menyatakan bahwa geguritan adalah susunan kata-kata yang berirama yang mengungkapkan tingkah laku (sikap), dirancang untuk memberikan kejutan dan menyenangkan serta memunculkan tanggapan emosional. Waluyo (2010: 29) Geguritan adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengkonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya. poetry is the spontaneous overflow of powerful fellings; it takes its origin from emotion Peryataan ini merupakan bahwa geguritan adalah peluapan yang spontan dari perasaan-perasaan yang penuh daya; memperoleh asalnya dari emosi atau rasa yang dikumpulkan lagi dalam kedamaian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33
Geguritan diciptakan untuk suatu kebutuhan tentang keindahan, karena geguritan dapat memberikan kesan kesenangan atau hiburan kepada pembaca. Hal Poetry comes to us bringing life and therefore pleasure. Moreover, art focus and so organized experience as to give us a better understanding of it. And to understand life is partly to be master of it
Geguritan
itu ada atau tercipta untuk memunculkan kesenangan dan
kehidupan. Selain itu, pengalaman yang terorganisir dan seni yang terfokus dapat memberikan pengalaman yang lebih baik tentang kehidupan. Memahami hidup adalah suatu bagian dari penguasaan akan kehidupan. Puisi adalah bentuk kesustraan yang paling tua (Herman J. Waluyo, 2010: 1). Puisi yang paling tua disebut mantra. Mantra sudah ada di masyarakat kita sejak zaman dulu hampir disemua daerah. Kata-kata yang digunakan dalam mantra mengandung unsur keindahan mengandung makna tertentu dan mantra termasuk jenis geguritan. Selanjutnya Rachmad Djoko Pradopo (2010: 7) menegaskan bahwa puisi itu mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang merasangsang imajinasi panca indra dalam susunan yang berirama. Puisi itu merupakan rekaman dan interprestasi pengalaman manusia yang terpenting. Geguritan dapat pula dikatakan adalah hasil cipta manusia yang mengandung unsur-unsur-unsur keindahan untuk menyampaikan perasaan dan pikiran penyairnya dan dapat dikaji dari berbagai aspek. Putu Arya Tirtawirya (1982: 9) menjelaskan bahwa puisi adalah pengungkapan secara implisit, samar dengan makna yang tersirat, dimana kata-kata condong pada artinya yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34
konotatif. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rachmad Djoko Pradopo (2010: 1) puisi sebagai salah sebuah karya seni sastra dapat dikaji bermacam-macam unsur dan sarana kepuitisan. Herman J. Waluyo (2010: 1) menyatakan bahwa puisi adalah karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat dan diberi irama dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata kias (imajinatif). Kata-kata betul-betul terpilih agar memiliki kekuatan pengucapan. Menurut Rachmad Djoko Pradopo (2010: 7) puisi itu mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi panca indera dalam susunan yang berirama. Pendapat tersebut mengungkapkan bahwa geguritan tidak hanya sebagai sarana mengekspresikan pengalaman batin penyair yang paling berkesan, namun geguritan juga kadang mengungkapkan pengalaman batin yang orang lain yang paling berkesan tanpa sengaja. Slamet Muljana (dalam Herman J. Waluyo, 2010: 25) menyatakan bahwa puisi adalah bentuk kesusastraan yang menggunakan pengulangan suara sebagai ciri khas. Batasan puisi tersebut sama halnya dengan dengan dinyatakan oleh Clive Sansom (1960: 5, dalam Herman J. Waluyo, 2010: 26) yang memberi batasan
puisi
sebagai
bentuk
pengucapan
bahasa
yang
ritmis,
yang
mengungkapkan pengalaman intelektual yang bersifat imajinatif dan emosional. Hudson (dalam sutejo dan Kasnadi, 2009: 2) puisi adalah salah satu cabang sastra yang menggunakan kata-kata sebagai medium penyampaian untuk membuahkan ilusi dan imajinasi, seperti halnya lukisan yang menggunakan garis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35
dan warna dalam menggambarkan gagasan pelukisnya. dengan demikian, sebenarnya puisi merupakan ungkapan batin dan pikiran penyair dalam menciptakan sebuah dunia berdasarkan pengalaman batin yang digelutinya. Sebuah geguritan terdiri dari unsur yang membangunnya. Unsur yang membangun geguritan terdiri dari dua macam yaitu unsur yang berbeda dalam geguritan yang lebih dikenal dengan unsur intrinsik dan yang membangun geguritan dari luar yang disebut unsur ekstrinsik. Keduanya sangat pentingnya dalam membangun atau menciptakan geguritan. Unsur tersebut sering juga disebut unsur batin dan unsur fisik geguritan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Herman J. Waluyo (1987: 23) bahwa puisi memiliki bentuk fisik dan bentuk batin yang lazim disebut pula dengan bahasa dan isi atau tema dan struktur atau bentuk dan isi. Kedua unsur yang membangun geguritan tersebut sama pentingnya dalam membangun atau menciptakan geguritan baik unsur-unsur fisik maupun unsur-unsur batin. Keduanya bersifat padu dan tidak terpisahkan sehingga menciptakan makna yang utuh. Hal ini sesuai pendapat Herman J. Waluyo (2008: 33) bahwa puisi terdiri atas dua unsur pokok yaitu struktur fisik dan struktur batin. Kedua bagian itu terdiri atas unsur-unsur yang saling mengikat keterjalinan dan semua unsur itu membentuk totalitas makna yang utuh. Menurut Rachmad Djoko Pradopo (2010: 1) puisi sebagai sebuah karya seni sastra dapat dikaji dari berbagai macam aspeknya. Puisi dapat dikaji struktur dan unsur-unsurnya. Mengingat bahwa puisi itu adalah struktur yang tersusun dari
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36
berbagai macam unsur dan sarana-sarana kepuitisan. Selanjutnya Herman J. Waluyo (2010: 29) memberikan definisi sebagai berikut: tuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua kekuatan
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa geguritan terdiri dari dua unsur yaitu unsur-unsur fisik dan unsur-unsur batin yang disebut bahasa dan isi atau tema dan struktur atau bentuk dan isi. Struktur fisik adalah unsur-unsur yang dapat dilihat sedangkan unsur-unsur batin adalah unsurunsur yang tidak terlihat. Namun, keduanya bersifat padu dan tidak terpisahkan, saling mengikuti keterjalinan dan membentuk totalitas makna yang utuh. Untuk
mengapresiasikan
geguritan
diperlukan
pemahaman
yang
mendalam tentang struktur fisik dan struktur batin geguritan. Struktur fisik yaitu bahasa atau bentuk yang terdiri atas : (1) diksi (pilihan kata), (2) pengimajinasian (pencitraan, imagery), (3) kata konkret, (4) bahasa figuratif (majas), (5) verifikasi, dan (6) tata wajah (tipografi). Sedangkan struktur batin terdiri atas : (1) tema puisi, (2) perasaan (feling). (3) nada dan suasana, dan (4) amanat (pesan). Menurut Subalidinata (1981:47) geguritan yaitu puisi yang biasa disebut syair, sonata dan syair-syair modern. Dalam kesastraan Jawa yang disebut geguritan semula hanya puisi yang berbentuk syair dengan persajakan a a a a. tetapi sekarang semua bentuk puisi yang mengikuti bentuk puisi baru disebut geguritan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37
c. Pengertian Struktur Fisik Geguritan Struktur fisik geguritan atau disebut juga struktur lahir geguritan dapat dilihat pada unsur-unsur keindahan yang membangun geguritan tersebut. Herman J. Waluyo (2010: 82) menjelaskan unsur-unsur itu merupakan kesatuan yang utuh. Unsur-unsur itu ialah : diksi, pengimajinasian, kata konkret, bahasa figuratif (majas), verifikasi, dan tata wajah puisi. a) Diksi (Pemilihan Kata) Diksi atau pilihan kata-kata yang dipergunakan dalam geguritan tidak seluruhnya bermakna denotatif, tetapi lebih banyak makna konotatif atau konotasi. Konotasi atau nilai tambah makna pada kata yang lebih banyak memberi efek bagi penikmatnya. Sedangakan kata-kata bermakna denotatif digunakan pada tulisan-tulisan ilmiah. Jadi pilihan kata atau diksi sangat penting karena dapat mencerminkan ruang, waktu, falsafah, nada, suasana, amanat suatu geguritan dengan tepat. Menurut
Herman
J.
Waluyo
(2010:
85)
pemilihan
kata-kata
mempertimbangkan berbagai aspek estetis, maka kata-kata yang sudah dipilih oleh penyair untuk puisinya bersifat absolut dan tidak bisa diganti dengan padan katanya, sekalipun maknanya tidak berbeda. Hal ini sama diungkapkan oleh Barfield (1952: 41, dalam Rachmad Djoko Pradopo, 2010: 54) bila kata-kata dipilih dan disusun dengan cara yang sedemikian rupa hingga artinya menimbulkan imajinasi estetik, maka hasilnya disebut diksi puitis.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38
b) Pengimajian (Imagery) Penyair juga menciptakan pengimajian (pencitraan) dalam puisinya. Pengimajian adalah kata atau susunan kata-kata yang dapat memperjelas atau mengkorikretkan apa yang dinyatakan oleh penyair. Diksi yang dipilih harus menghasilkan pengimajian dan karma itu kata-kata menjadi lebih konkret. Menurut Herman . J. Waluyo (2008: 91), pengimajian dapat dibatasi dengan pcngertian kata atau susunan kata yang dapat mengungkapkun pengalaman sensoris, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Melalui pengimajian, apa yang digambarkan scolah-olah dapat dilihat, didengar, dan dirasakan oleh pembaca atau penikmat sastra. Keindahan, kesedihan, keeeriaan dan sebagainya seakan dirasakan sendiri oleh pembaca. Pengimajian memberi gambaran. 3. Hakikat Pembelajaran a. Pengertian Pembelajaran Dalam dunia pendidikan, orang sering menyamakan antara istilah pembelajaran dan pengajaran. Sebenarnya kedua istilah itu apabila dicermati maknanya berbeda. Brown (2000: 7) membedakan kedua istilah itu dengan penjelasan sebagai berikut: Pembelajaran (learning) adalah pemerolehan pengetahuan tentang suatu hal atau keterampilan melalui belajar pengalaman; sedangkan pengajaran (teching) adalah upaya membantu seseorang untuk belajar dan bagaimana melakukan sesuatu, memberikan pengajaran, membantu dalam menyelesaikan sesuatu, memberi pengetahuan dan membuat seseorang menjadi mengerti.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39
Lebih lanjut Brown (2000: 9) memperjelas konsep pembelajaran dengan menambah kata kunci yang harus diperhatikan, yaitu: 1) pembelajaran menyangkut hal praktis, 2) pembelajaran adalah penyimpan informasi, 3) pembelajaran adalah penyusun organisasi, 4) pembelajaran memerlukan keaktifan dan kesadaran, 5) pembelajaran relatif permanen, dan 6) pembelajaran adalah perubahan tingkah laku. Terkait dengan konsep pembelajaran tersebut, Mangantar Simanjuntak menjelaskan bahwa Pembelajaran ialah suatu proses pengalaman atau latihan yang dialami oleh seseorang atau seekor hewan menghasilkan perubahan tingkah laku yang relatif tetap. Pembelajaran merupakan upaya orang yang bertujuan untuk membekali orang yang belajar. Sebagai suatu proses, pembelajaran tersebut dapat dilaksanakan pada tahap yang berlangsung secara berkelanjutan. Adapun tahaptahap itu adalah persiapan, pelaksanaan, penilaian, tindak lanjut (Oemar Hamalik, 1990: 70). b. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Sistem Pembelajaran Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan proses sistem pembelajaran, diantaranya faktor guru, faktor siswa, sarana, alat dan media yang tersedia, serta faktor lingkungan. 1. Faktor Guru Guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu strategi pembelajaran. Tanpa guru, bagaimanapun bagus dan idealnya suatu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40
strategi, maka strategi itu tidak mungkin bisa diaplikasikan (Wina Sanjaya, 2008: 52). Keberhasilan implementasi suatu strategi pembelajaran akan bergantung pada kepiawaian guru dalam menggunakan metode, teknik, dan taktik pembelajaran. Setiap guru akan memiliki pengalaman, pengetahuan, kemampuan, gaya, dan bahkan pandangan yang berbeda dalam mengajar. Guru yang menganggap mengajar hanya sebatas menyampaikan materi pelajaran akan berbeda dengan guru yang menganggap mengajar adalah suatu proses pemberian bantuan kepada peserta didik. Masing-masing perbedaan tersebut dapat memengaruhi baik dalam penyusunan strategi atau implementasi pembelajaran. 2. Faktor Siswa Perkembangan anak adalah perkembangan seluruh aspek kepribadiannya, akan tetapi tempo dan irama perkembangan masing-masing anak pada setiap aspek tidak selalu sama. Proses pembelajaran dapat dipengaruhi oleh perkembangan anak yang tidak sama itu, di samping karakteristik lain yang melekat pada diri anak. Seperti halnya guru, faktor-faktor yang dapat memengaruhi proses pembelajaran dilihat dari aspek siswa meliputi aspek latar belakang siswa yang menurut Dunkin (dalam Wina Sanjaya, 2008: 54) disebut pupil formative experiences, serta faktor sifat yang dimiliki siswa (pupil properties).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
41
Aspek latar belakang meliputi jenis kelamin siswa, tempat kelahiran, tempat tinggal siswa, tingkat sosial ekonomi siswa, dari keluarga yang bagaimana siswa berasal, dan lain-lain; sedangkan dilihat dari sifat yang dimiliki siswa meliputi kemampuan dasar, pengetahuan, dan sikap. Dilihat dari faktanya, tidak dapat disangkal bahwa setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda yang dapat dikelompokkan pada siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Siswa yang tergolong berkemampuan tinggi biasanya ditunjukkan oleh motivasi yang tinggi dalam belajar, perhatian, dan keseriusan, dalam mengikuti pelajaran, dan lain-lain. Sebaliknya, siswa yang tergolong pada kemampuan rendah ditandai dengan kurangnya motivasi belajar, tidak adanya keseriusan dalam mengikuti pelajaran, termasuk menyelesaikan tugas, dan lain sebagainya. Perbedaanperbedaan semacam itu menuntut perlakuan yang berbeda pula baik dalam penempatan atau pengelompokan siswa maupun dalam perlakuan guru dalam menyesuaikan gaya belajar. Demikian juga halnya dengan tingkat pengetahuan siswa. Siswa yang memiliki pengetahuan yang memadai tentang penggunaan bahasa standar, misalnya, akan memengaruhi proses pembelajaran mereka dibandingkan dengan siswa yang tidak memiliki tentang hal itu. 3. Faktor Sarana dan Prasarana Sarana adalah segala sesuatu yang mendukung secara langsung terhadap kelancaran proses pembelajaran, misalnya media pembelajaran, alat-alat pelajaran, perlengkapan sekolah, dan lain sebagainya; sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang secara tidak langsung dapat mendukung keberhasilan proses pembelajaran, misalnya jalan menuju ke sekolah, penerangan sekolah, kamar
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
42
kecil, dan lain sebagainya. Kelengkapan sarana dan prasarana akan membantu guru dalam penyelenggaraan proses pembelajaran; dengan demikian sarana dan prasarana merupakan komponen penting yang dapat memengaruhi proses pembelajaran. 4. Faktor Lingkungan Wina Sanjaya (2008: 56) menyatakan , bahwa terdapat dua faktor yang dapat memengaruhi proses pembelajaran, yaitu faktor organisasi kelas dan faktor iklim sosial-psikologis. Faktor organisasi kelas yang di dalamnya meliputi jumlah siswa dalam satu kelas merupakan aspek penting yang bisa memengaruhi proses pembelajaran. Organisasi kelas yang terlalu besar akan kurang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Hal ini akan menimbulkan kecenderungan, antara lain: (1) waktu yang tersedia semakin sempit karena sumber daya kelompok akan bertambah luas sesuai dengan jumlah siswa, (2) kelompok belajar akan kurang mampu memanfaatkan dan menggunakan semua sumber daya yang ada, (3) kepuasan belajar setiap siswa akan cenderung menurun karena akan mendapatkan pelayanan yang terbatas dari guru atau perhatian guru akan semakin terpecah, (4) perbedaan individu antar anggota akan semakin tampak, sehingga akan semakin sukar mencapai kesepakatan, (5) akan semakin banyak siswa yang terpaksa menunggu untuk sama-sama maju mempelajari materi pelajaran baru, (6) semakin banyaknya siswa yang enggan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan kelompok.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43
c. Pengertian Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) Pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL) merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga kerja (Blanchard dalam Trianto, 2007:101). Wina Sanjaya (2007:255) menyatakan, bahwa pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) merupakan strategi yang melibatkan siswa secara penuh dalam proses pembelajaran. Siswa didorong untuk beraktivitas mempelajari materi pelajaran sesuai dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam belajar, siswa tidak hanya sekadar mencatat dan mendengarkan saja, tetapi belajar adalah proses berpengalaman secara langsung. Melalui proses berpengalaman itu diharapkan perkembangan siswa menjadi secara utuh, yang tidak hanya berkembang dalam aspek kognitif saja, tetapi juga aspek afektif dan juga psikomotornya.
d. Perbedaan CTL dengan Pembelajaran Konvensional Wina Sanjaya (2007:260) menyatakan, bahwa ada sepuluh pembelajaran pokok antara pembelajaran CTL dan pembelajaran konvensional, perbedaan itu adalah: 1) CTL menempatkan siswa sebagai subjek belajar, artinya siswa aktif dalam setiap proses pembelajaran, sedangkan dalam pembelajaran konvensional
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44
siswa ditempatkan sebagai objek belajar yang berperan sebagai penerima informasi secara pasif, 2) pembelajaran CTL, siswa belajar melalui kegiatan kelompok, seperti kerja kelompok, berdiskusi. Sedangkan pembelajaran konvensional siswa lebih banyak belajar secara individual dengan menerima, mencatat, dan menghafal materi pelajaran, 3) dalam CTL, pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata secara riil; sedangkan dalam pembelajaran konvensional pembelajaran bersifat teoritis dan abstrak, 4) dalam CTL, kemampuan didasarkan atas pengalaman; sedangkan dalam pembelajaran konvensional kemampuan diperoleh melalui latihan-latihan, 5) tujuan akhir dari proses pembelajaran melalui CTL adalah kepuasan diri; sedangkan dalam pembelajaran konvensional, tujuan akhir alah nilai atau angka, 6) dalam CTL, tindakan atau perilaku dibangun atas kesadaran diri sendiri; sedangkan pembelajaran konvensional, tindakan atau perilaku individu didasarkan oleh faktor dari luar dirinya, 7) dalam CTL, pengetahuan yang dimiliki setiap individu selalu berkembang sesuai dengan pengalaman yang dialaminya, oleh sebab itu setiap siswa bisa terjadi perbedaan dalam memakai hakikat pengetahuan yang dimilikinya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
45
Dalam pembelajaran konvensional, kebenaran yang dimiliki adalah kebenaran absolut dan final, 8) dalam pembelajaran CTL, siswa bertanggung jawab dalam memonitor dan mengembangkan pembelajaran mereka masing-masing; sedangkan dalam pembelajaran
konvensional
guru
adalah
penentu
jalannya
proses
pembelajaran, 9) dalam pembelajaran CTL, pembelajaran bisa terjadi di mana saja dalam konteks dan setting yang berbeda sesuai dengan kebutuhan; sedangkan dalam pembelajaran konvensional pembelajaran hanya terjadi di dalam kelas, dan 10) dalam CTL, keberhasilan pembelajaran diukur dengan berbagai cara, misalnya dengan evaluasi proses, hasil karya siswa, penampilan, rekaman, observasi, wawancara, dan sebagainya; sedangkan dalam pembelajaran konvensional keberhasilan pembelajaran biasanya hanya diukur dari tes. Beberapa perbedaan pokok di atas, menggambarkan bahwa CTL memang memiliki karakteristik tersendiri baik dilihat dari asumsi maupun proses pelaksanaan dan pengelolaannya.
e. Komponen-komponen dalam Pembelajaran CTL Pembelajaran
CTL
memiliki
tujuh
komponen
utama
yaitu
konstruktivisme (Constructivism), inkuiri (Inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (Learning Community), Pemodelan (Modelling), refleksi (Reflection), penilaian yang sebenarnya (Authentic Assesment). Sebuah kelas
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46
dikatakan menggunakan pendekatan CTL, jika menerapkan ketujuh prinsip tersebut dalam pembelajarannya. CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. (Depdiknas dalam Trianto, 2007:106). 4. Hakikat Pemodelan a. Pengertian Pemodelan (Modelling) Modelling adalah prosedur dimana contoh perilaku diberikan kepada individu untuk membujuk individu tersebut melakukan perilaku yang sama. Adapun cirinya adalah: (1) memamerkan perilaku seorang/sekelompok orang kepada
subjek,
(2)
memanfaatkan
proses
belajar
melalui
pengamatan
(Modelling.com). Anissatul Djamillah (2007) mengatakan, bahwa modelling adalah proses pembelajaran dengan memeragakan sesuatu dengan contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Modelling merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran Contextual Teaching Learning. Sebab melalui modelling siswa dapat terhindar dari
pembelajaran
yang
teoritis-abstrak
yang
memungkinkan
terjadinya
verbalisme. Dalam sebuah pembelajaran selalu ada model yang bisa ditiru oleh siswa. Namun guru bukanlah satu-satunya model dalam kelas. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Misalnya jika ada siswa yang sudah dapat menguasai kemampuan terlebih dahulu, ditunjuk untuk menjadi model bagi temannya. Atau guru bisa mendatangkan model dari luar. Misalnya tukang kayu, pengrajin,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
47
sastrawan, dan para ahli lainnya yang mau dimintai untuk bekerja sama (Depdiknas, 2003:16). Pemodelan yang dimaksud adalah terdapat model yang ditiru dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu. Pada dasarnya, pemodelan memabahasakan gagasan yang dipikirkan, mendemonstrasikan bagaimana guru menginginkan para siswanya untuk belajar, dan melakukan apa yang guru inginkan agar siswa-siswanya melakukan. Pemodelan dapat berbentuk demonstrasi, pemberian contoh tentang konsep atau aktivitas belajar, dan cara mengoperasikan sesuatu (Nurhadi, Yasin, dan Senduk, 2004:49). Cara belajar yang baik tidak cukup diinstruksikan oleh guru kepada siswa atau oleh siswa satu siswa kepada siswa lainnya, tetapi harus langsung didemonstrasikan di depan siswa agar menjadi model belajar bagi siswa. Contoh awal guru merupakan langkah awal walaupun pada akhirnya siswa perlu diarahkan untuk menemukan sendiri secara kreatif tentang cara mempelajari sesuatu yang paling tepat bagi dirinya. Pada saat siswa mengalami kesulitan atau kemacetan dalam proses belajarnya, contoh model juga dapat diberikan (Muhammad Adnan Latief, 2002:260). Lebih lanjut, Masnur Muslich (2007:46) mengatakan bahwa komponen modelling menyarankan bahwa pembelajaran keterampilan dan pengetahuan tertentu diikuti dengan model yang ditiru siswa. Model tersebut dapat berupa pemberian contoh tentang cara mengoperasikan sesuatu, menunjukkan hasil karya, mempertonton suatu penampilan, dan lain-lain. Cara pembelajaran seperti
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
48
ini akan lebih cepat dipahami siswa daripada hanya bercerita atau memberikan penjelasan kepada siswa tanpa ditunjukkan modelnya atau contohnya. Masnur Muslich (2007:46) mengatakan komponen modelling yang dapat diperhatikan guru ketika melaksanakan pembelajaran adalah sebagai berikut. (1)
pengetahuan dan keterampilan diperoleh dengan mantap ada model atau contoh yang bisa ditiru,
(2)
model atau contoh bisa diperoleh langsung dari yang berkompeten atau dari ahlinya, dan
(3)
model atau contoh bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu contoh hasil karya, atau model penampilan. Lebih lanjut, Nurhadi, Yasin, dan Senduk, (2004:45) mengatakan bahwa
dalam
pembelajaran
kontekstual,
guru
bukanlah
satu-satunya
model
pembelajaran. Tetapi, siswa dapat dijadikan model. Misalnya seorang siswa dapat ditunjuk untuk memberi contoh temannya cara melafalkan suatu kata. Berdasarkan uraian di atas, pemodelan merupakan membahasakan gagasan yang kita pikirkan, mendemonstrasikan bagaimana kita menginginkan para siswa untuk belajar, dan melakukan apa yang kita inginkan agar siswa melakukannya. Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pemodelan (modelling) adalah proses pembelajaran dengan memeragakan sesuatu atau memberikan contoh perilaku yang bertujuan untuk membujuk agar melakukan perilaku seperti yang dicontohkan atau diperagakan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
49
Modelling atau pemodelan dalam pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, tentu saja ada model yang bisa ditiru. Model adalah suatu perwakilan atau abstraksi dari suatu objek atau situasi aktual. Model melukiskan hubungan-hubungan langsung dan tidak langsung serta kaitan timbal balik dalam terminologi sebab akibat. Oleh karena itu, suatu model adalah abstraksi dari realita, maka pada wujudnya lebih sederhana dibandingkan dengan realita yang diwakilinya. Model dapat disebut lengkap apabila dapat mewakili berbagai aspek dari realita yang sedang dikaji. Adapun model dalam membaca geguritan, dapat dijadikan sebagai perwakilan penyair dalam mengungkapkan imajinasinya sehingga penonton atau audience dapat mengetahui makna dari geguritan yang dibacanya. Hal itu akan terwujud bila model pembaca geguritan mampu membaca dengan baik. Yang dijadikan model tidak terbatas dari guru atau penyair saja, akan tetapi dapat juga guru memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan. Misalkan siswa yang pernah menjadi juara dalam membaca geguritan dapat dijadikan model dihadapan teman-temannya. Menurut Alan E. Kazdin (67:1994) ada beberapa pedoman yang harus diperhatikan dalam menggunakan modeling, antara lain: 1) Jika mungkin, memilih model yang merupakan teman atau kawan sebaya dari klien dan orang yang dilihat klien sebagai orang kompeten dengan status atau gengsi; 2) Jika mungkin, gunakan lebih dari satu model; 3) Kompleksitas dari perilaku model sebaiknya sesuai dengan tingkat perilaku klien; 4) Kombinasikan modeling dengan aturan; 5) Klien melihat perilaku model dan diperkuat (lebih baik dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
50
penguat natural); 6) Jika mungkin, rencanakan pelatihan sehingga imitasi yang tepat dari perilaku model yang mengarah pada penguat natural pada klien; 7) Jika perilaku cukup kompleks, modeling sebaiknya dirangkai dari yang paling mudah hingga ke yang sulit pada individu yang diberi perlakuan; 8) Untuk menggeneralisasikan stimulus, modeling harus serealistis mungkin; 9) Gunakan fading jika perlu sehingga stimuli selain model dapat mengambil kontrol pada perilaku yang diinginkan. b. Penerapan Pemodelan (Modelling) dalam Pembelajaran Geguritan Pembelajaran
geguritan
khususnya
membaca
geguritan,
sangat
dimungkinkan untuk menerapkan pembelajaran CTL khususnya pada aspek permodelan. Siswa dapat mengonstruksikan sendiri pemahamannya terhadap definisi dan unsur-unsur geguritan berdasarkan contoh. Siswa akan menemukan definisi dan unsur-unsur geguritan atas panduan guru. Siswa juga dapat mendiskusikan hasil temuannya dengan teman sejawat (learning community). Guru dapat mengadakan tanya jawab (questioning) dari temuan-temuan yang sudah didiskusikan sebelumnya. Untuk praktik membacakan geguritan, guru dapat memakai contoh (modelling), baik dirinya sendiri (jika merasa berkompeten) atau orang lain (Sastrawan atau murid yang pernah mendapat kejuaraan). Proses pembelajaran dapat direfleksikan (reflection) secara bersama, antara guru dan murid untuk menemukan bentuk pembelajaran yang lebih cocok. Sedangkan evaluasi, dapat dilakukan melalui penilaian sejawat (peer assessment) maupun penilaian guru secara langsung (authentik assessment).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
51
Effendi
(1997:
5-8)
mengemukakan
bahwa
langkah-langkah
pembelajaran apresiasi puisi secara umum relatif sama. Demikian pula yang disampaikan B. Rahmanto (1988: 48) dan Rusyana (1982: 30) bahwa langkahlangkah pembelajaran apresiasi puisi itu ada enam tahap. Perbedaannya hanya terletak penggunaan istilah saja, sedangkan isi yang dimaksud sama. Adapun enam kegiatan tersebut adalah (1) pelacakan pendahuluan, (2) penentuan sikap praktik, (3) introduksi, (4) penyajian, (5) diskusi, (6) pengukuhan. Adapun penjelasannya sebagai berikut. 1. Pelacakan Pendahuluan Sebelum guru menyajikan pembelajaran geguritan, ia memilih dan mempelajari terlebih dahulu geguritan yang akan diajarkannya. Guru meneliti apakah geguritan tersebut sesuai untuk disajikan di kelasnya. Selanjutnya, guru menentukan bahwa geguritan yang akan dijadikan materi pembelajaran adalah geguritan karya salah satu sastrawan. 2. Penentuan Sikap Praktis Penentuan dilakukan agar pembelajaran yang dilakukan di kelas berjalan lancar. Di dalam penentuan sikap praktis ini termasuk menentukan kegiatan yang akan dilakukan di kelas yaitu geguritan yang disajikan dibacakan lebih dahulu oleh guru
sebagai model atau model
lain
supaya anak-anak mudah
menginterpretasikan dan dapat membaca dengan baik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
52
3. Introduksi Pengantar pengajaran dilakukan untuk mengarahkan perhatian siswa pada materi yang akan dibicarakan. Cara memberikan introduksi ini bermacammacam disesuaikan dengan pengalaman guru. Pengantar jangan terlalu panjang supaya anak tidak bosan. 4. Penyajian Pada langkah keempat inilah saatnya guru/model menggunakan teknik model baca geguritan di depan para siswa. Segala kemampuan dan pengetahuan guru/model dicurahkan dalam pembelajaran ini supaya anak-anak memahami dan memperhatikan penampilan guru/model. Dalam pembacaan geguritan, siswa diberi kesempatan terlebih dahulu agar mereka merasa dihargai. Namun, belum tentu semua siswa dapat melakukannya. Oleh karena itu, tibalah saatnya guru harus membaca geguritan di kelas karena guru merupakan model langsung yang dapat diamati oleh siswa. Guru adalah model yang paling baik, mudah dicontoh oleh para siswa. 5. Diskusi Diskusi dilakukan untuk memecahkan masalah khususnya kesulitan yang dialami oleh para siswa saat akan membaca. Misalnya tentang penjedaan, memahami makna, menghayati isi, dan melatih performansi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
53
Kadoesa and Koppny (2000) dalam Journal of Technology Studies melakukan penelitian t
-Based Cooperative Technical Teacher
meningkatkan pendidikan adalah dengan menggunakan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif menekankan pada kerjasama antarsiswa. Kelas dibagi menjadi kelompok-kelompok belajar, kemudian antarsiswa pada kelompok belajar bekerja sama dalam satu rencana kegiatan pembelajaran. Setiap anggota kelompok diharapkan dapat berpartisipasi aktif dan sportif untuk saling bekerjasama dengan tanggung jawab baik kepada diri sendiri maupun anggota pada satu kelompok. Pembelajaran kooperatif tidak hanya membantu siswa dalam memahami dan menerapkan konsep-konsep, tetapi juga membantu peserta didik menumbuhkan kerja sama, berpikir kritis, kemampuan membantu teman sekelompok, dan sebagainya. 6. Pengukuhan Dalam pengukuhan ini yang paling pokok adalah ditegaskan bahwa pembelajaran membaca geguritan dengan teknik model membuat siswa lebih tertarik, termotivasi, tidak merasa bosan dan senang melakukan sehingga terjadi perubahan perilaku pada diri anak. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dideskripsikan tentang penerapan teknik pemodelan dalam membaca geguritan. 1. guru mencatat hal-hal penting dalam pembacaan geguritan, 2. guru menjelaskan hal-hal yang harus diperhatikan ketika membaca geguritan,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
54
3. guru membagikan geguritan kepada murid yang sebelumnya sudah melewati seleksi, 4. siswa mengamati, mendengarkan, dan memahami geguritan yang dibaca oleh model dengan memberikan anotasi, dan 5. siswa berdiskusi dengan kelompok dan mendapat tugas untuk membaca berulang-ulang, memberi jeda, menghayati isi, serta berlatih performansi seperti yang dilakukan oleh model. c. Keuntungan Pembelajaran Membaca Geguritan Teknik Pemodelan Ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dengan mengamati model yang disajikan antara lain sebagai berikut. 1. kegiatan pembelajaran lebih menarik dan tidak membosankan bahkan antusias anak dalam kegiatan pembelajaran ini terlihat sangat ambisi, 2. kegiatan pembelajaran lebih bermakna, karena para siswa dapat menerima dengan senang hati, 3. bahan bacaan yang dipelajari terarah pada geguritan-geguritan yang nilai sastranya tinggi sehingga banyak nilai moral yang dapat dicontoh oleh para siswa, dan 4. siswa lebih paham secara konkret tentang intonasi, ekspresi, lafal, serta gerak tubuh pada saat membaca geguritan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
55
d. Kelemahan Pembelajaran Membaca Geguritan dengan Teknik Pemodelan Setiap kegiatan pembelajaran pastilah tidak ada yang sempurna, tentu ada kekurangannya meskipun relatif kecil. Hal ini juga terjadi pada pembelajaran baca geguritan dengan teknik model, antara lain. 1. para guru enggan untuk memberikan contoh sesuai dengan interpretasi geguritan yang dibaca. Mereka lebih mempercayakan kepada para siswa untuk membaca sendiri sesuai dengan kemampuannya, 2. sebagian para siswa bersuara seperti contoh guru atau suara pengarang terkenal baik mengenai aksentuasinya, warna suaranya, maupun ekspresi
3. kali pertama guru mencontohkan dengan cara yang benar, justru para siswa tertawa terus seolah-olah apa yang dibaca oleh guru atau sikap guru merupakan lelucon. 4. Hakikat Aktivitas Belajar a. Pengertian Aktivitas Belajar bukanlah menghafal sejumlah fakta atau informasi. Belajar adalah berbuat; memperoleh pengalaman tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Karena itu, strategi pembelajaran harus dapat mendorong aktivitas siswa. Aktivitas tidak dimaksudkan terbatas pada aktivitas fisik, akan tetapi juga meliputi aktivitas yang bersifat psikis seperti aktivitas mental (Wina Sanjaya, 2008: 132). Menurut Anton M. Mulyono (2001: 26), aktivitas artinya kegiatan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
56
atau keaktifan, jadi segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun nonfisik, merupakan aktivitas. b. Jenis-jenis Aktivitas Belajar Paul D. Dierich (dalam Oemar Hamalik, 2001: 172) mengklasifikasikan aktifitas belajar atas delapan kelompok, sebagai berikut. 1. Kegiatan-kegiatan Visual Membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja dan bermain, 2. Kegiatan Lisan Mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan
pertanyaan,
memberi
saran,
mengemukakan
pendapat,
wawancara, diskusi, dan interupsi, 3. Kegiatan-kegiatan Mendengarkan Mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan, dan mendengarkan radio, 4. Kegiatan-kegiatan Menulis Menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan kopi, membuat rangkuman, mengerjakan tes, dan mengisi angket, 5. Kegiatan-kegiatan Menggambar Menggambar, membuat grafik, chart, diagram, peta, dan pola,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
57
6. Kegiatan-kegiatan Metrik Melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, menari dan berkebun, 7. Kegiatan-kegiatan Mental Merenung, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor, melihat hubungan-hubungan dan membuat keputusan, dan 8. Kegiatan-kegiatan Emosional Minat, membedakan, berani, dan tenang, dan lain-lain. c. Pengertian Aktivitas Belajar Oemar Hamalik (2001: 28) menyatakan, bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Aspek tingkah laku tersebut adalah pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti dan sikap. Jika seseorang telah belajar maka akan terlihat terjadinya perubahan pada salah satu atau beberapa aspek tingkah laku tersebut. Dari uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa belajar terjadi dua proses yaitu: (1) perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang sedang belajar; (2) interaksi dengan lingkungannya, baik berupa pribadi, fakta, dan sebagainya. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aktifitas belajar adalah segala kegiatan yang dilakukan dalam proses interaksi (guru dan siswa) dalam rangka mencapai tujuan belajar. Aktivitas yang dimaksudkan penekanannya adalah siswa, sebab dengan adanya aktivitas siswa dalam proses pembelajaran terciptalah situasi belajar aktif, seperti yang dikemukakan oleh Rochman Natawijaya (dalam Depdiknas, 2005:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
58
31), belajar aktif adalah suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental, intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif, dan spikomotor. d. Indikator Keaktifan Belajar Siswa Aktivitas sangat diperlukan dalam belajar, karena pada prinsipnya belajar adalah berbuat untuk mengubah tingkah laku. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996: 17), aktivitas berarti keaktivan, kegiatan atau kesibukan. Dalam kegiatan belajar mengajar, aktivitas yang dimaksud adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental. Keduanya harus selalu terkait ( Nasution, 1995: 89). Pendapat yang dikemukakan oleh Montessori dalam Sardiman A.M (1994: 95) menegaskan bahwa anak-anak memiliki tenaga untuk berkembang diri. Pendidik akan berperan sebagai pembimbing dan mengamati bagaimana perkembangan anak didiknya. Pernyataan Montessori tersebut memberikan petunjuk bahwa yang lebih banyak melakukan aktivitas didalam pembentukan diri anak adalah anak itu sendiri, sedang pendidik hanya memberikan bimbingan dan merencanakan segala kegiatan yang akan diperbuat oleh anak didik. Pendapat lain yang dikemukakan oleh Rousseau dalam Sardiman A.M (1994: 95) memberikan penjelasan bahwa dalam kegiatan belajar mengajar pengetahuan harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman sendiri, penyelidikan sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri baik secara rohani
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
59
maupun teknis. Hal ini menunjukkan bahwa setiap orang yang bekerja harus aktif sendiri, tanpa adanya aktivitas maka proses belajar tidak mungkin terjadi. Dari beberapa pendapat diperoleh kesimpulan bahwa aktivitas belajar siswa adalah kegiatan belajar yang dilakukan siswa dengan cara mengamati sendiri, pengalaman sendiri, menyelidiki sendiri dan bekerja secara aktif dengan fasilitas yang diciptakan sendiri untuk berkembang sendiri dengan membimbing dan pengamatan dari guru. Dalam mengajar guru hendaknya jangan aktif sendiri, tetapi guru harus memberi kesempatan kepada siswa agar turut mengambil bagian yang aktif dalam proses belajar mengajar. Guru harus berusaha membangkitkan aktivitas siswa dalam menerima pelajaran baik aktivitas jasmani maupun rohani. Aktivitas jasmani meliputi: melakukan percobaan dan lain-lain, sedangkan aktivitas rohani meliputi memecahkan persoalan, mengambil keputusan dan lain-lain. Untuk membangkitkan keaktivan rohani, guru perlu: (1) mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan membimbing diskusi kepada murid-murid; (2) memberi tugas-tugas untuk memecahkan masalah; (3) menyelenggarakan berbagai percobaan dengan menyimpulkan keterangan, memberikan pendapat dan sebagainya. Berikut ini merupakan prinsip-prinsip aktivitas belajar dari sudut pandang dari ilmu jiwa dibagi menjadi dua pandangan yaitu :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
60
1) Menurut Pandangan Ilmu Jiwa Lama Dalam proses belajar mengajar senantiasa mendominasi kegiatan. Dimana guru aktif dan segala inisiatif dari guru tetapi siswa terlalu pasif. Aktivitas siswa terbatas pada mendengarkan, mencatat dan menjawab jika ditanya guru. Dalam hal ini, siswa bekerja atas perintah guru dan berpikir menurut yang digariskan oleh guru. Pada proses belajar mengajar ini tidak mendorong anak didik untuk berfikir dan beraktivitas, sehingga tidak sesuai dengan hakikat pribadi anak didik sebagai subjek belajar. 2) Menurut Pandangan Ilmu Jiwa Modern Aliran jiwa yang tergolong modern akan menerjemahkan jiwa manusia itu sebagai sesuatu yang dinamis, memiliki potensi dan energi sendiri, sehingga secara alami anak didik itu juga bisa aktif. Karena adanya motivasi dan dorongan oleh macam-macam kebutuhan. Anak didik dipandang mempunyai potensi untuk berkembang. Tugas pendidik adalah membimbing dan menyediakan kondisi agar anak didik dapat mengembangkan bakat dan potensinya. Dalam hal ini anaklah yang beraktivitas, berbuat dan aktif sendiri. Aktivitas belajar siswa tidak cukup hanya mendengarkan dan memcatat saja. Banyak jenis aktivitas yang dapat dilakukan oleh siswa di sekolah. Paul B. Diedrich dalam Sardiman A.M (1994: 99) membuat suatu daftar aktivitas belajar yang dapat digolongkan sebagai berikut: a) Visual activities ( aktivitas sosial), yang termasuk didalamnya misalnya : membaca, memperhatikan gambar, demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain. b) Oral activities ( aktivitas lisan),
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
61
seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi. c) listening activities ( aktivitas mendengarkan), sebagai contoh, mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato. d) Writing activities ( aktivitas menulis), seperti misalnya: menulis cerita, karangan laporan, angket, menyalin. e) Drawing activities ( aktivitas menggambar), misalnya ; menggambar, membuat grafik, peta diagram. f) Motor activities (aktivitas gerak) yang termasuk didalamnya antara lain : melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi bermain, berkebun, beternak. g) Mental activities (aktivitas mental), sebagai contoh misalnya menanggap, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan. h) Emotional activities ( aktivitas emosi), seperti misalnya : menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup. Dengan klasifikasi aktivitas seperti yang diuraikan di atas, menunjukkan bahwa aktivitas di sekolah bermacam-macxam. Kalau berbagai macam kegiatan tersebut dapat diciptakan di sekolah, tentu sekolah-sekolah itu akan dinamis, tidak membosankan dan benar-benar menjadi pusat aktivitas belajar yang maksimal. Dari uraian tersebut, disimpulkan indikator keaktifan belajar siswa dalam pembelajaran membaca geguritan dengan teknik pemodelan. Indikator tersebut diharapkan mampu mengukur tingkat keaktivan siswa dalam pembelajaran membaca indah geguritan. Ada empat indikator keaktivan belajar siswa, yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
62
dinilai dengan empat skor. Skor 1 didapat bila siswa hasilnya kurang, skor 2 cukup, skor 3 baik, dan skor 4 sangat baik dinilai dari indikator tersebut. Keaktivan siswa dapat dilihat dari, yakni aktif (1) mencatat penjelasan guru; (2) memperbaiki respon terhadap apresiasi guru; (3) memperhatikan model; (4) mengajukan pertanyaan / tanggapan dalam diskusi; dan (5) kesediaaan membaca indah geguritan. B.
Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian ilmiah tentang pembelajaran apresiasi sastra diungkapkan oleh Sebesta dan Sylvia (2002:110-118) dalam jurnal ilmiah Language Arts. Hasil penelitian
ini
mengatakan
bahwa
pengintegrasian
karya
pembelajaran bahasa dapat meningkatkan minat anak membaca
sastra
dalam
185 % pada
umur 7-10 tahun dan 178 % pada umur 11-12. Dari hasil temuan tersebut dapat diketahui bahwa pengkajian karya sastra dapat dilakukan sejak murid menduduki sekolah dasar, bahkan menghasilkan peningkatan minat baca, yang selanjutnya dapat meningkatkan keterampilan membaca. Peneliti lain mengungkapkan bahwa membangun pembelajaran bahasa yang menyenangkan dan digemari murid dengan memanfaatkan bahan ajar karya sastra, dapat menaikkan minat belajar bahasa murid dua kali lebih besar dibandingkan dengan pembelajaran bahasa yang mengungkapkan bahan ajar yang bukan karya sastra, dan bahan ajar karya sastra dapat meningkatkan pengetahuan bahasa pada anak (Graves, 2001: 262-266)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
63
Prantaningrih dalam tulisannya yang dimuat di Jurnal MORFEMA yang Peningkatan Kemampuan Membaca Puisi dengan Teknik Model pada Sis
menyimpulkan: (1) Kemampuan
membaca puisi yang dimiliki oleh siswa kelas 3 IPA1 SMA 2 Semarang meningkat lebih bagus setelah mengikuti pembelajaran dengan teknik model. (2) Banyak siswa yang berminat baca puisi bahkan sangat antusias ketika disajikan beberapa contoh dengan teknik model maupun rekaman kaset. (3) Setelah menggunakan teknik model, siswa merasa terpacu, tertarik, dan merasa lebih mudah, serta merasa senang dengan pembelajaran ini. Sri Purwaningtya
Pengaruh Pendekatan
Kontekstual (CTL) terhadap Keterampilan Menulis Deskripsi Ditinjau dari
hasilnya jika dibandingkan dengan pendekatan konvensional, jika siswa memiliki motivasi belajar tinggi maupun pada siswa yang memiliki motivasi belajar rendah. Wati Istant
Penerapan Modelling untuk
Meningkatkan Kemampuan Membaca Puisi (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas VII-F di SMP N I Mojolaban) menyimpulkan sebagai berikut: (1) Penerapan modelling dalam pembelajaran membaca puisi terbukti dapat meningkatkan kemampuan membaca puisi pada siswa kelas VII-F SMP Negeri I Mojolaban. (2) Dengan menerapkan modelling, siswa lebih antusias mengikuti pembelajaran membaca puisi. (3) Guru dapat mengondisikan siswa untuk aktif
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
64
mengikuti pembelajaran sehingga hasil pembelajaran bahasa Indonesia khususnya pembelajaran membaca puisi dapat dicapai dengan optimal. Perbedaan hasil-hasil penelitian tersebut di atas dengan penelitian tesis ini terletak pada kajian materi barupa geguritan (puisi bahasa Jawa) yang dibangun dari dua segi intrinsik dan ekstrinsik, walaupun bahasa yang digunakan adalah bahasa sehari-hari siswa (bahasa ibu), memerlukan pemahaman yang cermat, termasuk didalamnya kecermatan pemakaian kosa kata dari ragam dialek bahasa Jawa yang berbeda-beda. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
langsung yaitu guru, siswa yang memperoleh kejuaraan membaca
geguritan, sastrawan bahasa jawa dan model tidak langsung berupa vidio seorang sastrawan bahasa Jawa dan vidio kejuaraan siswa membaca geguritan, hal ini dapat meningkatkan ketercapaian keberhasilan pembelajaran membaca geguritan lebih maksimal karena teknik membaca geguritan sesuai dengan imajinasi model. Adapun persamaannya adalah sama-sama pemodelan apresiasi sastra dan sama-sama meningkatkan keaktivan belajar membaca indah puisi sehingga kemampuan membaca indah puisi lebih baik. C. Kerangka Berpikir
Kemampuan siswa dalam membaca geguritan sangat rendah/kurang. Hal itu terlihat dari pembacaan geguritan yang kurang dalam hal ekspresi, intonasi, vokal. Kekurangberhasilan tersebut disebabkan oleh metode yang dipergunakan oleh guru yang kurang tepat. Yaitu guru hanya memberikan teori bagaimana
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
65
membaca geguritan yang baik tanpa diberi contoh langsung. Hal ini menyebabkan siswa hanya mereka-reka sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Model langsung dari guru akan lebih membantu bagi anak-anak yang mengalami kesulitan dalam hal membaca geguritan. Dengan melihat contoh yang diberikan oleh guru atau model secara utuh maka anak-anak secara otomatis akan mengikuti contoh guru khususnya bagi anak-anak yang tidak bisa membaca geguritan, mempunyai rasa malu, mempunyai jiwa penakut, semua akan teratasi melalui model guru secara langsung dan model dari sastrawan melalui audio visual secara tidak langsung. Dalam menerapkan teknik model, guru tidak boleh membelenggu pengalaman anak, artinya guru tetap memberi kesempatan kepada mereka yang berbakat membaca geguritan dengan kemampuan anak. Ini berarti model guru diberikan setelah anak-anak yang suka membaca geguritan tampil dan terlihat sudah tidak ada lagi yang membaca barulah guru tampil sebagai model. Setelah siswa melihat, merasakan, meresapi, dan menikmati sendiri secara langsung dari model guru dan sastrawan melalui audio visual, maka dapat dirasakan akhirnya mereka akan mencintai terhadap pembelajaran geguritan. Hal itu tampak pada antusias mereka ketika menerima pelajaran membaca geguritan. Lebih jelasnya dapat dilihat dari gambar berikut ini:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
66
SEBELUM TINDAKAN Guru mengajar secara konvensional Peran siswa hanya sebagai objek Guru kurang maksimal menjadi model Siswa kurang aktif dalam pembelajaran Hasil kemampuan membaca geguritan siswa rendah
PERENCANAAN
PELAKSANAAN
Penerapan CTL pada Aspek Pemodelan
REFLEKSI
PENGAMATAN
SETELAH TINDAKAN - KBM berlangsung hidup - Siswa tertarik mengikuti pembelajaran - Keaktifan dalam pembelajaran meningkat - Kemampuan membaca geguritan meningkat
Gambar 2.1. Kerangka Berpikir
D. Hipotesis Tindakan Sejalan dengan kajian teori, kerangka berpikir yang telah dipaparkan, hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah: 1. Penerapan pemodelan dapat meningkatkan keaktifan pembelajaran membaca indah geguritan. 2. Penerapan pemodelan dapat meningkatkan kemampuan membaca indah geguritan siswa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 3 Karanganyar Kabupaten Kebumen. Sekolah ini merupakan salah satu SMP yang letaknya di dalam kota tepatnya di jalan Kesatuan No. 1 Karanganyar Kabupaten Kebumen. SMP Negeri 3
Karanganyar
berada
di wilayah
Kelurahan
Karanganyar
Kecamatan
Karanganyar Kabupaten Kebumen. SMP Negeri 3 Karanganyar Kabupaten Kebumen berdiri pada tahun 1951 dengan nama Sekolah Rakyat (SR). Kemudian tahun 1970 diganti namanya menjadi Sekolah Teknik (ST). Tahun 1976 berubah namanya menjadi SMP Integrasi, yang memiliki kelas sebanyak sembilan. Setelah selang tiga tahun, tepatnya tahun 1979, sekolah ini berubah lagi menjadi SMP Negeri 3 Karanganyar Kabupaten Kebumen sampai sekarang. Luas wilayah SMP Negeri 3 Karanganyar Kabupaten Kebumen 3.984 m2. Tepat di depan sekolah, dilewati rel kereta api. Hal tersebut mengakibatkan polusi suara sehingga guru sering menghentikan ceramah saat kereta api lewat. Jumlah karyawan PNS sepuluh orang, dan PTT sebanyak tiga. Sedangkan jumlah guru PNS ada tiga puluh dua, dan GTT ada empat orang. Jumlah siswa sekolah ini ada 723, yang terdiri atas 381 siswa putra dan 342 siswa putri dengan jumlah kelas sebanyak 21.
commit to user 67
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
68
SMP Negeri 3 Karanganyar Kabupaten Kebumen memiliki satu ruangan perpustakaan, satu ruang TU dan satu ruang kepala sekolah. Ruang guru dan ruang urusan menjadi satu. Ruangan ini agak luas karena awalnya dua kelas dijadikan satu. Ada mushala, kopsis, satu ruang laboratorium IPA dan satu ruang komputer . Adapun kelas yang dipakai untuk PTK adalah kelas VII A. Pada tahun pelajaran 2012/2013, kelas ini berjumlah 32 siswa yang terdiri dari 18 siswa putri dan 14 siswa putra. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada semester satu tahun pelajaran 2012/2013. Penelitian dimulai dari bulan Agustus 2012 sampai dengan bulan Januari 2013. Pada pertengahan September hingga akhir Desember peneliti mulai aktif di lapangan/ di sekolah. Secara rinci kegiatan ini disusun
dalam
jadwal kegiatan di bawah ini.
Tabel 3.1. Jadwal Kegiatan Penelitian
N Kegiatan o Penelitian
Agustus
September
Oktober
Nopember
Desember
Januari
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penyusuna 1 n proposal penelitian Perizinan 2 kepala sekolah Observasi dan 3 wawancar a
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
69
Pelaksana an 4 Penelitian siklus I Pelaksana an 5 penelitian siklus II Pelaksana an 6 penelitian siklus III Penyusuna 7 n Laporan penelitian
B. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode Classroom Action Research yang disingkat CAR atau penelitian Tindakan Kelas (PTK). CAR atau PTK merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama (Suharsimi Arikunto, Suhardjono, dan Supardi, 2006: 3). Rochiati Wiriaatmadja (2005: 66) berpendapat , bahwa penelitian tindakan kelas adalah bagaimana sekelompok guru dapat mengorganisasikan kondisi praktek pembelajaran mereka, dan belajar dari pengalaman mereka sendiri. Penelitian Tindakan Kelas ini diterapkan di kelas karena menawarkan
cara
dan
prosedur
baru
untuk
memperbaiki
dan
meningkatkan profesional guru dalam proses belajar mengajar di kelas dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
70
melihat berbagai indikator keberhasilan proses dan hasil pembelajaran yang terjadi pada siswa. Siklus action research dalam penelitian tindakan kelas ini dapat divisualisasikan sebagai berikut:
planning
reflecting
planning
acting
reflecting
observing
acting
observing
Gambar 3.1. Model Siklus Penelitian Tindakan Kelas Pada hakikatnya model ini berupa perangkat-perangkat atau untaianuntaian dengan satu perangkat terdiri dari empat komponen, yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Keempat komponen yang berupa untaian tersebut dipandang sebagai satu siklus. Oleh karena itu, pengertian siklus pada kesempatan ini adalah suatu putaran kegiatan yang terdiri dari perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Pada gambar di atas tampak bahwa di dalamnya terdiri dari dua perangkat komponen yang dapat dikatakan sebagai dua siklus. Untuk pelaksanaan sesungguhnya jumlah siklus sangat bergantung pada permasalahan yang perlu dipecahkan. Apabila permasalahan terkait dengan materi dan tujuan pembelajaran dengan sendirinya jumlah siklus untuk setiap mata pelajaran tidak hanya terdiri dari dua siklus, tetapi jauh lebih banyak dari itu, barang kali lima atau enam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
71
siklus. Dalam penelitian ini dilakukan atas dua siklus. Dengan dua siklus dimungkinkan dapat meningkatkan kemampuan membaca geguritan pada diri siswa. Adapun manfaat yang dapat diperoleh guru dengan pendekatan PTK adalah guru dapat melakukan inovasi pembelajaran; guru dapat meningkatkan kemampuan refleksinya dan mampu memecahkan permasalahan pembelajaran yang muncul di kelasnya; dan dapat mengembangkan kurikulum secara kreatif. C. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII A SMP Negeri 3 Karanganyar Kabupaten Kebumen dan guru mata pelajaran bahasa Jawa. Siswa yang menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas VII A, sementara guru mata pelajaran bahasa Jawa adalah Ibu Agatha Respha Fabiola, S.Pd sekaligus sebagai kolaborator (selanjutnya disingkat dengan Arf). Seperti telah dijelaskan di atas, penelitian ini bersifat kolaboratif yang melibatkan guru mata pelajaran bahasa Jawa kelas VII A (Arf) dan siswa kelas VII A dengan pertimbangan mereka mewakili ciri umum kelas yang diteliti dan peneliti (sebagai orang yang berkecimpung dalam pembelajaran bahasa Jawa). Karakteristik yang tampak pada kelas ini adalah anak-anaknya cukup kreatif dan antusias dalam proses belajar mengajar. Sehingga dalam memberikan pengarahan pada saat pembelajaran tidak sulit, bergantung pada metode yang guru terapkan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
72
D. Data dan Sumber Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah peristiwa dan informasi tentang kemampuan membaca geguritan yang berupa penilaian tes unjuk kerja / performance dan hasil pengamatan proses pembelajaran yang berkaitan dengan keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran membaca geguritan setelah diterapkan CTL khususnya pada aspek pemodelan. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a.
informan atau nara sumber, yaitu guru mata pelajaran bahasa Jawa VII A yang bernama Agatha Respha Fabiola (Arf) yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran membaca geguritan dengan menerapkan CTL pada aspek pemodelan,
b. peristiwa atau kegiatan, yaitu proses pembelajaran membaca geguritan dengan menerapkan CTL pada aspek pemodelan yang diajar oleh guru Arf, dan c. dokumen dan arsip, yaitu informasi tertulis yang berupa kurikulum, silabus pembelajaran, rencana pembelajaran yang dibuat oleh guru Arf, dan buku penilaian. E. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan: 1) pengamatan; 2) wawancara; 3) tes; dan 4) angket.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
73
1.
Pengamatan Pengamatan adalah bagian kritis dari perkembangan kemampuan dan ada
pertumbuhan penelitian yang mendukung praktik guru dan teman sejawat yang ditujukan untuk perkembangan guru (Anderfont, Arkdarksbale dan Hipe) 2005; Mabstn dan Cassiby 2005 dalam Myers 2012 hal. 94. Pengamatan dalam penelitian ini dilaksanakan terhadap kegiatan pembelajaran membaca geguritan, sebelum diberi tindakan dan selama diberi tindakan dalam bentuk siklus-siklus. Pengamatan ini dilakukan dengan berperan serta secara pasif. Peneliti hadir di dalam kelas tetapi tidak mengambil bagian dan tidak berkomunikasi dengan guru dan siswa pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Peneliti mengambil tempat di bagian belakang tempat duduk seraya melaksanakan pengamatan dan membuat catatan-catatan terhadap proses, hasil, dan kondisi penerapan CTL pada aspek pemodelan. Pengamatan ditujukan pula kepada pelaku proses, yakni guru bahasa Jawa. Pengamatan terhadap guru difokuskan pada kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup dalam proses pembelajaran membaca geguritan dengan penerapan CTL pada aspek pemodelan. 2. Wawancara Wawancara dilakukan oleh peneliti dengan guru Arf. Tujuannya adalah untuk memperoleh informasi tentang pemahamannya terhadap pendekatan kontekstual, penerapannya dalam pembelajaran membaca geguritan serta faktorfaktor yang menghambat penerapan pendekatan kontekstual. Wawancara dalam penelitian ini dilakukan dengan tidak terstr
commit to user
open-
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
74
ended
-
hal yang sangat bermanfaat bagi peneliti. Wawancara juga bertujuan untuk menggali data yang berkenaan dengan aspek-aspek pembelajaran, penentuan tindakan, dan respon yang timbul sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan. Di samping itu juga untuk menggali informasi dari guru pada saat merefleksikan hasil di setiap siklusnya. 3. Tes Kemampuan membaca geguritan siswa diukur melalui tes unjuk kerja/ performance. Tes tersebut digunakan untuk mengetahui perkembangan atau keberhasilan pelaksanaan tindakan yaitu kemampuan membaca geguritan siswa. Tes membaca geguritan pada awal kegiatan penelitian untuk mengidentifikasikan kekurangan atau kelemahan siswa dalam membaca geguritan dan tes di setiap akhir siklus bertujuan untuk mengetahui peningkatan mutu hasil kemampuan membaca geguritan siswa. 4. Angket Angket berisi daftar pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa dengan yang berisi tentang pernyataan aktivitas siswa ketika membaca geguritan. F. Uji Validitas Data Sebelum informasi dijadikan data penelitian, informasi tersebut perlu diuji
validitasnya
sehingga
data
yang
diperoleh
benar-benar
dapat
dipertanggungjawabkan dan dapat dipergunakan sebagai dasar yang kuat untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
75
mengambil kesimpulan. Teknik validitas data yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi dan teknik review informan. Triangulasi adalah teknik uji validitas data dengan memanfaatkan sarana di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data itu. Triangulasi yang digunakan adalah triangulasi sumber data dan triangulasi metode pengumpulan data. Triangulasi sumber data adalah menggali data yang sejenis dari berbagai sumber data. Sedangkan triangulasi metode pengumpulan data adalah menggali data yang sama dengan menggunakan metode yang berbeda. Triangulasi berfungsi untuk membandingkan dan mengecek kembali derajat kepercayaan suatu informasi yang telah diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda. Misalnya data tentang kesulitan guru dalam pembelajaran membaca geguritan di kelas dan faktor-faktor penyebabnya. Peneliti melakukan hal-hal sebagai berikut: (1) memberikan tes unjuk kerja dan selanjutnya menganalisis kekurangan siswa pada saat membaca geguritan, dan (2) melakukan wawancara dengan guru untuk mengetahui pandangan guru tentang hambatan-hambatan yang dialami siswa dalam membaca geguritan. Teknik review informan yaitu mengkonfirmasikan data atau interpretasi temuan kepada informan pokok sehingga diperoleh kesepakatan pokok antara informan dan peneliti tentang data atau interpretasi temuan itu. Dengan cara itu, penafsiran sepihak dari peneliti terhadap suatu informasi dapat dihindari.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
76
G. Teknik Analisis Data Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis kritis dan deskriptif komparatif, dengan mendeskripsikan temuan-temuan data dan membandingkannya dengan indikator-indikator kinerja yang sudah ditentukan. Teknik analisis kritis yang dimaksud dalam penelitian ini mencakup kegiatan mengungkap kelemahan dan kelebihan siswa dan guru dalam proses belajar mengajar berdasarkan kriteria. Hasil analisis kritis tersebut dijadikan dasar dalam penyusunan perencanaan tindakan untuk tahap berikutnya sesuai dengan siklus yang ada. Berkaitan dengan kemampuan membaca indah geguritan, analisis kritis mencakup hasil pengamatan yang dilakukan saat prasurvai. Hal ini untuk mengetahui kondisi awal mengenai membaca indah geguritan siswa. H. Indikator Kinerja PTK (Penelitian Tindakan Kelas) ini dikatakan berhasil apabila sekurangkurangnya mencapai indikator sebagai berikut: 1. Ada peningkatan 60 % siswa yang aktif dalam pembelajaran membaca indah geguritan siswa kelas VII A SMP Negeri 3 Karanganyar Kabupaten Kebumen, dan 2. Ada peningkatan jumlah siswa kelas VII A yang mempunyai tingkat kemampuan membaca indah geguritan 75 % atau nilai rata-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
77
I. Prosedur Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu: (1) persiapan, (2) pengamatan
awal
terhadap
aktivitas
pembelajaran
membaca
geguritan,
kemampuan membaca geguritan siswa dan kinerja guru, (3) penyusunan rencana tindakan, (4) pelaksanaan atau implementasi tindakan, (5) pengamatan dan evaluasi, dan (6) refleksi. Berikut ini uraian masing-masing tahapan secara garis besar. 1. Tahap Persiapan Pada tahap persiapan penelitian, peneliti menghadap Kepala SMP Negeri 3 Karanganyar Kabupaten Kebumen yang bernama Bapak Suseno Hary Prasetyo, S.Pd., M.Pd. untuk meminta izin penelitian. Selanjutnya peneliti menemui guru bahasa Jawa kelas VII A yang bernama Ibu Agatha Respha Fabiola, S.Pd sekaligus sebagai kolaborator dalam penelitian. Pada tahap ini, peneliti menyamakan persepsi dengan guru (kolaborator) mengenai tujuan Penelitian Tindakan Kelas, karakteristik Penelitian Tindakan Kelas dengan menerapkan CTL pada aspek pemodelan. Termasuk dalam persiapan ini adalah menyusun jadwal penelitian, penyusunan rencana pembelajaran, dan penyusunan evaluasi. 2. Tahap Pengenalan Awal Kemampuan Membaca Geguritan Pada tahap pengenalan awal kemampuan membaca geguritan, peneliti masuk kelas untuk mengamati pelaksanaan pembelajaran membaca geguritan, baik yang dilakukan oleh guru maupun siswa. Untuk mengetahui kinerja guru dalam kegiatan pembelajaran membaca geguritan, dilakukan pengamatan terhadap proses pembelajaran, analisis terhadap rencana pembelajaran, dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
78
wawancara guru maupun siswa. Dari kegiatan tersebut dapat diidentifikasi ketepatan dan kekurangtepatan penerapan CTL pada aspek pemodelan. Selain itu, juga dilakukan pengamatan terhadap siswa pada saat membaca geguritan dan keaktifan siswa dalam belajar membaca geguritan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan siswa dalam membaca geguritan dan keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran membaca geguritan. Sehingga dapat ditemukan tingkat kemampuan dan kesulitan yang dialami oleh siswa. 3. Perencanaan Tindakan Tahap perencanaan tindakan pada penelitian ini, peneliti merencanakan tindakan berdasarkan pengamatan pada prapenelitian (pengenalan awal). Rencana tindakan yang akan dilakukan meliputi butir-butir perbaikan, bentuk kegiatan, waktu, dan tempat pelaksanaan. Butir perbaikan disesuaikan dengan permasalahan yang ditemukan dalam pembelajaran baca geguritan. Bentuk kegiatan berupa diskusi antara peneliti dengan guru, serta pemberian contoh. Waktu dan tempat pelaksanaan kegiatan ditentukan berdasarkan kesepakatan. Rencana tindakan ini dalam bentuk siklus-siklus dan ditentukan dalam tiga siklus. Setiap siklus dilaksanakan selama dua minggu. Pelaksanaan pembelajaran setiap siklus dengan menerapkan prinsip CTL untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi. Prinsip-prinsip dalam penerapan CTL terdiri atas tujuh komponen, yaitu: (1) konstruktivisme, (2) bertanya, (3) menemukan, (4) masyarakat belajar, (5) pemodelan, (6) refleksi, dan (7) penilaian otentik. Dari tujuh komponen itu, yang ditekankan atau mendapatkan perlakuan khusus adalah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
79
pemodelan. Dengan teknik pemodelan diharapkan siswa dapat memahami bagaimana membaca geguritan yang baik dari segi ekspresi, intonasi, pelafalan, serta penampilan. Meskipun melihat model tetapi siswa harus memiliki karakter sendiri dalam membaca geguritan. Dengan tiga siklus dimungkinkan kemampuan membaca geguritan siswa dapat ditingkatkan. 4. Pelaksanaan Tindakan Tindakan dilaksanakan berdasarkan rencana yang telah disusun oleh peneliti dengan guru. Pembelajaran yang akan dilaksanakan dengan menerapkan CTL pada aspek pemodelan. Tindakan ini berupa diskusi, pelatihan, dan pemberian model. Pada saat pelaksanaan pembelajaran baca geguritan, guru akan melaksanakan sesuai dengan yang telah direncanakan bersama peneliti. Rencana itu telah mencerminkan prinsip-prinsip pembelajaran CTL. Prinsip-prinsip itu antara lain: (1) siswa belajar dalam bentuk kelompok, (2) siswa memperhatikan model yang dibawakan oleh guru, siswa peraih kejuaraan membaca geguritan tingkat kabupaten, sastrawan
Jawa Turiyo Ragilputra, S.Pd, vidio sastrawan
Jawa Turiyo Ragilputra, S.Pd dan vidio siswa peraih kejuaraan membaca geguritan tingkat kabupaten, (3) siswa membahas tentang geguritan yang dibaca oleh model bersama kelompoknya dengan cara memberi tanda jeda (anotasi) dan dilakukan dengan tanya jawab diantara anggota, (4) siswa berhak untuk mendapat penilaian dari hasil pekerjaannya, (5) siswa merefleksi kegiatan yang telah dipelajari hari itu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
80
5. Pengamatan dan Evaluasi Pada tahap pengamatan penelitian ini lebih difokuskan pada keaktifan dalam pembelajaran membaca geguritan dan unjuk keras/performansi pada saat membaca geguritan. Pengamatan dilakukan dengan mengambil tempat duduk paling belakang dan memantau terhadap proses pembelajaran yang dipandu oleh guru. Dalam kaitannya dengan pengamatan, peneliti harus cermat dalam mengamati setiap kegiatan. Kecermatan ini diperlukan untuk menemukan kekurangan dalam setiap langkah pembelajaran khususnya model yang ditampilkan. Kekurangan yang telah ditemukan pada pengamatan tersebut dapat diperbaiki pada siklus selanjutnya. 5. Refleksi Evaluasi dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan selama pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan CTL pada aspek pemodelan. Hasil evaluasi itu dijadikan sebagai masukan untuk merefleksi atas kegiatan yang telah dilaksanakan. Refleksi adalah proses yang komplek yang mana dikenali secara baik untuk memberikan kontribusi pada pemahaman dan pembelajaran yang lebih mendalam ( Lucas dan Fleming 2012 hal.1 ). Dalam refleksi ini, peneliti akan mencari jenis perbaikan yang akan mengatasi kekurangan pada siklus sebelumnya. Selanjutnya bersama guru menyusun rencana pembelajaran pada siklus berikutnya guna mengatasi masalah yang ada.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan dipaparkan: (A)
setting
, (B) deskripsi
hasil penelitian, (C) pembahasan A.
Setting
Pembelajaran geguritan sangat penting diajarkan di kelas VII karena berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 423.5.5.2010 tanggal 27 Januari 2010, yang memuat tentang Kurikulum Mata Pelajaran Muatan Lokal ( Bahasa Jawa) untuk jenjang pendidikan SMP/SMPLB/MTs, dan di dalam KTSP (Kurikulum Tingkat satuan Pendididkan ) memuat standar kompetensi dan kompetensi dasar membaca indah geguritan. Standar kompetensi itu adalah mampu membaca bacaan sastra, nonsastra dalam berbagai teknik membaca, dan bacaan berhuruf Jawa. Dan kompetensi dasar yang harus dicapai pada kelas VII semester gasal adalah membaca indah geguritan dan tembang Durma. Standar kompetensi yang lain juga terdapat pembacaan geguritan yaitu memahami wacana sastra melalui kegiatan membaca geguritan. Sedangkan kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa adalah mampu membaca indah geguritan dengan menggunakan irama, volume suara, mimik, kinestik sesuai dengan isi geguritan. Standar yang terakhir inilah yang dijadikan sebagai objek dalam penelitian ini. Siswa kelas VII A SMP Negeri 3 Karanganyar Kabupaten Kebumen tidak antusias mengikuti pembelajaran geguritan. Karena pembelajaran geguritan tidak menarik baginya. Mereka sangat pasif. Hal ini mempengaruhi aktivitas belajar
commit to user 81
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
82
siswa. Saat pembelajaran geguritan berlangsung, siswa kurang perhatian pada materi pelajaran geguritan yang sedang diajarkan oleh guru. Pelajaran geguritan dianggap tidak penting. Mereka menganggap tidak berbakat membaca geguritan karena merasa suaranya jelek dan tidak bisa berakting di depan teman-temannya. Saat guru mengajar mereka sibuk dengan dunianya sendiri, bermain corat-coret kertas, bercanda dengan teman, mengerjakan tugas pelajaran selain bahasa Jawa, dan suasana kelas tidak terkendali menjadi sedikit gaduh. Kurang aktifnya siswa terhadap pembelajaran membaca geguritan disebabkan oleh beberapa hal, yakni: (1) guru mengajar dengan secara konvensional cenderung banyak menggunakan metode ceramah. Dalam pembelajaran ini yang aktif guru siswa sangat pasif; (2) guru kurang maksimal dalam memberikan contoh, tidak percaya diri, terliahat grogi, kurang ekspresi; (3) guru tidak melakukan penilaian, baik penilaian proses maupun penilaian unjuk kerja (performance); guru kurang kreatif dalam memilih geguritan yang akan dibaca saat pembelajaran berlangsung. Adapun penyebab permasalahan di atas adalah. a) guru menganggap bahwa materi pelajaran geguritan hampir tidak pernah dikeluarkan dalam ujian sekolah, ujian praktik, ulangan semester. Guru mengganggap bahwa membaca geguritan itu hanya sekedar memupuk bakat siswa sehingga tidak terlalu penting untuk diajarkan di kelas. Siswa cukup tahu hal- hal apa saja yang harus diperhatikan membaca geguritan secara teori, b) guru menganggap membaca geguritan hanya penting untuk siswa yang berbakat saja, pembelajaran geguritan diberikan saat akan diadakan lomba
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
83
tingkat kabupaten. Bagi siswa yang berbakat dibina secara khusus melelui kegiatan ekstra kulikuler yang diampu oleh guru tertentu yang ahli membaca geguritan, c) guru merasa tidak peraya diri dan malu saat membaca geguritan di depan kelas karena merasa tidak mampu dan dan tidak terbiasa, d) guru tidak bisa membedakan geguritan kamar dengan geguritan auditorium. menganggap semua geguritan dapat dibaca dengan disuarakan/ ditampilkan dihadapan penonton, e) s guru. Tidak ada siswa yang mau maju atas kemauan sendiri dikarenakan malu, merasa tidak mampu dan malas karena geguritannya tidak menanrik, dan f) siswa kurang bisa memahami geguritan yang dibaca karena tidak mengetahui artinya dalam bahasa sehari-hari. Kemampuan membaca geguritan siswa sangat rendah. Hal ini terlihat pada saat siswa membaca geguritan di depan kelas. Siswa membaca geguritan dengan intonasi monoton tidak memperhatian tinggi-rendah, naik-turun, keraslembut suara hampir tidak ada sehingga tidak menjangkau sampai belakang. Banyak kesalahan pengucapan lafal kata-kata bahasa Jawa yang tidak sesuai dengan kaidah yang benar. Siswa kurang menghayati geguritan yang dibaca karena guru dalam memberikan pembelajaran geguritan tanpa persiapan yang baik. Hal ini tampak saat siswa membaca geguritan belum bisa menampakkan ekspresi sesuai isi geguritan. Beberapa siswa ketika membaca geguritan malu, wajahnya ditutupi takut kalau terlihat temanya. Siswa belum bisa memghayati
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
84
geguritan dengan gerak tubuh, penampilannya kaku masih tertuju pada teks yang dibaca belum beranimenatap ke depan. Adapun penyebab kemampuan membaca geguritan siswa rendah antara lain: (1) siswa kurang tertarik dengan pembelajaran geguritan karena membosankan; (2) siswa kurang memahami isi geguritan yang dibaca; (3) percaya diri siswa kurang; (4) siswa kurang memahami pembacaan geguritan sebagai sebuah pertunjukan yang memperhatikan teknik, gerak tubuh, bloking, serta pandangan mata.
Gambar 4.1. Menghadap kepala sekolah untuk minta izin Penelitian Tindakan Kelas
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
85
Gambar 4.2. Guru mengajar pembelajaran geguritan secara konvensional
Gambar 4.3. Suasana pembelajaran geguritan sebelum tindakan, siswa tampak tidak tertarik dengan pembelajaran geguritan, siswa pasif kurang memperhatikan guru.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
86
Gambar 4.4. Pembacaan geguritan oleh siswa sebelum tindakan, tampak siswa tidak percaya diri dan malu membaca geguritan di depan kelas, muka ditutup dengan kertas
Gambar 4.5. Pembacaan geguritan oleh siswa sebelum tindakan, guru hanya duduk/ kurang aktif memberi motivasi saat siswa maju ke depan membaca geguritan. Dalam penelitian ini lebih memfokuskan pada keaktifan siswa dalam pembelajaran geguritan dan kemampuan membaca indah geguritan siswa meningkat. Keaktifan siswa dalam belajar dapat dilihat dari aktivitas siswa saat memperhatikan pembacaan geguritan oleh model, aktif memberikan respon
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
87
terhadap pembacaan geguritan oleh model, aktif berdiskusi, aktif mencatat penjelasan guru, aktif berlatih membaca indah geguritan. Adapun kemampuan membaca indah geguritan dapat dilihat dari kemampuan dalam menentukan intonasi, penghayatan geguritan lewat ekspresi wajah, kejelasan pengucapan dalam pelafalan, serta penampilan pada saat membaca indah geguritan lewat gerak anggota tubuh, bloking serta pandangan mata. Adapun indikator yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah peningkatan 60% siswa yang aktif dalam pembelajaran membaca indah geguritan, sedangkan kemampuan membaca siswa dapat mencapai target nilai 65 atau lebih dengan rata-rata klasikalnya 75%. Kelebihan menggunakan teknik pemodelan dalam membaca indah geguritan, antara lain: (1) kegiatan pembelajaran lebih menarik dan tidak membosankan, siswa antusias mengikuti karena dengan pemodelan mudah ditangkap dan berusaha berlomba-lomba meniru sebaik penampilan model sesuai kemampuannya; (2) Kegiatan pembelajaran lebih bermakna karena siswa mengikuti dengan perasaan senang tanpa paksaan; (3) Bahan bacaan geguritan yang dipelajari telah dipilih oleh guru yang mempunyai nilai-nilai sastra tinggi sehingga banyak nilai moral yang dapat dicontoh oleh para siswa, bahasanya sederhana mudah dipahami siswa; (4) Siswa lebih mudah memahami dan melihat secara langsung tentang intonasi, lafal, ekspresi serta penampilan seorang pembaca geguritan sehingga siswa dapat dengan mudah mencontohnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
88
B. Deskripsi Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam tiga siklus yang memiliki tahapantahapan, yakni: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi dan evaluasi, dan (4) analisis dan refleksi. Penerapan CTL pada aspek pemodelan dengan tiga siklus, dimungkinkan mampu meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran dan kemampuan membaca geguritan siswa. 1. Siklus Pertama a. Perencanaan Kegiatan perencanaan siklus pertama dilaksanakan pada hari Sabtu , tanggal 15 September 2012 di ruang guru. Pada jam pertama pukul 07.00 WIB kebetulan peneliti dan guru tidak ada jam mengajar, peneliti mendekati guru sambil membawa kursi plastik berbentuk bulat ke arah tempat duduk guru sambil mengucapkan salam. Setelah saling sapa peneliti dan guru melanjutkan diskusi untuk membicarakan persiapan yang akan dilakukan dalam penelitian siklus pertama ini. Dalam wawancara sebelumya guru belum jelas tentang pendekatan pembelajaran dengan CTL dan sedikit pengetahuannya tentang PTK, karena selama ini guru belum pernah membuat PTK. Tindakan pertama yang dilakukan dalam siklus pertama, meliputi peningkatan pemahaman guru tentang Penelitian Tindakan Kelas (PTK), teknik pemodelan, peningkatan aktivitas pembelajaran membaca indah geguritan, dan peningkatan kemampuan membaca indah geguritan siswa. Kemudian peneliti memberikan penjelasan tentang keempat materi tersebut. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menyamakan persepsi antara
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
89
guru dan peneliti untuk memperbaiki kekurangan yang telah ditemukan pada pembelajaran yang selama ini dilaksanakan secara konvensional. Peneliti menjelaskan dahulu kepada guru tentang tujuan PTK, karena guru
selama ini belum paham secara mendalam tujuan diadakan PTK, PTK
bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran khususnya kemampuan membaca indah geguritan. Manfaat yang diperoleh dari penerapan PTK adalah dapat melaksanakan pembaharuan pembelajaran atau membaca indah geguritan yang bisa meningkatkan keaktifan dan kemampuan membaca indah geguritan siswa. Guru dapat mengetahui bagaimana cara memecahkan masalah saat pembelajaran geguritan berlangsung, guru lebih kreatif mengembangkan media pembelajaran, kreatif mengembangkan kurikulum. Siswa dalam menerima pembelajaran dapat meresap dalam hati untuk selalu dikenang. Pada akhirnya guru dalam mengajar akan lebih profesional. Guru belum paham tentang teknik pemodelan, peneliti menjelaskan bahwa guru sendiri harus dapat menjadi model yang baik. Guru harus percaya diri sebagai model di depan siswa, sebab akan memberi motivasi bagi siswa untuk belajar ketika melihat gurunya mempunyai kepandaian dalam mengajarkan materi. Guru tidak hanya ceramah masalah materi yang bersifat teoritis , dengan pemodelan siswa senang dan aktif mengikuti pembelajaran geguritan. Pemberian model di depan siswa harus maksimal, baik Dalam hal intonasi, vokal, pelafalan ekspresi, jeda dan penghayatannya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
90
Untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran geguritan, guru harus melakukan berbagai cara supaya siswa tertarik, terdorong dan terlibat aktif dalam pembelajaran. Yaitu lebih banyak melibatkan siswa supaya aktif misalnya dengan cara Tanya jawab dengan guru, berdiskusi dalam kelompok, mengamati geguritan yang dibaca model dengan menandai dengan anotasi, dan ikut memberi komentar hasil penampilan temannya saat kegiatan belajar-mengajar berlangsung. Dari hasil kesepakatan guru dan peneliti, agar dapat mempermudah langkah-langkah guru dalam mengajar tentang membaca indah geguritan dengan teknik pemodelan, kemudian peneliti bersama guru menyusun rencana yang akan dilaksanakan. Adapan tahapan perencanaan siklus pertama sebagai berikut: 1) Peneliti bersama guru mendiskusikan skenario pembelajaran membaca geguritan, yaitu dengan langkah-langkah sebagai berikut: a) guru membuka pelajaran dengan membuka salam dan mengabsen siswa hari itu, b) guru menyampaikan kompetensi dasar yang akan dipelajari, serta tujuan yang ingin dicapai, c) siswa diajak mencatat hal-hal yang penting dalam membaca geguritan, misalnya tentang pengertian intonasi ekspresi, lafal, jeda (pemberian anotasi), artikulasi, tempo dan lain-lain, d) siswa diajak berdiskusi tentang bagaimana membaca indah geguritan yang baik,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
91
e) guru membagikan tiga buah geguritan kepada siswa dengan judul: 1) Bu Nyai, 2) Ironi Kamardikan, 3) Bibirus, semua geguritan tersebut karya Turiyo Ragilputra, S.Pd seorang sastrawan Jawa dari Kebumen, f) guru memberian penjelasan sekilas tentang geguritan yang akan dibaca, g)
guru memberikan contoh pembacaan geguritan sekaligus sebagai model dengan
menggunakan
intonasi,
ekspresi,
pelafalan,
serta
dengan
menggunakan gerak dan siswa diberi tugas untuk mendengarkan dan mengamati dengan seksama, h)
guru membagi kelompok yang anggotanya 4-5 siswa. Setiap kelompok mendapat tugas untuk berdiskusi membicarakkan geguritan yang telah dibaca oleh model dan mencoba menirunya tentang intonasi, ekspresi, lafal, serta penampilan dengan memberi anotasi (tanda jeda, intonasi, dan tanda tekanan),
i)
siswa bersama kelompoknya berlatih performansi dan disaksikan oleh teman atau sekelompok sebelum mereka tampil ke depan,
j)
guru mengajak siswa untuk membaca indah geguritan tetapi terlebih dahulu mempersilakan kepada siswa yang ingin ke depan tanpa ditunjuk,
k)
siswa diberi kesempatan untuk mengomentari pembacaan geguritan yang dibaca oleh temannya,
l)
selama kegiatan belajar mengajar guru melaksanakan penilaian aktivitas belajar dan unjuk kerja siswa, dan
m) guru dan siswa melakukan refleksi terhadap proses belajar mengajar yang telah dilakukan hari itu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
92
2) Guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk materi membaca indah geguritan dengan menerapkan teknik pemodelan. 3) Peneliti dan guru mendiskusikan model yang akan membaca geguritan di siklus pertama. Akhirnya kesepakatan, pertemuan pertama guru sebagai model dan pertemuan kedua mendatangkan model. Model yang didatangkan adalah siswa kelas IX C SMP Negeri 3 Karanganyar Kabupaten Kebumen bernama Susi Susanti . Siswa tersebut juara tiga membaca geguritan tingkat kabupaten Kebumen pada tahun 2011. 4) Peneliti dan guru mempersiapkan contoh-contoh geguritan yang akan dibaca oleh guru dan model. Sebagai pertimbangan dalam pemilihan geguritan ini adalah geguritan tidak terlalu banyak simbol, tidak sulit untuk ditafsirkan, relatif panjang, bertema sosial, patriotisme, atau kemanusiaan. 5) Peneliti dan guru mempersiapkan instrumen penelitian yaitu format penilaian aktivitas dan unjuk kerja.
Gambar 4.6.
Berdiskusi dengan guru kolaborator untuk membuat perencanaan pada siklus pertama.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
93
b. Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan silus pertama dilaksanakan dua kali pertemuan. Pertemuan pertama pada hari Senin tangal 17 September 2012 dan pertemuan ke dua pada hari Senin 24 September 2012 di ruang kelas VII A. Pada pertemuan pertama dilaksanakan selama 2 x 40 menit, sedangkan pada pertemuan kedua juga dilaksanakan selama 2 x 40 menit. Berdasarkan skenario pembelajaran dan rencana pembelajaran, pertemuan pertama guru sebagai model dan pertemuan kedua mendatangkan model siswa juara III membaca indah geguritan tingkat kabupaten Kebumen tahun 2011. Peneliti melakukan observasi/pengamatan terhadap proses pembelajaran dan melakukan wawancara kepada beberapa siswa setelah pembelajaran berakhir. Pelaksanana tindakan siklus pertama ini, menekankan pada perbaikan dari kekurangan yang ditemukan dalam pembelajaran selama menggunakan pendekatan konvensional. Yaitu perbaikan proses pembelajaran yang berpusat pada siswa, pemanfaatan metode yang bervariasi misalnya dengan pembentukan kelompok belajar, memaksimalkan guru sebagai model dan mendatangkan model serta memberikan penilaian, baik penilaian aktivitas siswa maupun penilaian unjuk kerja (performance) siswa. Jalannya proses pembelajaran selama 2 x 40 menit. Dimulai jam ke- 2-3 atau pukul 07.40 pelaksanaan tindakan kelas dapat digambarkan sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
94
Pukul 07.40 WIB Guru
memulai
pembelajaran
dengan
mengucapkan Semua
salam, serentak
menjawab salam dari guru. Kemudian guru mengabsen siswa, pada hari itu nihil semua siswa masuk. Setelah itu, guru menyampaikan kompetensi dasar yang akan dipelajari beserta dengan tujuan secara lisan.
Pukul 07. 45 WIB Guru kemudian menjelaskan hal-hal penting dalam
membaca
geguritan. Penyampaian ini bersifat diskusi antara guru dengan siswa. Guru berusaha menggali pengetahuan siswa tentang istilah-istilah yang dipakai pada saat membaca indah geguritan. Istilah-istilah itu antara lain: intonasi, ekspresi artikulasi, vokal, jenis-jenis tanda dalam membaca indah geguritan (anotasi), lafal, tempo. Sambil menerangkan guru menuliskan istilah-istilah pokok dalam membaca indah geguritan
melihat tanda-
tanda dalam membaca indah geguritan, karena selama ini belum pernah melihat tanda-tanda tersebut. Sesaat guru mulai menuliskan tanda-tanda membaca indah geguritan di papan tulis, suasana kelas mendadak hening tanpa suara sedikitpun, mungkin siswa belum maksud. Ada salah satu siswa yang bernama Riski Itu tanda-tanda untuk apa Bu geguritan menulis tanda-tanda membaca geguritan di papan tulis, misalnya tanda jeda
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
95
(berhenti sejenak ( / ). Perhentian agak lama ( // ), intonasi yaitu tanda menaik (
) , tanda mendatar
(
), tanda rendah
(
),tanda menurun ( (
) , tanda tinggi (
), sedang
). Ada bebarapa siswa yang masih mengobrol
dengan teman sebangku ketika guru menerangkan. Mereka tidak mencatat sama sekali dan guru tidak segera menegurnya. Guru mulai mencoba berdiskusi dengan siswa pada saat penyampaian materi dan berusaha melibatkan siswa secara aktif dengan cara memberikan beberapa pertanyaan. Hal-hal penting dalam membaca indah geguritan dicoba oleh guru untuk ditanyakan kepada siswa. Bebarapa siswa ada yang bisa menjawab tentang intonasi dan lafal, kemudian guru mengulang-ulang pertanyaan yang sama dan dijawab serentak oleh siswa. Pertanyaan yang lain dijawab sendiri oleh guru karena tidak ada siswa yang menjawab. Kemudian guru menyampaikan hal-hal lain yang harus diperhatikan ketika membaca indah geguritan. Pukul 08. 05 WIB Guru membagikan tiga lembar kertas berisi geguritan dengan judul: 1) Bu Nyai, 2) Ironi Kamardikan, 3) Bibirus, semua geguritan tersebut karya Turiyo Ragilputra, S.Pd seorang sastrawan Jawa dari Kebumen. Siswa disuruh untuk membaca sekilas ketiga geguritan yang sudah dibagikan. Kemudian guru memberikan penjelasan secara garis besar dari masing-masing geguritan. Kemudian, guru mengajak siswa untuk memperhatikan geguritan yang akan dibaca dan siswa disuruh mengamati pembacaan geguritan. Sebelum membaca guru berpesan kepada siswa untuk memperhatikan tentang intonasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
96
ekspresi, lafal serta gerak anggota tubuh dan memperingatkan untuk memberi anotasi sesuai yang dicontohkan guru. Ada anak yang duduk di depan pojok dekat Apa kertas ini boleh diorek-orek dengan Ya , kena diorek-orek nganggo tanda anotasi
Guru mulai memberikan contoh membaca geguritan. Guru membaca indah geguritan
k
grogi karena sempat diulang membaca pada bait pertama dengan intonasi yang berbeda. Intonasi sudah cukup baik, hanya penekanan naik turunnya suara masih kurang, rasa percaya diri belum maksimal. Kekurangannya yang tampak pada model adalah tempo terlalu cepat, sehingga siswa kebingungan mengikuti menyimak bacaan geguritan model, ada beberapa siswa yang bertanya pada tekan ngendi
-lihat kertas milik teman
sebangku. Siswa mengamati model sambil memberi anotasi. Hanya satu dua anak yang sudah bisa memberi tanda anotasi, Nampak masih banyak siswa kebingungan bagaimana cara memberi anotasi pada kertas geguritan, hanya saling tengak-tengok kanan-kiri tidak tahu apa yang harus dikerjakan, kertas geguritan masih bersih belum diberi tanda, bahkan masih ada bebarapa siswa saling senda gurau dengan temannya. Pukul 08.20 WIB Setelah membacakan geguritan guru membentuk kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa. Karena jumlah siswanya 32 dan posisi meja leter
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
97
di 8 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 4 siswa, siswa yang bangkunya di depan tinggal memutarkan kursinya kearah belakang. Guru memberikan tugas kepada setiap,kelompok untuk membicarakan tentang pembacaan geguritan yang dibaca oleh guru. Guru memerintahkan untuk mencocokkan anotasi sesama kelompok. Setelah itu, siswa disuruh memilih salah satu geguritan yang akan dibaca di depan. Sebelumya guru memerintahkan siswa untuk berlatih performanci dihadapan kelompoknya secara bergantian. Setiap kelompok mulai bekerja. Setiap siswa telah memegang kertas geguritan, ada kelompok yang sudah jelas dengan perintah guru, langsung salah salah satu mengatur secara bergilir membacakan geguritan yang lain menyimak dengan memberi anotasi, tetapi ada beberapa kelompok yang masih bingung mereka membaca sendiri-sendiri, bahkan ada dua siswa dalam kelompok yang berbeda membacakan geguritan dengan suara keras, sehingga menarik perhatian siswa seluruh kelas. Ada siswa yang sangat antusias menirukan model, tetapi ditertawakan oleh teman-temannya karena memakai gayannya sendiri yang terlihat lucu. Ada beberapa siswa yang sudah mulai paham memberi anotasi dengan cara sambil bertanya jawab dengan guru. Guru mondar-mandir ke kelompok satu menuju kelompok yang lain untuk menjawab pertanyaan siswa yang mengalami kesulitan memberi tanda anotasi. Siswa mulai paham cara memberi anotasi geguritan secara individu berdasarkan pengetahuan masingmasing dan tidak didiskusikan dalam kelompok. Siswa belum terbiasa dengan model diskusi ada yang antusias tetapi ada juga yang diam tidak tahu apa yang akan dikerjakan hanya menengak-nengok kanan-kiri. Ada salah satu siswa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
98
Bu, memberi tanda jeda paling Ya, tanda jeda kudu nggatekake pemenggalan tembung lan ukara ing geguritan, yen mandhege sedhela cukup tandha ( / ), nanging yen mandhege suwe wenehana tanda( // ), iku uga gumantung cara angggone menghayati geguritan. Dalam berlatih performance terlihat siswa malu-malu karena latihan performance seperti ini belum pernah mereka lakukan, mereka berebut untuk tidak memulai membaca terlebih dahulu. Rata-rata mereka tidak bersedia untuk berlatih dihadapan teman-temannya, Siswa lebih suka membaca sendiri-sendiri. Ada yang terdengar keras, ada yang pelan. Pukul 08.40 WIB Selanjutnya, guru menyuruh siswa untuk mempersiapkan geguritan yang akan dibaca ke depan kelas. Awalnya guru mempersilakan siswa yang bersedia tampil. Tetapi setelah ditunggu-tunggu tidak ada yang mau tampil, akhirnya guru menunjuk salah satu siswa ke depan untuk membacakan salah satu geguritan
anak yang
dipanggil dengan malu-malu maju ke depan membacakan geguritan dengan judul tetapi intonasinya masih mendatar dan ekspresinya belum tampak. Guru memuji dengan memberi tepuk tangan diikuti siswa satu kelas. Guru mempersilakan lain untuk maju, tetapi tidak ada yang mau tampil ke depan.
a
terdiam, beberapa siswa puteri menunjuk Ramadani supaya tampil ke depan. Akhirnya Ramadani bersedia tampil. Ramadani membacakan geguritan dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
99
vokal keras sambil tersenyum belum bisa menghayati geguritan yang dibaca, tetapi intonasi sudah cukup bagus. Setelah tiga siswa tampil membaca indah geguritan, guru memberi komentar tentang kemampuan mereka. Guru memuji salah satu siswa yaitu Ramadani karena intonasi dan vokalnya bagus. Kemudian guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengomentari pembacaan geguritan temannya. Semua terdiam tidak ada yang mau menjawab, guru kemudian menunjuk salah satu anak yang bernama Cici Agustina. Anak yang Bacaannya yang paling bagus Ramadani Bu, kalau mbak Dewi suarany
Guru
mengapresiasi keberanian Cici Agustina memberi jawaban dengan acungan jempol. Guru memberi masukan dan menyimpulkan jawaban siswa. Hal ini bertujuan supaya pembacaan geguritan berikutnya tampil lebih bagus. Karena waktu terbatas tidak semua siswa yang sudah maju dikomentari guru. Dari 13 siswa yang tampil, hanya ada 2 siswa yang sudah cukup baik. Yang lain belum ada kemajuan dibandingkan dengan pratindakan. Pembacaan geguritan siswa rata-rata masih rendah, rata-rata tidak percaya diri saat tampil. Intonasi masih datar. Temponya terlalu cepat seperti membaca bacaan prosa, terkesan terburu-buru untuk menyelesaikan bacaan geguritan. Sikap berdiri kaku seperti orang berbaris, belum beranjak sedikitpun dari sikap semula. Tangan memegang kertas diletakkan tepat didepan mukanya hingga akhir pembacaan geguritan. Guru terfokus mengomentari intonasi, vokal. Penghayatan belum dikomentari oleh guru, seperti sikap berdiri, cara memegang kertas geguritan dan ekpresi wajah. Padahal penampilan/gerak sangat penting. Karena penghayatan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
100
akan muncul dengan sendirinya apabila siswa benar-benar menghayati geguritan yang dibaca. Raut wajah, arah gerakan kelopak mata akan terlihat sesuai penghayatan siswa. Pukul 08. 55 Guru menutup pembelajaran hari itu dan yang belum tampil dilanjutkan hari Senin depan serta berjanji akan memperkenalkan model yang akan membaca indah geguritan, guru akan menyiapkan hadiah untuk siswa yang pembacaan geguritannya paling baik.
Gambar 4.7. Model ( guru ) pembacaan geguritan siklus pertama, guru memberi contoh membaca indah geguritan yang baik dengan memperhatikan ekspresi, intonasi, lafal dan penghayatan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
101
Gambar 4.8. Siswa memberi anotasi saat geguritan dibacakan model siklus Pertama, saat guru membacakan geguritan siswa memperhatikan sambil memberi tanda anotasi pada geguritan masing-masing.
Gambar 4.9.
Siswa berlatih performance dalam kelompok pada siklus pertama, siswa membentuk kelompok 4-5 siswa, secara bergantian berlatih performansi, siswa lain memperhatikan dan memberi tanda anotasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
102
Gambar 4.10.
Gambar 4.11.
Penampilan pembacaan geguritan oleh siswa pada siklus pertama, siswa tampil di depan kelas membacakan geguritan, ekspresi belum optimal.
Penampilan pembacaan geguritan oleh siswa pada siklus pertama lafal dan intonasi cukup baik tetapi ekspresi belum nampak optimal.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
103
Pertemuan Kedua Sesuai dengan perencanaan, pertemuan kedua dilaksanakan hari Senin, 24 September 2012 selama 2 x 40 menit, jam ke-2 dan ke-3 pukul 07.40-09.00 WIB. Pukul 07.40 WIB Guru masuk kelas setelah meletakkan buku di meja guru kemudian berdiri di depan kelas mengucapkan salam
um Warahmatullaahi
seluruh siswa menjawab serentak salam dari guru. Guru mengabsen siswa, ternyata hari itu masuk semua. Seperti yang dijanjikan pada pertemuan pertama, guru memperkenalkan model yang akan membacakan geguritan. Geguritan yang akan dibacakan sama dengan geguritan yang didiskusikan siswa. Sebelum model membacakan geguritan, guru mengingatkan untuk memperhatikan tentang intonasi, ekspresi, pelafalan, penampilan model serta memberi anotasi. Guru membagikan lagi kertas geguritan yang sama dengan geguritan pertemuan pertama. Pukul 07.45 WIB Guru mempersilahkan model maju ke depan. Judul geguritan yang dibaca oleh model sama dengan geguritan pada pertemuan pertama. Pembacaan geguritan oleh model kedua berbeda dengan pembacaan pertama. Model kedua membacakan dengan penuh ekspresi, suaranya terdengar merdu, kata perkata dilafalkan dengan jelas dan lambat tidak seperti model pertama terlalu cepat. Ekspresi cukup baik, semua siswa memperhatikan dengan seksama, tetapi setelah dibaca sampai pertengahan, perhatian siswa mulai berbeda. Ada bebarapa siswa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
104
mulai bercakap-cakap dengan teman sebangku, bahkan ada yang melamun. Setelah geguritan selesai dibaca guru menyuruh tepuk tangan. Guru dan siswa bertanya jawab tentang pembacaan geguritan oleh
Piye cah? Macane
geguritan kakak kelasmu mau, apik apa ora? Kepriye intonasine, lafale, jedane Ada salah satu siswa yang bernamaYuli Rumningsih menyahut, Guru mengajungkan jempol kepada Yuli Rumningsih karena berani menjawab. Ada lagi anak putera yang bernama Dody Mahendara menyahut,
Tampak raut wajah guru gembira karena
ada siswa yang berani menjawab. Karena tidak ada yang menjawab lagi ,guru mengomentari pembacaan model cukup bagus. Dari komentar salah dua siswa tersebut mengatakan bahwa pembacaan geguritan model pada hari ini juga bagus. Pukul 08.15 WIB Guru menyuruh siswa yang kemarin belum maju untuk tampil membacakan geguritan. Kemudian guru memberi kesempatan untuk maju. Tidak ada lagi siswa yang mau maju. Guru menunjuk dua siswa yaitu Suci Febianti dan Dhinda Ramadani. Mereka dengan malu-malu beranjak dari tempat duduknya ke depan kelas. Kemudian guru menunjuk siswa yang lain yang belum maju untuk mencoba membaca indah geguritan ke depan kelas. Semua siswa telah maju. Dari hasil pengamatan peneliti pada pertemuan ke dua ini, hasilnya tidak jauh berbeda dengan pertemuan pertama. Rata-rata pembacaan geguritan monoton dan suaranya kuarang keras. Hal ini disebabkan siswa kurang menghayati geguritan yang dibacanya. Sehingga intonasi, selalu dibaca datar, ekspresi belum tampak,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
105
cara membaca temponya terlalu cepat, membaca indah geguritan seperti dipaksa bukan karena kemauan sendiri. Anotasi yang siswa torehkan saat menyimak model, seakan-akan tidak digunakan. Seharusnya siswa membaca berdasarkan panduan anotasi yang dibuat sendiri, tetapi anotasi yang mereka buat tidak digunakan. Beberapa siswa menutup raut wajah dengan kertas yang dibawa, sehingga ekspresi tidak tampak. Penampilan siswa belum ada kemajuan yang berarti. Siswa masih belum berani beranjak dari tempat berdiri semula. Sikapnya seperti orang mau berbaris jarang yang melakukan gerak. Siswa yang tampil ada pertemuan kedua, hanya ada 3 siswa yang nilainya cukup. Siswa yang lain masih kurang. Pukul 08.55 WIB Semua siswa sudah tampil. Guru menyimpulkan hasil pembelajaran geguritan dari pertemuan pertama dan kedua. Guru memberi pujian dengan menyebutkan nama-nama siswa yang penampilannya bagus dengan tepuk tangan. Hal tersebut dilakukan agar siswa termotivasi untuk lebih meningkatkan kemampuan membaca indah geguritan. Disamping itu guru telah menyiapkan hadiah berupa sebuah buku bagi penampilan terbaik satu. Suasana jadi senang karena ada siswa yang maju menerima hadiah yaitu Edi Prianto.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
106
Gambar 4.12.
Model (siswa) pembacaan geguritan siklus pertama pertemuan kedua. Model dari siswa kelas IX yang pernah juara III membaca geguritan tingkat kabupaten tahun 2011. Siswa memperhatikan model sambil memberi tanda anotasi geguritan.
Gambar 4.13. Penampilan pembacaan geguritan oleh siswa pada siklus pertama pertemuan kedua. Siswa tampil di depan kelas membacakan geguritan siswa lain memperhatikan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
107
Gambar 4.14. Penampilan terbaik satu mendapat hadiah buku dari guru pada siklus pertama pada pertemuan kedua. Dengan tujuan memberi motivasi agar penampilan selanjutnaya lebih baik. c) Pengamatan dan Evaluasi Pengamatan pertemuan pertama dilaksanakan pada Senin tanggal 17 September 2012, pukul 07.40 - 09.00 WIB dan pertemuan kedua pada hari Senin tanggal 24 September 2012 pukul 07.40 - 09.00 WIB. Bertempat di kelas VII A SMP Negeri 3 Karanganyar Kabupaten Kebumen. Pada pembelajaran ini, guru menerapkan CTL pada aspek pemodelan. Sementara itu peneliti mengadakan pengamatan pasif dan agar lebih jelas dalam mengamati, peneliti mengambil tempat duduk di kursi deret belakang sebelah samping karena bentuk tata bangku
Kegiatan pengamatan ini pada dasarnya juga dilakukan evaluasi. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah guru sudah melakukan perencanaan yang telah dibuat bersama dengan peneliti dan apakah siswa sudah mencapai kemajuan dengan tindakan ini. Adapun jalannya proses pembelajaran membaca indah geguritan dengan menerapkan teknik pemodelan sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
108
1. Pertemuan pertama sebelum mengajar guru telah mempersiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dijadikan sebagai pedoman dalam kegiatan belajar mengajar. 2. Pada awal pembelajaran, Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan salam, menyampaikan kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran. 3. Guru mengajak siswa untuk mencatat hal-hal penting dalam membaca geguritan. Hal-hal penting itu antara lain intonasi, ekspresi, artikulasi, anotasi (tanda jeda dan tanda intonasi), tempo, tekanan nada, serta modulasi. Kemudian guru berdiskusi dengan siswa tentang bagaiman membaca geguritan yang baik. 4. Guru membagikan tiga lembar kertas yang berisi geguritan dengan judul: a) Bu Nyai, b) Ironi Kamardikan, c) Bibirus karya sastrawan Jawa terkenal dari Kebumen yaitu Turiyo Ragilputro, S.Pd. guru menyuruh siswa untuk membaca geguritan itu dalam haati dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran umum tentang geguritan. Kemudian guru bersama siswa membahas secara sekilas mengenai geguritan yang akan dibaca. 5. Guru membentuk kelompok yang anggotanya terdiri dari 4 siswa. Guru memberikan tugas kepada siswa untuk membahas geguritan yang dibaca oleh model serta penampilannya dengan cara member anotasi. Setelah itu, guru dihadapan teman-teman satu kelompok.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
109
6. Guru menunjuk siswa satu persatu untuk membacakan geguritan di depan kelas tetapi sebelumya, gurumempersilakan siswa yang ingin membaca terlebih dahulu (membaca dengan kemauan sendiri). 7. Pertemuan kedua, melanjutkan pembacaan geguritan yang pada pertemuan pertama belum sempat tampil. Sesuai kesepakatan antara guru dan peneliti, dihadirkan model dari siswa kelas IX yang pernah meraih juara kabupaten dan juara
tingkat
sekolah tahun lalu. Geguritan yang
dibacakan model sama dengan judul pada pertemuan pertama. Semua siswa mendengarkan dan memperhatikan dengan seksama. Guru dan peneliti mengamati jalannya pembacaan
geguritan.
Setelah siswa mengamati
pembacaan geguritan yang dibacakan model, guru menunjuk siswa untuk tampil membaca geguritan. Diakhir pembelajaran, guru merefleksi tentang apa yang dilakukan, dipahami, dan diinginkan siswa terkait dengan pembelajaran yang dilaksanakan. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap, proses belajar mengajar tentang membaca indah geguritan, diperoleh gambaran tentang keaktifan siswa selama kegiatan belajar mengajar berlangsung, sebagai berikut: 1. Keaktifan pembelajaran membaca indah geguritan dapat dilihat dari siswa yang memperhatikan geguritan yang dibaca oleh model dan disertai dengan pemberian anotasi, merespon terhadap penjelasan guru, terlibat aktif dalam diskusi, mencatat penjelasan guru, dan berlatih membaca indah geguritan di dalam kelompok. Pengamatan ini didasarkan ada beberapa tingkatan yaitu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
110
siswa yang sangat aktif, siswa aktif, siswa cukup aktif, dan siswa yang kurang aktif. Berikut adalah tabel hasil pengamatan tentang aktifitas belajar siswa. Tabel 4.1. Keaktifan Pembelajaran Membaca Indah Geguritan Siklus Pertama No.
Komponen
Jumlah
Persentase
1.
Sangat aktif
-
0
2.
Aktif
-
0
3.
Cukup aktif
7
22
4.
Kurang aktif
25
78
Hasil yang disajikan pada tabel di atas adalah siswa yang sangat aktif tidak ada, demikian juga siswa yang kelihatan aktif tidak ada. Sedangkan yang cukup aktif sebanyak 7 siswa atau 22% dan siswa yang kurang aktif sebanyak 25 atau 78%. Melihat hal tersebut, berarti keaktifan siswa selama pembelajaran membaca indah geguritan masih kurang aktif. 2. Kemampuan membaca indah geguritan aspek penilaian intonasi, ekspresi, pelafalan, serta penampilan. Berdasarkan hasil performance siswa didapatkan hasil seperti pada tabel berikut: Tabel 4.2. Nilai Kemampuan Membaca Indah Geguritan pada siklus Pertama No. 1.
Uraian Pencapaian Hasil Siswa yang mendapatkan nilai < 65
2.
Jumlah/Nilai 25 7
3.
Rerata
60,50
4.
Ketuntasan Klasikal
22%
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
111
Hasil tes yang disajian pada tabel di atas, menunjukkan sejumlah siswa 25 siswa mendapat nilai kurang dari 65. Sebanyak 7 siswa mendapat nilai 65 atau lebih. Nilai rata-rata kemampuan membaca indah geguritan pada pembelajaran untuk siklus pertama adalah 60,50. Ketuntasan secara klasikal sebesar 22% dengan standar KKM yang digunakan 65. Berdasarkan hasil tersebut, dapat diketahui bahwa proses pembelajaran membaca indah geguritan pada siklus pertama belum berjalan dengan baik dan belum mencapai indikator yang telah ditetapkan. Refleksi Berdasarkan hasil pengamatan dan evaluasi di atas, peneliti melakukan analisis dan refleksi sebagai berikut: 1)
Guru tidak tampak lagi mendominasi jalannya pembelajaran. Selain ceramah, guru banyak menggunakan teknik tanya jawab dan kerja kelompok. Dengan bervariasinya teknik tersebut, siswa distimulasi untuk mengeluarkan pendapat. Tetapi dalam kerja kelompok siswa belum maksimal, terlihat masih individu.
2)
Guru semakin menyadari tentang pembelajaran pembacaan geguritan tidak hanya secara teori saja, tetapi juga dituntut mampu menjadi seorang model yang baik. Guru sudah semaksimal mungkin untuk tampil menjadi model yang baik. Terlihat dari contoh sebelum tindakan dengan sesudah tindakan ada perubahan, khususnya dalam hal ekspresi dan percaya diri meskipun tempo agak terlalu cepat. Rasa grogi sudah tidak kelihatan lagi. Hal ini penting untuk dipahami guru. Apabila guru merasa kurang berkompeten bisa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
112
mendatangkan model dari luar. Karena dengan melihat model atau contoh langsung siswa bisa meniru ekspresi, intonasi, pelafalan serta penampilan dalam membaca geguritan. 3)
Aktivitas pembelajaran siswa yang meliputi pengamatan terhadap model dan memberi anotasi pada geguritan yang dibaca, memberi respon terhadap pembacaan geguritan oleh teman atau model, berdiskusi, mencatat penjelasan guru, berlatih di dalam kelompok belum menunjukkan hasil yang maksimal atau siswa kurang aktif. Hal ini disebabkan kurangnya motivasi guru kepada siswa dan siswa kurang terbiasa dengan metode yang diterapkan oleh guru.
4)
Secara individu kemampuan membaca geguritan siswa masih rendah. Penyebabnya sisawa sulit memahami geguritan. Hal ini berdampak pada intonasi dan ekspresi siswa. Lafal yang diucapkan rata-rata sudah cukup jelas tetapi masih terdengar agak lemah.
5)
Guru sudah melakukan penilaian unjuk kerja dan penilaian aktivitas pembelajaran.
2. Siklus Kedua a. Perencanaan Pada hari Sabtu, tanggal 29 September 2012 pukul 08.00 WIB peneliti berdiskusi dengan guru di ruang guru SMP Negeri 3 Karanganyar Kabupaten Kebumen. Dalam diskusi itu peneliti menyampaikan hasil pengamatan terhadap pembelajaran yang dilakukan guru di kelas VII A pada hari Senin , 17 September 2012 dan hari Senin 24 September 2012. Dari hasil pengamatan itu, guru memperoleh gambaran yang lengkap dan dapat memberi tanggapan atas hasil
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
113
pengamatan itu secara baik. Peneliti juga menyampaikan kelebihan dan kekurangan guru dan siswa selama pembelajaran. Dengan memperhatikan berbagai kelemahan yang masih dilakukan guru dalam siklus pertama, yakni. 1) diskusi kelompok yang masih individu/ belum efektif, 2) pembacaan model kurang maksimal, 3) kurangnya keaktifan siswa dalam pembelajaran membaca geguritan, 4) kurangnya motivasi guru terhadap siswa, dan 5) kemampuan membaca geguritan siswa yang masih rendah. Untuk mengatasi kekurangan/ kelemahan yang ada, akhirnya peneliti dan guru memutuskan untuk melakukan hal sebagai berikut. a) Kualitas diskusi kelompok ditingkatkan yaitu dengan pembagian tugas dalam anggota kelompok. Ada yang sebagai pemimpin yang bertugas dalam memimpin jalannya diskusi. Pemimpin inilah yang nantinya memimpin kelompok untuk mencocokkan anotasi geguritan yang telah didengar dan diperhatikan bersama-sama. Guru memandu dalam setiap diskusi. b) Guru menugaskan kepada siswa bahwa selama proses belajar mengajar akan diadakan penilaian. c) Guru menyampaikan isi geguritan secara garis besar agar siswa mudah dalam mengahayati geguritan yang dibaca. d) Mendatangkan model yang berbeda dengan siklus pertama agar siswa memiliki wawasan tentang variasi membaca geguritan. Model yang akan didatangkan dan disepakati antara guru dan peneliti adalah satrawan Jawa,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
114
yaitu Turiyo Ragilputra, S.Pd. Beliau adalah seorang guru SD Negeri Kaibon Kecamatan Ambal Kabupaten Kebumen sekaligus seorang sastrawan Jawa terkenal. Tulisannya berujud geguritan, cerkak, essay sastra, artikel, dan naskah sandiwara sudah terbit diberbagai surat kabar dan majalah, seperti Panjebar Semangat, Jaya Baya, Djaka Lodang, Mekar Sari, Jawa Anyar, Pagagan, Pustaka Candra, Damar Jati, Solopos, Sempulur, Suara Merdeka, Kridha dan lain-lain. Pada tahun 1990 mendapat penghargaan sebagai pengarang terbaik, penulis naskah, panulis buku, dan lain-lain. Penghargaan yang paling dibanggakan adalah penghargaan Rancage dari Yayasan Ajip Rosidi Bandung (2008), berasal dari hasil menerbitkan buku antologi geguritan Bledheg Segara Kidul. Naskah lain yang sudah dibukukan adalah Matahari di Pinggang Bukit Tahap perencanaan siklus kedua meliputi kegiatan sebagai berikut: 1) Peneliti bersama guru merancang skenario pembelajaran membaca indah geguritan, dengan langkah-langkah sebagai berikut: a) guru
membuka pelajaran
dengan
mengucapkan salam
kemudian
mengabsen siswa, b) guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan indikator yang ingin dicapai dalam pembelajaran membaca geguritan, c) guru dan siswa berdiskusi tentang pembacaan yang telah dilakukan pada siklus pertama, d) guru menanyakan kepada siswa jika ada materi yang belum jelas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
115
e) guru membagikan tiga lembar kertas yang berisi geguritan yang berjudul: 1) Mas kuncung, 2) Rembulan 3) Donga Bocah Piatu juga karya Turiyo Ragilputra, S.Pd., f) guru memberikan penjelasan tentang geguritan yang akan dibaca oeh model, g) guru membagi kelompok yang terdiri dari 4-5 anggota. Kemudian guru menyuruh siswa mendiskusikkan geguritan yang baru dibaca oleh model. Siswa beserta kelompoknya memberi anotasi, memahami dan menghayati geguritan yang akan dibaca. Setelah itu, berlatih performance dihadapan kelompoknya, h) guru menunjuk siswa untuk ke depan tetapi sebelumnya mempersilakan kepada siswa yang berani ke depan tanpa ditunjuk, i) guru menilai aktifitas belajar siswa dan unjuk kerja selama kegiatan belajar mengajar, dan j) guru merefleksi tentang apa yang telah dilakukan dipahami, dan diinginkan siswa terkait dengan pembelajaran yang dilaksanakan. 2) Guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk materi membaca geguritan dengan teknik pemodelan. 3) Peneliti mempersiapkan alat instrumen yang berupa format aktivitas dan unjuk kerja.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
116
Gambar 4.15. Berdiskusi dengan guru kolaborator membahas rencana siklus kedua, peneliti memberi masukan tentang kekurangan dan kelebihan siklus pertama, dan memberi masukan untuk tindakan siklus kedua. b. Pelaksanaan Tindakan Pada hari Sabtu tanggal 29 September 2012 bertempat di ruang tamu depan ruang guru SMP Negeri 3 Karanganyar Kabupaten Kebumen, peneliti melakukan diskusi dengan guru untuk membicarakan tentang skenario pembelajaran membaca indah
geguritan untuk
siklus
kedua.
Skenario
pembelajaran ini untuk memperbaiki kekurangan dalam kegiatan belajar mengajar yang belum teratasi pada siklus pertama. Pelaksanaan tindakan siklus kedua dilaksanakan dua kali pertemuan. Pertemuan pertama hari Senin tanggal 1 Oktober 2012, selama 2 x 40 menit pada jam pelajaran ke-2 dan ke- 3 pukul 07.40 - 09.00 WIB, dan hari Senin depannya tanggal 8 Oktober 2012 selama 2 x 40 menit, juga pada jam pelajaran ke-2 dan ke3 pukul 07.40 - 09.00 WIB. Tindakan siklus kedua ini difokuskan pada kerja
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
117
kelompok, penghayatan pada geguritan sehingga intonasi, ekspresi, dan penampilan siswa pada saat membaca indah geguritan dapat meningkat. Dalam upaya meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran membaca indah geguritan, siswa dinilai selama kegiatan pembelajaran. Aktivitas itu meliputi keaktifan memperhatikan geguritan yang dibaca oleh model, aktif memberikan respon terhadap penjelasan guru, aktif dalam berdiskusi, aktif dalam mencatat penjelasaan guru, dan aktif berlatih membaca indah geguritan. Dengan penilaian ini siswa akan termotivasi untuk melakukan aktivitas selama mengikuti pembelajaran dengan lebih baik. Jalannya proses pembelajaran selama 2 x 40 menit, dimulai jam ke-2 sampai jam ke-3, atau pukul 07.40 - 09.00 WIB. Proses pelaksanaan tindakan dapat digambarkan sebagai berikut: Pembelajaran dimulai pukul 07.40. Guru mengucapkan salam pada semua siswa, dan dijawab oleh siswa dengan serentak. Kemudian guru mengabsen siswa, ternyata hari itu nihil. Kemudian guru menjelaskan tujuan pembelajaran hari itu dan menyampaikan indikator yang harus dikuasai oleh para siswa. Pukul 07.45 WIB Guru bertanya jawab dengan siswa tentang pembacaan geguritan pada siklus pertama. Guru menyampaikan kemajuan dan kekurangannya yang telah dicapai oleh para siswa. Guru mengatakan,
-bocah anggonmu maca
geguritan wingi isih kurang apik, amarga olehmu maca durung nganggo intonsi, ekspresi, lafal, penampilan kang apik, sebab kowe kabeh kurang anggone menghayati isi geguritan, mula terus ndadekakke intonasi lan ekspresine durung
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
118
Siswa diberi kesempatan oleh guru untuk menanyakan hal-hal yang belum dimengerti. Ada anak yang duduk di tengah bernama Restiana Rahmawati bertanya tentang bagaimana agar bisa menghayati geguritan
Kowe kudu ngerti
lan memahami geguritan
Kemudian Kalau
membac
Ya
ora papa, mung ya kudu ana ekspresi rai sing kudu cocok karo isine geguritan, yen awake, tangan, sikil obah ya kudu mendukung isi geguritan, dadi ora sembarangan ngobahake tangan utawa sikil,
Guru juga
menyampaikan tentang pentingnya ekspresi serta intonasi dalam membaca geguritan. Hari itu siswa nampak lebih paham dengan penjelasan guru. Pukul 07.55 WIB Guru membagikan 2 lembar kertas yang berisi geguritan dengan judul Mas Kuncung dan Rembulan Karya Turiyo Ragilputra, S.Pd. Guru mengulas sebentar tentang isi geguritan
Wektu iki Bu
guru arep nepungake model maca geguritan, yaiku sawijining sastrawan Jawa sing terkenal, yaiku Bapak Turiya Ragilputra, S.Pd. Piyambake nate dadi juara siji tingkat nasional nulis crita, lan wis akeh karyane sing dimuat ing majalah lan Guru mengingatkan kepada siswa, dalam menyimak bacaan model, jangan lupa sambil memberi tanda anotasi pada geguritan masing-masing. Kemudian guru memanggil model yang sejak awal sudah duduk disebelah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
119
peneliti. Model kemudian maju di depan kelas menyapa siswa. Seluruh siswa serentak menjawab salam dari model. Kemudian model menjelaskan sepintas cara membaca indah geguritan
geguritan kuwi gampange kaya wong
mangan es krim.Yen mangan es krim kae mesthi alon lomat-lamut karo dinikmati, ora kesusu. Mangkana uga maca geguritan kudu diwaca kanthi alon nanging . Diwiwiti njukut ambegan sing dawa kareben dhadhane longgar, terus diwaca judhule, syukur diwaca sapa sing ngarang, tujuane kanggo ngormati marang kang ngarang geguritan mau, Model mulai membacakan geguritan. Semua siswa mengamati dan memperhatikan geguritan yang dibacakan oleh model, sekaligus memberi anotasi pada geguritan itu. Model membacakan geguritan dengan sangat baik. Kelebihan model dari satrawan ini penuh ekspresi sehingga sangat menghayati geguritan yang dibaca. Terlihat model mampu mengungkapkan isi dari geguritan secara tepat, tempo juga sangat tepat. Saat model membacakan geguritan suasana mendadak hening dari awal sampai akhir pembacaan geguritan. Siswa tampak terhanyut oleh pembacaan model. Semua pandangan siswa tertuju pada model dan sambil memberi anotasi pada kertas masing-masing. Namun ada juga beberapa siswa sampai lupa memberi anotasi karena terfokus pada model, ada juga yang terlambat memberi anotasi hanya beberapa bagian saja. Setelah model mengakhiri bacaannya seluruh siswa tepuk tangan dengan wajah riang gembira.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
120
Pukul 08.15 WIB Guru membagi kelompok yang beranggotakan 4-5 siswa. Tempat duduk l memerintahkan siswa yang deretan depan untuk berbalik kebelakang supaya posisi berhadap-hadapan. Setelah kelompok terbentuk guru memerintahkan untuk menunjuk salah satu sebagai pemimpin
kelompok, yang nanti bertugas
memimpin jalannya diskusi. Guru selanjutnya memberi tugas pada kelompok Saiki diskusi dipimpin ketua kelompok yaiku bab anotasi geguritan. Rembugan lan nocokake tanda jeda, tanda intonasi, diwaca munggah utawa mudhun, diwaca dhuwur, datar, utawa cendhek Ada anak yang bertanya pada guru bernama William Aguscik,
Guru menjawab,
-eling maning, kowe takon marang kancamu sing mau nyimak model sinambi menehi tanda anotasi, coba diwiwiti nyocokake tanda anotasi ing Kemudian siswa sibuk berdiskusi, guru dibantu model membimbing dan mengarahkan jalannya diskusi kelompok. Guru bersama model berkeliling dari satu kelompok menuju kelompok yang lain. Guru sambil melakukan penilaian keaktifan siswa. Sebagian besar siswa sibuk berdiskusi, ada yang bertugas mencatat anotasi sambil bertukar pikiran dan saling memberi pendapat, tetapi ada juga yang hanya melihat temannya berdiskusi. Guru berkali-kali menegur siswa yang belum terlibat aktif dalam kelompoknya. Ada beberapa siswa yang masih bersenda gurau dengan temannya kemudian diingatkan oleh guru, bahkan kelompok di sebelah ujung
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
121
belakang, ada anggota kelompok yang diam melamun sambil memegang kertas geguritan. Guru menghampiri siswa tersebut.
yang
ditegur hanya tersenyum malu, kemudian berbalik duduknya menghadap kearah teman-temannya yang sedang berdiskusi. Dari sebelah tengah ada siswa puteri bernama Alfi Malihatunnadiyah bertanya pada guru. Ya dicoba dhisit, ayo bu guru ajari carane, yen dicoba suwe-
Kelompok tersebut
kemudian bersemangat memberi tanda anotasi setelah dibimbing guru. Pukul 08.25 WIB Setelah selesai berdiskusi siswa disuruh berlatih performance dalam kelompok masing-masing.
-
dhewe, maca geguritan kanthi ngeling-eling nirokake model mau lan manut tanda anotasi khasil saka diskusi kelompoke dhewe-
.Pemimpin kelompok
mengatur dan mengarahkan anggotanya bergantian untuk berlatih. Ada beberapa pemimpin kelompok yang mencoba pertama membacakan geguritan dihadapan temen-teman satu kelompok. Mereka saling bergantian sampai semua anggota kelompok mencoba membacakan geguritan. Memang ada beberapa siswa membacakan geguritan dengan ekspresi dan intonasi sesuai penghayatannya sendiri-sendiri. Walaupun ditertawakan oleh anggota kelompok atau kelompok lain mereka tetap bersemangat berlatih performance.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
122
Pukul 08. 45 WIB Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca indah geguritan di depan kelas. Ada berapa siswa yang langsung mengangkat tangan, Nampak ada keberanian dari siswa untuk maju ke depan. Guru memanggil salah satu siswa yang mengangkat tangan untuk maju ke depan. Fadhila Damayanti maju dengan penuh percaya diri. Fadhila Damayanti sudah bisa menampakkan ekspresi dan intonasi, Sikapmya agak lurus, kedua tangan sudah ada gerakan tetapi kelihatan masih kaku. Kelopak mata sudah menunjukkan adanya penghayatan isi geguritan. Selain Fadhila Damayanti ada 2 siswa yang dengan kemauan sendiri untuk tampil ke depan. Ada delapan siswa yang sudah maju ditunjuk oleh guru. Kemudian guru memberi kesempatan kepada siswa yang lain untuk memberi tanggapan tentang penampilan temannya. Dari masukan siswa kemudian guru menyimpulkan tentang kelebihan dan kekurangan
agar
penampilan berikutnya lebih baik lagi. Pukul 08.55 WIB Guru mengakhiri pelajaran hari itu, dan yang belum tampil dilanjutkan hari Senin depan. Guru berpesan untuk berlatih membaca geguritan di rumah dengan baik, terutama siswa yang pada hari ini belum tampil minggu depan diusahakan tampil lebih baik lagi, Guru menyampaikan bahwa minggu depan model sastrawan Jawa Turiyo Ragilputra, S.Pd akan datang lagi untuk membacakan geguritan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
123
Gambar 4.16. Model pembacaan geguritan sastrawan Jawa Turiyo Ragilputra,S.Pd di siklus kedua. Dengan penuh ekspresi model satrawan membacakan geguritan siswa memperhatikan sambil memberi tanda anotasi.
Gambar 4.17. Siswa memperhatikan model saat membacakan geguritan pada siklus kedua, model memberi contoh membaca geguritan yang benar, sambil bertanya jawab dengan siswa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
124
Gambar 4.18. Siswa berdiskusi kelompok pada siklus kedua, Siswa mencocokkan tanda anotasi dengan temannya dari hasil menyimak model sastrawan.
Gambar 4.19. Guru melakukan penilaian keaktifan siswa, guru mengawasi jalannya diskusi kelompok, sambil menjawab pertanyaan dari siswa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
125
Gambar 4.20. Siswa berlatih performance dalam setiap kelompok, secara bergantian siswa berlatif performance dalam kelompok, siswa lain memperhatikan dengan memberi tanda anotasi.
Gambar 4.21.
Pembacaan geguritan oleh siswa pada siklus kedua, sudah tampak ekspresi saat membaca geguritan di depan kelas, intonasi dan lafal sudah baik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
126
Gambar 4.22. Pembacaan geguritan oleh siswa pada siklus kedua, tampak penghayatan dalam membaca geguritan. Pertemuan Kedua Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Senin tanggal 8 Oktober 2012, jam ke-2 dan ke-3 atau pukul 07.40
09.00 WIB. Guru membuka pelajaran
dengan salam, dan mengabsen siswa. Hari ini semua siswa masuk. Kemudian Coba digatekake! Dina iki Bu guru arep mbacutake pasinaon maca geguritan. Sing Senin wingi durung maju, duwe kesempatan dina iki maju nang ngarep kelas macakake geguritan. Model sing tampil dina iki yaiku isih tetep padha wingi, yaiku sastrawan Jawa Turiyo Ragilputra, S.Pd. Ayo, mumpung kerawuhan sastrawan padha nggatekake sing tenanan carane maca geguritan sinambi menehi tanda anotasi ing kertase dhewe-
Kemudian
guru mempersilakan model untuk membacakan geguritan. Sebelumnya model
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
127
memberi penjelasan cara membaca geguritan
Yen
kepingin pinter maca geguritan, iku kudu kendel utawa percaya diri (bahasa Indonesia), banjur geguritane sing arep diwaca wis disinauni dhisik, syukur nganti njlimet ngerti tembung-tembunge, luwih apik maneh yen apal utawa meh apal geguritane, terus ekspresi roman muka kaya dene wong omong-omongan kae Model kemudian membacakan geguritan. Semua siswa mengamati dengan sungguh-sungguh sambil memberi tanda anotasi. Penampilan model yang kedua ini sangat ekspresif. Sehingga berpengaruh pada penampilannya. Model menampilkan sebuah pembacaan geguritan yang memperhatikaan gerak tubuh, mata serta bloking. Setelah itu guru mempersilakan siswa untuk mengomentari pembacaan geguritan yang dibaca oleh model. Tanpa ditunjuk guru siswa mengangkat tangan dan memberi komentar. Guru dibantu model mempersilakan siswa untuk tampil. Ada 6 siswa yang tanpa ditunjuk bersedia membaca geguritan. Ternyata pembacaan geguritannya cukup bagus. Baik ekspresi, intonasi, pelafalan. Kekurangan hanya pada penampilan. Siswa belum memahami sepenuhnya tentang pembacaan geguritan sebagai sebuah pertunjukan yang harus memperhatikan tentang teknik, gerak tubuh, pandangan mata ,serta bloking. Sebagian besar siswa penampilannya sangat monoton. Tetapi ada beberapa siswa yang cukup baik dari intonasi, ekspresi maupun pelafalannya. Siswa yang ditunjuk rata-rata rasa percaya dirinya masih kurang, tampak malu-malu. Sehingga berpengaruh pada ekspresi. Ketika membaca mukanya masih ada yang ditutup, tempo terla cepat seakan-akan ingin
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
128
segera mengakhiri. Tetapi intonasi rata-rata sudah ada kemajuan bila dibandingkan dengan siklus pertama.
Gambar 4.23. Model pembacaan geguritan pada siklus kedua, sastrawan kembali membacakan geguritan dengan penuh penghayatan.
Gambar 4.24. Pembacaan geguritan oleh siswa pada siklus kedua. Siswa dengan kemauan sendiri maju ke depan membacakan geguritan sesuai anotasi yang dibuat saat model membacakan di depan kelas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
129
c. Pengamatan dan Evaluasi Pada hari Senin tanggal 8 Oktober 2012, guru melaksanakan pembelajaran geguritan di kelas VII A SMP Negeri 3 Karanganyar Kabupaten Kebumen. Peneliti mengadakan pengamatan terhadap jalannya pembelajaran. Pengamatan dilakukan apakah guru telah melaksanakan pembelajaran sesuai
dengan
kesepakatan bersama. Selain itu untuk mengetahui apakah permasalahanpermasalahan yang ada dapat terpecahkan. Pengamatan tersebut difokuskan pada tiga hal, yaitu: (1) diskusi kelompok yang kurang efektif, (2) kurangnya aktifitas siswa dalam pembelajaran geguritan, dan (3) kemampuan membaca geguritan masih rendah. Seperti pada siklus pertama, peneliti berperan secara pasif dalam pembelajaran dengan mengambil tempat duduk dibagian belakang. Guru mengawali pembelajaran dengan dengan salam dan dilanjutkan dengan mengabsen siswa. Setelah itu guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan indikator yang akan dicapai oleh siswa dalam membaca geguritan. Kemudian guru memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya jika ada yang mengalami kesulitan membaca indah geguritan . Ada dua siswa yang bertanya tentang cara menghayati geguritan yang akan dibaca dan gerak dalam membaca indah geguritan. Guru membagikan kertas yang berisi dua geguritan yang berjudul Mas Kuncung dan Rembulan karya Turiyo Ragilputra, S.Pd. Guru membahas isi geguritan secara garis besar dan tema masing-masing geguritan. Sebagian besar siswa mencatat penjelasan guru dengan sungguh-sungguh tetapi ada juga yang hanya mendengarkan saja. Kemudian guru memberi tugas untuk memperhatikan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
130
dua geguritan yang akan dibaca oleh model. Guru mengingatkan untuk memberi anotasi pada geguritan, serta memperhatikan ekspresi, lafal, serta penampilan model. Guru membagi kelompok seperti pada siklus pertama. Kemudian berdiskusi tentang geguritan yang dibaca oleh model. Tugas yang diberikan dalam diskusi kelompok sama. Hanya pad siklus kedua ini guru lebih banyak memandu dan memotivasi siswa agar lebih aktif dalam mengikuti pelajaran. Pembacaan geguritan siswa sudah ada peningkatan bila dibandingkan dengan siklus pertama. Peningkatan ini dapat dilihat dari penghayatan siswa terhadap geguritan yang dibaca. Sehingga berpengaruh pad intonasi, ekspresi, serta penampilannya. Pelafalan rata-rata sudah jelas dan terdengar dari belakang. Percaya diri siswa sudah tampak. Sudah ada bebarapa siswa yang dengan kemauan sendiri tampil ke depan. Ttetapi secara keseluruhan masih banyak siswa yang kurang dalam hal intonasi, ekspresi, serta penampilan. Dari hasil pengamatan terhadap proses pembelajaran dapat dinyatakan sebagai berikut: 1)
Keaktifan siswa selama pembelajaran pada siklus kedua mengalami
peningkatan. Meskipun belum ada yang terlihat sangat aktif tetapi jumlah siswa yang aktif sudah ada. Siswa yang cukup aktif mengalami peningkatan dan jumlahnya berimbang dengan selisih dua dengan siswa yang kurang aktif. Berikut hasil keaktifan pembelajaran membaca indah geguritan siswa selama siklus kedua.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
131
Table 4.3. Keaktifan Pembelajaran Membaca Indah Geguritan Siswa Siklus Kedua. No.
Komponen
Jumlah
Persentase
1.
Sangat aktif
-
0
2.
Aktif
8
25
3.
Cukup aktif
11
34
4.
Kurang aktif
13
41
Hasil yang disajikan pada tabel di atas adalah siswa yang sangat aktif dalam pembelajaran belum ada, demikian juga siswa yang kelihatan aktif ada 8 siswa atau 25%. Sedangkan yang cukup aktif sebanyak 11 siswa atau 34% dan siswa yang kurang aktif sebanyak 13 atau 41%. Melihat hal tersebut, berarti keaktifan siswa selama pembelajaran membaca indah geguritan pada siklus kedua mengalami peningkatan. Hal ni terlihat dari hasil nilai yang diperoleh ketika siswa melakukan (performance). Siswa yang mendapat nilai 65 atau lebih mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Meskipun demikian masih cukup banyak siswa juga siswa yang mendapat nilai di bawah 65. Adapun hasil nilainya dapat dijelaskan melalui tabel berikut ini: Tabel 4.4. Nilai Kemampuan Membaca Indah Geguritan pada siklus Pertama No. 1.
Uraian Pencapaian hasil Siswa yang mendapatkan nilai < 65
2.
Jumlah/Nilai 15 17
3.
Rerata
65,75
4.
Ketuntasan Klasikal
53%
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
132
Hasil tes yang disajian pada tabel di atas, menunjukkan sejumlah siswa 15 siswa mendapat nilai kurang dari 65. Sebanyak 17 siswa mendapat nilai 65 atau lebih. Nilai rata-rata kemampuan membaca geguritan pada pembelajaran untuk siklus kedua adalah 65,75. Ketuntasan secara klasikal sebesar 53% dengan standar KKM yang digunakan 65. Berdasarkan hasil tersebut, dapat diketahui bahwa nilai ratarata dan ketuntasan klasial yang dicapai telah memenuhi indikator kinerja. Namun secara individu masih ada 15 siswa yang belum mendapat nilai 65 sehingga perlu dilanjutkan siklus ketiga. d. Refleksi Berdasarkan hasil pengamatan terhadap proses pembelajaran siklus kedua ini dapat dokemukakan sebagai berikut: 1) Guru dapat melaksanakan pembelajaran kali ini lebih baik. Mengawali pembelajaran dengan langkah yang baik. Peran dalam pembelajaran lebih tampak bila dibandingkan dengan siklus pertama. Metode yang dipakai lebih bervariatif sehingga membangkitkan siswa untuk melakukan aktivitas. Para siswa juga semakin dapat mengikuti pola mengajar guru. Permasalahan pada siklus pertama dapat dipecahkan pada siklus kedua. Meskipun demikian, masih ada permasalahan tutama dari sisi siswa secara individu harus diatasi. Keberhasilan dan kekurangan tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut. 2) Siswa sudah terlibat aktif dalam pembelajaran membaca geguritan, misalnya mengamati geguritan sekaligus model pada saat geguritan dibaca, memberikan respon terhadap pembacaan geguritan oleh teman atau model,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
133
berdiskusi, mencatat penjelasan guru, berlatih di kelompok tetapi jumlah siswa yang kurang aktif masih banyak. 3) Situasi pengelompokan siswa sudah diperbaiki. Diskusi kelompok hidup karena sudah ada pembagian tugas. Siswa sudah bekerja dengan senang, bebas bertanya tanpa rasa malu-malu, dan berani mengungkapkan pendapat dihadapan teman. Tetapi itu hanya sebagian siswa saja. Masih ada siswa yang belum melakukan aktivitas seperti yang ditugaskan guru. 4) Guru telah melakukan penilaian dengan cukup baik dengan menyampaikan dan memperhatikan kepada siswa. 5) Kemampuan membaca geguritan siswa belum maksimal. Masih ada siswa yang ekspresinya kurang, intosnasi masih datar, lafalnya masih ada yang kurang jelas, dan penampilan ketika membaca masih kelihatan kaku. Berdasarkan hasil pengamatan dan evaluasi dapat dinyatakan bahwa pelaksanaan pembelajaran membaca indah geguritan sudah berjalan dengan baik, bila dibandingkan dengan siklus pertama. Siswa pada dasarnya sudah memiliki motivasi
untuk
membaca
indah
geguritan,
hanya
bagaimana
guru
mengarahkannya. Permasalahan-permasalahan yang ada sebelumnya dapat teratasi. Untuk selanjutnya, ada beberapa hal yang dibenahi khususnya meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran dan kemampuan membaca indah geguritan siswa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
134
Siklus Ketiga a. Perencanaan Pada hari Sabtu tanggal 13 Oktober 2012 Pukul 08.00 WIB bertempat di ruang guru peneliti bersama guru mengadakan diskusi tentang rencana yang akan dilaksanakan di siklus tiga. Pada kesempatan itu peneliti menyampaikan hasil pengamatan pelaksanaan pembelajaran pada hari Senin, 1 Oktober 2012 dan hari senin , 8 Oktober 2012. Peneliti mengemukakan sejumlah kemajuan yang telah dicapai dalam pelaksanaan pembelajaran. Disamping itu peneliti memberi masukan untuk pengulasan kembali materi dari siklus pertama. Hal ini dimaksudkan agar siswa memiliki teori yang lengkap sehingga ketika praktiknya lebih mudah. Untuk meningkatkan aktivitas dalam pembelajaraan dan kemampuan membaca indah geguritan, peneliti mengusulkan kepada guru, sebagai model pada siklus ketiga adalah memakai video yang diputar berulang-ulang, pada pertemuan pertama diusulkan video dari model sastrawan, pertemuan kedua vidio dari model kejuaraan membaca geguritan siswa SMP/MTs tingkat kabupaten Kebumen. Alasan peneliti adalah siswa lebih senang dan termotivasi melihat model vidio yang diputar berulang-ulang. Siswa lebih mudah paham dan lebih mudah meniru model dalam mengekpresikan, mengintonasikan, melafalkan dalam menampilkan pembacaan sebuah geguritan. Siswa juga lebih mudah memberi anotasi karena bisa melihat penayangan vidio berulang-ulang dengan lafal, intonasi, jeda yang sama.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
135
Agar pembelajaran lebih menyenangkan, tempatnya tidak hanya di kelas tetapi juga di tempat lain. Berdasarkan kesepakatan antara peneliti, guru maka tempat yang dipilih adalah ruang laboratorium yang sudah ada perangkat LCD pada pertemuan kedua. Tahap perencanaan siklus ketiga meliputi kegiatan sebagai berikut: 1) Peneliti merancang skenario pembelajaran membaca indah geguritan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. guru
membuka
kegiatan
belajar
mengajar
dengan
salam
dan
mempresensi siswa, b. guru menyampaikan kompetensi dasar dan tujuan yang ingin dicapai, c. guru menanyakan perbedaan pembacaan geguritan siklus pertama dan siklus kedua, d. guru menegaskan kembali hal-hal penting dan yang harus diperhatikan ketika membaca indah geguritan khususnya penghayatan geguritan, e. siswa menanyakan materi yang belum dipahami, f. guru menugasi siswa untuk memperhatikan geguritan melalui penayangan vidio yang diputar berulang-ulang, g. model pembacaan geguritan
vidio diputar berulang-ulang,
siswa
mengamati, mendengarkan, dan memahami geguritan yang ditayangkan melalui video, h. guru membagi kelompok seperti siklus pertama dan siklus kedua, dan i. guru menyimpulkan hasil-hasil pembacaan geguritan ditiap siklus,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
136
2) Guru menyusun rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk materi pembelajaran membaca indah geguritan. 3) Peneliti dan guru mempersiapkan alat instrumen berupa format penilaian aktivitas pembelajaran dan unjuk kerja.
Gambar 4.25. Peneliti dan guru berdiskusi membahas rencana siklus ketiga, membahas kekurangan dan kelebihan tindakan sikluss kedua, dan merancang tindakan siklus ketiga. b. Pelaksanaan Tindakan Pada hari Senin tanggal 15 Oktober 2012 sesuai dengan rencana guru melaksnakan pembelajaran membaca indah geguritan di ruang kelas VII A SMP Negeri 3 Karanganyar Kab. Kebumen. Pembelajaran dimulai pukul 07.40
09.00
WIB pada jam ke- 2 dan ke-3. Seperti pada pengamatan sebelumnya, peneliti duduk dibangku belakang agar peneliti lebih leluasa dalam mengadakan pengamatan dan evaluasi. Guru mengawali pembelajaran dengan ucapan salam yang langsung direspon oleh siswa. Kemudian guru mengabsen siswa, semua siswa hadir. Guru
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
137
menyampaikan KD dan indikator yang akan dicapai oleh siswa dengan pembelajaran geguritan. Guru kembali mengulas hal-hal penting yang ada dalam pembacaan geguritan. Satu per satu oleh guru dibahas. Kemudian bersama-sama dengan siswa bertanya jawab membicarakan hal-hal yang harus diperhatikan ketika membaca indah geguritan. Guru menegaskan bahwa seorang pembaca geguritan yang baik adalah pembaca yang mampu memahami dan menghayati geguritan yang akan dibacanya. Dengan pemahaman dan penghayatan yang tepat, intonasi dan ekspresi akan muncul dengan sendirinya. Gerakan tubuh dan gerakan mata akan mengiringinya. Siswa mendengarkan penjelasan guru dan mencatat yang diangggap penting. Beberapa siswa merespon ketika guru menanyakan hal-hal yang harus diperhatikan ketika membaca indah geguritan. Selanjutnya guru mempersilakan siswa untuk mempersiapkan geguritan yang telah diberikan guru beberapa hari sebelumnya untuk dipelajari di rumah. Guru memutar vidio pembacaan geguritan dari
model sastrawan.
Kemudian siswa mengamati dengan seksama sambil memberi tanda anotasi. Ada beberapa siswa yang meminta kepada guru, untuk mengulang pemutaran vidio geguritan dari model sastrawan. Siswa lebih mudah dan lebih paham dalam memberi tanda anotasi dan meniru model karena diputar berulang-ulang. Hal ini tampak siswa semakin menunjukkan keaktifannya dalam pembelajaran. Dalam berdiskusi, siswa saling bertukar pikiran dan informasi dari hasil melihat vidio pembacaan geguritan. Siswa tanpa malu-malu lagi berlatih dihadapan temantemannya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
138
Guru mempersilakan siswa untuk maju ke depan. Banyak siswa yang secara spontan bersedia untuk maju membaca. Satu persatu siswa tampil dan mendapatkan pujian dari guru. Pada kesempatan tersebut telah berani maju secara spontan sebanyak 8 siswa.
Gambar 4.26. Siswa memperhatikan pemutaran video pembacaan geguritan model sastrawan, sambil memberi tanda anotasi.
Gambar 4.27. Siswa menyimak pemutaran video geguritan sambil memberi Anotasi, vidio diputar berulang-ulang supaya anak lebih paham dalam memberi anotasi dan meniru model.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
139
Gambar 4.28.
Siswa tampil ke depan diamati oleh guru pada siklus ketiga, dengan penuh ekspresi siswa tampil membaca geguritan.
Gambar 4.29. Siswa tampil ke depan membacakan geguritan pada siklus ketiga, siswa berani tampil tanpa disuruh guru membacakan geguritan sesuai tanda anotasi yang dibuat saat memperhatikan model dari vidio.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
140
Pertemuan Kedua Sesuai dengan rencana pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 18 Oktober 2012 pukul 07.00-08.20 atau jam 1-2. Tempat dilaksanakan siklus ketiga ini di ruang labolatorium IPA. Maksud diadakan di ruang tersebut fasilitas LCD sudah lengkap tinggal memakainya. Karena ruangan ini agak luas sehingga siswa lebih leluasa dalam berekspresi . Pertemuan kedua diawali dengan salam oleh guru dan mempresensi siswa. Hari ini, tidak ada yang tidak masuk atau lengkap. Model yang dipakai pada pertemuan kedua adalah vidio juara I,II,III membaca indah geguritan tingkat kabupaten Kebumen tahun 2012. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih aktif dan mampu meningkatkan kemampuan sesuai penampilan model dalam vidio. Siswa lebih terinspirasi untuk berekspresi membacakan geguritan. Guru kemudian memutar model vidio kejuaraan membaca geguritan, siswa disuruh memperhatikan dengan seksama sambil memberi tanda anotasi pada kertas geguritan masing-masing. Guru bertanya jawab dengan siswa seputar penampilan model vidio. Ada beberapa siswa yang minta agar vidio diputar ulang. Nampak siswa lebih antusias memperhatikan pemutaran ulang vidio . Guru kemudian menyuruh siswa berkelompok untuk mendiskusikan hasil pengamatan pada model vidio siswa. Sambil berkeliling guru menilai keaktifan siswa. Ternyata semua siswa ikut terlibat aktif berdiskusi dan aktif berlatih performance. Kali ini tampak diskusi kelompok lebih hidup, dan siswa berebut untuk berlatih performance dalam kelompoknya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
141
Selanjutnya guru mempersilakan siswa untuk ke depan. Ada beberapa siswa dengan kehandaknya sendiri bersedia tampil. Rata-rata pembacaan geguritan siswa cukup baik. Sesuai dengan yang dianjurkan guru, para siswa sudah bisa menghayati geguritan yang dibaca. Hal ini tampak pada ekspresi, dan intonasinya. Lafalnya cukup bagus, sudah jelas dan terdengar keseluruh ruangan. Demikian juga mengenai gerak. Gerakan tangan atau pindah tempat sudah banyak dilakukan. Sebagian besar yang tampil sudah dapat memahami tentang pembacaan geguritan sebagai sebuah pertunjukan. Suasana pembelajaran cukup menyenangkan. Baik pertemuan pertama maupun pertemuan kedua. Hal ini tercermin pada pembacaan geguritan siswa yang meningkat dibandingkan siklus pertama dan siklus kedua dan aktifitas dalam pembelajaran juga semakin meningkat.
Gambar 4.30. Guru memutarkan vidio pembacaan geguritan pada pertemuan kedua, Vidio dari model siswa yang meraih juara III membaca geguritan tingkat kabupaten tahun 2012. Siswa memperhatikan sambil memberi tanda anotasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
142
Gambar 4.31. Model vidio pembacaan geguritan pada pertemuan kedua Model selanjutnya vidio peraih juara II tingkat kabupaten, siswa memperhatikan pemutaran model vidio sambil memberi anotasi.,
Gambar 4.32. Pemutaran vidio kejuaraan membaca geguritan pertemuan kedua, vidio membaca geguritan peraih juara I tingkat kabupaten diputar berulang-ulang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
143
Gambar 4.33. Guru memberi bimbingan sekaligus menilai aktifitas diskusi siswa pertemuan kedua, sisa bertanya jawab dengan guru tentang kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam membaca geguritan.
Gambar 4.34. Siswa berdiskusi mencocokkan anotasi dari hasil pengamatan model vidio pada pertemuan kedua siklus ke-3, tampak siswa lebih antusias dan aktif berdiskusi dalam kelompoknya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
144
Gambar 4.35. Siswa putri berlatih performance dalam kelompoknya pada pertemuan kedua siklus ke-3, Siswa lebih aktif dan antusias berlatif performansi dalam kelompok, siswa lain memperhatikan dengan saling memberi masukan kekurangan dan kelebihannya.
Gambar 4.36. Siswa putra berlatih performance dalam kelompoknya pada pertemuan kedua siklus ke-3, dengan rasa senang dan ceria siswa berlatih membaca geguritan dalam kelompok secara bergantian.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
145
Gambar 4.37. Siswa tampil di depan kelas pada pertemuan kedua siklus ke-3, tampak ada peningkatan yang signifikan pembacaan geguritan siswa, lafal, intonasi, ekspresi dan gesture sudah baik sesuai isi geguritan.
Gambar 4.38. Siswa tampil di depan kelas pada pertemuan kedua siklus ke-3, siswa lain berebut untuk tampil dengan percaya diri dan menghayati geguritan yang dibaca.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
146
Gambar 4.39. Siswa tampil di depan kelas pada pertemuan kedua siklus ke-3, dengan ekspresinya masing-masing sesuai isi geguritan, siswa tampil lebih optimal dalam membacakan geguritan.
c. Pengamatan dan Evaluasi Pelakasanaan siklus ketiga dilaksanakan pada hari Senin, 15 Oktober 2012 pukul 07.40-09.00 WIB pada jam ke-2 dan ke-3 tempat ruang kelas VII A dan Kamis, 18 Oktober 2012 pukul 07.00-08.20 atau jam ke-1dan ke-2. Tempat dilaksanakan siklus ketiga ini di ruang laboratorium
IPA. Seperti pada
pengamatan sebelumnya, peneliti duduk di bagian bangku belakang agar lebih leluasa dalam mengadakan pengamatan dan evaluasi. Pertemuan pertama tempat dilaksanakan di ruang kelas. Kemudian pertemuan kedua dilaksanakan di ruang laboratorium IPA. Pemindahan tempat dimaksudkan agar siswa ada suasana baru sehingga bebas dalam mengekspresikan jiwanya. Peralatan
LCD sudah tersedia lengkap di ruang laboratorium IPA.
Aktifitas siswa lebih aktif, terlihat saat siswa memperhatikan model pada vidio. Baik itu vidio sastrawan maupun vidio kejuaraan geguritan, siswa sangat serius
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
147
dan sungguh-sungguh. Demikian juga saat memberikan respon pada saat model vidio dibacakan, tanpa ditunjuk siswa langsung mengangkat tangan. Siswa aktif berdiskusi, siswa tidak lagi sendiri-sendiri tetapi sudah dapat bekerja sama dengan teman atau kelompok. Siswa tidak lagi malu-malu berlatih performance dihadapan teman-temannya. Siswa juga berlomba-lomba tampil ke depan membacakan geguritan tanpa ditunjuk oleh guru. Tabel 4.5. Aktivitas Pembelajaran Membaca Indah Geguritan Siswa Siklus Ketiga No.
Komponen
Jumlah
Persentase
1.
Sangat aktif
12
38
2.
Aktif
17
53
3.
Cukup aktif
2
6
4.
Kurang aktif
1
3
Hasil yang disajikan pada tabel di atas dapat dinyatakan bahwa dalam pembelajaran geguritan siklus ketiga, siswa sangat aktif ada 12 siswa atau 38%, siswa yang kelihatan aktif ada 17 siswa atau 53%. Sedangkan yang cukup aktif sebanyak 2 siswa atau 6% dan siswa yang kurang aktif sebanyak 1 atau 3%. Melihat hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran membaca indah geguritan pada siklus ketiga mengalami peningkatan tajam. Siswa tampil ke depan dengan penuh percaya diri. Para siswa membaca indah geguritan dengan baik. Mereka menghayati geguritan yang dibaca, Hal ini tampak pada ekspresi dan intonasinya. Lafalnya cukup bagus, sudah jelas dan terdengar keseluruh ruangan. Demikian juga mengenai penampilan. Gerakan tangan, atau pindah tempat sudah banyak dilakukan sesuai pemahaman dari isi geguritan. Hampir keseluruhan yang tampil sudah dapat memahami tentang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
148
pembacaan geguritan sebagai sebuah pertunjukan. Suasana pembelajaran menyenangkan. Baik pada pertemuan pertama maupun pertemuan kedua. Guru mampu membawa suasana yang bahagia, diselingi dengan pujian berupa tepuk tangan atas penampilan siswa dalam membaca geguritan. Hal ini tercermin pada pembacaan geguritan siswa yang meningkat dibandingkan siklus pertama dan silus kedua. Hasil pembelajaran membaca indah geguritan pada siklus ketiga disajikan dalam tabel berikut: Table 4.6. Nilai Kemampuan Membaca Indah Geguritan Siklus Ketiga No.
Uraian Pencapaian hasil
Jumlah/Nilai
1.
Siswa yang mendapatkan nilai < 65
7
2.
Siswa yan
25
3.
Rerata
73,50
4.
Ketuntasan Klasikal
78%
Hasil pada tabel yang disajian di atas, menunjukkan sejumlah sisa 7 siswa mendapat nilai kurang dari 65. Jumlah ini jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan siklus pertama dan kedua . Sebanyak 25 siswa yang mendapatkan nilai 65 atau lebih. Jumlah ini lebih lebih banyak dibandingkan dengan siklus kedua. Rerata untuk siklus ketiga ini adalah 73,50 dengan ketuntasan klasikal mencapai 78 %. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa nilai rerata maupun klasikal tes kemampuan membaca indah geguritan yang dicapai siswa telah memenuhi indikator kinerja dan nilainya lebih baik dari siklus yang kedua.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
149
d. Refleksi Guru telah berhasil membangkitkan siswa untuk bersunguh-sungguh memperhatikan pembacaan geguritan dan bersemangat mengikuti pembelajaran membaca indah geguritan. Secara umum kelemahan yang ada dalam proses pembelajaran membaca indah geguritan dengan menghadirkan model pada siklus ketiga dapat diatasi dengan baik. Pada pratindakan, membaca indah geguritan bagi siswa tidak menyenangkan/ membosankan karena merasa dirinya tidak percaya diri dan tidak bisa menghayati geguritan itu sehingga berimbas pada sulitnya berekpresi, menentukan intonasi, pelafalan yang tidak jelas, serta penampilan yang monoton. Pada siklus ketiga ini, hampir semua siswa menyukai pelajaran membaca indah geguritan. Sehingga pada saat mengikuti pembelajaran siswa menjadi aktif. Cara membaca dengan intonasi, ekspresi, pelafalan serta penampilan/gerak sudah menunjukkan yang baik.
C. Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian pada siklus pertama, kedua, ketiga dapat dinyatakan bahwa terjadi peningkatan kemampuan membaca indah geguritan dan peningkatan keaktifan siswa dalam pembelajaran membaca indah geguritan. Penelitian Tindakan Kelas ini
dilaksanakan dalam tiga siklus. Setiap siklus
dilaksanakan dalam 4 tahap, yakni: 1) perencanaan tindakan; 2) pelaksanaan tindakan; 3) pengamatan dan evaluasi; 4) refleksi. Adapun hasilnya dapat disajikan sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
150
1.
Keaktifan Siswa Selama Mengikuti Pembelajaran Keaktifan siswa selama mengikuti pembelajaran yang terkait dengan
aktifitas membaca indah geguritan dapat dilihat dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti. Keaktifan pembelajaran tersebut dapat di sajikan pada tabel berikut: Tabel 4.7. Keaktifan siswa selama mengikuti pembelajaran geguritan Siklus Pertama
Komponen
Kedua
Ketiga
Ket.
Jumlah
%
Jumlah
%
Jumlah
%
0
0
0
0
12
38
0
0
8
25
17
53
7
22
11
34
2
6
25
78
13
41
1
3
Sangat Aktif Aktif Cukup Aktif Kurang Aktif
Diagram 4.1 Keaktifan Siswa Mengikuti Pembelajaran Geguritan 80 60 Sangat Aktif 40
Aktif Cukup Aktif
20
Kurang Aktif
0 Siklus I
Siklus II
Siklus III
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
151
Hasil pengamatan yang disajikan pada tabel di atas, dapat dideskripsikan bahwa keaktifan siswa selama mengikuti pembelajaran selalu meningkat dari siklus pertama sampai siklus ketiga. Peningkatan keaktifan tersebut dapat dilihat berdasarkan hasil pengamatan melalui kegiatan-kegiatan. 2. Kemampuan Membaca Indah Geguritan Berdasarkan hasil penelitian kemampuan membaca indah geguritan selama tiga siklus yang dijaring dengan instrumen tes unjuk performansi yang didasarkan pada intonasi, ekspresi, pelafalan, dan penampilan, dapat disajikan pada tabel berikut: Table 4.8. Hasil Tes Kemampuan Membaca Indah Geguritan Tiap Siklus No. Aspek Pencapaian Hasil Belajar 1. 2. 3. 4.
Jumlah siswa yang mendapat nilai kurang dari 65 Jumlah siswa yang mendapat nilai lebih besar atau sama dengan 65 Rerata nilai Tes Kemampuan Membaca geguritan Ketuntasan Klasikal (%)
Pertama 25
Siklus Kedua 15
Ketiga 7
7
17
25
60,50
65,75
73,50
22 %
53 %
78 %
Diagram 4.2 Hasil Tes Kemampuan Membaca Geguritan
80 60 < 65 40 Rerata 20
Presentase
0 Siklus I
Siklus II
commit to user
Siklus III
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
152
Berdasarkan tabel dan diagram siklus pertama, dari 32 jumlah siswa tercatat 25 Siswa belum mencapai batas tuntas, 7 siswa telah mencapai batas tuntas sedangkan rerata nilai tes mencapai 60,50 adapun ketuntasan secara klasikal tercatat 22 %. Nilai batas tuntas yang ditetapkan dalam indikator kinerja dalam penelitian ini yakni 65 atau 75% dari ketuntasan klasikal. Dengan demikian, baik secara individu maupun klasikal, hasil tersebut belum memenuhi batas ketuntasan yang telah telah ditetapkan, sehingga penelitian tindakan kelas dilanjutkan pada siklus kedua. Hasil rerata tes kemampuan membaca indah geguritan siswa pada siklus kedua sebesar 65,75 dilihat dari nilai batas minimal sesuai dengan indikator kinerja, nilai rerata siswa sudah memenuhi kriteria. Namun, secara individu dari hasil pada siklus kedua tersebut masih terdapat nilai kurang dari 65. Sementara itu, yang mendapatkan nilai lebih besar atau sama dengan 65 sebanyak 17 sedangkan ketuntasan secara klasikal sebesar 53 %. Jadi, hasil tes kemampuan membaca indah geguritan siswa pada siklus kedua, jika dilihat dari batas nilai minimal sesuai dengan indikator kinerja, sudah memenuhi kriteria. Namun secara klasikal nilai tersebut belum mencapai batas ketuntasan belajar sehingga penelitian tindakan kelas dilanjutkan pada siklus ketiga. Nilai rerata tes kemampuan membaca indah geguritan pada siklus ketiga mencapai 73,50 secara individu, 25 siswa dari 32 siswa telah mencapai nilai lebih besar atau sama dengan 65. Meskipun masih ada 7 siswa yang mendapat nilai di bawah 65, tetapi pada siklus ketiga ini telah mencapai batas tuntas yang telah ditetapkan dengan tingkat ketuntasan belajar secara klasikal sebesar 78 %.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
153
D. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian dapat dinyatakan bahwa
pembelajaran
dengan teknik pemodelan dapat meningkatkan keaktifan dan kemampuan membaca indah geguritan. Hal ini dapat dianalisis dan dibahas sebagai berikut: 1. Peningkatan keaktifan siswa dalam
pembelajaran membaca indah
geguritan dengan teknik pemodelan. Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti melakukan pengamatan terhadap proses kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh guru tentang membaca indah geguritan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui tentang keaktifan siswa selama kegiatan belajar mengajar dan untuk mengetahui kemampuan membaca indah geguritan siswa. Dari hasil pengamatan, didapatkan ada bebarapa permasalahan yang ditemukan di kelas. Permasalahan itu antara lain: (1) guru lebih mendominasi pembelajaran; (2) siswa pasif terhadap pembelajaran; (3) guru kurang maksimal dalam memberikan contoh; (4) guru tidak melakukan penilaian, baik penilaian proses maupun penilaian unjuk kerja; (5) guru kurang kreatif dalam memilih geguritan yang akan dibaca siswa. Permasalahan yang ditemukan akan diatasi melalui tindakan tiap siklus. Disamping melakukan pengamatan, peneliti melakukan wawancara kepada siswa dan guru serta memberikan angket untuk diisi oleh siswa. Angket itu berisi tentang aktivitas pembelajaran membaca indah geguritan. Penerapan membaca geguritan pada siklus pertama, siswa mulai diberi tindakan, siswa diajak mencatat hal-hal penting serta hal-hal yang harus diperhatikan ketika membaca indah igeguritan. Siswa mendapat tugas mengamati
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
154
geguritan yang dibaca model dengan memberi anotasi, siswa diajak berdiskusi, siswa diberi tugas guru untuk memberi respon terhadap pembacaan geguritan oleh siswa maupun model, serta siswa diajak untuk berlatih dengan teman satu kelompok. Diharapkan dengan menggunakan teknik pemodelan ini keaktifan dalam pembelajaran membaca indah geguritan. Penelitian pada siklus pertama, peneliti bersama guru melakukan perencanaan tindakan. Peneliti dan guru bersepakat untuk mengadakan pelaksanaan tindakan pertama dengan dua kali pertemuan. Sebelum pelaksanaan tindakan dilaksanakan, guru dan peneliti membuat skenario pembelajaran. Skenario inilah yang nantinya akan dijalankan oleh guru dan dituangkan didalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Pada pertemuan pertama, pelaksanaan tindakan siklus pertama ini, penekanannya adalah pembelajaran yang berpusat pada pada siswa, pemanfaatan metode yang bervariasi misalnya dengan pembentukan kelompok belajar, memaksimalkan guru sebagai model dan mendatangkan model serta memberikan penilaian, baik penilaian aktivitas siswa maupun penilaian unjuk kerja (performance). Pada pertemuan pertama, guru sudah melaksanakan skenario yang direncanakan antara peneliti dan guru. Skenario itu antara lain guru mengajak siswa mencatat hal-hal yang penting dalam membaca indah geguritan, guru berdiskusi dengan siswa untuk membahas hal-hal yang harus diperhatikan ketika membaca
indah
geguritan,
guru
bertindak
sebagai
model
dan
siswa
memperhatikan geguritan yang dibacakan guru, membentuk diskusi kelompok,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
155
serta memberi tugas kepada siswa untuk berlatih membaca indah geguritan dalam kelompok. Pada pertemuan kedua, guru juga sudah melaksanakan skenario pembelajaran yang direncanakan. Guru memperkenalkan model dari kakak kelas IX yang pernah menjadi juara geguritan ke III tingkat kabupaten Kebumen. Dengan memperhatikan dan mengamati pembacaan geguritan yang dilakukan oleh orang yang berkompeten siswa termotivasi dan sekaligus mendapatkan gambaran yang jelas tentang pembacaan geguritan yang baik. Sehingga siswa bisa mencontoh tentang intonasi, ekspresi, pelafalan, serta penampilannya. Model kedua berbeda dengan pembacaan pertama bahkan kebalikannya. Kalau
model pada pertemuan pertama temponya agak cepat, model kedua
temponya agak lambat dan terkesan intonasinya mendayu-dayu. Ekspresi cukup baik. Pada saat model membacakan geguritan sebagian siswa memperhatikan. Guru dan siswa mendiskusikan hasil pembacaan geguritan oleh model, guru membentuk diskusi kelompok, serta memberi tugas kepada siswa untuk berlatih performance. Dalam pelaksanaan tindakan terdapat bebarapa hambatan, baik yang berasal dari guru sendiri maupun dari siswa. Hambatan dari guru yaitu kurangnya pemberian motivasi kepada siswa. Metode yang diterapkan dalam penelitian ini merupakan hal yang baru bagi siswa. Oleh karena itu, guru harus banyak memberikan perhatian dan arahan kepada siswanya. Hal ini terlihat pada saat pembentukan kelompok, guru membiarkan siswa berdiskusi dengan caranya sendiri. Dalam memberikan contoh guru pun ada yang masih kurang yaitu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
156
temponya agak terlalu cepat. Hal ini mempengaruhi pengamatan siswa terutama dalam pemberian anotasi (jeda). Adapun hambatan yang berasal dari siswa lebih banyak disebabkan kurang terbiasanya dengan metode yang diterapkan. Hal itu terlihat pada saat berdiskusi. Siswa banyak yang mengalami kebingungan, tidak tahu yang harus dikerjakan dengan berdiskusi. Dengan kondisi itu, terlihat siswa masih ada yang ngobrol dengan teman, ada yang masih diam terpaku, hanya memperhatikan teman saja. Sehingga dalam siklus pertama ini diskusi kelompok kurang efektif. Siklus kedua dilaksanakan dua kali pertemuan. Sebelum siklus kedua dilaksanakan, peneliti dan guru melakukan perencanaan terlebih dahulu. Dalam perencanaan itu dibahas tentang skenario pembelajaran yang kemudian dituangkan dalam RPP ( Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ). Pada saat perencanaan, peneliti menyampaikan kelebihan dan kekurangan pada saat pelaksanaan tindakan pada siklus pertama. Ada beberapa hal yang mendapat perhatian oleh guru untuk perbaikan siklus kedua. Perbaikan dilakukan antara lain: diskusi kelompok, pembacaan geguritan yang dibacakan oleh model, keaktifan dalam pembelajaran, motivasi guru. Sebelum mengajar guru telah mempersiapkan RPP ( Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Pada siklus kedua ini model hanya satu yaitu seorang sastrawan Jawa yaitu Turiyo Ragilputra, S.Pd, baik di pertemuan pertama maupun kedua. Hal ini dimaksudkan agar kehadiran sastrawan bisa dioptimalkan karena dengan kepekaannya sebagai seorang sastrawan, diharapkan mampu menampilkan pembacaan geguritan yang terbaik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
157
Model sastrawan dalam membaca geguritan sangat baik. Siswa bahkan terkesima pada saat model membacakan geguritan. Hampir semua siswa memperhatikan cara model membacakan geguritan. Untuk memperbaiki diskusi kelompok, guru memberi tugas kepada siswa agar dalam kelompok ada salah satu yang berperan sebagai pemimpin kelompok. Pemimpin inilah yang bertugas memimpin jalannya diskusi agar lebih terarah dan membari kesempatan anggota kelompok untuk mengeluarkan ide-idenya. Langkah ini tampaknya efektif, terlihat dari beberapa siswa sudah tidak malu-malu lagi untuk bertanya. Dan berpendapat dengan teman satu kelompok. Sehingga diskusi kelihatan hidup. Keaktifan siswa sudah mulai tampak. Siswa mencatat penjelasan guru, memperthatikan dengan sungguh-sungguh geguritan yang dibaca oleh model, ada beberapa siswa yang memberikan respon ketika model/siswa membaca indah geguritan, aktif berdiskusi, para siswa tidak lagi malu-malu berlatih dengan kelompok. Guru banyak memberi motivasi pada siswa. Sebelum menyampaikan materi, guru memberitahukan kepada siswa bahwa aktivitas pembelajaraan akan dinilai. Siswa bersemangat dalam pembelajaran. Para siswa banyak yang bertanya bila tidak jelas cara membacanya. Pada saat berdiskusi guru berkeliling ke semua kelompok. Bila dilihat secara keseluruhan, pada siklus ini ada peningkatan. Hal ini terlihat dari hasil yang dicapai selama pembelajaran berlangsung, baik keaktifan siswa maupun kemampuan membaca indah geguritan. Keaktifan pada siklus yang kedua memang tidak ada yang sangat aktif, tetapi siswa yang aktif sudah mulai tampak seimbang dengan siswa yang kurang aktif selisihnya hanya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
158
dua. Siswa cukup aktif ada 11 siswa atau 34%, sedangkan yang kurang aktif ada 13 siswa atau 41 %. Adapun kermampuan membaca indah geguritan siswa mengalami peningkatan. Siswa yang mendapatkan nilai dibawah 65 ada 15 siswa, sedangkan yang mendapatkan nilai 65 atau lebih terdapat 17 siswa dengan nilai rerata 65,75. Ketuntasan klasikal mencapai 53 %. Ini berarti secara individu masih banyak siswa yang nilainya di bawah KKM meskipun kalau dilihat ketercapaian indikator telah terpenuhi. Siklus ketiga dilaksanakan dua kali pertemuan. Pada siklus ketiga sebagai model adalah vidio pembacaan geguritan yang diputar berulang-ulang. Pada Pada pertemuan pertama adalah model vidio dari sastrawan Jawa Turiyo Ragilputra, S.Pd, pertemuan kedua adalah model vidio kejuaraan membaca indah geguritan juara I,II,III tingkat kabupaten Kebumen tahun 2012. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih optimal mengapresiasikan pembacaan geguritan. Pertemuan pertama, penekanannya adalah memotivasi siswa agar lebih aktif dalam pembelajaran, dengan cara lebih melibatkan siswa dalam pembelajaran. Misalnya dengan mengajak diskusi tentang materi-materi yang telah dipelajari yang berhubungan dengan membaca indah geguritan. Diskusi itu dilakukan antara guru dengan murid dan murid dengan murid. Pada pertemuan kedua, pembelajaran terasa lebih aktif dan hidup. Sebagian besar siswa aktif terlibat dalam pembelajaran, mulai dari memperhatikan geguritan yang dibacakan model, member respon terhadap pembacaan geguritan oleh model/ siswa, aktif dalam berdiskusi, aktif mencatat penjelasan guru, dan aktif berlatih di dalam kelompoknya masing-masing. Hal ini diperkuat dari hasil
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
159
penilaian yang dicapai oleh siswa selama pembelajaran siklus jetiga. Dalam penilaian ini, kriterianya sama dengan penilaian di siklus pertama dan siklus kedua, yaitu terbagi dalam empat tingkatan yaitu siswa sangat aktif, siswa yang aktif, siswa yang cukup aktif, dan siswa yang kurang aktif. Adapun hasilnya adalah: siswa yang sangat aktif sejumlah 12 anak atau 38 %, siswa yang aktif ada 17 siswa atau 53 %, siswa yang kurang aktif ada 2 atau 6 %, siswa yang kurang aktif ada 1 siswa atau 3 %. 2. Peningkatan kemampuan siswa dalam pembelajaran membaca indah geguritan dengan teknik pemodelan. Sebelum
diadakan
tindakan
siswa
mengalami
kesulitan
dalam
pembelajaran membaca indah geguritan. Siswa juga tidak tertarik mengikuti pembelajaaran membaca indah geguritan. Kebanyakan siswa tidak percaya diri dan merasa kesulitan dalam membaca indah geguritan. Setelah diadakan tindakan dalam siklus I,II,III kemampuan siswa dalam membaca indah geguritan meningkat. Hal ini terlihat dari hasil nilai kemampuan siswa dalam membaca indah geguritan di depan kelas semakin meningkat. Tingkat keberhasilan ini cukup signifikan. Nilai kemampuan membaca indah geguritan siswa yang diperoleh dari tiap siklusnya naik dengan memuaskan. Penilaian yang dilakukan guru meliputi intonasi, ekspresi, pelafalan, penampilan. Pada siklus I, kemampuan membaca indah geguritan, siswa yang mendapatkan nilai di atas 65 atau lebih hanya 7 siswa, sedangkan 25 siswa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
160
nilainya di bawah 65, dengan nilai rerata 60,50. Adapun ketuntasan klasikal mencapai 22 %. Penelitian tindakan kelas dilanjutkan pada siklus II. Pada siklus II, kemampuan membaca indah geguritan siswa mengalami peningkatan. Siswa yang mendapatkan nilai dibawah 65 ada 15 siswa, sedangkan yang mendapatkan nilai 65 atau lebih terdapat 17 siswa dengan nilai rerata 65,75. Ketuntasan klasikal mencapai 53 %. Ini berarti secara individu masih banyak siswa yang nilainya di bawah KKM meskipun kalau dilihat ketercapaian indikator telah terpenuhi. Penelitian tindakan dilanjutkan pada siklus III. Kemampuan membaca indah geguritan siswa pada siklus ketiga juga mengalami peningkatan. Intonasi dan ekspresi sudah cukup baik. Hal ini karena siswa memahami terlebih dahulu geguritan yang akan dibaca. Penampilan juga sudah cukup baik. Siswa sudah menyadari tentang pembacaan geguritan sebagai sebuah pertunjukan yang memperhatikan gerakan tubuh (gesture), gerakan mata, serta bloking. Siswa sudah bisa mengapresiasikan geguritan yang dibaca dengan gerakan tubuh misalnya dengan mengangkat tangan, atau dengan berpindah tempat (sudah memperhatikan bloking). Hal ini karena sastrawan masuk dalam pembelajaran dengan memberikan motivasi dan pengarahan ketika siswa berlatih di kelompoknya masing-masing. Adapun nilai yang dicapai oleh siswa pada siklus ketiga ini adalah siswa mendapatkan nilai < 65 ada 7 siswa, sedangkan yang
klasikal 78 %. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa tindakan pada siklus III berhasil.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas tentang peningkatan kemampuan membaca indah geguritan dengan teknik pemodelan di kelas VII A SMP Negeri 3 Karanganyar Kabupaten Kebumen dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Penerapan CTL pada aspek pemodelan dapat meningkatkan keaktifan dalam pembelajaran membaca indah geguritan siswa. Peningkatan keaktifan ini dapat membuat siswa lebih aktif dalam belajar, lebih antusias/ tertarik mengikuti
pembelajaran
membaca
indah
geguritan
sehingga
KBM
berlangsung lebih hidup. Siswa memiliki motivasi dalam memperhatikan pembacaan geguritan yang dibaca model, aktif dalam memberikan respon terhadap pembacaan oleh model/ siswa lain, aktif pada saat diskusi, aktif dalam mencatat penjelasan guru, dan aktif berlatih dengan teman kelompok. Keaktifan yang dilakukan oleh siswa terbagi menjadi empat tingkatan yaitu sangat aktif, aktif, cukup aktif, dan kurang aktif. Pada siklus pertama siswa yang sangat aktif dan aktif tidak ada. Sedangkan siswa yang cukup aktif berjumlah 7 siswa atau 22 % dan yang kurang aktif 25 siswa atau 78 %. Pada siklus kedua, siswa yang sangat aktif tidak ada, siswa yang aktif 8 siswa atau 25 %. Adapun siswa yang cukup aktif ada 11 siswa atau 34 %, dan siswa yang kurang aktif ada 13 siswa atau 41%. Pada siklus ketiga, siswa yang sangat
commit to user 161
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
162
aktif ada 12 siswa atau 38 %, siswa yang aktif ada 17 siswa atau 53 %, adapun siswa yang cukup aktif ada 2 siswa atau 6 %, dan siswa yang kurang aktif ada 1 siswa atau 3 %. 2. Penerapan CTL pada aspek pemodelan dapat meningkatkan kemampuan membaca indah geguritan siswa. Peningkatan ini dapat dilihat dari intonasi, ekspresi, pelafalan, serta penampilan siswa pada saat membaca indah geguritan sudah cukup baik. Siswa sudah dapat memahami geguritan dengan suara lembut atau keras dan bersuara naik atau turun sesuai penghayatan mereka terhadap geguritan itu. Penghayatan terhadap geguritan, juga tercermin melalui ekspresi yang ditampilkan. Ekspresi itu terlihat dari gerak wajah siswa yang sedih, gembira, senang, terharu, putus asa dan sebagainya pada saat siswa membaca indah geguritan. Artikulasi dan volume suara sudah terlihat jelas dan mampu mengatasi suara penonton hingga bangku paling belakang. Gerak tubuh
pun juga sudah dipakai oleh siswa. Dengan cara
mengepalkan tangan ke atas, ke dada, atau mengangkat jari telunjuk, menggerakkan kepala dengan cara mengangguk dan menggelengkan kepala, atau menggeser/ menggerakkan kaki ke kanan/ ke kiri, ke belakang/ ke depan sesuai dengan penghayatan siswa terhadap geguritan yang dibacanya. Peningkatan membaca indah geguritan siswa, juga terlihat dari hasil nilai rerata yang dicapai mulai siklus pertama sampai siklus ketiga. Pada siklus pertama nilai rerata yang dicapai adalah 60,50 dengan tingkat ketuntasan klasikal 22 %. Pada siklus kedua, nilai rerata 65,75 dengan tingkat ketuntasan secara klasikal 53 %. Pada siklus ketiga, nilai rerata siswa 73,50 dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
163
tingkat ketuntasan secara klasikal 78 %. Dengan pencapaian nilai rerata sampai siklus ketiga, maka indikator kinerja dalam penelitian ini tentang peningkatan kemampuan membaca indah geguritan dengan teknik pemodelan telah tercapai yaitu nilai rerata mencapai 65 atau lebih dengan ketuntasan klasikal 75 %. B. Impikasi
Membaca Indah Geguritan dengan Teknik Pemodelan Siswa Kelas VII A SMP
sebanyak tiga siklus dapat meningkatkan kemampuan membaca indah geguritan dan meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran membaca indah geguritan siswa. Berdasarkan pada simpulan di atas, maka diharapkan penerapan CTL pada aspek pemodelan dapat diterapkan di dalam pembelajaran, khususnya membaca indah geguritan. Dengan penerapan teknik pemodelan terbukti oleh peneliti dapat memberikan motivasi kepada siswa sehingga bersemangat dalam belajar dan aktif terhadap pembelajaran geguritan. Kemampuan
siswa,
khususnya
dalam
membaca indah
geguritan
hendaknya senantiasa dilatih terus menerus. Pelatihan yang rutin, akan dapat membangkitkan siswa dalam mencintai sastra khususnya membaca indah geguritan. Guru harus dapat menjadi mediator untuk dapat mengembangkan kemampuan siswa tersebut. Oleh karena itu, guru harus dapat mengupayakan halhal yang dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan siswa. Salah satu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
164
upaya yaitu mendatangkan model sebagai pembaca geguritan yang dapat diamati, ditiru, dan menjadi gambaran langsung bagi siswa tentang cara membaca indah geguritan yang baik. Dalam penelitian ini diberikan suatu gambaran bahwa keberhasilan suatu pembelajaran bergantung dari beberapa faktor. Faktor yang paling menentukan adalah berasal dari guru. Rendahnya kemampuan membaca indah geguritan siswa akibat dari kurangnya guru dalam memvariasikan metode yang dipakai dalam pembelajaran. Guru cenderung konvensional, menyampaikan materi dengan cermah, dan tidak melibatkan siswa. Seharusnya guru dapat menggunakan teknik atau metode untuk mengembangkan materi ajar. Salah satunya adalah dengan menerapkan teknikpemodelan. Jika guru merasa kurang kompeten sebagai model pembelajaran, guru dapat mendatangkan dari luar, misalnya mendatangkan seseorang
yang
memiliki
prestasi
dalam
pembacaan
geguritan,
atau
mendatangkan sastrawan. Faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan dalam pembelajaran geguritan adalah dari siswa. Siswa tidak memiliki ketertarikan dan motivasi dalam belajar membaca indah geguritan. Siswa menganggap bahwa geguritan itu sulit, dan hanya anak yang berbakat saja yang bisa. Sehingga meraka pasif dalam pembelajaran membaca indah geguritan. Dua faktor di atas, tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena keduanya saling mendukung. Oleh karena itu, harus diupayakan secara maksimal agar semua faktor dapat dimiliki oleh guru dan siswa dalam proses pembelajaran yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
165
berlangsung di kelas. Dengan demikian, kegiatan belajar mengajar lebih hidup dan berjalan dengan lancar dan dalam suasana yang menyenangkan.
C. Saran Berdasarkan simpulan hasil penelitian, maka peneliti dapat mengajukan saran-saran sebagai berikut: 1.
Guru a. Guru perlu meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran membaca indah geguritan. Agar siswa lebih termotivasi dalam belajarnya, tidak bosan, tertarik dengan mata pelajaran bahasa Jawa pada umumnya, maka guru hendaknya lebih memvariasikan metode pembelajaran. b. Dalam setiap pembelajaran hendaknya guru lebih
sering melibatkan
siswa. Kedudukan siswa dalam pembelajaran ini adalah sebagai subjek dan bukan sebagai objek. Salah satu cara untuk dapat melibatkan siswa dengan cara diskusi kelompok. c. Guru hendaknya dapat menumbuhkembangkan rasa percaya diri terhadap siswa. Sehingga siswa lebih berani khususnya yang berkaitan
dengan
penugasan unjuk kerja. Demikian juga guru, harus lebih percaya diri bila menjadi contoh/ model yang ditiru oleh siswa. Bagaimana akan membangun
diri
siswa,
kalau
gurunnya
kepercayaaan diri yang kuat.
commit to user
sendiri
tidak
memiliki
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
166
2.
Sekolah a. Kepala sekolah hendaknya menyediakan sarana dan prasarana yang dapat memfasilitasi terselengaranya kegiatan pembelajaran khususnya yang terkait dengan membaca indah geguritan. b. Kepala sekolah hendaknya perlu memperhatikan pembelajaran bahasa Jawa terutama aspek-aspek yang berbobot misalnya kemampuan membaca atau kemampuan menulis sastra geguritan, meskipun aspek ini bukan termasuk tataran materi dalam daftar ujian baik berupa praktik maupun tulis.
3.
Dinas pendidikan a. Dinas
Pendidikan
dan
Kebudayaan
hendaknya
menyelenggarakan
pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan model-model pembelajaran untuk
meningkatkan
profesionalisme
guru,
khususnya
pelatihan
pembacaan geguritan. b. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan hendaknya rutin menyelenggarakan kompetesi/ perlombaan geguritan setiap tahunnya. Perlombaan itu tidak hanya diperuntukkan siswa, tetapi juga guru. Selama ini belum pernah ada perlombaan membaca indah geguritan untuk guru.
commit to user